Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul C Uji Puntir oleh :
Nama
: Catia Julie Aulia
NIM
: 13714035
Kelompok
:7
Anggota (NIM) : 1. Conrad Conrad Cleave Bonar (13714008) 2. Catia Julie Aulia
(13714035)
3. Hutomo Tanoto
(13714044)
4. Fakhri Arsyi Hawari
(13714051)
Tanggal Praktikum
: Rabu, 16 Maret 2016
Tanggal Penyerahan Laporan Laporan : Selasa, 22 Maret 2016 Nama Asisten (NIM)
: M. Firdaus Hermansyah (13712003) (13712003)
Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material Program Studi Teknik Material Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung 2016
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
Tegangan dibagi menjadi dua jenis, yaitu tegangan geser dan tegangan normal. Tegangan geser adalah tegangan yang sejajar dengan bidang material, sedangkan tegangan normal adalah tegangan yang tegak lurus dengan bidang. Pada pengujian kali ini, fokus kita ada pada tegangan geser. Tegangan geser terjadi akibat adanya geseran secara langsung (direct shear) atau adanya tegangan puntir (torsional stress). Contoh direct shear yaitu pada bambu yang ditancapkan paku, bagian bambu yang terkena paku akan mengalami geseran secara langsung. Sedangkan torsional stress dapat dilihat ketika suatu benda mengalami momen torsi. Apabila suatu material mengalami tegangan geser, maka material tersebut juga akan mengalami regangan geser. Akibat adanya tegangan dan regangan geser tersebut dapat membuat material terdeformasi. Oleh karena itu pengujian puntir berguna untuk melihat sifat keuletan material. Standar pengujian puntir mengacu pada ASTM A938.
Tujuan Praktikum
Tujuan dari Percobaan Uji Puntir adalah : 1. Mengetahui standar dan prosedur uji puntir 2. Mengetahui pengaruh tegangan geser terhadap sifat mekanik material 3. Mampu menghitung besaran-besaran sifat mekanik material dari uji puntir 4. Memahami mekanisme terbentuknya patahan material oleh tegangan geser
Page 2 of 37
BAB II TEORI DASAR Uji Puntir
Uji Puntir merupakan salah satu dari sekian banyak pengujian sifat mekanik material. Uji puntir dapat menentukan beberapa sifat mekanik material seperti modulus elastisitas, modulus of rupture, modulus of resilience, torsional yield strength, dan keuletan. Uji puntir dilakukan dengan menggunakan alat uji puntir yang dihubungkan ke komputer. Pada percobaan kali ini, mesin yang digunakan bernama Tarnotest Prüfsystem. Mesin uji puntir memiliki dua bagian utama, yaitu yaitu twisting head dan weighing head. Twisting head adalah bagian yang berfungsi untuk memberikan momen torsi kepada spesimen yang akan diuji, sedangkan weighing head adalah bagian yang berfungsi untuk mengukur momen torsi. Dalam pengujian ini, spesimen akan terdeformasi. Deformasi yang akan dialami oleh spesimen diukur dengan alat yang bernama troptometer. Pada pengujian ini, spesimen yang digunakan adalah baja ST-37 dengan bentuk silinder. Pemilihan bentuk spesimen silinder disebabkan oleh kemudahan yang diberikan dalam menghitung tegangan yang akan dialamin ya. Kita tahu bahwa tegangan geser bernilai nol di titik berat penampang dan bernilai maksimum di permukaan.
Tegangan Geser dan Regangan Geser Daerah Elastis
Persamaan momen torsi dirumuskan sebagai berikut :
Dimana
∫ adalah momen inersia, sehingga persamaannya menjadi : atau Page 3 of 37
Dimana : τ = tegangan geser (Pa)
r = jarak radial diukur dari pusat (m)
Mτ = momen torsi (Nm)
J = momen inersia (m4)
Karena tegangan geser pada permukaan adalah maksimum, dan spesimen yang digunakan adalah silinder dengan dapat dirumuskan :
, maka tegangan geser maksimumnya
Gambar 1. Torsi pada spesimen berbentuk silinder
Gambar 2. Diagram Momen Putar dengan Sudut Putar
Dari grafik momen putar dengan sudut putar, kita dapat mencari regangan gesernya melalui persamaan :
Page 4 of 37
Dimana :
= regangan geser (rad) r = jarak radial diukur dari pusat (m) L = panjang spesimen (m)
Pada daerah elastis, kita juga dapat menghitung modulus elastisitasnya melalui persamaan :
atau Dimana : G = modulus elastisitas (Pa/rad)
Tegangan Geser dan Regangan Geser Daerah Plastis
Ketika memasuki daerah plastis, hubungan antara tegangan dan regangan sudah tidak linear lagi, maka persamaan sebelumnya sudah tidak berlaku lagi. Untuk daerah plastis, kita dapat mencari nilai regangan yang sebenarnya menggunakan Nadai :
dimana Sedangkan untuk tegangan geser sebenarnya dapat diturunkan dari persamaan momen torsinya :
Sekarang tegangan geser merupakan fungsi dari regangan gesernya.
Kemudian kita dapat mengubah variabel r menjadi
Setelah itu didapatkan persamaan berikut untuk menghitung tegangan geser pada daerah plastis:
) ( Page 5 of 37
Gambar 3. Grafik Momen Torsi dengan Perubahan Sudut per Satuan Panjang Spesimen
Apabila kita melihat grafik diatas, kita dapat mengubah persamaan sebelumnya menjadi :
Berdasarkan grafik yang ada, kita tahu bahwa nilai torsi maksimum a dalah
. Maka nilai modulus of rupture nya dapat dirumuskan sebagai berikut : ( )
Page 6 of 37
Kegagalan Pada Uji Puntir
Kegagalan pada uji puntir berbeda dengan uji tarik. Dilihat dari st ate of stressnya, pada uji puntir principal stresses terjadi pada sudut 45o.
Gambar 4. State of Stress Uji Puntir
Oleh karena itu untuk material logam yang bersifat getas a kan memiliki patahan seperti pada gambar 5-b. Dan untuk material logam yang bersifat ulet a kan memiliki patahan seperti pada gambar 5-a.
Gambar 5. (a) Patahan Material Ulet. (b) Patahan Material Getas.
Sifat Mekanik Uji Puntir
Gambar 6. Kurva Tegangan-Regangan
Page 7 of 37
Dari uji puntir kita dapat memperoleh beberapa sifat mekanik, yaitu : 1. Modulus Elastisitas Modulus elastisitas atau kekakuan adalah nilai ketahanan suatu material untuk mengalami deformasi elastis ketika ada gaya diterapkan pada benda itu.
2. Modulus of Rupture Modulus of Rupture atau flexural strength adalah nilai tegangan yang dapat diterima oleh suatu material sebelum material tersebut mencapai yield strength nya.
3. Modulus of Resilience Modulus of Resilience adalah kemampuan suatu material untuk menyerap energi pada daerah elastis.
4. Keuletan Keuletan adalah kemampuan suatu material untuk menyerap energi pada daerah elastis dan plastis.
5. Torsional Yield Strength Torsional Yield Strength adalah nilai tegangan geser yang dapat diterima oleh suatu material sesaat sebelum material tersebut terdeformasi plastis.
Page 8 of 37
Kriteria Kegagalan Tresca
Teori Kegagalan Tresca atau biasa disebut Teori Kegagalan Tegangan Geser Maksimum memiliki kriteria kegagalan sebagai berikut : σmax = 2 τmax
dan
ε=
Kriteria Kegagalan Von Mises
Teori Kegagalan Von Mises atau biasa disebut Teori Kegagalan Energi Distorsi memiliki kriteria kegagalan sebagai berikut: σmax =
√ τ
max
dan
ε=
√
Page 9 of 37
BAB III DATA PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA Data Percobaan
Jenis Spesimen
: ST - 37
Diameter Spesimen
: 6,87 mm
Gage Length
: 71,87 mm
Kecepatan Puntir
: 15 rpm
Mesin Uji
: Tarnotest Prüfsystem
Kekerasan Awal
: 45 HRA
Kekerasan Akhir
: 55 HRA
Jumlah Putaran
: 3,75 putaran
Panjang Putaran
: 80,93 mm
Panjang Akhir
: 72,91 mm
Durasi
: 15 sekon
Diameter Patahan
: 6,84 mm
Pengolahan Data Momen Torsi – Torsi – Jumlah Jumlah Putaran
Dari mesin uji, data yang diperoleh adalah waktu dalam second dan milivolt. Pertama, kita harus mengkonversi waktu (s) menjadi jumlah putaran dan milivolt menjadi gaya (N). KONVERSI
1 miliVolt = 0.01086 N 1 second
= 0.25 putaran
Kemudian menghitung Momen Torsi yang dihasilkan dari mesin uji. Mτ = F x r
Page 10 of 37
Dimana : MT = momen torsi (Nm)
r = jarak radial dihitung dari pusat (m)
F = gaya (N)
Untuk kasus ini, karena spesimen yang kita gunakan berbentuk silinder, maka r yang digunakan adalah jari-jari dari silinder terseb ut, yaitu 3.435 mm.
Tabel 1. Pengolahan Data Jumlah Putaran dan Momen Torsi
Time (second)
Milivolt
Force
Jumlah
(Newton)
Putaran
MT (Nm)
0
0
0
0
0
0.2
3714
40.33404
0.05
0.138547
0.4
3792
41.18112
0.10
0.141457
0.6
4104
44.56944
0.15
0.153096
0.8
4476
48.60936
0.20
0.166973
1.0
4770
51.80220
0.25
0.177941
1.2
4984
54.12624
0.30
0.185924
1.4
5218
56.66748
0.35
0.194653
1.6
5414
58.79604
0.40
0.201964
1.8
5590
60.70740
0.45
0.208530
2.0
5728
62.20608
0.50
0.213678
2.2
5844
63.46584
0.55
0.218005
2.4
5982
64.96452
0.60
0.223153
2.6
6060
65.81160
0.65
0.226063
2.8
6158
66.87588
0.70
0.229719
3.0
6236
67.72296
0.75
0.232628
3.2
6314
68.57004
0.80
0.235538
3.4
6392
69.41712
0.85
0.238448
3.6
6470
70.26420
0.90
0.241358
3.8
6510
70.69860
0.95
0.242850
Page 11 of 37
4.0
6588
71.54568
1.00
0.245759
4.2
6646
72.17556
1.05
0.247923
4.4
6686
72.60996
1.10
0.249415
4.6
6764
73.45704
1.15
0.252325
4.8
6802
73.86972
1.20
0.253742
5.0
6862
74.52132
1.25
0.255981
5.2
6880
74.71680
1.30
0.256652
5.4
6920
75.15120
1.35
0.258144
5.6
6940
75.36840
1.40
0.258890
5.8
6978
75.78108
1.45
0.260308
6.0
6998
75.99828
1.50
0.261054
6.2
7018
76.21548
1.55
0.261800
6.4
7056
76.62816
1.60
0.263218
6.6
7076
76.84536
1.65
0.263964
6.8
7116
77.27976
1.70
0.265456
7.0
7116
77.27976
1.75
0.265456
7.2
7134
77.47524
1.80
0.266127
7.4
7174
77.90964
1.85
0.267620
7.6
7214
78.34404
1.90
0.269112
7.8
7232
78.53952
1.95
0.269783
8.0
7252
78.75672
2.00
0.270529
8.2
7292
79.19112
2.05
0.272021
8.4
7310
79.38660
2.10
0.272693
8.6
7310
79.38660
2.15
0.272693
8.8
7350
79.82100
2.20
0.274185
9.0
7370
80.03820
2.25
0.274931
9.2
7370
80.03820
2.30
0.274931
9.4
7370
80.03820
2.35
0.274931
9.6
7390
80.25540
2.40
0.275677
9.8
7408
80.45088
2.45
0.276349
Page 12 of 37
10.0
7408
80.45088
2.50
0.276349
10.2
7408
80.45088
2.55
0.276349
10.4
7428
80.66808
2.60
0.277095
10.6
7448
80.88528
2.65
0.277841
10.8
7448
80.88528
2.70
0.277841
11.0
7486
81.29796
2.75
0.279258
11.2
7486
81.29796
2.80
0.279258
11.4
7506
81.51516
2.85
0.280005
11.6
7526
81.73236
2.90
0.280751
11.8
7546
81.94956
2.95
0.281497
12.0
7564
82.14504
3.00
0.282168
12.2
7564
82.14504
3.05
0.282168
12.4
7584
82.36224
3.10
0.282914
12.6
7564
82.14504
3.15
0.282168
12.8
7584
82.36224
3.20
0.282914
13.0
7604
82.57944
3.25
0.283660
13.2
7604
82.57944
3.30
0.283660
13.4
7604
82.57944
3.35
0.283660
13.6
7624
82.79664
3.40
0.284406
13.8
7624
82.79664
3.45
0.284406
14.0
7624
82.79664
3.50
0.284406
14.2
7644
83.01384
3.55
0.285153
14.4
7644
83.01384
3.60
0.285153
14.6
7624
82.79664
3.65
0.284406
14.8
7096
77.06256
3.70
0.264710
15.0
0
0
3.75
0
Page 13 of 37
Dari pengolahan data diatas, didapat grafik hubungan Momen Torsi dengan Jumlah Putaran sebagai berikut :
Grafik 1. Momen Torsi – Torsi – Jumlah Jumlah Putaran
Momen Torsi - Jumlah Putaran 0.35 0.3 0.25 ) m 0.2 N ( T
M0.15
0.1 0.05 0 0
0. 5
1
1.5
2
2 .5
3
3.5
4
n (putaran)
Momen Torsi – Torsi – Sudut Sudut Puntir
Setelah itu, kita mengkonversi jumlah putaran (n) menjadi sudut puntir (θ) melalui persamaan berikut : θ = 2πn dimana : θ = sudut puntir (radian)
n = jumlah putaran (putaran)
π = koefisien (3,14)
Page 14 of 37
Tabel 2. Pengolahan Data Sudut Puntir
MT (Nm)
θ (radian)
MT (Nm)
θ (radian)
0
0
0.269112
11.932
0.138547
0.314
0.269783
12.246
0.141457
0.628
0.270529
12.560
0.153096
0.942
0.272021
12.874
0.166973
1.256
0.272693
13.188
0.177941
1.570
0.272693
13.502
0.185924
1.884
0.274185
13.816
0.194653
2.198
0.274931
14.130
0.201964
2.512
0.274931
14.444
0.208530
2.826
0.274931
14.758
0.213678
3.140
0.275677
15.072
0.218005
3.454
0.276349
15.386
0.223153
3.768
0.276349
15.700
0.226063
4.082
0.276349
16.014
0.229719
4.396
0.277095
16.328
0.232628
4.710
0.277841
16.642
0.235538
5.024
0.277841
16.956
0.238448
5.338
0.279258
17.270
0.241358
5.652
0.279258
17.584
0.242850
5.966
0.280005
17.898
0.245759
6.280
0.280751
18.212
0.247923
6.594
0.281497
18.526
0.249415
6.908
0.282168
18.840
0.252325
7.222
0.282168
19.154
0.253742
7.536
0.282914
19.468
0.255981
7.850
0.282168
19.782
0.256652
8.164
0.282914
20.096
Page 15 of 37
0.258144
8.478
0.283660
20.410
0.258890
8.792
0.283660
20.724
0.260308
9.106
0.283660
21.038
0.261054
9.420
0.284406
21.352
0.261800
9.734
0.284406
21.666
0.263218
10.048
0.284406
21.980
0.263964
10.362
0.285153
22.294
0.265456
10.676
0.285153
22.608
0.265456
10.990
0.284406
22.922
0.266127
11.304
0.264710
23.236
0.267620
11.618
0
23.550
Dari pengolahan data diatas, didapat grafik hubungan Momen Torsi dengan Sudut Puntir sebagai berikut : Grafik 2. Momen Torsi – Torsi – Sudut Sudut Puntir
Momen Torsi - Sudut Puntir 0.35 0.3 0.25 ) m 0.2 N ( T
M0.15
0.1 0.05 0 0
5
10
15
20
25
θ (radian)
Page 16 of 37
Momen Torsi - Sudut Puntir per Satuan Panjang Spesimen
Dari data tersebut, kita dapat mengolah sudut puntir menjadi s udut puntir per satuan panjang spesimen (θ’) melalui persamaan :
Dimana :
θ’ = sudut puntir per satuan panjang spesimen (rad/m) θ = sudut puntir (rad) L = panjang spesimen (m)
Tabel 3. Pengolahan Data Sudut Puntir per Satuan Panjang Spesimen
MT (Nm)
θ’ (rad/m)
MT (Nm)
θ’ (rad/m)
0
0
0.269112
166.02198410
0.138547
4.36899958 4 .36899958
0.269783
170.39098370
0.141457
8.73799916 8 .73799916
0.270529
174.75998330
0.153096
13.10699875
0.272021
179.12898290
0.166973
17.47599833
0.272693
183.49798250
0.177941
21.84499791
0.272693
187.86698210
0.185924
26.21399750
0.274185
192.23598160
0.194653
30.58299708
0.274931
196.60498120
0.201964
34.95199666
0.274931
200.97398080
0.208530
39.32099624
0.274931
205.34298040
0.213678
43.68999583
0.275677
209.71198000
0.218005
48.05899541
0.276349
214.08097950
0.223153
52.42799499
0.276349
218.44997910
0.226063
56.79699457
0.276349
222.81897870
0.229719
61.16599416
0.277095
227.18797830
0.232628
65.53499374
0.277841
231.55697790
0.235538
69.90399332
0.277841
235.92597750
0.238448
74.27299290
0.279258
240.29497700
0.241358
78.64199249
0.279258
244.66397660
Page 17 of 37
0.242850
83.01099207
0.280005
249.03297620
0.245759
87.37999165
0.280751
253.40197580
0.247923
91.74899123
0.281497
257.77097540
0.249415
96.11799082
0.282168
262.13997500
0.252325
100.48699040
0.282168
266.50897450
0.253742
104.85599000
0.282914
270.87797410
0.255981
109.22498960
0.282168
275.24697370
0.256652
113.59398910
0.282914
279.61597330
0.258144
117.96298870
0.283660
283.98497290
0.258890
122.33198830
0.283660
288.35397250
0.260308
126.70098790
0.283660
292.72297200
0.261054
131.06998750
0.284406
297.09197160
0.261800
135.43898710
0.284406
301.46097120
0.263218
139.80798660
0.284406
305.82997080
0.263964
144.17698620
0.285153
310.19897040
0.265456
148.54598580
0.285153
314.56796990
0.265456
152.91498540
0.284406
318.93696950
0.266127
157.28398500
0.264710
323.30596910
0.267620
161.65298460
0
327.67496870
Dari pengolahan data diatas, didapat grafik hubungan Momen Torsi dengan Sudut Puntir per Satuan Panjang Spesimen sebagai berikut :
Page 18 of 37
Grafik 3. Momen Torsi – Torsi – Sudut Sudut Puntir per Satuan Panjang Spesimen
Momen Torsi - Sudut Puntir per Satuan Panjang Spesimen 0.35 Mt Max = 0.284406
0.3 0.25 ) m 0.2 N ( T
M0.15
Mt yield = 0.138547
0.1 0.05 0 0
50
10 0
15 0
20 0
25 0
30 0
350
θ’ (rad/m)
Tegangan Geser – Geser – Regangan Regangan Geser Pada Daerah Elastis
Selanjutnya, kita akan mencari nilai modulus elastisitas melalui kurva pada daerah elastis. Untuk daerah elastis, kita hanya memakai data pada detik ke 0 sampai 0.2 karena pada waktu itu saja spesimen berada di daerah elastis. Tabel 4. Data Daerah Elastis
Time (second)
0
(rad)
0
τ (MPa)
0
0.2 0.015008 2.177382
Page 19 of 37
Dimana τyield = 2.177382 Mpa. Dari pengolahan data diatas, didapat grafik Tegangan Geser dengan Regangan Geser sebagai berikut :
Grafik 4. Tegangan Geser – Geser – Regangan Regangan Geser (Daerah Elastis)
Tegangan Geser - Regangan Geser Gese r (Daerah Elastis) 2.5 τyield =
y = 145.09x
2.177382
2 ) 1.5 a P M ( τ 1
0.5 0
0 0
0 . 0 02
0 .0 04
0. 0 0 6
0.0 08
0. 0 1
0. 0 1 2
0 . 0 14
0. 0 1 6
(radian)
Dari grafik tersebut, kita dapat menghitung nilai modulus elastis itas spesimen, dimana modulus elastisitas merupakan gradien dari kurva tersebut. G = slope =
=
G = 145.08 MPa/rad
Tegangan Geser – Geser – Regangan Regangan Geser Pada Daerah Plastis
Selanjutnya, kita akan memplot data pada daerah plastis. Untuk daerah plastis, kita akan memakai data pada detik ke 0.4 sampai 14 karena pada waktu itu saja spesimen berada di daerah elastis. Namun, pada daerah plastis terdapt sedikit perbedaan dalam mencari tegangan dan regangan gesernya. Untuk
Page 20 of 37
mencari tegangan geser pada daerah plastis kita gunakan nadai dengan persamaan :
Dan untuk Regangan Geser nya menggunakan persamaan :
Untuk pengolahan data pada daerah ini, dilakukan hanya pada 8 titik saja. Pengambilan titik ada pada grafik di halaman selanjutnya.
Page 21 of 37
Dari 8 titik pada grafik, didapatkan nilai tegangan geser yang sebenarnya sebagai berikut : Tabel 5. Data Daerah Plastis Mτ (Nm)
θ’ (rad/m)
BC
CD
τ (MPa)
0.143
25
0.042
0.185 2.345495
0.085875
0.171
50
0.049
0.220 2.785521
0.171750
0.205
100
0.045
0.250 3.123398
0.343500
0.232
125
0.028
0.260 3.174472
0.429375
0.240
175
0.035
0.275 3.378770
0.601125
0.248
200
0.031
0.279 3.410200
0.687000
0.255
250
0.028
0.283 3.445559
0.858750
0.265
275
0.023
0.288 3.484847
0.944625
(radian)
Dari pengolahan data diatas, didapat grafik Tegangan Geser dengan Regangan Geser yang sebenarnya :
Grafik 6. Tegangan Geser – Geser – Regangan Regangan Geser (Daerah Plastis)
Tegangan Geser - Regangan Geser Gese r (Daerah Plastis) 4 3.5 3 ) 2.5 a P M 2 ( τ 1.5
1 0.5 0 0
0.2
0.4
0. 6
0. 8
1
(radian)
Page 22 of 37
Dari persamaan Nadai, kita juga dapat menghitung Modulus of Rupture nya :
Dimana dimana Mmax = 0.284406 dan a = 0.003435 m, maka :
Kriteria Luluh Tresca
Dari data dan grafik diatas kita dapat mengkonversi tegangan geser menjadi tegangan normal dan regangan geser menjadi regangan normal untuk diplotkan pada grafik kriteria luluh Tresca. σ = 2 τ dan
ε=
Tabel 6. Data Tegangan Normal dan Regangan Normal Tresca
(radian)
σ (MPa)
2.345495
0.085875 0.085875
4.690989
0.042938
2.785521
0.171750 0.171750
5.571041
0.085875
3.123398
0.343500 0.343500
6.246795
0.171750
3.174472
0.429375 0.429375
6.348944
0.214688
3.378770
0.601125 0.601125
6.757539
0.300563
3.410200
0.687000 0.687000
6.820400
0.343500
3.445559
0.858750 0.858750
6.891119
0.429375
3.484847
0.944625 0.944625
6.969695
0.472313
τ (MPa)
ε (radian)
Dari pengolahan data diatas, didapat grafik sebagai berikut :
Page 23 of 37
Grafik 7. Tegangan Normal – Normal – Regangan Regangan Normal Tresca
Tegangan Normal - Regangan Normal Norma l Tresca 8 7 6 ) 5 a p M4 ( σ
3 2 1 0 0
0. 1
0 .2
0.3
0 .4
0. 5
ε (rad)
Kriteria Luluh Von Mises
Dari data dan grafik sebelumnya, kita dapat mengkonversi tegangan geser menjadi tegangan normal dan regangan geser menjadi regangan normal untuk diplotkan pada grafik kriteria luluh Von Mises. σ=
√ τ
dan
ε=
√
Tabel 7. Data Tegangan Normal dan Regangan Normal Von Mises
τ (MPa)
(radian)
σ (MPa)
ε (radian)
2.345495
0.085875
4.062516
0.049580
2.785521
0.171750
4.824663
0.099160
3.123398
0.343500
5.409883
0.198320
3.174472
0.429375
5.498347
0.247900
3.378770
0.601125
5.852201
0.347060
3.410200
0.687000
5.906640
0.396640
3.445559
0.858750
5.967884
0.495800
3.484847
0.944625
6.035933
0.545379
Page 24 of 37
Dari pengolahan data diatas, didapat grafik sebagai berikut :
Grafik 8. Tegangan Normal – Normal – Regangan Regangan Normal Von Mises
Tegangan Normal - Regangan Normal Von Mises Mise s 7 6 5
) a p 4 M ( 3 σ
2 1 0 0
0 .1
0.2
0 .3
0. 4
0. 5
0.6
ε (rad)
Kemudian, kita dapat membandingkan Grafik Tresca dan Von Mises yang telah didapatkan :
Grafik 9. Perbandingan Tegangan Normal – Normal – Regangan Regangan Normal Tresca – Tresca – Von Von Mises
Tegangan Normal - Regangan Normal Tresca - Von Mises Mise s 8 7 6 ) 5 a p M4 ( σ3
Von Mises Tresca
2 1 0 0
0. 1
0. 2
0.3
0. 4
0.5
0 .6
ε (rad)
Page 25 of 37
Regresi Power - Tresca
Kita akan mencari koefisien strain hardening dari data yang telah diolah sebelumnya. Diketahui persamaan koefisien strain hardening : σ = Kεn Dimana : σ = Tegangan Normal (Mpa)
n = Koefisien Strain Hardening
K = Koefisien Kekuatan
ε = Regangan Normal (rad)
Untuk mencari Koefisien Strain Hardening dan Koefisien Kekuatan, dapat menggunakan persamaan Regresi Power. y=
log y = log x + log
maka persamaan regresinya menjadi : log σ = n log ε + log K Oleh karena itu kita harus men- log kan tegangan normal dan regangan normal untuk mendapatkan nilai K dan n.
Tabel 8. 8. Data Log σ dan Log ε
σ (Mpa)
ε (rad)
Log σ (MPa) σ (MPa)
Log ε (radian) ε (radian)
4.690989
0.042938
0.671264 0.671264
-1.36716
5.571041
0.085875
0.745936 0.745936
-1.06613
6.246795
0.171750
0.795657 0.795657
-0.76510
6.348944
0.214688
0.802701 0.802701
-0.66819
6.757539
0.300563
0.829789 0.829789
-0.52207
6.820400
0.343500
0.833810 0.833810
-0.46407
6.891119
0.429375
0.838290 0.838290
-0.36716
6.969695
0.472313
0.843214 0.843214
-0.32577
Dari pengolahan data diatas, didapatkan grafik sebagai berikut :
Page 26 of 37
Grafik 10. Regresi Power Tresca
Regresi Power Tresca 0.9 0.8 0.7 y = 0.161x + 0.9067
) a p M ( σ g o L
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
- 1. 6
-1 . 4
- 1. 2
-1
-0.8
- 0. 6
- 0. 4
-0 . 2
0
Log ε (rad)
Dari grafik yang telah diolah, didapatkan persamaan regresi : y = 0.161 x + 0.9067 log σ = n log ε + log K Maka : n = 0.161 log K = 0.9067 K = 8.066776 MPa
Regresi Power – Power – Von Von Mises
Sama seperti data kegagalan tresca, pada data kegagalan von mises juga digunakan regresi power untuk mendapatkan nilai koefisien strain hardening dan koefisien kekuatan.
Page 27 of 37
Tabel 9. 9. Data Log σ dan Log ε
σ (Mpa)
ε (rad)
Log σ (MPa) σ (MPa)
Log ε (rad) ε (rad)
4.062516
0.04958
0.608795
-1.30469
4.824663
0.09916
0.683467
-1.00366
5.409883
0.19832
0.733188
-0.70263
5.498347
0.24790
0.740232
-0.60572
5.852201
0.34706
0.767319
-0.45960
5.906640
0.39664
0.771340
-0.40160
5.967884
0.49580
0.775820
-0.30469
6.035933
0.54537
0.780744
-0.26330
Dari pengolahan data diatas, didapatkan grafik sebagai berikut : Grafik 11. Regresi Power – Power – Von Von Mises
Regresi Power Von Mises 0.9
y = 0.161x + 0.8342
0.8 0.7
) a p M ( σ g o L
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
- 1. 4
-1 . 2
-1
- 0. 8
-0 . 6
- 0.4
- 0. 2
0
Log ε (rad)
Dari grafik yang telah diolah, didapatkan persamaan regresi : y = 0.161 x + 0.8342 log σ = n log ε + log K
Page 28 of 37
Maka : n = 0.161 log K = 0.8342 K = 6.826529 MPa
Kemudian, kita dapat membandingkan Grafik Tresca dan Von Mises yang telah didapatkan :
Grafik 12. Perbandingan Regresi Power Tresca – Tresca – Von Von Mises
Regresi Power Von Mises - Tresca 0.9 y = 0.161x + 0.9067 0.8 0.7 y = 0.161x + 0.8342 0.6
) a p M ( σ g o L
0.5
Von Mises
0.4
Tresca
0.3
Linear (Von Mises)
0.2
Linear (Tresca)
0.1 0 - 1.5
-1
- 0. 5
0
Log ε (rad)
Page 29 of 37
BAB IV ANALISIS DATA
Pada pengujian ini, spesimen yang digunakan adalah baja ST-37 dengan bentuk silinder. Pemilihan bentuk spesimen silinder disebabkan oleh kemudahan yang diberikan dalam menghitung tegangan yang akan dialaminya. Kita tahu bahwa tegangan geser bernilai nol di titik berat penampang dan bernilai maksimum di permukaan. Kita tahu bahwa pada pengujian puntir spesimen tidak akan mengalami necking seperti pada pengujian tarik. Oleh karena itu, pada pengujian puntir spesimen tidak akan mengalami reduksi area penampang. Namun, dalam pengujian kali ini spesimen mengalami reduksi area penampang yang yang disebabkan oleh perubahan diameter setelah spesimen dipuntir. Diameter awal spesimen sebesar 6.87 mm dengan diameter akhir sebesar 6.84 mm. Dari data tersebut diketahui bahwa spesimen mengalami reduksi diameter ebesar 0.03 mm. Hal tersebut dikarenakan pemasangan spesimen pada mesin uji puntir tidak sempurna, masih terdapat gap diantara weighing head dengan spesimen, atau twisting head dengan spesimen. Sehingga beban yang diterapkan pada spesimen tidak murni puntir, namun juga terdapat tarikan. Selain perubahan diameter, spesimen juga mengalami perubahan kekerasan. Spesimen mengalami peningkatan kekerasan sebesar 10 HRA dengan kekerasan awal sebesar 45 HRA dan kekerasan akhir sebesar 55 HRA. Hal tersebut disebabkan oleh adanya strain hardening pada spesimen. Strain hardening adalah fenomena pada material ulet yang berubah menjadi lebih keras dan kuat pada saat mengalami deformasi plastis. Fenomena strain hardening terjadi karena adanya dislokasi pada spesimen. Densitas dislokasi pada spesimen meningkat karena terjadi banyak dislokasi pada spesimen sehingga jarak antar dislokasi pada spesimen semakin mengecil. Seiring meningkatnya densitas dislokasi, maka pergerakan dari dislokasi yang ada pada spesimen akan semakin terhambat dan menyebabkan spesimen mengalami pengerasan. Parameter yang digunakan yaitu
Page 30 of 37
n, atau strain hardening exponent, e xponent, yang merupakan tolok ukur kemampuan suatu logam untuk mengalami strain hardening. Semakin besar nilai n, maka semakin besar pula strain hardening yang akan dialami dialami oleh logam tersebut. dari percobaan ini, didapat nilai n sebesar 0.161. Jika dibandingkan dengan literatur, nilai yang didapat dari perhitungan dapat dikatakan benar, dimana nilai n pada literatur sebesar 0.15-0.40. Nilai koefisien kekerasan yang didapat pada percobaan ini ada dua, yaitu yaitu berdasarkan pada keriteria Tresca dan Von Mises. Untuk kriteria Tresca, nilai K yang diperoleh sebesar 8.066776 MPa. Sedangkan untuk kriteria Von Mises, nilai K yang diperoleh sebesar 6.826529 MPa. Penggunaan kriteria luluh Tresca dan Von Mises digunakan untuk mengetahui kapan spesimen tersebut akan mengalami deformasi plastis. Berdasarkan grafik dan nilai koefisien kekerasan yang telah diperoleh, dapat dikatakan bahwa pada kriteria luluh Von Mises, spesimen akan lebih cepat mengalami deformasi plastis daripada pada kriteria luluh Tresca. Hal tersebut dikarenakan pada kriteria luluh Von Mises meninjau energi distorsi, dimana energi distorsi dipengaruhi oleh tegangan normal, regangan normal, dan volume benda, sedangkan pada kriteria luluh Tresca hanya meninjau tegangan geser maksimum yang bekerja pada spesimen saja. Patahan yang terjadi pada spesimen membentuk sudut 90 o. Berdasarkan teori patahan, kita tahu bahwa patahan dengan sudut 90 o pada uji puntir melambangkan spesimen yang digunakan bersifat ulet. Hal tersebut didukung oleh grafik yang didapat, dimana luas daerah dibawah kurva cukup besar (luas daerah dibawah kurva melambangkan keuletan) sehingga dapat disimpulkan bahwa spesimen yang digunakan bersifat ulet.
Page 31 of 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Spesimen yang digunakan adalah ST37 dengan bentuk geometri si linder. Pemilihan bentuk spesimen silinder disebabkan oleh kemudahan yang diberikan dalam menghitung tegangan yang akan dialamin ya. 2. Spesimen mengalami strain hardening sehingga kekerasannya meningkat dari 45HRA menjadi 55 HRA. 3. Koefisien strain hardening (n) spesimen ST37 yang didapat sebesar 0.161. 4. Konstanta kekerasan yang didapat adalah sebesar 8.066776 MPa untuk kriteria luluh Tresca dan 6.826529 MPa untuk kriteria luluh Von Mises. 5. Kekuatan luluh yang didapatkan adalah sebesar 2.177382 MPa. 6. Modulus of rupture yang didapatkan adalah sebesar
7. Spesimen bersifat ulet karena patahan yang terjadi membentuk sudut 90o.
Saran
Untuk praktikum uji puntir ini, lebih baik dalam pemasangan spesimen pada mesin uji puntir dilakukan lebih teliti lagi hingga hingga tidak ada gap antara spesimen dengan weighing head atau spesimen dengan twisting head sehingga beban yang diterima oleh spesimen murni beban puntir. puntir. Selain itu, pengukuran dimensi sebaiknya dilakukan berulang-ulang agar data yang diperoleh lebih akurat. Pengujian sebaiknya menggunakan lebih dari satu spesi men dengan pemberian beban yang berbeda sebagai pembanding pembanding hasil akhir yang didapat apakah sudah tepat atau tidak. Menggunakan literatur sebagai pembanding sebenarnya tidak salah, namun dalam pencarian data literatur terdapat kesulitan terutama untuk data seperti eksponen strain hardening dan koefisien kekerasan. Kalaupun ada, data yang ada berupa interval sehingga kita tidak tahu pasti apakah data yang kita peroleh sudah benar atau tidak.
Page 32 of 37
DAFTAR PUSTAKA
Callister, William D. “Materials and Science Engineering An Introduction”, 6th edition. John Wiley & Sons, Inc. 2003. Dieter, G. E. “Mechanical Metallurgy” SI Metric Edition. Mc Graw – Hill Hill Book Co. 1988. Hibbeler, R.C. “Mechanics of Material”, 7th 7 th ed. Prentice-Hall, Inc., Singapore, 2008. Modul Praktikum MT2205 – MT2205 – Laboratorium Laboratorium Teknik Material I. https://id.wikipedia.org/wiki/Modulus_elastisitas, diakses pada 18 Maret pukul 23.04 https://en.wikipedia.org/wiki/Flexural_strength, diakses https://en.wikipedia.org/wiki/Flexural_strength, diakses pada 18 Maret pukul 23.05 https://en.wikipedia.org/wiki/Resilience_%28materials_science%29, diakses https://en.wikipedia.org/wiki/Resilience_%28materials_science%29, diakses pada 18 Maret pukul 23.07 http://www.iue.tuwien.ac.at/phd/singulani/disssu8.html, diakses pada 18 Maret pukul 23.19
Page 33 of 37
LAMPIRAN
Tugas Setelah Praktikum
1. Buat kurva Momen Torsi dengan θ, kemudian buat juga kurva antara Momen Torsi dengan θ’. Hitunglah tegangan sejati dan regangan geser sejati dengan menggunakan persamaan 8. Ambil delapan titik di setiap kurva untuk mendapatkan tegangan dan regangan gesernya. Setelah itu dengan kriteria Tresca dan Von Mises buat kurva tegangan dan regangan sejati. Jawab :
Kurva Momen Torsi dengan θ lihat Grafik 2 Kurva Momen Torsi dengan θ’ lihat Grafik 3 Kurva perhitungan 8 titik Nadai lihat Grafik 5 Kurva Tegangan – Tegangan – Regangan Regangan Sejati Tresca lihat Grafik 7 Kurva Tegangan – Tegangan – Regangan Regangan Sejati Von Mises lihat Grafik 8
2. Hitung modulus elastisitas geser, kekuatan geser maksimum, serta cari nilai K dan n dari material yang diuji. Jawab : -
Dari Grafik 4 dapat dihitung Modulus Elastisitas Gesernya G = slope =
=
G = 145.08 MPa/rad -
Dari Grafik 3 kita dapat menentukan M max yang akan digunakan untuk menentukan Kekuatan Geser Maksimumnya melalui persamaan :
Dimana dimana Mmax = 0.284406 dan a = 0.003435 m, maka :
-
Dari Grafik 9, kita dapat menentukan nilai K dan n untuk Kriteria Tresca : Dari grafik tersebut didapatkan persamaan regresi : Page 34 of 37
y = 0.161 x + 0.9067 log σ = n log ε + log K Maka : n = 0.161 log K = 0.9067 K = 8.066776 MPa Dan dari Grafik 10, kita dapat menentukan nilai K dan n untuk Kriteria Von Mises : Dari grafik tersebut, didapatkan persamaan regresi : y = 0.161 x + 0.8342 log σ = n log ε + log K Maka : n = 0.161 log K = 0.8342 K = 6.826529 MPa
3. Apa kelebihan dan kekurangan uji puntir dibandingkan dengan uji tarik dalam mendapatkan besaran sifat mekaniknya? Jawab :
Kelebihan Uji Puntir : -
Lebih baik dalam pengukuran daerah plastis
-
Tidak terjadi necking sehingga penghitungan regangan jauh lebih simple
-
Laju regangan yang diperoleh konstan atau besar sehingga penghitungan yang dilakukan akan lebih mudah
Kekurangan Uji Puntir : -
Persebaran tegangan geser pada permukaan dan bagian dalam tidak sama sehingga penghitungan yield strength nya cukup sulit
4. Analisis bentuk patahan dari hasil uji puntir ini. Apa bedanya bentuk patahan uji puntir untuk material ulet dan getas?
Page 35 of 37
Jawab :
Pada uji puntir tegangan geser dapat berubah menjadi tegangan normal (principal stresses). Pada percobaan kali ini, principal stresses muncul pada sudut 90o. Karena sudut patahan yang terbentuk sebesar 90 o , maka bentuk patahan dari hasil uji puntir ini adalah patahan ulet.
Untuk uji puntir, perbedaan bentuk patahan ulet dan getas terletak pada sudut patahan yang dibentuknya. dibentuknya. Spesimen bersifat ulet apabila patahannya membentuk sudut 90 o dan bersifat getas apabila patahannya membentuk sudut 45o.
Rangkuman Praktikum
Pada praktikum Uji Puntir, spesimen yang digunakan adalah ST-37. Spesimen yang berbentuk silinder tersebut diukur diameter dan gage lengthnya dengan menggunakan jangka sorong digital. Pengukuran dilakukan sebanyak lima kali agar data yang diperoleh lebih akurat. Setelah pengukuran dimensi selesai, spesimen diberi tanda dengan menggunakan correction pen berbentuk garis lurus di sepanjang gage length nya. Pemberian tanda ini bertujuan untuk mempermudah kita dalam melihat fenomena puntiran. Spesimen yang telah diberi tanda tersebut dipasang pada mesin uji puntir yang bernama Tarnotest Prüfsystem. Mesin tersebut kemudian diatur kecepatan puntirnya sebesar 15 rpm. Setelah itu spesimen pun akan menerima puntiran hingga patah. Setelah spesimen patah, mesin dimatikan dan spesimen dil epaskan dari mesin tersebut. Spesimen mendapatkan 3.75 putaran yang dapat terlihat akibat pemberian tanda yang dilakukan sebelumnya. sebelumnya. Kemudian komputer yang yang terhubung pada mesin uji puntir memberikan data berupa tegangan yang diberikan dan waktu percobaan dengan step size sebesar 0.2 sekon.
Page 36 of 37
Spesimen yang telah patah kemudian diukur kembali diameter dan panjangnya dengan menggunakan jangka jangka sorong digital. Sama seperti sebelumnya, seb elumnya, pengukuran dilakukan dilakukan sebanyak lima kali agar data yang diperoleh lebih akurat. Kemudian sudut patahan pada spesimen dapat diamati. Dari sudut patahan tersebut, dapat diduga apakah spesimen tersebut bersifat getas atau ulet. Pengambilan kesimpulan tersebut dapat didukung oleh pengolahan data yang dilakukan selanjutnya.
Page 37 of 37