MODUL 5 MODULUS PUNTIR M. M. R. Jahuddin, L. I. Kusuma, V. S. Hutomo, H. Andrean, R. Hidayat, Z. Ahmad 10211094, 10211009, 10211013, 10211044, 10211063, 10211068 Program Studi Fisika, Institut Teknologi Bandung, Indonesia E-mail:
[email protected] Asisten: Latifah Oktaviani / 10210096 Tanggal Praktikum: 24 Maret 2014 Abstrak Suatu benda diberi gaya yang sama tetapi arahnya berlawanan dan tidak segaris maka benda tersebut berada dibawah tegangan memuntir (shear stress). Dalam bahasa fisisnya, modulus puntir adalah gaya yang diberikan persatuan luas penampang dengan luas yang sejajar dengan vektor gaya yang diterapkan. modulus puntir menyatakan nilai ketahanan suatu material terhadap puntiran. Semakin besar modulus puntirnya, maka semakin baik juga material tersebut untuk tidak goyah ketika dipuntir. Pada praktikum ini digunakan tiga batang logam silinder yang akan diprediksi jenis materialnya. Ke tiga batang tersebut masing-masing memiliki modulus puntir, 89.60098 Gpa untuk batang 1, 89.62862 Gpa untuk batang 2, dan 79.40586 untuk batang 3. Hasil prediksi kami, batang 1 dan 2 merupakan besi (82 Gpa) dengan campuran mineral lainnya dan batang 3 merupakan baja konstruksi (79,3 Gpa). Kata Kunci: Gpa, logam silinder, modulus, shear stress
I. Pendahuluan Dalam eksperimen ini, praktikan akan melakukan percobaan mengenai modulus puntir pada suatu material. Dari modulus puntir tersebut, praktikan akan dapat memahim sifat elastisitas bahan dan momen gaya yang bekerja, serta dapat memprediksi bahan yang terkandung dari material tersebut. Suatu batang yang ditarik oleh suatu gaya dikatakan berada dibawah tegangan meregang (tensile stress), sedangkan apabila benda diberi tekanan menekan maka benda berada dibawah tekanan menekan (compressive streess) yang merupakan lawan dari tegangan meregang. Apabila suatu benda diberi gaya yang sama tetapi arahnya berlawanan dan tidak segaris maka benda tersebut berada dibawah tegangan memuntir (shear stress).[1] Dalam praktikum ini, kita akan memahami gejala puntiran pada suatu material. Gejala puntiran dapat diskemakan dengan gambar berikut.
Gambar 1. Skema puntiran pada material [2] berbentuk balok
Dalam bahasa fisisnya, modulus puntir adalah gaya yang diberikan persatuan luas penampang dengan luas yang sejajar dengan vektor gaya yang diterapkan.[3] Bentuk persamaannya adalah (1) dimana ∆L adalah pertambahan panjang, L0 adalah panjang mula-mula dan A adalah luas dari permukanaan dimana gaya F bekerja sedangkan G adalah modulus puntir. Untuk material yang berbentuk silinder, konsep dari tegangan memuntir tetap sama. Hanya saja, dalam perumusannya digunakan variabel-variabel baru yang terdapat pada silinder. Gejala puntiran pada silinder diskemakan dengan gambar berikut
III. Data dan Pengolahan a. Batang 1 Tabel 1. Karakteristik Batang 1
L (cm) d (mm) r (mm) Jarak elemen pengganggu (cm) Jarak batang sensor (cm)
Gambar 2. Skema puntiran pada material [4] berbentuk silinder.
50 5.045 3 20 30
Tabel 2. Modulus Puntir Batang 1
(2) (3) dimana T adalah gaya torsi, τ adalah tegangan puntir, ρ adalah massa jenis batang silinder dan J adalah polar momen inersia dengan penampang sebagai pusatnya. Dari persamaan (1) dan (2) dapat diperoleh konsep bahwa modulus puntir menyatakan nilai ketahanan suatu material terhadap puntiran. Semakin besar modulus puntirnya, maka semakin baik juga material tersebut untuk tidak goyah ketika dipuntir. II. Metode Percobaan Pada praktikum ini kita akan mencari modulus puntri dan torsi dari 3 buah batang logam. Ke tiga logam tersebut akan dipuntir dengan beban 500 gram hingga 2500 gram (kelipatan 500 gr). Hal tersebut dilakukan untuk dapat mengetahui komposisi batang logam yang digunakan. Pada praktikum ini, alat yang digunakan secara garis besar terdiri atas dua macam, katrol untuk memuntir batang logam dan sensor medan magnet. Konsep katrol yang memuntir batang adalah batang pada sisi yang diberi katrol berbeban dibiarkan memuntir sedangkan pada sisi satunya lagi, batang ditahan putarannya. Konsep sensor medan magnet adalah dengan mengukur perubahan fluks akibat pergesaran batang ketika dipuntir. Perubahan tersebut akan diolah menjadi data digital dan ditampilkan ke layar oleh mikrokontroler.
Massa (gram) 500 1000 1500 2000 2500
Modulus Puntir (Gpa) 88.1366 88.9655 89.6562 90.347 90.8996
91
90.5
Modulus Puntir (Gpa)
Bentuk persamaan modulus puntir pada silinder dapat dituliskan dengan
90
89.5
89
88.5
88 500
1000
1500 Massa (gr)
2000
2500
Gambar 3. Kurva hubungan massa batang 1 dan modulus puntir Tabel 3. Torsi Batang 1
Jarak Elemen Penggangu (cm) 10 10 15 20 20
Jarak Sensor (cm)
Torsi (Nm)
30 35 30 30 35
0.021322 0.014619 0.01786 0.022041 0.015889
b. Batang 2 Tabel 4. Karakteristik Batang 2
L (cm) d (mm) r (mm) Jarak elemen pengganggu (cm) Jarak batang sensor (cm)
50 4.544 2 20 30
Tabel 5. Modulus Puntir Batang 2
86
Modulus Puntir (Gpa) 84.9593 88.5511 90.4851 91.5903 92.5573
84 82
Modulus Puntir (Gpa)
Massa (gram) 500 1000 1500 2000 2500
80 78 76 74
93 72 92 70 500
Modulus Puntir (Gpa)
91 90
1000
1500 Massa (gram)
2000
2500
Gambar 5. Kurva hubungan massa batang 2 dan modulus puntir
89 88
Tabel 9. Torsi Batang 3
87 86 85 84 500
1000
1500 Massa (gr)
2000
2500
Gambar 4. Kurva hubungan massa batang 2 dan modulus puntir Tabel 6. Torsi Batang 2
Jarak Elemen Penggangu (cm) 10 10 15 20 20
Jarak Sensor (cm)
Torsi (Nm)
30 35 30 30 35
0.021322 0.014619 0.01786 0.022041 0.015889
c. Batang 3 Tabel 7. Karakteristik Batang 3
L (cm) d (mm) r (mm) Jarak elemen pengganggu (cm) Jarak batang sensor (cm)
50 4.534 2 20 30
Tabel 8. Modulus Puntir Batang 3
Massa (gram) 500 1000 1500 2000 2500
Modulus Puntir (Gpa) 70.4541 76.3943 80.4005 83.8541 85.9263
Jarak Elemen Penggangu (cm) 10 10 15 20 20
Jarak Sensor (cm)
Torsi (Nm)
30 35 30 30 35
0.003296 0.003684 0.013158 0.009656 0.013706
IV. Pembahasan Pada konsepnya, penambahan beban yang dilakukan tidak akan mempengaruhi nilai modulus puntir. Data yang kami peroleh tampak sesuai dengan konsep tersebut, hanya terdapat perubahan kecil dari setiap penambahan beban. Hal ini dikarenakan nilai modulus puntir sebanding dengan gaya yang bekerja pada batang dan berbanding terbalik dengan deformasi logam (dalam praktikum ini dinyatakan dengan sudut puntir). Ini artinya meskipun gaya yang diberikan besar, disaat yang sama deformasi logam ikut membesar sehingga nilai modulus puntir pada batang cenderung tetap. Berdasarkan persamaan (2), tegangan puntir berbanding lurus dengan massa jenis batang. Pada keadaan torsi yang sama, semakin besar massa jenis batang maka semakin besar pula tegangan torsi. Tegangan torsi inilah yang berpengaruh pada modulus puntir. Berdasarkan data yang diperoleh, kita dapat mengurutkan batang yang memiliki massa jenis terbesar hinga yang terkecil berdasarkan nilai rata-rata modulus puntirnya.
Tabel 10. Urutan batang silinder berdasarkan modulus puntir rata-rata
Batang 2 1 3
Modulus Puntir Rata-rata (Gpa) 89.62862 89.60098 79.40586
Pada percobaan yang dilakukan, radius dan panjang setiap batang relatif bernilai sama. Sehingga kita tidak bisa mengambil kesimpulan dari data yang diperoleh. Namun jika kita melihat pada persamaan (2) dan (3), tampak jelas bahwa radius dan panjang batang mempengaruhi nilai modulus puntir dan torsi (meninjau massa jenis batang). Seperti yang kita tahu massa jenis adalah massa persatuan volume silinder, sehingga radius dan panjang batang mempengaruhi modulus puntir dan torsi. Pengaruh jarak antara sensor dan elemen pengganggu mempengaruhi nilai torsi yang diperoleh. Seperti yang kita tahu untuk gaya yang sama besar, nilai torsi berbeda untuk setiap titik berdasarkan jaraknya dari pusat momen. Semakin jauh jarak antara sensor dan elemen pengganggu maka semakin besar pula torsi yang dihasilkan. Diagram kerja blok pengolah data dapat dilihat dari diagram berikut
Pada diagram terlihat bahwa terdapat elemen pengganggu yang kemudian akan dibaca oleh sensor. Elemen pengganggu ini mengalami perubahan fluks magnetik seiring dengan perubahan jarak tiap sensor. Ketika terjadi perubahan fluks, data tersebut dikirim ke mikrokontroler kemudian diubah menjadi data digital. Amplifier digunakan untuk memperjelas data sehingga noisenya berkurang. Setelah itu ditampilkan ke layar. Perubahan sudut akan merubah jarak antara sensor. Jarak antara sensor ini akan mempengaruhi induktansi sehingga menyebabkan perubahan frekuensi. Frekuensi dapat dirubah ke dalam bentuk tegangan untuk kemudian diolah di mikrokontroler. Berdasarkan referensi[5] yang kami peroleh, batang 1 dan batang 2 terdiri dari campuran besi (iron, 82 Gpa) dan mineral
lainnya. Karena nilainya dekat, kami simpulkan batang 1 dan 2 adalah batang yang memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda. Sedangkan untuk batang 3, prediksi kami adalah baja struktural (structural steel, 79,3 Gpa). Perbedaan pada hasil pengolahan data disebabkan oleh tingkat kemurnian batang uji yang digunakan. Sebagian batang terlihat mengalami pengakaratan, hal ini tentu mempengaruhi modulus puntirnya. Dan juga asumsi-asumsi yang digunakan seperti pembulatan saat input data. Pada dasarnya, keypad yang digunakan merupakan sejumlah saklar. Saklar tersebut akan dikontrol oleh mikrokontroler. Pada pembacaannya, tiap kombinasi saklar dapat menghasilkan satu bit dari 4 slot bit yang tersedia. Ketika keypad ditekan maka akan menghasilkan logika low “0” dan ketika tidak ditekan pada mikrokontroler terbaca logika high “1”.
V. Simpulan Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini antara lain a. Modulus puntir menyatakan nilai ketahanan suatu material terhadap puntiran b. Nilai modulus puntir dipengaruhi oleh panjang dan radius material c. Sensor koil dan elemen pengganggu memanfaatkan perubahan fluks magnetik untuk mengetahui perubahan torsi dan modulus puntir. d. Batang 1 dan 2 merupakan besi campuran dan batang 3 merupakan baja struktural
VI. Pustaka [1] Halliday, et al. 2006. Fundamentals of Physics, 6th Edition. New Delhi : Wiley India [2] Gambar 1 skema puntiran http://www1.lsbu.ac.uk/water/images/hy visco2.jpg diakses tanggal 27 Maret 2014 pukul 12.30 WIB [3] Hibbeler, R.C. 2004. Mechanics of Materials. New Jersey USA: Pearson Education. p. 32. ISBN 0-13-191345-X. [4] Gambar 2 skema puntiran http://upload.wikimedia.org/wikipedia/c ommons/5/5c/Hollow_Cylinder_Torque .jpg diakses tanggal 27 Maret 2014 pukul 12.49 WIB [5] Referensi modulus puntir material http://www.engineeringtoolbox.com/mo dulus-rigidity-d_946.html diakses tanggal 27 Maret 2014 pukul 15.10 WIB