BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keterlibatan masyarakat sangat penting karena secara nyata manfaat yang dapat diharapkan dengan hadirnya Posyandu sebagai berikut (Nain, 2008): 1. Penyebaran fasilitas pelayanan kesehatan agar mudah dijangkau oleh kelompok sasaran khususnya masyarakat yang tinggal di pedesaan. Hal ini memiliki makna strategi bagi pemerataan pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya hasil-hasil nya bagi masyarakat luas. 2. Hadirnya posyandu diharapkan menjadi salah satu entry point untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Pada bagian ini posyandu diharapkan mampu mendorong organisasi masyarakat setempat (OMS) dalam mewujudkan berbagai kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3. Posyandu diharapkan mampu menjadi wahana pelayanan berbagai program atau kegiatan guna meningkatkan status gizi dan derajat kesehatan masyarakat.
Berbagai
pelayanan
kesehatan
yang
dikembangkan
oleh
posyandu seperti program perbaikan gizi, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, imunisasi, merupakan wujud dari pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan masyarakat. Salah satu masalah yang dihadapi bangsa Indonesia sampai saat ini adalah masih tingginya angka kematian ibu dan anak. Di tengah upaya untuk mengatasi masalah tersebut melalui program revitalisasi Poasyandu, secara tibatiba pada tahun 2005 dikagetkan dengan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) di bidang gizi dengan munculnya kasus gizi buruk di berbagai daerah di tanah air seperti busung lapar dan merebaknya penyakit folio. Munculnya kejadian tersebut erat kaitannya dengan kemunduran dan kematian sekitar 60% Posyandu di Indonesia (Nain, 2008) Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
1
Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), pada tahun 2007 prevalensi gizi buruk di Indonesia adalah 5,4% dan gizi kurang sebesar 13%. Berdasarkan data Riskesdas Riskesdas
provinsi Sulawesi Selatan tahun 2007, di Sulawesi Selatan
terdapat sekitar 5,1% anak menderita gizi buruk dan 12,5% lainnya menderita gizi kurang. Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Soppeng tahun 2008, persentase balita BGM di Soppeng sebesar 1,53 % pada tahun 2006 meningkat menjadi 3,86% pada tahun 2007. Jumlah kasus gizi buruk pun ada 91 kasus yang ditangani oleh petugas kesehatan.Untuk itulah diharapkan mahasiswa yang melakukan kegiatan magang gizi kesehatan masyarakat ini dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam mengelola program gizi yang ada di masyarakat utamanya penanganan kasus gizi buruk mulai dari analisis situasi sampai pada tahap evaluasi. 1.2 Tujuan Kegiatan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 1.
Tujuan Umum
Secara umum kegiatan ini diharapkan memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam megelola program gizi di masyarakat dari mulai analisis situasi, perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi 2.
Tujuan Khusus
1. Melakukan survey rumah tangga di tingkat kelurahan/desa 2. Melakukan survey keadaan lingkungan, perumahan dan status ekonomi di tingkat kelurahan/desa 3. Melakukan pengumpulan data tentang kesehatan
masyarakat terutama
pada kelompok resiko tinggi, seperti balita, ibu hamil, dan ibu menyusui 4. Melakukan Penilaian status gizi balita 5. Melakukan penilaian pola makan dan asupan balita 6. Melakukan identifikasi masalah gizi balita (gizi buruk). 7. Menyusun suatu program intervensi yang terkait dengan masalah gizi balita. Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
2
Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), pada tahun 2007 prevalensi gizi buruk di Indonesia adalah 5,4% dan gizi kurang sebesar 13%. Berdasarkan data Riskesdas Riskesdas
provinsi Sulawesi Selatan tahun 2007, di Sulawesi Selatan
terdapat sekitar 5,1% anak menderita gizi buruk dan 12,5% lainnya menderita gizi kurang. Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Soppeng tahun 2008, persentase balita BGM di Soppeng sebesar 1,53 % pada tahun 2006 meningkat menjadi 3,86% pada tahun 2007. Jumlah kasus gizi buruk pun ada 91 kasus yang ditangani oleh petugas kesehatan.Untuk itulah diharapkan mahasiswa yang melakukan kegiatan magang gizi kesehatan masyarakat ini dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam mengelola program gizi yang ada di masyarakat utamanya penanganan kasus gizi buruk mulai dari analisis situasi sampai pada tahap evaluasi. 1.2 Tujuan Kegiatan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 1.
Tujuan Umum
Secara umum kegiatan ini diharapkan memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam megelola program gizi di masyarakat dari mulai analisis situasi, perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi 2.
Tujuan Khusus
1. Melakukan survey rumah tangga di tingkat kelurahan/desa 2. Melakukan survey keadaan lingkungan, perumahan dan status ekonomi di tingkat kelurahan/desa 3. Melakukan pengumpulan data tentang kesehatan
masyarakat terutama
pada kelompok resiko tinggi, seperti balita, ibu hamil, dan ibu menyusui 4. Melakukan Penilaian status gizi balita 5. Melakukan penilaian pola makan dan asupan balita 6. Melakukan identifikasi masalah gizi balita (gizi buruk). 7. Menyusun suatu program intervensi yang terkait dengan masalah gizi balita. Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
2
I.3 Analisa Situasi
Masalah gizi di Indonesia pada umumnya masih didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A (KVA) dan masalah Obesitas terutama di kota-kota besar (Supariasa, 2002). Kurang Energi Protein (KEP) pada anak balita masih merupakan masalah di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari masih tingginya prevalensi kasus malnutrisi pada anak-anak di bawah u mur lima tahun. Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang secara nasional yaitu gizi buruk (5,4%) dan gizi kurang (13,0%). Prevalensi untuk gizi buruk dan gizi kurang adalah (18,4%) sedangkan untuk provinsi Sulawesi Selatan, prevalensi gizi buruk (5,1%) dan prevalensi gizi kurang (12,5%). Prevalensi untuk gizi buruk dan gizi kurang adalah (17,6%) (Riskesdas, 2007). Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang untuk kota Makassar pada tahun 2009 yaitu gizi buruk (3,24%) dan gizi kurang (15,35%) (Dinas Kesehatan Kota Makassar, 2009). Kurang Energi Protein (KEP) disebabkan oleh kekurangan makan sumber energi secara umum dan kekurangan sumber protein. Pada anak-anak, KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan (Almatsier, S., 2005). Untuk mengatasi kasus kurang gizi memerlukan peranan dari keluarga, praktisi kesehatan, maupun pemerintah. Pemerintah harus meningkatkan kualitas Posyandu, jangan hanya sekedar untuk penimbangan dan vaksinasi, tapi harus diperbaiki dalam hal penyuluhan gizi dan kualitas pemberian makanan tambahan, pemerintah harus dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat agar akses pangan tidak terganggu. Para ibu khususnya harus memiliki kesabaran bila anaknya mengalami problema makan, dan lebih memperhatikan asupan makanan seharihari bagi anaknya. Anak-anak harus terhindar dari penyakit infeksi seperti diare ataupun ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas). Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
3
Pada wilayah kerja Puskesmas citta, salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah gizi buruk yaitu mengaktifkan posyandu dan kader serta melakukan pemberian makanan tambahan setiap kali penimbangan antara lain lain pemberian telur rebus, bubur kacang hijau dan bubur ayam dan sayuran kepada setiap balita yang datang menimbang. I.4 Gambaran Umum Lokasi Magang A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Luas Wilayah
Desa Citta merupakan salah satu dari 4 (empat) desa di wilayah Kecamatan Citta Kabupaten Soppeng yang terletak 5 km kea rah utara daya dari Kecamatan Citta. Desa Citta mempunyai luas w ilayah seluas ±1300 Ha. 2. Batas Wilayah Desa a. Sebelah Timur
: Desa Labae
b. Sebelah Utara
: Desa Labae
c. Sebelah Barat
: Desa Kampiri
d. Sebelah Selatan
: Desa Mariorilau
Desa Citta terbagi atas 4 (empat) dusun, yaitu Dusun Lemoape, Durun Belawa, Dusun Bacu-bacuE, dan Dusun UngaE. Desa Citta mempunyai 10 RW dan 24 RT. y
Iklim
Iklim Desa Citta, sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia mempunyai iklim kemarau dan
penghijauan, hal tersebut mempunyai
pengaruh langsung terhadap pola tanam yang ada di Desa Citta Kecamatan Citta Kabupaten Soppeng. 3. Keadaan Alam
Dari segi geografis, kondisi alam Desa Citta sebagian besar terdiri dari pegunungan, perkebunan, dan juga terdapat persawahan. Di desa ini terdapat mata air yang berperan sebagai sumber air bersih yakni mata air Citta yang
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
4
digunakan oleh masyarakat desa sebagai sumber air minum, keperluan rumah tanngga dan juga mengairi persawahan, sehingga sebagian besar masyarakat desa menjadikan pertanian sebagai mata pencaharian yang utama. B. Keadaan Demografis
Desa Citta mempunyai Jumlah Penduduk 3.547 Jiwa, dan 874 kepala Keluarga yang terbagi dalam 4 dusun, yaitu Dusun Lemoape, Durun Belawa, Dusun Bacu-bacue, dan Dusun Ungae yang dirinci pada tabel berikut ini: Tabel 1 Distribusi Frekuensi Jumlah Penduduk Desa Citta Kecamatan Citta Kabupaten Soppeng Berdasarkan Dusun Tahun 2011
Jumlah
Nama Dusun
N
%
Dusun Lemoape
1046 jiwa
29.48
Dusun Belawa
725 jiwa
20.43
Dusun Bacu-bacue
950 jiwa
26.78
Dusun Ungae
826 jiwa
23.28
3547 jiwa
100
Jumlah Sumber: Data Sekunder, 2010
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang terbanyak berada pada Dusun Lemoape sebesar 1.046 jiwa (29.48%), disusul oleh Dusun Bacu-bacue sebanyak 950 jiwa (26.78%), selanjutnya Dusun Ungae sebanyak 826 jiwa (23.28%), dan jumlah penduduk yang paling sedikit di Desa Citta berada pada Dusun Belawa yaitu sebesar 725 jiwa (20.43%).
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
5
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Citta Kecamatan Citta Kabupaten Soppeng Tahun 2011
Tingkat pendidikan
Jumlah N
%
Pra Sekolah
327 jiwa
9.70
SD
657 jiwa
19.50
SMP
1368 jiwa
40.60
SMA
873 jiwa
25.91
Sarjana
144 jiwa
4.27
Jumlah
3369 jiwa
100
Sumber: Data Sekunder, 2010 Dari tabel diatas, tingkat pendidikan terakhir masyarakat Desa Citta yang terbanyak terdapat pada tingkatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebesar 1.368 jiwa (40.60%), dan tingkat pendidikan terakhir terendah terdapat pada tingkat pendidikan Sarjana, yaitu sebanyak 144 jiwa (4.27%). C. Keadaan Sosial Ekonomi/Budaya
Secara umum masyarakat Desa Citta memiliki mata pencaharian pokok sebagai petani. Berdasarkan data sekunder yang ada didapatkan jumlah petani di Desa Citta berjumlah 1659 orang, buruh tani 21 orang, buruh/swasta 45 orang, pegawai negeri 127 orang, pengrajin 86 orang, pedagang 160 orang, peternak 110 orang, nelayan 0 orang, montir 7 orang, dokter 0 orang, angkutan 39 orang, tukang kayu 12 orang, tukang batu 17 orang, lainnya 92 orang. Jadi jumlah keseluruhannya sebesar 2375 orang. Agar lebih jelas kondisi ekonomi dan mata pencaharian masyarakat Desa Citta dapat dilihat pada tabel berikut:
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
6
Tabel 3 Kondisi Mata Pencaharian Masyarakat Desa Citta Kecamatan Citta Kabupaten Soppeng Tahun 2011
No.
Pekerjaan
Jumlah (Orang)
1.
Petani
2.
Buruh Tani
21
3.
Buruh/swasta
45
4.
Pegawai Negeri
127
5.
Pengrajin
86
6.
Pedagang
160
7.
Peternak
110
8.
Nelayan
0
9.
Montir
7
10.
Dokter
0
11.
Angkutan
39
12.
Tukang Kayu
12
13.
Tukang Batu
17
14.
Lainnya
92
Jumlah
1659
2375
Sumber: Data Sekunder
Dari Tabel 2 diatas, dapat dilihat penduduk Desa Citta terbanyak memiliki mata pencaharian sebagai Petani, yaitu sebanyak 1659 orang. Disusul oleh pekerjaan sebagai Pedagang, yaitu sebanyak 160 orang. Sementara pekerjaan yang tidak dimiliki oleh penduduk Desa Citta, yaitu Nelayan dan Dokter.
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
7
1. Sektor pertanian
Tanaman pertanian yang dibudidayakan di Desa Citta adalah tanaman padi dan jagung dan sebagian lainnya menanam coklat. a. Padi Selama ini Desa Citta sebagian besar menanam tanaman padi untuk dijadikan kebutuhan makanan dan sebagian dari hasil pertanian tersebut dijual untuk keperluan biaya kehidupan sehari-hari. Luas sawah irigasi ½ teknis yaitu 157,80 ha. b. Jagung Selain tanaman padi lahan persawahan juga sering ditanami tanaman jagung. Penanaman jagung dilahan persawahan rata-rata dilakukan petani pada saat musim panen padi telah selesai sehingga rentan waktu antara penanaman berikutnya dipergunakan oleh petani untuk menanam jagung sebagai tanaman sampingan. Luas lahan perkebunan rakyat di Desa Citta hanya 725 Ha, luas tanah kering tegaal/lading 207,18, sedangkan sawah irigasi ½ teknis 157,80. c. Coklat Salah satu perkebunan yang ada di Desa Citta yaitu menanam coklat. Luas pohon coklat di desa citta yaitu 663 ha. Hasil yang di peroleh dari hasil penjualan coklat di desa citta yaitu 1 ton/ha. Pohon coklat merupakan salah satu komoditas utama yang ada di desa citta. Sebagian penghasilan masyarakat desa citta didapatkan dari berkebun coklat. 2. Agama
Penduduk Desa Citta hampir seluruhnya memeluk agama Islam dan berdasarkan hasil peninjauan lokasi terdapat 6 masjid sebagai sarana peribadatan untuk masyarakat setempat yang seluruhnya muslim. Sehingga dapat disimpulkan kehidupan kerohanian cukup baik. Hal ini ditandai dengan kuantitas penduduk yang melakukan shalat lima waktu dan shalat jum¶at berjamaah di masing-masing mesjid di dusun mereka. 1 Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
8
mesjid di dusun lemoape, 1 mesjid di dusun gaya baru, 2 mesjid di dusun ungae, 1 mesjid codong dan 1 mesjid di dusun belawa. 3. Pendidikan
Salah satu sarana yang terdapat di Desa Citta yaitu sarana pendidikan. Di Desa Citta terdapat 7 srana pendidikan diantaranya 1 TK, 3 SD, 1 MTS, 1 SMP dan 1 MAS. Hampir seluruh warga di Desa Citta bersekolah di sekolah tersebut. Berdasarkan hasil survey masih banyak sekolah yang tidak memiliki UKS (Unit Kegiatan Sekolah), TOS (Tanaman Obat Sekolah), Dokter kecil, dll. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya pengetahuan akan hal tersebut dan tidak adanya tenaga atau sumber yang dapat melatih mereka agar kegiatan atau sarana tersebut terlaksana. Sebagian dari sekolah tersebut juga memiliki fasilitas kelas yang belum memadai. D. Status Kesehatan
1. Sarana Pelayanan Kesehatan a. Puskesmas Puskesmas Citta terletak di Kabupaten Soppeng, tepatnya di Desa Citta Kecamatan Citta dengan luas wilayah kerja 40 km2 dengan batas batas: - Wilayah Timur berbatasan wilayah Kabupaten Bone - Wilayah Barat berbatasan Kecamatan Liliriaja - Wilayah Utara berbatasan Kecamata Lilirilau - Wilayah Selatan berbatasan Kecamatan Marioriwawo Puskesmas Citta dibangun pada tahun 2007 atas dasar adanya pemekaran Kecamatan Liliriaja dan pembentukan Kecamatan Citta dalam wilayah Kabupaten Soppeng. Atas anjuran Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Soppeng,
agar
Puskesmas
Citta
segera
dibuka
untuk
memberikan Pelayanan Kesehatan kepada masyarakat, maka pada Hari Senin, 18 Februari 2008 Puskesmas Citta mulai difungsikan. Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
9
b. Posyandu Ada 4 posyandu yang terdapat di Desa Citta, 4 posyandu ini terdapat di 4 dusun yang ada di Desa Citta yaitu Lemoape, Ungae, Codong, dan Belawa. Posyandu ini tidak tiap hari terbuka seperti puskesmas, masing-masing posyandu memiliki jadwal yang berbeda. Jadi pada saat posyandu terbuka masyarakat desa citta bersama-sama ke posyandu untuk memeriksakan anak bayi dan balita mereka untuk di timbang dan diukur berat badan mereka. Salah satu tujuan dibentuknya posyandu adalah untuk mengurangi angka kematian Ibu dan Anak. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak maka diupayakan program-program bermutu di posyandu untuk membantu mendukung hal tersebut. Salah satunya dengan melakukan penimbangan tiap bulan pada bayi dan balita, program bantuan berupa pemberian vitamin A, vitamin C, tablet Fe, biskuit MP-ASI, PMT Rumah Tangga, program KB pada pasangan usia subur, dan program untuk ibu hamil. Program-program posyandu ini tentu tidak akan berhasil apabila tidak ada peran aktif masyarakat sendiri untuk memperbaiki keadaan gizi mereka. Pada bulan Juli 2011 angka partisipasi masyarakat dan tingkat keberhasilan posyandu-posyandu di Desa Citta masih rendah (<80%). Adapun pelaporan SKDN dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4 Cakupan SKDN di 4 Posyandu Desa Citta Bulan Mei Tahun 2011 POSYANDU
S
K
D
N
K/S
D/S
N/D
Lemoape
29
29
19
15
100 %
65%
78 %
Codong
28
28
17
14
100 %
60 %
82 %
Gayabaru
15
15
8
6
100 %
53 %
75%
Ungae
9
7
5
4
77 %
55 %
80 %
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
10
Total
81
79
49
38
94,3%
58,3%
78%
Sumber : Data Primer Terolah 2011
Tabel 5 Cakupan SKDN di 4 Posyandu Desa Citta Bulan Juni Tahun 2011 POSYANDU
S
K
D
N
K/S
D/S
N/D
Lemoape
28
28
16
10
100 %
88%
62%
Codong
29
29
20
11
100 %
68 %
55 %
Gayabaru
17
17
6
6
100 %
35 %
100%
Ungae
8
5
4
1
62 %
50 %
25 %
Total
82
79
46
28
90,5%
60,3 %
60,5%
Sumber : Data Primer Terolah 2011
Tabel 6 Cakupan SKDN di 4 Posyandu Desa Citta Bulan Juli Tahun 2011 POSYANDU
S
K
D
N
K/S
D/S
N/D
Lemoape
29
29
18
18
100 %
62,1%
100 %
Codong
29
29
18
15
100 %
62,21 %
83,3 %
Gayabaru
16
16
5
5
100 %
31,25 %
100%
Ungae
8
5
2
1
62,5 %
25 %
50%
Total
82
79
43
38
90,6%
45 %
83,3%
Sumber : Data Primer Terolah 2011 Keterangan : -
S = Jumlah Bayi/ balita
-
K = Kepemilikan KMS (Kartu Menuju Sehat)
-
D = Bayi/ Balita yang Ditimbang
-
N = Bayi/ Balita yg Naik BB (Berat Badan)
-
Baik/Kurangnya Peran Masyarakat (D/S)
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
11
-
Berhasil Tidaknya Program Posyandu (N/D)
-
Persentase Kepemilikan KMS (K/S) Dengan melihat tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa partisipasi
masyarakat untuk datang ke posyandu (D/S) sangat rendah (45%). Begitu pula dengan persentasi keberhasilan posyandu (N/D) yang menunjukkan 83,3% balita yang datang dan naik berat badannya. Ini menandakan bahwa keberadaan
posyandu
masyarakat,
karena
masih
kurang
keberhasilan
mampu
posyandu
dianggap dinilai
penting
dari
bagi
partisipasi
masyarakatnya dan kemampuan program-programnya memperbaiki status kesehatan masyarakat. Screening
gizi
1. Screening gizi menurut BB/U
Tabel 7 Screening gizi menurut BB/U Di Desa Citta, Kecamatan citta, Kabupaten Soppeng Tahun 2011
NO
1 2 3 4
DUSUN
Lemoape Ungae Gaya baru Codong Total
Status gizi menurut BB/U Gizi sangat Gizi lebih Gizi kurang kurang N % N % N % 1 1,2 1 1,2 1 1,2 1 1,2 2 2,5 4 5,1 18 22,9 2 2,5 2 1,2 21 8,6 7 2,9
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
Normal N 27 7 14 1 49
% 34 8,9 17,7 1,2 15,5
12
2. Screening gizi menurut TB/U Tabel 9 Screening gizi menurut TB/U Di Desa citta, Kecamatan Citta, Kabupaten Soppeng Tahun 2011 Status gizi menurut TB/U NO
1 2 3 4
DUSUN
Lemoape Ungae Gaya baru Codong Total
Sangat pendek N % 12 15,2 5 6,3 5 6,3 5 6,3 27 8,5
Pendek N 2 2 4
% 2,5 2,5 2,5
Tinggi N 1 1
% 1,2 1,2
Normal N 16 4 13 14 47
% 20,2 5,1 16,5 17,7 59,5
3. Screening gizi menurut BB/PB Tabel 10 Screening gizi menurut BB/PB Di Desa citta, Kecamatan citta, Kabupaten Soppeng Tahun 2011 Status gizi menurut BB/PB NO
1 2 3 4
DUSUN
Lemoape Ungae Gaya baru Codong Total
Sangat kurus N % 1 1,2 1 1,2
Kurus N 1 1
% 1,2 1,2
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
Gemuk N 2 1 3
% 2,5 1,2 1,9
Normal N 26 9 19 20 74
% 32,9 12,2 24,1 25,3 94,5
13
4. Screening gizi menuurut IMT/U Tabel 11 Screening gizi menurut IMT/U Di Desa citta, Kecamatan Citta, Kabupaten soppeng Tahun 2011
NO
1 2 3 4
DUSUN
Lemoape Ungae Gaya baru Codong Total
Status gizi menurut IMT/U Sangat Kurus Gemuk kurus N % N % N % 1 1,2 9 11,44 1 1,2 4 5,1 2 2,5 1 1,2 2 2,5 1 1,2 2 2,5 5 2,1 3 1,2 15 17,4
Normal N 19 4 17 16 56
% 24,1 5,1 21,5 20,3 17,8
2. Sanitasi Dasar
a. Sumber air bersih Di Desa Citta terdapat permandian alam yang disebut dengan permandian alam citta. Sebagian besar masyarakat menggunakan sumber air tersebut untuk memenuhi kebutuhan hiidup mereka, seperti mandi, mencuci, memasak, dll. Sumber air yang digunakan tergolong bersih tapi air tersebut mengandung zat kapur. b. Data Sepuluh Penyakit terbesar Dari data yang diambil dari puskesmas didapatkan hasil yaitu penyakit yang tertinggi di desa citta yaitu penyakit dermatitis. Hal ini dapat dilihat di tabel berikut ini.
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
14
Tabel 11 Distribusi Frekuensi Jumlah Penyakit Tertinggi Puskesmas Citta Desa Citta Kecamatan Citta Kabupaten Soppeng Tahun 2011
No
Nama Penyakit
Frekuensi N
%
1
Dermatitis
94
21.96
2
ISPA
59
13.78
3
Gastritis
58
13.55
4
Artritis
49
11.44
5
Batuk
38
8.87
6
Sakit Kepala
37
8.64
7
Hipertensi
32
7.47
8
Influenza
29
6.77
9
Luka
16
3.73
10
Diare
16
3.73
428
100
Jumlah Sumber: Data Sekunder
Dari Tabel 4 diatas dapat dilihat jumlah penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat Kecamatan Citta di wilayah kerja Puskesmas Citta, yaitu Dermatitis dengan jumlah penderita 94 (21.96%). Sementara jumlah penyakit yang berada di urutan ke-9 dan ke-10 yaitu Luka dan Diare dengan jumlah masing-masing 16 penderita (3.73%). I.3 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilakukan untuk mendapatkan gambaran masalah kesehatan gizi yang ada di masing-masing posyandu di Desa Citta. Identifikasi masalah dilakukan melalui pendataan, pada saat kegiatan penimbangan di tiap posyandu, serta data sekunder dari Puskesmas.
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
15
1. partisipasi masyarakat untuk datang ke posyandu (D/S) sangat rendah (45%). 2. Terdapat 4 posyandu di desa citta, 3 posyandu masih layak dipergunakan sedangkan 1 posyandu yang berada di codong tidak layak untuk dipergunakan 3. Fasilitas pendukung kegiatan Posyandu seperti timbangan, alat ukur tinggi, badan, dan poster penyuluhan perlu diperbaharui. 4. Pengetahuan ibu balita tentang g izi seimbang masih kurang
I.5 Prioritas Masalah
Berdasarkan masalah yang telah teridentifikasi di atas, ditentukan prioritas masalah yaitu : 1. Tingkat cakupan partisipasi masyarakat dalam kegiatan posyandu sangat kurang sehingga pertumbuhan dan perkembangan balita tidak terpantau dengan baik. 2. Terdapat 1 posyandu yang tidak layak dipergunakan, dan 3 posyanduyang layak dipergunakan. 3. Persediaan alat alat kelengkapan diposyandu masih kurang, perlu adanya pembahuruan. 4. Gizi kurang dan gizi buruk. Kasus gizi kurang dan gizi buruk terjadi karena kurangnya asupan nutrisi dan rendahnya perilaku sadar gizi oleh keluarga. 5. Kurangnya pengetahuan gizi dan kesehatan yang berpengaruh pada pola asuh dan penyediaan makanan dalam keluarga.
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
16
BAB II PERENCANAAN DAN PEMECAHAN MASALAH
II.1 Tujuan Umum dan Tujuan Khusus 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui sejauh mana keterampilan dan kinerja kader dalam rangka perbaikan kesehatan dan kondisi posyandu. 2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan keterampilan dan pengetahuan kader posyandu b. Meningkatkan status gizi balita gizi kurang da n gizi buruk c. Meningkatkan kunjungan ibu dan balita ke posyandu untuk penimbangan secara rutin setiap bulan II.2 Strategi Pemecahan Masalah
Dari identifikasi masalah yang ada di 4 posyandu yaitu Posyandu Codong, Lemoape, Gayabaru, dan Uange di Desa Citta, maka upaya-upaya yang dilakukan untuk memecahkan masalah yang ada adalah melakukan kerjasama dengan petugas kesehatan dari puskesmas, kader posyandu, dan ibu rumah tangga. II.3 Rencana Program Intervensi 1.
Program Intervensi
Berdasarkan data-data yang diperoleh dan prioritas masalah yang telah ditentukan maka dibuatlah rencana program intervensi sebagai berikut: a. Penyegaran dan konseling pada setiap kader. b. Sebagai mediator dari ibu balita gizi buruk dan gizi kurang kepada puskesmas dan Dinas Kesehatan. c. Sebagai Mediator untuk fasilitas posyandu kepada pihak puskesmas Citta. d. Pemberian PMT bagi 4 balita g izi buruk
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
17
2.
Plan of Action (POA)
Rencana program intervensi dapat d ilihat di bawah ini : a. Latar belakang Dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional, khusus dibidang kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa masyarakat bukanlah sebagai objek akan tetapi merupakan subjek dari pembangunan itu sendiri. Pada hakekatnya kesehatan dipolakan mengikut sertakan masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab. Keikutsertaan masyarakat dalam meningkatkan efisiensi
pelayanan adalah atas dasar
terbatasnya daya dan adaya dalam operasional pelayanan kesehatan masyarakat akan memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat seoptimal mungkin.. Menurut Santoso Karo-Karo, kader yang dinamis dengan pendidikan ratarata tingkat desa teryata mampu melaksanakan beberapa hal yang sederhana, akan tetapi berguna bagi masyarakat sekelompoknya meliputi: Perilaku kesehatan tidak terlepas dari pada kebudayaan masyarakat. Dalam upaya untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat harus pula diperhatikan keadaan sosial budaya masyarakat. Sehingga untuk mengikut sertakan masyarakat dalam upaya pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan, tidak akan membawa hasil yang baik bila prosesnya melalui pendekatan dengan edukatif yaitu, berusaha menimbulkan kesadaran untuk dapat memecahkan permasalahan dengan memperhitungkan sosial budaya setempat. Dengan terbentuknya kader kesehatan, pelayanan kesehatan yang selama ini dikerjakan oleh petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh masyarakat. Dengan demikian masyarakat bukan hanya merupakan objek pembangunan, tetapai juga merupakan mitra pembangunan itu sendiri. Selanjutnya dengan adanya kader, maka pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan sempurna berkat adanya kader, jelaslah bahwa pembentukan kader adalah perwujudan pembangunan dalam bidang kesehatan. Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
18
Kenyataan beberapa tahun terakhir ini, di beberapa daerah kinerja dan partisipasi kader Posyandu dirasakan menurun, hal ini disebabkan antara lain krisis ekonomi, kejenuhan kader karena kegiatan yang rutin, kurang dihayati sehingga kurang menarik, atau mungkin jarang dikunjungi petugas. Sedangkan Posyandu merupakan institusi strategis, karena melalui Posyandu berbagai permasalahan kesehatan seperti gizi dan KB dapat diketahui sejak dini, termasuk jika ada anak balita yang mengalami gangguan tumbuh kembang. Kitapun tidak dapat menutup mata bahwa fasilitas merupakan salah satu penunjang utama sebagai motor penggerak mendapatkan pelayanan dan hasil yang lebih baik. b.
Tujuan Meningkatkan keterampilan, kinerja dan partisipasi kader Posyandu.
Serta penggerakan aksi masyarakat dan komunikasi massa sehingga mencapai strata kemandirian posyandu. Langkah-langkah: 1) PERSIAPAN a.)
KADER: Pengamatan kerja kader dan pengumpulan data tentang pengetahuan
kader: posyandu merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh, dari dan untuk masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada umumnya. Pelaksana posyandu adalah kader. Salah satunya keterampilan yang harus dimiliki kader
yaitu keterampilan penimbangan, pencatatan dan
pelaporan yang benar, agar dapat memperoleh data yang mampu membantu kader mengidentifikasi masyarakat yang perlu dikunjungi dan memperoleh perhatian khusus. Dari hasil pengamatan diketahui kader belum terampil dalam melakukan penimbangan, pencatatan, dan pelaporan. Selain itu, diperoleh data (wawancara dan pengisian kuesioner) bahwa sebagian besar kader jarang bahkan ada yang tidak pernah mengikuti pelatihan kader posyandu, walaupun sering
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
19
mengikuti pelatihan belum ada aplikasi langsung pada balita yang berkunjung ke posyandu. b) EDUKASI GIZI BURUK DAN GIZI KURANG y
Pengumpulan Data Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk y
Pengumpulan data sekunder Mendapatkan laporan kejadian gizi kurang yang ada di Wilayah
kerja Puskesmas Citta. y
Pengumpulan data primer Pengumpulan data dilakukan pada saat posyandu dilakukan yaitu
tanggal 2 Juli 2011. Adapun data yang dikumpulkan yaitu : berat badan (BB) dilakukan dengan menggunakan timbangan dacin dan umur berdasarkan bulan kelahiran. Registrasi dilakukan dengan menganalisis hasil penimbangan berat badan balita saat pendataan ( hari penimbangan posyandu ). y
Analisis Data dan Penentuan Sasaran Intervensi Analisis data dilakukan dengan perhitungan menggunakan rumus Zscore dan kemudian dibandingkan dengan standar WHO NCHS dengan indeks BB/U, dan BB/TB. Adapun rumus z-score yang digunakan yaitu sebagai berikut:
y
Untuk nilai riil (BB dan TB) lebih besar dar i nilai median z-score
=
nilai riil
nilai median
nilai (+1 SD) y
Untuk nilai riil (BB dan TB) lebih kecil dari nilai median z-score
=
nilai riil
nilai median
nilai median y
nilai median
nilai (-1 SD)
Untuk nilai riil (BB dan TB) sama dari nilai median z-score
= nilai riil
nilai median
nilai median
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
20
Dari hasil analisis yang dilakukan, penentuan sasaran d idasarkan pada : Hasil analisis yang dilakukan, ditemukan 3 balita dengan gizi buruk. Pada balita yang sudah diketahui terdeteksi mengalami gizi buruk (BB/U = > -3 SD), segera dilaporkan kepada petugas puskesmas baik secara lisan ataupun tertulis untuk segera ditindaklanjuti. Segera setelah itu kembali dilihat perkemabagan berat badan pada bulan berikutnya. 4 ).
Edukasi kepada ibu penderita gizi buruk/kurang Materi-materi edukasi yang diberikan yaitu : a. Mengkonsumsi aneka ragam makanan, pemberian ASI sampai usia 6 bulan, menggunakan garam beryodium, mendapatkan suplementasi vitamin. b. Pentingnya pemantauan BB secara rutin tiap bulan.
y
Pengamatan dan pendataan alat-alat apa saja yang belum ada/sudah rusak sehingga mengganggu proses pelayanan posyandu yang maksimal.
2. PE L AKSANAAN a.
Pendataan balita, wawancara ibu dan kader Pelaksanaan intervensi dilakukan selama tiga minggu dengan kegiatan
sebagai berikut: y
Minggu 1 (Wawancara ibu dan pendataan balita) Kunjungan pertama di posyandu pada tanggal 2 Juli 2011 di posyandu
Codong dan Lemoape, dilakukan wawancara langsung kepada ibu dan pembagian kuisioner yang berkaitan dengan balita. y
Minggu 2 (Wawancara ibu dan pendataan balita) Kunjungan kedua di posyandu Gayabaru pada tanggal 9 Juli 2011,
dilakukan wawancara langsung kepada ibu dan pembagian kuisioner yang berkaitan dengan balita. y
Minggu 3 ( wawancara, pendataan ibu balita dan kader psoyandu )
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
21
Kunjungan ketiga di posyandu Ungae pada tanggal 16 Juli 2011, dilakukan wawancara langsung kepada ibu dan pembagian kuisioner yang berkaitan dengan balita. Setelah posyandu, berkunjung ke rumah salah satu kader di masing-masing posyandu. Dilakukan wawancara terhadap kader dan diberikan kuisioner yang berkaitan dengan jumlah kader yang aktif. Ditanyakan balita yang masuk dalam BGM selama penimbangan. b. Perbaikan Gizi Buruk Pelaksanaan ini dilakukan selama 3 minggu sebagai berikut: y
Minggu 1 ( 1 Agustus 2011 ) Setelah kunjungan di posyandu, dilakukan pendataan bagi balita yang
menderita gizi kurang dan gizi buruk. Dipilih 4 balita yang akan diintervensi. Pada kunjungan pertama di rumah keluarga balita, edukasi dilakukan secara nonformal, menyesuaikan dengan keadaan orang tua. Kemudian diberikan makanan tambahan berupa susu, biskuit, dan beras merah. y
Minggu 2 ( 9 Agustus 2011 ) Pada kunjungan kedua dilakukan monitoring terhadap balita yang diintervensi. pada kunjungan ini tetap diberikan edukasi gizi terhadap ibu balita. Dalam hal ini dilihat: a) Perkembangan asupan makanan. b) Perubahan berat badan balita.
y
Minggu 3 ( 16 Agustus 2011 ) Pada kunjungan ini dilakukan evaluasi terhadap balita sejauh mana perkembangan asupan makanan dan perubahan berat badan terhadap balita. Sekaligus mengevaluasi sejauh mana edukasi ibu balita terhadap asupan gizi dan pentingnya melakukan penimbangan setiap bulan di posyandu.
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
22
Tabel 12 Gann-Chart Rencana Waktu Intervensi Gizi Buruk No
Kegiatan
Juni I
1.
Sosialisasi magang ke masyarakat
2.
Pendataan awal di puskesmas
3.
Pendataan di posyandu :
II
Juli I
II
Agustus III
I
II
III
a. Posyandu codong b. Posyandu lemoape c. Posyandu gayabaru d. Posyandu ungae 4.
Wawancara kader
5.
Kunjungan balita gizi buruk (intervensi)
6.
Monitoring dan edukasi gizi
7.
Monitoring dan evaluasi intervensi gizi
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
23
BAB III PELAKSANAAN DAN HASIL INTERVENSI
III.1 Pelaksanaan
Pelaksanaan intervensi ini dilakukan selama 2 minggu berturut-turut terhadap 4 sasaran anak dengan status gizi buruk yaitu Aqila Zahra, A. Timang, Egil Saputra, Saskia Ramadani tanpa ge jala klinis. Sebelum melaksanakan intervensi, diadakan persiapan-persiapan sebagai berikut: a. Pengambilan Data Awal Pengambilan data awal dilakukan di puskesmas pada tanggal 24 Juni 2011, dengan mengambil data sekunder dibagian gizi yaitu data mengenai jumlah bayi dan balita di masing-masing posyandu. Ditemukan 11 balita yang mengalami masalah gizi yaitu 3 gizi buruk dan 8 gizi kurang. b. Pendataan Awal. Pendataan awal dilakukan pada saat posyandu, yaitu dilakukan pada tanggal 2 Juli 2011 di dua posyandu yaitu lemoape dan codong. Kemudian di dua posyandu lainnya pada tanggal 9 dan 16 Juli 2011 di posyandu gayabaru dan ungae. c. Screening Gizi Karena data yang diperoleh di posyandu kurang lengkap dan tidak mencapai target 80% karena kurangnya perhatian orang tua untuk membawa anaknya menimbang maka dilakukan pendataan secara door to door di 4 dusun yang ada di desa Citta dan melakukan penimbangan serta edukasi terhadap orang tua tentang pentingnya penimbangan. d. Penentuan prioritas intervensi. Data umur, berat badan dan tinggi badan dianalisis kembali untuk menentukan status gizi berdasarkan 2 indikator (BB/U dan BB/TB). Selain status gizi, pertimbangan untuk menentukan prioritas intervensi adalah Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
24
penerimaan orang tua balita tersebut terhadap edukasi yang akan diberikan oleh mahasiswa. Balita yang menjadi prioritas intervensi berhasil ditentukan yaitu Aqila Zahra, A. Timang, Egil Saputra dan Saskia Ramadani. e. Kunjungan rumah untuk pendataan lanjutan. Balita yang sudah terdeteksi mengalami gizi buruk, kemudian dilaporkan petugas puskesmas. Selanjutnya diadakan kunjungan rumah bersama temanteman dan kader posyandu. Kunjungan pertama bersama kader posyandu sedangkan kunjungan berikutnya hanya dengan teman saja. Kunjungan rumah tanggal 1 Agustus 2011 pada 4 keluarga balita dilakukan.
y
Kegiatan yang dilakukan adalah mendata keadaan keluarga, pengukuran tinggi badan, berat badan balita dan lingkar lengan balita. Serta intervensi balita gizi buruk dengan memberikan PMT berupa susu dancaw, biskuit sun, dan beras merah selama 1 minggu. Kunjungan rumah tanggal 9 Agustus 2011 pada 4 keluarga balita dilakukan
y
intervensi gizi buruk dengan memberikan PMT, melakukan penimbangan berat badan minggu pertama, dan edukasi kepada orang tua balita tentang kadarsi dan pentingnya penimbangan balita. Kunjungan tanggal 16 Agustus 2011 dilakukan pemberian PMT pada balita
y
dan melakukan penimbangan berat badan apakah mengalami kenaikan. III.2 Hasil Intervensi 1. Identitas Sasaran Sasaran I
Nama
: Aqila Zahra
Tgl Lahir/Umur
: 26 Mei 2008 / 3 thn ( 3 bln )
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Keluhan Utama
: malas makan nasi, kurang nafsu makan
Antropometri
: BB = 9 kg. TB = 88 cm
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
25
Keadaan Sosek
: ayah seorang wiraswasta, ibunya IRT
Status Gizi
: BB/U
= -3,5 SD ( gizi buruk )
BB/TB
= -3,18 SD ( sangat kurus )
TB/U
= -2,1 ( normal )
Sasaran II
Nama
: A. Timang
Tgl Lahir/Umur
: 13 Desember 2009 / 1 thn ( 9 bln )
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Keluhan Utama
: kurang nafsu makan, cengeng, diare
Antropometri
: BB = 6,7 kg. PB = 71 cm
Keadaan Sosek
: pekerjaan ayah petani. Ibu seorang IRT.
Status Gizi
: BB/U
= -3,9 SD ( gizi buruk )
BB/PB
= -2,2 SD ( kurus )
PB/U
= -4 ( pendek )
Sasaran III
Nama
: Egil Saputra
Tgl Lahir/Umur
: 18 Januari 2010 / 1 thn ( 8 bln )
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama/Suku
: Islam/Bugis
Keluhan Utama
: kurang nafsu makan, flu
Antropometri
: BB = 8 kg. PB = 69 cm
Keadaan Sosek
: Ayah petani. Ibu iRT
Status Gizi
: BB/U
= -3,16 SD ( gizi buruk )
BB/PB
= -0,5 SD ( normal )
PB/U
= -4,9 ( pendek )
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
26
Sasaran IV
Nama
: Saskia Ramadani
Tgl Lahir/Umur
: 4 September 2009 / 2 thn
Jenis Kelamin
: perempuan
Agama/Suku
: Islam/Bugis
Keluhan Utama
: kurang asupan makanan
Antropometri
: BB = 7,9 kg. PB = 72 cm
Keadaan Sosek
: Ayah petani. Ibu iRT
Status Gizi
: BB/U
= -3,1 SD ( gizi buruk )
BB/PB
= -1,25 SD ( normal )
PB/U
= -3,8 ( pendek )
2. Asupan dan Perubahan Berat Badan dan Tinggi Badan
Adapun hasil asupan sebelum dan setelah intervensi serta perubahan bera badan sebagai berikut: a. Asupan Makanan Anak
Gambaran tentang asupan makanan anak sebelum dan selama intervensi dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 13 Kebutuhan dan asupan gizi sebelum dan sesudah intervensi (Aqila) Sebelum intervensi E nergi
(kkal)
Protein (gr)
Setelah intervensi E nergi
(kkal)
Protein(gr)
Asupan
566
18,73
710,9
31,9
Kebutuhan
1300
130
1300
130
% Asupan
43,53
14,40
54,7
24,53
Sumber : data primer 2011
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
27
Tabel 14 Kebutuhan dan asupan gizi sebelum dan sesudah intervensi (A. Timang) Sebelum intervensi
Setelah intervensi
E nergi
Protein
E nergi
Protein
Asupan
477,2
18,3
816,9
43,98
Kebutuhan
1100
110
1100
110
% Asupan
43,8
16,64
74,26
39,98
Sumber : data primer 2011
Tabel 15 Kebutuhan dan asupan gizi sebelum dan sesudah intervensi (Egil) Sebelum intervensi
Setelah intervensi
E nergi
Protein
E nergi
Protein
Asupan
538
25,05
539,2
22,3
Kebutuhan
1100
110
1100
110
% Asupan
48,9
22,8
49,018
20,3
Sumber : data primer 2011
Tabel 16 Kebutuhan dan asupan gizi sebelum dan sesudah intervensi (Saskia) Sebelum intervensi
Setelah intervensi
E nergi
Protein
E nergi
Protein
Asupan
427
14,38
669,7
23
Kebutuhan
1200
120
1200
120
% Asupan
35,6
11,98
55,80
19,16
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
28
Sumber : data primer 2011
b. Perubahan Berat Badan
Perubahan berat badan pada kedua balita yang diintervensi adalah sebagai berikut: Tabel 17 Berat badan sebelum dan setelah intervensi
Berat badan (kg) Nama Balita
Sebelum
Setelah
intervensi
intervensi
9
9
6,7
7
8
8
7,9
7,8
Aqila A.Timang Egil Saskia
Sumber : data primer 2011
Tabel 18 Nilai Z-Score Sebelum dan Setelah Intervensi
N ama
Balita
Aqila A.Timang Egil
Antropometri
Awal
Akhir
Awal
BB/U
BB/U
Akhir
PB/U
Awal
PB/U
Akhir
BB/PB
Awal
BB
PB
U
BB
PB
U
BB/P
(kg)
(cm)
(bln)
(kg)
(cm)
(bln)
9
88
39
9
88
39
-3,5
-3,5
-2,1
-2,1
-3,18
-3,18
6,7
71
21
7,3
71
21
-3,9
-3,4
-3,9
-3,9
-2,2
-2,2
8
69
20
8,4
69
20
-3,16
-2,8
-4,9
-4,9
-0,5
-0,5
B
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
29
Akh
Saskia
7,9
72
23
7,8
72
24
-3,1
-3,25
-3,8
-3,8
-1,25
-1,25
Sumber : data primer 2011
Tabel 19 Perubahan Status Gizi Setelah Intervensi
N ama
Status Gizi
Balita
Aqila
Gizi
BB/U
Awal PB/U
Pendek
buruk A.Timang
Egil
Saskia
BB/PB
Sangat
BB/U
Gizi buruk
Akhir PB/U
Pendek
Kurus
Gizi
Sangat
buruk
pendek
Gizi
Sangat
buruk
pendek
Gizi
Sangat
buruk
pendek
Kurus
BB/PB
Sangat Kurus
Gizi buruk
Sangat
Normal
pendek Normal Gizi Kurang
Sangat Normal pendek
Normal Gizi buruk
Sangat Normal pendek
Sumber : data primer 2011
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
30
BAB IV MONITORING DAN EVALUASI
IV.1 Edukasi Gizi
Materi edukasi gizi mengenai kadarzi ini diberikan kepada sasaran yaitu ibu balita. Adapun hasil monitoring asupan makanan balita dilakukan setiap akhir minggu yang dilakukan selama 2 minggu, akan tetapi yang kami jadikan acuan yaitu asupan diakhir intervensi agar bisa memperlihatkan adanya perubahan tingkat asupan baik itu tetap ataupun turun. Namun salah satu kendala yang dihadapi yaitu tingkat ekonomi keluarga yang sangat berpengaruh terhadap penyediaan makanan dalam keluarga, tidak terkecuali untuk anak. Adapun penerimaan anak terhadap makanan yang diberikan belum baik terlihat dari asupan yang tidak mengalami peningkatan. Pelaksanaan evaluasi dilakukan pada 16 Agustus 2011, pada akhir penimbangan minggu terakhir. Adapun hasil evaluasi dilakukan pada beberapa hal, sebaga berikut : 1. Asupan makanan anak umumnya masih kurang, bahkan mengalami penurunan dibandingkan dengan asupan makan sebelum intervensi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu nafsu makan anak menurun karena sakit flu, diare dan malas makan. 2. Berat badan balita sasaran dipantau dan hasilnya menunjukkan ada perubahan namun belum maksimal. Pada Aqila dan egil berat badannya tetap. A. Timang mengalami kenaikan berat badan namun sedikit. Saskia mengalami penurunan berat badan. 3. Edukasi gizi mengenai makan beraneka ragam, garam beryodium dan pemberian ASI, suplementasi gizi dan penimbangan BB rutin setiap bulan, umumnya belum menunjukkan perubahan yang berarti. Umumnya ibu balita sudah memberikan makanan beragam pada anaknya, akan tetapi ibu balita mengalami sedikit kesulitan karena anak menangis jika keinginan anak mengkonsumsi makanan kesukaannya seperti makan es, makanan ringan dan Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
31
mie instan. Selain itu anak juga terserang flu dan diare, sehingga menurunkan nafsu makannya. Adapun yang malas makan. Namun kondisi ekonomi yang membuat ibu tidak mampu memberikan makanan yang beragam. Adapun mengenai penimbangan ke posyandu, belum ada balita tersebut yang melakukan penimbangan ke posyandu kembali karena anaknya takut disuntik. IV.2 Kunjungan Ke Rumah Balita
Balita yang mengalami gizi buruk yaitu 4 balita yang dipilih kemudian intervensi yang dilakukan selama 2 minggu dengan memberikan PMT berupa susu, biskuit, dan beras merah. Kunjungan pertama ke rumah keluarga balita pada tanggal 1 Agustus 2011. Kunjungan kedua pada tanggal 9 Agustus 2011 serta dilakukan penimbangan mingggu I. Kunjungan terakhir yaitu pada tanggal 16 Agustus 2011 dan dilakukan penimbangan berat badan balita. Evaluasi dilakukan setiap akhir minggu dengan melihat ada tidaknya kenaikan berat badan terhadap balita tersebut. Setelah di evaluasi selama 2 minggu kunjungan, ada 1 balita yang mengalami kenaikan berat badan, 2 tidak mengalami kenaikan, 1 balita mengalami penurunan berat badan.
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
32
BAB V PEMBAHASAN
Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara langsung dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang dan anak mungkin menderita penyakit infeksi. Kedua penyebab langsung tersebut diuraikan sebagai berikut: (Depkes, 2005). 1)
Anak tidak cukup mendapat makanan gizi seimbang. Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi, dalam hal ini makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.
2)
Anak menderita penyakit infeksi. Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian infeksi penyakit dan gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Disisi lain anak yang menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi buruk. Cakupan pelayanan kesehatan dasar terutama imunisasi, penanganan diare, tindakan cepat pada balita yang tidak naik berat badan, pendidikan, penyuluhan kesehatan dan gizi, dukungan pelayanan di Posyandu, penyediaan air bersih, kebersihan lingkungan akan menentukan tingginya kejadian penyakit infeksi. Mewabahnya berbagai penyakit menular akhir-akhir ini seperti demam berdarah, diare, polio, malaria dan sebagainya secara hampir bersamaan di manamana, menggambarkan melemahnya pelayanan kesehatan yang ada di daerah.
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
33
Penyebab langsung kurang gizi adalah makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan cukup baik, tetapi sering diserang diare atau demam akhirnya dapat menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makan dengan tingkat yang tidak cukup baik, maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian, mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan dan akhirnya dapat menderita kurang gizi. Dalam kenyataan keduanya (makanan dan penyakit) secara bersamasama merupakan penyebab kurang gizi (Adisasmito, 2007). Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan di keluarga (household food security) adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup, baik jumlah maupun gizinya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat bertumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan (Adisasmito, 2007). Faktor penyebab tidak langsung tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga. Semakin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, terdapat kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, semakin baik pola pengasuhan anak dan semakin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, demikian juga sebaliknya. Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Sebagai contoh, air susu ibu (ASI) adalah makanan bayi utama yang seharusnya tersedia di setiap keluarga yang mempunyai bayi. Makanan ini seharusnya dapat dihasilkan oleh keluarga tersebut sehingga tidak Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
34
perlu dibeli. Namun, tidak semua keluarga dapat memberikan ASI kepada bayinya karena berbagai masalah yang dialami ibu. Akibatnya, bayi tidak diberikan ASI atau diberi ASI dalam jumlah yang tidak cukup sehingga harus diberikan tambahan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Masalah ini ditimbulkan oleh berbagai sebab, misalnya kurangnya pengetahuan dan atau kemampuan, MP-ASI yang diberikan tidak memenuhi persyaratan (Adisasmito, 2007). Setelah dilakukan intervensi, dilakukan evaluasi untuk menilai tingkat keberhasilan intervensi yang telah diberikan dilakukan dengan menilai asupan dan berat badan balita. Dilakukan kembali recall 24 jam setelah intervensi dan pengukuran antropometri. Dari hasil recall sebelum intevensi, asupan kalori dan protein semua balita meningkat. Dalam melakukan intervensi kami memberikan pmt berupa beras merah, susu dan biscuit. Alasan kami memilih susu dancow sebagai pmt kami selain harganya yang lumayan terjangkau Susu dancow sebagai susu pertumbuhan, selain tinggi protein, kaya laktosa dan lemak susu, juga tinggi kalsium karena berasal dari susu sapi berkualitas. Dalam setiap atau pemberian pmt susu dancow sebesar 27 gram memiliki nilai gizi sebesar : energy 130 kkal, lemak 7 gram, protein 7 gram dan karbohidrat 11 gram. susu dancow dilengkapi dengan berbagai zat pendukung daya tahan tubuh. Susu dancow mengandung Protein penting untuk pertumbuhan sel tubuh dengan menkonsumsi 2
3 gelas susu, dapat memenuhi kecukupan 50
75%
kebutuhan protein harian, Lemak Susu, selain sebagai sumber energi, juga memberi manfaat lain, yaitu untuk pertumbuhan jaringan otak dan syaraf otak, Karbohidrat Susu (laktosa) Laktosa membantu penyerapan kalsium dan mineral-mineral lain, serta lemak dan mengandung kalsium yang tinggi yag baik bagi pertumbuhan anak. Selai itu susu dancow mengandung
Prebio1, yaitu serat pangan larut prebiotik,
membantu menjaga kesehatan saluran cerna serta meningkatkan penyerapan kalsium di dalam tubuh dan 26 Vitamin & Mineral termasuk antioksidan (vitamin A, C, & E) serta zinc dan selenium amat penting untuk daya tahan tubuh.
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
35
Dalam setiap 50 gram sajian beras merah, mengandung 4 gr protein, 55 mg magnesium. Ia juga memiliki 1 mg lemak dan serat plus sejumlah mineral lainnya minus sodium, selebihnya adalah karbohidrat. Dalam pmt ini kami memberikan 30 gram beras merah kepada aak dengan nilai gizi : energy : 53,4 kkal, protein nabati : 0,63, Karbohidrat : 12,2. Ini dapat dibandingkan dengan beras giling 30 gram yang memiliki nilai gizi sebesar energy : 44,7 kkal, protein nabati 5,5, karbohidrat 3,8. Dari perbandinagan tersebut kami dapat menyimpulkan bahwa beras merah memiliki energy tinggi dibanding dengan beras putih. Beras merah memiliki beberapa manfaat yang sangat penting bagi tubuh diantaranya : Zat fosfor yang terdapat pada beras merah bermanfaat pada perkembangan sistem rangka bayi, Beras merah mengandung mineral cukup tinggi yang dapat bermanfaat sebagai asupan kebutuhan nutrisi anak yang baik untuk perkembangan dan pertumbuhan rambut, gigi, otot dan tulang pada anak. selain itu kami memberikan biscuit sun dimana SUN biskuit bayi diperkaya dengan vitamin dan mineral untuk membantu pertumbuhan gigi. Masalah gizi dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel
sebelum intervensi (sebelum pemberian pmt)
Waktu
Pagi
Menu
ubi goreng
susu
Bahan
Brt
ENERGI
Protein (gr)
( gr )
Kal
Hwn
Ubi jalar merah Minyak kelapa sawit
20
24.6
0
0.36
5
45.1
0
0
susu kental manis
40
134.4
3.28
0
204.1
3.28
0.36
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Sub Total Snack
Sub Total Siang
Nbt
nasi
Beras giling
30
108
0
2.04
ikan goreng sayur kangkung
Ikan mas
40
34.4
6.4
0
Kangkung Minyak kelapa sawit
20
5.8
0
0.6
5
45.1
0
0
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
36
Sub Total
193.3
6.4
2.64
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Snack
Sub Total Mlm
Nasi
Beras giling
30
108
0
2.04
telur rebus
Telur ayam
50
81
6.4
0
189
6.4
2.04
Sub Total Total
586.4
% Asupan
21.12
43.38
16.64
Pada tabel diatas % asupannya adalah 43,38%, dengan total kalori 586,4 kalori sebelum penambahan pmt berupa susu, biscuit dan beras merah. Setelah Waktu
Pagi
intervensi (dengan penambahan pmt) Menu
Bahan
susu
susu dancow
Brt
ENERGI
Protein (gr)
( gr )
Kal
Hwn
27
130
7
0
130
7
0
91.6
0
1.38
91.6
0
1.38
50
179.5
0
3.75
Kangkung Minyak kelapa sawit
20
5.8
0
0.6
5
45.1
0
0
Gabus segar Minyak kelapa sawit
55
40.7
13.86
0
5
45.1
0
0
316.2
13.86
4.35
91.6
0
1.38
91.6
0
1.38
50
179.5
0
3.75
Gabus segar Minyak kelapa sawit
55
40.7
13.86
0
5
45.1
0
0
Kangkung
20
5.8
0
0.6
Sub Total Snack
biskuit sun
Biscuit
20
Sub Total
Siang
nasi sayur kangkung tumis
ikan goreng
Beras merah tumbuk
Sub Total Snack
biskuit sun
Biscuit
20
Sub Total
Mlm
nasi ikan goreng
sayur kangkung
Nbt
Beras merah tumbuk
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
37
susu dancow
susu dancow
27
130
7
0
0
0
0
Sub Total
401.1
20.86
4.35
Total
816.9
Standar Kebutuhan
Energi
% Asupan
74.26
53.18 Protein 39.9
Dari data tabel diatas terjadi perubahan asupan sebesar 74,26% dengan kalori 816,9 setelah penambahan pmt berupa susu,biscuit dan beras merah. Jadi kalori yang bertambah dari hasil penambahan pmt sebesar 230,5 kalori. Dari hasil pengukuran berat badan, satu balita mengalami penurunan berat badan. Untuk Saskia, berat badan sebelum intervensi masing-masing yaitu 7,9 kg kemudian menurun menjadi 7,8 kg. Hal ini disebabkan karena balita sedang sakit diare karena tidak cocok minum susu formula yang diberikan, tidak terbiasa minum susu. Keadaan kesehaan balita akan mempengaruhi nafsu makannya. Sedangkan untuk Aqila, berat badan awal dan setelah intervensi yaitu 8 kg. egil tidak mengalami kenaikan berat badan yaitu tetap sebelum dan sesudah intervensi sebesar 8 kg. Balita Aqila sebenarnya asupannya baik bahkan kuat makan akan tetapi makanan yang sering atau yang paling suka dikonsumsinya yaitu mie instan yang frekuensinya setiap kali makan (pagi, siang, dan malam). Tidak suka makan nasi. Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa status gizi balita sangat dipengaruhi oleh faktor primer yaitu rendahnya asupan makanan yang dikonsumsi sehari-hari dalam jangka waktu yang lama dan seringnya balita menderita penyakit demam/flu atau diare yang berdampak pada menurunnya nafsu makan balita. Kedua faktor primer di atas juga dipengaruhi oleh kurang perhatian keluarga terhadap pola makan anaknya. Serta kurang lambat memanfaatkan pelayanan kesehatan bila balita atau keluarga lain sakit kurangnya kemampuan ibu dalam menyiapkan MP-ASI yang baik, bergizi dan beanekaragam sesuai kebutuhan balita dengan beranggapan bahwa anak yang tidak mau makan itu hal yang biasa terjadi.
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
38
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1 Kesimpulan
Berdasarkan identifikasi masalah dan pelaksanaan kegiatan intervensi dengan penyuluhan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Edukasi gizi yang diberikan belum berhasil secara maksimal dalam kaitannya dengan peningkatan asupan makanan dan peningkatan berat badan balita.
2.
Dari 4 balita yang diintervensi ( edukasi gizi dan PMT ) hanya 1 orang balita yang mengalami peningkatan berat badan. Namun tidak melakukan penimbangan kembali di posyandu. Belum ada peningkatan balita yang datang berkunjung ke posyandu. Karena balita yang sudah mendapat imunisasi, tidak dibawa lagi ke posyandu untuk menimbang. Namun ada 1 posyandu yang meningkat pengunjungnya yaitu Lemoape.
VI.2 Saran
1.
Untuk keluarga balita - Bagian penting yang mempengaruhi status gizi balita seperti pola makan, pola asuh dan kesehatan balita harus lebih diperhatikan agar asupan makanan dapat meningkat dan balita terhindar dari penyakit infeksi sehingga dapat memperbaiki status gizi balita. - Setiap bulan balita harus dipantau pertumbuhannya dan perkembangannya dengan melakukan penimbangan secara rutin diposyandu, dan apabila anak sakit segeralah berobat ke petugas kesehatan seperti ke puskesmas.
2.
Untuk puskesmas - Perlu dilakukan upaya pembinaan kader posyandu tentang kesehatan ibu dan anak agar upaya perbaikan gizi keluarga dapat berjalan dengan baik. - Penanganan kasus gizi kurang dan masalah gizi lainnya, hendaknya melibatkan secara aktif keluarga penderita, kader posyandu, TP-PKK dan
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
39
unsur masyarakat agar kegiatan perbaikan gizi dapat dilakukan secara mandiri.
Laporan Magang Gizi Kesehatan Masyarakat 2011
40