Kepala Balai
Bagian Tata Usaha
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Bidang Pengujian dan Dukungan Teknis
Sub Bagian Kepegawaian
Sub Bagian Keuangan dan Umum
Bidang Uji Terap Teknik dan Kerjasama
Seksi Uji Terap Teknik
Seksi Kerjasama Teknik dan Informasi
Seksi Produksi dan Pengujian
Seksi Dukungan Teknis
53
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) adalah salah satu dari sekian banyak jenis ikan konsumsi yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Ikan Gurami merupakan ikan asli yang besarasal dari perairan indonesia yang menyebar hampir ke seluruh penjuru asia, terutama Asia Tengara. Karena nilai ekonomisnya yang tingi, membuat gurami menjadi salah satu komoditas yang diperhitungkan dalam usaha budidaya, terlebih usaha pembesaran untuk menghasilkan gurami ukuran konsumsi.
Budidaya ikan Gurami merupakan usaha sektor perikanan yang tidak pernah sepi peminat. Ikan asli perairan Indonesia ini seolah-olah memiliki daya tarik istimewa bagi kalangan pembudidaya ikan. Padahal, Gurami merupakan jenis ikan yang pertubuhannya lambat dibandingkan dengan jenis ikan air tawar lainnya. Mengapa para petani tidak meninggalkan jenis ikan yang satu ini, lalu memilih membudidayakan jenis ikan air tawar lain yang masa pemeliharannya singkat? (Bachtiar, 2010).
Ikan Gurami termsuk ikan yang membutuhkan waktu/siklus hidup yang lama. Pertubuhannya bahkan bisa hanya 7.5 cm—50 cm dalam 4 tahun. Namun, ikan Gurami memiliki kelebihannya tersendiri dibandingkan ikan air tawar lain. Ikan Gurami memiliki banyak keunggulan dibandingkan ikan konsumsi lain salah satunya yaitu pemeliharaan yang mudah dan memiliki daya adaptasi dengan lingkungan lebih cepat meskipun kandungan oksigen terlarut dalam air rendah. (Susanto, 2006). Hal tersebut dimungkinkan karena ikan Gurami memiliki labirin yaitu alat pernapasan tambahan yang berfungsi untuk mengambil langsung oksigen dari udara.
Usaha pembenihan ikan Gurami merupakan salah satu usaha yang cukup menjanjikan dan memegang peranan penting dalam kegiatan budidaya ikan Gurami terutama penyediaan benih bagi pembudidaya yang bergerak dibidang pembesaran Gurami konsumsi. Dalam kegiatannya, usaha pembenihan Gurami tidak lah mudah, banyak hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Salah satu kendala terbesar dalam kegiatan pembenihan ikan Gurami adalah tingginya tingkat mortalitas, terutama pada larva yang baru menetas hinggi ukuran benih P1 (1 cm). Untuk meminimalisir hal yang tidak diinginkan tersebut, penetasan telur, pemeliharaan larva dan benih, dapat dilakukan pada wadah seperti akuarium ataupun bak fiber. Kualitas air juga berpengaruh besar dalam menunjang keberhasilan pembenihan ikan Gurami. Untuk menyediakan sarana pembenihan dengan akuarium memang membutukan investasi lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan kolam, namun hasil yang diperoleh juga menguntungkan karena dapat menekan mortalitas benih sampai dibawah 10% dibandingkan dengan mortalitas dikolam yang mencapai diatas 25% (Senjaya dan Rizki, 2002). Ketelitian dan ketekunan juga sangat berpengaruh pada keberhasilan pembenihan ikan Gurami.
Indukan ikan Gurami juga berperan sangat penting dalam usaha pembenihan ikan Gurami. Indukan yang baik akan menghasilkan telur yang baik pula, sehingga dibutuhkan perlakuan dan penanganan yang baik. Penanganan induk yang kurang baik sering menimbulkan kegagalan pada saat pemijahan ikan Gurami (Osphronemus gouramy Lac). Kegagalan disebabkan karena faktor seperti induk dalam keadaan sakit, kuallitas air atau tempat pemijahan tidak sesuai dengan kondisi yang ideal untuk ikan Gurami memijah (Azhary, 2006).
Berkaitan dengan berbagai keunggulan dan permasalahan yang telah dipaparkan diatas, maka dalam Kulliah Kerja Praktek (KKP) penulis tertarik untuk mengambil praktek tentang pembenihan ikan gurami di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat.
TUJUAN
Adapun tujuan dari pelaksanaan Kuliah Kerja Praktek (KKP) yaitu :
Untuk mengetahui cara pembenihan ikan Gurami (Osphronemus gouramy Lac) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi.
Untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan, terutama pada teknik pembenihan ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ASAL-USUL DAN PENYEBARAN
Gurami (Osphronemus gouramy Lac) merupakan ikan asli Indonesia yang diperkirakan sudah dipelihara sejak zaman Raja Galuh di Priangan Timur, yang sekarang menjadi Kabupaten Ciamis. Pada saat itu gurami hanya dinikmati oleh kalangan kerajaan. Pemeliharaan gurami lalu menyebar ke berbagai daerah di Ciamis seperti Cikoneng, Cijeunjing, Purbaratu, Sadanaya, Bojongnangka, Sikamenak, Cibodas, Galunggung, Kawalu, lalu ke Singaparna di Tasikmalaya (Agromedia, 2007).
Ada dua pendapat mengenai asal usul atau sejarah ikan ini. Pendapat pertama menyatakan bahwa ikan ini berasal dari perairan asli Indonesia. Bahkan diperkirakan sudah mulai dipelihara sejak zaman Raja Galuh di Priangan Timur yang sekarang menjadi wilayah di Jawa Barat. Pendapat kedua mengatakan bahwwa gurami merupakan ikan asli perairan Asia Tenggara. Ikan ini tidak hanya ada di Indonesia, tetapi juga terdapat di Thailand dan Malaysia (Bachtiar, 2010).
2.2 KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI
Ikan gurami termasuk dalam bangsa ikan Labyrinthici, yaitu bangsa ikan tang memiliki alat pernapasan tambahan (labirin), disamping juga memiliki insang untuk bernafas. adanya labirin memungkinkan gurami untuk hidup pada perairan tergenang dengan kadar oksigen rendah dan dapat mengambil oksigen langsung dari udara. Menurut Saanin (1968), penggolongan ikan Gurami berdasarkan ilmu taksonomi hewan adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Ordo : Labyrinthici
Famili : Anabantidae
Genus : Osphronemus
Spesies : Osphronemus gouramy, Lac.
Bentuk tubuh gurami agak panjang, tinggi dan pipih ke samping. Panjang maksimum mencapai 65 cm, tinggi badan adalah 2,0 – 2,1 kali dari panjang tubuh gurami pada umumnya. Ukuran mulutnya kecil, miring, dan dapat disembulkan. Gurami memiliki garis lateral (gurat sisi) tunggal, lengkap dan tidak terputus. Sisiknya stenoid (tidak membulat secara penuh) dan berukuran besar. Ikan ini memiliki gigi pada rahang bawah. Pada bagian pangkal ekor terdapat titik hitam bulat. Sirip ekor membulat dan mempunyai sepasang antena yang panjang dan berfungsi sebagai alat peraba. Secara umum, tubuh gurami berwarna kecoklatan dengan bintik hitam didasar sirip dada. Gurami muda memiliki dahi berbentuk normal atau rata. Semakin gurami dewasa, ukuran dahi menjadi semakin tebal dan tampak menonjol. Selain itu, pada tubuh gurami muda terlihat jelas terdapat 8-10 garis tegak vertical. Garis ini akan menghilang setelah ikan beranjak dewasa (Amri, K & Khairuman, 2003).
2.3 KEBIASAAN IKAN GURAMI
2.3.1 HABITAT
Di alam, ikan gurami mendiami perairan yang tenang dan tergenang seperti rawa-rawa, situ dan danau. Kehidupannya yang menyukai perairan bebas arus itu terbukti, ketika gurami sangat mudah dipeligara di kolam-kolam terenang (Sitanggang dan Sarwono, 2006).
Habitat ikan gurami yaitu air tawar, air payau, dan benthopelagic. Namun habitat asli ikan gurami beada di perairan tawar yang airnya jernih, tenang, dan dalam, seperti rawa sungai yang alirannya tidak deras, atau di perairan tergenang lainnya. Gurami dapat berkembang biak dengan baik di dataran rendah hingga sedang, yakni antara 400-600 mdpl. Tetapi jika budidaya dilaukan di daerah yang berketinggian lebih dari 600 meter mdpl, pertumbuhan gurami akan sangat lambat. Hal ini disebabkan ketinggian lebih dari 600 mdpl mempunyai suhu udara dingin sehingga gurami akan kehilangan nafsu makan ketika suhu udara dan air sangat rendah (Bachtiar, 2010).
Ikan gurami hanya dapat hidup di kolam yang tidak padat ditumbuhi tumbuhan air. Di kolam yang tertutup rapat oleh tumbuhan air yang mengapung, ikan sering ditemukan mati. Di kolam pemeliharaan, ikan gurami sering terlihat bergerak naik turun daripada bergerak horizontal. Ikan ini tak lebih daripada ikan yang malas, hanya saja bila ada benda asing yang mengapung diatasnya yang disangkanya makanan, ikan ini akan segera mencaploknya dengan gerakan yang gesit (Susanto, 1987). Menurut Respati, ikan gurami dapat tumbuh dengan baik pada kondisi air yang mempunyai suhu 24ᵒ-28ᵒc dan pH air antara 6,5 hingga 7,5.
2.3.2 KEBIASAAN MAKAN
Berdasarkan kebiasaan makan, pada waktu larva ikan gurami bersifat karnivora (pemakan daging). Sedangkan pada gurami dewasa berubah menjadi ikan pemakan segala (omnivora) yang cenderung pemakan tumbuhan. Gurami pada waktu larva terutama setelah telur menetas menyukai jasad renik seperti kutu air, cholera, rotifer, dan artemia. Pada gurami stadia benih menyukai dan memakan cacing sutera (Tubifex sp) dan dilanjutkan tumbuh-tumbuhan seperti daunt alas/sente, ketela pohon, kangkung, dan daun pepaya. Pada pemeliharaan ikan gurami secara intensif maka keberadaan pakan buatan (pellet) mutlak diberikan (Mahtudfin, 2009).
2.3.3 KEBIASAAN BERKEMBAG BIAK
Waktu memijah ikan Gurami adalah sepanjang tahun. Gurami memijah sepanjang musim kemarau, namun apabila dipelihara di kolam budidaya, gurami dapat berkembang biak sepanjang tahun. Tingkat keberhasilan pemijahan yang paling tinggi yaitu pada setiap akhir musim penghujan yaitu menjelang musim kemarau. Pada saat air kolam agak surut dan suhu air agak meningkat, gurami terangsang untuk melakukan pemijahan. Gurami berkembang biak secara ovipar (eksternal) yaitu pembuahan terjadi diluar tubuh. Dalam 1 tahun induk gurami dapat 2 kali memijah (Mahyuddin, 2009).
Kematangan kelamin (gonad) terjadi pada umur 2-3 tahun. Ikan ini mempunyai kebiasaan membuat sarang terlebih dahulu dari ijuk atau rumput-rumputan setiap kali akan bekembang biak. Sarang biasanya berdiameter antara 30-38 cm, yang ditempatkan tersembunyi diantara rerumputan atau tanaman air. Pada saat pemijahannya, telur-telur akan dimasukkan kedalam sarang dan dijaga oleh induk jantan, tetapi selesai pemijahan, biasanya tanggung jawab penjagaan keturunan ini diserahterimakan kepada induk betina (Susanto, 1987).
BAB III KEADAAN UMUM LOKASI
3.1 Sejarah Berdirinya Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar
(BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat
Kehadiran Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) diawali menjelang berakhirnya masa penjajahan Belanda. Pada tahun 1920, pemerintahan Hindia Belanda mendirikan sebuah Lembaga Pendidikan Pertanian (culture school/landbouw school) di Sukabumi. Pada masa pendudukan Jepang (1943-1945), nama lembaga ini diubah menjadi Nougakko (Japan authority), yang juga berarti Sekolah Pertanian. Memasuki masa kemerdekaan pada tahun (1946–1953), dengan peran dan fungsi yang sama, nama lembaga ini menjadi Sekolah Pertanian Menengah.
Kiprah dalam dunia perikanan secara khusus dimulai pada tahun (1954-1967), ketika lembaga ini ditetapkan sebagai Pusat Latihan Perikanan. Tahun (1968-1975) sebutan IT Perikanan (Training Center Perikanan) telah digunakan. Kemudian lembaga ini difungsikan sebagai Pangkalan Pengembangan Pola Keterampilan Budidaya Air Tawar (P3KBAT) sejak tahun (1976-1978). Peran P3KBAT ditingkatkan ketika pada tahun (1978-2006) secara resmi menjadi Balai Budidaya Air Tawar (BBAT), salah satu unit pelaksanaan teknis Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian.
Untuk meningkatkan peran dan fungsi dalam pelaksanaan tugas-tugas serta beban kerja yang juga semakin meningkat, pada tanggal 12 Januari 2006 Menteri Kelautan dan Perikanan menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Per.06/MEN/2006 yang menetapkan lembaga ini menjadi Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT).
Pada pertengahan Juni 2014 Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi berubah nama menjadi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi sampai sekarang. Dan terjadi beberapa perubahan nama pada bagian struktural kepegawaian BBPBAT Sukabumi. Berdasarkan Peraturan Menteri tersebut, kedudukan BBPBAT adalah sebagai unit pelaksana teknis dibidang pengembangan budidaya air tawar yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
3.2 Letak Geografis Dan Topografi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, terletak di Kelurahan Selabatu Kecamatan Sukabumi Utara, Kotamadya Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Tepatnya 3 Km kearah objek parawisata Selabintana atau 120 km dari Jakarta menuju arah tenggara. Luas area yaitu 25,6 Ha yang terdiri dari 17,6 Ha perkolaman (121 kolam), 5 Ha perumahan, pekarangan dan sawah serta 3 Ha perkantoran, laboratorium, wisma tamu dan sarana pendukung lainnya. Lokasi tersebut terhampar di ketinggian 700 m diatas permukaan laut dengan suhu harian berkisar antara 22-27 0C. Air yang dimanfaatkan berasal dari sumber air tanah serta air permukaan dari Gunung Gede yaitu Sungai Panjalu, Sungai Cipelang dan Sungai Cisarua.
Gambar 1. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (dokumentasi KKP 2017)
3.3 Tugas dan Fungsi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat
Tugas yang dibebankan pada BBPBAT adalah melaksanakan pengembangan dan penerapan teknik pembenihan, pembudidayaan, pengelolaan kesehatan ikan dan pelestarian perlindungan budidaya air tawar. Dalam melaksanakan tugas BBPBAT Sukabumi menyelenggarakan fungsi:
Identifikasi dan perumusan program pengembangan teknik budidaya air tawar
Pengujian standar pembenihan dan pembudidayaan ikan air tawar.
Pengujian alat, mesin dan teknik pembenihan serta pembudidayaan ikan air tawar.
Pelaksanaan bimbingan penerapan standar pembenihan dan pembudidayaan ikan air tawar.
Pelaksanaan sertifikasi mutu dan sertifikasi personil pembenihan dan pembudidayaan ikan air tawar.
Pelaksanaan produksi dan pengelolaan induk penjenis dan induk dasar ikan air tawar.
Pengawasan pembenihan, pembudidayaan ikan serta pengendalian hama dan penyakit ikan air tawar.
Pengembangan teknik dan pengujian standar pengendalian lingkungan dan sumberdaya induk dan benih ikan air tawar.
Pengelolaan sistem jaringan laboratorium penguji dan pengawasan perbenihan dan pembudidayaan ikan air tawar.
Pengembangan dan pengelolaansistem informasi dan publikasi pembudidayaan ikan air tawar.
Pengelolaan keanekaragaman hayati.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
3.4 Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat
Struktur organisasi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 2. Struktur Organisasi di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat (dokumentasi KKP 2017)
Adapun komponen-komponennya terdiri dari :
Kepala Balai BBPBAT Sukabumi
Tugas dari kepala BBPBAT Sukabumi adalah sebagai penanggung jawab terhadap urusan internal dan eksternal.
Kabag Tata Usaha
Bagian tata usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha balai. Dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsi pelaksanaan urusan kepegawaian, surat menyurat, rumah tangga, perlengkapan dan pelaksanaan urusan keuangan.
Kasubbag Keuangan dan Umum
Bagian keuangan melakukan pengelolaan urusan administrasi keuangan dan barang kekayaan milik negara serta penyiapan bahan penyusunan evaluasi dan pelaporan BBPBAT.
Bidang Uji terap Teknik dan Kerjasama
Bidang standarisasi dan informasi melaksanakan penyiapan dan standar teknik, alat dan mesin pembenihan, pembudidayaan, pengendalian hama dan penyakit ikan air tawar, pengendalian lingkungan dan sumber daya induk dan benih ikan air tawar, serta pengelolaan jaringan informasi dan perpustakaan.
Seksi Standarisasi
Seksi standarisasi melakukan penyiapan bahan standar pengujian dan bimbingan penerapan standar pembenihan, pembudidayaan, pengendalian hama, penyakit ikan, lingkungan dan sumber daya induk dan benih ikan air tawar.
Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok jabatan fungsional menyelenggarakan kegiatan perekayasaan, pengujian, penerapan, dan bimbingan pelayanan standar teknik, alat dan mesin, serta sertifikasi pembenihan dan pembudidayaan, pengendalian hama dan penyakit ikan, pengawasan benih dan pembudidayaan serta penyuluhan dan kegiatan lain yang sesuai dengan tugas masing-masing jabatan fungsional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melakukan fungsi teknis maupun administrasi, Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi menggunakan sistem pemilihan yang sesuai dengan keterampilan dan keahlian masing-masing.
3.5 Sumber Daya Manusia di Balai Besar Perianan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu unsur yang paling penting di dalam suatu organisasi baik dalam oemerintahan maupun non-pemerintahan, perekruitan pegawai harus benar-benar pegawai yang ahli dalam bidangnya supaya hasil yang dicapai juga maksimal. Sumber daya manusia di BBPBAT Sukabumi merupakan pegawai yang sangat bersungguh-sungguh dalam melakukan tugas-tugas dalam bidangnya dan saling membantu terhadap bidang yang lain dengan dilakukan rolling kepada pegawai setiap tahunya untuk menghasilkan tenaga kerja yang berwawasan luas. Struktur BBPBAT dilengkapi 128 orang pegawai, termasuk di dalamnya kelompok pejabat fungsional yang terdiri dari perekayasa, teknisi litkayasa, pengawas benih, pengawas budidaya, pengendali hama dan penyakit, pustakawan dan pranata humas. Sumberdaya manusia yang tersedia mendukung kemampuan BBPBAT untuk melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dalam bidang perekayasaan pengembangan budidaya air tawar serta memberikan bantuan teknis dan pelatihan budidaya air tawar. Kondisi kepegawaian BBPBAT Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kondisi Pegawai BBPBAT Tahun 2015 Berdasarkan Tingkat Pendidikan
dan Profesi
NO
PROFESI
PENDIDIKAN
Jumlah
S-2
S-1/D4
D-3
SLTA
SLTP
SD
1
STRUKTURAL
Kepala Balai
1
-
-
-
-
-
1
Tata Usaha
-
4
4
18
-
1
27
Pengujian dan Dukungan Teknis
-
1
2
15
-
-
18
Uji TerapTeknik dan Kerjasama
-
4
-
1
-
-
5
2
FUNGSIONAL
Perekayasa
16
9
-
-
-
-
25
Litkayasa
-
7
6
15
-
-
28
Pengawas dan PHPI
-
13
3
5
-
-
21
Pustakawan
-
-
-
1
-
-
1
Pranata Humas
-
-
1
1
-
-
2
JUMLAH TOTAL
17
38
16
56
0
1
128
Sumber : BBPBAT Sukabumi, 2016
3.6 Visi dan Misi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat
Visi dari BBPBAT Sukabumi adalah mewujudkan balai sebagai institusi pelayanan prima dalam pembangunan dan pengembangan sistem usaha budidaya air tawar yang berdaya saing, berkelanjutan dan keadilan. Sedangkan misi dari BBPBAT Sukabumi adalah :
Meningkatkan kapasitas kelembagaan.
Mengembangkan rekayasa teknologi budidaya berbasis akuabisnis dan melaksanakan alih teknologi kepada dunia usaha.
Mengembangkan sistem informasi iptek perikanan.
Meningkatkan jasa pelayanan dan sertifikasi.
Memfasilitasi upaya pelestarian sumberdaya ikan di Indonesia.
3.7 Sarana dan Prasarana
3.7.1 Sarana
Sarana pokok yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan pada Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar, terdiri dari:
Gedung Utama
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) menggunakan gedung utama sebagai ruang perkantoran (2.467 m2), perpustakaan (96 m2), ruang pertemuan (375 m2), wisma tamu (580 m2), aula kapasitas 100 orang.
Gambar 3. Gedung Utama BBPBAT (dokumentasi KKP 2017)
Hatchery
Hatchery berfungsi untuk melakukan kegiatan pembenihan ikan yang terdiri dari divisi carp (mas, grass carp, mola, nilem), indoor hatchery (lele, patin, baung), divisi ikan hias (koi dan mas koki), divisi NBC (Gurami dan nila), divisi kodok, dan divisi udang galah.
Gambar 4. Hatcery BBPBAT (dokumentasi KKP 2017)
Laboratorium
Laboratorium yang dimiliki oleh BBPBAT Sukabumi adalah laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan, laboratorium kualitas air, laboratorium pakan (pakan buatan dan pakan alami), dan laboratorium karantina ikan.
Gambar 5. Laboratorium BBPBAT (dokumentasi KKP 2017)
Kolam
Kolam yang ada di BBPBAT Sukabumi sebanyak 126 kolam dengan luas 10 ha yang berada di Jl. Selabintana Sukabumi, Pelabuhan Ratu Sub Unit, kolam air deras (SUKAD) Cisaat, dan karamba jarring apung (KJA) di Waduk Cirata Cianjur. Kolam yang ada digunakan untuk kegiatan pembenihan, pembesaran, pemeliharaan induk penerapan teknik budidaya air tawar dan perekayasaan.
Gambar 6. Kolam BBPBAT (dokumentasi KKP 2017)
Perpustakaan
Perpustakaan yang terdiri dari berbagai macam informasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan pengetahuan karyawan, peserta KKP, magang, prakerin, penelitian, dan umum. Informasi yang didapat baik tentang perairan tawar, perairan payau, dan perairan laut. Literatur yang ditemukan umumnya berbagai macam bisa berupa buku, jurnal, leaflet, skripsi dan laporan.
Gambar 7. Perpustakaan BBPBAT (dokumentasi KKP 2017)
Gudang pakan
Gudang pakan digunakan untuk menyimpan pakan pellet maupun pakan crumble di gudang tersebut, untuk menghindari hal yang tidak di inginkan. Gudang pakan dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 8.Gudang Pakan BBPBAT (dokumentasi KKP 2017)
Energi listrik
Energy listrik di seluruh kegiatan BBPBAT Sukabumi bersumber dari PLN Distribusi Jawa Barat Cabang Sukabumi dengan daya sebesar 53 KVA untuk lokasi BBPBAT di Jl. Selabintana dan sebagai sumber cadangan digunakan generator sebanyak 1 unit dengan daya 80 KVA. Gambar generator listrik dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 9. Energi Listrik BBPBAT (dokumentasi KKP 2017)
Sumber Air
BBPBAT Sukabumi memiliki 6 sumber air yaitu dari sungai Cisarua, sungai Panjalu dan 4 sumur bor. Air yang berasal dari sumur bor disedot menggunakan pompa yang berdaya 1300 watt dengan debit 0,5 L/detik dan dimanfaatkan untuk kegiatan pembenihan di hatchery. Sedangkan air dari sungai Panjalu dan sungai Cisarua yang mata airnya terdapat di kaki Gunung Gede memiliki debit air 89,1 L/detik dan dimanfaatkan untuk mengisi unit-unit perkolaman yang ada di BBPBAT Sukabumi. Air yang masuk dari sumber air tidak langsung digunakan untuk budidaya, tetapi di tampung terlebih dahulu di kolam pengendapan, setelah itu baru dialirkan ke kolam-kolam budidaya.
3.7.2 Prasarana
Prasarana merupakan fasilitas yang menunjang segala kegiatan di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT). Prasarana yang digunakan meliputi:
Alat Transportasi
Sarana transportasi yang dimiliki di BBPAT Sukabumi terdiri atas kendaraan roda dua dan roda empat untuk memudahkan petani atau pegawai dalam menjalankan kegiatan budidaya.
Gambar 10. Alat Transportasi bbpbat (dokumentasi KKP 2017)
Sistem Komunikasi
Sistem komunikasi diperlukan dalam menjalankan suatu usaha untuk mendapat informasi yang dibutuhkan baik dari dalam maupun dari luar lingkup hatchery. Alat komunikasi yang digunakan di BBPBAT adalah telepon (Hand Phone), sedangkan bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, Sunda dan Jawa.
Rumah Jaga
Usaha pembesaran udang galah juga didukung dengan adanya prasarana. Tambak sawah BBPBAT memiliki prasarana berupa rumah jaga dan gudang pakan. Rumah jaga berfungsi untuk menjaga tambak sawah agar dalam keadaan aman dan sebagai tempat istirahat petani dan gudang pakan yang berfungsi untuk tempat penyimpanan persediaan pakan.
Aula
Aula digunakan untuk pertemuan umum, atau sebagai ruang rapat pegawai dan tempat pertemuan dengan kapasitas 150 orang.Gambar aula dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 11. Aula BBPBAT (dokumentasi KKP 2017)
Rumah Pegawai
Rumah dinas pegawai di BBPBAT di bangun di daerah kawasan BBPBAT Sukabumi. Rumah pegawai ini berfungsi sebagai tempat tinggal pegawai yang bekerja di BBPBAT. Dapat dilihat pada gmbar berikut.
Gambar 12.Rumah Pegawai BBPBAT (dokumentasi KKP 2017)
Wisma Tamu
Wisma tamu di gunakan untuk melayani tamu – tamu yang berkunjung ke BBPBAT Sukabumi dengan jangka waktu berhari, maka dari itu di persiapkan dengan wisma tamu. dengan luas 3 ha untuk perkantoran,laboraturium, wisma tamu dan sarana pendukung lainya.
Gambar 13.Wisma Tamu BBPBAT (dokumentasi KKP 2017)
Masjid
Masjid di BBPBAT Sukabumi dengan nama masjid At-taqwa. Yang digunakan sebagai tempat ibadah pagawai yang beragama islam di BBPBAT Suka bumi. Dapat di lihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 14. Masjid BBPBAT (dokumentasi KKP 2017)
Pos Jaga
Pos jaga di BBPBAT menggunakan jasa satpam dengan 24 jam penjagaan ketat, dengan penjagaan 6 orang satpam di hari senin sampai dengan hari jum'at. Apabila hari sabtu dan hari minggu hanya 4 orang jasa satpam yang bertugas untuk berjaga di BBPBAT Sukabumi. Total jumlah jasa satpam di BBPBAT Sukabumi yaitu 12 orang.
Gambar 15. Pos Jaga BBPBAT (dokumentasi KKP 2017)
Koperasi
Koperasi di BBPBAT Sukabumi, menjual beragam macam kebutuhan mulai dari makanan, kaos peserta KKP, dan alat – alat perikanan yang di butuhkan pegawai untuk bekerja. Sumber dana yang dimiliki oleh koperasi ini ialah berasal dari pegawai yang bekerja di BBPBAT Sukabumi yang menanamkan saham sebagai modal usaha di koperasi ini, koperasi ini diberi nama "koperasi Mina karya".
Gambar 16. Koperasi BBPBAT (dokumentasi KKP 2017)
BAB IV. METODEOGI
4.1 WAKTUDAN TEMPAT
Kuliah Kerja Praktek (KKP) ini dilaksanakan mulai dari tanggal 17 Januari 2017 sampai dengan 15 Februari 2017, berlokasi di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat.
4.2 METODE KERJA
Adapun metode kerja yang digunakan dalam Kuliah Kerja Nyata (KKN) ini adalah sebagai berikut :
1. Pengumpulan data primer, metode ini dilakukan dengan cara mengikuti langsung kegiatan di lapangan, melakukan pengamatan, serta mengikuti secara rutin dan ikut andil dalam setiap kegiatan kelompok kerja (Pokja) Gurami & Nila serta mengikuti prosedur kerja yang diterapkan di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi.
2. Pengumpulan data sekunder, adalah dengan melakukan wawancara terhadap staf teknis gurami untuk mendapat pengetahuan tambahan guna melengkapi data yang diperoleh dari seluruh kegiatan selama KKP dan melakukan studi pustaka sebagai tambahan untuk referensi melengkapi data-data yang ada.
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 PENGELOLAAN INDUK
5.1.1 SELEKSI INDUK
Induk sangat berpengaruh dalam hal produksi benih, untuk itu diperlukan pengelolaan yang tepat terhadap induk gurami. Gurami yang dibudidayakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi berjenis gurami soang. Jenis gurami ini memiliki tubuh yang cukup bongsor dengan berat rata-rata 8kg//ekor. Telur yang dihasilkan juga relative banyak. Indukan gurami yang baik adalah yang berusia antara 3 – 3,5 tahun untuk induk betina, dan 2,5 – 3 tahun untuk induk jantan dengan bobot induk 2-3 kg/ekor. Masa produksi optimal untuk induk Gurami dapat mencapai 5-7 tahun, dengan periode memijah sepanjang tahun dan selang waktu (interval) masa memijahnya adalah 45-60 hari.
Menurut Adnan dkk (2002) gurami yang siap dijadikan induk memiliki tingkah laku yang berbeda dengan gurami lain. Tingkah laku tersebut diantaranya suka pada air tenang, senang berkumpul di tengah kolam, dan gemar pada makanan dari dedaunan. Jika berkumpul ditengah kolam, berarti ikan sedang bercengkrama. Kebiasaan ini dilakukan indukan betina untuk menarik perhatian ikan gurami jantan, setelah gurami jantan membuat sarang guna menyimpan telur.
Secara umum, ciri-ciri indukan gurami adalah sebagai berikut : 1). sehat, tidak terdapat cacat, 2). Sisik tersebar merata, teratur, dan berukuran agak besar, 3). Sisik tidak terluka dan tidak ada yang terlepas, 4). Bentuk ukuran tubuh proposional, 5). Bentuk sirip normal, dan 6). Pergerakan dan cara renangnya normal. Perbedaan antara induk jantan dan betina dapat dikenali dari ciri-ciri fisik seperti pada table berikut :
Ciri-ciri fisik
Betina
Jantan
Dahi
Normal
Menonjol
Tutup insang
Putih kecoklatan
Kekuningan
Dasar sirip dada
Lebih gelap
Agak terang
Dagu
Tidak menebal
Sedikit menonjol
Bentuk perut
Membulat
Meruncing
Ujung sirip ekor
Membulat
Rata
Susunan sisik
Agak membuka
Susunan sisik normal
Tabel 1 : Perbedaan gurami jantan dan betina
5.1.2 KOLAM INDUKAN
Kolam indukan berfungsi sebagai tempat pemeliharaan sekaligus pemijahan bagi ikan gurami. Kolam pemeliharaan induk biasanya berbentuk persegi atau persegi panjang yang dindingnya bersemen ataupun tanah dengan dasar tanah liat. Kolam indukan di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi berdinding semen dengan dasar tanah liat.
Terdapat tiga kolam pemeliharaan induk sekaligus kolam pemijahan di BBPBAT Sukabumi, yaitu kolam D3, D4, dan D17. Tiap kolam memiliki ukuran yang berbeda-beda dengan kedalaman kolam antara 100-120 cm. Indukan gurami di pelihara dalam kolam dan diberi pembatas/sekat untuk tiap paket indukan. Tiap satu sekatnya berisikan 1 induk jantan dan 3 induk betina. Ukuran sekat masing-masing kolam berukuran 4x4x1 m2. Penyekatan dilakukan menggunakan jaring nilon dengan net size 3 cm dan disangga dengan penyangga besi berdiameter 1 inchi. Pemberian sekat bertujuan untuk mengisolasi gurami dari ikan lain yang dapat mengganggu pemijahan gurami.
Sebelum penebaran untuk pemeliharaan induk, terlebih dahulu dilakukan persiapan kolam yang meliputi penyurutan air, pengeringan, dan pengisian kembali air kedalam kolam. Penyurutan air dengan cara menyedot air menggunakan mesin pompa air selama 6 jam. Setelah air surut, kolam dikeringkan dengan cara dijemur sampai kering selama 4-7 hari atau sampai tanah dasar kolam telihat retak-retak, hal ini bertujuan untuk menghilangkan senyawa beracun (Amri, Khairuman 2003). Tetapi selama kegiatan Kuliah Kerja Praktek berlangsung, tidak ada kegiatan persiapan kolam seperti penyurutan air dan pengeringan kolam. Selain itu, untung menyurutkan air kolam di BBPBAT Sukabumi adalah dengan menutup saluran inlet dan membuka saluran outlet sehingga tidak dibutuhkan mesin pompa air.
Persiapan kolam yang dilakukan selama kegiatan Kuiah Kerja Praktek (KKP) adalah perbaikan tatakan ijuk sebagai bahan sarang. Perbaikan dilakukan bertujuan untuk memperbaiki kolam sekat sehingga dapat meningkatkan optimalisasi pemijahan ikan gurami. Bahan tatakan ijuk terbuat dari pipa PVC berukuran 1 inci, batang bambu, tali nilon, kawat besi dan tang. Meja sarang berukuran 50x50cm2 dengan ketinggian tatakan adalah 4-5 cm dari permukaan air yang bertujuan agar ijuk tidak terendam air yang dapat menyebabkan ijuk berlumpur dan bau. Tempat sarang dibuat dari keranjang sampah plastic (basket) yang diikat pada bambu menggunakan kawat, dan ditenggelamkan dengan cara ditancapkan bambu kedalam kolam. Ketinggian sarang dari permukaan air adalah 10-15 cm dengan tujuan mempermudah pengecekan telur.
Sistem pengairan di kolam pemeliharaan induk dan pemijahan gurami adalah sirkulasi secara terus menerus (flowtrough), yaitu air terus berganti setiap waktu. Sumber air sendiri berasal dari sungai Panjalu dan sungai Cisaat kaki gunung gede yang mengalir melalui irigasi dan aliran air menuju ke kolam. Sumber air lainnya berasal dari sumur bor dan sumur artesis.
Gambar 17. Kolam pemeliharaan induk dan pemijahan gurami (sumber: dokumentasi pribadi)
Gambar 18. Lokasi Kolam pemeliharaan induk dan pemijahan gurami (sumber: google earth)
Gambar 19. Perbaikan tatakan ijuk (sumber: dokumentasi pribadi)
5.1.3 PEMBERIAN PAKAN
Induk ikan gurami berasal dari BBPBAT Sukabumi sendiri, yaitu hasil seleksi dari pembesaran gurami yang juga dilakukan di BBPBAT Sukabumi. Kegiatan pemeliharaan induk bertujuan mempercepat proses pematangan gonad serta menjaga kesehatan induk. Selama kegiatan Kuliah Kerja Praktek, kegiatan pemeliharaan induk tidak dilakukan secara terpisah, melainkan disatukan dalam satu kolam sekaligus dengan kegiatan pemijahan karena indukan sudah siap untuk memijah.
Pakan induk gurami yang diberikan dibedakan menjadi 2 macam, yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami yang diberikan berupa daun talas atau yang lebih dikenal dengan Sente, dan kecambah kacang hijau (toge). Sedangkan pakan buatan yang diberikan adalah berupa pellet apung. Frekuensi pemberian pakan adalah dua kali sehari yaitu pada pagi hari antara pukul 07.00-08.00 dan sore hari antara pukul 15.30-16.00 . Pemberian ketiga jenis pakan tersebut juga diatur sesuai jadwal harinya. Adapun daun sente diberikan pada hari Senin, Rabu, dan Kamis, Kecambah pada hari Selasa dan Jumat, dan pakan Pellet pada hari Sabtu dan Minggu. Jadwal tersebut dapat berubah, terutama ketika ketersediaan daun sente berkurang, maka akan digantikan dengan pemberian pakan pellet.
Daun sente (Alokasia macrorrhizos) adalah salah satu pakan alami yang sering diberikan oleh pembudidaya sebagai pakan gurami. Biasanya daun sente ditanam berdekatan dengan kolam yakni di sekitaran pinggir pematang kolam agar mudah untuk mengambilnya. Tanaman sente mengadung saponin, flavonoid, dan polifenol yang terkandung pada daun dan batangnya. Kandungan senyawa tersebut dapat meningkatkan daya tahan ikan gurami terhadap serangan penyakit seperti bisul, dan mata belo.
Pemberian daun sente selain sebagai pakan alami, juga untuk menekan pemberian pakan buatan pabrik yang relatif berharga tinggi, sehingga sedikit dapat menekan pengeloaran untuk pakan. Di BBPBAT Sukabumi, daun sente dapat ditemui disekitaran kolam gurami dan kolam nila. Daun sente yang diberikan adalah daun dari batang terluar dari tiga batang daun dalam satu tumbuhan sente, sehingga disisakan dua batang untuk menjaga siklus pertumbuhan daunnya tetap stabil.
Dalam satu periode pertumbuhan daun sente membutuhkan waktu kurang lebih antara 10-14 hari dari mulai pertumbuhan tunas baru sampai daun tumbuh sempurna. Selain daunnya, batang sente juga dapat diberikan sebagai pakan gurami pada tahap pembesaran yaitu dengan mengiris batang sente menjadi bagian kecil. Jumlah sente yang diberikan adalah sebanyak 3-4 daun sente per sekat nya dengan panjang 60 cm dan lebar daun 35 cm. Berat total rata-rata daun yang diberikan adalah sekitar 170.7 gram/sekat atau 42.75 gram per ekor indukan.
Gambar 20. Daun sente (Alokasia macrorrhizos) (sumber: dokumentasi pribadi)
Gambar 21. Pemberian pakan daun sente (sumber: dokumentasi pribadi)
Pakan alami lainnya yang diberikan adalah kecambah atau tauge, yang biasa diberikan setiap hari selasa dan jumat. Sama seperti sente, tujuan pemberian kecambah adalah untuk menekan penggunaan pakan buatan. Kecambah memiliki manfaat yang baik bagi indukan gurami, yaitu dapat merangsang kematang gonad. Hal ini dikarenakan kecambah kacang hijau mengandung Vitamin E yang sangat tinggi. Kandungan lain yang terkandung dalam kecambah adalah protein, riboflavin, magnesium, dan asam folat.
Jumlah kecambah yang diberikan sebagai pakan gurami di BBPBAT Sukabumi adalah 10 Kg dan harus dihabiskan dalam sekali pemberian. Kecambah biasanya diberikan pada pagi hari, pada hari yang di jadwalkan sedangkan sore harinya akan diberikan pakan pellet. Cara pemberian kecambah adalah dengan memadatkan kecambah dalam genggaman kedua tangan agar tidak menyebar lalu dilemparkan pada satu titik di bagian kolam agar gurami mudah memakannya. Tiap masing masing kolam biasanya mendapatkan 3 genggang kecambah, atau jika dibagikan total berat kecambah, maka tiap-tiap sekatnya akan mendapatkan 169.4 g/sekat.
Gambar 22. Pakan Kecambah (sumber: dokumentasi pribadi)
Pakan tambahan adalah berupa pellet yang disesuaikan dengan pemberian pakan alami. Pellet diberikan pada hari sabtu dan minggu, juga disesuaikan dengan pakan lainnya. Pellet yang diberikan adalah berupa pakan apung bermerek Comfeed LA 12. Pemberian pakan pellet sama seperti pakan alami, yaitu diberikan sebanyak 2 kali sehari dengan persentase 2% dari biomassa. Dalam pemeliharaan induk, ikan gurami harus diberi pakan dengan kandungan protein yang cukup dan tidak mengandung lemak yang berlebih. Kelebihan lemak dapat mengganggu proses penyemprotan telur pada waktu memijah (Saparinto, 2008). Sebelum diberikan, pellet terlebih dahulu direndam dengan air agar pellet mudah dibentuk, hal ini dilakukan untuk meminimalisir persaingan pakan dengan ikan-ikan lain yang menjadi hama dalam kolam pemijahan. Kandungan nutrisi dalam pakan komersil dapat dilihat pada table dibawah.
No.
Kandungan
Jumlah
1
Protein
32-34%
2
Lemak
5%
3
Serat kasar
6%
4
Abu
12%
5
Kandungan air
12%
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Pelet
(sumber: tertera pada kemasan, 2017)
Gambar 23. Pakan Pellet (sumber: dokumentasi pribadi)
5.1.4 PENGELOLAAN KUALITAS AIR
Sistem pengairan pada kolam pemeliharaan induk dan pemijahan induk gurami di BBPBAT Sukabumi menerapkan system sirkulasi dengan cara membuka saluran inlet dan outlet. Sumber air berasal dari dungai Panjalu, Sungai Cisarua, dan sungai Cipelang. Ketiga sungai tersebut berasal dari kaki gunung Gede.
Pada bagian ujung pipa inlet, dipasang hapa halus yang bertujuan untuk menyaring kotoran, sampah, ataupun ikan-ikan lain yang dapat menjadi hama dan mengganggu kolam pemeliharaan induk dan pemijahan gurami.pengukuran kualitas air di BBPBAT Sukabumi biasanya dilakukan di Laboratorium, hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
Parameter
Rataan
Inlet
Outlet
Standar mutu air
Suhu
29.8
30.3
30.5
25-31
DO
4.84
5.82
5.33
>4
pH
7.23
7.15
7.19
6.5-8.5
Karbodioksida
10.98
10.07
10.52
<15
Amoniak
0.10
0.42
0.26
<1
Nitrit
0.012
0.024
0.018
<0.060
Sumber : Data Primer (2016) Lab Kualitas Air BBPBAT Sukabumi.
Tabel 3. Kualitas Air Kolam Pemeliharaan dan Pemijahan Induk
5.1.5 HAMA DAN PENYAKIT
Hama adalah hewan pengganggu yang dapat menyebabkan kerugian bagi suatu individu. Pada ikan gurami sendiri, ada beberapa hama yang dapat menggangu seperti ikan nila, keong, dan ikan seribu. Adanya hama mengganggu aktivitas kolam pemeliharaan dan pemijahan induk karena dapat menyebabkan persaingan terhadap makanan, oksigen, ruang gerak, dan ada yang memakan telur gurami. Penanganan hama ikan nila dan seribu adalah dengan memasang hapa berukuran halus pada inlet, sedangkan hama keong dicegah dengan cara di bersihkan menggunakan scoopnet.
Selama kegiatan KKP di BBPBAT Sukabumi, tidak ditemukan induk gurami yang terserang penyakit. Sehingga tidak dilakukan pengobatan. Pencegahan penyerangan penyakit kepada induk gurami adalah dengan cara menjaga kualitas air, penanganan induk yang baik, pemberantasan hama dan tidak memberikan pakan berlebihan, terutama pakan buatan..
Gambar 24. Hama pada kolam pemeliharaan induk dan pemijahan gurami (sumber: dokumentasi pribadi)
5.2 PEMIJAHAN
5.2.1 PROSES PEMIJAHAN
Pemijahan ikan gurami dilakukan dengan cara pemijahan alami tanpa ada campur tangan manusia. Ini dikarenakan belum ditemukannya cara pemijahan baik secara semi buatan ataupun buatan. Sebelum gurami memijah, induk jantan terlebih dulu akan membuat sarang sebagai tempat untuk induk betina meletakkan telur. Sarang tersebut dibuat oleh gurami dari ijuk yang telah disediakan pada tatakan ijuk dalam kolam pemeliharaan induk dan pemijahan. Sarang nantinya akan berbentuk seperti sarang burung. Tempat sarang gurami membuat sarang dari ijuk adalah berupa keranjang sampah (basket) plastic yang diikat pada batang bambu. Pemijahan ikan gurami yang dilakukan di Balai Besar Perikanan Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dilakukan secara massal dalam satu sekat pada kolam pemijahan. Perbandingan idukannya adalah 1:3, dengan 1 ekor jantan dan 3 ekor betina,
Pemijahan terjadi dimulut sarang dimana induk betina akan mengeluarkan telur dan induk jantan kemudian memungut telur-telur tersebut menggunakan mulutnya, lalu dimasukkan kedalam sarang. Setelahnya baru telur akan dibuahi oleh induk jantan dengan menyemprotkan spermanya.
5.2.2 PEMERIKSAAN SARANG
Pemeriksaan sarang dilakukan setiap hari pada pagi hari antara pukul 07.00-08.00 WIB. Pengecekan bermaksud untuk mengetahui ada tidaknya ikan guami yang memijah. Sarang yang berisi telur memiliki cirri-ciri antaralain seperti lubang sarang tertutup dengan rapat, induk jantan dan betina terlihat dekat dengan sarang, keluarnya bintik-bintik minyak, dan bau amis disekitaran kolam. Jika sarang ridak dapat dijangkau menggunakan tangan saat pengecekan, maka digunakan alat bantu berupa tongkat bambu, seperti pada kolam D17 yang sulit dijangkau dengan tangan.
Gambar 25. Pengecekan telur (sumber: dokumentasi pribadi)
5.2.3 PEMANENAN TELUR
Sarang yang berisi telur diambil dan diangkat secara perlahan yang selanjutnya dipindahkan kedalam jolang (ember) yang berisikan air kolam pemijahan itu sendiri. Selanjutnya, telur dipisahkan secara hati-hati agar tidak merusak telur. Telur yang telah terlepas dari ijuk akan mengapung karena mengandung minyak dan bersifat kohesif. Telur selanjutnya dihitung jumlah yang terbuahi, dan tidak terbuahi untuk selanjutnya dipindahkan kedalam bak penetasan.
Telur yang tebuahi dan telur yang tidak terbuahi memiliki perbedaan yang dapat dilihat dari perbedaan warna telurnya. Telur yang terbuahi akan berwarna kuning cerah transparan, sedangkan yang tidak terbuahi akan berwarna kuning keputihan yang kusam. Fekunditas telur gurami yang dihasilkan oleh induk betina di BBPBAT Sukabumi berkisar antara 1000-5000 butir telur per induk.
Gambar 26. Telur terbuahi dan yang tidak terbuahi (sumber: dokumentasi pribadi)
5.3 PENETASAN TELUR
5.3.1 PERSIAPAN WADAH PENETASAN DAN PEMELIHARAAN
Wadah penetasan telur dan pemeliharaan larva yang digunakan adalah berupa akuarium berukuran 60xx40x40 cm. wadah penetasan disiapkan 1-2 hari sebelum telur ditebar. Persiapan wadah meliputi pembersihan akuarium dari kotoran-kotoran, pengisian air, dan pemasangan airasi serta heater (jika dibutuhkan).
Ketinggian air yang digunakan dalam wadah penetasan adalah antara 15-20 cm dengan volum sebanyak 36 L. setelah diisi air, baru diberikan airasi dan heater sebanyak satu buah tiap akuariumnya. Airasi diseting kecil agar telur tidak teraduk dengan kencang yang dapat menyebabkan telur rusak, sedangkan heater di atur dengan suhu 28-32ᵒC.
5.3.2 PENEBARAN TELUR
Penebaran dilakukan setelah persiapan wadah selesai. Telur dipindahkan secara hati-hati dan sedikit demi sedikit agar tidak merusak telur dan minyak dari telur tidak masuk semua kedalam wadah penetasan. Telur yang ditebar akan mengapung dipermukaan akuarium karena telur masih mengandung minyak.lepadatan telur adalah 1000 butir per akuarium. Telur ikan gurami berdiameter 1-1.2 mm.
Pengecekan telur dilakukan setiap hari, karena aka nada telur yang gagal menetas karena tidak semua telur terbuahi dan ikut tertebar ke akuarium. Telur yang tidak terbuahi akan cepat terserang cendawan (jamur) atau yang lebih dikenal ddengan sebutan saprolegnia. Telur yang terserang jamur dapat menularkan telur lainnya dengan cepat bila tidak ditangani segera.
Gambar 27. Telur yang terserang Saprolegnia (sumber: dokumentasi pribadi)
5.3.3 PENETASAN TELUR DAN PEMELIHARAAN LARVA
Telur gurami menetas dalam selang waktu 36-48 jam dari sejak telur dibuahi juga tergantung dari suhu. Duhu optimal untuk penetasan telur gurami adalah 28-30ᵒC. setelah telur menetas, larva akan berenang terbalik karena masih memiliki cadangan kuningt telur yang banyak. Cadangan makanan ini akan habis pada hari ke 7-10 tergantung dari suhu karena suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan larva. Setelah cadangan kuning telur habis, larva gurami mulai membutuhkan pakan alami yang sesuai dengan bukaan mulutnya. Data sampling penetasan telur dapat dilihat pada tabel dibawah.
No.
Tanggal penebaran
Kolam/
Sekat
Telur yang tebuahi (butir)
Telur yang menetas (butir)
Telur yang tidak menetas (butir)
HR
(%)
1.
23/02/2017
D17/14
4793
4217
576
87.98%
2.
02/02/2017
D17/11
8319
7487
832
89.99%
3.
02/02/2017
D3/6
3133
3009
124
96.04%
Jumlah rata-rata
16245
14713
1532
90.57%
Sumber: Data Primer
Tabel 4. Data sampling Pengamatan HR
Formula :
HR=jumlah telur yang menetasjumlah telur yang terbuahix100%
Selain perhitungan telur yang menetas (Hatcing Rate), dilakukan juga pengamatan terhadap perkembangan telur yang menetas hingga menjadi benih. Pengamatan dilakukan mulai dari hari ke 0 sampai hari ke 10. Pengamatan terhadap perkembangan telur hingga menjadi benih dapat dilihat pada tabel dibawah.
waktu
Gambar
Keterangan
23 jam
Sudah terbentuk embrio berwarna kuning cerah transparan.
28 jam
Bintik mata mulai tampak dan terdapat benang halus setengah lingkaran di sekitar kuning telur.
33 jam
Ekor mulai terlihat jelas dan tidak lagi menempel pada embrio.
42-45 jam
Telur menetas pada suhu 28-30ᵒC.
Hari ke 2
Larva berenang terbalik dikarenakan kuningtelur yang banyak, mulai terbentuk bakal mata.
Hari ke 3
Sudah tampak guratan sirip yang transparan.
Hari ke 4
Larva masih berenang terbalik, sirip dada mulai tampak dan kunig telur berkurang.
Hari ke 5
Mulai terbentuk insang.
Hari ke 6
Larva mulai berenang normal karena kuning telur mulai sedikit.
Hari ke 7/8
Ikan gurami telah sempurna membuka mulut,bentuk tubuhnya juga sudah sempurna menyerupai induk, saluran pencernaan telah sempurna, terlihat dari usu yang bersatu dengan saluran anus sedangkan kuning telur sepenuhnya habis.
Hari ke 9
Sudah berenang cepat dan sering berada di kolom air, menandakan bahwa larva sudah benar-benar siap menerima pakan dari luar.
Sumber : Data Primer
Tabel 5. Perkembangan Telur hingga Larva
Pada saat kegiatan KKP, dilakukan juga pengukuran tingkat kelangsungan hidup (Survival Rate). Adapun data SR dimulai dari telur menetas hingga memasuki fase benih 7-8 hari, data sampling dapat dilihat pada tabel di bawah.
No.
Tanggal penebaran
Kolam/sekat
Telur menetas
Larva yang hidup
SR (%)
1.
23/02/2017
D17/14
4217
3129
74.2%
2.
02/02/2017
D17/11
7487
6184
82.5%
3.
02/02/2017
D3/6
3009
1863
61.9%
Jumlah rata-rata
14713
11176
75.9%
Sumber : Data Primer
Tabel 6. Data Sampling tingkat kelangsungan hidup
Formula :
SR= larva yang hiduptelur yang menetasx 100%
Fase larva adalah fase yang paling kritis, bahkan lebih kritis dibandingkan dengan fase penetasan telur. Tingkat kematian pada fase larva begitu tinggi. Banyak faktor yang menyebabkan tingkat kematian pada larva menjadi tinggi, faktor tersebut dapat berupa faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari perkembangan biologis larva itu sendiri atau berasal dari genetic. Faktor eksternal adalah yang disebabkan dari luar tubuh seperti kualitas air dan suhu. Faktor internal susah untuk ditangani, terlebih pada larva sedangkan faktor eksternal dapat ditangani dengan melakukan control yang baik saat pemeliharaan larva.
5.3.4 PEMBERIAN PAKAN
Pemeliharaan larva dilakukan diwadah akuarium berukuran sama seperti wadah penetasan yaitu berukuran 60x40x40 cm dengan kepadatan adalah larva yang menetas dari tahap penetasan. Larva baru akan diberikan pakan setelah cadangan makanan berupa kuning telur habis, pakan yang diberikan adalah pakan alami berupa tubivex atau daphnia. Selama KKP, pakan alami yangdiberikan untuk larva adalah tubivex. Larva tidak akan langsung makan cacing sutera karena ukuran bukaan mulutnya yang belum sesuai dengan ukuran pakan, tapi larva gurami akan memakan lender-lendir yang dihasilkan pada tubuh cacing sutera.
Menurut Khairuman dkk (2008) cacing sutra memiliki kandungan nutrisi yang lengkap dan mudah dicernah dalam usus larva ikan. kandungan nutrisi cacing sutra cukup baik dan cocok dijadikan pakan benih karna bergerakdan memiliki protein sebesar 57%, lemak 13,3%, serat kasar 2.04%, kadar abu 3.6% dan air sebesar 87,7%. Ukuran tubuhnya yang relative kecil dan elastis sesuai dengan bukaan mulut benih. Sifatnya yang selalu bergerak aktif sehingga merangsang larva ikan untuk memangsanya.
Cacing sutera tidak serta merta diberikan sebagai pakan larva gurami, cacing sutera terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel pada tubuhnya karena dikhawatrikan cacing sutera dapat membawa oenyakit bagi benih gurami jika tidak dibersihkan. Frekuensi pemberian hanya sekali dalam sehari dengan menggunakan corong pakan. Pemberian cacinng sutra diberikan sekenyang-kenyangnya ke benih ikan gurami. Pada saat benih diberikan pakan alami berupa cacing, benih menunjukkan respon yang baik. Cacing sutra yang digunakan berasal dari hasil kultur BBPBAT Sukabumi.
Gambar 28. Pakan Cacing Sutera (tubivex) (sumber: dokumentasi pribadi)
5.3.5 KUALITAS AIR
Pada masa larva hingga benih, pengelolaan kualitas air sangat perlu diperhatikan agar benih dapat tumbuh dengan optimun. Hal ini dilakukan dengan cara pengambilan larva yang mati , penyiponan kotoran dan pergantian air sebanyak 30-70% tergantung kondisi air didalam akuarium. Penyiponan bertujuan untuk membuang kotoran dan sisa-sisa pakan yang mengendap didasar akuarium. Sedangkan pergantian air dan permbuangan larva yang mati adalah untuk menjaga kualitas air agar tetap baik dan meminimalisir adanya penyakit yang dapat ditular kan dari benih yang telah mati.
Selain itu, untuk mengetahui parameter kualitas air pada akuarium pemeliharaan benih, dilakukan pengkuran kualitas air di Laboratorium Kualitas Air BBPBAT Sukabumi. Adapun hasil pengkuran parameter kualitas air dapat dilihat pada tabel dibawah.
Parameter
Satuan
Hasil
Standar Baku Mutu Air
Suhu
0C
25.8
35-31
Oksigen Terlarut (DO)
mg L-1
4.3
>4
pH
7.7
6.5-8.5
Karbondioksida (CO2)
mg L-1
14.47
<15
Amoniak (NH3)
mg L-1
0.36
<1
Nitrit (NO2)
mg L-1
0.050
<0.060
Sumber : Data Primer (2016) Lab Kualitas Air BBPBAT Sukabumi.
Tabel 7. Kualitas Air Wadah Penetasan dan Pemeliharaan Larva
5.3.6 PENANGANAN HAMA DAN PENYAKIT
Penanganan hama dan penyakit adalah dengan melakukan kontrol setiap hari, yaitu dengan mengambil telur-telur yang tidak terbuahi karena dapat terserang cendawan agar tidak menjangkiti telur atau larva yang lainnya. Pada fase larva, penanganan penyakit dilakukan adalah dilakukan pencegahan dengan pemberian garam sebanyak 1 centong atau 10 gram untuk 36 liter air akuarium yang berukuran 60x40x40 dengan ketinggian air 15-25 cm.
Gambar 29. Penyiponan dan Pengambilan larva yang mati (sumber: Dokumentasi Pribadi)
BAB VI. KESIMPULAN
Kesimpulan dari Kuliah Kerja Praktek (KKP) yang dilakukan di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi Jawa Barat Adalah :
1. Dari hasil KKP yang dilakukan di BBPBAT Sukabumi dapat disimpulkan bahwa dalam pembenihan gurami indukan yang digunakan sebaiknya yang telah berusia antara 2.5-5 tahun, dengan bobot berkisar 2.5-3.5 Kg.
2. Gurami hanya dapat dipijahkan dengan pemijahan alami, karena belum ditemukan metode yang tepat untuk melakukan metode pemijahan secara semi buatan atau buatan untuk gurami.
3. Gurami diberikan pakan yang seimbang dan bernutrisi cukup untuk memacu kematangan gonadnya, pakan alami yang diberikan berupa daun sente dan kecambah sedangkan pakan buatan berupa pellet apung bermerek comfeed LA 12.
4. Pada masa Larva, adalah fase yang sangat rentan bagi gurami. Pengontrolan yang baik pada fase ini dapat meningkatkan rasio Survival Rate benih gurami.
DAFTAR PUSTAKA
Agromedia. 2007. Panduan Lengkap Budidaya Gurami. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Amri,K. 2008. Jenis-jenis Gurami. AgroMedia. Jakarta.
Azhari. 2006. Budidaya Ikan Gurami. Azka Mulia Media, Jakarta.
Bachtiar, Yusuf. 2010. Buku Pintar Budidaya dan Bisnis Gurami. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Khairuman dan Khairul Amri, M. 2003. Pembenihan dan Pembesaran Gurami secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Mahyuddin, Kholish. 2009. Panduan Lengkap Agribisnis Ikan Gurami. Jakarta: Penebar Swadaya.
Narbuko.C dan Ahmadi.A. 2001. Metode Penelitian. Bumi Aksara. Jakarta.
Senjaya, J.T. dan M.H. Rizki, 2002. Usaha Pembenihan Gurami. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sitanggang, M dan B. Sarwono. 2006. Budidaya Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta.
Subagyo. 1991. Metode Penelitian Praktis. BDFEE. Yogyakarta. Tirta dan Riski S. 2002. Usaha Pembenihan Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susanto, H. 1987. Budidaya Ikan Di Pekarangan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tirta dan Riski. 2002. Usaha Pembesaran Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta.