Laporan Kasus Kedokteran Gigi Volume 2012 (2012), ID Artikel 615375, 3 halaman http://dx.doi.org/10.1155/2012/615375 Laporan Kasus Submandibular Sialadenitis Akut-Laporan Kasus Rakhi Chandak,1 Shirish Degwekar,1 Manoj Chandak,2 dan Shivlal Rawlani1 1
Departemen Kesehatan Mulut dan Radiologi, Rumah Sakit Universitas gigi Sharad Pawar, Datta Meghe Institute of Medical Sciences University, Maharashtra, Sawangi (M), Wardha 442.004, India 2
Departemen Konservasi Gigi, Rumah Sakit Universitas gigi Sharad Pawar, Datta Meghe Institute of Medical Sciences University, Maharashtra, Sawangi (M), Wardha 442.004, India Diterima 28 Maret 2012; Disetuui 28 Juni 2012 Editor Akademik: PG Arduino dan MADAM Machado Hak Cipta © 2012 Rakhi Chandak dkk. Ini adalah sebuah artikel akses terbuka didistribusikan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi, yang memungkinkan penggunaan tak terbatas, distribusi, dan reproduksi dalam media apapun, asalkan karya asli dikutip benar. Abstrak Banyak kondisi yang mempengaruhi kelenjar ludah. Sialadenitis akut adalah gangguan infeksi atau peradangan dari kelenjar ludah. Frekuensi pasti terjadinya sialadenitis submandibular masih belum jelas. Kondisi akut biasanya melibatkan kelenjar parotis dan submandibular. Selama proses inflamasi akut, terjadi pembengkakan kelenjar, nyeri, nyeri tekan, demam, dan kadang sulit membuka mulut. Pengobatan awal harus mencakup rehidrasi oral, antibiotik antistaphylococcal harus dimulai sambil menunggu hasil kultur. Kebersihan dan pijatan berulang pada kelenjar ketika nyeri tekan mereda. Laporan ini menggambarkan kasus sialadenitis submandibular akut pada wanita 70 tahun. 1. Pendahuluan Banyak kondisi mempengaruhi kelenjar saliva. Mereka mempengaruhi semua jaringan saliva, tapi semua kondisi mempengaruhi kelenjar parotis dan submandibula secara khusus karena ukuran dan lokasi mereka. Dewasa maupun anak-anak sering terkena [1]. Sialadenitis dari kelenjar submandibular adalah penyakit yang relatif biasa ditemui namun masih jarang dibahas. Penyebab berkisar dari infeksi sederhana sampaietiologi autoimun, meskipun tidak sesering sialadenitis dari kelenjar parotis [2].
Sialadenitis akut adalah gangguan infeksi atau peradangan dari kelenjar ludah [3]. Frekuensi pasti terjadinya sialadenitis submandibular masih belum jelas.. Insiden parotitis supuratif akut telah dilaporkan berada pada 0,01-0,02% dari semua rawatan rumah sakit. Kelenjar submandibular diperkirakan menempati sekitar 10% dari semua kasus sialadenitis dari kelenjar ludah utama. Tidak ada predileksi ras, usia dan jenis kelamin. Sialadenitis secara keseluruhan cenderung terjadi pada mereka yang lebih tua, lemah, atau dehidrasi [2]. Kondisi akut lebih biasanya melibatkan kelenjar parotis dan submandibular. Selama proses inflamasi akut, ada pembengkakan kelenjar yang terkena, nyeri, nyeri tekan, demam, dan kadang terdapat kesulitan dalam membuka mulut. Seringkali rasa sakit diperparah dengan makan karena konsumsi makanan akan merangsang aliran air liur, yang biasanya akan menyebabkan pembengkakan kelenjar dan dengan demikian memperburuk gejala yang sudah ada sebelumnya. Proses peradangan akut sebagian besar jatuh ke dalam keadaan bakterial, viral, dan autoimun. Pada gangguan kelenjar kronis, gejala mirip, meskipun jauh kurang parah. Dalam kondisi peradangan, kelenjar ini tidak begitu menjadi target serangan bakteri atau virus tetapi peradangan terjadi akibat antibodi yang diarahkan terhadap jaringan kelenjar ludah [3]. Pengobatan awal harus mencakup rehidrasi, pemberian antibiotik antistaphylococcal oral harus dimulai sambil menunggu hasil kultur. Jaga kebersihan dan pijat kelenjar ketika nyeri mereda secara berulang [1]. Laporan ini menggambarkan kasus sialadenitis submandibular akut pada wanita 70 tahun. 2. Laporan Kasus Seorang pasien wanita 70 tahun dirujuk ke departemen Kesehatan Mulut dan Radiologi dengan keluhan utama pembengkakan di sisi kiri leher sejak 12 hari dan nyeri di lokasi pembengkakan sejak 10 hari. Nyeri semakin parah saat menelan. Pasien tidak memiliki riwayat demam dan kesulitan makan dan berbicara. Pasien menyadari awalnya pembengkakan berukuran kecil dan perlahan semakin membesar sampai ukuran 4-3 cm. Riwayat medis pasien tidak ada kelainan berarti. Pemeriksaan klinis menunjukkan bahwa pembengkakan berbentuk bulat dengan diameter 4-3 cm. Pembengkakan membentang dari 1 cm di bawah batas bawah mandibula ke batas atas kartilago tiroid. Pembengkakan memiliki batas tegas dan reguler, permukaan halus dan kulit di atas pembengkakan merah dan mengkilap. Pada palpasi terasa lembut tapi suhu tidak meningkat. Konsistensi pembengkakan lembut dan kenyal dan terdapat fluktuasi yang tidak terfiksasi pada kulit. Temuan intraoral lainnya adalah karies molar kedua kiri bawah dan fraktur mahkota pada molar pertama kanan dan kiri. Dijumpai deposisi yang bermakna dari kalkulus sub dan supragingiva dan noda. Gigi yang hilang adalah molar atas kanan dan kiri. Ketika pembengkakan terlihat di sisi leher, penting untuk merumuskan diagnosis diferensial karena ini akan membantu evaluasi lebih lanjut dari kondisi dan pengelolaan pasien. Setelah
mempertimbangkan semua temuan klinis, berikut ini harus dipertimbangkan dalam diagnosis diferensial- sialadenitis submandibular akut dan pembengkakan leher jinak (Gambar 1).
Gambar 1: Foto klinis ekstraoral pembengkakan di daerah submandibula di sisi kiri. Setelah itu pasien disarankan untuk drainase abses. Pemeriksaan penunjang termasuk hemogram lengkap, radiografi intra oral, orthopantomograph dan ultrasonografi. Pemeriksaan darah rutin berada dalam batas normal. Orthopantomograph menunjukkan fraktur akar karies dengan molar kedua kiri bawah dan karies mesial lanjut dengan radiolusensi periapikal dengan molar ketiga kiri bawah. Pada USG ditemukan pembengkakan lobular, lesi hypoechoic tidak jelas dengan arsitektur USG heterogen. Echo posterior tidak berubah, karakteristik USG jaringan yang solid dan tidak ada kalsifikasi setiap diamati. USG kesan pembesaran kelenjar submandibular dengan abses fokus sugestif abses submandibular atau sialadenitis (Gambar 2 dan 3). Insisi dan drainase dilakukan. Hidrasi yang memadai harus dipastikan dan ketidakseimbangan elektrolit dikoreksi bersama dengan pemberian antibiotik parenteral dosis tunggal, diikuti oleh antibiotik oral selama 5-7 hari. Asam klavulanat amoksisilin (625 mg) adalah pilihan yang sangat baik dan memiliki cakupan yang baik terhadap organisme tipikal. Pasien dipanggil untuk kunjungan tindak lanjut 3 hari dari kunjungan pertama dan kemudian 1 minggu. Setelah itu molar kiri bawah pertama dan kedua dan molar kanan pertama diekstraksi (karena pasien tidak bersedia menjalani pendekatan konservatif) karena dapat menyebabkan kambuhnya infeksi. Spesimen dikirim untuk pemeriksaan histopatologi. Laporan biopsi menunjukkan gambaran sialadenitis submandibular akut dengan H & E menunjukkan vasodilatasi dan peningkatan jumlah neutrofil dalam pembuluh submandibula, bermigrasi ke parenkim dan mengisi saluran. Koloni bakteri juga dapat dilihat terutama di saluran. Saluran menjadi melebar dan penuh dengan neutrofil; epitel duktus dan kemudian asinus secara progresif akan hancur, menyebabkan pembentukan mikroabses dan perusakan luas dari kelenjar (Gambar 4). Dengan demikian diagnosis akhir ditetapkan adalah sialadenitis submandibular akut. Tidak ada sisa atau rekurensi, pembengkakan terlihat di daerah biopsi setelah masa tindak lanjut 6 bulan.
Gambar 2: temuan ultrasonografi lesi hypoecoic tidak jelas.
Gambar 3: Temuan Color Doppler menunjukkan peningkatan vaskularisasi.
Gambar 4: Photomicrograph (40x) dari sialadenitis submandibular. 3. Diskusi Berbagai faktor yang mempengaruhi kerentanan kelenjar ludah yang berbeda terhadap infeksi bakteri, tetapi di antara yang paling penting adalah laju aliran saliva, komposisi saliva, dan variasi atau kerusakan sistem saluran [4]. Raad dkk. (1990) telah mengkaji laporan dari entitas ini di mana terdapat 12 kasus di antara 29 pasien dengan sialadenitis bakteri akut. Tidak seperti parotitis supuratif, sialolithiasis merupakan faktor predisposisi penting namun xerostomia juga umum [4]. Klinis, sialadenitis submandibular akut berbeda dari parotitis terutama di lokasi pembengkakan dan keluarnya nanah dari saluran Wharton. Berbagai macam bakteri telah dicurigai, namun Staphylococcus aureus telah isolat yang paling sering dilaporkan [5]. Organisme terisolasi lainnya adalah termasuk streptokokus, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli dan Moraxella catarrhalis. Diagnosis sialadenitis submandibular dapat dibuat atas dasar klinis, sialadenitis submandibular memiliki beberapa bentuk. Hasil pemeriksaan diagnostik dari setiap pembesaran submandibular dimulai dengan riwayat menyeluruh. Namun, manifestasi sistemik mungkin minimal. Pemeriksaan dengan USG adalah pemeriksaan yang non-invasif, murah, dan berguna untuk diagnosis, diagnosis banding dan dapat menngesampingkan faktor predisposisi lain seperti kelainan anatomi dari saluran Wharton, obstruksi mekanik duktus saliva sekunder akibat sialolith dan infeksi yang terkait dengan neoplasma kelenjar submandibular; Namun, dalam kasus kami, pasien memiliki infeksi bakteri dari kelenjar ludah submandibular [5]. Pemberian terapi antimikroba merupakan bagian penting dari manajemen pasien dengan sialadenitis supuratif. Sebagian besar kasus merespon terapi antimikroba; Namun, kadangkadang pembentukan abses memerlukan drainase bedah [6]. Dalam infeksi virus akut dan sebagian besar bakteri akut, kelenjar kembali ke keadaan asimptomatik. Individu tertentu dengan infeksi bakteri kronis tidak merespon tindakan
konservatif dan antibiotik yang tepat mungkin memerlukan radiasi atau pengangkatan kelenjar untuk mengontrol gejala .Prognosis sialadenitis akut sangat baik. Kebanyakan kasus mudah diobati dengan manajemen medis konservatif, dan rawat inap adalah pengecualian, bukan keharusan. Gejala akut membaik dalam waktu 1 minggu; Namun, edema dapat berlangsung selama beberapa minggu [3]. 4. Kesimpulan Pasien dengan segala bentuk sialadenitis harus dididik untuk menjaga hidrasi dan kebersihan mulut. Hal ini mengurangi keparahan serangan dan mencegah komplikasi gigi. Pasien dengan sialadenosis harus dididik mengenai mekanisme patologi yang mendasarinya dan metode untuk megontrolnya [7, 8]. Referensi
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. 8.
P. J. Bradley, “Pathology and treatment of salivary gland conditions,” Surgery, vol. 24, no. 9, pp. 304–311, 2006. View at Publisher · View at Google Scholar · View at Scopus G. Isacsson, A. Isberg, M. Haverling, and P. G. Lundquist, “Salivary calculi and chronic sialoadenitis of the submandibular gland: a radiographic and histologic study,” Oral Surgery Oral Medicine and Oral Pathology, vol. 58, no. 5, pp. 622–627, 1984. View at Google Scholar · View at Scopus M. C. Loury, “Salivary gland disorder,” Advanced Otolaryngology, 2006. View at Google Scholar I. I. Raad, M. F. Sabbagh, and G. J. Caranasos, “Acute bacterial sialadenitis: a study of 29 cases and review,” Reviews of Infectious Diseases, vol. 12, no. 4, pp. 591–601, 1990. View at Google Scholar · View at Scopus R. A. Cawson, M. J. Gleeson, and J. W. Eveson, “Sialadenitis,” in The Pathology and Surgery of the Salivary Glands, chapter 4, pp. 1– 34, 1st edition, 1997. View at Google Scholar A. Tapısız, N. Belet, E. Çiftçi, S. Fitöz, E. İnce, and Ü. Doǧru, “Neonatal suppurative submandibular sialadenitis,” Turkish Journal of Pediatrics, vol. 51, no. 2, pp. 180–182, 2009. View at Google Scholar ·View at Scopus A. R. Silvers and P. M. Som, “Salivary glands,” Radiologic Clinics of North America, vol. 36, no. 5, pp. 941–966, 1998. View at Google Scholar P. J. Bradley, “Benign salivary gland disease,” Hospital Medicine, vol. 62, no. 7, pp. 392–395, 2001. View at Google Scholar · View at Scopus