Rekam Medis Kasus Gigi
NEKROSIS PULPA DENGAN ABSES
Disusun oleh : Erniyati, S.Ked Indah Prasetya Putri, S.Ked Javanico Sherly, S.Ked Melita Handayani, S.Ked Putri Utami, S.Ked Riando Ginarsyah, S.Ked Rina Andriani, S.Ked Tria Juwita, S.Ked
0808121340 0808151325 0808113118 0808121229 0808113116 0508112187 0808113431 0808113084
Pembimbing: Drg. Fitri KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN COMMUNITY ORIENTED MEDICAL EDUCATION (COME) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU PUSKESMAS PERHENTIAN RAJA KAMPAR 2014
HALAMAN PENILAIAN KASUS KLINIK Nama Kelompok
: COME FKUR Angkatan 55
Nama Mahasiswa dan NIM : Erniyati
0808121340
Indah Prasetya Putri
0808151325
Javanico Serly
0808113118
Melita Handayani
0808121229
Putri Utami
0808113116
Riando Ginarsyah
0508112187 0
Rina Andriani
0808113430
Tria Juwita
0808113084
Pembimbing
: Drg. Fitri
Tanggal Pelaporan
:
Komentar pembimbing
: Pekanbaru, Februari 2014
(drg. Fitri)
Komponen
Bobot
Odontogram
20%
Anamnesis Pemeriksaan klinik
20% 20%
Perawatan dan edukasi
30%
Kesesuaian format dan kelengkapan
10%
Nilai
Ket:
Rentang nilai 1-100 Pekanbaru, Februari 2014
(Penilai)
1
STATUS REKAM MEDIS PASIEN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU / RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU I.
IDENTITAS PASIEN Nama
: Ny. S
Alamat
: SpI Desa Hangtuah
Umur
: 24 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Ibu Rumah tangga
No RM
:003289
II.
ANAMNESIS 1. Chief complaint: Sakit pada gigi geraham kanan bawah sejak 1 hari yang lalu 2. Present Illness History Sejak 1 hari yang lalu, pasien mengeluhkan gigi geraham kanan bawah terasa sakit dan berdenyut, sakit dirasakan hilang timbul, terasa ngilu saat mengunyah makanan terutama makanan yang asam, manis, dan dingin, nafas berbau busuk (+), demam (-), gigi mudah berdarah (-). Pasien tidak bisa tidur malam karena menahan sakit. Pasien sudah meminum obat dari warung sebelumnya dan tidak ada perbaikan. Pasien mengunyah makan dengan gigi sebelah kiri. -
15 tahun yang lalu, geraham kanan bawah sudah tampak berlubang, pasien sering mengeluhkan sakit gigi tetapi bisa hilang dengan membeli obat di warung. Pasien tidak pernah memeriksakan diri ke dokter gigi sebelumnya.
3. Past Dental History Gigi geraham bawah kiri juga berlubang, tetapi tidak pernah sakit. 4. Past Medical History Tidak ada yang berhubungan 5. Pshycosocial history Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir hingga tamat SMP. Kebiasaan menyikat gigi 1 kali sehari saat mandi pagi. Pasien telah memiliki 1 orang anak. Sumber perekonomian ditanggung oleh suami pasien yang bekerja sebagai buruh di perusahaan pengolahan sawit. Selain pasien, anak dan suami pasien juga sering mengeluhkan sakit gigi.
2
Genogram
Os. 24th
III.
PEMERIKSAAN OBJEKTIF 1. INTRA ORAL Inspeksi
: udem (+), rubor (+), plak (+), sisa akar 37, karies profunda 47 (+)
Palpasi
: nyeri (+), fluktuasi (+)
Perkusi
: (+)
Tes vitalitas
: (-)
Status Lokalis Nomenklatur Gigi (WHO)
Keterangan : : Nekrosis (gangren) pulpa dengan abses : Nekrosis (gangren) radiks : kalkulus Oklusi : normal bite
Palatum : dalam/sedang/rendah
Torus palatinus : tidak ada
Supenumery teeth : tidak ada/ada
Torus Mandibularis : tidak ada
Diasteros/spacing:tidak ada
3
ODONTOGRAM 11 12 13 14 15 16 17 18
Kalkulus Kalkulus Kalkulus Kalkulus Kalkulus Kalkulus Kalkulus Kalkulus
(+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+)
Kalkulus Kalkulus Kalkulus Kalkulus Kalkulus Kalkulus Kalkulus Kalkulus
(+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+)
21 22 23 24 25 26 27 28
Keterangan : : nekrosis (gangren) pulpa dengan abses : nekrosis (gangren) radiks : Kalkulus 41 42 43 44 45 46 47 48
Kalkulus (+) Kalkulus (+) Kalkulus (+) Kalkulus (+) Kalkulus (+) Kalkulus (+) Nekrosis (gangren) pulpa dengan abses (+) Kalkulus (+)
Kalkulus (+) Kalkulus (+) Kalkulus (+) Kalkulus (+) Kalkulus (+) Kalkulus (+) Nekrosis (gangren) radiks (+) Kalkulus (+)
31 32 33 34 35 36 37 38
2. EKSTRA ORAL TD
: 120/80 mmHg
Nadi
: 82 x/i
T
: Afebris 4
Perbesaran: KGB (+) submandibular IV.
Foto Gigi Pasien
5
V.
DIAGNOSIS Gangren pulpa dengan abses 7
VI.
DIAGNOSIS SEHARUSNYA: Nekrosis (gangren) pulpa dengan abses 47 Nekrosis (gangren) radiks 37 Kalkulus 11,12,13,14,15,16,17,18,21,22,23,24,25,26,27,28,31,32,33,34, 35, 36,38,41,42,43,44,45,46,47,48 Crowded teeth, Protrusi
VII.
RENCANA PERAWATAN : 1. Premedikasi :amoxicilin 3x500mg, Asam Mefenamat 3x500mg 2. Pencabutan akar gigi 37 dan gigi 47 setelah obat habis Rencana perawatan yang seharusnya : 1.
Premedikasi : Metronidazole 2x500mg, asam mafenamat ʃ prn selama 5 hari
2.
Drainase abses
3.
Rongent gigi
3. Pencabutan akar gigi 37 dan gigi 47 4. Pembuatan gigi palsu 37, 47 5. Scalling gigi 6. Pro Spesialis Ordodontik untuk pemasangan kawat gigi jika pasien bersedia VIII.
TINDAKAN : 1. 18-02-14 dilakukan premedikasi dengan pemberian Amoxicilin 3x500mg, Asam mefenamat 3x500 mg selama 3 hari, pasien dianjurkan datang setelah obat habis. Pada tanggal 21-02-14 pasien tidak datang sehingga perawatan selanjutanya untuk pasien tidak dapat dilakukan.
IX.
EDUKASI 1. Hindari makanan masuk ke dalam gigi yang berlubang 2. Kurangi makanan yang merangsang seperti manis, asam dan dingin 3. Kontrol ulang setelah obat habis 4. Periksa gigi rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali
7
NEKROSIS PULPA DENGAN ABSES 1. ANATOMI DAN FISIOLOGI PULPA Pulpa adalah jaringan lunak yang terletak di tengah-tengah gigi yang di dalamnya terdapat pembuluh darah, limfe dan saraf. Pulpa memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi formatik sebagai pembentuk dentin oleh sel-sel ondotoblast, fungsi nutrisi untuk memberi makan jaringan gigi, fungsi sensorik untuk menerima dan meneruskan rangsangan serta fungsi protektif untuk melindungi gigi. Pulpa terdiri dari beberapa bagian, yaitu: 1,2,3 1. Ruang atau rongga pulpa, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian tengah korona gigi dan selelu tunggal. Sepanjang kehidupan pulpa gigi mempunyai
kemampuan
untuk
mengendapkan
dentin
sekunder,
pengendapan ini mengurangi ukuran dari rongga pulpa. 2. Tanduk pulpa, yaitu ujung dari ruang pulpa. 3. Saluran pulpa atau saluran akar, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian akar gigi. Pada kebanyakan kasus, jumlah saluran akar sesuai dengan jumlah akar, tetapi sebuah akar mungkin mempunyai lebih dari sebuah saluran. 4. Foramen apikal, yaitu ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada apeks akar berupa suatu lubang kecil. 5. Supplementary canal. Beberapa akar gigi mungkin mempunyai lebih dari satu foramen, dalam hal ini, saluran tersebut mempunyai 2 atau lebih cabang dekat apikalnya yang disebut multiple foramina / supplementary canal. 6. Orifice, yaitu pintu masuk ke saluran akar gigi. Saluran pulpa dihubungkan dengan ruang pulpa. Adakalanya ditemukan suatu akar mempunyai lebih dari satu saluran pulpa, misalnya akar mesio-bukal dari M1 atas dan akar mesial dari M1 bawah mempunyai 2 saluran pulpa yang berakhir pada sebuah foramen apikal.
8
Gambar 2. Anatomi Gigi Di dalam pulpa terdapat berbagai jenis sel, yaitu :1,2 1. Odontoblas, yaitu sel pulpa yang paling khas. Sel ini membentuk lapisan tunggal di perifernya dan mensintesis matriks yang kemudian termineralisasi dan menjadi dentin. Odontoblas adalah sel akhir yakni tidak mengalami lagi pembelahan sel. Odontoblas terdiri atas dua komponen structural dan fungsional utama yakni badan sel dan prosesus sel. 2. Preodontoblas. Odontoblas baru dapat tumbuh setelah odontoblas yang lama hilang akibat cedera. Namun tumbuhnya odontoblas baru hanya bisa terjadi jika pada zona kaya akan sel telah ada preodontoblas. Preodontoblas adalah sel yang telah terdiferensiasi sebagian sepanjang garis odontoblas. Preodontoblas ini akan bermigrasi ke tempat terjadinya cedera dan melanjutkan diferensiasinya pada tempat tersebut. 3. Fibroblast, adalah tipe sel yang paling umum terlihat dalam jumlah paling besar di pulpa mahkota. Sel ini menghasilkan dan mempertahankan kolagen serta zat dasar pulpa dan mengubah struktur pulpa jika ada penyakit. Akan tetapi, tidak seperti odontoblas, sel ini mengalami kematian apoptosis dan diganti jika perlu oleh maturasi dari sel yang kurang terdiferensiasi. 4. Sel cadangan. Sel ini merupakan sumber bagi sel jaringan ikat pulpa. Sel precursor ini ditemukan di zona kaya akan sel dan inti pulpa serta dekat sekali dengan pembuluh darah. Tampaknya, sel-sel ini merupakan sel yang pertama kali membelah ketika terjadi cedera. 9
5. Sel-sel sistem imun. Makrofag, limfosit T, dan sel dendritik juga merupakan penghuni seluler yang normal dari pulpa. Sel dendritik dan prosesusnya ditemukan di seluruh lapisan odontoblas dan memiliki hubungan yang dekat dengan elemen vaskuler dan elemen saraf. Sel-sel ini merupakan bagian dari sistem respons awal dan pemantau dari pulpa. Sel ini akan menangkap dan memaparkan antigen terhadap sel T residen dan makrofag. Jaringan pulpa memiliki lima fungsi yakni bersifat formatif dan bersifat suportif. Adapun fungsi pulpa, yaitu :1,2 1. Induktif. Jaringan pulpa berpartisipasi dalam memulai dan perkembangan dentin, yang bila terbentuk, akan mengarah pada pembentukan email. Kejadian-kejadian ini merupakan kejadian yang saling bergantung dalam arti bahwa epitel email akan menginduksi diferensiasi odontoblas, dan odontoblas serta dentin menginduksi pembentukan email. Interaksi epitel-mesenkim seperti itu adalah esensi dari pembentukan gigi. 2. Formatif. Odontoblas membentuk dentin. Sel yang sangat special ini berpartisipasi dalam pembentukan dentin dalam tiga cara :
Melalui sintesis dan sekresi matriks anorganik.
Melalui pengangkutan komponen anorganik ke matriks yang baru terbentuk di saat-saat awalnya.
Melalui penciptaan lingkungan yang memungkinkan mineralisasi matriks.
3. Nutritif. Jaringan pulpa memasak nutrient yang sangat penting bagi pembentukan dentin (misalnya dentin pretubuler) dan hidrasi melalui tubulus dentin. 4. Defensif. Jaringan pulpa juga memiliki kemampuan memroses dan mengindentifikasi zat asing serta menimbulkan respons imun terhadap keberadaan zat asing itu. hal ini adalah cirri khas respons pulpa terhadap karies dentin.
10
5. Sensatif. Jaringan pulpa mentransmisikan sensasi saraf yang berjalan melalui email atau dentin ke pusat saraf yang lebih tinggi. Sensasi pulpa yang berjalan melalui dentin dan email biasanya cepat, tajam, parah, dan ditransmisikan oleh serabut bermielin. Sensasi yang dialami diawali di dalam inti pulpa dan ditransmisikan oleh serabut C yang lebih kecil, biasanya lambat, lebih tumpul, dan lebih menyebar (difus). Pulpa yang berfungsi normal pada umumnya berespon terhadap berbagai stimulus termasuk panas atau dingin dengan adanya nyeri yang ringan Jika kanal pada akar mengalami kalsifikasi karena proses penuaan, trauma, plak yang menempel atau penyebab lainnya, tes suhu tidak akan memberikan respon selama pulpa gigi pasien tetap sehat dan berfungsi normal dan hal baliknya terjadi pada gigi yang telah mengalami kematian gigi. 2. NEKROSIS PULPA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang merupakan proses lanjutan dari inflamasi pulpa akut/kronik atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat trauma. Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial ataupun totalis. Ada 2 tipe nekrosis pulpa yaitu:3 1. Tipe koagulasi : pada tipe ini ada bagian jaringan yang larut, mengendap, dan berubah menjadi bahan yang padat. 2. Tipe liquefaction : pada tipe ini, enzim proteolitik merubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan yang lunak atau cair. Pada setiap proses kematian pulpa selalu terbentuk hasil akhir berupa H2S, amoniak, bahan-bahan yang bersifat lemak, indikan, protamain, air dan CO 2. Diantaranya juga dihasilkan indol, skatol, putresin, dan kadaverin yang menyebabkan bau busuk pada peristiwa kematian pulpa. Bila pada peristiwa nekrosis juga ikut masuk kuman-kuman yang saprofit anaerob, maka kematian pulpa ini disebut gangren pulpa.
Klasifikasi nekrosis pulpa berdasar derajatnya:1,2,3 11
a. Nekrosis Pulpa Parsial Pulpa terkurung dalam ruangan yang dilindungi oleh dinding yang kaku, tidak memiliki sirkulasi darah kolateral dan venula serta system limfenya akan lumpuh jika tekanan intrapulpanya meningkat. Oleh karena itu, pulpitis ireversibel akan menyebabkan nekrosis likuefaktif yang disebut gangren. Jika eksudat yang timbul selama pulpitis ireversibel diabsorbsi atau terdrainase melalui karies atau daerah pulpa terbuka ke dalam rongga mulut, terjadinya nekrosis akan tertunda. Pulpa di akar mungkin masih tetap vital untuk waktu yang lama. Sebaliknya penutupan atau penambalan pulpa terinflamasi akan menginduksi nekrosis pulpa yang cepat dan total serta penyakit periradikuler. Selain nekrosis likuefaksi, nekrosis pulpa iskemik dapat timbul akibat trauma karena terganggunya pembuluh darah. Dapat dikatakan nekrosis pulpa parsial terjadi apabila sebagian jaringan pulpa di dalam saluran akar masih dalam keadaan vital. Nekrosis pulpa biasanya tidak menimbulkan gejala tetapi dapat juga disertai dengan episode nyeri spontan atau nyeri ketika ditekan (dari periapeks). Gejala klinis nekrosis pulpa parsial adalah pada anamnesa terdapat keluhan spontan, dan pada pemeriksaan obyektif dengan jarum Miller terasa sakit sebelum apical. b. Nekrosis Pulpa Total Nekrosis totalis merupakan matinya pulpa yang menyeluruh. Gejala klinis biasanya asimtomatik tetapi dapat juga ditandai dengan nyeri spontan dan ketidaknyamanan nyeri tekan (dari periapeks). Diskolorisasi gigi merupakan indikasi awal matinya pulpa. 2.2 Etiologi Nekrosis atau kematian pulpa memiliki penyebab yang bervariasi, pada umumnya disebabkan keadaan radang pulpitis yang ireversibel (pulpitis kronik) tanpa penanganan atau dapat terjadi secara tiba-tiba akibat luka trauma yang mengganggu suplai aliran darah kepulpa (pulpitis akut). Meskipun bagian sisa nekrosis dari pulpa dicairkan atau dikoagulasi, pulpa tetap mengalami kematian. Dalam beberapa jam, pulpa yang mengalami inflamasi dapat berdegenerasi menjadi kondisi nekrosis. Penyebab nekrosis lainnya adalah bakteri, trauma, iritasi dari bahan restorasi silikat ataupun akrilik. Nekrosis pulpa juga dapat terjadi 12
pada aplikasi bahan-bahan devitalisasi seperti arsen dan paraformaldehid. Nekrosis pulpa dapat terjadi secara cepat (dalam beberapa minggu) atau beberapa bulan sampai menahun. Kondisi atrisi dan karies yang tidak ditangani juga dapat menyebabkan nekrosis pulpa. Nekrosis pulpa lebih sering terjadi pada kondisi fase kronis dibanding fase akut.2 2.3 Patofisiologi Jaringan pulpa yang kaya akan vaskular, syaraf dan sel odontoblast memiliki kemampuan untuk melakukan defensive reaction yaitu kemampuan untuk mengadakan pemulihan jika terjadi peradangan. Akan tetapi apabila terjadi inflamasi kronik pada jaringan pulpa atau merupakan proses lanjut dari radang jaringan pulpa maka akan menyebabkan kematian pulpa atau nekrosis pulpa. Hal ini sebagai akibat kegagalan jaringan pulpa dalam mengusahakan pemulihan atau penyembuhan. Semakin luas kerusakan jaringan pulpa yang meradang, maka semakin berat sisa jaringan pulpa yang sehat untuk mempertahankan vitalitasnya. Penetrasi dari bakteri komensal yang mengalami perubahan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif bila diikuti sistem imun dan pertahanan seluler yang terganggu, akan menyebabkan infeksi. Selain itu terganggunya keseimbangan mikroflora akibat penggunaan antibiotik tertentu juga dapat menyebabkan adanya dominasi bakteri lainnya yang potensial. Kondisi-kondisi maupun penyakit yang menyebabkan keadaan imunokompromais seperti penyakit metabolik tak terkontrol
(uremia,
suppresif(leukimia,
alkoholisme,
limfoma,
tumor
malnutrisi, ganas),
dan
diabetes),
penyakit
penggunaan
obat-obat
immunosupresif misalnya pada pasien yang menjalani kemoterapi kanker juga dapat memfasilitasi dengan mudah terjadinya infeksi odontogenik.2 Mekanisme tersering terjadinya infeksi odontogenik berawal dari karies dentis. Proses demineralisasi enamel gigi akan merusak enamel yang selanjutnya melanjutkan invasi bakteri ke pori/ trabekula dentin yang kemudian menyebabkan pulpitis hingga nekrosis pulpa. Dari Pulpa maka infeksi dapat menyebar ke akar gigi dan selanjutnya menyebar ke os maksila atau mandibula,dapat menyebabkan osteomyelitis. Kerusakan ini dapat menyebabkan perforasi sehingga melibatkan pulamukosa mulut maupun kulit wajah.2 Sebagian besar bakteri yang berlokasi pada supragingival adalah gram positif, fakultatif dan sakarolitik yang berarti bahwa pada keadaan dimana 13
terdapat karbohidrat terutama sukrosa, maka akan diproduksi asam. Asam ini akan membuat enamel mengalami demineralisasi yang memfasilitasi infiltrasi dari bakteri pada dentin dan pulpa. Dengan adanya invasi dari bakteri pada jaringan internal gigi, bakteri berkembang, terutama bakteri gram negatif, anaerobik dan proteolitik akan menginfeksi rongga pulpa. Beberapa bakteri ini memiliki faktor virulensi yang dapat menyebabkan invasi bakteri pada jaringan periapikal melalui foramen apikal. Lebih dari sebagian lesi periapikal yang aktif tidak dapat dideteksi dengan sinar-X karena berukuran kurang dari 0.1 mm2. Jika respon imun host menyebabkan akumulasi dari netrofil maka akan menyebabkan abses periapikal yang merupakan lesi destruktif pada jaringan. Namun jikan respon imun host lebih didominasi mediasi oleh makrofag dan sel limfosit T, maka akan berkembang menjadi granuloma apikal, ditandai dengan reorganisasi jaringan melebihi destruksi jaringan. Perubahan pada status imun host ataupun virulensi bakteri dapat menyebabkan reaktivasi dari silent periapical lessions.2
Gambar2. Tahap terjadinya Nekrosis Pulpa Mekanisme tersering terjadinya infeksi odontogenik berawal dari karies dentis. Proses demineralisasi enamel gigi akan merusak enamel yang selanjutnya melanjutkan invasi bakteri ke pori/ trabekula dentin yang kemudian menyebabkan pulpitis hingga nekrosis pulpa. Nekrosis pulpa pada dasarnya terjadi diawali karena iritasi mikroba pada jaringan pulpa. Hal ini bisa terjadi akibat adanya kontak antara jaringan pulpa dengan lingkungan oral, yaitu terbukanya tubulus
14
dentin dan terbukanya pulpa, hal ini memudahkan infeksi bakteri ke jaringan pulpa yang menyebabkan radang pada jaringan pulpa. Apabila tidak dilakukan penanganan, maka inflamasi pada pulpa akan bertambah parah dan dapat terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Tubulus dentin dapat terbuka sebagai hasil dari prosedur operatif atau prosedur restoratif yang kurang baik atau akibat material yang bersifat iritatif. Bisa juga diakibatkan karena fraktur pada enamel, fraktur dentin, proses erosi, atrisi dan abrasi. Dari tubulus dentin inilah infeksi bakteri dapat mencapai jaringan pulpa dan menyebabkan peradangan. Sedangkan terbukanya pulpa bisa disebabkan karena proses trauma, prosedur operatif dan yang paling umum adalah karena adanya karies. Hal ini mengakibatkan mikroba atau bakteri mengiritasi jaringan pulpa dan terjadi peradangan pada jaringan pulpa. Apabila peradangan terus berlanjut atau terjadi inflamasi kronis pada jaringan pulpa maka pulpa dapat mengalami kematian atau yang disebut dengan nekrosis pulpa yang diakibatkan karena kegagalan jaringan pulpa dalam mengusahakan pemulihan atau penyembuhan. Semakin luas kerusakan jaringan pulpa yang meradang maka kemampuan untuk mengadakan pemulihan pada sisa jaringan pulpa yang sehat akan semakin kuat pula yang ditujukan untuk mempertahankan vitalitasnya.2 Beberapa
penelitian
menyatakan
bahwa
inflamasi
pulpa
yang
mengakibatkan penyakit pulpa merupakan infeksi polimikrobial yaitu infeksi yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri. Penelitian yang dilakukan oleh E. Ercan (2006) menyatakan bahwa beberapa bakteri yang terdapat pada infeksi saluran akar gigi adalah bakteri Fusobacterium spp dan bakteri Prevotella spp . Daniel Saito et al (2006) menyatakan bahwa salah satu bakteri pada infeksi endodonsi adalah bakteri Peptostreptococcus.5
Berikut ini beberapa jenis bakteri yang menjadi iritan mikroba pada gigi nekrosis berdasarkan penelitian-penelitian tersebut :5 1. Peptostreptococcus spp.
15
Peptostreptococcus spp. merupakan Streptococcus yang hanya tumbuh dalam kondisi anaerob atau mikroaerofilik dan menghasilkan berbagai hemolisin. Streptococcus ini adalah flora normal mulut, saluran napas atas, usus, dan traktus genitalia. Organisme ini bersama dengan spesies bakteri lain sering menimbulkan infeksi bakteri campuran di abdomen, pevis, paru, dan otak. 2. Porphyromonas spp. Porphyromonas spp. merupakan bakteri basil gram negatif. Bakteri jenis ini merupakan bagian dari flora normal mulut dan terdapat juga pada organ tubuh yang lain. Genus Porphyromonas meliputi spesies yang sebelumnya dimasukkan ke dalam genus Bacteroides. Spesies Porphyromonas dapat dibiakkan dari infeksi gusi dan periapikal gigi. 3. Prevotella spp. Spesies Prevotella merupakan bakteri basil gram negatif dan dapat nampak seperti coccobasillus. Spesies yang paling sering diisolasi adalah P. melannognica, P.bivia, dan P.disiens. Prevotella sering dikaitkan dengan organisme anaerob lainnya yang merupakan bagian dari flora normal terutama Peptostreptococcus, bakteri basil anaerob gram positif, spesies Fusobacterium, bakteri anaerob fakultatif gram positif dan gram negatif yang merupakan bagian dari flora normal.5 4. Fusobacterium spp. Fusobacterium merupakan bakteri basil pleomorfik gram negatif. Sebagian besar spesies menghasilkan asam butirat dan merubah treonin menjadi asam propionat. Kelompok Fusobacterium meliputi beberapa spesies yang paling sering diisolasi dari infeksi bakteri campuran yang disebabkan oleh flora normal mukosa. Namun, spesies Fusobacterium juga dapat menjadi satu-satunya bakteri pada sebuah infeksi. 5 5. Actinomyces spp. Kelompok Actinomyces meliputi beberapa spesies yang menyebabkan aktinomikosis. Pada pewarnaan gram, bakteri ini sangat bervariasi ukurannya. Beberapa spesies dapat bersifat aerotoleran dan tumbuh dengan adanya udara. Spesies Actinomyces sensitif terhadap penisilin G, eritromisin, dan antibiotik lainya.5 16
6. Enterococcus spp. Kelompok Enterococcus merupakan bakteri kokus gram positif. Bakteri ini bersifat nonhemolitik, katalase negatif, dan merupakan salah satu penyebab infeksi nosokomial yang paling sering dan resisten terhadap antibiotik tertentu. Enterococcus lebih resisten terhadap penisilin G daripada Streptococcus. Banyak isolat Enterococcus yang resisten terhadap vankomisin 2.4 Gejala Klinis Gejala umum nekrosis pulpa adalah seringkali hampir sama dengan pulpitis ireversibel, dapat dijumpai adanya nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri, tapi pernah nyeri spontan; sangat sedikit atau tidak ada perubahan radiografik; mungkin memiliki perubahan-perubahan radiografik definitif, seperti pelebaran jaringan periodontal yang sangat nyata; dan perubahan-perubahan radiografik mungkin jelas terlihat.1-4 Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial atau total. Tipe parsial dapat memperlihatkan gejala pulpitis yang ireversibel yaitu menunjukan rasa sakit yang biasanya disebabkan oleh stimulus panas atau dingin atau rasa sakit yang timbul secara spontan. Rasa sakit bertahan untuk beberapa menit sampai berjam-jam dan tetap ada setelah stimulus/jejas termal dihilangkan. Pada awal pemeriksaan klinik, ditandai dengan suatu paroksisme (serangan hebat), rasa sakit dapat disebabkan oleh hal berikut: perubahan temperature yang tiba-tiba terutama dingin, bahan makanan manis ke dalam kavitas atau penghisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi dan sikap berbaring yang menyebabkan bendungan pada pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya berlanjut jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara spontan tanpa penyebab yang jelas. Rasa sakit seringkali digambarkan oleh pasien seperti menusuk, tajam, atau menyentak-nyentak dan umumnya adalah parah. Rasa sakit bisa sebentar atau terus-menerus tergantung pada tingkat keterlibatan pulpa dan tergantung pada hubungannya dengan ada tidaknya suatu stimulus eksternal. Terkadang pasien juga merasakan rasa sakit yang menyebar ke gigi didekatnya, ke pelipis, atau ke telinga bila yang terkena dibagian bawah belakang. 2.5 Diagnosis I. Metode Diagnosis 17
Perawatan yang tepat dimulai dengan diagnosis yang tepat. Untuk sampai kepada diagnosis yang tepat diperlukan ilmu pengetahuan, keterampilan dan seni. Ilmu pengetahuan mengenai penyakit dan gejala-gejalanya serta keterampilan untuk melakukan cara menguji yang tepat. Gejala adalah kesatuan informasi yang dicari dalam diagnosis klinis dan didefinisikan sebagai fenomena atau tanda-tanda suatu permulaan keadaan sakit. Gejala dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni gejala subyektif dan gejala obyektif. Gejala subyektif adalah gejala yang dialami dan dilaporkan oleh pasien kepada dokter. Gejala obyektif adalah gejala yang dipastikan oleh dokter melalui berbagai pemeriksaan.2 II. Pemeriksaan Subyektif (Anamnesis) Anamnesis merupakan percakapan profesional antara dokter dengan pasienuntuk mendapatkan data atau riwayat penyakit yang dikeluhkan pasien.Informasi tentang riwayat pasien dibagi menjadi 3 bagian yaitu, riwayat sosial, dental dan medis. Riwayat ini memberikan informasi yang berguna merupakan dasar dari rencana perawatan. Guna menghindari informasi yang tidak relevan dan untuk mencegah kesalahan dalam uji klinis, klinisi harus melakukan pemeriksaan rutin. Rangkaian pemeriksaan harus dicatat pada kartu pasien dan harus dijadikan sebagai petunjuk untuk melakukan kebiasaan diagnostik yang tepat.2 Daftar isian medis yang lengkap yang berisi riwayat medis dan kesehatan gigi pasien terdiri dari gejala-gejala subjektif. Termasuk di dalam kategori ini adalahalasan pasien menjumpai dokter gigi, atau keluhan utama. Umumnya, suatu keluhan utama berhubungan dengan rasa sakit, pembengkakan, fungsi dan estetik. Keluhan utama pasien merupakan permulaan yang terbaik untuk mendapatkan suatu diagnosis yang tepat. Keluhan utama yang paling sering melibatkan perawatan adalah rasa sakit. Pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang bijaksana mengenai rasa sakitnya dapat menolong seorang ahli diagnostik menghasilkan suatu diagnosis sementara dengan cepat. Pasien harus ditanya tentang macam rasa sakit, lokasinya, lamanya, apa yang menyebabkannya, apa yang meringankannya, dan pernah atau tidak melibatkan tempat lain.2 III. Pemeriksaan Objektif
18
Setiap kelainan ekstraoral yang nampak yang dicatat selama pencatatan riwayat dapat diperiksa lebih lanjut. Penampilan umum meliputi cara berjalan, corak kulit, mata, bibir, simetri wajah, dan kelenjar limfe. Gejala objektif ditentukan oleh seorang klinisi. Pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut :2 a. Pemeriksaan visual dan taktil Uji klinis yang paling sederhana adalah pemeriksaan berdasarkan penglihatan. Hal ini terlalu sering hanya dilakukan sambil lalu selama pemeriksaan, dan sebagai hasilnya, banyak informasi penting hilang. suatu pemeriksaan visual dan taktil jaringan keras dan lunak yang cermat mengandalkan pada pemeriksaan warna, kontur dan konsistensi. Pada jaringan lunak, seperti gusi, penyimpangan dari warna merah muda sehat dapat dengan mudah dikenal bila terdapat inflamasi. Suatu perubahan kontur yang biasanya timbul adalah pembengkakan, dan konsistensi jaringan yang lunak dan fluktuasi positif merupakan indikasi keadaan patologis.2 b. Perkusi Uji ini memungkinkan seseorang mengevaluasi status periodonsium sekitar suatu gigi. Gigi diberi pukulan cepat dan tidak keras, mula-mula dengan jari dengan intensitas rendah, kemudian intensitas ditingkatkan dengan menggunakan tangkai suatu instrumen, untuk menentukan apakah gigi merasa sakit. Suatu responsensitif yang berbeda dari gigi disebelahnya, biasanya menunjukkan adanya periodontitis.2 c. Palpasi Tes sederhana ini dilakukan dengan ujung jari menggunakan tekanan ringan untuk memeriksa konsistensi jaringan dan respon rasa sakit. Meskipun sederhana, tetapi merupakan suatu tes yang penting.2 d. Mobilitas Tes mobilitas digunakan untuk mengevaluasi integritas aparatus pengikat disekeliling gigi. Tes ini terdiri dari menggerakkan suatu gigi ke arah lateral dalam soketnya dengan menggunakan jari atau, lebih diutamakan, menggunakan tangkai dua instrument. Tujuan tes ini adalah untuk menentukan apakah gigi terikat kuat atau
longgar
pada
alveolusnya.
Jumlah
gerakan
menunjukkan
19
kondisi periodonsium,
makin
besar
gerakannya,
makin
jelek
status
periodontalnya.2 e. Uji termal Tes ini meliputi aplikasi dingin dan panas pada gigi, untuk menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal. Meskipun keduanya merupakan tes sensitivitas, tetapi tidak sama dan digunakan untuk alasan diagnosis yang berbeda. Suatu respon terhadap dingin menunjukkan pulpa vital, tanpa memperhatikan apakah pulpa itu normal atau abnormal. Suatu respon abnormal terhadap panas biasanya menunjukkan adanya gangguan pulpa atau periapikalyang memerlukan perawatan endodontik.2 1. Tes panas .
Tes panas dapat dilakukan dengan cara yang berbeda-beda yang
menghasilkan derajat temperatur yang berbeda. Daerah yang akan dites diisolasidan dikeringkan, kemudian udara hangat dikenakan pada permukaan gigi yang terbuka dan respon pasien dicatat. Bila diperlukan temperatur yang lebih tinggi untuk mendapatkan suatu respon, harus digunakan air panas, burnisher panas, guta-percha panas atau kompoun panas atau sembarang instrumen yang dapat menghantarkan temperatur yang terkontrol pada gigi. Bila menggunakan benda padat, seperti guta-percha panas, panas tersebut dikenakan pada bagian sepertiga oklusobukal mahkota terbuka. Bila tidak timbul respon, bahan dapat dipindahkan ke bagian sentral mahkota atau lebih dekat dengan serviks gigi .2 2. Tes dingin Aplikasi dingin dapat dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda. Cara yang umum adalah meletakkan kapas yang dibasahi dengan etil klorida pada gigi yang dites. Diagnosis dari nekrosis pulpa totalis dapat dilihat dari penampilan mahkota yang buram dan perubahan warna gigi menjadi keabu-abuan atau kecoklatan serta bau busuk dari gigi. Pada nekrosis pulpa akan ditemukan hasil pemeriksaan klinis berupa: Pemeriksaan subyektif: gigi berlubang, kadang-kadang sakit bila
kena rangsang panas, bau mulut (halitosis), gigi berubah warna. Pemeriksaan obyektif : gigi dengan pulpa nekrotik tidak bereaksi terhadap tes termal dingin, tes pulpa listrik atau tes kavitas. 20
Namun, gigi dengan pulpa nekrotik seringkali sensitive terhadap perkusi dan palpasi asalkan disertai dengan inflamasi periapikal. 2.6 Pemeriksaan Penunjang Kadang-kadang pemeriksaan klinis dapat memberikan semua keterangan yang diperlukan mengenai pasien, disini mungkin tidak diperlukan radiografi. Radiografi biasanya diperlukan satu atau alasan-alasan berikut : a. Untuk mendiagnosis karies gigi pada permukaan gigi yang tidak bisa dilihat pada pemeriksaan klinis. b. Untuk mendeteksi kelainan pada perkembangan gigi. c. Untuk menemukan gangguan khusus, misalnya kondisi jaringan periapikal yang berhubungan dengan gigi-gigi nonvital atau yang mengalami trauma. Gambaran radiologi umumnya menunjukan suatu kavitas atau tumpatan besar, suatu jalan terbuka ke saluran akar dan suatu penebalan ligament periodontal. kadang-kadang gigi yang tidak mempunyai tumpatan atau kavitas pulpanya akan mati akibat trauma. 2.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan nekrosis pulpa adalah menghentikan proses dan penyebaran infeksi dengan pemberian antibiotik/antiseptik kumur seperti khlorhexidine dan antibiotik oral bila terdapat reaksi sistemik serta perlu dilakukan perawatan saluran akar gigi atau ekstrasi gigi (bila diperlukan).7 a. Simtomatis:
diberikan
obat-obat
penghilang
rasa
sakit
atau
antiinflamasi (OAINS). b. Kausatif: diberikan antibiotik (bila ada peradangan). c. Tindakan: terdiri dari preparasi dan obturasi saluran akar. Preparasi saluran akar terdiri dari berbagai tindakan, yaitu: preparasi akses, ekstirpasi
pulpa,
debridement,
drying,
obturasi
dan
restorasi
(disesuaikan dengan kondisi jaringan gigi yang masih ada). Tindakan restorasi yang disesuaikan dengan jaringan gigi yang masih ada, dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
21
Restorasi cavitas oklusal: untuk cavitas kecil dan mahkota yang
tersisa banyak. Restorasi Onlay/Uplay: kerusakan melibatkan cusp. Fungsinya
melindungi gigi dari fraktur. Preparasi Mahkota: preparasi ¾ mahkota atau mahkota penuh, dapat dilakukan jika sisa jaringan gigi tidak memungkinkan
pembuatan Onlay. Mahkota Intracoronal: restorasi di mana dibuat retensi tambahan pada bagian kamar pulpa sekaligus sebagai penunjang mahkota ekstrakoronal. Adapun indikasi perawatan saluran akar pada gigi dengan
diagnosis gangren pulpa atau nekrosis tersebut adalah: 1) Mahkota gigi masih dapat direstorasi 2) Gigi tidak goyang dan periodontal normal 3) Foto rontgen menunjukkan resorpsi akar tidak lebih dari sepertiga apikal, tidak ada granuloma pada gigi sulung 4) Kondisi pasien baik serta ingin giginya dipertahankan dan bersedia untuk memelihara kesehatan gigi dan mulutnya 5) Keadaan ekonomi pasien memungkinkan Kontraindikasi perawatan saluran akar pada gangren pulpa adalah: 1) Gigi tidak dapat direstorasi lagi 2) Resorpsi akar lebih dari sepertiga apikal 3) Kondisi pasien buruk, mengidap penyakit kronis 4) Terdapat belokan ujung dengan granuloma atau kista yang sukar dibersihkan
I.
Penatalaksanaan Nekrosis Pulpa tanpa Pembengkakan : Walaupun gigi nekrosis tanpa pembengkakan tidak memberikan respons
terhadap stimuli, gigi tersebut mungkin masih mengandung jaringan terinflamasi vital di saluran akar di daerah apeks dan memiliki jaringan periradikuler terinflamasi yang menimbulkan nyeri (periodontitis akut). Oleh karena itu, demi kenyamanan dan kerja sama pasien, anestesi lokal hendaknya diberikan. Setelah pemasangan isolator karet, debridemen yang sempurna merupakan perawatan 22
pilihan. Jika waktu tidak memungkinkan, dilakukan debridemen parsial pada panjang kerja yang diperkirakan. Saluran akar tidak boleh diperlebar tanpa mengetahui panjang kerja. Selama pembersihan saluran akar dan pada penyelesaian prosedur ini dilakukan irigasi dengan larutan natrium hipokhlorit, kemudian keringkan dengan poin kertas isap (paper point), jika saluran akar yang cukup lebar, diisi dengan pasta kalsium hidroksida dan ditambal sementara. Sejumlah klinisi menempatkan pelet kapas yang dibasahi medikamen intrakanal di kamar pulpa sebelum penambalan sementara, sebetulnya pemberian medikamen itu tidak bermanfaat.4 II. Penatalaksanaan Nekrosis Pulpa dengan Pembengkakan Terlokalisasi : Gigi nekrosis dengan pembengkakan terlokalisasi atau abses alveolar akut atau disebut juga abses periapikal / periradikuler akut adalah adanya suatu pengumpulan pus yang terlokalisasi dalam tulang alveolar pada apeks akar gigi setelah gigi nekrosis. Biasanya pembengkakan terjadi dengan cepat, pus akan keluar dari saluran akar ketika kamar pulpa di buka. Perawatan abses alveolar akut mula-mula dilakukan buka kamar pulpa kemudian debridemen saluran akar yaitu pembersihan dan pembentukan saluran akar secara sempurna bila waktu memungkinkan. Lakukan drainase untuk meredakan tekanan dan nyeri serta membuang iritan yang sangat poten yaitu pus. Pada gigi yang drainasenya mudah setelah pembukaan kamar pulpa, instrumentasi harus dibatasi hanya di dalam sistem saluran akar. Pada pasien dengan abses periapikal tetapi tidak dapat dilakukan drainase melalui saluran akar, maka drainase dilakukan dengan menembus foramen apikal menggunakan file kecil sampai no. 25. Selama dan setelah pembersihan dan pembentukan saluran akar, lakukan irigasi dengan natrium hipokhlorit sebanyak-banyaknya. Saluran akar dikeringkan dengan poin kertas, kemudian diisi dengan pasta kalsium hidroksida dan diberi pellet kapas lalu ditambal sementara (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002). Beberpa klinisi menyarankan, jika drainase melalui saluran akar tidak dapat dihentikan, kavitas akses dapat dibiarkan terbuka untuk drainase lebih lanjut, nasihatkan pasien berkumur dengan salin hangat selama tiga menit setiap jam. Bila perlu beri resep analgetik dan antibiotik. Membiarkan gigi terbuka untuk
23
drainase, akan mengurangi kemungkinan rasa sakit dan pembengkakan yang berlanjut.4 III. Penatalaksanaan Nekrosis Pulpa dengan Pembengkakan Menyebar : Pada lesi-lesi ini pembengkakan terjadi dengan progresif dan menyebar cepat ke jaringan. Kadang-kadang timbul tanda-tanda sistemik, yaitu suhu pasien naik. Penatalaksanaan pertama yang paling penting adalah debridemen yaitu pembuangan iritan, pembersihan dan pembentukan saluran akar. Foramen apikalis dilebarkan sampai ukuran file no. 25 agar dapat meningkatkan aliran aksudat. Bila pembengkakan luas, lunak dan menunjukan fluktuasi, mungkin diperlukan insisi malalui jaringan lunak pada tulang. Mukosa di atas daerah yang terkena dikeringkan terlebih dahulu, kemudian jaringan disemprot dengan anestetik lokal, misalnya khlor etil. Insisi intraoral dibuat melalui pembengkakan lunak yang mengalami fluktuasi ke plat tulang kortikal. Suatu isolator karet atau kain kasa yang digunakan untuk drainase dimasukkan selama beberapa hari. Pasien disarankan berkumur dengan larutan salin hangat selama 3 sampai 5 menit setiap jam. Pada bengkak yang difus dan cepat berkembang, harus diberikan antibiotik dan analgetik. Antibiotik pilihan pertamanya adalah penisilin mengingat mikroorganisme penyebab biasanya streptokokus. Jika pasien alergi terhadap penisilin, gunakan eritromisin atau klindamisin (Grossman, 1988; Bence, 1009, Walton and Torabinejad, 2002). Kecepatan penyembuhan bergantung terutama kepada derajat debridement saluran akarnya dan banyaknya drainase yang diperoleh selama kunjungan kedaruratn. Karena edema telah menyebar di jaringan, pembengkakan yang menyebar berkurang perlahan-lahan dalam periode berkisar 3-4 hari
2.7 Prognosis Prognosis bagi gigi baik, apabila diterapi dengan segera menggunakan antibiotik yang sesuai.7 III. RESUME Pasien wanita umur 24 tahun, datang dengan Sejak 1 hari yang lalu, pasien mengeluhkan gigi geraham kanan bawah terasa sakit dan berdenyut, sakit 24
dirasakan hilang timbul, terasa ngilu saat mengunyah makanan terutama makanan yang asam, manis, dan dingin, serta nafas berbau busuk (+). Pasien sudah meminum obat dari klinik sebelumnya dan tidak ada perbaikan. 15 tahun yang lalu, geraham kanan bawah sudah tampak berlubang, pasien sering mengeluhkan sakit gigi tetapi bisa hilang dengan membeli obat di warung. Pasien tidak pernah memeriksakan diri ke dokter gigi sebelumnya. Dari pemeriksaan didapatkan nekrosis (gangren) pulpa dengan abses 47, nekrosis (gangren) radiks 37, kalkulus 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 38, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, crowded teeth, dan protrusi. Penanganan yang seharusnya diberikan adalah Metronidazole 2x500mg, asam mafenamat ʃ prn selama 5 hari, drainase abses, rongent gigi, pencabutan gigi 37, 47, pembuatan gigi palsu 37, 47, scalling gigi, dan pro Spesialis Ordodontik untuk pemasangan kawat gigi jika pasien bersedia. IV. PEMBAHASAN 1. Apakah diagnosis pasien ini sudah tepat? Diagnosis pada pasien ini adalah gangren pulpa 7.. Hal ini sudah benar, namun belum lengkap dikarenakan diagnosis pada gigi lainnya belum ditegakkan. Seharusnya diagnosis untuk pasien ini adalah nekrosis (gangren) pulpa dengan abses 47, nekrosis (gangren) radiks 37, kalkulus 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 38, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, crowded teeth, dan protrusi. Penulisan diagnosis masih menggunakan sistem nomenklatur lama, seharusnya ditulis berdasarkan nomenklatur terbaru yaitu sistem 2 angka dari Federation Dental International (FDI). -
Gigi 47 didiagnosis dengan gangren pulpa dengan abses berdasarkan : Pada inspeksi didapatkan adanya karies profunda, gusi terlihat merah dan bengkak, dan tampak adanya pus didalam gigi yang berlubang. Pada palpasi ditemukan bagian bengkak yang teraba lunak dan nyeri. Tes perkusi ditemukan positif.
25
-
Gigi 37 didiagnosis dengan gangren radiks karena pada inspeksi tidak ditemukan mahkota gigi, akar gigi tampak berwana hitam dan berbau.
-
Kalkulus Pada semua gigi pasien terdapat kalkulus, tampak plak yang sudah mengeras.
-
Crowded teeth dan protrusi ditegakkan dari kondisi gigi yang tampak berjejal dan gigi yang tampak maju ke depan.
2. Apakah penanganan awal pasien ini sudah tepat? Penanganan awal pada pasien ini kurang tepat. Pemberian amoxicillin yang diberikan adalah 3 x 500 mg, sementara untuk penanganan kasus gangren disarankan menggunakan jenis antibiotik yang dapat mengatasi infeksi oleh bakteri anaerob, diantaranya metronidzol atau klindamisin. Pemberian asam mefenamat sebagai analgetik diberikan dengan dosis 3 x 500 mg dapat dipertimbangkan. Namun perlu ditanyakan pada pasien riwayat dispepsia ataupun gangguan lambung sebelumnya. Jika tidak ada riwayat gangguan lambung dapat kita berikan asam mafenamat 500mg dikonsumsi hanya ketika nyeri, jika terdapat gangguan lambung analgetik yang dapat diberikan adalah Paracetamol 500mg, dikonsumsi hanya ketika nyeri. Dengan dosis maksimal 4 gram sehari. 3. Apakah rencana perawatan pada pasien ini sudah tepat? Rencana perawatan pada pasien ini sudah tepat. Pasien direncanakan untuk pencabutan gigi 47 dan sisa akar 37. Berdasarkan teori, tindakan awal untuk penatalaksaan abses adalah drainase abses lalu dilakukan premedikasi. Setelah obat habis pasien disarankan untuk datang kembali untuk perawatan gigi selanjutnya. Sebelum dilakukan pencabutan gigi, sebaiknya dilakukan roentgen lebih dahulu. Jika pasien bersedia dan patuh datang ke dokter gigi untuk gigi 47 bisa dilakukan perawatan saluran akar dengan pulpektomi non vital sehingga gigi diharapkan dapat dipertahankan. Pada sisa akar gigi 37 rencana tindakan sudah benar. Mengingat kondisi pasien dengan hiegiene yang buruk, sering mengalami kekambuhan, tingkat pendidikan dan ekonomi rendah tindakan perawatan 26
saluran akar sulit dilakukan sehingga pencabutan menjadi pilihan rencana perawatan. Setelah dilakukan pencabutan, pembuatan gigi tiruan dapat dilakukan pada gigi yang telah dicabut untuk menjaga kedudukan gigi dan mencegah terjadinya TMJ karena mastikasi yang tidak seimbang. Scalling gigi direncanakan untuk mmbersihkan kalkuklus yang terdapat pada seluruh gigi, banyaknya kalkulus disebabkan karena hiegiene yang buruk dan kondisi crowded teeth. Pro Spesialis Ordodontik untuk pemasangan kawat gigi jika pasien bersedia untuk mengatasi crowded teeth dan protrusi. 4. Bagaimana prognosis pada pasien ini? Dubia ad bonam ditegakkan bila tindakan ektraksi terhadap gigi yang bermasalah dilakukan. Namun pasien tidak kooperatif sehingga perawatan lebih lanjut tidak bisa dilakukan. Hal ini menyebabkan prognosis pasien menjadi lebih buruk.
27
DAFTAR PUSTAKA 1. Abbott PV. Classification, Diagnosis, and Clinical Manifestation of Apical Periodontitis. In Endodontics Topic 2004. Blackwell Munksgaard; 2004. 8.p:36-54 2. Cohen S. Diagnostic Procedure. In : Pathways of The Pulp Sixth Edition. Editors: Cohen S, Burns RC. Mosby Incorporated. Canada; 1994. p: 3-23 3. Goodell GG, Tordik PA, Moss HD. Pulpal and periradicular diagnosis. Nav Dent School J; 2005: 27(9): 15-8 4. Gutmann JL, Dumsha TC, Lovdahl PE, Hovland EJ. Pemecahan Masalah dalam Endodonsia. EGC. Jakarta; 2000: hal 200-12. 5. Irfan FY. Identifikasi Bakteri pada Saluran Akar Gigi. Hasanuddin University Repository. Makassar; 2012: hal 1-11 6. Kidd, Edwina A.M dan Bechal. Dasar-Dasar Karies, Penyakit dan Penanggulangannya.EGC Jakarta:. 1991
7. Ford TRP. Restorasi Gigi. EGC. Jakarta; 1993:hal 2-60
28