STATUS PENDERITA
No. Rekam Medik
: 1309171366
Masuk RSAM
: 14 September 2013
Pukul
: 10.30 WIB
I. ANAMNESIS
Alloanamnesisdariibupasien, tanggal 18 September 2013 Identitas - Nama penderita
: In
-
Jenis kelamin
: Perempuan
-
Umur
: 7 tahun
- Nama Ayah
: Tn .St
Umur
: 33 tahun
Pekerjaan
: Petani
Pendidikan
: SMA
- NamaIbu
: Ny.Sm
Umur
: 32 tahun
Pekerjaan
: IRT
Pendidikan
: SMA
-
Hub.dgnorangtua Hub.dgnorangtua : Anak Anak kandung
-
Agama
: Islam
-
Suku
: Jawa Jawa
-
Alamat
: Ratna Katon,Seputih Raman
1
RiwayatPenyakit Keluhan utama
: Kejang
Keluhan tambahan : Demam, muntah, batuk disertai pilek Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke UGD dalam keadaan tidak sadar. Os merupakan pasien rujukan dari RS Islam Metro dengan keluhan kejang 1 hari SMRS. Kejang diawali dengan demam yang terjadi secara tiba-tiba. Selama di RS Islam Metro Kejang terjadi lebih dari lima kali dan terjadi tiap 2 jam sekali. Durasi kejang terjadi kira-kira 5 menit. Kejang meliputi seluruh badan, mata melihat keatas dan lidah tergigit. Saat kejang dan setelah kejang os tidak sadar kemudian os dirujuk ke RSAY. Satu hari SMRS os juga sempat muntah sebanyak 5 kali, berisi makanan. Os tidak pernah mengalami kejang sebelumnya. Selain itu, os juga mengeluh batuk pilek sejak 1 minggu yang lalu. Menurut keluarga os suhu saat demam tidak terlalu tinggi..Selama di rawat di RSAY os tidak mengalami kejang lagi. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah menderita gejala seperti ini sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga / Lingkungan
Dalam keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti ini. Riwayat Kehamilan
Selama hamil, ibu pasien rajin memeriksakan kehamilannya secara teratur ke bidan dan tidak ada keluhan yang yang berarti. Riwayat Persalinan
Bayi dilahirkan secara spontan pervaginam dibantu oleh bidan dan pasien langsung menangis ketika lahir.Lahir cukup bulan. Berat badan lahir pasien 3 kg dengan panjang badan 50 cm.
2
RiwayatPenyakit Keluhan utama
: Kejang
Keluhan tambahan : Demam, muntah, batuk disertai pilek Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke UGD dalam keadaan tidak sadar. Os merupakan pasien rujukan dari RS Islam Metro dengan keluhan kejang 1 hari SMRS. Kejang diawali dengan demam yang terjadi secara tiba-tiba. Selama di RS Islam Metro Kejang terjadi lebih dari lima kali dan terjadi tiap 2 jam sekali. Durasi kejang terjadi kira-kira 5 menit. Kejang meliputi seluruh badan, mata melihat keatas dan lidah tergigit. Saat kejang dan setelah kejang os tidak sadar kemudian os dirujuk ke RSAY. Satu hari SMRS os juga sempat muntah sebanyak 5 kali, berisi makanan. Os tidak pernah mengalami kejang sebelumnya. Selain itu, os juga mengeluh batuk pilek sejak 1 minggu yang lalu. Menurut keluarga os suhu saat demam tidak terlalu tinggi..Selama di rawat di RSAY os tidak mengalami kejang lagi. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah menderita gejala seperti ini sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga / Lingkungan
Dalam keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti ini. Riwayat Kehamilan
Selama hamil, ibu pasien rajin memeriksakan kehamilannya secara teratur ke bidan dan tidak ada keluhan yang yang berarti. Riwayat Persalinan
Bayi dilahirkan secara spontan pervaginam dibantu oleh bidan dan pasien langsung menangis ketika lahir.Lahir cukup bulan. Berat badan lahir pasien 3 kg dengan panjang badan 50 cm.
2
Riwayat Makanan
Umur : 0 - 6 bulan
: ASI
Umur 6 – 6 – 18 18 bulan`
: ASI
>18 bulan
: bubur saring
RiwayatImunisasi
BCG
: 1x, Skar (+)
Polio
: 6x (0,2,3,4,18 bulan, 5 tahun)
Hepatitis B
: 4x (0,2,3,4,18 bulan, 5 tahun)
DPT
: 5x (2,3,4,18 bulan, 5 tahun
Campak
: 2x (9 bulan, 6 tahun)
Kesimpulan
: Imunisasi Imunisasi lengkap lengkap namun ibu os tidak ingat jadwal pemberian
imunisasi dilakukan di Posyandu oleh bidan
II. PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN FISIK
Status Present -
Keadaan umum
: Tampak Sakit Sedang
-
Kesadaran
: Compos mentis
- Nadi
: 140 x/menit, teratur, isi cukup
-
Respirasi
: 30 x/menit
-
Suhu
: 38,1 ºC
-
BB
: 23 kg
-
TB
: 120 cm
-
Lingkar Lengan Atas : 10 cm
-
Status gizi
: Berdasarkan WHO Growth Chart Standart
BB/U berada antara garis 0 dan 1 skala Z-score ( gizi gizi cukup); cukup);
TB/ U berada di persentil 0 skala Z-score (normal)
BB/TB berada antara 1sd 2 (gizi cukup)
3
Status Generalis
1. Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh -
Pucat
: (-)
-
Sianosis
: (-)
-
Ikterus
: (-)
-
Perdarahan
: (-)
-
Oedemumum
: (-)
-
Turgor
: Cukup
-
Pembesaran KGB
: (-)
KEPALA
- Bentuk
: Bentuk bulat, simetris,
- UUB
: Rata
- Rambut
: Hitam, tidak mudah dicabut, tumbuh merata
- Kulit
: petekie (-), warna sawo matang
- Mata
: Kelopak mata edem- /-, konjungtiva anemis -/-, skleraikterik -/-
- Telinga
: Bentuk normal, simetris
- Hidung
: Bentuk normal, septum deviasi (-),pernafasan cuping hidung(-), sekret tidak ada
- Mulut
:Bibir kering (-) pucat(-), sianosis (-), gigi tidak ada.
LEHER
-
Bentuk
: Simetris
-
Trakhea
: Ditengah
-
KGB
: Tidak ada pembesaran
4
THORAKS -
Bentuk
: Simetris
-
Retraksi suprasternal
: (-)
-
Retraksi substernal
:(-)
-
Retraksi intercostal
: (-)
-
Retraksi subcosta
:(-)
JANTUNG
-
Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
-
Palpasi
: Ictus cordis teraba
-
Perkusi
: redup
-
Auskultasi
: Bunyi jantung I – II reguler, murmur (-), gallop (-)
PARU – PARU
ANTERIOR KIRI
POSTERIOR KANAN
KIRI
KANAN
Inspeksi
Pergerakan Pergerakan pernafasan simetris; pernafasan simetris;
Pergerakan pernafasan simetris
Pergerakan pernafasan simetris
Palpasi
Fremitus taktil = kanan
Fremitus taktil = kiri
Fremitus taktil = kanan
Fremitus taktil = kiri
Perkusi
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
5
Auskulta si
Suara nafas vesikuler
Suara nafas vesikuler
Suara nafas vesikuler
Suara nafas vesikuler
ABDOMEN
-
Inspeksi
: datar, simetris
-
Palpasi
: Nyeri tekan (-)
-
Perkusi
: Timpani
-
Auskultasi
: Bising usus(+) normal
GENITALIA EXTERNA
- Kelamin
: perempuan, tidak ada kelainan
STATUS NEUROLOGIS A. Motorik Kekuatan
:
Gerakan
: aktif
Tonus
:+
Klonus
:-
5
5
5
5
Reflek fisiologis
:+
Refleks patologis
:-
B. Sensorik
: rangsang halus +,rangsang tajam +
C. Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk -, kernig sign -, brudzinsky 1 EKSTREMITAS
Superior
: Edema(-/-), Sianosis (-), akral hangat (+)
Inferior
: Edema (-/-), Sianosis (-), akral hangat (+)
6
III. DIAGNOSA BANDING
Epilepsi
IV. DIAGNOSA KERJA
Kejang Demam Kompleks
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap Tanggal 14 september 2013 HB : 11,5 g/dl Leukosit : 42.100 /ul Eritrosit : 4,77 /ul Trombosit : 471.000 /ul HT : 35,7% Tanggal 17 Septeber 2013 HB : 11,6 g/dl Leukosit : 13.600/ul Eritrosit : 4,8 /ul Trombosit : 390.000/ul HT : 37,4/ul
VI. TATALAKSANA UGD
Oksigen nasal 4 liter/menit IVFD RL XIIgtt/menit Inj diazepam ½ amp bila kejang Drip phenitoin ½ amp Ceftriaxon 2x500 mg Gentamicin 3 x1/2 amp Paracetamol syrp 4x2cth Ranitidin 2 x ½ amp
7
VII.
Follow up 16 September 2013
Subjective
17 September 2013
Demam (-)
Pusing
Kejang (-)
Demam (-) Kejang (-)
Objective
Tampak Sakit Sedang
Tampak Sakit Sedang
Compos mentis GCS 15
Compos mentis GCS 15
BB : 23 kg
BB : 23 kg TTV : -
HR : 84 x/m
-
RR : 28x/m
-
T
: 36,5 C
Pemeriksaan Fisik : Mulut
: Sianosis (-)
Hidung
: NCH(-)
Pulmo : I= hemithorak sin dex P= Fremitus simetris P= sonor /sonor A= vesikuler Abd : I = Datar simetris P= NT (-),Hepatospenomegali (-) P = timpani A = BU + Ekstremitas : sianosis (-), pucat (-) Assessment Planning
KDK
KDK
IVFD RL 12 gtt/menit
IVFD RL 12 gtt/menit
Ceftriaxon 2x500 gr
Ceftriaxon 2x500 gr
Gentamicin 2x1/2 amp
Gentamicin 2x1/2 amp
Paracetamol syr 4 x 2 cth
Paracetamol syr 4 x 2 cth
8
Diazepam 2 mg iv jika
Diazepam 2 mg iv jika kejang
kejang Cek DL ulang -
18 September 2013 Subjective
Demam (-) Kejang (-)
Objective
Tampak Sakit Ringan Compos mentis GCS 15 BB : 23 kg TTV : -
HR : 140 x/m
-
RR : 28 x/m
-
T
: 35,9 C
Pemeriksaan Fisik : Mulut
: Sianosis (-)
Hidung
: NCH(-)
Pulmo : I= hemithorak sin dex P= Fremitus simetris P= sonor /sonor A= vesikuler Abd : I = Datar simetris P= NT ( – ), Hepatospenomegali(-) P = timpani A = BU + Ekstremitas : sianosis (-), pucat (-) Assessment
KDK
9
Planning
Pasien pulang dengan pengobatan: Paracetamol syr 4 x 2 cth
Pasien pulang pada tanggal 18 September 2013 pukul 11.00 WIB
10
RESUME
I.
Anamnesis
Os perempuan umur 7 tahun dengan berat badan 23 kg datang ke UGD dalam keadaan tidak sadar. Os merupakan pasien rujukan dari RS Islam Metro dengan keluhan kejang 1 hari SMRS. Kejang diawali dengan demam yang terjadi secara tiba-tiba. Selama di RS Islam Metro Kejang terjadi lebih dari lima kali dan terjadi tiap 2 jam sekali. Durasi kejang terjadi kira-kira 5 menit. Kejang meliputi seluruh badan, mata melihat keatas dan lidah tergigit. Saat kejang dan setelah kejang os tidak sadar kemudian os dirujuk ke RSAY. Satu hari SMRS os juga sempat muntah sebanyak 5 kali, berisi makanan. Os tidak pernah mengalami kejang sebelumnya. Selain itu, os juga mengeluh batuk pilek sejak 1 minggu yang lalu. Menurut keluarga os suhu saat demam tidak terlalu tinggi..Selama di rawat di RSAY os tidak mengalami kejang lagi.
II.
Pemeriksaan Status Present PemeriksaanFisik - Keadaanu : Tampaksakits - Mulut : Sianosis (-) mum edang - Hidung : NCH (-) - Kesadaran : Compos mentis - Nadi : 140x/mnt, isi - Thoraks : Hemithoraks sin=dek cukup : 30 x/mnt : auskultasi - Respirasi vesikuler/vesikuler o - Suhu : 38,1 C - Ektremitas : Sianosis -/-
- BB
III.
: 23 Kg
- Status Neurologis
: Tidak ada kelainan
Pemeriksaaan Penunjang Darah lengkap Tanggal 14 september 2013 HB : 11,5 g/dl
11
Leukosit : 42.100 /ul Eritrosit : 4,77 /ul Trombosit : 471.000 /ul HT : 35,7% Tanggal 17 Septeber 2013 HB : 11,6 g/dl Leukosit : 13.600/ul Eritrosit : 4,8 /ul Trombosit : 390.000/ul HT : 37,4/ul
IV.
Diagnosis Kerja
Kejang Demam Kompleks V.
Diagnosis Banding
VI.
Epilepsi
Penatalaksanaan
IVFD RL XII gtt/menit Ceftriaxon 2x500 gr Gentamicin 2x1/2 amp Paracetamol syr 4 x 2 cth Diazepam 2 mg iv jika kejang
VII. PemeriksaanAnjuran
Darah lengkap, EEG, Lumbal pungsi
VIII. Prognosis
Quo ad vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad functionam
: Dubia ad bonam
Quo ad sanationam
: Dubia ad bonam
12
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Kejang demam berdasarkan definisi dari The International LeagueAgaints Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38˚C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Konsensus Penatalaksaan Kejang demam IDAI, 2006).Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam (Konsensus Penatalaksaan Kejang demam IDAI, 2006).
Faktor Risiko
Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi, perubahan keseimbangan caira dan elektrolit (Dewanto dkk,2009). Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (Konsensus Penatalaksaan Kejang demam IDAI, 2006): 1. Riwayat kejang demam dalam keluarga 13
2. Usia kurang dari 12 bulan 3. Temperatur yang rendah saat kejang 4. Cepatnya kejang setelah demam Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama. Faktor risiko menjadi epilepsi adalah : 1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama. 2. Kejang demam kompleks 3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung. Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49% (Level II-2). Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.
Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronkitis, dan infeksi saluran kemih (Soetomenggolo,2000).
Klasifikasi
Umumnya
kejang
demam
dibagi
menjadi
2
golongan.
Kriteria
untuk
penggolongan tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat
14
perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekaman otak, dan lainnya (Lumbantobing, 2004). Studi epidemiologi membagi kejang demam menjadi 3 bagian yaitu: kejang demam sederhana, kejang demam kompleks, dan kejang demam berulang (Baumann, 2001). Klasifikasi 1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure) Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. 2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure) Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini: 1. Kejang lama > 15 menit, kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar.Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. 2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial. 3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam, kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam.
Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu 15
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seeorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38°C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Dari kenyataan inilah dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering
terjadi
pada
ambang
kejang
yang
rendah
sehingga
dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnyakejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi (Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2002).
16
Manifestasi Klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat,berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang demam diikuti hemiparesis sementara (Hemeparesis Tood) yang berlangsung beberapa jam sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Kejang berulang dalam 24 jam ditemukan pada 16% paisien (Soetomenggolo, 2000). Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanyaberkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 39°C atau lebih. Kejang khas yang menyeluruh, tonik-klonik beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca-kejang. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang memerlukan pengamatan menyeluruh (Nelson, 2000).
Diagnosa
Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis kejang demam antara lain: 1. Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung diagnosis ke arah kejang demam, seperti:
Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.
Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam, seperti genetik, menderita penyakit tertentu yang disertai demam tinggi, serangan kejang pertama disertai suhu dibawah 39°C.
17
Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam berulang adalah
usia< 15 bulan saat kejang demam pertama,
riwayat kejang demam dalam keluarga, kejang segera setelah demam atau saat suhu sudah relatif normal, riwayat demam yang sering, kejang demam pertama berupa kejang demam akomlpeks (Dewanto dkk,2009). 2. Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah:
Suhu tubuh mencapai 39°C.
Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang.
Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala kejang tergantung pada jenis kejang.
Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.
Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar (Dewanto dkk,2009).
3. Pemeriksaan fisik dan laboratorium Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik neurologi maupun laboratorium. Pada kejang demam kompleks, dijumpai kelainan fisik neurologi berupa hemiplegi. gelombang
abnormal
berupa
Pada pemeriksaan EEG didapatkan
gelombang-gelombang
lambat
fokal
bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan gelombang tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostik, walaupun penderita kejang demam kompleks lebih sering menunjukkan gambaran EEG abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan untuk menduga
kemungkinan
terjadinya
epilepsi
di
kemudian
hari
(Soetomenggolo, 2000).
Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
18
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan labora-torium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah (level II-2 dan level III, rekomendasi D). b. Pungsi lumbal Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%.Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan
atau
meny-ingkirkan
diagnosis
meningitis
karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada: 1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan 2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan 3. Bayi > 18 bulan tidak rutin Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. c. Elektroensefalografi Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak
dapat
memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada
pasien
kejang
demam.
Oleh
karenanya
tidak
direkomendasikan (level II-2, rekomendasi E).Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks d. Pencitraan Foto X-raykepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging(MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti: 1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) 2. Paresis nervus VI 3. Papiledema
19
Diagnosa Banding
Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiperesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak dengan kejang demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat, dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam (Soetomenggolo, 2000). Penatalaksanaan
Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu: 1. Pengobatan fase akut Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu pasien sedang kejang semua pakaian yang ketat dibuka, dan pasien dimiringkan kepalanya apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secra teratur, diberikan oksiegen, kalau perlu dilakukan intubasi. Awasi keadaan vital sperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik. Diazepam adalah pilihan utama dengan pemberian secara intravena atau intrarektal (Soetomenggolo, 2000).
Penatalaksaan saat kejang Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak
20
dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti,dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
2. Mencari dan Mengobati Penyebab Pemeriksaan
cairan
serebrospinal
dilakukan
untuk
menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai meningitis atau apabila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering mengalami meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan utuk mencari penyebab (Soetomenggolo, 2000).
21
Pemberian obat pada saat demam Antipiretik Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III, rekomendasi B). Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari.
Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, seh-ingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan (level III, rekomendasi E).
Antikonvulsan Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5C (level I, rekomendasi A).Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam (level II reko-mendasi E)
3. Pengobatan Profilaksis Kambuhnya kejang demam perlu dicegah, kerena serangan kejang merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga. Bila kejang demam berlangsung lama dan mengakibatkan kerusakan otak yang menetap (cacat).
Pemberian obat rumat Indikasi pemberian obat rumat
22
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu): 1. Kejang lama > 15 menit 2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus. 3. Kejang fokal 4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila: 1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12bulan. 2.
Kejang demam >4 kali per tahun.
Penjelasan: 1. Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam >15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat. 2. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat. 3. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkanbahwa anak mempunyai fokus organik. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat. Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hariefektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (level I).Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samp-ing, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek (rekomendasi D). Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam
23
valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. Lama Pengobatan Rumat Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Edukasi pada orang tua Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua berang-gapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya: a. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik. b. Memberitahukan cara penanganan kejang c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.
Ada 3 upaya yang dapat dilakukan: -
Profilaksis intermitten, pada waktu demam.
-
Profilaksis terus-menerus, dengan obat antikonvulsan tiap hari
-
Mengatasi segera bila terjadi kejang.
Profilaksis intermitten Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak. Diazepam intermittent memberikan hasil lebih baik kerena penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan 24
berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5°C atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan sacara oral dengan dosis 0,5 mg/kg BB/ hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk, dan hipotonia (Soetomenggolo, 2000). Profilaksis terus-menerus dengan antikonvulasan tiap hari. Pemberian fenobarbital 4-5 mg/kg BB/hari dengan kadar darah sebesar 16 mgug/ml dalam darh menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulanggnya kejang demam. Obat lain yang dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam adalah asam valproat yang sama atau bahkan lebih baik dibandingkan efek fenobarbital tetapi kadang-kadang menunjukkan efek samping hepatotoksik. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg BB/hari. Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjandinya epilepsi di kemudian hari (Soetomenggolo, 2000). Consensus Statement di Amerika Serikat mengemukakan kriteria yang dapat dipakai untuk pemberian terapi rumat. Profilaksis tiap hari dapat diberi pada keadaan berikut: 1. Bila terdapat kelainan perkembangan neurologi misalnya (cerebral palsy, retardasi mental, mikrosefali). 2. Bila kejang demam berlangsung lama dari 15 menit, bersifat fokal, atau diikuti kelainan neurologis sepintas atau menetap. 3. Terdapat riwayat kejang-tanpa-demam yang bersifat genetik pada orang tua atau saudara kandung. Vaksinasi 1. Sejauh ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divak-sinasi sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000. 25
2. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.
Prognosis Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis. Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Kemungkinan berulangnya kejang demam. Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus.
26
ANALISIS KASUS
1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat ?
Diagnosa kerja pada pasien ini adalah kejang demam kompleks sudah tepat karena kejang demam kompleks ditegakkan melalui anamnesa, gejala klinik dan diperkuat dengan pemeriksaan penunjang. Adapun definisi kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38˚C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 ˚C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium(Konsensus Penatalaksaan Kejang demam IDAI, 2006). Gejala klinikkejang demam kompleks (Complex febrile seizure) salah satu ciri berikut ini: a. Kejang lama > 15 menit, kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar.Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial. c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam, kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam.
Dalam laporan kasus ini pasien adalah anak perempuan usia 7tahun dengan BB 23 kg datang dengan keluhan kejang 1 hari sebelum masuk
27
rumah sakit.Kejang diawali dengan demam. Kejang terjadi lebih dari lima kali dan terjadi setiap 2 jam sekali. Kejang terjadi kira-kira 5 menit. Kejang meliputi seluruh badan, mata melihat keatas dan lidah tergigit. Saat kejang dan setelah kejang os tidak sadar. Demam terjadi sejak satu minggu yang lalu disertai batuk pilek. Suhu saat demam tidak terlalu tinggi. Satu hari SMRS os juga sempat muntah sebanyak 5 kali. Sebelum dibawa ke RSAY os sempat dirawat selama 1 hari di RS Islam Metro, namun karena kejang terus berulang maka os dirujuk ke RSAY. Riwayat sebelumnya dengan keluhan yang sama disangkal,.Riwayat kejang pada anggota keluarga disangkal. Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan kejang. Kejang yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
Intracranium seperti pendarahan atau sumbatan pada otak.
Ektracranium seperti kejang demam, infeksi SSP, atau epilepsi.
Pada penyakit intracranium kejang biasanya timbulakibat adanya trauma atau ada riwayat trauma sebelumnya termasuk trauma saat jalan lahir. Kejang karena faktor intrakranium bisa timbul tanpa diawali demam terlebih dahulu dan diikuti dengan pemeriksaan fisik reflek pupil yang abormal anisokor ataupun pin point hingga terjadi penunurunan kesadaran. Dari allonamnesa tidak ditemukan riwayat trauma, penurunan kesadaran dan pemeriksaan fisik GCS dan reflek pupil yang abnormal sehingga faktor kejang dari intracranium dapat disingkirkan. Kelainan akibat faktor ekstracranium, dapat disebabkan oleh kejang demam, epilepsi dan infeksi SSP. Pada pasien ini tidak ditemukan hasil yang positif pada pemeriksaan rangsang meningeal sehingga infeksi SSP seperti meningitis dapat disingkirkan. Untuk perbedaan kejang demam dan epilepsi dapat dibandingkan dengan faktor resiko terbesar pada pasien. Pada pasien ini kejang terjadi baru pertama kali dengan riwayat epilepsi pada keluarga
28
disangkal serta kejang diawali dengan demam. Oleh karena itu diagnosa lebih mengarah pada kejang demam. Berdasarkan
kriteria
pada
kejang
demam
kompleks
(Konsensus
Penatalaksaan Kejang demam IDAI, 2006), pasien pada kasus ini mempunyai salah satu dari kriteria tersebut yakni: kejang berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam, kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Sehingga diagnosa yang kam tetapkan pada pasien ini adalah kejang demam kompleks.
2. Apakah penatalaksaan pada kasus sudah tepat ? Pada awal masuk di UGD pasien ini diberikan penatalakasanaan:
Pemberian O2 diberikan untuk mengatasi hipoksemia yang disebabkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen dan energi.O2 nasal 4 liter/menit diberikan pada pasien ini pada saat kejang.
Pemasangan infus RL dengan kebutuhan cairan BB >20 kg; 85100cc/kgBB/hari. Berat badan pasien ini 23 kg, jadi diberikan 2070cc/hari. Sehingga pemberiannya XX tetes/menit.
Pemberian diazepam pada saat kejang digunakan dosis 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan. Sehingga pada pasien ini seharusnya diberikan diazepam IV sebanyak 6,9 mg (1 ⅓ ampul) dengan kecepatan 1-2 mg per menit dalam waktu 3- 5menit. Setelah pemberian diazepam sebanyak 2 kali pasien tetap masih kejang, sehingga dilanjutkan pembrian fenitoin dengan dosis 10-20 mg/kgBB IV perlahan dengan kecepatan 0,5- 1 mg/kgBB/menit. Dosis fenitoin yang diberikan pada pasien ini seharusnya 230 mg (2 ⅓ ampul).
Untuk pemberian diazepam dapat diberikan jika
pasien demam suhu diatas (38,5°C) dengan dosis oral 0,3 mg/kgBB/8jam
dapat
menurunkan
resiko
kejang
berulang.
29
Sehingga diazepam oral tablet dapat diberikan 3 tablet (6mg) jika pasien demam suhu diatas (38,5°C).
Antipiretik Untuk mencegah timbulnya kejang akibat demam diberikan parasetamol sirup dengan dosis 10-20 mg/kgBB, diberikan 230 mg, sehingga diberikan 4x2cth. Jika keluhan demam telah hilang pemberian obat ini dapat diberhentikan.
Antibiotik Pemeberian antibiotika diberikan pada pasien yang observasi kejang, terutama bila ada tanda-tanda infeksi.Pada pasien ini didapatkan hasil lab peningkatan leukosit pada saat awal masuk RS yakni
42.100/ul.Sehingga
dapat
diberikan
antibiotik
broad
spectrum terlebih dahulu yakni golongan beta lactam yang dikombinasikan dengan aminoglikosida. Antibiotik yang diberikan ceftriaxon dengan dosis 50-100mg/kgBB/hari sehingga diberikan 1050gr/hari (2x500 gr)ditambah dengan gentamisin dengan dosis 2-2.5mg/kgBB/hari
sehingga
diberikan
50mg/hari
seharusnya3x0,4cc (15mg).
Pengobatan rumat Pengobatan rumat dipertimbangkan bila : -
Kejang berulang 2x atau lebih dalam 24 jam.
-
Kejang demam terjadi pada bayi usia <12 bln
-
Kejang demam > 4 kali per tahun.
Pada kasus ini pengobatan rumat dapat dipertimbangkan karena os mengalami kejang berulang > 2x dalam waktu 24 jam. Pengobatan rumat dapat diberikan asam valpoat dosis 15-40 mg/kgbb/hari terbagi dalam 2-3 dosis, namun pemberian harus diperhatikan karena obat tsb dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Ditambah pemberian fenobarbital 3-4 mg /kgbb/hari terbagi
30
dalam 1-2 dosis. Lama pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang kemudian diberhentikan secara bertahap selama 1- 2 bulan.
3. Bagaimana prognosis pada kasus ? Prognosis pada kasus ini dubia ad bonam, karena kemungkinan pasien bisa mengalami kejang berulang lagi atau kecacatan atau kelainan neurologis. Berdasarkan salah satu penelitian secara retrospektif laporan kelainan neurologis terjadi pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusponegoro DH, Widodo D P, Ismael S. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi: Badan Penerbit IDAI. Th; 2006.hal; 1-15. 2. Bahtera T. Kejang Demam. Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipenogoro, Th; 2009. Hal; 22-67. 3. Deliana S. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak . Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002: 59 – 62 4. Nelson. E. Waldo. Ilmu Kesehatan Anak . EGC. 2000 5. Pusponegoro, dkk. Standart Pelayanan Medis Kesehatan Anak , Kejang Demam; Penerbit; IDAI; 2005, Hal 209-211
32