BAGIAN ILMU BEDAH
LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN
FEBRUARI 2018
UNIVERSITAS PATTIMURA
FRAKTUR MANDIBULA
Disusun oleh: TRI ASIH M.W FATUBUN (2017-84-030
PEMBIMBING dr. Jacky Tuamely Sp. B
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON 2018
BAB I LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Nn. Widya Tamrin
Umur
: 16 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pendidikan
:-
Status perkawinan
: Belum Menikah
Pekerjaan
:-
Tanggal pemeriksaan : 15 Januari 2018, pukul. 11.30
ANAMNESIS Keluhan Utama: Nyeri pada dagu
Keluhan dialami sekitar 1 jam SMRS diakibatkan oleh kecelakaan tunggal. Pasien membawa sepeda motor dengan kecepatan tinggi dan menabrak sebuah tembok sehingga menyebabkan luka robek pada bagian dagu pasien yang diakuinya akibat terkena bagian serpihan motor yang rusak akibat tabrakan tersebut. Pingsan (-), nyeri kepala (-), mual muntah (-)
Riwayat Penyakit Dahulu : (-) Riwayat Penyakit Keluarga : (-) Riwayat Pribadi dan Sosial : (-)
1
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present : : 36,7 oC
TD
:100/70 mmHg
Suhu
N
: 123 x/menit, regular
GCS: E4V5M6
RR
:32 x/menit, regular
SpO2 : 98%
Status general Kepala : normocephali Wajah : tampak wajah asimetris, deviasi mandibula. Ada luka robek pada mental ukuran 10 x 7 cm Mulut : luka robek pada ginggiva diantara gigi ukuran 2cm x 2 cm x 1cm tepi tidak rata dengan dasar tulang, ditemukan edema dasar mulut, palatum dan lidah. Mata
: Conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterus (-/-), Refleks pupil (+/+) isokor
THT
: kesan normal
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-) Thorax : Cor : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-) Po : vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/Abdomen Inspeksi
:Soepel, Distensi (-),massa (-), Darm steifung (-), parut (-)
Auskultasi : Bising usus normal 8 x/menit Palpasi
: Massa (-), nyeri tekan dan defans muscular di mcburney.
Perkusi
: timpani seluruh regio abdomen
Ekstremitas
: akral hangat.
Rectal Toucher
: Tidak dilakukan pemeriksaan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
1). Laboratorium -
Darah Rutin (21/12/2017): Hb 12/ Ht 35,3/ trombosit 346/ leukosit 17,4
neutrophil 84,0
2
2.) Ro kepala AP/L
3
DIAGNOSIS KERJA
Fraktur mandibula + Vulnus laceratum region mentalis
-
USULAN PEMERIKSAAN
-
CT scan kepala
PLANNING THERAPY
-
IVFD RL 20 tpm
-
Inj Ranitidin 2 x 1 amp / iv
-
Inj Ketorolac 3 x 30 mg / iv
-
Inj Ceftriaxone 2 x 1 gr / iv
-
Inj Asam tranexamat 3 x 500mg / iv
-
Jahit situasional
-
Rencana Reposisi dan Fiksasi mandibula
FOLLOW UP
Tanggal
16-01-2018
S
O
-
A
Nyeri
Inspeksi
pada dagu
-
- pasien
-
Perban pada dagu -
sulit
Bengkak pada pipi kiri dan kanan
makan
-
-
Diet cair oral
laceratum
-
Sohobion 1 amp
Fraktur
/ 24 jam -
Terlihat perubahan warna
pergeraka
disekitar pipi dan
n
dagu
mulutt
-
Vulnus
mandibula
karena
\terbatas
P
kulit
amp -
-
Ketorolac 3x30mg
-
Palpasi : - Nyeri tekan pada
Ceftriaxone 2x1
Ranitidin
2x1
amp -
Rencana reposisi
pipi
dan
Teraba hangat
mandibula
4
fiksasi
Tanggal
17-01-2018
S
O
-
Nyeri pada dagu
A
Inspeksi -
- Nyeri
-
Bengkak pada pipi kiri
pada
P
dan
kanan
-
Diet cair oral
laceratum
-
Rawat luka (ganti b
Fraktur
Ceftriaxone 2x1 amp
Terlihat perubahan
-
Ketorolac 3x30mg
warna
kulit
-
Ranitidin 2x1 amp
masih
disekitar pipi dan
-
Rencana
kesulitan
dagu
-
- pasien
saat makan
mandibula
dan observasi luka) -
kepala
bertambah
-
Vulnus
fiksasi mandibula
Palpasi : - Nyeri tekan pada pipi -
reposisi
Teraba hangat
5
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi fraktur mandibula Fraktur
adalah
disebabkan
oleh
mandibula
adalah
discontinuitas
dari
jaringan
tulang
yang
biasanya
adanya kecelakaan yang timbul secara langsung. Fraktur putusnya
kontinuitas
tulang mandibula.
Hilangnya
kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh wajah
ataupun
keadaan patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani
dengan benar.1
B. Klasifikasi fraktur mandibula2,3 Secara umum, fraktur diklasifikasikan menurut penyebab terjadinya, menurut hubungan dengan jaringan sekitarnya, dan menurut bentuknya. 1.
Menurut penyebab terjadinya
a. Fraktur traumatik Frakur traumatik, dapat disebabkan baik oleh trauma langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung yang mengenai anggota tubuh penderita, gaya yang diterima oleh tubuh dapat menyebabkan fraktur. Trauma
tidak
langsung, terjadi seperti pada penderita yang jatuh dengan tangan menumpu dan lengan atas-bawah lurus, berakibat fraktur kaput radii atau klavikula. Gaya tersebut dihantarkan melalui tulang-tulang anggota gerak atas dapat berupa
gaya
berputar,
pembengkokan
(bending)
atau
kombinasi
pembengkokan dengan kompresi yang berakibat fraktur butterfly, maupun kombinasi gaya berputar, pembengkokan dan kompresi seperti fraktur oblik dengan garis fraktur pendek. Fraktur juga dapat terjadi akibat tarikan otot seperti fraktur patela karena kontraksi quadrisep yang mendadak. b. Fraktur stress Trauma yang berulang dan kronis pada tulang yang mengakibatkan tulang menjadi lemah. Contohnya pada fraktur fibula pada olahragawan.
7
c. Fraktur patologis Pada tulang telah terjadi proses patologis yang mengakibatkan tulang tersebut rapuh dan lemah. Biasanya fraktur terjadi spontan.
2. Menurut hubungan dengan jaringan sekitar a. Fraktur simple/tertutup, disebut juga fraktur tertutup, oleh karena kulit di sekeliling fraktur sehat dan tidak sobek. b. Fraktur terbuka, kulit di sekitar fraktur sobek sehingga fragmen tulang berhubungan dengan dunia luar (bone expose) dan berpotensi untuk menjadi infeksi. Fraktur terbuka dapat berhubungan dengan ruangan di tubuh yang tidak steril seperti rongga mulut. c. Fraktur komplikasi, fraktur tersebut berhubungan dengan kerusakan jaringan atau struktur lain seperti saraf, pembuluh darah, organ visera atau sendi.
3. Menurut bentuknya a. Fraktur komplit, Garis fraktur membagi tulang menjadi dua fragmen atau lebih. Garis fraktur bisa transversal, oblik atau spiral. Kelainan ini dapat menggambarkan arah trauma dan menentukan fraktur stabil atau unstabil. b. Fraktur inkomplit, Kedua fragmen fraktur terlihat saling impaksi atau masih saling tertancap. c. Fraktur komunitif, Fraktur yang menimbulkan lebih dari dua fragmen. d. Fraktur kompresi, Fraktur ini umumnya terjadi di daerah tulang kanselus.
Sedangkan klasifikasi fraktur mandibula, di antaranya: 1. Berdasarkan regio anatomis Menunjukkan regio-regio pada mandibula yaitu : badan, simfisis, sudut, ramus,
prosesus koronoid, prosesus kondilar, prosesus alveolar. Fraktur yang
terjadi dapat pada satu, dua atau lebih pada region mandibula ini.
8
Gambar 1. Regio mandibula 2 Simfisis – fraktur terjadi pada insisivus tengah yang berjalan dari alveolar melalui perbatasan inferior dari mandibula.4
Parasimfisis – fraktur terjadi dibatasi oleh garis vertikal kaninus.4
Gambar 2. Fraktur parasimfisis mandibula kanan 4
Badan – Fraktur yang terjadi dari distal simfisis bertepatan dengan perbatasan alveolar otot masseter. Ramus mandibula – Dibatasi oleh aspek superior dari sudut dua saluran yang membentuk puncak pada sigmoid. 4
9
Gambar 3. Fraktur ramus mandibula dan parasimfisis mandibula kiri 4
2. Berdasarkan ada tidaknya gigi5 Klasifikasi menentukan
berdasarkan jenis
terapi
gigi yang
pasien akan
penting
kita
ambil.
diketahui karena
akan
Dengan
gigi,
adanya
penyatuan fraktur dapat dilakukan dengan jalan pengikatan gigi dengan menggunakan kawat. Berikut derajat fraktur mandibula berdasarkan ada tidaknya gigi : a. Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, penanganan pada fraktur kelas 1 ini dapat melalui interdental wiring (memasang kawat pada gigi) b. Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat di salah s atu fraktur c. Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada keadaan ini dilakukan melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and screw, atau bisa juga dengan cara intermaxillary fixation. C. Diagnosis4,5 Diagnosis fraktur mandibula berdasarkan atas anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. 1. Anamnesis Pada kasus trauma, pemeriksaan penderita dengan kecurigaan fraktur mandibula harus mengikuti kaidah ATLS, dimana terdiri dari pemeriksaan awal (primar survey) yang meliputi pemeriksan
airway, breathing,
circulation dan disability. Pada penderita trauma dengan fraktur mandibula harus diperhatikan adanya kemungkinan obstruksi jalan nafas yang bisa
10
diakibatkan karena fraktur mandibula itu sendiri ataupun akibat perdarahan intraoral yang menyebabkan aspirasi darah dan bekuan darah. Jika pasien stabil, perlu diketahui riwayat
trauma.
Mekanisme trauma
merupakan informasi yang penting sehingga dapat menggambarkan tipe fraktur yang terjadi. Bila trauma ragu-ragu atau tidak ada maka kemungkian fraktur patologis tetap perlu dipikirkan. Riwayat penderita harus dilengkapi apakah ada trauma daerah lain (kepala, torak, abdomen, pelvis dll). Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang mengetahui harus mengenai;
jelas
keadaan
dan
terarah,
sehingga
kardiovaskuler maupun
diperoleh
sistem
respirasi,
lebih
informasi apakah
penderita merupakan penderita diabetes, atau riwayat alergi. 2. Pemeriksaan fisik a. Inspeksi Inspeksi dimulai dari ektraoral kemudian ke intraoral. Perhatikan adanya deformitas. Pembengkakan preaurikular sering menunjukkan adanya fraktur kondilus. Kulit di sekitar wajah dan leher perlu diperhatikan apakah hiperemis, ekimosis, laserasi, atau hematom. Pada luka yang mengarah ke fraktur terbuka harus diidentifikasi dan ditentukan menurut derajatnya menurut klasifikasi Gustillo. Dilihat juga apakah terdapat gigi yang hilang. Perhatikan juga apakah terdapat maloklusi. b. Palpasi Pada palpasi dievaluasi daerah TMJ dengan jari pada daerah TMJ dan penderita disuruh buka-tutup mulut, menilai ada tidaknya nyeri, deformitas atau dislokasi. Untuk memeriksa apakah ada fraktur mandibula dengan palpasi dilakukan evaluasi false movement dengan kedua ibujari di intraoral, korpus mandibula kanan dan kiri dipegang kemudian digerakkan keatas dan kebawah secara berlawanan sambil diperhatikan disela gigi dan gusi yang dicurigai ada frakturnya. Bila ada pergerakan yang tidak sinkron antara kanan dan kiri maka false movement +. Periksa juga status gusi, apakah terdapat ekimosis, perdarahan, atau hematom, bila terdapat hal tersebut, menunjukkan adanya fraktur.
11
3. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan rontgen Pada fraktur mandibula dapat dilakukan pemeriksaan penunjang foto Rontgen untuk mengetahui pola fraktur yang terjadi. Timbulnya kecurigaan fraktur mandibula tergantung dari jenis frakturnya, apakah cedera tunggal atau multipel. Jika dicurigai cedera tunggal, pemeriksaan dapat dimulai dengan foto AP, Towne, dan oblik. b. CT Scan CT scan dapat digunakan untuk mengidentifikasi fraktur kondilus kompleks, terutama fraktur sagital atau dislokasi fossa glenoid. CT scan juga berguna pada pasien dengan cedera serius, seperti luka tembak atau fraktur komunitif.
D. Penatalaksanaan2,4,5 Prinsip
penanganan
fraktur
mandibula
pada
langkah
awal
bersifat
kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah termasuk penanganan syok (circulaation), penaganan luka jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur (secara tertutup (close reduction) dan secara terbuka (open reduction). 1. Reposisi tertutup Adapun indikasi untuk reposisi tertutup di antaranya:
Fraktur displace atau terbuka derajat ringan sampai sedang.
Fraktur kondilus
Fraktur pada anak
Fraktur komunitif berat atau fraktur dimana suplai darah menurun.
Fraktur eduntulous mandibula
Fraktur mandibula yang terdapat hubungan dengan fraktur panfacial
12
Fraktur patologis Tehnik yang digunakan pada terapi fraktur mandibula secara closed reduction
adalah fiksasi intermaksiler. Fiksasi ini dipertahankan 3-4 minggu pada fraktur daerah condylus dan 4-6 minggu pada daerah lain dari mandibula. Beberapa teknik fiksasi intermaksila diantaranya:
Ivy loop Penempatan Ivy loop menggunakan kawat 24-gauge antara 2 gigi yang
stabil, dengan penggunaan kawat yang lebih kecil untuk memberikan fiksasi maxillomandibular
(MMF)
antara
loop Ivy.
Gambar 4. Ivy loop
13
Teknik arch bar Indikasi pemasangan arch bar antara lain gigi kurang/ tidak cukup untuk
pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila, didapatkan fragmen dentoalveolar pada salah satu ujung rahang yang perlu direduksi sesuai dengan lengkungan rahang sebelum dipasang fiksasi intermaksilaris
Reduksi tertutup pada edentulous mandibula Pada edentulous mandibula, gigi palsu dapat ditranfer ke rahang dengan
kabel circummandibular. Gigi tiruan rahang atas dapat ditempelkan ke langitlangit. (Setiap screw dari maxillofacial set dapat digunakan sebagai lag screw). Arch bar dapat ditempatkan dan intermaxillary fixation (IMF) dapat tercapai. Gunning Splints juga telah digunakan pada kasus ini karena memberikan fiksasi dan dapat diberikan asupan makanan. Pada kasus fraktur kominitif, rekonstruksi mandibula mungkin diperlukan untuk mengembalikan posisi anatomis dan fungsi.
2. Reposisi terbuka Indikasi reposisi terbuka di antaranya:
Fraktur terbuka atau displace derajat sedang sampai berat
Fraktur yang tidak tereduksi dengan reposisi tertutup
Unfavorable fracture Reposisi terbuka pada fraktur mandibula memiliki pendekatan intra dan
ekstraoral. Pendekatan ekstraoral dapat dilakukan melalui submandibula, submental, atau preaurikular.
14
Gambar 6. Approach ekstraoral
Gambar 7. Insisi retromandibular
Dengan pendekatan intraoral, regio mandibula dicapai melalui insisi vestibular di mukosa. Jika dibandingkan dengan pendekatan ekstraoral, .pendekatan intraoral lebih cepat dilakukan, tidak memiliki parut ekstraoral, dan risiko lebih kecil untuk mengenai saraf wajah. Adapun material yang bisa digunakan pada reposisi terbuka diantaranya wire, wire mesh, plat dan screw, dll.
Wiring (kawat) Kawat dibuat seperti mata, kemudian mata tadi dipasang disekitar dua buah gigi atau geraham dirahang atas ataupun bawah. Rahang bawah yang patah difiksasi pada rahang atas melalui mata di kawat atas dan bawah. Jika perlu
15
ikatan kawat ini dipasang di berbagai tempat untuk memperoleh fiksasi yang kuat.
Plating Pemasangan plat bertujuan untuk memberi tahanan pada daerah fraktur, sehingga dapat menyatukan bagian fraktur dengan alveolus superior. Setelah plat tepasang, maka tidak dibutuhkan lagi fiksasi maksila. Dengan catatan pemasangan screw pada plat tidak dengan penekanan yang terlalu kuat. Karena dengan pemasangan screw yang terlalu kuat akan mengkibatkan terjadinya kesulitan pada saat pelepasan, oleh karena itu, pemasangan dengan teknik yang tidak terlalu menekan lebih dipilih dalam pemasangan plat pada fraktur mandibula.
E. Komplikasi Komplikasi
setelah
dilakukannya
perbaikan
pada
fraktur
mandibula
umumnya jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur mandibula adalah infeksi atau osteomyelitis, yang nantinya dapat menyebabkan berbagai kemungkinan komplikasi lainnya. Tulang
mandibula
merupakan
daerah yang paling sering mengalami gangguan penyembuhan fraktur baik itu malunion ataupun non-union, hal ini akan memberi keluhan berupa rasa sakit dan tidak nyaman (discomfort) yang berkepanjangan pada sendi rahang (Temporo mandibular joint) oleh karena perubahan posisi dan ketidakstabilan antara sendi rahang kiri dan kanan. Hal ini tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-otot pengunyahan dan otot sekitar wajah juga dapat memberikan respon nyeri (myofascial pain) Terlebih jika pasien mengkompensasikan atau memaksakan mengunyah dalam hubungan oklusi yang tidak normal. Kondisi inilah
yang
banyak
dikeluhkan
oleh
pasien
patah
rahang
yang
tidak
dilakukan perbaikan atau penanganan secara adekuat. Ada beberapa faktor risiko yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion ataupun non-union. Faktor risiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang
16
berat pada mandibula akan mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula.
17
BAB III ANALISA KASUS
Pasien datang dengan Keluhan nyeri dagu. Keluhan dikarenakan pasien mengalami kecelakaan lalu lintas dan menyebabkan luka pada bagian dagu pasien. Pasien dapat mengingat kronologi kecelakaan dimana pasien mengendari sepeda motor dengan kecepatan tinggi dan hilang kendali sehingga menabrak tembok salah satu bangunan. Pasien mengaku tidak menggunakan tidak menggunakan helm sehingga bagian dagu pasien mengenai serpihan motor yang rusak. Pingsan (-) , mual muntah (-), nyeri kepala (-) . Tanda fraktur basis kranii tidak didapatkan. Tidak ada riwayat pingsan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan GCS 15 dan tidak ditemukan adanya defisit neurologis. Pasien juga mengeluhkan mulutnya tidak bisa digerakkan serta tidak bisa membuka mulutnya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya asimetris pada wajah dan VL pada ragio mentalis. Selain itu, pada pemeriksaan mulut juga ditemukan adanya maloklusi pada rahang, nyeri tekan pada mandibula, dan false movement pada mandibula. Untuk mengetahui letak fraktur, maka dilakukan pemeriksaan penunjang radiologi. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka dapat disimpulkan diagnosis kerja pasien ini adalah :
FRAKTUR MANDIBULA
Fraktur mandibula adalah putusnya kontuinitas tulang mandibula, dimana hal ini didukung oleh hasil anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang dipakai dalam mendiagnosis pasien ini. Dari hasil anamnesis didapatkan keterangan bahwa pasien datang dengan keluhan utama nyeri pada dagu, yang dirasakan sejak 1 jam SMRS. Keluhan nyeri dirasakan setelah pasien mengalami kecelakaan
tunggal,
dimana
pasien
menggunakan
sepeda
motor
yang
dikendarainya dengan kecepatan tinggi sehingga menabrak sebuah tembok dan mengakibatkan luka pada bagian dagu pasien yang dicurigai akibat patahnya tulang mandibula.
18
Hal ini mendukung salah satu etiologi paling umum dari fraktur mandibula yakni adanya trauma langsung maupun tidak langsung yang lazimnya dikarenakan adaya kecelakaan lalu lintas. Pada pasien ini,trauma yang dialami tergolong trauma langsung karena dari sifat kronologi kecelakaan yang disampaikan oleh pasien bahwa, pada saat kecelakaan dagu pasien mengenai bagian motor yang mengalami kerusakaan akibat kecelakaan tersebut. Pemeriksaan fisik yang didapatkan dari pasien dengan fraktur mandibula pada umumnya meliputi, trauma maksilofasial dapat diketahui keberadaanya pada pemeriksaan awal atau pemeriksaan sekunder. Pemeriksaan saluran napas merupakan suatu hal penting karena trauma dapat saja menyebabkan gangguan jalan napas.
Penyumbatan dapat disebabkan oleh terjatuhnya lidah kearah
belakang, dapat pula oleh tertutupnya saluran napas akibat adanya lendir, darah, muntahan, dan benda asing. Pemeriksaan lokal fraktur mandibula, akan tampak diatas tempat terjadinya fraktur biasanya terjadi ekimosis dan pembengkakan seringpula terjadi laserasi jaringan lunak dan bisa terlihat jelas deformitas dari kontur mandibula yang bertulang. Jika terjadi perpindahan tempat dari fragmen-fragmen itu pasien tidak bisa menutup geligi anterior dan mulut menggantung kendur dan terbuka. Terlihat pula air liur bercampur dengan darah menetes dari sudut mulut. Palpasi lembut dengan ujung-ujung jari dilakukan terhadap daearah kondilus pada kedua sisi, kemudian diteruskan kesepanjang perbatasan bawah mandibula. Bagian-bagian melunak harus ditemukan pada daerah-daerah fraktur, demikian pula terjadinya perubahan kontur dan krepitasi tulang. Jika fraktur mengenai saraf mandibula maka bibir bawah akan mengalami mata rasa, namun pada pasien
ini tidak
sampai pada keadaan dimana terjadi kerusakan saraf mandibula. Adanya rasa sakit pada daerah dagu, terlihat adanya pembengkakan, nyeri tekan, dan maloklusi. Biasanya juga disertai dengan patahnya gigi, tidak ratanya gigi, tidak simetris arcus dentalis, gigi yang longgar dan krepitasi menunjukan adanya fraktur mandibula. Berbagai gejala klinis tersebut turut dialami oleh pasien ini. Dari hasil pemeriksaan turut ditemukan adanya vulnus laceratum regio mentalis dengan ukuran 10x8cm dengan kedalaman 5cm. Vulnus laceratum
19
merupakan luka terbuka yang terjadi akibat kekerasan benda tumpul, robekan jaringan sering diikuti kerusakan alat didalam seperti patah tulang. Setelah melakukan pemeriksaan fisik, dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kecurigaan fraktur mandibula yaitu disamping pemeriksaan darah lengkap, foto rontgen kepala posisi anterior posterior (PA) dan posisi lateral, foto rontgen kepala diperlukan untuk menegakan diagnosis adanya fraktur atau tidak. Dapat dilakukan untuk melihat posisi oblik lateral, oklusal, posteroanterior, dan periapikal. Foto oblik lateral dapat membantu mendiagnosis fraktur ramus, angulus dan korpus posterior. Namun regio kondilus, bicuspid, dan simfisis seringkali tidak jelas. Foto oklusal maandibula dapat memperlihatkan adanya diskrepansi pada sisi media dan lateral dari fraktur ramus, angulus, korpus, maupun simfisis. Setelah ditegakan diagnosis melalu anamnesis, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang. Maka segera dapat dilakukan penatalaksanaan yang sesusi. Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal penanganan pada hal yang bersifat kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah termasuk penanganan syok (circulaation), penaganana luka jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen
tulang
yang
telah
dikembalikan
tidak
bergerak
sampai
fase
penyambungan dan penyembuhan tulang selesai. Secara khusus penanganan fraktur mandibula dan tulang pada wajah (maksilofasial) mulai diperkenalkan olah hipocrates (460-375 SM) dengan menggunakan panduan oklusi (hubungan yang ideal antara gigi bawah dan gigigigi rahang atas), sebagai dasar pemikiran dan diagnosis fraktur rahang. Pada perkembangan selanjutnya oleh para klinisi berat menggunakan oklusi sebagai konsep dasar penanganan fraktur rahang dan tulang wajah (maksilofasial) terutama dalam diagnostik dan penatalaksanaannya. Hal ini diikuti dengan perkembangan teknik fiksasi mulai dari penggunaan pengikat kepala (head bandages), pengikat rahang atas dan bawah dengan kawat (intermaxilari fixation),
20
serta fiksasi dan imobilisasi fragmen fraktur dengan menggunakan plat tulang (plate and screw). Gambar
imobilisasi
fraktur
mandibula
secara
interdental
:
1. Menggunakan kawat Menggunakan kawat : kawat dibuat seperti mata, kemudian mata tadi dipasang disekitar dua buah gigi atau geraham dirahang atas ataupun bawah. Rahang bawah yang patah difiksasi pada rahang atas melalui mata di kawat atas dan bawah.
Jika perlu ikatan kawat ini dipasang di berbagai tempat untuk
memperoleh fiksasi yang kuat.
2.
Imobilisasi
fraktur
mandibula
dengan
batang
lengkung
karet
Menggunakan batang lengkung dan karet : batang lengkung, batang dipasang pada gigi maxilla dan juga pada semua gigi mandibula yang patah.
3. Mandibula ditambatkan seluruhnya pada maxilla dengan karet pada kait di batang lengkungan atas dan bawah . Gambar fiksasi dan imobilisasi fragmen fraktur dengan menggunakan plat (plate and screw) tulang (open reduction), pemasangan plat ini bertujuan untuk memberi tahanan pada daerah fraktur, sehingga dapat menyatukan bagian fraktur dengan alveolus superior. Setelah plat tepasang, maka tidak dibutuhkan lagi fiksasi maksila. Dengan catatan pemasangan screw pada plat tidak dengan penekanan yang terlalu kuat. Karena dengan pemasangan screw yang terlalu kuat akan mengkibatkan terjadinya kesulitan pada saat pelepasan, oleh karena itu, pemasangan dengan tekhnik yang tidak terlalu menekan lebih di pilih dalam pemasangan plat pada fraktur mandibula. Penanganan diatas merupakan penanganan fraktur mandibula jika terjadi pada darerah sudut mandibula, gigi geraham ke tiga dihilangkan sebagai jalan dari penanganan open reduction ini. Plat untuk fiksasi yang berukuran lebih kecil dipasang pertama kali dengan menggunakan monocortical screw. Plat yang lebih panjang diletakkan di bawah plat pertama dengan tekhnik yang tidak terlalu menekan. Setelah pemasangan kedua plat, fiksasi dapat dikatakan sudah stabil,
21
tanpa harus melakukan fiksasi intermaksila. Prosedur penanganan fraktur mandibula
:
1. Fraktur yang tidak ter-displace dapat ditangani dengan jalan reduksi tertutup dan fiksasi intermaxilla. Namun pada prakteknya, reduksi terbuka lebih disukai paada kebanyakan fraktur.
2. Fraktur dikembalikan ke posisi yang sebenarnya dengan jalan reduksi tertutup dan arch bar dipasang ke mandibula dan maxilla.
3. Kawat dapat dipasang pada gigi di kedua sisi fraktur untuk menyatukan fraktur
4. Fraktur yang hanya ditangani dengan jalan reduksi tertutup dipertahankan selama 4-6 minggu dalam posisi fraktur intermaxilla.
5. Kepada pasien dapat tidak dilakukan fiksasi intermaxilla apabila dilakukan reduksi terbuka, kemudian dipasangkan plat and screw.
Penatalaksanaan pada fraktur mandibula yang dialami oleh Nn. WT ini mengikuti standar penatalaksanaan fraktur pada umumnya. Pertama kita periksa A(airway), B(Breathing) dan C(circulation) pada saat pasien masuk UGD. Bila pada ketiga topik ini tidak ditemukan kelainan pada pasien, lakukan penanganan terhadap fraktur mandibula pasien. Karena pada pasien terdapat perdarahan aktif, maka terlebih dulu dihentikan perdarahannya. Selain itu karena pasien mengeluh nyeri maka dapat diberi analgetik untuk membantu menghilangkan nyeri. Setelah itu cobalah ketahui mekanisme cedera dan jenis fraktur pada pasien berdasarkan klasifikasi oleh Dingman dan Natvig. Bila fraktur pada pasien adalah fraktur tertutup dan tidak disertai adanya dislokasi atau ada dislokasi kondilus yang minimal, maka dapat ditangani dengan pemberian analgetik, diet cair dan pengawasan ketat. Pasien dengan fraktur prosesus koronoid dapat ditangani dengan cara yang sama. Pada pasien ini juga perlu
diberikan
latihan
mandibula
untuk
mencegah
terjadinya
trismus.
22
Kunci utama untuk penanganan fraktur mandibula adalah reduksi dan stabilisasi. Pada pasien dengan fraktur stabil cukup dengan melakukan wiring untuk menyatukan gigi atas dan bawah. Untuk metode ini dapat dilakukan berbagai tindakan. Yang paling banyak dilakukan adalah dengan menggunakan wire dengan
Ivy
loops
dan
dilakukan
MMF
(maxillomandibular
fixation)
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat, Wim de Jong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. EGC: Jakarta. 2004 2. Laub D, R. Facial Trauma, Mandibular Fractures. (2009). Available at http://emedicine.medscape.com/article/1283150-overview. 3. Thapliyal C. G, Sinha C. R, Menon C. P, Chakranarayan S. L. C. A. (2007). Management
of
Mandibular
Fractures.
Available
at
http://medind.nic.in/maa/t08/i3/maat08i3p218.pdf . 4. Donald
R
Laub.
Mandibular
fracture.
(2011).
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/1283150-overview#showall 5. Robert W Dolan. Facial plastic, reconstructive, and trauma s urgery. New york.
24