INTERAKSI MAKHLUK HIDUP DENGAN LINGKUNGANNYA
A. Tujuan
1. Mengetahui hubungan antara ikan dengan lingkungan perairan 2. Mengetahui adanya perubahan oksigen, suhu, derajat keasaman dalam akuarium 3. Mengetahui frekuensi respirasi ikan dan posisi ikan dalam lingkungan akuarium
B. Dasar Teori
Setiap mahluk hidup memiliki ciri-ciri tertentu, salah satunya menerima dan menanggapi rangsang. Ketika terjadi perubahan terhadap kondisi lingkungan, maka mahluk hidup akan melakukan penyesuaian diri atau adaptasi untuk merasa lebih nyaman dan bisa beraktivitas dengan normal. Ketika mahluk hidup tersebut tak mampu untuk menyesuaikan diri, maka ia akan mengalami kematian atau terkana seleksi alam (Amdah, 2011). Ekosistem adalah suatu sistem di alam dimana di dalamn ya terjadi hubungan timbal balik antara organisme dengan organisme yang l ainnya, serta kondisi lingkungannya. Ekosistem sifatnya tidak tergantung kepada ukuran, tetapi lebih ditekankan kepada kelengkapan komponennya. Ekosistem lengkap terdiri atas komponen abiotik dan biotik. Komponen biotik dan abiotik tersebut antara lain: 1. Komponen Biotik Biotik adalah mahluk hidup. Lingkungan biotic suatu mahluk hidup adalah seluruh mahluk hidup, baik dari spesiesnya sendiri maupun dari spesies berbeda yang hidup di tempat yang sama. Dengan demikian, dalam suatu tempat , setiap mahluk hidup merupakan lingkungan hidup bagi mahluk hidup lain. Komponen-komponen biotic terdiri dari berbagai jenis mikroorganisme, hidrila, dan lain-lain lain-lain 2. Komponen Abiotik Abiotik adalah bukan mahluk hidup atau komponen tak hidup. Komponen abiotik merupakan komponen fisik dan kimia tempat hidup mahluk hidup. Contoj
komponen abiotik antara lain suhu, cahaya, air, kelembapan,udara, garam-garam mineral, dan tanah. Keadaan lingkungan suatu organisme umumnya selalu berubah. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi suatu habitaat adalah perubahan suhu udara, kelembapan, intensitas cahaya matahari, air, tanah, dan makanan. Bila keadaan lingkungan berubah maka sifat habitat akan berubah pula. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi organisme dalam melakukan aktivitasnya contohnya pengaruh dari luar seperti lingkungan dan pengaruh dalam yang berasal dari organisme itu sendiri. Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu lingkungan sekelilingnya (Tunas, 2005). Sebagai hewan air, ikan memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-organ ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan (Yushinta, 2004). Secara kesuluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air, beberapa 0
spesies mampu hidup pada suhu air mencapai 29 C, sedangkan jenis lain dapat hidup pada suhu air yang sangat dingin, akan tetapi kisaran toleransi individual terhadap suhu umumnya terbatas (Sukiya, 2005) Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan (Ewusie, 1990). Kenaikan suhu air dapat akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu (Kanisius, 1992). Menurut Soetjipta (1993), Air memiliki beberapa sifat termal yang unik, sehingga perubahan suhu dalam air berjalan lebih lambat dari pada udara. Selanjutnya Soetjipta menambahkan bahwa walaupun suhu kurang mudah berubah di dalam air daripada di udara, namun suhu merupakan faktor pembatas utama, oleh karena itu mahluk akuatik sering memiliki toleransi yang sempit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi aktivitas organisme adalah DO ( Dissolved Oxygen) dan pH. Tingginya suhu air akan mengurangi kadar oksigen terlarut. Keadaan suhu air dan DO akan mempengaruhi aktivitas ikan. Suhu air sangat berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dan laju konsumsi oksigen hewan air . Oksigen terlarut ( Dissolved Oxygen =DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang larut di perairan bervariasi, tergantung pad a suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Effendi, 2003). Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2005). Kadar kelarutan oksigen menentukan kualitas suatu perairan, semakin tinggi kualitas air semakin baik kehidupan ikan dan organisme air lain di dalamnya. Proses metabolisme ikan membutuhkan oksigen untuk menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. Sumber utama oksigen dalam perairan berasal dari proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis tumbuhan yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2005). Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari kekeruhan air, suhu, pergerakan massa air dan udara, kadar garam (salinitas), luas daerah permukaan perairan yang terbuka, tekanan atmosfer, dan prosentase oksigen di sekelilingnya (Edward dan FS. Pulumahuny, 2003). pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena dapat mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air, selain itu ikan dan mahluk-mahluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan organisme air termasuk di dalamnya ikan dan tumbuhan air.
C. Alat dan Bahan
~ 5 buah ikan
~ Hidrila
~ 4 buah kolam
~ Stopwatch
~ Air
~ pH meter dan DO meter
~ Counter
~ Termometer
~ Penggaris
~ Batu
D. Prosedur
1. Mencuci kolam hingga bersih 2. Mengisi ketiga kolam dengan volume air yang sama 3. Memasukkan ikan, dan hidrila dengan ketentuan berikut ini :
Kolam pertama diisi dengan hidrila
Kolam kedua diisi dengan ikan
Kolam ketiga diisi dengan hidrila dan 1 ikan
Kolam keempat diisi dengan hidrila dan 3 ikan
4. Kolam diletakkan didekat jendela 5. Mengukur ketinggian air, pH, DO, temperature, dan frekuensi membuka menutupnya operculum ikan selama 1 menit 6. Pengukuran dilakukan secara berkala selama 10 hari dan dilaksanakan tiap pukul 12.00 WIB.
E. Data 1. Aquarium 1 (Hydrilla dan Air ) Hari ke1 2
3 4 5 6 7 8 9 10
pH
Suhu (◦C) 26 25.1
DO (mg/L)
ketinggian air (cm) 11 11
Volume (L)
10.0485 7.5 10.0485 6.89 6.63 10.0485 7.49 24.4 7.0 11 10.0485 7.65 24 7.63 11 9.77445 6.96 24 7.16 10.7 9.6831 7.2 25.3 7.33 10.6 9.5004 7.3 24 7.23 10.4 9.454725 7.3 24.3 7.28 10.35 9.40905 7.3 24.7 7.33 10.3 9.40905 7.3 25 7.4 10.3 Pada aquarium 1 yang hanya berisi hydrilla dan air didapatkan data pada hari 7.4
0
ke satu pengamatan suhunya 26 C, yang merupakan suhu normal dan merupakan suhu normal untuk semua organisme yang hidup di air dan pada hari ke satu ini keadaan di dalam aquarium 1 ini masih keadaan air alami belum terjadi proses
fotosintesis oleh tumbuhan hydrilla, dengan kadar oksigen te rlarut (DO) sebesar 7,5 mg/L dan pH sebesar 7,4 pada volume air 10,4085 L. 0
0
Pada hari ke dua terjadi penuruanan suhu dari 26 C ke 25,1 C sehingga menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut (DO) dari 7,5 mg/L ke 6,63 mg/L, hal ini di sebabkan karena penurunan suhu sehingga tumbuhan hydrilla tidak dapat melakukan fotosintesis secara maksimal. Serta terjadi penurunan pH dari 7,4 ke 6,89 hal ini dikarenakan hydrilla tidak dapat melakukan fotosintesis secara maksimal menyebabkan asam karbonat dalam air tidak dipakai seluruhnya pada proses fotosintesis. namun penurunannya masih dapat ditolerir oleh organisme yang tumbuh di dalam air yaitu hydrilla. Pada hari ke tiga dan ke empat terjadi penurunan suhu, namun oksigen terlarut dan pH pada air meningkat.Hal ini memang agak ganjal dan aneh sebab jika suhu turun maka aktifitas hidrilla untuk melakukan fotosintesis juga menurun sehingga kadar oksigen terlarut seharusnya juga turun sebab saat fotosintesis hydrilla menghasilkan sedikit oksigen, serta pH air juga h arusnya menurun sebab saat fotosintesis hidrilla memerlukan karbon dioksida didalam air karbon dioksida berupa asam karbonat sebab karbon dioksida di udara jika berikatan dengan air akan membentuk asam karbonat karna tidak terjadi fotosintesis secara maksimal maka penggunaan asam karbonat untuk fotosintesis tidak efektif sehingga masih banyak asam karbonat yang terdapat di lingkungan. Namun jika di tinjau dari sudut pandang yang lain hal tersebut bisa terjadi karena pada aquarium 1 hanya terdapat satu organisme yaitu hidrilla sehingga tidak terlalu ban yak pencemaran air oleh hasil ekskresinya pada saat respirasi sehingga pH air meningkat dan kadar oksigen terlarut dapat meningkat karena adanya proses difusi antara air dgn udara bebas dan juga hasil fotosintesis. Pada saat hari ke-5 suhu air sama dengan hari ke-4 namun DO menurun dari7,63 menjadi 7,16 hal tersebut dikarenakan hasil fotosintesis yang kurang maksimal dan difusi oksigen diair dengan udara bebas tidak terjadi, serta terjadi penurunan pH dari 7,65 menjadi 6,96 haltersebut dikarenakan asam karbonat yang digunakan untuk fotosintesis tidak maksimal. Serta terjadi penurunan volu me air
hal ini dsebabkan oleh intensitas cahaya yang terus menerus mengenai aquarium sehingga terjadi penguapan air di aquarim. Pada hari ke 6 suhu meningkat dari 24 menjadi 25,3 begitupula DO dan pH di karenakan pada suhu ini terjadi fotosintesis yang mak simal sehingga menghasilkn hasil yang sangat baik. Pada hari ke 7 sampai ke 10 terjadi perubahan suhu dari 24 ke 24,3 ke 24,7 dan terakhir menjadi 25 namun pada hari ke 7 sampai ke 10 pH air konstan yaitu 7,3 dan kadaroksigen terlarut mengalami perubahan dari 7.23 ke 7.28 ke 7.33 dan terakhir menjadi 7.4 hal tersebut terjadi karena pada setiap perubahan terjadi peningkatan suhu sehingga fotosintesis berlangsung dengan maksimal setiap peningkatan suhu sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut setiap hari sehingga pH air pun konstan se bab proses fotosintesis selalu berlangsung maksimal. Aquarium 2 Hari ke1
2 3 4 5 6 7 8 9 10
pH
7.5 6.88 7.31 7.6 7.1 7 7.3 7.4 7.4 7.4
Suhu (◦C) 26
DO (mg/L) 7.57
f operkulum ( ../ menit) 49
ketinggian air (cm) 10.7
24.6 24.3 25.2 25.5 25.3 24.9 25 25 25
6.83 7.1 7.67 6.4 7.2 6.6 6.9 7.1 7.3
84 70 55 61 61 12 25 38 46
10.7 10.6 10.5 10 9.7 9.6 9.4 9.4 9.4
Catatan : 1. Hari 1 : Jum’at, 24 Januari 2014
Posisi ikan di bawah dan tidak naik ke permukaan
2. Hari 2 : Sabtu, 25 Januari 2014
Posisi ikan di pojok bawah
3. Hari 3 : Minggu, 26 Januari 2014
Volume (L) 9.77445 9.77445
9.6831 9.59175 9.135 8.86095 8.7696 8.5869 8.5869 8.5869
Posisi ikan di pojok kiri bawah
4. Hari 4 : Senin, 27 Januari 2014
Posisi ikan di pojok kiri bawah
5. Hari 5 : Selasa, 28 Januari 2014
Posisi ikan di pojok kiri bawah
6. Hari 6 : Rabu, 29 Januari 2014
Posisi ikan di pojok kiri bawah
7. Hari 7 : Kamis, 30 Januari 2014
Posisi ikan yakni berenang dari ujung satu ke ujung yang lain dengan lincah
8. Hari 10 : Minggu, 2 Februari 2014
Posisi ikan berada di pojok kanan bawah dan pergerakan operkulum lemah
9. Pengamatan pada hari ke- 8 dan hari ke- 9 tidak dilakukan dan perhitungan data secara statistic Pada aquarium 2 yang hanya berisi ikan dan air didapatkan data pada hari ke 0
satu pengamatan suhunya 26 C, yang merupakan suhu normal dan merupakan suhu normal untuk semua organisme yang hidup di air dan pada hari ke satu ini keadaan di dalam aquarium 2 ini masih keadaan air alami belum terjadi proses respirasi oleh ikan mas dengan kadar oksigen terlarut (DO) sebesar 7,57 mg/L, pH sebesar 7,7 dan frekuensi operkulum ikan sebesar 49/menit hal ini dikarenakan ikan baru saja di pindah dari ember ke dalam aquarium sehingga ikan membutuhkan adaptasi dengan lingkungan di dalam aquarium pada volume air 9.77445 L. Pada hari ke dua suhu air berubah menjadi 24,6 terjadi penurunan suhu sehingga terjadi penurunan kadar oksigen terlarut dari 7,57 mg/L menjadi 6,83 mg/L hal ini dikarenakan terjadipenggunaan oksigen oleh ikan sedangkan sumber oksigen haya dari difusi air dengan udara bebas dan hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan sebab ada beberapa faktor yang mempengaruhi, serta terjadi penurunan pH sebab kadar oksigen terlarut lebih sedikit dan frekuensi operkulum meningkat menjadi 84 dikarenakan kadar oksigen terlarut yang tersedia sangat sedikit.
Pada hari ke tiga terjadi perbahan menjadi 24,3 terjadi penurunan suhu namun terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 7.1 mg/L hal tersebut dikarenakan tekanan udara tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal dan terjadi kenaikan pH menjadi 7.31 hal ini terjadi karena kadar oksigen terlarut di dalam air lebih banyak dari pada kadar karbon dioksida dalam air sehingga terjadi penurunan frekuensi operkulum ikan menjadi 70/menit karena kadar oksigen terlarut tercukupi namun terjadi penurunan volume menjadi 9.6831 hal ini disebabkan karena terjadi suhu sehingga air mengalami penguapan. Pada hari ke empat terjadi perubahan menjadi 25.2 terjadi kenaikan suhu air namun terjadi kenaikan kadar oksigen terlarut menjadi 7.67 hal tersebut dikarenakan tekanan udara tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal sehingga terjadi peningkatan pH menjadi 7.6 31 hal ini terjadi karena kadar oksigen terlarut di dalam air lebih banyak dari pada kadar karbon dioksida dalam air sehingga terjadi penurunan frekuensi operkulum ikan menjadi 55/menit karena kadar oksigen terlarut tercukupi namun terjadi penurunan volume menjadi 9.59175 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium. Pada hari ke lima terjadi perubahan suhu menjadi 25.5 terjadi kenaikan suhu air di ikuti dengan penurunan kadar oksigen terlarut menjadi 6.4 hal tersebut terjadi karena terjadipenggunaan oksigen oleh ikan sedangkan sumber oksigen haya dari difusi air dengan udara bebas dan hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan sebab ada beberapa faktor yang mempengaruhi, anehnya tidak terjadi penurunan pH air pH air malah meningkat 7.1 mungkin terjadi kesalahan saat membaca skala pada alat sehingga frekuensi operkulum ikan meningkat menjadi 61/menit karena kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan tidak tersedia sesuai dengan kebutuhannya dan terjadi penurunan volume menjadi 9.135 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium dan juga terjadi kenaikan suhu air. Pada hari ke enam terjadi perubahan suhu menjadi 25.3 terjadi penurunan suhu sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 7.2 hal ini
dikarenakan tekanan udara tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal dan kadar pH 7, hal ini sesuai dengan perubahan yang terjadi namun jika dibandingkan dengan data pH sebelum nya tidak lah sesuai. Namun frekuensi operkulum konstan yaitu sebesar 61/menit. Sedangkan volumenya mengalami penurunan menjadi 8.86095 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium. Pada hari ke tujuh terjadi penurunan suhu menjadi 24.9 namun terjadi penurunan kadar oksigen terlarut menjadi 6.6 hal tersebut terjadi karena terjadipenggunaan oksigen oleh ikan sedangkan sumber oksigen haya dari difusi air dengan udara bebas dan hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan sebab ada beberapa faktor yang mempengaruhi serta terjadi proses respirasi oleh ikan yang menghasilkan karbon dioksida. Namun pH air malah meningkat 7.3 dimungkinkan terdapat kesalahan oleh pengamat saat membaca skala pada alat. Karena kadar oksigen terlarutmenurun menyebabkan frekuensi operkulum ikan menurun menjadi 12/menit karena ikan sudah tidak memiliki tenaga untuk melakukan proses metabolisme dalam tubuhnya. Sedangkan volumenya mengalami penurunan menjadi 8.7696 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium. Pada hari ke delapan terjadi peningkatan suhu menjadi 25 sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 6,9 hal tersebut terjadi karena difusi air dengan udara bebas walaupun tidak maksimal. Sehingga terjadi kenaikan kadar pH air menjadi 7,4 karena kadar oksigen terlarut lebih besar dibandingkan karn dioksida dalam air. Sehingga terjadi kenaikan frekuensi operkulum ikan menjadi 25/menit karena kadar oksigen terlarut dalam air dapatmencukupi kebutuhan ikan. Sedangkan volume airnya senantiasa mengalami penurunan sebab aquarium selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium. Pada hari ke sembilan dan kesepuluh suhunya tidak mengalami perubahan yakni sebesar 25 namun mengalami peningkatang kadar oksigen pada hari ke
sembilan dan ke sepuluh yaitu 7,1 dan 7,3 namun pH airnya konstan yakni sebesar 7,4 namun frekuensi operkulumnya juga meningkat pada hari ke sembilan 38/menit dan pada hari ke sepuluh 46/menit hal tersebut di sebabkan oleh kadar oksigen terlarut yang semakin meningkat dan kekonstanan pH. Namun volume airnya tidak mengalami perubahan malah tetap konstan dari hari ke delapan sampai ke sepuluh.
2. Kolam 3 Hari ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
pH
Suhu (◦C)
DO (mg/L)
f operkulum ( ../ menit)
Volume air ( L)
7,5
26
7,5
69
10,715
6,97
24,4
6,9
86
10,604
7,42
24,3
7,1
51
10,604
7,2
25
5,6
52
10,604
6,7
25,6
6,5
71
10,408
7,1
25,9
7,4
52
10,212
7,4
25,2
7,5
64
10,212
7,3
25,2
7,4
61
7,1
25,2
7,4
59
6,9
25,1
7,3
57
Keterangan
Pada aquarium 3 yang hanya berisi satu ikan, hidra dan air didapatkan data 0
pada hari ke satu pengamatan suhunya 26 C, yang merupakan suhu normal dan merupakan suhu normal untuk semua organisme yang hidup di air dan pada hari ke satu ini keadaan di dalam aquarium 3 ini masih keadaan air alami belum terjadi proses respirasi oleh ikan mas dengan kadar oksigen terlarut (DO) sebesar 7,5 mg/L, pH sebesar 7,5 dan frekuensi operkulum ikan sebesar 69/menit hal ini dikarenakan ikan baru saja di pindah dari ember ke dalam aquarium sehingga ikan membutuhkan
adaptasi dengan lingkungan di dalam aquarium. Pada aquarium telah di isi air dengan volume air 10,715 L. Pada hari ke dua suhu air berubah menjadi 24,4 terjadi penurunan suhu sehingga terjadi penurunan kadar oksigen terlarut dari 7,5 mg/L menjadi 6,9 mg/L hal ini dikarenakan terjadi proses foosintesis yang kurang maksimal oleh h idrilla atau difusi air dengan udara bebas kurang maksimal sebab hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan sebab ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Serta terjadi penurunan pH menjadi 6,97 sebab kadar oksigen terlarut lebih sedikit daripada kadar karbon dioksida dan frekuensi operkulum meningkat menjadi 86 dikarenakan kadar oksigen terlarut yang tersedia sangat sedikit. Terjadi penurunan suhu menjadi 10,604 dikarenakan aquarium selalu mendapatkan pencahayaan oleh matahari baik pagi maupun siang hari. Pada hari ke tiga terjadi perbahan menjadi 24,3 terjadi penurunan suhu namun terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 7.1 mg/L hal tersebut dikarenakan tekanan udara tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal dan proses fotosintesis oleh hidrilla juga berjalan maksimal. Terjadi kenaikan pH menjadi 7.42 hal ini terjadi karena kadar oksigen terlarut di dalam air lebih banyak dari pada kadar karbon dioksida dalam air sehingga terjadi penurunan frekuensi operkulum ikan menjadi 51/menit karena kadar oksigen terlarut tercukupi. Volume air dalam akuarium konstan yaitu sebesar 10,604. Pada hari ke empat terjadi perubahan menjadi 25 terjadi kenaikan suhu air disertai dengan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut menjadi 5,6 hal tersebut dikarenakan tekanan terlalu pekat sehingga proses difusi tidak terjadi dengan maksimal sehingga terjadi penurunan pH menjadi 7,2 hal ini terjadi karena kadar oksigen terlarut di dalam air lebih sedikit dari pada kadar karbon dioksida dalam air sehingga terjadi penurunan frekuensi operkulum ikan menjadi 52/menit karena kadar oksigen terlarut tidak tercukupi namun terjadi penurunan volume menjadi 9.59175 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium. Volume air dalam akuarium konstan yaitu sebesar 10,604.
Pada hari ke lima terjadi perubahan suhu menjadi 25,9 terjadi kenaikan suhu air di ikuti dengan peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 6.5 hal tersebut terjadi karena terjadi hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan sebab ada beberapa faktor yang mempengaruhi, terjadi penurunan pH menjadi 6,7 mungkin terjadi kesalahan saat membaca skala pada alat sehingga frekuensi operkulum ikan meningkat menjadi 71/menit karena kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan tidak tersedia sesuai dengan kebutuhannya dan terjadi penurunan volume menjadi 10.408 hal ini di karenakan aquarium selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium dan juga terjadi kenaikan suhu air. Pada hari ke enam terjadi perubahan suhu menjadi 25,9 terjadi peningkatan suhu sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 7.4 hal ini dikarenakan tekanan udara tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal dan terjadinya fotosintesis yang maksimal oleh hidrilla.terjadi peningkatan pH 7,1, hal ini terjadi karena metabolisme ikan dan hidrilla meningjat. Namun frekuensi operkulum meningkat menjadi 52/menit hal tersebut terjadikarena kadar oksigen terlarut dalam air meningkat. Sedangkan volumenya mengalami penurunan menjadi 10,212 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium. Pada hari ke tujuh terjadi penurunan suhu menjadi 25,5 namun terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 7,5 hal ini dikarenakan tekanan udara tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal dan terjadinya fotosintesis yang maksimal oleh hidrilla. Sehingga terjadi peningkatan pH air menjadi 7,4 karena kadar oksigen terlarut lebih banyak dibandingkan dengan kadar karbon dioksida. Namun frekuensi operkulum ikan meningkat menjadi 64/menit karena oksigen terlarut yang tersedia tidak mencukupi kebutuhannya. Sedangkan volumenya konstan yakni sebesar 10,212. Pada hari ke delapan terjadi penurunan suhu menjadi 25,2 namun terjadi penurunan kadar oksigen terlarut menjadi 7,4 hal tersebut terjadi karena difusi air dengan udara bebas tidak maksimal dan proses fotosintesis tumbuhan hidrilla juga berlangsung tidak maksimal. Sehingga terjadi penurunan kadar pH air menjadi 7,3
karena kadar oksigen terlarut lebih sedikit dibandingkan karbon dioksida dalam air. Namun terjadi penurunan frekuensi operkulum ikan menjadi 61/menit. Pada hari ke sembilan dan kesepuluh suhu mengalami perubahan yakni 25,5 pada hari ke sembilan dan 25,1 pada hari ke sepuluh terjadi penurunan, namun mengalami penurunan juga pada kadar oksigen terlarutnya di hari ke sembilan sebesar7,4 dan di hari ke sepuluh sebesar7,3 sehingga pH airnya juga mengalami penurunan dari 7,1 menjadi 6,9. Namun frekuensi operkulumnya menurun pada hari ke sembilan 59/menit dan pada hari ke sepuluh 57/menit.
4. Kolam 4 Hari ke1 2 3 4
DO (mg/L) 7.5 7.03 6.97 7.1
f operkulum ( ../ menit) 63 82 65 54
ketinggian air (cm) 10.7 10.7 10.6 10.5
Volume (L)
7.36 6.89 7.21 6.9
Suhu (◦C) 26 24.13 24.2 25.9
5
7.13
25.2
5.5
53
10
9.135
6 7
6.9 7.2
27.4 25.8
6.7 7.3
57 46
9.7 9.6
8.86095 8.7696
8 9
7.2 7.25
25.1 25
7.4 7.5
50 52
9.4 9.4
8.5869 8.5869
10
pH
9.77445 9.77445 9.6831 9.59175
8.5869 7.4 24.7 7.6 54 9.4 Pada aquarium 4 yang hanya berisi tiga ikan, hidrilla dan air didapatkan data 0
pada hari ke satu pengamatan suhunya 26 C, yang merupakan suhu normal dan merupakan suhu normal untuk semua organisme yang hidup di air dan pada hari ke satu ini keadaan di dalam aquarium 3 ini masih keadaan air alami belum terjadi proses respirasi oleh ikan mas dengan kadar oksigen terlarut (DO) sebesar 7,5 mg/L, pH sebesar 7,36 dan frekuensi operkulum ikan sebesar 63/menit hal ini dikarenakan ikan baru saja di pindah dari ember ke dalam aquarium sehingga ikan membutuhkan adaptasi dengan lingkungan di dalam aquarium. Pada aquarium telah di isi air dengan volume air 9,77445L. Pada hari ke dua suhu air berubah menjadi 24,13 terjadi penurunan suhu sehingga terjadi penurunan kadar oksigen terlarut dari 7,5 mg/L menjadi 7,03 mg/L
hal ini dikarenakan terjadi proses foosintesis yang kurang maksimal oleh hidrilla atau difusi air dengan udara bebas kurang maksimal sebab hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan sebab ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Serta terjadi penurunan pH menjadi 6,89 sebab kadar oksigen terlarut lebih sedikit daripada kadar karbon dioksida dan frekuensi operkulum meningkat menjadi 82 dikarenakan kadar oksigen terlarut yang tersedia sangat sedikit. Terjadi kekonstanan volume yaitu 9,77445. Pada hari ke tiga terjadi perbahan menjadi 24,2 terjadi peningkatan suhu sehingga terjadi penurunan kadar oksigen terlarut menjadi 6,97 mg/L hal tersebut dikarenakan tekanan udara terlalu pekat sehingga proses difusi tidak dapat terjadi dengan maksimal dan proses fotosintesis oleh hidrilla juga berjalan tidak maksimal. Namun terjadi kenaikan pH menjadi 7.24 hal ini terjadi karenena dimungkinkan saat mengukur pH peneliti tidak akurat dalm melihat angka dan terjadi penurunan frekuensi operkulum ikan menjadi 65/menit karena kadar oksigen terlarut tercukupi n karena ikan sudah ber adaptasi terhadap lingkungan. Volume air dalam akuarium menurun menjadi 9,6831 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium dan juga terjadi kenaikan suhu air. Pada hari ke empat terjadi perubahan menjadi 25,9 terjadi kenaikan suhu air disertai dengan terjadi kenaikan kadar oksigen terlarut menjadi 7,1 hal tersebut dikarenakan tekanan udara tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal dan juga fotosintesis oleh hidrilla berjalan dengan maksimal. Namun terjadi penurunan pH menjadi 6,9 . sehingga terjadi penurunan frekuensi operkulum ikan menjadi 54/menit karena kadar oksigen terlarut tercukupi namun terjadi penurunan volume menjadi 9.59175 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium. Pada hari ke lima terjadi perubahan suhu menjadi 25,2 terjadi penurunan suhu air di ikuti dengan penurunan kadar oksigen terlarut menjadi 5.5 hal tersebut terjadi karena difusi udara dengan air tidak selalu dapat terjadi sebab ada beberapa faktor yang mempengaruhi, terjadi kenaikan pH menjadi 7,13 mungkin terjadi kesalahan
saat membaca skala pada alat sehingga frekuensi operkulum ikan menurun menjadi 53/menit karena kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan tidak tersedia sesuai dengan kebutuhannya dan terjadi penurunan volume menjadi 9,135 hal ini di karenakan aquarium selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium dan juga terjadi kenaikan suhu air. Pada hari ke enam terjadi perubahan suhu menjadi 27,4 terjadi peningkatan suhu sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 6,7 hal ini dikarenakan tekanan udara tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal dan terjadinya fotosintesis yang maksimal oleh hidrilla. Namun terjadi penurunan pH menjadi 6,9 hal ini terjadi karena metabolisme ikan dan hidrilla meningkat. Namun frekuensi operkulum meningkat men jadi 57/menit hal tersebut terjadi karena kadar oksigen terlarut dalam air meningkat. Sedangkan volumenya mengalami penurunan menjadi 8,86095 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium. Pada hari ke tujuh terjadi penurunan suhu menjadi 25,8 namun terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 7,3 hal ini dikarenakan tekanan udara tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal dan terjadinya fotosintesis yang maksimal oleh hidrilla. Sehingga terjadi peningkatan pH air menjadi 7,2 karena kadar oksigen terlarut lebih banyak dibandingkan dengan kadar karbon dioksida. Namun frekuensi operkulum ikan menurun menjadi 46/menit. Sedangkan volumenya mengalami penurunan menjadi 8,7696 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium. Pada hari ke delapan terjadi penurunan suhu menjadi 25,1 sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 7,4 hal tersebut terjadi karena difusi air dengan udara bebas berjalan maksimal dan proses fotosintesis tumbuhan hidrilla juga berlangsung maksimal, sehingga terjadi kekonstanan kadar pH air sebesar 7,2. Namun terjadi penurunan frekuensi operkulum ikan menjadi 50/menit hal ini terjadi karena oksigen terlarut tidak dapat mencukupi kebutuhan 3 ikan sehingga rata-
ratanya terus menurun. Sedangkan volumenya mengalami penurunan menjadi 8,5869 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium. Pada hari ke sembilan dan kesepuluh suhu mengalami perubahan yakni 25 pada hari ke sembilan dan 24,7 pada hari ke sepuluh terjadi penurunan, sehingga terjadi peningkatan pada kadar oksigen terlarutnya di hari ke sembilan sebesar7,5 dan di hari ke sepuluh sebesar7,6 sehingga pH airnya juga mengalami peningkatan dari 7,25 menjadi 7,4. Namun frekuensi operkulumnya meningkat pada hari ke sembilan 52/menit dan pada hari ke sepuluh 54/menit. Namun volume air konstan sebesar 8,5869.
Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Kanisius. 1992; 23). Hal tersebut dapat diamati dari perubahan gerakan operculum ikan. Kisaran toleransi suhu antara spesies ikan satu dengan lainnya berbeda, misalnya pada ikan salmonid suhu terendah yang dapat menyeb abkan kematian berada tepat diatas titik beku, sedangkan suhu tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis ikan (Tunas. 2005; 16-17). Telah diketahui diatas bahwa suhu merupakan faktor abiotik yang paling berpengaruh pada lingkungan perairan, maka perlu diketahui bagaimana suhu mempengaruhi aktifitas biologis spesies ikan tertentu melalui gerakan operculum Ikan Mas Komet (Carassius auratus).
Kenaikan suhu air akan dapat menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut (Kanisius. 2005; 22-23): a. Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun. b. Kecepatan reaksi kimia meningkat c. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. d. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati. Selanjutnya menurut Munro (1978 dalam Tunas 2005; 18), Peningkatan suhu air dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas-gas, tetapi meningkatkan solubilitas
senyawa-senyawa toksik seperti polutan minyak mentah dan pestisida, serta meningkatkan toksisitas logam berat, sebagai contoh bahwa pada air tawar (salinitas 0%) peningkatan suhu dari 25 menjadi 300C menyebabkan penurunan kelarutan oksigen dari 8,4 menjadi 7,6 mg/liter.
Menurut Kanisius (1992; 23) suhu air yang relatif tinggi dapat ditandai antara lain dengan munculnya ikan-ikan dan hewan air lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen.
DO : Kelarutan suatu gas pada cairan. Penurunan kadar oksigen terlarut dapat disebabkan oleh tiga hal: 1.
Proses oksidasi (pembongkaran) bahan-bahan organik.
2.
Proses reduksi oleh zat-zat yang dihasilkan baktri anaerob dari dasar perairan.
3.
Proses pernapasan orgaisme yang hidup di dalam air, terutama pada malam hari. “ Semakin tercemar, kadar oksigen terlerut semakin mengecil (Abdilanov, 2011).
Amdah, Misdar. 2011. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Organisme. Diakses melalui http://blognaghgeo.blogspot.com/2011/02/pengaruh-suhu-terhadapaktifitas.html pada tanggal 8 Oktober 2012. Ewusie. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Bandung. Penerbit Institut Teknologi Bandung Kanisius. 1992. Polusi Air dan Udara . Yogjakarta. Penerbis Kanisius Soetjipta. 1993. Dasar-dasar Ekologi Hewan . Yogjakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sugiri. Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana, Volume XXX, Nomor 3, 2005 : 21 - 26 ISSN 0216-1877, (online) (http://images.atoxsmd.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/ ) diakses 02 Februari 2014 Sukiya. 2005. Biologi Vertebrata . Malang. Penerbit Universitas Negeri Malang
Fujaya, Yushinta. 2004. Fisisologi Ikan. Jakarta. Penerbit P.T Rineka Cipta Tunas, Arthama Wayan. 2005. Patologi Ikan Toloestei. Yogjakarta. Penerbit Universitas Gadjah Mada Aryulina, Diah. 2004. Biologi 2 SMA dan MA untuk kelas XI. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama
Campbell. 2004. Biologi, Edisi Kelima-Jilid 3. Jakarta. Penerbit Erlangga Darmadi. 2009. Laporan Praktikum Fisiologi Hewan (Operkulum Ikan). Bandung. Universitas Padjajaran. http://dharmadharma.wordpress.com/ diakses pada Jum’at, 8 April 2011 pukul 19.30 WIB Djamal, Zoer’aini.1992.Prinsip-Prinsip Ekologi dan Organisasi. Jakarta. Penerbit P.T Bumi Aksara Koesbiono, 1980. Biologi Laut. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Mamangkey, Jack j. 2004. Ekologi Ikan Butini (Glossogobius matanensis) di Danau Matano Daerah Malili Sulawesi Selatan. Makalah Falsafah Sains (pps 702) program pascasarjana/s3 Institut Pertanian Bogor November 25, 2004 Nolan, Collin.1996. Ventilation rates for Goldfish Carassius auratus during changes in dissolved oxygen. Professional Papper. University of Nevada Las Vegas. 12-4-1996 Nawangsari. 1984. Zoologi Umum. Jakarta. Penerbit Erlangga
Abdlanov, Dikri. 2011. Hubungan antara oksigen terlarut (DO) , PH dengan penyerapan bahan toksik oleh organisme air. Diakses melaluihttp://abdilanov.blogspot.com/2011/11/hubungan-antara-oksigenterlarut-do-ph.html pada tanggal 8 Oktober 2012. Amdah, Misdar. 2011. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Organisme. Diakses melalui http://blognaghgeo.blogspot.com/2011/02/pengaruh-suhuterhadap-aktifitas.html pada tanggal 8 Oktober 2012. Anonim. 2008. Ikan Mas (Cyprinus caprio L.) sebagai Early Warning System pencemaran lingkungan. Diakses melaluihttp://smk3ae.wordpress.com/2008/07/24/ikan-mas-cyprinus-
caprio-l-sebagai-early-warning-system-pencemaran-lingkungan/ pada tanggal 8 Oktober 2012. Anonim. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adaptasi Hewan terhadap Lingkungannya. www.google.co.id. Diakses pada tanggal 30 Desember 2010. Asmawati. 2004. Biologi Pendidikan IPA 1. Jakarta: Univeersitas Terbuka. Haryono. 1984 . Biologi Umum . Jakarta : Intan Pariwara. Kholik. Abdul. 2000. Kamus Biologi Praktis. CV Nurul Umu: Jakarta. Nasir, Mochammad. 1993. Penuntun Praktikum Biologi Umum . Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Nurani, Rizki Gita. 2011. Pengaruh Berbagai Faktor Lingkungan Terhadap Kehidupan Hewan Akuatik. Diakses melalui http://gitanurani09.blogspot.com/2011/03/pengaruh berbagai-faktor-lingkungan.html pada tanggal 8 Oktober 2012.
Ramadhani, Fitri. 2011. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Organisme. Diakses melalui http://elfitrividow.blogspot.com/2012/05/lap-bio-pengaruh-suhu-terhadap.html pada tanggal 8 Oktober 2012. Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentuka n Kualitas Perairan. Oseana, Volume XXX, Nomor 3, 2005 : 21 - 26 ISSN 0216-1877. Diakses melaluihttp://images.atoxsmd.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/RluywAoK CsYAAAHIw641/oksigen%20terlarut%20dan%20kebutuhan%20oksigen%20biologi %20untuk%20penentuan%20kualitas%20perairan.pdf?nmid=44066689, pada tanggal 8 Oktober 2012. Soesilo. 1986. Biologi jilid 2 . Jakarta : Erlangga. Tim Pengajar. 2010. Biologi umum. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM. Udom, P.Eugene. 1987. Dasarr-Dasar Biologi. Yogyakarta: Gayah Mada Universty per