Hubungan Diare dengan HIV/AIDS
Oleh Rizki Dwi Asmaranti, 0806334395 Keperawatan Dewasa VII, Kelas A
I.
K asus asus
Seorang
klien perempuan, Nn W, 25 tahun, suspect HIV/ suspect HIV/ AIDS mengalami
diare persisten karena kar ena infeksi bakteri. bakt eri. Pengeluaran cairan diestimasi 800-900 800-900 cc dalam 24 jam. Membran mukosa mulut kering, mata cekung, turgor kulit menurun, produksi urin 350cc dalam 24 jam. Klien mengeluh nyeri abdomen dan demam. Tekanan darah = 90/60 mmHg, nadi 98x/ menit, suhu 39Û 39Û C. Hasil laboratorium darah menunjukan kadar Na= 130 mmol/l, glukosa darah= 125 mg/dl, BUN 32mg/dl, kreatinin 1mg/dl, potassium= 3.0 mEq/l. BB=47 kg, TB= 165 cm, selama smeinggu terjadi penurunan BB 3kg, hasil AGD, pH= 7,23, pCO 2=31, HCO3= 18, BE=-3,5, pO 2=86, sat O2=93 %.
II. Tinjauan Teori dan Pembahasan
K asus asus
Pada kasus disebutkan bahwa klien perempuan, Nn. W 25 tahun, suspect HIV/AIDS mengalami diare persisten karena infeksi bakteri. HIV/AID S merupakan suatu virus RNA bentuk steferis dengan diameter 1000 angstrom yang termasuk virus retrovirus dari dari famili Lentivirus (Sudoyo, 2006). HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal sebagai r etrovirus karena menunjukkan menunjukkan bahwa virus tersebut membawa materi genetiknya dalam asa m ribonukleat ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA). HIV menginfeksi sel dengan mengikat sel sasaran yang mempunyai mempunyai molekul reseptor membran CD4. Sel CD 4 merupakan sel yang memiliki fungsi sentral dala m sistem imun. Sel-sel CD4 mencakup monosit, markofag, dan limfosit T4 helper . Sejauh ini, ini, sasaran yang disukai HIV adalah limfosit T helper atau s el T4. Sel T4 ini, merupakan sel yang paling banyak di antara ketiga sel tersebut. Setelah
terikat dengan membran sel T4 helper , HIV akan menginjeksikan dua
utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper . Dengan menggunakan bantuan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, transcriptase, HIV akan melakukan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 untuk membuat double-stranded
1
DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disat ukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen (Brunner &
Suddarth.
2002). Siklus
replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini, sampai sel yang terinfeksi
diaktifkan. Aktivasi sel yang terinfeksi akan dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin, atau produk gen virus.
Sebagai
akibatnya, Pada saat sel T4 yang terinfeksi
diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terja di dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma dara h dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya. Karena HIV menyerang sel yang memiliki fungsi sebagai sistem imun, maka seseora ng yang terinfeksi HIV akan mengalami penurunan kekebalan tubuh sehingga bakteri atau virus lain dapat dengan mudah menginfeksi tubuh orang tersebut. C riptosporidium, MAC, Microsporidium , dan Isospora belli merupakan protozoa yang tersering menginfeksi saluran cerna dan menimbulkan diare pada pasien HIV (Price & Wilson, 2006). Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah pa dat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya, lebih dari 200 gram atau 200ml/24 jam ( Sudoyo, 2006). Pada klien diare dengan HIV ini biasanya akan memproduksi keluaran volume cairan dalam jumlah besar setiap harinya sehingga akan menimbulkan gejala kelemahan sampai dengan kematian akibat kehilangan cairan ya ng tidak terkendali apabila tidak diberikan asuhan keperawatan yang tepat. Infeksi bakteri yang menyebabkan diare dapat menular melalui rute fese-oral; kontak seksual, makanan, minuman, atau hewan. Meskipun makanan ya ng dimakan jauh dari steril, keasaman lambung yang tinggi dan sel penghasil antibodi usus halus secara umum akan menurunkan potensi akumulasi pathogen untuk menyebar dan menyebabkan penyakit. Penurunan keasaman la mbung karena tergangguanya flora normal usus, seperti disfungsi imun kar ena AID S, akan menurunkan pertahanan usus dan menyebabkan terjadinya infeksi oleh bakteri. Bila seseorang terinfeksi, maka organisme penginfeksi tersebut akan menyerang lumen usus dan menimbulkan inflamasi. Infeksi bakteri yang dialami oleh Nn. W akan mengakibatkan motilitas usus yang berlebihan, sebagai akibat terjadinya iritasi lokal pada dinding usus.
2
Peningkatan motilitas usus ini akan mengakibatkan berlalunya isi usus dengan cepat sehingga waktu penyerapan cairan akan berkurang.
Selain
itu, infeksi bakteri
pada mukosa usus dapat meningkatkan ekskresi cairan dalam jumlah berlebih (oleh mukosa usus halus) sehingga terjadi diare hebat. Infeksi bakteri ini dapat menimbulkan gejala beragam, dari diare swasirna pada tahap awal infeksi HIV sa mpai dengan diare berat yang mengancam nyawa pada pasien. Pasien diare akibat infeksi bakteri biasanya mengalami keluhan yang khas, yaitu mual, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja s ering, bisa air, malabsorptif atau berdarah tergantung dari bakteri patogennya (konfirmasi mengenai organisme penyebab dapat dibuat melalui kultur feses). Ta nda-tanda tersebut sesuai dengan 0
yang dialami oleh Nn. W seperti nyeri abdomen, demam (suhu 39 C), pengeluaran tinja yang sering, dan penurunan tekanan darah a kibat kekurangan cairan. Pada kasus, Nn. W dikatakan mengala mi diare persisten di mana diare persisten adalah istilah diare yang digunakan untuk menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik, dimana lama diare akut yang dianut yaitu berlangsung lebih dari 30 hari) (Sudoyo, 2006). Dalam keadaan nor mal, keseimbangan biokimia antara lambung, prankeas, dan usus halus tetap t erpelihara dengan baik (Sherwood, 2001). Hal ini t erjadi karena getah yang disekresikan dalam keadaan normal akan diserap kembali ke dalam plasma sehingga proses pencernaan tida k mengubah keseimbangan asa m basa tubuh. Namun, apabila terjadi diare, pr oses netralisasi normal ini tidak dapat berlangsung. Pengeluaran yang berlebihan melalui feses yang cair a kan menyebabkan pengeluaran isi usus yang berlebihan. Pengeluaran berlebih ini akan mengakibatkan dehidrasi, hilangnya zat-zat nutrient, serta keluarnya HCO 3-yang dapat menyebabkan terjadinya asidosis metabolik akibat penurunan kadar HCO3tersebut. Diare akan mengakibatkan kekurangan cairan dan ketidakseimbangan asam basa (Sherwood, 2001).
Selama
proses pencernaan normal, getah pencernaan yang
kaya HCO3- disekresikan ke dalam saluran pencernaan dan kemudian akan direabsorpsi kembali ke plasma ketika pencernaan selesai ( Sherwood, 2001).
3
Sel
i e, HC
hil
dar i t
plasma tanpa diser tai penurunan C
h dan tidak direabsorpsi Penurunan HC yang setara akan menurunkan pH.
Ber ikut ini merupakan skema patof isiologi diare inf lamator ik yang dihubungkan dengan kondisi AIDS yang dialami k lien.
Bakteri
(Cr i t
r i i , MAC, M i rospor i i atau sospora belli)
, HIV/AIDS
Infeksi pada mukosa usus
Penurunan Imunitas
Akumulasi patogen
Pen eluaran cairan ber lebih
[HC
] menurun
Asidosis metabolik
Hilangnya
Kekurangan
zat zat
volume cairan
nutr ient
4
Menurunkan per tahanan usus ak i bat penurunan keasaman lambung karena tergangguanya f lora normal u u
III.
K esimpulan
Pada seseorang yang mengalami HIV/AIDS terjadi penurunan dari sistem imun tubuh. Maka apabila seseorang yang mengalami HIV/AID S maka tubuh nya akan lebih rentan terhadap bakteri dan juga apa bila terkena penyakit yang disebabkan oleh bakteri, maka penyakit yang dideritanya akan lebih parah daripada orang yang tidak mengidap HIV/AIDS. Orang yang mengidap HIV/AID S dan terkena diare, harus benar-benar diperhatikan. Pada pasien-pasien yang mengidap HIV dan juga mengalami diare, biasanya diare yang dialami lebih lama dari orang yang tidak mengidap HIV (lamanya dapat lebih dari 14 hari). Manifestasi kliniknya adala h mual, muntah, kehilangan berat badan yang cukup signifikan, dehidrasi, dan juga kehilangan elektrolit. Kehilangan caira n pada pasien-pasien dengan HIV/AID S dapat mencapai 15-20 L bahkan lebih.
Daftar Pustaka:
Brunner & Suddarth. (2002). K eperawatan medikal bedah . Jakarta: EGC. Kathryn dan Huether, S. (1998). Pathophysiologi: the biologic basis for disease in adults and children. USA: Mosby. Sherwood. Sudoyo,
(2001). Fisiologi manusia; dari sel ke sistem. 2nd Ed. Jakarta: EGC.
W., dkk. (2006). Ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat penerbitan
departemen ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
5