LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA UMUM
PERCOBAAN IV
UJI IMITASI DARI PENAMPILAN MODIFIKASI RASIO FENOTIPE
NAMA : INDRA A. TAGENTJU
STAMBUK : G 401 14 015
KELOMPOK : II (DUA)
ASISTEN : DONNY APRILYANTO
LABORATORIUM BIODIVERSITY
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
OKTOBER, 2015
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ilmu yang mempelajari tentang mekanisme pewarisan sifat dari induk kepada keturunanya di sebut ilmu genetika (berasal dari bahasa latin yaitu genos = asal-usul). Pengetahuan tentang adanya sifat menurun pada makhluk hidup sebenarnya sudah lama berkembang hanya belum di pelajari secara sistematis. Penelitian mengenai pola-pola penurunan sifat baru di ketahui pada abad ke- 19 oleh Gregor Johann Mendel (Campbell, 2002).
Mendel melakukan serangkaian percobaan persilangan pada kacang ercis (Pisum sativum). Dari percobaan yang di lakukannya selama bertahun-tahun tersebut, Mendel berhasil menemukan prinsip-prinsip pewarisan sifat, yang kemudian menjadi landasan utama bagi perkembangan genetika sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan. Berkat karyanya inilah, Mendel di akui sebagai bapak genetika (Adisoemarto, 1998).
Dari serangkaian percobaan yang dilakukan Mendel, terciptalah dua hukum genetika yang dikenal sebagai Hukum Mendel I dan II. Hukum Mendel satu lebih mendukung pada persilangan monohibrid (1: 2 : 1 atau 3 : 1), sedangkan Hukum Mendel II lebih mengarah kepada persilangan dihibrid dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Pada persilangan dihibrid, sesuai dengan aturan Mendel maka jika dua individu disilangkan maka akan menghasilkan keturunan dengan rasio fenotipe 9 : 3 : 3 : 1. Hal ini menjadi ketentuan dalam Hukum Mendel. Akan tetapi rasio ini tidak sepenuhya berlaku pada beberapa bentuk persilangan (Suryo, 2008).
Kadang kala kita melihat bahwa hasil persilangan yang terjadi tidaklah seperti yang kita harapkan atau tidak seperti apa yang diperkirakan oleh Mendel. Hal ini wajar terjadi, dan dalam kemungkinan yang besar akan dapat terjadi. Dalam kenyataan sehari-hari banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari Hukum Mendel tersebut, terlebih lagi bahwa hukum Mendel merupakan suatu hukum kemungkinan, yang kemungkinan terjadinya sangat ditentukan oleh faktor dari dalam makhluk
hidup yang bersilangan dan faktor luar dari makhluk hidup yang bersilangan tersebut (Dwidjoseputro, 1997).
Berdasarkan masalah yang muncul tersebut, dimana aturan dari hukum Mendel yang tidak sepenuhnya muncul pada beberapa persilangan sehingga terbentuk beberapa penyimpangan dalam Hukum Mendel, maka yang melatarbelakangi dilakukannya praktikum kali ini yaitu untuk melihat adanya penyimpangan pada rasio fenotipe dan mengamati setiap bentuk penyimpangan yang disebabkan oleh adanya interaksi antara gen yang satu dengan yang lainnya.
Tujuan
Tujuan dilakukanya praktikum kali ini, yaitu untuk melihat adanya penyimpangan dari rasio fenotipe yang disebabkan oleh adanya interaksi antar gen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gregor Johann Mendel merupakan pencetus berbagai prinsip dasar genetika. Pada akhir abad kesembilan belas, beliau mengenali adanya unit informasi yang diwariskan untuk pembentukan sifat yang dapat diamati pada organisme. Selanjutnya Mendel menunjukkan bahwa sifat diwariskan ke generasi baru dalam kondisi terpisah. Terobosan Mendel masih belum diakui saat ia meninggal pada tahun 1884, namun ditemukan kembali di awal abad ke-20 oleh para ilmuan yang sedang menyelidiki pewarisan sifat. Faktor-faktor Mendel diberi nama baru, yaitu gen. Ini merupakan konsep pertama tentang gen dan penelitian Mendel kemudian menjadi dasar ilmu genetika (Bresnick, 2003).
Mendel adalah seorang yang jenius dan telah berhasil dalam percobaan-percobaannya pada bidang hibridasi. Mendel telah berhasil menyusun beberapa postulatnya, seperti sifat materai herediter yang berupa benda atau partikel dan bukan berupa cairan atau homurai, sifat tersebut berpasangan dan sifat yang tertutup dapat muncul kembali, yang artinya sifat yang resesif akan terlihat ekspresinya dalam keadaan yang tertentu. Semua hasil percobaan Mendel ini kemudian dirumuskan kedalam dua hukum atau aturan, yaitu Hukum Mendel I dan Hukum Mendel II (Walker, 2008).
Dalam ilmu genetika dikenal dua macam persilangan, yaitu persilangan monohibrid dan persilangan dihibrid. Dalam kondisi normal, persilangan monohibrid menurut hukum Mendel I akan menghasilkan perbandingan individu keturunan 3 : 1 atau 1 : 2 : 1. Sedangkan persilangan dihibrid, menurut hukum Mendel II akan menghasilkan individu keturunan 9 : 3 : 3 : 1 Akan tetapi dalam percobaan-percobaan genetika, para ahli sering menemukan rasio fenotip yang ganjil, seakan-akan tidak mengikuti hukum Mendel. Misalnya pada perkawinan antara 2 individu dengan 2 sifat beda (dihibrid), ternyata ratio fenotip F2 tidak selalu 9 : 3 : 3 : 1. Seringkali dijumpai perbandingan-perbandingan yang berbeda dari aturan Mendel, seperti 9 : 7, 12 : 3 : 1, 15 : 1, 9 : 3 : 4 dan lain-lain. Bila diteliti dengan seksama angka-angka perbandingan di atas, ternyata juga merupakan penggabungan angka-angka perbandingan Mendel 9 : 7 = 9 : (3+3+1),
12 : 3 : 1 = (9+3) : 3 : 1, 15 : 1 = (9+3+3) : 1, 9 : 3 : 4 = 9 : 3 : (3+1) dan seterusnya. Oleh karena adanya perbedaan pada perbandingan fenotipe, maka hal ini disebut sebagai penyimpangan semu hukum Mendel, karena masih mengikuti hukum Mendel (Standfield, 1991).
Penyimpangan semu pada hukum Mendel dapat terjadi karena adanya beberapa gen yang saling memengaruhi dalam menghasilkan fenotip. Meskipun demikian, perbandingan fenotip tersebut masih mengikuti prinsip-prinsip Hukum Mendel. Salah satu contoh penyimpangan semu Hukum Mendel yaitu epistasi-hipostasi. Epistasis adalah sebuah atau sepasang gen yang menutupi atau mengalahkan ekspresi gen lain yang tidak selokus (sealel). Sedangkan hipostasis adalah gen yang tertutupi oleh sebuah atau sepasang gen lain yang tidak selokus (yang bukan alelnya). Ada beberapa macam bentuk epistasi antara lain epistasi dominan, epistasi resesif, epistasi dominan-resesif, epistasi dominan duplikat, epistasi resesif duplikat, dan gen duplikat dengan efek kumulatif (Suryo, 2008).
Epistasi Dominan
Pada peristiwa epistasis dominan terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu gen dominan yang bukan alelnya. Perbandingan fenotipe pada generasi F2 dengan adanya epistasis dominan adalah 12 : 3 : 1. Angka perbandingan tersebut merupakan variasi dari perbandingan dihibrid 9 : 3 : 3 : 1 . Peristiwa epistasis dominan dapat dilihat misalnya pada pewarisan warna buah waluh besar (Cucurbita pepo). Dalam hal ini terdapat gen Y yang menyebabkan buah berwarna kuning dan alelnya y yang menyebabkan buah berwarna hijau. Selain itu, ada gen W yang menghalangi pigmentasi dan w yang tidak menghalangi pigmentasi. Misalnya, persilangan antara waluh putih (WWYY) dan waluh hijau (wwyy) menghasilkan generasi F2 berwarna putih, kuning, dan hijau dengan perbandingan 12 : 3 : 1 (Suryo, 2008).
Epistasi Resesif
Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi F2 akan diperoleh perbandingan fenotipe 9 : 3 : 4 yang merupakan variasi dari persilangan dihibrid. Contoh epistasis resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu mencit (Mus musculus). Ada dua pasang gen nonalelik yang mengatur warna bulu pada mencit, yaitu gen A menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a menyebabkan bulu berwarna hitam, gen C menyebabkan pigmentasi normal, dan gen c menyebabkan tidak ada pigmentasi. Jika mencit berbulu kelabu (AACC) disilangkan dengan albino (aacc) maka akan menghasilkan keturunan berwarna kelabu, hitam dan albino dengan rasio fenotipe yaitu 9 : 3 : 4 (Suryo, 2008).
Epistasi Dominan Resesif
Epistasis dominan-resesif dapat terjadi apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I. Epistasis ini menghasilkan perbandingan fenotipe 13 : 3 pada generasi F2. Contoh peristiwa epistasis dominan-resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu ayam ras. Dalam hal ini terdapat pasangan gen I, yang menghalangi pigmentasi, dan alelnya, i, yang tidak menghalangi pigmentasi. Selain itu, terdapat gen C, yang menimbulkan pigmentasi, dan alelnya, c, yang tidak menimbulkan pigmentasi. Gen I dominan terhadap C dan c, sedangkan gen c dominan terhadap I dan i (Standfield, 1991).
Epistasi Dominan Duplikat
Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan duplikat. Kedua gen itu berada bersama-sama dan fenotipnya merupakan gabungan dari kedua sifat gen-gen dominan tersebut. Epistasis ini menghasilkan perbandingan fenotipe 15 : 1 pada generasi F2. Contoh peristiwa epistasis dominan duplikat dapat dilihat pada pewarisan bentuk buah Capsella. Ada dua macam bentuk buah Capsella, yaitu segitiga dan oval. Bentuk segitiga disebabkan oleh gen dominan C dan D, sedang bentuk oval disebabkan oleh gen resesif c dan d. Dalam hal ini C dominan terhadap D dan d, sedangkan D dominan terhadap C dan c (James, 1994).
Epistasi Resesif Duplikat
Apabila gen resesif dari suatu pasangan gen, katakanlah gen I, epistatis terhadap pasangan gen lain, katakanlah gen II, yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis resesif duplikat. Epistasis ini menghasilkan perbandingan fenotipe 9 : 7 pada generasi F2. Sebagai contoh peristiwa epistasis resesif ganda dapat dikemukakan pewarisan kandungan HCN pada tanaman Trifolium repens. Gen L menyebabkan terbentuknya enzim L yang mengatalisis perubahan bahan dasar menjadi bahan antara berupa glukosida sianogenik. Alelnya, l, menghalangi pembentukan enzim L. Gen H menyebabkan terbentuknya enzim H yang mengatalisis perubahan glukosida sianogenik menjadi HCN, sedangkan gen h menghalangi pembentukan enzim H. Dengan demikian, l epistatis terhadap H dan h, sementara h epistatis terhadap L dan l. Persilangan dua tanaman dengan kandungan HCN sama-sama rendah tetapi genotipenya berbeda (LLhh dengan llHH) akan menghasilkan keturunan dengan tingkat HCN tinggi (9) dan tingkat HCN rendah (7) (Suryo, 2008).
Gen Duplikat Dengan Efek Kumulatif
Peristiwa gen duplikat yang mempunyai efek kumulatif data terjadi bila keberadaan gen-gen yang resesif memberi efek yang sama, misalnya gen aa dan bb akan menghasilakan sifat fenotipe yang sama. Epistasi ini akan menghasilkan perbandingan fenotipe, yaitu 9 : 6 : 1. Sebagai contoh, pada Cucurbita pepo dikenal tiga macam bentuk buah, yaitu cakram, bulat, dan lonjong. Gen yang mengatur pemunculan fenotipe tersebut ada dua pasang, masing-masing B dan b serta L dan l. Apabila pada suatu individu terdapat sebuah atau dua buah gen dominan dari salah satu pasangan gen tersebut, maka fenotipe yang muncul adalah bentuk buah bulat (B-ll atau bbL-). Sementara itu, apabila sebuah atau dua buah gen dominan dari kedua pasangan gen tersebut berada pada suatu individu, maka fenotipe yang dihasilkan adalah bentuk buah cakram (B-L-). Adapun fenotipe tanpa gen dominan (bbll) akan berupa buah berbentuk lonjong (Standfield, 1991).
BAB III
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat dilaksanakannya kegiatan praktikum genetika kali ini adalah sebagai berikut :
Hari/tanggal : Sabtu, 31 Oktober 2015
Waktu : Pukul 13.30 WITA sampai dengan selesai
Tempat : Laboratorium Biodiversity Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tadulako
Alat dan Bahan
Alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum genetika umum kali ini adalah :
Buku tulis
Alat tulis menulis
Alat hitung
Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum genetika umum kali ini adalah jagung
Prosedur Kerja
Prosedur kerja di dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
Mengamati dengan seksama tongkol jagung yang dibagikan asisten dan menghitung banyaknya biji-biji berdasarkan warna.
Mencatat hasil pengamatan yang didapat dalam tabel.
Melakukan pengujian X2 untuk mengetahui apakah pengamatan yang diperoleh dapat dianggap sesuai dengan rasio yang diharapkan.
Menentukan macam-macam interaksi gen yang didapatkan pada sampel itu, kemudian membuat diagram persilangan mulai dari tanaman parental sampai mendapatkan rasio fenotipe itu, untuk simbol gen menggunakan huruf sesuai dengan huruf abjad.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Epistasi Dominan Duplikat (15 : 1)
Diketahui : merah = 438
kuning = 50
No.
Uji X2
Merah
Kuning
Jumlah
1.
Jumlah individu yang diambil (A)
438
50
486
2.
Jumlah individu yang diharapkan (H)
455,625
30,375
486
3.
Selisih (A-H)
-17,625
19,625
2
4.
Kuadratkan hasil diatas
310,640625
385,140625
695,78125
5.
Hasil diatas dibagikan jumlah yang diharapkan
0,681790123
12,6795265
13,36131687
Df
0,05
0,01
1
3,84
6,64
df = K – 1
= 2 – 1
= 1
0,05 X2 0,01
3,84 13,361 6,64 (tidak sesuai)
Epistasi Resesif Duplikat (9 : 7)
Diketahui : merah = 242
kuning = 370
No.
Uji X2
Kuning
Merah
Jumlah
1.
Jumlah individu yang diambil (A)
370
242
612
2.
Jumlah individu yang diharapkan (H)
344,25
267,75
612
3.
Selisih (A-H)
25,75
-25,75
0
4.
Kuadratkan hasil diatas
663,0625
663,0625
1326,125
5.
Hasil diatas dibagikan jumlah yang diharapkan
1,92610748
2,476423903
4,402531383
df = K – 1
Df
0,05
0,01
1
3,84
6,64
= 2 – 1
= 1
0,05 X2 0,01
3,84 4,40 6,64 (sesuai)
Epistasi Resesif (9 : 3 : 4)
Diketahui : merah = 128
kuning = 378
No.
Uji X2
Kuning
Merah
Hitam
Jumlah
1.
Jumlah individu yang diambil (A)
378
128
154
660
2.
Jumlah individu yang diharapkan (H)
371,25
123,75
165
660
3.
Selisih (A-H)
6,75
4,25
-11
0
4.
Kuadratkan hasil diatas
45,5625
18,0625
121
184,625
5.
Hasil diatas dibagikan jumlah yang diharapkan
0,1227272
0,1459595
0,7333333
1,0020202
df = K – 1
Df
0,05
0,01
2
5,99
9,21
= 3 – 1
= 2
0,05 X2 0,01
5,99 1,002 9,21 (sesuai)
No.
Uji X2
Kuning
Hitam
Merah
Jumlah
1.
Jumlah individu yang diambil (A)
386
100
32
518
2.
Jumlah individu yang diharapkan (H)
388,5
97,125
32,375
518
3.
Selisih (A-H)
-2,5
2,875
-0,375
0
4.
Kuadratkan hasil diatas
6,25
8,265625
0,140625
14,65625
5.
Hasil diatas dibagikan jumlah yang diharapkan
0,016087516
0,08510296
0,004343629
0,10553410
Epistasi Dominan (12 : 3 : 1)
Diketahui : merah = 32
kuning = 386
hitam = 100
df = K – 1
df
0,05
0,01
2
5,99
9,21
= 3 – 1
= 2
0,05 X2 0,01
5,99 0,105 9,21 (sesuai)
Epistasi Dominan Resesif (13 : 3)
Diketahui : kuning = 369
Hitam = 99
No.
Uji X2
Kuning
Hitam
Jumlah
1.
Jumlah individu yang diambil (A)
369
99
468
2.
Jumlah individu yang diharapkan (H)
380,25
87,75
468
3.
Selisih (A-H)
-11,25
11,25
0
4.
Kuadratkan hasil diatas
126,5625
126,5625
253,125
5.
Hasil diatas dibagikan jumlah yang diharapkan
0,332840237
1,442307692
1,775147929
Df
0,05
0,01
1
3,84
6,64
df = K – 1
= 2 – 1
= 1
0,05 X2 0,01
3,84 1,775 6,64 (sesuai)
Gen Duplikat dengan Efek Kumulatif (9 : 6 : 1)
Diketahui : merah = 35
kuning = 331
hitam = 204
No.
Uji X2
Kuning
Hitam
Merah
Jumlah
1.
Jumlah individu yang diambil (A)
331
204
35
570
2.
Jumlah individu yang diharapkan (H)
320,625
213,75
35,625
570
3.
Selisih (A-H)
10,375
-9,75
-0,625
0
4.
Kuadratkan hasil diatas
107,64062
95,0625
0,390625
203,093
5.
Hasil diatas dibagikan jumlah yang diharapkan
0,335721
0,444736
0,010964
0,79142
df
0,05
0,01
2
5,99
9,21
df = K – 1
= 3 – 1
= 2
0,05 X2 0,01
5,99 0,791 9,21 (sesuai)
Pembahasan
Dalam hukum Mendel II yang berhubungan dengan persilangan dihibrid, dinyatakan bahwa pada persilangan dua individu dengan dua sifat beda akan menghasilkan perbandingan fenotipe yaitu 9 : 3 : 3 : 1. Akan tetapi pada kenyataannya perbandungan itu dapat mengalami penyimpangan yang tidak sesuai dengan hukum Mendel.
Pada percobaan ini, kami melakukan pengamatan untuk membuktikan beberapa bentuk penyimpangan yang terjadi pada hukum Mendel. Ada beberapa bentuk penyimpangan yang terjadi diantaranya yaitu, epistasi. Epistasi merupakan suatu keadaan dimana satu atau sepasang gen yang apabila muncul akan menutupi sifat dari gen-gen yang lain. Epistasi ini mnghasilkan perbandingan fenotipe yang berbeda dari ketentuan hukum Mendel. Beberapa bentuk epistasi, yaitu epistasi dominan (12 : 3 : 1), epistasi resesif (9 : 3 : 4), epistasi dominan resesif (13 : 3), epistasi dominan duplikat (15 : 1), epistasi resesif duplikat (9 : 7), dan epistasi gen duplikat dengan efek kumulatif (9 : 6 : 1).
Dalam percobaan kali ini, kami menggunakan jagung sebagai bahan untuk melakukan pengamatan terhadap bentuk penyimpangan. Jagung yang digunakan sebanyak enam buah, dan setiap biji jagung diwarnai sedemikian rupa sehingga memperlihatkan rasio fenotipe tertentu. Jagung kemudian diamati dan hasilnya dicatat dalam tabel. Hasil tersebut kemudian akan dicocokan dengan tabel chi-squre. Dari hasil pengamatan terhadap keenam jagung tersebut diperoleh beberapa jagung memenuhi ketentuan dalam penyimpangan sedang beberapa jagung tidak memenuhi atau menyimpang jauh dari hukum Mendel.
Pada jagung pertama, diamati jagung dengan dua perbedaan warna, yaitu biji berwarna merah dan kuning. Jumlah individu yang diamati, yaitu biji merah sebanyak 438, dan biji kuning sebanyak 50, dengan jumlah keseluruhan yaitu sebanyak 486 biji jagung. Dari perbandingan jumlah individu yang diambil dapat disimpulkan bahwa bentuk penyimpangannya yaitu epistasi dominan duplikat (15 : 1). Kemudian dihitung jumlah individu yang diharapkan dengan cara mengalikan jumlah individu keseluruhan dengan perbandingan penyimpangannya. Hasilnya diperoleh yaitu untuk biji merah sebanyak 455, 625 dan biji kuning sebanyak 30,375, dengan jumlah keseluruhan yaitu 486. Selisih dari jumlah yang diambil dengan yang diharapkan yaitu untuk biji merah sebanyak -17,625 dan biji kuning sebanyak 16, 625, dengan jumlah keseluruhan yaitu 2. Setelah itu hasil selisih dikuadratkan dan diperoleh untuk biji merah sebanyak 310,640625 dan biji kuning sebanyak 385,140625, dengan jumlah keseluruhan yaitu 695,78125. Hasil ini kemudian dibagikan dengan jumlah individu yang diharapkan dan kemudian diperoleh yaitu untuk biji merah sebanyak 0,681790123, dan biji kuning sebanyak 12,67952675, dengan jumlah keseluruhan yaitu 13,36131687. Nilai ini kemudian yang menjadi nilai X2.
Dari data tersebut dapat diperoleh derajat bebas dengan mengunakan rumus df = K – 1, dimana K adalah jumlah kelompok yaitu (df = K – 1 = 2 – 1 = 1), hasil ini akan diuji dengan mengunakan metode chi-square (X2), dimana pada tabel chi-square (X2), derajat bebas 1 berjumlah 0,05 yaitu 3,84 dan 0,01 yaitu 6.64 dan dari data tersebut di peroleh derajat bebas df = 3,84 13,361 6,64. Dari data ini diperoleh bahwa hasil X2 dari epistasi ini tidak sesuai dengan perbandingan fenotipe dan tidak sesuai dengan tabel chi-square. Dimana seharusnya hasil yang didapatkan harus lebih kecil dari 3,84 atau kurang dari 6,64. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa percobaan pada jagung ini tidak berhasil. Hal ini mungkin disebabkan karena kesalahan praktikan dalam menghitung jumlah jagung dan kurangnya ketelitian dari praktikan.
Pada jagung kedua, diamati jagung dengan dua perbedaan warna, yaitu biji berwarna merah dan kuning. Jumlah individu yang diamati, yaitu biji merah sebanyak 242, dan biji kuning sebanyak 370, dengan jumlah keseluruhan yaitu sebanyak 612 biji jagung. Dari perbandingan jumlah individu yang diambil dapat disimpulkan bahwa bentuk penyimpangannya yaitu epistasi resesif duplikat (9 : 7). Kemudian dihitung jumlah individu yang diharapkan dengan cara mengalikan jumlah individu keseluruhan dengan perbandingan penyimpangannya. Hasilnya diperoleh yaitu untuk biji merah sebanyak 276,75 dan biji kuning sebanyak 344,25 dengan jumlah keseluruhan yaitu 612. Selisih dari jumlah yang diambil dengan yang diharapkan yaitu untuk biji merah sebanyak -25,75 dan biji kuning sebanyak 25,75, dengan jumlah keseluruhan yaitu 0. Setelah itu hasil selisih dikuadratkan dan diperoleh untuk biji merah sebanyak 663,0625 dan biji kuning sebanyak 663,0625, dengan jumlah keseluruhan yaitu 1326,125. Hasil ini kemudian dibagikan dengan jumlah individu yang diharapkan dan kemudian diperoleh yaitu untuk biji merah sebanyak 1,9261074 dan biji kuning sebanyak 2,476423903, dengan jumlah keseluruhan yaitu 4,402531383. Nilai ini kemudian yang menjadi nilai X2.
Dari data tersebut dapat diperoleh derajat bebas dengan mengunakan rumus df = K – 1, dimana K adalah jumlah kelompok yaitu (df = K – 1 = 2 – 1 = 1), hasil ini akan diuji dengan mengunakan metode chi-square (X2), dimana pada tabel chi-square (X2), derajat bebas 1 berjumlah 0,05 yaitu 3,84 dan 0,01 yaitu 6.64 dan dari data tersebut di peroleh derajat bebas df = 3,84 4,40 6,64. Dari data ini diperoleh bahwa hasil X2 dari epistasi ini sesuai dengan perbandingan fenotipe untuk epistasi resesif duplikat dan sesuai dengan tabel chi-square. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa percobaan pada jagung ini berhasil.
Pada jagung ketiga, diamati jagung dengan tiga perbedaan warna, yaitu biji berwarna merah, kuning, dan hitam. Jumlah individu yang diamati, yaitu biji merah sebanyak 128, biji kuning sebanyak 378, dan biji hitam sebanyak 154 dengan jumlah keseluruhan yaitu sebanyak 600 biji jagung. Dari perbandingan jumlah individu yang diambil dapat disimpulkan bahwa bentuk penyimpangannya yaitu epistasi resesif (9 : 3 : 4). Kemudian dihitung jumlah individu yang diharapkan dengan cara mengalikan jumlah individu keseluruhan dengan perbandingan penyimpangannya. Hasilnya diperoleh yaitu untuk biji merah sebanyak 123,75, biji kuning sebanyak 371,25, dan biji hitam sebanyak 165 dengan jumlah keseluruhan yaitu 600. Selisih dari jumlah yang diambil dengan yang diharapkan yaitu untuk biji merah sebanyak 4,25, biji kuning sebanyak 6,75, dan biji hitam sebanyak -11, dengan jumlah keseluruhan yaitu 0. Setelah itu hasil selisih dikuadratkan dan diperoleh untuk biji merah sebanyak 18,0625, biji kuning sebanyak 45,5625, dan biji hitam sebanyak 121, dengan jumlah keseluruhan yaitu 184,625. Hasil ini kemudian dibagikan dengan jumlah individu yang diharapkan dan kemudian diperoleh yaitu untuk biji merah sebanyak 0,145959596, biji kuning sebanyak 0,122727273, dan biji hitam sebanyak 0,733333333 dengan jumlah keseluruhan yaitu 1,002020202. Nilai ini kemudian yang menjadi nilai X2.
Dari data tersebut dapat diperoleh derajat bebas dengan mengunakan rumus df = K – 1, dimana K adalah jumlah kelompok yaitu (df = K – 1 = 3 – 1 = 2), hasil ini akan diuji dengan mengunakan metode chi-square (X2), dimana pada tabel chi-square (X2), derajat bebas 2 yang berjumlah 0,05 yaitu 5,99 dan 0,01 yaitu 9,21 dan dari data tersebut di peroleh derajat bebas df = 5,99 1,002 9,21. Dari data ini diperoleh bahwa hasil X2 dari epistasi ini sesuai dengan perbandingan fenotipe untuk epistasi resesif dan sesuai dengan tabel chi-square. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa percobaan pada jagung ini berhasil.
Pada jagung keempat, diamati jagung dengan tiga perbedaan warna, yaitu biji berwarna merah, kuning, dan hitam. Jumlah individu yang diamati, yaitu biji merah sebanyak 32, biji kuning sebanyak 386, dan biji hitam sebanyak 100 dengan jumlah keseluruhan yaitu sebanyak 518 biji jagung. Dari perbandingan jumlah individu yang diambil dapat disimpulkan bahwa bentuk penyimpangannya yaitu epistasi dominan (12 : 3 : 1). Kemudian dihitung jumlah individu yang diharapkan dengan cara mengalikan jumlah individu keseluruhan dengan perbandingan penyimpangannya. Hasilnya diperoleh yaitu untuk biji merah sebanyak 32,375, biji kuning sebanyak 388,5, dan biji hitam sebanyak 97,125 dengan jumlah keseluruhan yaitu 518. Selisih dari jumlah yang diambil dengan yang diharapkan yaitu untuk biji merah sebanyak -0,375, biji kuning sebanyak -2,5, dan biji hitam sebanyak 2,875, dengan jumlah keseluruhan yaitu 0. Setelah itu hasil selisih dikuadratkan dan diperoleh untuk biji merah sebanyak 0,140625, biji kuning sebanyak 6,25, dan biji hitam sebanyak 8,265625, dengan jumlah keseluruhan yaitu 14,65625. Hasil ini kemudian dibagikan dengan jumlah individu yang diharapkan dan kemudian diperoleh yaitu untuk biji merah sebanyak 0,004343629, biji kuning sebanyak 0,016087516, dan biji hitam sebanyak 0,08510296 dengan jumlah keseluruhan yaitu 0,105534106. Nilai ini kemudian yang menjadi nilai X2.
Dari data tersebut dapat diperoleh derajat bebas dengan mengunakan rumus df = K – 1, dimana K adalah jumlah kelompok yaitu (df = K – 1 = 3 – 1 = 2), hasil ini akan diuji dengan mengunakan metode chi-square (X2), dimana pada tabel chi-square (X2), derajat bebas 2 yang berjumlah 0,05 yaitu 5,99 dan 0,01 yaitu 9,21 dan dari data tersebut di peroleh derajat bebas df = 5,99 0,105 9,21. Dari data ini diperoleh bahwa hasil X2 dari epistasi ini sesuai dengan perbandingan fenotipe untuk epistasi dominan dan sesuai dengan tabel chi-square. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa percobaan pada jagung ini berhasil.
Pada jagung kelima, diamati jagung dengan dua perbedaan warna, yaitu biji berwarna kuning dan hitam. Jumlah individu yang diamati, yaitu biji kuning sebanyak 369, dan biji hitam sebanyak 99, dengan jumlah keseluruhan yaitu sebanyak 468 biji jagung. Dari perbandingan jumlah individu yang diambil dapat disimpulkan bahwa bentuk penyimpangannya yaitu epistasi dominan resesif (13 : 3). Kemudian dihitung jumlah individu yang diharapkan dengan cara mengalikan jumlah individu keseluruhan dengan perbandingan penyimpangannya. Hasilnya diperoleh yaitu untuk biji kuning sebanyak 380,25 dan biji hitam sebanyak 87,75 dengan jumlah keseluruhan yaitu 468. Selisih dari jumlah yang diambil dengan yang diharapkan yaitu untuk biji kuning sebanyak -11,25 dan biji hitam sebanyak 11,25, dengan jumlah keseluruhan yaitu 0. Setelah itu hasil selisih dikuadratkan dan diperoleh untuk biji kuning sebanyak 126,5625 dan biji hitam sebanyak 126,5625, dengan jumlah keseluruhan yaitu 253,125. Hasil ini kemudian dibagikan dengan jumlah individu yang diharapkan dan kemudian diperoleh yaitu untuk biji kuning sebanyak 0,332840237 dan biji hitam sebanyak 1,442307692, dengan jumlah keseluruhan yaitu 1,775147929. Nilai ini kemudian yang menjadi nilai X2.
Dari data tersebut dapat diperoleh derajat bebas dengan mengunakan rumus df = K – 1, dimana K adalah jumlah kelompok yaitu (df = K – 1 = 2 – 1 = 1), hasil ini akan diuji dengan mengunakan metode chi-square (X2), dimana pada tabel chi-square (X2), derajat bebas 1 berjumlah 0,05 yaitu 3,84 dan 0,01 yaitu 6.64 dan dari data tersebut di peroleh derajat bebas df = 3,84 1,775 6,64. Dari data ini diperoleh bahwa hasil X2 dari epistasi ini sesuai dengan perbandingan fenotipe untuk epistasi dominan resesif dan sesuai dengan tabel chi-square. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa percobaan pada jagung ini berhasil.
Pada jagung keenam, diamati jagung dengan tiga perbedaan warna, yaitu biji berwarna merah, kuning, dan hitam. Jumlah individu yang diamati, yaitu biji merah sebanyak 35, biji kuning sebanyak 331, dan biji hitam sebanyak 204 dengan jumlah keseluruhan yaitu sebanyak 570 biji jagung. Dari perbandingan jumlah individu yang diambil dapat disimpulkan bahwa bentuk penyimpangannya yaitu epistasi gen duplikat dengan efek kumulatif (9 : 6 : 1). Kemudian dihitung jumlah individu yang diharapkan dengan cara mengalikan jumlah individu keseluruhan dengan perbandingan penyimpangannya. Hasilnya diperoleh yaitu untuk biji merah sebanyak 35,625, biji kuning sebanyak 320,625, dan biji hitam sebanyak 213,75 dengan jumlah keseluruhan yaitu 570. Selisih dari jumlah yang diambil dengan yang diharapkan yaitu untuk biji merah sebanyak -0,625, biji kuning sebanyak 10,375, dan biji hitam sebanyak -9,75, dengan jumlah keseluruhan yaitu 0. Setelah itu hasil selisih dikuadratkan dan diperoleh untuk biji merah sebanyak 0,390625, biji kuning sebanyak 107,640625, dan biji hitam sebanyak 95,0625, dengan jumlah keseluruhan yaitu 203,09375. Hasil ini kemudian dibagikan dengan jumlah individu yang diharapkan dan kemudian diperoleh yaitu untuk biji merah sebanyak 0,010964912, biji kuning sebanyak 0,335721248, dan biji hitam sebanyak 0,444736824 dengan jumlah keseluruhan yaitu 0,791423002. Nilai ini kemudian yang menjadi nilai X2.
Dari data tersebut dapat diperoleh derajat bebas dengan mengunakan rumus df = K – 1, dimana K adalah jumlah kelompok yaitu (df = K – 1 = 3 – 1 = 2), hasil ini akan diuji dengan mengunakan metode chi-square (X2), dimana pada tabel chi-square (X2), derajat bebas 2 yang berjumlah 0,05 yaitu 5,99 dan 0,01 yaitu 9,21 dan dari data tersebut di peroleh derajat bebas df = 5,99 0,791 9,21. Dari data ini diperoleh bahwa hasil X2 dari epistasi ini sesuai dengan perbandingan fenotipe untuk epistasi gen duplikat dengan efek kumulatif dan sesuai dengan tabel chi-square. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa percobaan pada jagung ini berhasil.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
Hukum II Mendel menyatakan selama pembentukan gamet, gen-gen yangg terdapat pada alel yang sama akan memisah dan mengelompok secara bebas.
Epistasi merupakan satu atau sepasang gen yang memiliki sifat dominan, dimana jika mincul dapat menutupi efek atau sifat dari gen yang lain dan menghasilkan perbandingan fenotipe yang baru.
Terdapat 6 macam bentuk epistasi, yaitu : epistasi dominan (12 : 3 : 1), epistasi resesif (9 : 3 : 4), epistasi dominan resesif (13 : 3), epistasi dominan duplikat (15 : 1), epistasi resesif duplikat (9 : 7), dan epistasi gen duplikat dengan efek kumulatif (9 : 6 : 1). Dari jagung yang diamati diperoleh hasil epistasi yaitu : jagung I (3,84 13,361 6,64), jagung II (3,84 4,40 6,64), jagung III (5,99 1,002 9,21), jagung IV (5,99 0,105 9,21), jagung V (3,84 1,775 6,64), dan jagung VI (5,99 0,791 9,21).
Saran
Saran saya yaitu agar dalam praktikum selanjutnya setiap praktikan dapat lebih memahami materi yang akan dipraktekan, sehingga kegiatan praktikum dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Adisoemarto, S., 1988, Genetika Edisi Ketiga, Jakarta : Erlangga.
Bresnick, S., 2003, Intisari Biologi, Jakarta: Hiprokates.
Campbell, Jane B. Reece, Lawrence G. Mitchel., 2002, Biologi, Jakarta : Erlangga.
Dwidjoseputro, D., 1997, Pengantar Genetika, Jakarta : Bhatara.
James, L. R., 1994, Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Jakarta : Erlangga.
Standfield, W. D., 1991, Genetika: Teori dan Soal-Soal, Jakarta : Erlangga.
Suryo, 2008, Genetika, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Walker, R., 2003, Seri Pengetahuan Gen dan DNA, Jakarta : Erlangga.