BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam keilmuan teknik kimia, serta aplikasi dalam dunia industri, salah satu operasi yang penting dilakukan adalah proses pemisahan. Pemisahan tersebut bertujuan untuk memisahkan atau memurnikan produk yang diinginkan, ataupun pemisahan yang bertujuan untuk memisahkan bahan baku dari pengotor, ataupun bahan-bahan yang tidak diinginkan didalam bahan baku. Salah satu proses pemisahan tersebut adalah leaching atau ekstraksi padat cair. Leaching ialah pengontakan campuran beberapa komponen dengan suatu cairan pelarut. Proses leaching banyak dipergunakan dalam berbagai industri, contohnya adalah industri makanan, industri organik, industri metalurgi dan lain-lain. Hingga kini, teori tentang leaching masih sangat kurang, misalnya mengenai laju operasinya sendiri belum banyak diketahui orang, sehingga untuk merancang peralatannya sering hanya didasarkan pada hasil percobaan saja.
1.2 Tujuan Percobaan. Tujuan percobaan ini adalah : 1. Mengamati pengaruh jumlah pelarut dan waktu pengontakkan pelarut dengan campuran yang akan dipisahkan terhadap efisiensi operasi ekstraksi yang dilakukan. 2. Menentukan jumlah tahap teoritis dengan cara grafik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ekstraksi padat cair, yang disebut juga dengan leaching, washing lixiviation, dan pengurasan, adalah proses pemisahan zat yang dapat melarut (solute) dari suatu campurannya dengan padatan lain yang tidak dapat larut (inert) dengan menggunakan pelarut cair. Pada proses ekstraksi padat cair terjadi kontak antara padatan dengan pelarut, agar terjadi perpindahan solute ke dalam pelarut. Perpindahan solute merupakan perpindahan massa secara difusi.
2.1 Peralatan Ekstraksi Operasi ekstraksi padat cair selalu terdiri atas 2 langkah, yaitu: 1. Kontak antara padatan dan pelarut untuk mendapatkan perpindahan solut ke dalam pelarut 2. Pemisahan larutan yang terbentuk dari padatan sisa Dikenal 2 jenis alat pengontak padatan dengan pelarut: 1. Alat dengan unggun tetap (fixed bed), dimana pelarut dilewatkan melalui partikel padatan, yang tersusun dalam suatu unggun tetap 2. Alat dengan kontak terdispersi (dispersed contact), dimana partikel padatan didispersikan dalam pelarut, sehingga di samping terjadi pergerakan relatif antara partikel padatan dan pelarut terdapat pula pergerakan relatif antara partikel padatan itu sendiri. Alat ekstraksi dengan unggun tetap yang paling sederhana terdiri dari tangki terbuka dengan dasar berlubang-lubang. Ke dalam tangki tersebut diisikan padatan, sebagai unggun tetap, sedang pelarut dialirkan secara gravitasi atau secara paksa dengan menggunakan pompa. Contoh alat ekstraksi jenis ini adalah leaching tank. Di dalam tangki ini padatan dan pelarut diaduk bersama dan kemudian dipisahkan. Pemisahan dapat dilaksanakan di dalam tangki yang sama maupun dalam satu unit yang terpisah, dengan cara dekantasi atau filtrasi.
2.2 Metoda Operasi Metoda operasi ekstraksi padat-cair ada 3 jenis, yaitu : 1. Berdasarkan tahap operasi Operasi dengan sistem bertahap tunggal Operasi dengan sistem bertahap banyak 2. Berdasarkan arah alirannya Operasi dengan aliran sejajar Operasi dengan aliran berlawanan Operasi dengan aliran silang 3. Berdasarkan operasinya Operasi batch Operasi kontinu
Metoda operasi ekstraksi padat cair: 1. Operasi dengan Sistem Bertahap Tunggal Dengan metoda ini, pengontakan antara padatan dan pelarut dilakukan sekaligus, dan kemudian disusul dengan pemisahan larutan dari padatan sisa. Cara ini jarang ditemukan dalam operasi industri karena perolehan solut yang rendah.
Gambar 1. Sistem operasi ekstraksi bertahap tunggal
2. Operasi dengan sistem bertahap banyak dengan aliran sejajar atau aliran silang Operasi ini dimulai dengan pencampuran umpan padatan dan pelarut dalam tahap pertama; kemudian aliran bawah dari tahap ini dikontakkan dengan pelarut baru pada tahap berikutnya, dan demikian seterusnya. Larutan yang diperoleh sebagai aliran atas dapat dikumpulkan menjadi satu seperti yang terjadi pada sistem dengan aliran sejajar, atau ditampung secara terpisah, seperti pada sistem dengan aliran silang.
Gambar 2. Sistem bertahap banyak dengan aliran sejajar
Gambar 3. Sistem bertahap banyak dengan aliran silang
3. Operasi secara kontinu dengan aliran berlawanan Dalam sistem ini, aliran bawah dan atas mengalir secara berlawanan. Operasi dimulai pada tahap pertama dengan mengontakkan larutan pekat yang merupakan aliran atas tahap kedua, dan padatan baru. Operasi berakhir pada tahap ke-n (tahap terakhir), dimana terjadi pencampuran antara pelarut baru dan padatan yang berasal dari tahap ke-n (n-1). Dapat dimengerti bahwa sistem ini memungkinkan didapatkannya perolehan solut yang tinggi, sehingga banyak digunakan di dalam industri.
Gambar 4. Sistem bertahap banyak dengan aliran berlawanan
4. Operasi secara batch dengan sistem bertahap banyak dengan aliran berlawanan Sistem ini terdiri dari beberapa unit pengontak batch yang disusun berderet atau dalam lingkaran yang dikenal sebagai rangkaian ekstraksi (extraction battery). Di dalam sistem ini, padatan dibiarkan stationer dalam setiap tangki dan dikontakkan dengan beberapa larutan yang konsentrasinya makin menurun. Padatan yang hampir tidak mengandung solut meninggalkan rangkaian setelah dikontakkan dengan pelarut baru, sedangkan larutan pekat sebelum keluar dari rangkaian terlebih dahulu dikontakkan dengan padatan baru di dalam tangki yang lain.
Langkah pertama
Langkah kedua
Gambar 5. Operasi batch bertahap empat dengan aliran berlawanan Reaksi yang terjadi adalah : Ca(OH) + Na2CO3 2NaOH + CaCO3 Zat terlarut(C)
: NaOH
Inert(B)
: CaCO3
Pelarut (A)
: H2O
2.3 Perhitungan Ekstraksi Padat Cair Untuk merancang peralatan ekstraksi padat-cair perlu dilakukan tahapan perancangan berikut: 1. Menghitung jumlah tahap yang diperlukan untuk memperoleh solut dalam jumlah tertentu, dengan data yang ada: kadar solut di dalam campuran padatan umpan, dan konsentrasi solut dalam larutan pada akhir tahap operasi 2. Menghitung jumlah solut yang dapat dipisahkan dari campuran umpan dengan menggunakan beberapa data yang diketahui seperti kadar zat terlarut dalam padatan umpan, jumlah tahap pencucian, dan metoda operasi yang dipilih. Untuk menghitungan besaran-besaran yang diperlukan dalam perancangan alat ekstraksi padat cair dikenal 3 metoda, yaitu: 1. cara aljabar (tahap demi tahap) 2. cara analitik, dan 3. cara grafik. Seperti pada operasi perpindahan massa yang lain, perhitungan secara grafik adalah yang termudah.
2.4 Tata Laksana Perhitungan Dasar perhitungan yang digunakan adalah: - neraca bahan - data kesetimbangan antara fasa padat dan fasa cair di dalam campuran Untuk maksud perhitungan ini, campuran dianggap terdiri dari tiga komponen, yaitu: - padatan yang tidak larut (B) - satu solut tunggal yang dapat berbentuk padatan atau cairan (C) - suatu pelarut (A) Sistem 3 komponen ini dapat digambarkan dalam koordinat segitiga atau segi empat. Pemakaian koordinat segi empat akan lebih menguntungkan untuk keperluan perhitungan jumlah tahap operasi, karena alasan ketelitian pada penempatan titik-titik dalam koordinat tersebut. Sebagai ordinat pada sistem ini adalah konsentrasi innert (n), yang dinyatakan sebagai perbandingan berat padatan
innert dan larutan (B/(A+C)); sedang absisnya adalah fraksi berat solut di dalam aliran atas (x) dan di dalam aliran bawah (y), yang keduanya dinyatakan sebagai perbandingan berat solut dan larutan saja (C/(A+C)), tanpa memperhitungkan padatan B.
Neraca Massa sistem bertahap banyak dengan aliran berlawanan Padatan umpan Lo Pel arut H 2O V n+1 Y n+1
R4 x4
4
R4 x4
3 E3 y3
R1 x1
1
E1 y1 N1
E2 y2 N2
R2 x2
R3 x3
4
E4 y4
R2 x2
2
E3 y3 N3
E4 y4 N4
H 2O V n+1 X n+1
R3 x3
3
2 E2 y2
R1 x1
1
E1 y1
Padatan umpan Lo yo
Neraca massa total untuk larutan. F + R n +1 = R1 + En = M ............................................................................ (1)
Sedangkan untuk zat terlarut : F . yf + R n +1 .x n + 1 = R1 .x1 + En . yn = M.yn .............................................. (2)
Hubungan yang menyatakan koordinat titik M. B + R n +1 ............................................................................ (3) F Ym = F . yf + R n +1 . x n +1 NM =
Persamaan (1) disusun kembali, F - R1 = En - R n +1 = R ..............................................................................
(4)
R = selisih aliran bawah dengan atas pada setiap tahap. Data kesetimbangan
untuk operasi Ekstraksi Padat Cair adalah data
kesetimbangan antara larutan dalam aliran atas dengan larutan yang terperangkap dalam padatan, diperoleh dari percobaan. Percobaan :
Solut : NaOH dipisahkan dari hasil kostisasi Na2CO3 dan CaO dengan solvent (pelarut) air. Na2CO3 + CaO + H2O ------- 2NaOH + CaCO3 Contoh : Zat terlarut : NaOH dari hasil pencampuran Na2CO3 dan CaO dipisahkan dengan solvent (pelarut) air. Na2CO3 + CaO + H2O
2NaOH + CaCO3
Dalam hal ini digunakan air sebagai pelarut, karena air dapat berfungsi sebagai : -
reaktan
-
pelarut
-
pengion Untuk mengetahui konsentrasi rafinat (NaOH) digunakan cara titrasi
(titrimetri). Istilah titrasi menyangkut proses untuk mengukur volume titran yang digunakan untuk mencapai titik ekivalen. Dalam titrimetri sistem konsentrasi molaritas dan normalitas paling sering digunakan. Molaritas adalah jumlah mol zat terlarut yang terkandung di dalam satu liter larutan, sedangkan Normalitas adalah jumlah gram-ekuivalen zat terlarut yang terkandung di dalam satu liter larutan. Jika larutan diencerkan, volumenya bertambah besar dan konsentrasinya bertambah kecil, tetapi kuantitas total zat terlarut tidak berubah. Jadi dua buah larutan yang konsentrasinya berbeda, tetapi mengandung zat terlarut yang kuantitasnya sama, mempunyai hubungan sebagai berikut : Volume1 x konsentrasi 1 = volume 2 x konsentrasi 2 V1 N1 = V2 N2 ................................................................................
(5)
2.5 Neraca Bahan Operasi Ekstraksi Padat-Cair 2.5.1 Operasi dengan sistem bertahap tunggal Pengontakan antara padatan dan pelarut, dilakukan sekaligus dan dilanjutkan dengan pemisahan larutan dari padatan sisa.
Cara ini jarang
ditemui dalam industri karena perolehan zat terlarut yang rendah.
SOLID TO BE LEACHED
LEACHED SOLID
B mass insolubles F mass (A + C) NF mass B/mass (A + C) yF mass C/mass (A + C)
B mass insolubles E1 mass (A + C) N1 mass B/mass (A + C) y1 mass C/mass (A + C)
LEACHING SOLVENT
LEACHING SOLUTION
R0 mass solution (A +C) x0 mass C/mass (A + C)
R1 mass solution (A +C) x1 mass C/mass (A + C)
Gambar 6. Sistem operasi bertahap tunggal
Keterangan : B
:
massa zat tidak larut(inert)
F
:
massa zat terlarut dan pelarut(A+C)
E
:
massa Ekstrak(A+C)
R
:
massa Rafinat(A+C)
N
:
massaB massa A C
Y
:
massaC massa A C
x
:
massaC massa A C
Neraca massa zat tidak larut (B): B N F F E1 N1 .............................................................................................(6)
Neraca massa zat terlarut ( C ) : F.yF + Ro.xo = E1.y1 + R1.x1 ........................................................................................................ (7)
Neraca massa zat pelarut (A) : F(1- yf) + Ro.(1 - xo) = E1 (1 - y1 ) + R1 (1 - x1 ) ...........................................(8)
Neraca massa total : F + Ro = E1 + R1 = M .............................................................................(9)
M merupakan titik kesetimbangan dimana besarnya reaktan yang masuk harus sama dengan produk yang dihasilkan. Pada grafik kesetimbangan antara x,y dengan N, titik M mempunyai koordinat Nm dan Ym. Nm
=
B B F Ro M1
Ym
=
yF F R0 x0 F R0
Gambar 7. Perhitungan secara grafik untuk sistem bertahap tunggal Keterangan: A = jumlah pelarut murni B = jumlah innert C = jumlah zat terlarut E = jumlah larutan yang berada bersama padatan F = jumlah larutan yang berada bersama padatan umpan M = jumlah total larutan dalam campuran N = B/(A+C) R = jumlah larutan dalam aliran atas x = C/(A+C) dalam aliran atas y = C/(A+C) dalam aliran bawah
2.5.2
Operasi dengan sistem banyak Pada operasi ini campuran diekstrak berulang-ulang, dimana ekstrak hasil
ekstraksi pertama akan diekstraksi lagi oleh pelarut baru, sehingga kandungan zat terlarut pada padatan hasil ekstraksi akan sangat kecil, dan zat terlarut yang dihasilkan akan bertambah banyak. Berdasarkan posisi masuk zat terlarut dan padatan, proses ini dibagi menjadi 3(tiga), yaitu : a. Sistem banyak dengan aliran sejajar P padatan
P1
P2
1
Pn
2
n
Gambar 8. Sistem bertahap banyak dengan aliran sejajar
b. Sistem dengan aliran silang L1 P Padatan
1
L2 P1
2
Ln-1 P2
Ln Pn-1
Pn
n
Pelarut
Gambar 9. Sistem bertahap banyak dengan aliran silang
c. Sistem dengan aliran berlawanan Larutan Pekat
Pelarut baru 1
2
N-1
Padatan Baru
n inert
Gambar 10. Sistem bertahap banyak dengan aliran berlawanan
2.5.3
Neraca Bahan Sistem Bertahap Banyak dengan Aliran Berlawanan Pada dasarnya, penulisan neraca massa untuk sistem ini sama dengan pada
system bertahap tunggal. Neraca massa total utnuk larutan: F + Rn+1 = R1 + En = M ............................................................ (10)
Sedangkan untuk terlarut, neraca massa totalnya adalah: F.yF + Rn+1 . xn+1 = R1 x1 + En yn = M ym ............................ (11) Dari persamaan-persamaan di atas dapat diturunkan hubungan yang menyatakan koordinat-koordinat titik M: NM1 =
B ........................................................................ (12) F Rn 1
YM =
F .yF Rn 1 .xn 1 ......................................................... (13) F Rn 1
Dengan menyusun kembali persamaan akan didapt persamaan berikut F - R1 = En – Rn+1 = R .............................................................. (14) Persamaan ini berlaku pula untuk tahap-tahap yang lain: F – R1 = E2 –R2 –R2 = E3 – R3 = R .......................................... (15) R merupakan perbedaan jumlah aliran bawah dan atas pada setiap tahap.
Bila data kesetimbangan suatu sistem 3 komponen yang terlibat dalam operasi ini diketahui, maka dengan menggunakan persamaan-persamaan di atas, jumlah tahap yang diperlukan untuk memperoleh solut dalam jumlah tertentu dapat dihitung secara grafik.
Gambar 11. Perhitungan secara grafik untuk sistem bertahap banyak dengan aliran berlawanan
BAB III HASIL PERCOBAAN 3.1 Tabel Data untuk Hasil Perhitungan X, Y, N pada Volume air 600 mL dan pada Pengadukan 10 menit dan Pengendapan 10 menit.
Tabel 3.1 Hasil Perhitungan X, Y, N pada Volume Air 600 mL X 0,0005 0,0011 0,0126
Y 0,0005 0,0011 0,0126
N 1,4760 1,4079 1,0563
Dari grafik diperoleh jumlah tahap sebanyak : 2,133 tahap Efisiensi : 53,25 %
3.2 Tabel Data untuk Hasil Perhitungan X, Y, N pada Volume air 600 ml dan pada Pengadukan 10 menit dan Pengendapan 10 menit.
Tabel 3.2 Hasil Perhitungan X, Y, N pada Volume Air 500 mL
Dari grafik diperoleh jumlah tahap sebanyak : 2,176 tahap Efisiensi : 54,4 %
BAB IV PEMBAHASAN Dari praktikum diperoleh hasil percobaan bahwa nilai nilai fraksi massa NaOH di rafinat (x) dan di ekstrak (y) adalah sama. Nilai fraksi yang sama ini dipengaruhi oleh pengadukan dan pengendapan yang dilakukan pada percobaan, yakni jika waktu dan kecepatan yang diberikan cukup, maka NaOH yang dihasilkan akan tersebar secara merata, baik di dalam rafinat maupun di dalam ekstrak. Seperti pada percobaan yang dilakukan yaitu fraksi massa NaOH di rafinat (x) untuk volume 600 ml sebesar sama dengan fraksi massa NaOH di ekstrak (y). Dengan membuat grafik dari data yang didapat maka dapat dihitung jumlah tahap percobaan yaitu antara teori dengan percobaan ternyata diperoleh jumlah tahap yang berbeda. Untuk volume 600 ml didapat tahap dan untuk 500 ml didapat tahap, dengan effisiensi tahap yang diperoleh adalah untuk pelarut 600 ml dan untuk pelarut 500 ml, sedangkan secara percobaan tahap yang dilakukan adalah 3 tahap operasi. Perbedaan ini disebabkan jumlah pelarut yang dimasukkan pada saat awal pengadukan tidak sama dengan jumlah/volume pelarut yang dibuang dalam arti volume pelarut yang dibuang/ dimasukkan kedalam proses berikutnya (rafinat) lebih kecil dari volume pelarut yang baru, terbukti pada jumlah volume rafinat yang didapatkan lebih kecil dari jumlah volume pelarut awal, contoh pada jumlah volume pelarut 600 ml, didapatkan volume rafinat yang makin turun yaitu kurang dari 600 ml. Waktu pengendapan yang cukup lama mengakibatkan sebagian pelarut terserap oleh CaCO3 yang menyebabkan perbedaan volume awal pelarut sebelum operasi dilakukan dengan volume akhir pelarut yaitu didapat volume akhir yang lebih kecil baik untuk volume awal 600 ml ataupun 500 ml.
BAB V KESIMPULAN 1.
Proses pemisahan ekstrak dan rafinat akan menyebabkan perbedaan perolehan jumlah massa CaCO3 dan NaOH.
2.
Pengadukan dan pengendapan akan mempengaruhi fraksi massa NaOH di ekstrak dan di rafinat.
3.
Semakin banyaknya pelarut yang digunakan maka semakin banyak ekstrak yang didapat.
4.
Tahap yang diperoleh dari grafik hasil percobaan pada volume pelarut 600 ml adalah dan pada 500 ml adalah tahap.
5.
Efisiensi perolehan tahap pada percobaan ini adalah untuk volume pelarut 600 mL dan untuk volume pelarut 500 mL.
DAFTAR PUSTAKA 1. Mc Cabe, dkk, “Operasi Teknik Kimia”, jilid 1, Erlangga, edisi ke 4, 1993. 2. Perry, R. H, “Perry’s Chemical Engineering’s Hand Book”, Mc Graw Hill, New York, 6th ed, 1984. 3. Treyball, R. E., “Mass Transfer Operations”, Mc Graw Hill, 3th ed, 198
LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN A.1
Volume Pelarut 600 mL
Berat CaO
: 8,4 gram
Berat Na2CO3
: 15,9 gram
Lama Pengadukan
: 10 menit
Lama Pengendapan
: 10 menit
Berat Pikno kosong
: 27,54 gram
Berat Pikno + Air
: 54,45 gram
Berat Kertas Saring
:
1. 0,96 gram 2. 1,01 gram 3. 0,98 gram
Rafinat W rafinat dalam piknometer
V rafinat
V HCl
Ke-
(gram)
(mL)
(mL)
1
54,50
600
1,2
2
54,56
600
2,7
3
55,24
600
32,3
Ekstrak
W ekstrak basah
W ekstrak kering
Ke-
(gram)
(gram)
1
11,86
7,07
2
13,99
8,18
3
14,60
7,50
A.2
Volume Pelarut 500 mL
LAMPIRAN B PERHITUNGAN ANTARA
B.1 Untuk pelarut 600 mL B.1.1 Rafinat V rafinat
ρ rafinat
m (NaOH+Air)
V HCl
N HCl
( mL )
( gram/mL )
( gram )
( mL )
(N)
1
600
0,9989
599,31
1,2
0,1
2
600
1,0011
600,65
2,7
0,1
3
600
1,0263
615,76
32,3
0,1
V NaOH
N NaOH
Mr NaOH
W NaOH
( mL )
(N)
( gram/mol )
( gram )
10
0,012
40
0,288
0,0005
10
0,027
40
0,648
0,0011
10
0,323
40
7,752
0,0126
Rafinat
X
B.1.2 Ekstrak W (Air+CaCO3+NaOH)
W(CaCO3)
W(Air + NaOH)
ρ rafinat
(gram)
(gram)
(gram)
(gr/ml)
1
11,86
7,07
4,79
0,9989
2
13,99
8,18
5,81
1,0011
3
14,6
7,5
7,10
1,0263
Ekstrak
V (Air+NaOH) (ml)
N NaOH (N)
W NaOH (gram)
Y
N
4,80 5,80 6,92
0,012 0,027 0,323
0,0023 0,0063 0,0894
0,0005 0,0011 0,0126
1,4760 1,4079 1,0563
B.2 Untuk pelarut 700 mL B.2.1 Rafinat
B.2.2 Ekstrak
LAMPIRAN C CONTOH PERHITUNGAN
1. Penentuan Jumlah Umpan Dasar perhitungan umpan CaO dan Na2CO3 Pelarut H2O = 500 ml NaOH
= 0,3 mol CaO + H2O
Ca(OH)2
Na2CO3 + Ca(OH)2
2NaOH + CaCO3
Mol Ca(OH)2 = 0,5 mol NaOH = 0,5 x 0,3 mol = 0,15 mol Mol Na2CO3 = 0,5 mol NaOH = 0,5 x 0,3 mol = 0,15 mol CaO yang ditimbang
= mol x BM CaO = 0,15 mol x 56 gr/mol = 8,4 gram
Na2CO3 yang ditimbang = mol x BM Na2CO3 = 0,15 mol x 106 gr/mol = 15,9 gram
2. Penentuan titik umpan (XF dan NF) Untuk volume pelarut 500 mL XF =
MC = 0,288 gram / 599,31 gram = 0,00048 M AC
NF =
MB = 7,07 gram / 4,79 gram = 1,4759 M A C
3. Pembuatan HCl HCl yang tersedia adalah HCl 37 % (v/v) dengan massa jenis = 1,19 Kg/L HCl 37 % artinya 37 L HCl dalam 100 L larutan HCl
yang
tersedia
37 L 1,19 Kg / L 1000 mol 12,063 N 100 L 36,5 Kg / Kmol 1 Kmol
HCl yang dibuat konsentrasinya 0,1 N dalam 250 mL VHCl
250 mL 0,1 N 2,08 mL 12,063 N
4. Menghitung densitas rafinat Contoh data Rafinat 1 dengan volume pelarut 600 mL : W air
V air
=
(W piknometer + air) – (W piknometer kosong)
=
54,45 gram – 27,54 gram
=
26,91 gram
=
W air / densitas air
=
26,91 gram / 0,997g/mL
=
26,99 mL
= (W piknometer + rafinat) – (W piknometer kosong)
W larutan
=
54,50 gram – 27,54 gram
= 26,96 gram larutan
= W larutan / V air = 26, 96 gram / 26,99 mL = 0,9988 gram / mL
5. Menentukan konsentrasi NaOH (C) dalam rafinat Contoh data Rafinat 1 dengan volume pelarut 600 mL : Volume cuplikan (NaOH)
= 10 mL
Konsentrasi HCl
= 0,1 N
Volume HCl
= 1,2 mL V1 x N1 = V2 x N2
25 mL x 0,1 N = 1,2 x N2 N2 = 2,08 N
6. Menghitung massa NaOH + air (A+C) Contoh data Rafinat 1 dengan volume pelarut 600 mL : W(NaOH+Air) = VA+C x A+C = 600 mL x 0,9988
mL gram / mL
= 599,28 gram
7. Menentukan massa (NaOH) dalam rafinat Contoh data Rafinat 1 dengan volume pelarut 600 mL : N NaOH MrNaOH V( NaOH Air )
WNaOH =
1000mL
= (0,012 x 40 x 600) /1000 gram = 0,28 gram
8. Menghitung fraksi NaOH (A) di rafinat (X) Contoh data Rafinat 1 dengan volume pelarut 600 mL : X =
WNaOH W( NaOH Air )
= 0,28 gram / 599,28 gram = 0,00048
9. Menentukan zat terlarut (C) di ekstrak Contoh data Rafinat 1 dengan volume pelarut 600 mL : N NaOH MrNaOH V NaOH Air
WNaOH
=
WNaOH
= (0,0023x 40 x 4,80) / 1000 gram
1000mL
= 0,0000579 gram
10. Menentukan fraksi NaOH di ekstrak (Y) Menentukan berat larutan di ekstrak Contoh data Rafinat 1 dengan volume pelarut 600 mL : m (NaOH + air) = berat basah – berat kering = (11,86 – 7,07) gram = 4,79 gram Contoh data Ekstrak 1 dengan volume pelarut 600 mL : Y =
WNaOH W NaOH Air
= 0,0023 gram / 4,79 gram = 0,00048
11. Menentukan harga N di ekstrak Contoh data Rafinat 1 dengan volume pelarut 600 mL : N=
WCaCO3 W NaOH Air
= 7,07 gram / 4,79 gram = 1,4759
13. Menghitung efisiensi kerja Untuk volume pelarut 600 mL Efisiensi =
Jumlah tahap sebenarnya x100% Jumlah tahap teoritis
= (2,13/4) x 100% = 53,25 % Untuk volume pelarut 700 mL Efisiensi
Jumlah tahap sebenarnya 100% Jumlah tahap teoritis
= (2,176/4) x 100% = 54,4 %