LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KORALOGI HISTOLOGI, MORFOLOGI, DAN ANATOMI KARANG
Sukron Alfi R. 26020112120006
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014
LEMBAR PENGESAHAN
NO
KETERANGAN
1.
Pendahuluan
2.
Tinjauan Pustaka
3.
Materi dan Metode
4.
Hasil dan Pembahasan
5.
Kesimpulan
6.
Daftar Pustaka
NILAI
JUMLAH
Semarang, 23 Mei 2014
Koordinator Asisten
Praktikan
Editta Hapsari Dianastuty 26020111140107
Sukron Alfi R. 26020112120006
Mengetahui, Koordinator Dosen
Dr.Ir. Diah Permata Wijayanti, M.Sc NIP. 19690116 199303 2 001
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini Harapan saya semoga laporan ini membantu menambah pengetahuan dan nilai bagi para penyusun, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi laporan ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Laporan ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini. Semarang, Mei 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR Bab I. PENDAHULUAN
1.1. 1.2. 1.3.
Latar Belakang Tujuan Manfaat
Bab II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5.
Biologi Karang Karakteristik Morfologi Karang Bentuk Pertumbuhan karang Struktur koralit Karang Histologi Karang 2.5.1. Jaringan Karang 2.5.2. Dekalsifikasi 2.5.3. Penghilangan Kadar Air (Dehidrasi) 2.5.4. Embedding 2.5.5. Perekatan Preparat (Mounting)
Bab III. MATERI DAN METODE
3.1. 3.2.
3.3.
Waktu dan Tempat Praktikum Materi Praktikum 3.2.1. Alat dan Bahan 3.2.2. Materi Praktikum Laboratorium Metode Praktikum 3.3.1. Histologi Karang 3.3.2. Morfologi dan Anatomi Karang (Struktur Koralit Karang)
Bab IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
4.2.
Hasil 4.1.1. Histologi karang 4.1.2. Struktur Koralit Karang Pembahasan 4.2.1. Histologi Karang
4.2.2. Morfologi dan Anatomi Karang (Struktur Koralit Karang) Bab V. KESIMPULAN
5.1. 5.2.
Kesimpulan Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Alat praktikum koralogi Tabel 2. Bahan praktikum koralogi Tabel 3. Hasil pengamatan histologi karang Tabel 4. Hasil pengamatan struktur koralit karang
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi polip karang Gambar 2. Lapisan tubuh karang Gambar 3. Morfologi karang Gambar 4. Karang branching Gambar 5. Karang massive Gambar 6. Karang encrusting Gambar 7. Karang foliose Gambar 8. Karang mushroom Gambar 9. Karang submassive Gambar 10. Karang milepora Gambar 11. Karang Heliopora Gambar 12. Acropora branching
Gambar 13. Acropora tabulate Gambar 14. Acropora encrusting Gambar 15. Acropora submassive Gambar 16. Acropora digitata Gambar 17. Tipe Koralit Gambar 18. Histologi Karang H-416-2 Gambar 19. Histologi Karang H-45-3 Gambar 20. Histologi Karang H-49-1 Gambar 19. Phaceloid Gambar 20. Cerioid Gambar 21. Plocoid Gambar 22. Falbello meandroid Gambar 23. Meandroid Gambar 24. Solitary
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan ekosistem perairan tropis yang begitu banyak perannya bagi kehidupan diperairan. Ekosistem ini merupakan habitat berbagai biota laut untuk tumbuh dan berkembang biak dalam kehidupan yang seimbang. Salah satu kekhasan dari terumbu karang adalah produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi, pada ekosistem ini terdapat sejumlah spesies biota yang sangat banyak. Pada umumnya terumbu karang hidudan berkebang biak di daerah pantai dengan kedalaman tidak lebih dari 40 m dari permukaan air laut. Ekosistem ini memiliki banyak fungsi dan nilai ekonominya sangat penting terutama bagi sektor perikanan. Namun ekosistem ini mudah sekali mengalami kerusakan karena letaknya yang berdekatan dengan peisir, dimana paling mudah dipengaruhi oleh aktifitas manusia. Terumbu karang tergolong ekosistem yang sangat produktif, secara taksonomi sangat beragam pada perairan laut dangkal. Stuktur fisiknya terdiri dari kerangka kalsium karbonat yang membentuk
bahan
padatan
yang
keras
dalam
jangka
waktu
yang
relatif
lama.
Pertumbuhan karang memerlukan kejernihan air ang tinggi dan ketersedian unsur hara yang renah. Dengan peran Zoozantthellae maka hewan karang ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Suhu kehidupannya berada pada batas antara 16 sampai 34 derajat Celcius, kondisi ini mencerminkan kehidupan pada daerah tropis dan sub tropis. Dari pernyataan-
pernyataan diatas menurut para ahli bahwa terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat penting di lautan. Untuk itu perlu dipelajari atau dikaji lagi ilmu-ilmu yang membahas mengenai terumbu karang. Ilmu yang mengkaji tentang terumbu karang dan sekitarnya dinamakan koralogi. Ilmu koralogi ini penting agar kita dapat mengetahui seluk-beluk mengenai terumbu karang. Dengan kita mengetahui seluk-beluk terumbu karang maka kita dapat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk menjaga kelestarian terumbu karang. Ekosistem terumbu karang tersusun atas beberapa karang dan biota-biota lain yang hidup di dalamnya. Karang adalah binatang yang mempunyai sengat atau lebih dikenal sebagai cnida (cnida=jelata) yang dapat menghasilkan kerangka kapur didalam jaringan tubuhnya (Suharsono, 1996). Menurut Nybakken (1992) Karang hidup
berkoloni atau sendiri, tetapi hampir semua karang hermatipik hidup berkoloni dengan berbagai individu hewan karang atau polyp. 1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah diantaranya sebagai berikut :
Mengenali jenis-jenis karang keras (scleractinia)
Mampu menerapkan kunci identifikasi karang keras melalui bentuk koloni ( life form) dan struktur koloni
1.3 Manfaat
Manfaat dari praktikum koralogi ini diantaranya sebagai berikut :
Lebih mengetahui jenis jenis karang keras
Lebih mengetahui bentuk koloni dan struktur koloni karang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Karang
Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang dibentuk dari endapan padat kalsium karbonat (CaCO 3), yang dihasilkan oleh karang dengan sedikit tambahan dari alga berkapur ( calcareous algae) dan organisme lainnya yang mensekresikan kalsium karbonat (Nybakken 1997).
Menurut Odum (1971) terumbu karang sebagai bagian
ekosistem yang dibangun oleh sejumlah biota, baik hewan maupun tumbuhan secara terus menerus mengikat ion kalsium dan karbonat dari air laut yang menghasilkan rangka kapur yang selanjutnya membentuk terumbu. Ekosistem terumbu karang terdapat di lingkungan perairan yang agak dangkal, seperti paparan benua dan gugusan pulau-pulau di perairan tropis. Untuk mencapai pertumbuhan maksimum, terumbu karang memerlukan perairan yang jernih, dengan suhu perairan yang hangat, gerakan gelombang yang besar dan sirkulasi air yang lancar serta terhindar dari proses sedimentasi. Ekosistem terumbu karang memiliki kemampuan yang baik dalam memperbaiki bagian yang rusak, bila karakteristik habitat dari
berbagai
macam
formasi
terumbu
karang
dan
faktor
lingkungan
yang
mempengaruhinya terpelihara dengan baik. Seperti ekosistem lainnya, terumbu karang tidak
memerlukan
campur
tangan
atau
manipulasi
langsung
manusia
untuk
kelangsungan hidupnya (Dahuri et al , 2004). Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Terumbu karang terutama disusun oleh karang-karang jenis anthozoa dari klas Scleractinia (Nybakken, 1992). Struktur bangunan batuan kapur (CaCO 3) tersebut cukup kuat, sehingga koloni karang mampu menahan gaya gelombang air laut. Asosiasi organisme-organisme yang dominan hidup disini disamping scleractinian coral adalah alga yang juga mengandung kapur (Dawes,1981).
Gambar 1. Polip Karang Ada dua tipe karang, yaitu karang yang membentuk bangunan kapur (hermatypic coral) dan yang tidak dapat membentuk bangunan karang (ahermatypic coral). Karena
dapat membentuk bangunan karang hermatypic coral sering dikenal pula sebagai reefbuilding coral seperti pada jenis
Scleractinia.
Kemampuan hermatypic coral
membentuk bangunan kapur tidak lepas dari proses hidup binatang ini. Binatang karang ini dalam hidupnya bersimbiose dengan sejenis alga berfotosintesis (zooxanthellae) yang hidup di jaringan-jaringan polyp karang tersebut. Hasil samping dari aktivitas fotosintesis ini adalah endapan kapur kalsium karbonat (CaCO 3) yang membentuk struktur dan bangunan yang khas. Ciri ini yang digunakan untuk menentukan jenis dan spesies binatang karang. (Romimohtarto dan Juwana, 2001) Berdasarkan proses pembentukannya, terumbu karang dibagi dalam 3 (tiga) jenis yaitu : 1. Terumbu karang cincin ( Atol ), biasanya terdapat di pulau-pulau kecil yang terpisah jauh dari daratan. Pembentukan karang tipe ini memerlukan waktu beratus-ratus
tahun.
Contoh
terumbu
karang
cincin
dapat
ditemui
di
Takabonerate, Sulawesi Selatan. 2. Terumbu karang penghalang ( Barrier reefs), Terumbu karang penghalang yang terbesar terdapat di Australia yang dikenal dengan The Great Barrier Reef . 3. Terumbu karang tepi ( Fringing reefs) merupakan jenis yang paling banyak ditemukan di perairan Indonesia. Terumbu karang ini berada di pesisir pantai yang jaraknya mencapai 100 meter ke arah laut.
Gambar 2. Tiga tipe terumbu karang dan proses evolusi geologinya Terumbu karang ( coral reef ) merupakan organisme yang hidup di dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Sedangkang organism-organisme yang dominan hidup disini adalah binatang karang yang memiliki kerangka kapur, algae yang banyak diantaranya juga mengandung kapur (Dawes, 1981). Terumbu terbentuk dari endapan massif terutama kalsium karbonat yang dihasilkan oleh hewan karang (filum Cnidaria, kelas Anthozoa, bangsa Scleractina), alga berkapur dan organism-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (Nybakken, 1992). Pembentukan karang merupakan proses yang lama dan kompleks. Berkaitan dengan pembentukan terumbu karang terbagai atas dua kelompok yaitu karang yang membentuk terumbu atau disebut hermatypic coral dan karang yang tidak dapat membentuk terumbu atau ahermatypic coral . Kelompok hermatypic coral dalam prosesnya bersembiosis dengan zooxentellae dan membutuhkan sinar matahari untuk membentuk bangunan dari kapur yang dikenal dengan reef building corals, sedangkan kelompok kedua tidak dapat membentuk bangunan kapur sehingga dikenal dengan non-reef building corals yang secara normal hidupnya tidak tergantung pada sinar matahari (Veron, 1986).
2.2 Karakteristik Morfologi Karang
Morfologi terumbu karang tersusun atas kalsium karbonat (CaCO3) dan terdiri atas lempeng dasar, merupakan lempeng yang berfungsi sebagai pondasi dari septa yang muncul membentuk struktur tegak dan melekat pada dinding yang disebut epiteka. Keseluruhan skeleton yang terbentuk dari satu polip disebut koralit, sedangkan keseluruhan skeleton yang terbentuk dari banyak polipdari satu individu atau koloni disebut koralum. Permukaan koralit yang terbukadisebut kalik. Septa dibedakan menjadi septa pertama, kedua, ketiga, danseterusnya, tergantung dari besar-kecil dan posisinya. Septa yang tumbuhhingga mencapai dinding luar dari koralit disebut kosta. Pada dasar sebelahdalam dari septa tertentu umumnya dilanjutkan oleh suatu struktur yang disebutpali.
Struktur
yang
berada
di
dasar
dan
tengah
koralit
sering
merupakankelanjutan dari septa yang disebut kolumela (IPB, 2008).
Sedangkan menurut Manuputty (1998), Karang lunak sesuai dengannamanya memiliki tubuh yang lunak tapi lentur. Jaringan tubuhnya disokong olehkumpulan duriduri kecil yang kokoh, tersusun sedemikian rupa sehinggatubuhnya lentur dan tidak mudah putus atau sobek. Duri-duri tersebut disebutspikula, mengandung karbonat kalsium. Secara sepintas karang lunak tampakseperti tumbuhan karena bentuk koloninya bercabang seperti pohon, memilikitangkai yang identik dengan batang dan tumbuh melekat pada substrat dasar yang keras.
Gambar 3. Morfologi Karang
2.3 Bentuk Pertumbuhan Karang
Kategori bentuk pertumbuhan karang (koloni karang) ini berdasarkan pada English dkk . (1998). Pertumbuhan Non-Acropora : 1. Bentuk Bercabang ( branching ), kode CB, memiliki cabang lebih panjang daripada diameter. Model percabangan sambung-menyambung dan ujung cabang yang runcing.
Gambar 4. Karang Brancing 2. Bentuk Padat ( massive), kode CM, umumnya memilik bentuk seperti bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng terumbu.
3. Bentuk kerak ( encrusting ), kode CE, tumbuh mengikuti bentuk substrat tempat ia menempel dengan permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil. banyak terdapat pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi
sepanjang tepi lereng terumbu. Koloni karang yang baru tumbuh umumnya berbentuk kerak.
4. Bentuk lembaran ( foliose), kode CF, merupakan lembaran-lembaran yang menonjol, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar. Ditemukan terutama pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang terlindung. Bersifat memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lain.
5. Bentuk Jamur ( mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur,kode CMR, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut. Khusus karang jamur, ia tidak berkoloni, sehingga bila menemukan karang jamur maka ia merupakan satu individu.
6. Bentuk submasif ( submassive), kode CS, bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau kolom-kolom kecil.
7. Karang api ( Millepora), kode CML, semua jenis karang api yang dapat dikenali dengan adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti terbakar bila disentuh.
8. Karang biru ( Heliopora), kode CHL, dicirikan dengan warna biru pada rangka kapurnya.
Bentuk pertumbuhan Ac r o p o r a sebagai berikut :
1. Acropora bentuk cabang ( Branching Acropora), kode ACB, bentuknya bercabang seperti ranting pohon.
2. Acropora meja ( Tabulate Acropora), kode ACT, bentuknya bercabang dengan arah mendatar menyerupai meja. Karang ini ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar. Bersifat memberi perlindungan pada ikan-ikan yang dapat bersembunyi di balik ”meja” nya.
3. Acropora mengerak ( Encursting Acropora), kode ACE, bentuknya seperti kerak, namun koralitnya menonjol (ada axial corallite ). Biasanya dijumpai pada Acropora yang baru tumbuh membentuk koloni.
4. Acropora Submasif ( Submassive Acropora), kode ACS, percabangannya berbentuk gada/lempeng dan kokoh.
5. Acropora berjari ( Digitate Acropora), kode ACD, bentuk percabangannya rapat dengan cabang seperti jari-jari tangan.
2.4 Struktur Koralit Karang
Gambar 19. Tipe Koralit Suatu koralit karang baru dapat terbentuk dari proses budding (percabangan) dari karang. Selain bentuk koralit yang berbeda-beda, ukuran koralit juga berbedabeda. Perbedaan bentuk dan ukuran tersebut memberi dugaan tentang habitat serta cara
menyesuaikan
diri
terhadap
lingkungan,
namun
faktor
dominan
yang
menyebabkan perbedaan koralit adalah karena jenis hewan karang (polip) yang berbeda-beda.
Pembagian Bentuk koralit: 1. Placoid , masing-masing koralit memiliki dindingnya masing-masing dan dipisahkan olehkonesteum. 2. Cerioid , apabila dinding koralit saling menyatu dan membentuk permukaan yang
datar. 3. Phaceloid , apabila koralit memanjang membentuk tabung dan juga mempunyai koralit dengan dinding masing-masing . 4. Meandroid apabila koloni mempunyai koralit yang membentuk lembah dan koralit
disatukan oleh dinding-dinding yang saling menyatu dan membentuk alur-alur seperti sungai.5. Flabello-meandroid
,
seperti
meandroid
,
membentuk
lembah-lembah
memanjang,namun koralit tidak memiliki dinding bersama. 6.Dendroid , yaitu bentuk pertumbuhan dimana koloni hampir menyerupai pohon yang dijumpai cabang-cabang dan di ujung cabang biasanya dijumpai kalik utama. 7.Hydnophoroid , koralit terbentuk seperti bukit tersebar pada seluruh permukaan sehingga sangat mudah untuk dikenal.
2.5 Histologi Karang 1.1.
Histologi Karang
Menurut Bevelander et all (1988) histologi berasal dari bahasa yunani (histos = jaringan), adalah suatu ilmu yang menguraikan struktur dari hewan serta tumbuhan secara terinci, dan hubungan antara struktur pengorganisasian sel dan jaringan dan fungsi-fungsi yang mereka lakukan. Dan menurut Cha (2004) histologi mempelajari anatomi secara mikroskopik, di dalamnya dipelajari sel, jaringan, organ dan sistem organ baik pada hewan maupun tumbuhan. Studi pendukung dalam histologi adalah ekologi, fisiologi, reproduksi, biokimia, immunologi, embriologi dan sistematika.
Histologi
mengenai
karang
berguna
dalam
konservasi
terutama
dalam
mendiagnosis penyakit yang dialami oleh polip karang, sehingga sebagai mahasiswa Ilmu Kelautan yang tidak menutup kemungkinan untuk bergelut pada bidang konservasi khususnya konservasi karang, maka dianggap perlu untuk mempelajari histologi karang. Histologi dapat digunakan untuk mengetahui bagian-bagian jaringan polip pada karang melalui proses histologi (Suharsono, 1984). 1.1.1. Jaringan Karang
Jaringan karang terdiri dari ektoderm, mesoglea, dan endoderm. Ektoderm merupakan jaringan terluar dan di dalam jaringan ini dapat dijumpai adanya cilia (bulu halus), kantong mucus (lendir) dan sejumlah nematocyst. Mesoglea adalah jaringan yang mendekati homogen seperti jelly, terletak di antara ektoderm dan endoderm. Endoderm adalah jaringan yang terletak pada bagian yang paling dalam. Sebagian besar terisi oleh zooxanthella. Zooxanthella ini merupakan algae uniseluler, berwarna kuning coklat, dan hidup sebagai simbion karang (Suharsono, 1984). Bagian yang keras berupa kerangka kapur, terdiri dari lempeng dasar yang tipis, dan disebut "basal plate". Dari lempeng dasar muncul lempenglempeng yang berdiri tegak secara radial dan disebut septa. Masing-masing septa dihubungkan oleh lempengan yang melingkar yang disebut theca atau dinding. Penyusun kerangka ini terdiri dari serat kristalin atau butir-butir aragonit CaCO3 yang mempunyai diameter dua mikron. Secara umum bentuk dasar kerangka kapur semua jenis karang adalah sama. Perbedaan pengendapan CaCO3 dan adanya faktor genetik memberikan bentuk-bentuk yang karakteristik pada masing-masing jenis karang (Suharsono, 1984). 1.1.2. Dekalsifikasi
Menanamkan spesimen decalcification sebelum menggunakan 1 -1,5% dengan titik leleh rendah atau agarosa HistoGel. Decalcifying larutan asam klorida dengan agen Chelating, etilen diamina tetraacetic acid (EDTA) (Cha, 2004).
1.1.3. Penghilangan Kadar Air (Dehidrasi)
Mengganti alkohol 70% yang dipakai pada proses washing , dengan alkohol 70% yang baru kedalam botol sampel sehingga potongan sampel terendam seluruhnya. Selanjutnya secara bertahap alkohol 70% diganti dengan alkohol 80%, dan 96%. Pada masing-masing tahapan dehidrasi, direndam dengan durasi masing-masing 2X15 menit (Cha, 2004). 1.1.4. Embedding
Agar dapat memperoleh potongan tipis dengan mikrotom, setelah fiksasi jaringan harus diinfiltrasi dengan suatu zat yang dapat memberi suatu konsistensi kuat yang diperlukan untuk pemotongan. Ini dapat berupa gelatin, seloidin, parafin, atau bahkan liat lainnya. Parafin umum digunakan untuk mikroskop cahaya (Junqueira et all, 1980). Sedangkan Menurut Cha (2004) adalah :
Dehidrasi untuk menghapus semua jejak-jejak air
Infiltrasi dengan cairan yang dapat mengeras cukup untuk memungkinkan pemotongan bagian tipis
Clear dengan reagen yang bercampur dengan larutan dehidrasi dan menengah embedding
Menanamkan media: Parafin untuk cahaya mikroskop & Glycol metakrilat atau epoksi untuk mikroskopi elektron
Topologi jaringan
1.1.5. Perekatan Preparat (Mounting)
Proses terakhir ini yakni jaringan ini dicelupkan ke dalam xylene dan ditiriskan, lalu objek glass diberi entelan dan ditutup dengan deglass, kemudian diamati dibawah mikroskop (Cha, 2004).
BAB III. MATERI DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Praktikum
Hari / Tanggal
: Jumat, 16 Mei 2014
Pukul
: 07.30 – 10.00 WIB
Tempat
: Lab. Biologi Laut Ilmu Kelautan UNDIP
3.2. Materi Praktikum 3.2.1. Alat dan Bahan
Tabel 1. Alat praktikum koralogi NO
1
ALAT
Preparat
GAMBAR
FUNGSI
Sebagai tempat ditempelkannya sayatan jaringan karang
2
Mikroskop
Sebagai alat
elektrik
untuk melihat sampel mikroskopis
3
Alat tulis
Alat untuk mencatat
4
Kamera
Alat untuk merekam gambar (foto)
Tabel 2. Bahan praktikum koralogi NO
BAHAN
1
Jaringan Karang
GAMBAR
FUNGSI
Sebagai bahan untuk diamati
2
Karang
Sebagai bahan
(Sclerectania)
untuk diamati
mati
3.2.2. Materi Praktikum Laboratorium
1. Tahapan Histologi Karang 2. Morfologi dan Anantomi Karang (struktur koralit karang)
3.3. Metode Praktikum 3.3.1. Histologi Karang
Pemotongan sampel karang
Dekalsifikasi
Pemotongan jaringan
Dehidrasi (penghilangan kadar air)
Embedding
Pemotongan Jaringan (specimen)
Pewarnaan
Perekatan preparat (mounting)
Pengamatan di bawah mikroskop
3.3.2. Morfologi dan Anantomi Karang (struktur koralit)
Menyiapkan sampel karang yang akan diamati
Mengamati struktur koralit dari sampel karang (dengan cara melihat langsung dengan mata/ tanpa alat bantu)
Mencatat hasil (nama struktur koralit) dan menggambar bentuk struktur koralit dari sampel karang
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Histologi Karang
Tabel 3. Hasil pengamatan histologi karang NO 1
2
3
GAMBAR KAMERA
KETERANGAN GAMBAR -
Oosit
-
Mesentri
-
Mesoglea
-
Zooxznthella
-
Oosit
-
Mesentri
-
Mesoglea
-
Zooxanthella
-
Mesentri
-
Mesoglea
-
Zooxanthella
KODE PREPARAT H-416-2
H-45-3
H-49-1
4.1.2. Struktur Koralit Karang
Tabel 4. Hasil pengamatan struktur koralit karang NAMA
NO
GAMBAR KAMERA
STRUKTUR
CIRI-CIRI
KORALIT
1
Phaceloid
- Koralit menonjol - Memiliki conesteum /
conesteum terlihat - Tonjolat dari koralit bercabang 2
Cerioid
- Tidak ada conesteum - Tidak beralur / berseri-seri - Antara koralit terpisahkan oleh dinding
3
Plocoid
- Koralit menonjol - Memiliki conesteum / conesteum terlihat - Koralit tunggal / tidak bercabang
4
Flabello meandroid
- Koralit menonjol - Memiliki conesteum / conesteum terlihat - Membentuk alur seperti sungai meander (berkelok)
5
Meandroid
- Membentuk alur seperti sungai meander (berkelok) - Tidak ada conesteum - Anatara koralit terpisahkan oleh dinding
6
Solitary
- Bukan koloni koral - Septa teralur jelas - Hanya satu koralit
4.2
Pembahasan
4.2.1 Histologi Karang
Hasil dari pengamatan histologi yang telah dilakukan terhadap beberapa sampel sayatan jaringan dari karang menunjukan beberapa bagian-bagian dari histologi karang tersebut berupa mesentary (ms), mesoglea (mg), zooxanthella (z). Setiap bagian memiliki ciri-ciri tersendiri, mesoglea (mg) memiliki ciri berupa saluran panjang dan terdapat bintik-bintik hitam, mesentary berupa kumpulan dari bintik-bintik hitam yang membentuk kelompok, dan zooxanthella berbentuk bulat agak besar.
4.2.2 Morfologi dan Anatomi Karang
Hal yang dilakukan saat pengamatan anatomi berupa pengamatan lifeform, morfologi, dan jenis coralite pada karang tersebut. Hasil pengamatan menunjukan terdapat beberapa lifeform pada jenis karang berupa massive dan mushroom. Setiap karang memiliki jenis coralite yang berbeda walaupun dalam lifeform yang sama. Bebrapa bentuk massive memiliki coralite ceroid, meandroid dan phaceloid. Sedangkan untuk mushroom termasuk kedalam karang yang soliter. Setiap coralite memiliki ciri khas tersendiri, ceroid memiliki satu wall atau dinding sehingga karang tersebut tidak memiliki conesteum, placoid memiliki wall yang berbeda seingga karang ini memiliki conesteum atau pemisah antar wall, placeloid memiliki tegakan sendiri dan tidak memiliki kosta hanya memiliki wall dan memiliki conesteum, meandroid memiliki satu wall dan terdiri dari beberapa columela.
V. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan Dari praktikum yang sudah dilakukan kita dapat mengerti beberapa hal yaitu: 1. Dalam praktikum kali ini kita dapat memahami dan mengerti tentang morfologi dan anatomi karang khusus nya bentuk koloni dan struktur koralit dari karang yang kita identifikasi. 2. Dan juga dapat mengetahui proses histologi karang yang melalui 6 tahap yaitu pemotongan jaringan, dekalsifikasi, dehidrasi, embedding, pewarnaan preparat dan juga perekatan preparat. 5.2 Saran 1. Diharapkan praktikan lebih teliti dalam mengidentifikasi struktur anatomi karang 2. Diharapkan sebelum melakukan praktikum praktikan mempelajari modul sebelumnya
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012 dalam http://repository.ipb.ac.id diakses pada Tanggal 22 November 2012 Pukul 21.40 WIB. Cha,
Ha-Rim.
2004.
Understanding
Coral
Histology
-
How
&
Why
-
http://www.nhm.ku.edu/inverts/presentations2004/harim_museumlunch_april2004.ppt Dahuri Rokhmin. 2004. Pedoman Sumber daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT Pradnya paramita. Jakarata.
Dawes, C. J. 1981. Marine Botany. Jhon Wiley & Sons, Inc. 229 hal
IPB, 2008. Bab II 2008rer. Bogor Agricultural University. Bogor.
Junqueira, Luis C; Carneiro, Jose. 1980. Hisrologi Dasar (Basic Histology).Jakarta: EGC.
Nybakken. J. W. 1988. Biologi Laut . Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia. Jakarta
Nybakken,J,W.
1992.
Biologi
Laut
satu
Pendekatan
Ekologis.
(Terjemahan.
Alih
bahasa oleh H.M Eidman). PT. Gramedia.Jakarta )
Nybakken, J.W. 1994. Marine Biology : An Ecologycal Approach. PT Gramedia. Jakarta.
Manuputty, Anne W.E., 1998. Beberapa Karang Lunak (Alcyonaria) Penghasil Substansi Bioaktif. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta.
Odum, E. P., 1971. Dasar-dasar Ekology. Cetakan ke-3. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Romimohtarto,K. dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut .Puslitbang Oseanologi LlPI. Jakarta. 527 h.