LABORATORIUM LABORATORIUM SATUAN OPERASI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2013/2014 MODUL
: Absorbsi
PEMBIMBING PEMBIMBING
: Ir. Unung Leoanggraini, MT
Tanggal Praktikum
: 22 Mei 2014
Tanggal Penyerahan Penyerahan : 16 Juni 2014
Oleh : Kelompok
:4
Nama
: 1. Neng Sri Widianti
121411020
2. Rima Puspitasari
121411026
3. Zahir Ilham
121411031
Kelas
: 2A
PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2014
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Operasi absorbsi melibatkan kontak antara fasa cair dan gas untuk tujuan, pertama adalah mengambil zat/senyawa yang terkandung dalam fasa cair dengan mengontakkan dengan fasa gas sehingga ada bagian senyawa yang terkandung dalam fasa cair terbawa fasa gas. Kedua mengambil zat/senyawa yang terkandung dalam fasa gas dengan mengontakkan denga fasa cair sehingga ada bagian senyawa yang terkandung dalam gas larut dalam fasa cair. Contoh yang operasi pertama adalah pembersihan senyawa amoniak (NH 3) dalam limbah cair industri pupuk dengan mengontakkan udara, contoh lain adalah pemisahan komponen mudah menguap yang terkandung dalam minyak dengan menggunakan steam atau udara. Contoh operasi ke dua adalah pengendalian gas SO 2 dalam campuran gas hasil pembakaran dengan mengontakkan dengan air, contoh lain adalah pengambilan gas C0 2 pada industri amoniak. Operasi absorbsi pertama sering disebut dengan stripping , dengan menggunakan fasa gas sebagai stripper sebagai stripper , sedangkan operasi kedua sering disebut dengan Absorbsi/scrubbing atau pencucian. Dalam operasi absorpsi dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu melibatkan reaksi kimia dan yang tidak melibatkan reaksi Kimia. Sebagai contoh pada absorbsi gas CO 2, dapat dilakukan dengan air dan larutan NaOH. Absorbsi dengan air tanpa melibatkan reaksi kimia, reaksinya : CO2(gas) ===== CO2(aq) + H2O(l) ====== H2CO3(aq). Sedangkan absorbsi dengan menggunakan larutan NaOH akan terjadi reaksi : CO2(gas) == CO2(aq) + H2O(l) ==H2CO3(aq) + 2NaOH(aq) ----> Na2CO3(aq)
1.2 Tujuan Percobaan
a.
Mengetahui operasi absoprsi dengan kolom isian.
b.
Dengan menganggap jumlah tahap single, menghitung harga fraksi gas CO 2 yang keluar dari kolom dengan cara Neraca Massa & kesetimbangan.
c.
Menghitung jumlah tahap kesetimbangan dalam kolom (N).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Operasi absorbsi melibatkan kontak antara fasa cair dan gas untuk tujuan, pertama adalah mengambil zat/senyawa yang terkandung dalam fasa cair dengan mengontakkan dengan fasa gas sehingga ada bagian senyawa yang terkandung dalam fasa cair terbawa fasa gas. Kedua mengambil zat/senyawa yang terkandung dalam fasa gas dengan mengontakkan denga fasa cair sehingga ada bagian senyawa yang terkandung dalam gas larut dalam fasa cair. Contoh yang operasi pertama adalah pembersihan senyawa amoniak (NH 3) dalam limbah cair industri pupuk dengan mengontakkan udara, contoh lain adalah pemisahan komponen mudah menguap yang terkandung dalam minyak dengan menggunakan steam atau udara. Contoh operasi ke dua adalah pengendalian gas SO 2 dalam campuran gas hasil pembakaran dengan mengontakkan dengan air, contoh lain adalah pengambilan gas C0 2 pada industri amoniak. Operasi absorbsi pertama sering disebut dengan stripping , dengan menggunakan fasa gas sebagai stripper sebagai stripper , sedangkan operasi kedua sering disebut dengan Absorbsi/scrubbing atau pencucian. Dalam operasi absorpsi dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu melibatkan reaksi kimia dan yang tidak melibatkan reaksi Kimia. Sebagai contoh pada absorbsi gas CO 2, dapat dilakukan dengan air dan larutan NaOH. Absorbsi dengan air tanpa melibatkan reaksi kimia, reaksinya : CO2(gas) ===== CO2(aq) + H2O(l) ====== H2CO3(aq). Sedangkan absorbsi dengan menggunakan larutan NaOH akan terjadi reaksi : CO2(gas) == CO2(aq) + H2O(l) ==H2CO3(aq) + 2NaOH(aq) ----> Na2CO3(aq)
1.2 Tujuan Percobaan
a.
Mengetahui operasi absoprsi dengan kolom isian.
b.
Dengan menganggap jumlah tahap single, menghitung harga fraksi gas CO 2 yang keluar dari kolom dengan cara Neraca Massa & kesetimbangan.
c.
Menghitung jumlah tahap kesetimbangan dalam kolom (N).
BAB II DASAR TEORI Absorpsi gas oleh cairan merupakan proses perpindahan massa antar fasa, dimana komponen dalam campuran gas diserap oleh cairan . Campuran gas umumnya terdiri dari komponen yang dapat diserap dan gas sukar diserap/ bereaksi ( inert ), ), sedangkan cairannya bersifa tidak melarut dalam fasa gas. Dalam perpindahan massa antar fasa, terdapat batas antara kedua fasa tersebut, dimana komponen yang terserap melalui fas anya sendiri kemudian melewati batas antar fasa dan masuk kefasa yang lain. Hal ini terjadi bila terdapat cukup kekuatan gerak (driving (driving force) force) dari suatu fasa yang lain atau dinamakan koefisien perpindahan massa (mass transfer coefficient ). ). Laju perpindahan massa juga tergantung antara lain luas permukaan kontak antar fasa. Absorpsi adalah operasi penyerapan komponen-komponen yang terdapat di dalam gas dengan menggunakan cairan, sehingga tingkat absorpsi gas akan sebanding dengan daya kelarutan gas tersebut dalam cairan. cairan . Kebalikan dari proses absorpsi adalah desorpsi, yaitu pelepasan molekul gas dari zat cair yang melarutkannya. Adapun tujuan dari proses absorpsi adalah : 1. Pertama untuk Pertama untuk mendapatkan senyawa yang bernilai tinggi dari campuran gas atau uap; 2. Kedua, Kedua, untuk mengeluarkan senyawa yang tidak diinginkan dari pr oduk; 3. Ketiga, Ketiga, pembentukan persenyawaan kimia dari absorben dengan salah satu senyawa dalam campuran gas. Bila gas dikontakkan dengan zat cair, maka sejumlah molekul gas akan meresap dalam zat cair dan juga terjadi sebaliknya, sejumlah molekul gas meninggalkan zat cair yang melarutkannya. Pada awal waktu, yang terjadi kecepatan pelarutan gas dalam zat cair lebih besar bila dibandingkan dengan proses pelepasan gas dari cairan pelarutnya, dengan bertambahnya waktu, kecepatan k ecepatan dari pelepasan gas juga bertambah hingga pada suatu ketika terjadi kecepatan pelarutan dan pelepasan sama besar. Keadaan ini disebut keadaan , tekanan yang diukur pada keadaan ini juga disebut tekanan setimbang pada setimbang temperatur tertentu. Daya larut gas dalam cairan bergantung dari suhu dan tekanannya, semakin tinggi suhunya semakin rendah daya larut gas dalam cairan, cairan , sedangkan semakin tinggi tekanan, gas akan larut lebih banyak dalam cairan.
Operasi absorpsi gas dalam cairan biasanya dilakukan dalam suatu kolom silinder berunggun ( cylindrical packed column). column ). Unggun yang dimaksud merupakan sekumpulan benda padat dengan bentuk dan bahan tertentu (plastik/ keramik) yang disusun sedemikian rupa untuk menghasilkan luas permukaan kontak antar fasa gas – liquid yang sebesar – besarnya. Dalam kolom absorbpsi, penyerapan komponen gas oleh cairan mengalir melewati packed bed, biasanya arah aliran fluida diatur sedemikian rupa, dimana cairan mengalir dari da ri atas dan gas mengalir dari bawah (counter ( counter current ). ). Gas dan cairan yang masuk dan keluar dapat dianalisa untuk mengetahui jumlah gas yang diserap. Dalam skala laboratorium, peralatan kolom absorpsi gas biasanya sudah dilengkapi dengan peralatan analisa sampel gas maupun analisa cairan (titrasi). Perangkat peralatan analisa gas berisi larutan NaOH yang reaksinya dengan CO2. CO2
+
2 NaOH
Na2CO3
+
H2O
Jumlah CO2 yang terserap sebanding dengan pertambahan volume larutan dalam peralatan analisa tersebut. Dalam industri, proses ini banyak digunakan antara lain dalam proses pengambilan amonia yang ada dalam gas kota yang berasal dari pembakaran batubara dengan menggunakan air. Atau penghilangan gas H 2S yang dikandung dalam gas alam dengan menggunakan larutan alkali. Pada umumnya, campuran gas yang masuk kedalam kolom absorbsi terdiri atas komponen yang dapat diserap dan gas inert (sukar diserap), sedangkan cair an yang digunakan bersifat tidak melarut me larut dalam fasa gas. Perpindahan massa solut dari gas menuju cairan terjadi dalam tiga langkah perpindahan, transfer massa dari badan utama gas kesuatu fasa antar muka, transfer muka melalui bidang antar muka kefasa kedua dan transfer massa dari antar muka kebadan utama cairan. i s u f i d r e b g n a y A t u l o s i r a d i s a r t n e s n o K
Gas
interface
y AG x y
Ai
Liquid
Ai
x AL
Jarak
Gambar 2.1 Teori lapisan dua film
Dari gambar 2.1 dapat dilihat bahwa pada kondisi awal, konsentrasi A dalam badan utama gas adalah yAG fraksi mol. Ketika mulai terjadi kontak dengan cairan, konsentasi A di daerah interfase menurun hingga y Ai pada interfase menjadi yAI dalam badan utama cairan. Dan sebagai syarat terjadinya perpindahan perpindahan massa. Konsentrasi awal y AG dan yAI tidak berada dalam keadaan setimbang. Perpindahan massa solut A dari gas ke cairan akan terjadi bila terdapat cukup kekuatan gerak (driving force) dari satu fasa ke fasa lainnya yang dikenal dengan nama koefisien perpindahan massa (mass transfer coefficient). Laju perpindahan massa ini juga bergantung pada luas permukaan kontak antar fasa. Menurut Whitman dan Lewis, pada saat terjadi perpindahan massa antar fasa tahanan terhadap perpindahan tersebut hanya ada pada bahan utama masing – masing fasa. Sedangkan pada daerah antarmuka yang membatasi kedua fasa tidak terdapat tahanan sama sekali sehingga konsentrasi yAi dan x Ai merupakan harga kesetimbangan yang diperoleh dari data kurva kesetimbangan dari sistem dua fasa tersebut.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi
Ada beberapa hal yang mempengaruhi absorpsi gas ke dalam cairan, yaitu : 1.
Temperatur operasi
2.
Tekanan operasi
3.
Konsentrasi komponen di dalam cairan
4.
Konsentrasi komponen di dalam aliran gas
5.
Luas bidang kontak
6.
Lama waktu kontak
Jenis Menara Absorpsi
Menara Absorpsi yang digunakan adalah Menara Absorpsi dengan Benda Isi ( P acki ng Column ). Menara jenis ini terdiri dari kolom dengan pengisian khusus, yang digunanya untuk memperbesar permukaan kontak dengan jala penyebaran zat cair dan penyebaran gas. Pada zaman dahulu bahan isian yang sering digunakan adalah kokas, pecahan batu, dsb, sedangkan sekarang sering digunakan dari bahan tanah liat, porselen polimer, kaca, logam, dll. Zat cair disemprotkan dari atas dan mengalir ke bawah sepanjang bahan isian, sedangkan gas yang akan dibersihkan dimasukkan dari dasar kolom dan menyapu sepanjang kolom isian dengan aliran berlawanan arah. Isian biasanya digunakan berbentuk
teratur/seragam. Bahan isian biasanya dipasang menggantung diatas dasar kolom untuk memperoleh pembagian gas yang sempurna dan menjaga supaya bagian pengisisan yang paling bawah tidak berada di bawah zat cair absorpsi. Pada kolom yang tinggi, bagian isian dipasang dalam paket-paket dengan memberikan jarak antar paket agar aliran zat cair dan gas dapat terbagi kembali. Dengan cara seperti ini kerugian adanya aliran yang menempel dinding “efek dinding” dalam kolom biasanya dipasang suatu alat penahan ricikan, yaitu alat untuk mencegah tetesan air terseret oleh aliran gas.
Gambar 2.2 Menara absorpsi packing
Kolom Absorpsi dalah suatu kolom atau tabung tempat terjadinya proses pengabsorpsi (penyerapan/penggumpalan) dari zat yang dilewatkan di kolom/tabung tersebut. Proses ini dilakukan dengan melewatkan zat yang terkontaminasi oleh komponen lain dan zat tersebut dilewatkan ke kolom ini dimana terdapat fase cair dari komponen tersebut.
Gambar 2.3 kolom absorpsi
Gambar 2.4 kolom absorpsi skala pilot plant
Struktur Absorber Struktur dalam absorber •
Bagian atas: Spray untuk mengubah gas input menjadi fase cair.
•
Bagian tengah: Packed tower untuk memperluas permukaan sentuh sehingga mudah untuk diabsorbsi
•
Bagian bawah: Input gas sebagai tempat masuknya gas ke dalam reaktor.
Keterangan : (a) input gas
(b) gas keluaran
(c) pelarut
(d) hasil absorbsi
(e) disperser
(f) packed column
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorpsi pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia. Absorben sering juga disebut sebagai cairan pencuci. Persyaratan absorben : 1. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi sebesar mungkin (kebutuhan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil). 2. Selektif 3. Memiliki tekanan uap yang rendah 4. Tidak korosif. 5. Mempunyai viskositas yang rendah 6. Stabil secara termis. 7. Murah Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben adalah air (untuk gas-gas yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan cairan), natrium hidroksida (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti asam) dan asam sulfat (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti basa).
Di industri absorpsi mempunyai fungsi untuk meningkatkan nilai guna dari suatu zat dengan cara merubah fasanya. Contohnya adalah Formalin yang berfase cair berasal dari formaldehid yang berfase gas dapat dihasilkan melalui proses absorpsi.
2.1. Kesetimbangan fasa Cair Gas Data keseti mbangan,
Sebagai ilustrasi dari percobaan untuk memperoleh data keseimbangan antara fasa gas dan cair adalah, membuat kurva kesetimbangan dari kelarutan gas SO 2 dalam air. Sejumlah gas SO2, udara dan air dimasukkan dalam tempat dan diaduk sampai cukup sampai dianggap kesetimbangan sudah tercapai, kemudian dianalisa konsentrasi SO 2 dalam air (Xa) dan di udara (Ya). Untuk tekanan tertentu misal 1 atm dan dianggap gas bersifat ideal maka konsentrasi SO2 dalam dapat digunakan untuk menghitung tekanan parsial gas SO2 (Pa). Selanjutnya diulangi percobaan tersebut dengan memvariasikan jumlah gas SO2 yang ditambahkan sehingga diperoleh harga berbagai harga Xa dan Pa. Harga Xa dan Pa dalam kesetimbangan tetap selama temperatur kesetimbangan tersebut juga tetap.
Henry’s law,
Biasanya hubungan antara xa terhadap Pa berupa garis lurus, hubungan ini dinyatakan dengan hukum henry untuk konsentrasi rendah: Pa = H . Xa
………………(2.1)
Dimana H adalah konstanta henri dalam atm/fraksi mol Besarnya konstanta Henry untuk system gas dalam air adalah seperti pada table 2.1 dibawah
: 4
Konstanta Henry ( x 10 ) K
CO2
CO
C2H6
C2H4
He
H2
H2S
CH4
N2
O2
273
0,0728
3,52
1,26
0,552
12,9
5,79
0,0268
2,24
5,29
2,55
283
0,104
4,42
1,89
0,768
12,6
6,36
0,0367
2,97
6,68
3,27
293
0,142
5,36
2,63
1,020
12,5
6,83
0,0483
3,76
8,04
4,01
303
0,186
6,20
3,42
1,270
12,4
7,29
0,0609
4,49
9,24
4,75
313
0,233
6,96
4,23
12,1
7,51
0,0745
5,20
10,40
5,35
Sumber : National Research Council, International Critical Tables, Vol III New York: McGraw-Hill Book Company, 1929
Kurva hubungan antara xa vs Pa pada T= 293 K dan kedudukan hubungan hukum henry dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah
sumber : Christie J. Geankoplis
2.2. Kontak Kesetimbangan Satu Tahap
Pada banyak operasi kimia dan industri, perpindahan masaa dari fasa satu kefasa lainnya biasanya disertai dengan operasi pemisahan dari campuran. Proses satu tahap dapat didefinisikan sebagai kontak intim antara dua fasa sampai kemudian fasa tersebut dipisahkan. Selama waktu kontak, pertemuan yang intim menyebabkan terjadinya distribusi komponen – komponen yang ada dalam kedua fasa. V1; yA1 Lo; xA0 L laju alir campuran fasa cair kg mol/jam V laju alir campuran fasa gas kg mol/jam
V2; yA2 L1 ; xA1
Fasa cair dengan laju alir L’ (laju gas inert) mengandung komponen A bertemu dengan fasa gas dengan laju alir V’ (laju cair inert) mengandung A, baik fasa cair maupun fasa gas melarutkan komponen A, maka persamaan neraca bahan komponen A adalah:
……..(2.2)
2.3. Kontak Silang-Bertahap Banyak
Kontak silang bertahap banyak ini adalah seperti kontak satu tahap dengan pengulangan N kali, pengulangan dilakukan untuk me mperoleh hasil yang lebihbaik dari pada satu kontak. Proses ini dapat dilihat pada gambar dibawah:
Masukan dari operasi ini adalah Lo dan V n+1 dan keluaran/ hasil dari operasi ini adalah Ln dan V1 dengan jumlah total tahap adalah N. Konsentrasi solute/zat terlarut (A) dipertukarkan pada tiap - tiap tahap sepanjang aliran. Untuk banyak kasus komponen B/ senyawa pelarut pada aliran cair dan senyawa C/pelarut pada aliran gas saling tidak melarutkan. Neraca masa total : L0 + VN+1 = LN + V1 …………..3.1
Sedangkan neraca masa komponen A: L0 . x0 + VN+1 . yAN+1 = LN . xAN + V1 . yA1 …………..3.2
Dimana x dan y adalah fraksi mol, sedangkan V dan L laju alir kg mol/jam. Fraksi masa juga dapat digunakan dalam persamaan ini. Dengan mengatur persamaan 3.2 dapat diperoleh :
+
..... 3.3
Persamaan 3.3 adalah persamaan garis operasi dari kontak antara dua fasa. Letak garis operasi terhadap kurva kesetimbangan tergantung pada operasinya. Apabila operasi dari kontak antar fasa ini bertujuan mengambil/ mengabsorbsi komponen A dari fasa gas
ke dalam fasa cair maka garis operasi terletak diatas kiurva kesetimbangan antar fasa, apabila operasi bertujuan mengambil komponen A dari cairan oleh aliran gas/ stripping maka letak garis operasi dibawah dari kurva kesetimbangan. Contoh operasi absorbsi adalah penyerapan gas CO2 pada aliran gas oleh aliran air, gas CO 2 berpindah sebagian dari fasa gas terserap dalam fasa cair, sedangkan contoh dari operasi stripping adalah pengambilan gas NH3 terlarut dalam air limbah pupuk dengan mengalirkan udara, NH 3 terlarut dalam air limbah sebagian terbawa aliran gas. Secara gambar dapat dilihat pada gambar dibawah.:
Menentukan jumlah tahap dengan cara grafis.
Lihat gambar
BAB III METOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Alat :
Bahan :
1.
Kolom Absorbsi dengan isian Raching ring
Aquadest
2.
Pompa Udara
Gas CO2
3.
Pompa Air
Larutan NaOH 0,5%
4.
Tabung Gas CO 2
Phenolptalein
5.
Bak penampung air
Larutan HCl 0,01 N
6.
Stopwatch (1)
7.
Botol Semprot (1)
8.
Pipet Ukur 10 mL (2)
9.
Gelas Kimia 500 mL (1)
10. Pipet Tetes (2) 11. Buret 50 mL (2)
3.2 Langkah Kerja Membilas Kolom Mengisi bak penampung dengan air bersih (kira-kira 2/3 bagian). Kemudian Menyambungkan peralatan absorbsi dengan aliran listrik (Turn On)
Menyalakan pompa air dan membuka kerangan air, atur laju alir. Membiarkan selama 5 menit. Mematikan pompa.
Mengganti air dalam bak dengan NaOH 0,5 % yang akan digunakan sebagai absorben
Mengambil Data
Menyalakan pompa air (NaOH) dan pompa udara. Kemudian Mengatur Laju Alir udara pada 30 L/menit dan laju alir NaOH pada 2 L/menit. Membiarkan selama 10 menit.
Membuka kerangan tabung gas CO2, mengatur laju alirnya pada 2 L/menit. Biarkan selama 2 menit.
Mengambil sampel pada fasa cair masuk (pada bak air) dan fasa cair keluar pada selang keluaran.
Menitrasi sampel dengan HCl 0,01 N.
Mengambil sampel yang ke-dua dan ke-tiga dengan interval waktu masing-masing 2 menit.
Mengubah laju alir Air menjadi 4L/min, 5L/min dan 6 L/min. Melakukan langkah seperti diatas.
3.3 Data Pengamatan Data Alat
h kolom
= 64,5 cm
D kolom
= 8 cm
h packing 1
= 45 cm
h packing 2
= 37,5 cm
Isian : Dout
= 1 cm
Din Jenis packing
= 0,8 cm = Raching ring
Kalibrasi Waktu Tinggal
Laju Alir Air (L/min)
Kolom 1 (detik)
Kolom 2 (detik)
2
7,02
5,20
4
6,16
4,52
5
5,45
3,96
6
5,05
4,60
Sampel Masuk
Laju Alir Udara (L/menit)
Laju Alir CO2 (L/menit)
Laju Alir Air (L/menit)
Waktu (menit)
Volume Sampel (mL)
Volume HCl (mL)
30
2
2
2
3
25,90
30
2
2
4
3
23,30
30
2
2
6
3
20,00
30
2
4
2
3
15,00
30
2
4
4
3
14,70
30
2
4
6
3
10,80
30
2
5
2
3
9,10
30
2
5
4
3
9,50
30
2
5
6
3
8,20
30
2
6
2
3
6,60
30
2
6
4
3
6,20
30
2
6
6
3
5,60
Produk
Laju Alir Udara (L/menit)
Laju Alir CO2 (L/menit)
Laju Alir Air (L/menit)
Waktu (menit)
Volume Sampel (mL)
Volume HCl (mL)
30
2
2
2
5
57,5
30
2
2
4
5
44,1
30
2
2
6
5
35,1
30
2
4
2
3
11,6
30
2
4
4
3
11,2
30
2
4
6
3
10,4
30
2
5
2
3
9,5
30
2
5
4
3
8
30
2
5
6
3
8,4
30
2
6
2
3
6
30
2
6
4
3
5,7
30
2
6
6
3
5,2
BAB IV HASIL PERHITUNGAN Kalibrasi Waktu Tinggal
Laju Alir Air (L/min)
Kolom 1 (detik)
Kolom 2 (detik)
2
7,02
5,20
4
6,16
4,52
5
5,45
3,96
6
5,05
4,60
Kurva Kalibrasi Waktu Tinggal dalam Kolom 8 ) k i t 7 e d ( l 6 a g g n i T 5 u t k a 4 W
Kolom 1 Kolom 2
3 1
2
3
4
5
6
7
Laju Alir Air (L/min)
Grafik Pengurangan Konsentrasi NaOH terhadap kenaikan Laju Alir NaOH
Laju Alir Air (L/menit)
M NaOH umpan
M NaOH sisa
2
0,067
0,066
4
0,036
0,035
5
0,027
0,025
6
0,018
0,017
Grafik Pengurangan Konsentrasi Umpan dan Konsentrasi Produk Terhadap Laju Alir NaOH 0.08 ) 0.07 M ( 0.06 H O0.05 a N i s 0.04 a r t 0.03 n e s n0.02 o K 0.01
Umpan Produk
0 0
1
2
3
4
5
6
7
Laju Alir (L/min)
Tabel yA1 berdasarkan Neraca Massa dan Hukum Henry
Laju Alir NaOH (kmol/jam)
yA1 Neraca Massa
yA1 Hukum Henry
6,667
0,0606
0,059
13,333
0,0592
0,055
16,667
0,0550
0,054
20,000
0,0536
0,053
Grafik Perbandingan yA1 berdasarkan Hukum Henry dan Neraca Massa 0.061 0.06 0.059 0.058 10.057 A y0.056
Hukum Henry Neraca Massa
0.055 0.054 0.053 0.052 0
5
10
15
Laju Alir NaOH
20
25
Tabel perolehan jumlah tahap
Laju Alir
N
m=H
Lo
V1
2
1420
6,667
0,081
0,165
-
4
1420
13,333
0,081
0,200
-
5
1420
16,667
0,080
0,,699
-
6
1420
20,000
0,080
0,716
-
(L/min)
terotitis
N grafis
BAB V PEMBAHASAN Neng Sri Widianti (121411020)
Pada praktikum absorbsi ini dilakukan proses absorbsi pada skala laboratorium dengan menggunakan gas CO 2 sebagai zat yang akan diabsorbsi dan NaOH sebagai absorben nya (zat yang mengabsorbsi). Absorbsi merupakan proses penyerapan komponen dalam gas dengan menggunakan suatu larutan, sehingga terjadi perbedaan konsentrasi (driving force) antara CO2 di udara dan di larutan dan mengakibatkan terjadinya perpindahan massa dari gas ke larutan. Dalam proses absorbsi CO2 dapat digunakan air (proses absorbsi tanpa reaksi) dan NaOH (proses absorbsi dengan reaksi) sebagai senyawa absorbennya. Proses absorbsi dengan NaOH akan menghasilkan Na2CO3 sebagai hasil reaksinya yang merupakan salah satu senyawa yang cukup stabil. Untuk mengetahui berapa banyak kandungan CO 2 yang terabsorb dari dalam gas dilakukan metode titrasi dengan HCl 0,05 N untuk mengetahui pengurangan konsentrasi NaOH, sehingga dengan kata lain berkurangnya konsentrasi NaOH berarti semakin banyak gas CO 2 yang terserap sehingga kandungan CO 2 diudara akan berkurang. Proses absorbsi kali ini dilakukan pada menara absorbsi dengan kolom packing (packing yang digunakan adalah raching ring ). Prinsip proses absorbsi kali ini adalah dengan menggontakkan CO 2 yang terdapat dalam udara dengan NaOH sehingga CO 2 akan terabsorb. Oleh karena itu, fungsi kolom packing adalah untuk memperbesar kontak antara NaOH dengan udara sehingga proses absorbsi CO 2 akan berlangsung optimal. Pada praktikum kali ini akan diamati pengaruh laju alir absorben (NaOH) pada proses absorbsi CO2. Laju alir NaOH yang digunakan adalah 2 L/min, 4 L/min, 5 L/min, dan 6 L/min. Dari data yang didapatkan, semakin tinggi laju alir, maka semakin banyak gas CO 2 yang terabsorb yang dibuktikan dengan semakin kecilnya konsentrasi NaOH pada aliran larutan keluar (L1). Hal tersebut terjadi karena semakin tinggi laju alir, dengan waktu kontak yang sama yaitu 2 menit, maka akan semakin banyak NaOH yang berkontak dengan udara dan akan semakin banyak pula gas CO 2 yang terabsorb.
Kandungan CO 2 di udara keluar (ya1, V1) diperoleh dengan cara perhitungan nerasa massa dan berdasarkan perhitungan Henry Law. Perhitungan dengan Henry Law menggunakan konstanta Henry CO 2 yaitu 1420. ya1 yang didapatkan dari perhitungan Henry Law merupakan nilai ya1 yang seharusnya didapatkan dari praktikum, oleh karena itu nilai ya1 dari neraca massa dan Henry law haruslah sama. Berdasarkan perhitungan, nilai ya1 neraca massa dengan ya1 perhitungan Henry Law nilainya tidaklah sama namun hampir mendekati. Ketidak akuratan hasil ini dapat dikarenakan proses titrasi tidak tepat pada titik eqivalennya, sehingga perhitungan pengurangan konsentrasi NaOH tidak akurat. Laju Alir NaOH
yA1 Neraca
yA1 Hukum
(kmol/jam)
Massa
Henry
6,667
0,0606
0,059
13,333
0,0592
0,055
16,667
0,0550
0,054
20,000
0,0536
0,053
Secara teoritis didapatkan jumlah tahap absorbsi kurang dari satu, yang berarti proses dengan menggunakan packing ini hanya mengalami satu kali tahap absorbsi. Begitu pula secara grafis, garis operasi (dipengaruhi oleh kandungan gas CO 2 masuk dan keluar) yang dihasilkan tidak mencapai panjang yang seharusnya sehingga jumlah tahap yang didapatkan kurang dari 1. Hal tersebut dapat terjadi karena kandungan CO 2 di aliran gas keluar masih tinggi, hal tersebut dapat terjadi karena waktu kontak yang kurang optimal sehingga hanya sedikit NaOH yang terabsorb. Selain itu hal tersebut dapat terjadi karena nilai V/L nya tidak mencapai nilai V/L min yang diperbolehkan.
Zahir Ilham (121411031)
Absorpsi adalah salah satu operasi yang digunakan untuk menyerap fasa gas dengan menggunakan cairan yang dapat melarutkan salah satu zat dalam fasa gas tersebut. Cairan yang digunakan harus mempunyai sifat pelarut dan tidak akan larut dalam fasa gas yang akan diambil. Dalam operasi absorpsi ini ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi larutnya gas kedalam cairan yaitu: 1.
Temperatur operasi
2.
Tekanan operasi
3.
Konsentrasi komponen di dalam cairan
4.
Konsentrasi komponen di dalam aliran gas
5.
Luas bidang kontak
6.
Lama waktu kontak Semakin tinggi temperature maka kelarutan gas akan semakin rendah, sedangkan pada
praktikum ini suhu yang digunakan adalah suhu ruang. Jadi, tekanan yang berpengaruh pada proses ini. Semakin tinggi tekanan maka kelarutan gas dalam fasa cair pun akan meningkat. Tekanan dihasilkan melalui pompa dan aliran masuk gas yang menghasilkan tekanan udara. Fasa berat yaitu larutan NaOH mengalir dari atas sedangkan fasa ringan yaitu udara mengalir dari bawah. Untuk memperluas bidang kontak antara udara digunakan packed pada kolom absorpsi jenis packed yang digunakan yaitu rashing ring. Gas ataupun cairan akan melewati chanel pada packed-packed dalam kolom absorpsi. Gas akan menempel pada ring baik di dalam packed maupun diluar packed dan akan dilarutkan oleh NaOH yang mengalir melewati packed pada kolom tersebut sehingga luas permukaan kontak lebih luas. Sedangkan lama waktu kontak dapat disebabkan oleh besar kecilnya laju alir, semakin besar laju alir maka semakin singkat waktu kontaknya. Seharusnya untuk mendapat hasil yang maksimal digunakan laju alir yang lebih rendah akan menyebabkan waktu tinggal didalam kolom semakin lama sehingga akan diperoleh hasil yang lebih optimal. Hasil yA1 yang diperoleh dari perhitungan melalui neraca massa dan hukum henry tidak jauh berbeda. Perhitungan melalui neraca massa lebih akurat dibandingkan hukum henry karena perhitungan melalui neraca massa menggunakan data langsung dari kondisi
nyata sedangkan perhitungan menggunakan hukum henry adalah perhitungan dengan data dari literature sehingga hasil perhitungan kurang akurat dengan keadaan sebenarnya.
BAB VI KESIMPULAN Proses absorbsi pada kolom isian yaitu raching race dapat digunakan untuk meng absorbsi
CO2 dari udara dengan menggunakan larutan NaOH. Kolom isian akan memperluas kontak antara udara dan NaOH. Fraksi gas CO2 yang keluar dari kolom berdasarkan perhitungan neraca massa didapatkan
nilai yang tidak terlalu jauh jika dibandingkan dengan nilai yang didapatkan dari perhitungan Henry Law (kesetimbangan). Semakin tinggi laju alir semakin banyak gas CO 2 yang terabsorbsi dan semakin banyak
pula jumlah tahapnya. Jumlah tahap secara grafis dapat ditentukan dengan menggunakan garis kesetimbangan
dan garis operasi yang didapatkan dari perhitungan neraca massa.
DAFTAR PUSTAKA Bernasconi, G, H. Gester, H. Hauser, H. Stauble, dan E. Schneiter. 1995. Teknologi Kimia. Bagian 2. Diterjemahkan oleh Dr. Ir. Lienda Handojo, M. Eng. Jakarta : PT Pradnya Paramita. Buku Petunjuk Praktikum Satuan Operasi . 2003 . Absorpsi . Jurusan Teknik Kimia – Politeknik Negeri Bandung. Djauhari, A . 2003 . Peralatan Kontak dan Pemisah Antar Fasa . Diktat Kuliah, hal 33-42 . Teknik Kimia – Politeknik Negeri Bandung. Geankoplis, C.J . 1993 . Transport Processes and Unit Operations . 3rd pp 127-132 . Prentice-Hall Inc . Eanglewood Cliffs . New Jersey – USA. McCabe, Warren L, dkk. 1999. Operasi Teknik Kimia. Jilid 2. Edisi
keempat.
Diterjemahkan oleh: Ir. E.Jasjfi,M.Sc. Jakarta: Erlangga. Perry’s, “Chemical Engineering Handbook”, edisi 3, 1988. Robert H Perry “Chemical Engineering Handbook” Mc Grow -hill Fourth Edition, USA 1998. Warren L., Mc Cabe, Julian C. Smith. Peter Harriott. 1990. Unit Operations of Chemical Engineering. Fifth Edition. New York : Mc Graw Hill, Inc. Warren L. , Mc Cabe, Julian C. Smith, dan Peter Harriot. 1990. Operasi Teknik Kimia. Penerjemah : Ir. E. Jasafi, M.Sc. Jakarta : Erlangga.
LAMPIRAN PERHITUNGAN Menghitung Konsentrasi Umpan Masuk MHCl . VHCl = Mumpan . Vumpan *Umpan = NaOH
Laju Alir Air (L/menit)
Waktu (menit)
Volume Sampel (mL)
Volume HCl (mL)
N HCl
M NaOH
2
2
3
25,90
0,01
0,086
2
4
3
23,30
0,01
0,078
2
6
3
20,00
0,01
0,067
4
2
3
15,00
0,01
0,050
4
4
3
14,70
0,01
0,049
4
6
3
10,80
0,01
0,036
5
2
3
9,10
0,01
0,030
5
4
3
9,50
0,01
0,032
5
6
3
8,20
0,01
0,027
6
2
3
6,60
0,01
0,022
6
4
3
6,20
0,01
0,021
6
6
3
5,40
0,01
0,018
Menghitung Konsentrasi Produk MHCl . VHCl = M NaOH sisa. V NaOH sisa *Produk = Na2CO3
CO2 terabsorp
Laju Alir Air (L/menit)
Waktu (menit)
Volume Produk (mL)
Volume HCl (mL)
N HCl
M NaOH sisa
2
2
5
57,5
0,01
0,080
2
4
5
44,1
0,01
0,073
2
6
5
35,1
0,01
0,066
4
2
3
11,6
0,01
0,039
4
4
3
11,2
0,01
0,037
4
6
3
10,4
0,01
0,035
5
2
3
9,5
0,01
0,028
5
4
3
8
0,01
0,027
5
6
3
8,4
0,01
0,025
6
2
3
6
0,01
0,020
6
4
3
5,7
0,01
0,019
6
6
3
5,2
0,01
0,017
Menghitung fraksi gas CO 2 keluar dari kolom (Y1) dengan neraca massa L0 . x0 + VN+1 . yAN+1 = LN . xAN + V1 . yA1 air
= 1000 kg/m3
udara
= 1,22 kg/m3
CO2
= 1,8 kg/m 3
BM Udara = 79 % N2 + 21% O 2
= 0,79 (28) + 0,21 (32) = 22,12 + 6,72 = 28,84 gram/mol BM Air
= 18 gram/mol
BM CO2
= 44 gram/mol
Laju Mol NaOH (L’)
Untuk laju alir air 2 L/menit
x x 1000 x x = 6,667
L’ = 2 L’
Untuk laju alir air 4 L/menit
x x 1000 x x = 13,333
L’ = 4 L’
Untuk laju alir air 5 L/menit
x x 1000 x x = 16,667
L’ = 5 L’
Untuk laju alir air 6 L/menit
x x 1000 x x = 20
L’ = 6 L’
Laju Mol Udara + CO 2 (V)
Laju mol udara
Laju mol udara
Laju mol CO2
Laju mol CO2
x x 1,22 x x (Laju udara inert V’) = 0,076 x x 1,8 x x =2 = 0,005 = 30
Laju Gas Campuran
V V
V
= Laju mol udara + Laju mol CO2
+ 0,005 = 0,081 = 0,076
Konsentrasi CO2 di aliran gas masuk
xA0
=0
yA2
=
=
yA2
= 0,062 (fraksi mol)
Perhitungan berdasarkan neraca massa dengan laju alir NaOH 2 L/menit
V = 0,081 Lo = 6,667
2
XAo
=0
YA2
= 0,062
Laju mol CO2 terabsorp = (Pengurangan konsentrasi NaOH) x Laju Ali r NaOH = (0,067 – 0,066)mol/Lt x 2 Lt/min x 10-3 kmol/mol x 60 min/jam -4
Laju mol CO2 terabsorp = 1,2 x 10 kmol/jam
L A1
= Laju liquid keluar = Lo + Laju mol CO 2 terabsorp
+ 1,2 x 10 = 6,6671 -4
= 6,667
LA1
X A1
= Fraksi mol CO2 di aliran liquid keluar
= =
-5
XA1
= 1,7999 x 10
V 1
= Laju gas keluar = V2 – Laju mol CO2 terabsorp
– 1,2 x 10 = 0,0809 = 0,081
V1
-4
Ner aca M assa :
y A1 = Fraksi gas keluar L0 . x0 + VN+1 . yAN+1 = LN . xAN + V1 . yA1
yA1
=
yA1
=
yA1
= 0,0606
Perhitungan berdasarkan neraca massa dengan laju alir NaOH 4 L/menit
V = 0,081 Lo = 13,333
2
XAo
=0
YA2
= 0,062
Laju mol CO2 terabsorp = (Pengurangan konsentrasi NaOH) x Laju Alir CO 2 = (0,036 – 0,035)mol/Lt x 4 Lt/min x 10-3 kmol/mol x 60 min/jam -4
Laju mol CO2 terabsorp = 2,4 x 10 kmol/jam
L A1
= Laju liquid keluar = Lo + Laju mol CO 2 terabsorp
+ 2,4 x 10 = 13,3332 -4
= 13,333
LA1
X A1
= Fraksi mol CO2 di aliran liquid keluar
= =
-5
XA1
= 1,8000 x 10
V 1
= Laju gas keluar = V2 – Laju mol CO2 terabsorp
– 2,4 x 10 = 0,0808 = 0,081
V1
-4
Ner aca M assa :
y A1 = Fraksi gas keluar L0 . x0 + VN+1 . yAN+1 = LN . xAN + V1 . yA1
yA1
=
yA1
=
yA1
= 0,0592
Perhitungan berdasarkan neraca massa dengan laju alir NaOH 5 L/menit
V = 0,081 Lo = 16,667
2
XAo
=0
YA2
= 0,062
Laju mol CO2 terabsorp = (Pengurangan konsentrasi NaOH) x Laju Alir CO 2 = (0,027 – 0,025)mol/Lt x 5 Lt/min x 10-3 kmol/mol x 60 min/jam -4
Laju mol CO2 terabsorp = 6 x 10 kmol/jam
L A1
= Laju liquid keluar = Lo + Laju mol CO 2 terabsorp
+ 6 x 10 = 16,6676 -4
= 16,667
LA1
X A1
= Fraksi mol CO2 di aliran liquid keluar
= =
-5
XA1
= 3,5998 x 10
V 1
= Laju gas keluar
= V2 – Laju mol CO2 terabsorp
– 6 x 10 = 0,0804 -4
= 0,081
V1
Ner aca M assa :
y A1 = Fraksi gas keluar L0 . x0 + VN+1 . yAN+1 = LN . xAN + V1 . yA1
yA1
=
yA1
=
yA1
= 0,0550
Perhitungan berdasarkan neraca massa dengan laju alir air 6 L/menit
V = 0,081 Lo = 20
2
XAo
=0
YA2
= 0,062
Laju mol CO2 terabsorp = (Pengurangan konsentrasi NaOH) x Laju Alir CO 2 = (0,019 – 0,017)mol/Lt x 6 Lt/min x 10-3 kmol/mol x 60 min/jam -4
Laju mol CO2 terabsorp = 7,2 x 10 kmol/jam
L A1
= Laju liquid keluar = Lo + Laju mol CO 2 terabsorp
+ 7,2 x 10 = 20,0007 = 20
LA1
X A1
-4
= Fraksi mol CO2 di aliran liquid keluar =
=
-5
XA1
= 3,6000 x 10
V 1
= Laju gas keluar = V2 – Laju mol CO2 terabsorp
– 7,2 x 10 = 0,0803 = 0,081
V1
-4
Ner aca M assa :
y A1 = Fraksi gas keluar L0 . x0 + VN+1 . yAN+1 = LN . xAN + V1 . yA1
yA1
=
yA1
=
yA1
= 0,0536
Menghitung fraksi gas CO 2 keluar dari kolom (Y 1) dengan kurva kesetimbangan (hk. Henry)
Konstanta Henry pada suhu 20 oC untuk gas CO 2 = 1420
= = 1420
H’
=
y A1
= 1420. x A1
Perhitungan berdasarkan Henry’s law dengan laju alir air 2 L/menit
L’ V’
= 0,076
= 6,667
x Ao
=0
y A2
= 0,062
) ( ) ( ) ( ) ( )( ) ( )( ) ( )( ) ( = 114,587
= 0
Didapatkan :
xA1
= 0,013
atau
xA1
= 4,122 x 10 -5
yA1
= 1420 x A1
atau
yA1
= 1420 x A1
= 18,46
= 0,059
Jadi, xA1
= 4,122 x 10-5
yA1
= 0,059
Perhitungan berdasarkan Henry’s law dengan laju alir air 4 L/menit
L’ V’
= 0,076
= 13,333
x Ao
=0
y A2
= 0,062
) ( ) ( ) ( ) ( )( ) ( )( ) ( )( ) ( = 121,253
= 0
Didapatkan : xA1
= 6,700 x 10 -3
atau
xA1
= 3,918 x 10 -5
yA1
= 1420 x A1
atau
yA1
= 1420 x A1
= 9,514 Jadi,
= 0,055
xA1
= 4,413 x 10
yA1
= 0,055
-5
Perhitungan berdasarkan Henry’s law dengan laju alir air 5 L/menit
V’ = 0,076 L’ = 16,667
x Ao
=0
y A2
= 0,062
) ( ) ( ) ( ) ( )( ) ( )( ) ( )( ) ( = 124,587
= 0
Didapatkan : xA1
= 5,499 x 10 -3
atau
xA1
= 3,823 x 10 -5
yA1
= 1420 x A1
atau
yA1
= 1420 x A1
= 7,809
= 0,054
Jadi, xA1
= 3,823 x 10
yA1
= 0,054
-5
Perhitungan berdasarkan Henry’s law dengan laju alir air 6 L/menit
V’ = 0,076 L’ = 20
x Ao
=0
y A2
= 0,062
) ( ) ( ) ( ) ( )( ) ( )( ) ( )( ) ( = 127,92
= 0
Didapat : xA1
= 4,698 x 10 -3
atau
xA1
= 3,732 x 10 -5
yA1
= 1420 x A1
atau
yA1
= 1420 x A1
= 6,671
= 0,053
Jadi, xA1
= 3,732 x 10
yA1
= 0,053
-5
Penentuan jumlah tahap secara teoritis
N
=
Laju Alir 2 L/min Dengan nilai m = 1420
A
=
=
= 0,058
N
=
=
=
=
= 0,165 Laju Alir 4 L/min
A
=
=
= 0,116
N
=
=
=
=
= 0,2 Laju Alir 5 L/min
A
=
=
= 0,147
N
=
=
=
=
= 0,699
Laju Alir 6 L/min
A
=
=
= 0,176
N
=
=
=
=
= 0,761
Penentuan Jumlah Tahap secara Grafis
Garis kesetimbangan : y = 1420x Garis Operasi
: Perhitungan Neraca Massa antara : 1. Laju alir 2 L/min konsentrasi CO 2 masuk (0 0.062) dan CO 2 keluar (1.7999 x 10-5 0.0606).
2. Laju alir 4 L/min konsentrasi CO 2 masuk (0 0.062) dan CO 2 keluar (1.8000 x 10-5 0.0592). 3. Laju alir 5 L/min konsentrasi CO 2 masuk (0 0.062) dan CO 2 keluar (3.5998 x 10-5 0.0550). 4. Laju alir 6 L/min konsentrasi CO 2 masuk (0 0.062) dan CO 2 keluar (3.6000 x 10-5 0.0536).
Penentuan Nilai N secara Grafis 0.08 0.075 0.07 Garis Kesetimbangan y 0.065
Garis Operasi 2L/min Garis Operasi 4L/min
0.06
Garis Operasi 5L/min Garis Operasi 6L/min
0.055 0.05 0
0.00001 0.00002 0.00003 0.00004 0.00005 0.00006
x
LAMPIRAN FOTO HASIL PRAKTIKUM