Laporan Kasus Ruang XIV
ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN OLEH : Trisna Dwi Lestari
110100134
Gunawan Wijaya S.
110100246
Nichi Firani
110100065
Valentina
110100062
Kalvin Raveli
110100364
Pembimbing : dr. Nova Damayanti dr. Dedi Irwansyah
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR PIRNGADI MEDAN 2015
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dibacakan pada tanggal: 22 Agustus 2015
Nilai:
(dr. Nova Damayanti )
(dr. Dedi Irwansyah)
COW PEMBIMBING PEMBIMBING
DOKTER RUANGAN
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dibacakan pada tanggal: 22 Agustus 2015
Nilai:
(dr. Nova Damayanti )
(dr. Dedi Irwansyah)
COW PEMBIMBING PEMBIMBING
DOKTER RUANGAN
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur para penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, sang penguasa seluruh alam, karena atas berkat dan rahmat-Nya, para penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus ’Anemia ’ Anemia Hemolitik Autoimun’ Autoimun ’ ini tepat pada waktunya. Penulisan Laporan Kasus ini bertujuan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Peyakit Dalam. Adapun dengan laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kejadian Anemia Hemolitik Autoimun yang umum dijumpai di masyarakat. mas yarakat. Penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada dr. Nova Damayanti selaku COW pembimbing dan kepada dr. Dedi Irwansyah selaku dokter ruangan atas segala bantuan dan bimbingan yang diberikan kepada para penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Oleh karena keterbatasan pengalaman, pengetahuan dan kepustakaan, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhir kata, semoga laporan kasus k asus ini dapat menjadi masukan yang berarti dalam perbaikan proses pembelajaran.
Medan, 21 Agustus 2015
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR ............................................ ................................................................... ............................................. ...................... iii DAFTAR ISI ........................................... ................................................................. ............................................ ....................................... ................. iv BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA........................................... .................................................................. .................................. ...........1
1.1. Latar Belakang ............................................ ................................................................... ......................................... ..................1 1.2. Definisi ......................................... ............................................................... ............................................ .................................. ............1 1.3. Epidemiologi ........................................... .................................................................. ............................................. ......................2 1.4. Klasifikasi ............................................ ................................................................... ............................................. ......................... ...2 1.5. Patogenesis ........................................... .................................................................. ............................................. ......................... ...3 1.6. Manifestasi Klinis ........................................... .................................................................. ..................................... ..............7 1.7. Diagnosis .......................................... ................................................................ ............................................ .............................. ........9 1.8. Diagnosis Banding ......................................................... .............................................................................. .....................12 1.9. Terapi ........................................... ................................................................. ............................................ ................................ ..........13 1.10 Kriteria Merujuk ............................................................. ............................................................................... .................. 14 1.11 Edukasi dan Pencegahan ............................................ .................................................................. ...................... 14 1.12 Prognosis .............................................. .................................................................... ............................................ ...................... 14 BAB 2 STATUS ORANG SAKIT .......................................... ................................................................. ............................ .....15 BAB 3 FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN ..................................... .............................................. .........26 BAB 4 DISKUSI ................................. ....................................................... ............................................ ........................................... .....................33 BAB 5 KESIMPULAN ................................................ ....................................................................... ....................................... ................36
DAFTAR PUSTAKA ............................................. ................................................................... ............................................ ........................ ..37
1
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA
1.1.
LATAR BELAKANG
Anemia hemolitik autoimun (autoimmune hemolytic anemia/AIHA) merupakan suatu keadaan dimana antibodi pada tubuh seseorang menyerang selsel eritrosit sehingga menjadi lisis dan umur sel eritrosit memendek.1 Insidensi AIHA sangat jarang terjadi. AIHA diperkirakan memiliki insidensi 1-3 kasus per 100.000 individu per tahun. Dengan lebih sering terjadi pada jenis kelamin wanita dibanding laki-laki dan biasanya terjadi pada usia middle aged 2. AIHA dimediasikan oleh antibodi, pada kasus yang dimediasi oleh antibodi IgG maka merupakan AIHA tipe hangat, karena IgG bekerja paling baik pada suhu normal tubuh, sedangkan AIHA tipe dingin dimediasi oleh IgM dengan suhu kerja antibodi maksimal ≤37C.3
1.2.
DEFINISI
AIHA merupakan suatu keadaan dimana antibodi pada tubuh seseorang menyerang sel-sel eritrosit pada suhu ≥37C (AIHA tipe hangat) atau ≤37C(AIHA tipe dingin). 4 Etiologi AIHA sendiri masih belum diketahui dengan jelas. Tetapi ada beberapa tipe penyebab anemia hemolitik telah didokumentasi. Pada penyakit herediter terdapat beberapa penyebab yang menyebabkan abnormalitas membran eritrosit, defek enzim dan abnormalitas hemoglobin. Beberapa yang termasuk yaitu5:
Defisiensi glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD)
Sferositosis herediter
Anemia sel sabit/ sickle cell anemia
Evan’s Syndrome
Hemolytic Uremic Syndrome
2
Adapun etiologi penyebab hemolitik pada kasus yang didapat (acquired ) :
1.3.
Gangguan imunitas
Obat dan bahan kimia toksik
Agen antiviral
Kerusakan fisik
Infeksi
EPIDEMIOLOGI
Anemia hemolitik terjadi kira-kira 5% dari seluruh kasus anemia. Insidensi dari AIHA 1-3 kasus per 100.000 populasi per tahun. AIHA sendiri tidak spesifik terjadi pada suatu ras. Sedangkan menurut jenis kelamin tidak begitu menunjukkan perbedaan spesifik antara pria dan wanita. Tetapi lebih sering dijumpai pada wanita dibanding pria. Mengenai rentang umur terjadi AIHA, sering ditemukan kasus pada usia middle aged dan pada pasien yang sudah tua. 5
1.4.
KLASIFIKASI6
AIHA dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Anemia hemolitik autoimun (AIHA) a. AIHA tipe hangat i. Idiopatik ii. Sekunder •
Terkait dengan gangguan limfoproliferatif (misalnya limfoma Hodgkin)
•
Terkait dengan gangguan rematik, terutama sytemic lupus erythematous (SLE)
•
Terkait dengan neoplasma non-limfoid tertentu (misalnya tumor ovarium)
•
Terkait
dengan
penyakit
peradangan
kronis
tertentu
(misalnya, kolitis ulserativa) •
Terkait dengan konsumsi obat-obatan tertentu (misalnya, αmetildopa)
3
b. AIHA tipe dingin i.
Idiopatik (primer) penyakit agglutinin dingin kronis (biasanya berhubungan dengan proliferasi klonal limfosit B)
ii.
Sekunder •
Pasca infeksi (misalnya infeksi Mycoplasma pneumoniae atau mononukleosis infeksiosa)
•
Terkait dengan gangguan keganasan limfoproliferatif sel B
c. Paroxysmal Cold Hemoglobinuria i. Idiopatik ii. Sekunder •
Anemia
hemolitik
Donath-Landsteiner,
biasanya
berhubungan dengan sindrom virus akut pada anak-anak (relatif umum) •
Sifilis kongenital atau tersier pada orang dewasa (sangat jarang)
d. AIHA atipik i. AIHA tes antiglobulin negatif ii. AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin 2. AIHA diinduksi obat i.
Mekanisme hapten atau adsorpsi obat
ii. Mekanisme kompleks imun terner (kekebalan tubuh) iii. Mekanisme autoantibodi sejati 3. AIHA diinduksi aloantibodi a. Reaksi hemolitik tranfusi b. Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir
1.5.
PATOGENESIS
AIHA
disebabkan
oleh
autoantibodi
terhadap
antigen
eritrosit.
Autoantibodi tersebut berikatan dengan eritrosit. Begitu eritrosit dilapisi oleh antibodi, maka ia akan dihancurkan melalui satu mekanisme atau lebih 7.
4
Peristiwa destruksi eritrosit yang diperantai oleh sistem imun terjadi melalui aktivasi sistem komplemen, mekanisme seluler, maupun kombinasi keduanya. 1
1.5.2. Aktivasi Komplemen
Sistem komplemen terdiri dari sekitar 20 protein yang hadir dalam serum manusia normal (dan hewan lainnya). Istilah "komplemen" mengacu pada kemampuan protein ini untuk meningkatkan efek kerja komponen lain dalam sistem kekebalan tubuh, misalnya, antibodi. Komplemen merupakan komponen penting dari pertahanan host bawaan kita.8 Ada tiga efek utama dari aktivasi komplemen, yaitu: (1) lisis sel, seperti pada bakteri, allografts, dan sel-sel tumor; (2) menghasilkan mediator yang berpartisipasi dalam proses inflamasi (anafilaktosin) dan menarik neutrofil (kemoatraktan); dan (3) opsonisasi, yaitu peningkatan fagositosis. 8 Secara keseluruhan, aktivasi sistem komplemen akan menyebabkan hancurnya membran sel eritrosit dan terjadilah hemolisis intravaskular yang ditandai dengan hemoglobinemia dan hemoglobinuri. 7 Sistem komplemen akan diaktifkan melalui jalur klasik ataupun jalur alternatif. Antibodi-antibodi yang memiliki kemampuan mengaktifkan jalur klasik adalah IgM, IgG1, IgG2, dan IgG3. IgM disebut aglutinin tipe dingin, sebab antibodi ini berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan eritrosit pada suhu di bawah suhu tubuh (<37ºC dan optimal pada suhu 2025ºC). Antibodi IgG disebut aglutinin hangat karena bereaksi dengan antigen permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh. 1, 7 Hasil akhir dari jalur komplemen adalah terbentuknya membrane attack complex dalam jumlah besar. Akibatnya eritrosit dapat dihancurkan secara langsung, yang dikenal sebagai hemolisis intravaskular. 7
5
Gambar 1. Jalur aktivasi komplemen 8 1.5.3. Aktivasi Mekanisme Seluler
Jika sel darah disensitisasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan komplemen, atau berikatan dengan komponen komplemen, namun tidak terjadi aktivasi komplemen lebih lanjut, maka eritrosit tersebut akan dihancurkan oleh sel-sel retikuloendotelial. Proses immunoadherence ini sangat penting bagi perusakan sel eritrosit yang diperantarai seluler. Immunoadherence, terutama yang diperantarai IgG-FcR akan menyebabkan fagositosis.1 Dalam kebanyakan kasus bagian Fc dari antibodi akan dikenali oleh reseptor Fc makrofag, dan ini akan memicu eritrofagositosis. Dengan demikian,
6
penghancuran eritrosit akan terjadi di mana sel makrofag berlimpah-yaitu di limpa, hati, dan sumsum tulang. Karena anatomi khusus yang dimiliki limpa, organ ini sangat efisien dalam sekuestrasi eritrosit yang terlapisi antibodi, dan sering menjadi situs utama destruksi eritrosit. Meskipun dalam kasus yang parah, bahkan monosit pun dapat mengambil bagian dalam proses ini, sebagian besar kerusakan eritrosit dimediasi fagositosis terjadi di limpa dan hati, dan karena itu disebut hemolisis ekstravaskular.7
Gambar 2. Patogenesis anemia hemolitik autoimun 7
7
1.6. MANIFESTASI KLINIS 1.6.1. AIHA Tipe Hangat1,6
Sekitar 70% kasus AIHA adalah tipe hangat, di mana autoantibodi yang diperantarai IgG bereaksi secara optimal pada suhu 37ºC. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat disertai penyakit lain. Onset gejala biasanya lambat dan berjalan kronik selama berbulan-bulan, tapi kadang-kadang pasien memiliki onset mendadak berupa gejala anemia berat dan penyakit kuning disertai nyeri abdomen selama beberapa hari. Dalam AIHA sekunder, gejala dan tanda-tanda penyakit yang mendasari dapat menutupi gejala AIHA dan fitur terkaitnya. Pada AIHA tipe hangat idiopatik yang ringan, hasil pemeriksaan fisik mungkin normal. Pasien dengan anemia hemolitik yang relatif berat, 50-60% datang dengan splenomegali, 30% disertai hepatomegali, dan 25% dengan limfodenopati. Dalam kasus yang sangat parah, terutama yang dari onset akut, pasien mungkin hadir dengan demam, pucat, ikterus, hemoglobinuria, hepatosplenomegali, hiperpnea, takikardia, angina, atau gagal jantung. Klinis AIHA tipe hangat dapat diperburuk atau makin jelas selama kehamilan. Kebanyakan kasus bersifat ringan dan prognosis untuk janin umumnya baik, asalkan mendapat tata laksana segera.
1.6.2. AIHA Tipe Dingin1,6
Kebanyakan pasien dengan AIHA dingin memiliki anemia hemolitik kronik ringan (Hb: 9-12g/dL) dengan atau tanpa ikterus. Pada sebagian pasien lain, gejala utama bersifat episodik, yaitu hemolisis akut dengan hemoglobinuria yang disebabkan oleh dingin. Sering ditemui akrosianosis dan fenomena vaso-oklusif dimediasi dingin yang mempengaruhi jari, jari kaki, hidung, dan telinga yang terkait dengan sludging eritrosit dalam mikrovaskulatur kulit. Ulserasi kulit dan nekrosis yang jelas jarang didapati.
8
Temuan fisik lainnya bervariasi, tergantung pada adanya penyakit yang mendasari.
Splenomegali,
sebuah
temuan
karakteristik
penyakit
limfoproliferatif atau mononukleosis menular, dapat diamati pada AIHA dingin idiopatik.
1.6.3. Paroxysmal Cold H emoglobinu r ia (PCH)9
PCH merupakan varian AIHA yang ditandai dengan keberadaan antibodi Donath dan Landsteiner (antibodi D-L). Antibodi D-L bekerja sebagai hemolisin yang berikatan dengan membran eritrosit dan memfiksasi komplemen pada suhu dingin. Saat suhu tubuh kembali normal, maka eritrosit akan lisis. Demam tiba-tiba, nyeri punggung atau kaki, dan hemoglobinuria setelah paparan dingin adalah gejala khas dari PCH. Paparan dingin mungkin hanya beberapa menit, dan gejala dapat mengikuti segera atau beberapa jam kemudian. Demam hingga 40°C tidaklah jarang. Gejala lain mungkin termasuk rasa nyeri di perut, kram, sakit kepala, mual, muntah, dan diare. Urin pertama setelah onset PCH biasanya berwarna merah gelap atau bahkan hitam dan biasanya menghilang dalam beberapa jam, namun terkadang berlangsung selama beberapa hari. Limpa dapat teraba selama serangan dan kondisi ikterik ringan mungkin muncul. Fenomena vasomotor bermanifestasi sebagai urtikaria, kesemutan tangan dan kaki, sianosis, dan fenomena Raynaud, hingga bahkan gangren telah dilaporkan. Gejala sistemik dapat muncul tanpa hemoglobinuria dan sebaliknya.
1.6.4. AIHA diinduksi Obat6,9
Pemberian obat-obatan dapat menginduksi lisis eritrosit melalui beragam mekanisme. Tiga mekanisme utama adalah (a) mekanisme hapten/adsorpsi obat hapten, di mana antibodi bereaksi dengan obat yang terikat erat dengan
9
membran eritrosit; (b) mekanisme kompleks imun terner (juga dikenal sebagai neoantigen), di mana obat berikatan longgar dengan membran eritrosit, dan antibodi bereaksi dengan neoantigen yang dibuat oleh kombinasi obat dan membran; dan (c) jenis autoantibodi sejati, yang tidak dapat dibedakan dari AIHA tanpa riwayat paparan obat. Beberapa obat dapat menghasilkan hemolisis oleh lebih dari satu mekanisme, dan membedakan antara mereka tidak selalu mungkin. Riwayat obat yang teliti diperlukan untuk mengevaluasi kemungkinan obat sebagai etiologi pada semua pasien AIHA. Gambaran klinis mirip dengan yang ditemukan di AIHA idiopatik, termasuk pucat, ikterik, dan mudah lelah. Splenomegali tidak jarang, tapi limfadenopati dan hepatomegali tidak ditemukan pada AIHA akibat obat. Tingkat keparahan AIHA diinduksi obat cukup bervariasi, tergantung pada tingkat hemolisis. Secara umum, pasien AIHA dengan mekanisme hapten/adsorpsi obat (misalnya penisilin) dan autoantibodi sejati (misalnya α-methyldopa) menunjukkan gejala hemolisis ringan sampai sedang, dengan onset gejala berkembang dalam periode beberapa hari sampai minggu. Sebaliknya, mekanisme kompleks imun terner (misalnya sefalosporin atau quininine) sering menyebabkan hemolisis berat yang tiba-tiba disertai hemoglobinuria, hemolisis dapat terjadi setelah hanya satu dosis obat pada pasien yang sebelumnya terkena obat. Gagal ginjal akut juga dapat menyertai pada mekanisme kompleks imun terner.
1.7. DIAGNOSIS1,4
Diagnosis ditegakkan berdasarkan: Anamnesis: 1. Lelah 2. Mudah mengantuk 3. Sesak nafas
10
4. Cepatnya perlangsungan gejala 5. Riwayat pemakaian obat 6. Riwayat penyakit sebelumnya Pemeriksaan fisik: 1. Konjungtiva pucat 2. Sklera ikerik 3. Splenomegali Pemeriksaan hematologi 1. Hb rendah (7-10g/dl) 2. MCV normal atau meningkat 3. Bilirubin indirek meningkat 4. Hemoglobinuri 5. LDH meningkat 6. Retikulositosis Morfologi darah tepi:
adanya proses fragmentasi pada eritrosit (sferosit, skistosit, helmet cell dan retikulosit)
Pemeriksaan Imunoserologi
Direct Antiglobulin Test (direct Coomb’s test): sel eritrosit yang melekat dan direaksikan dengan antiserum atau antibodi monoklonal terhadap berbagai imunoglobulin dan fraksi komplemen, terutama IgG dan C3. Bila pada permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG dan C3, maka akan terjadi aglutinasi. Sensitivitas pemeriksaan ini adalah < 98% untuk AIHA, hasil negatif palsu dapat terjadi jika densitas antibodi sangat rendah atau jika autoantibodi yang berperan adalah IgA atau IgM.
Indirect Antiglobulin Test (indirect Coomb’s test): untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada serum. Serum pasien direaksikan dengan
11
sel-sel reagen. Imunoglobulin yang beredar pada serum akan melekat pada sel-sel reagen, dan dapat dideteksi dengan antiglobulin sera dengan terjadinya aglutinasi.
Anemia normositik/makrositik Retikulositosis Peningkatan bilirubin indirek Peningkatan LDH, penurunan serum haptoglobulin
Anemia Hemolitik
DAT
Positif
Negatif
AIHA
IgG+/- C3d positif
C3 positif
AIHA tipe hangat
AIHA tipe dingin
Gambar 3. Algoritme diagnosis AIHA 1
12
1.8. DIAGNOSIS BANDING 5, 6, 9,10,11
1. Evan’s Syndrome Merupakan AIHA disertai trombositopenia yang bermanifestasi klinis berupa purpura dan petekie. Trombositopenia mungkin mendahului, terjadi bersamaan dengan, atau mengikuti AIHA. Hal ini lebih sering terjadi pada anak-anak dan kurang cenderung merespon dengan baik terhadap terapi. 2. Hereditary Spherocytosis (HS) Di antara anemia hemolitik herediter, HS dapat paling menyerupai AIHA karena anemia sferositik terkait dengan HS kebanyakan dideteksi pertama kali pada usia dewasa. Selain itu, gambaran splenomegali menonjol di kedua kasus, HS dan AIHA. HS dapat dibedakan dengan AIHA berdasarkan studi keluarga pasien. Biasanya pada pasien HS, dapat diidentifikasi anggota keluarga lainnya dengan riwayat penyakit HS. Pembeda lainnya adalah DAT negatif pada HS. 3. Hemolytic Uremic Syndrome (HUS) HUS merupakan penyakit primer pada bayi dan anak yang memiliki gejala klasik berupa triad anemia hemolitik mikroangipati, trombositopenia, dan gagal ginjal akut. Sekitar 95% kasus HUS disebabkan oleh infeksi Shiga toksin yang diproduksi oleh Escherichia coli. 4. Defisiensi glucose-6-phosphate dehydrogenase 5. Systemic Lupus Eritematosus 6. Thrombotic Thrombocytopenic Purpura 7. Anemia hemolitik didapat lainnya (akibat kerusakan fisik eritrosit, reaksi kimia dan fisika; dan akibat infeksi mikroorganisme)
13
1.9. TERAPI1 1.9.1. AIHA tipe hangat:
1. Kortikosteroid: 1-1,5 mg/kgBB/hari per oral. Bila ada respon terhadap steroid (hematokrit meningkat, retikulosit meningkat, coomb direk positif lemah, coomb indirek negatif). Dosis diturunkan tiap minggu hingga mencapai dosis 10-20 mg/hari. Terapi steroid dosis <30 mg/hari dapat diberikan selang sehari. Beberapa pasien memerlukan terapi rumatan steroid dosis rendah, namun perlu dipertimbangkan modalitas terapi lain apabila dosis telah >15 mg/hari untuk mempertahankan kadar hematokrit. 2. Splenektomi, bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan penurunan dosis selama 3 bulan. 3. Rituximab dan alemtuzumab. Rituximab 100mg/minggu selama 4 minggu. 4. Imunosupresi, Azathriopin 50-200 mg/Hari, Siklofosfamid 50-150 mg/hari 5. Danazol 600-800 mg/hari, biasanya dipakai bersama steroid, bila terjadi perbaikan, steroid diturunkan atau dihentikan dan dosis danazol diturunkan menjadi 200-400 mg/hari. 6. Transfusi dilakukan pada kondisi yang mengancam jiwa (misal Hb <3 g/dl). Jenis transfusi yang diberikan berupa washed packed red cells.
1.9.2. AIHA tipe dingin:
1. Menghindari udara dingin yang dapat memicu hemolisis 2. Prednison dan splenektomi tidak banyak membantu 3. Chlorambucil 2-4 mg/hari dapat diberikan 4. Plasmafaresis untuk mengurangi antibodi IgM secara teoritis bisa mengurangi hemolisis, namun secara praktik hal ini sukar dilakukan.
14
1.10. KRITERIA MERUJUK
Anemia hemolitik merupakan kompetensi 3A 12, yaitu: 3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan
1.11.
EDUKASI DAN PENCEGAHAN
Edukasi dan pencegahan yang dapat diberikan antara lain 2: 1. Edukasi pasien bahwa penyakit ini merupakan suatu proses autoimunitas; 2. Untuk AIHA tipe dingin dan Paroxysmal Cold Hemoglobinuria, hindari udara dingin karena dapat memicu hemolisis; 3. Mencari kemungkinan penyebab AIHA khususnya tipe dingin, karena dapat disebabkan oleh keganasan limfoproliferatif; 4. Apabila AIHA diinduksi oleh obat-obatan, tandai obat yang menjadi pencetus dan hentikan pemakaian obat tersebut seumur hidup; 5. Edukasi pasien bahwa AIHA juga dapat disebabkan oleh transfusi darah.
1.12. PROGNOSIS 1.12.1. AIHA Tipe Hangat1,2
Hanya sebagian kecil pasien mengalami penyembuhan komplit dan sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang berlangsung kronik, namun terkendali. Kesintasan 10 tahun berkisar 70%. Anemia, DVT, emboli paru, infark lien, dan kejadian kardiovaskuler lain bisa terjadi selama periode penyakit aktif. Mortalitas selama 5-10 tahun sebesar 15-25%. Prognosis AIHA sekunder tergantung penyakit yang mendasari.
15
1.12.2. AIHA Tipe Dingin1,13
Pasien dengan sindrom kronik akan memiliki kesintasan yang baik dan cukup stabil. Studi Kamesaki mengindikasikan bahwa karakter klinis pasien AIHA tipe dingin dengan DAT positif berbeda dengan pasien yang DATnya negatif. Pasien DAT negatif cenderung memiliki gejala klinis yang lebih ringan, namun kesintasan 1 tahun antar kedua kelompok dinyatakan sama. Pada AIHA dingin sekunder, pemulihan akan terjadi dalam beberapa minggu. Pada beberapa kasus berat yang menyebabkan gagal ginjal akut, kadang dibutuhkan hemodialisis sementara.
1.12.3. PCH6
Bentuk PCH sekunder pascainfeksi bersifat self-limited dan berakhir spontan dalam beberapa hari atau minggu setelah onset, meskipun antibodi Donath-Landsteiner dapat bertahan dalam titer rendah untuk beberapa tahun. Kebanyakan pasien dengan PCH kronis idiopatik bertahan selama bertahun-tahun meskipun ada kekambuhan beberapa kali.
1.12.4. AIHA diinduksi Obat6
AIHA diinduksi obat biasanya ringan, dan prognosisnya baik. Episode hemolisis sangat berat dengan gagal ginjal atau kematian telah dilaporkan, biasanya karena AIHA yang terjadi melalui mekanisme kompleks imun terner atau purin analog pada pasien dengan CLL. Dalam AIHA yang dihasilkan dari mekanisme hapten/adsorpsi obat dan autoantibodi sejati, DAT menjadi negatif segera setelah obat dihentikan.
16
BAB 2 STATUS ORANG SAKIT
No. Reg. RS
: 00.97.xx.xx
Tanggal Masuk : 14 Agustus 2015 Jam
: 12.00 WIB
Bed
: ASOKA XIV Bed 20
ANAMNESIS PRIBADI
Nama
:F
Umur
: 36 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status Perkawinan
: Sudah Menikah
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Alamat
:
ANAMNESIS ☐ Autoanamnese
Alloanamnese
ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan utama
: Muka pucat
Deskripsi
: Hal ini disadari os sejak 4 bulan yang lalu. Badan lemas dan mudah lelah dijumpai sejak 4 bulan yang lalu dan dirasakan hilang timbul. Sakit kepala dan hoyong tidak dijumpai. Os juga menyadari tubuhnya berwarna semakin kuning, dirasakan awalnya timbul di mata 4 bulan yang lalu dan dirasakan semakin menyebar ke seluruh tubuh dan semakin kuning sejak 2 bulan yang lalu. Mual dan muntah tidak dijumpai. Penurunan nafsu makan dan berat badan tidak dijumpai. Nyeri pada perut tidak dijumpai. Demam tidak dijumpai. Riwayat bepergian ke
17
daerah endemis malaria tidak dijumpai. Riwayat mimisan, gusi berdarah, dan muntah berdarah tidak dijumpai. Riwayat transfusi darah tidak dijumpai. Riwayat terdapat ruam pada pipi dan kulit tidak dijumpai. Riwayat muncul ruam di kulit saat terpapar sinar matahari tidak dijumpai. Riwayat nyeri pada persendian tidak dijumpai. Riwayat kejang tidak dijumpai. Os mengaku BAK berwarna seperti teh sejak 4 bulan yang lalu dengan volume ± 1,2 L per hari. Riwayat nyeri saat BAK, BAK tersendat, berpasir, atau berwarna seperti air cucian daging tidak dijumpai. BAB (+) normal, berwarna kuning kecoklatan, frekuensi sekali sehari dengan konsistensi lunak. Riwayat BAB berwarna hitam, pucat atau seperti dempul tidak dijumpai. Riwayat pernah sakit kuning tidak dijumpai. Riwayat pernah menggunakan jarum suntik bersama tidak dijumpai. Riwayat minum jamu kencur dan temulawak yang dibuat sendiri dijumpai sejak 2 bulan yang lalu dan sudah dihentikan sejak 2 minggu ini. Riwayat meminum obat-obatan dari klinik dan dokter dijumpai, namun os tidak ingat jumlah dan nama obatnya. Riwayat penyakit darah tinggi dan penyakit kencing manis tidak dijumpai. Riwayat terpapar zat kimia yaitu os berjualan bensin sejak 5 tahun ini. Riwayat terpapar pestisida disangkal. Os sebelumnya dirawat inap di RS Haji Medan selama 3 hari dengan diagnosis anemia. RPT
: Tidak dijumpai
RPO
: Tidak jelas (obat dari klinik dan dokter di RS Haji Medan)
18
ANAMNESIS UMUM ORGAN
Jantung
Sesak Napas
:-
Edema
:-
Angina Pectoris
:-
Palpitasi
:-
Lain-lain
::-
Saluran
Batuk-batuk
:+
Asma,
Pernapasan
Dahak
:-
bronkitis
Saluran
Nafsu Makan
: normal
Pencernaan
Lain-lain
:-
Penurunan
:-
BB Keluhan Menelan
:-
Keluhan
:-
Defekasi Keluhan Perut
:-
Lain-lain
:-
Saluran
Sakit Buang Air
:-
BAK
:-
Urogenital
Kecil Mengandung
tersendat :-
Keadaan Urin
Batu
Sendi dan
: warna seperti teh
Haid
:-
Lain-lain
:-
Sakit pinggang
:-
Keterbatasan
:-
Tulang
Gerak Keluhan
:-
Lain-lain
:-
Haus/Polidipsi
:-
Gugup
:-
Poliuri
:-
Perubahan
:-
Persendian Endokrin
Suara
Saraf Pusat
Polifagi
:-
Lain-lain
:-
Sakit Kepala
:-
Hoyong
:-
Lain-lain
:-
Darah dan
Pucat
:+
Perdarahan
:-
Pembuluh
Petechiae
:-
Purpura
:-
Lain-lain
:-
Lain-lain
:-
darah Sirkulasi
Claudicatio
:-
19
Perifer
Intermitten
ANAMNESIS FAMILI : Tidak ada riwayat keluarga menderita penyakit yang
sama
PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
STATUS PRESENS : Keadaan Umum
Keadaaan Penyakit
Sensorium
: CM
Pancaran wajah
: Biasa
Tekanan darah
: 100/60 mmHg
Sikap Paksa
:-
Nadi
: 87 x/i, reg, t/v : cukup
Reflek fisiologis
:+
Pernapasan
: 20 x/i
Reflek patologis
:-
Temperatur
: 37,1oC (aksila) (+)
Ikterus
(+)
Dispnu
(-)
Sianosis (-)
Edema
(-)
Purpura
(-)
Anemia
Turgor Kulit : Baik Keadaan Gizi : kurang BW = BB/(TB-100) x 100 % = 60/57 x 100 % = 105% (berlebih)
TB :157 cm
IMT = 60/(1,57)2=
BB : 60 kg
24,3 kg/m2 (overweight)
KEPALA : Mata
: Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik(-/-), pupil isokor ki=ka, diameter 2-3 mm, refleks cahaya direk (+/+), indirek (+/+), kesan = anemis dan ikterik
Telinga
: Dalam batas normal
Hidung
: Dalam batas normal
Mulut
: Lidah
: pucat dan ikterik
Gigi geligi
: karies (+)
Tonsil/faring
: dalam batas normal
20
LEHER : Struma tidak membesar, pembesaran kelenjar limfa (-) Posisi trakea : medial, TVJ : R+2 cm H 2O Kaku kuduk (-), lain-lain: (-)
THORAX DEPAN Inspeksi Bentuk
: simetris fusifomis
Pergerakan
: tidak dijumpai ketinggalan bernapas
Nyeri tekan
:-
Fremitus suara
: SF kiri = kanan, kesan : normal
Iktus
: iktus (+), teraba di 1 cm medial LMCS
Palpasi
ICS V Perkusi Paru Batas paru-hati R/A
: R= ICS IV LMCD, A= ICS V LMCD
Peranjakan
: 1cm
Jantung Batas atas jantung
: ICS III LMCS
Batas kiri jantung
: 1 cm medial ICS V LMCS
Batas kanan jantung
: ICS IV LPSD
Auskultasi Paru Suara Pernapasan
: Vesikuler di seluruh lapangan paru kanan dan kiri
Suara tambahan
:-
Jantung M1 > M2, P2 > P1, T1 > T2, A2 >A1, desah sistolis (-), desah diastolis (-), HR : 88 x/i, reguler, intensitas cukup
21
THORAX BELAKANG Inspeksi
: Simetris fusimformis, tidak ditemukan kelainan kulit atau benjolan
Palpasi
: Nyeri tekan (-) SF kanan=kiri, kesan normal
Perkusi
: Sonor di seluruh lapangan paru, kesan normal
Auskultasi
: Suara Pernafasan = Vesikuler Suara Tambahan = Tidak dijumpai
ABDOMEN Inspeksi Bentuk
: Simetris
Gerakan lambung/usus
: Tidak tampak
Vena kolateral
:-
Caput medusae
:-
Dinding Abdomen
: Soepel; H/L/R: tidak teraba
Palpasi
Hati: Pembesaran
:-
Permukaan
:-
Pinggir
:-
Nyeri tekan
:-
Limfa: Pembesaran
:Schuffner : -
Ginjal: Ballotement
:-
Uterus/ Ovarium
: tidak teraba
Tumor
: (-)
Haecket : -
22
Perkusi Pekak hati
: (+)
Pekak beralih
: (-)
Auskultasi Peristaltik usus
: peristaltik (+) 9x/i, kesan normal
Lain-lain
:-
PINGGANG Nyeri ketuk sudut kosto vertebra kanan/kiri: (-/-)
INGUINAL
: tidak dilakukan pemeriksaan
GENITALIA LUAR
: tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT) : tidak dilakukan pemeriksaan ANGGOTA GERAK ATAS
ANGGOTA GERAK BAWAH
Kanan
Kiri
Deformitas Sendi
:-
-
Edema
Lokasi
:-
-
Jari tabuh
:Ujung : -
Tremor
Kiri
Kanan
:
-
-
Arteri Femoralis
:
+
+
-
Arteri Tibialis Posterior
:
+
+
-
Arteri Dorsalis Pedis
:
+
+
Refleks KPR
:
+
+
Refleks APR
:
+
+
Refleks Fisiologis
:
+
+
-
-
Jari Telapak
Tangan : -
-
Sembab Sianosis
:-
-
Refleks Patologis
:
Eritema palmaris
:-
-
Deformitas
:
+ o/t digiti I
Lain-lain
: Kuning pada
Lain-lain
:
Kuning pada
jari dan telapak tangan
jari dan telapak kaki
23
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN Darah: (14-08-2015)
Kemih: (19-08-2015)
Hb
Warna
: 6,5 g%
: Kuning
Tinja:(19-08-2015) Warna : Cokelat
keruh : 1,3x106/mm3
Eritrosit
Protein
:-
Konsistensi : Padat
: 7,6x103/mm3
Leukosit
Reduksi
:-
Eritrosit : -
Trombosit : 253x103/mm3
Bilirubin
:-
Leukosit: -
Ht
Urobilinogen
:+
Amoeba/Kista : -
: 20,6 %
Hitung jenis :
Sedimen
Telur Cacing : -
Eosinofil
:
%
Eritrosit : 0/ lpb
Ascaris
Basofil
:
%
Leukosit : 1-3/ lpb
Ankylostoma : -
Neutrofil
: 59,2 %
Silinder :
T. trichiura
:-
Limfosit
: 34,3 %
Epitel
Kremi
:-
Monosit
:
: - / lpb
:-
%
RESUME
AUTO dan ALLOANAMNESIS Keadaan Umum: Mata pucat Telaah : Hal ini disadari os sejak 4 bulan yang lalu. malaise (+) sejak 4 bulan yang lalu. Ikterik (+) di seluruh badan. Demam dan riwayat bepergian ke daerah endemis malaria (-). BAK berwarna seperti ANAMNESIS
teh sejak 4 bulan yang lalu, volume ±1,2 L per hari. BAB normal. Riwayat minum jamu kencur dan temulawak yang dibuat sendiri (+), riwayat minum obat-obatan dari klinik dan dokter (+), namun os tidak ingat nama obatnya. Riwayat terpapar zat kimia (+) (bensin) sejak 5 tahun ini. Riwayat terpapar zat kimia lain (-).
24
Keadaan Umum: Baik STATUS PRESENS
Keadaan Penyakit: Sedang Keadaan Gizi: Berlebih Pancaran wajah: Biasa
IMT: 24,3 (overweight)
Kepala: Mata: konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik (+/+), kesan anemis, ikterik Lidah: pucat, ikterik PEMERIKSAAN FISIK Gigi geligi: karies (+)
Thorax: Bentuk: Simetris fusiformis SP: vesikuler di seluruh lapangan paru kanan dan kiri ST: -
Abdomen: Palpasi: Soepel, nyeri tekan (-), H/L/R tidak teraba Darah:
Hb: 6,5 g% (↓) Eritrosit: 1,3x106/mm3 (↓)
kesan anemis
Ht: 20,6% (↓) LABORATORIUM RUTIN
Urin: warna kuning keruh, dalam batas normal Feses: warna coklat, dalam batas normal
Bilirubin: direct= 0,52 mg/dL (N= 0,05-0,3 mg/dL)
(↑)
25
total= 3,18 mg/dL (N= 0-1,2 mg/dL) ( ↑) Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA) dd/ Drug DIAGNOSA BANDING
induced hemolytic anemia dd/ Evan’s syndrome dd/ Non Imun dd/ Malaria dd/ Infeksi Virus
DIAGNOSA SEMENTARA
Anemia Hemolitik Autoimun Aktivitas: Tirah baring Diet: Diet MII
PENATALAKSANAAN
Tindakan suportif : 1. IVFD RL 20 gtt/i makro Medikamentosa: -
Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjutan 1. Darah rutin 2. Anemia profile (morfologi darah, SI, TIBC, Feritin, Rt count ) 3. LFT 4. RFT 5. DAT (Direct Coomb Test) 6. IgG3 7. USG Abdomen 8. Konsul HOM
26
BAB 3 FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN
Tanggal 14 Agustus 2015
S - Muka pucat (+) - Lemas (+) - Kuning seluruh badan (+)
O Sens: CM TD: 100/50 mmHg Nadi: 80 x/i RR: 29 x/i Temp: 36,5 ºC Kepala: Mata : conjungtiva palpebra inferior anemis (+/+), sklera ikterik (+/+) Leher: TVJ R+2 cmH2O Pembesaran KGB (-)
A Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA) dd/ Drug induced hemolytic anemia dd/ Evan’s syndrome dd/ Non Imun dd/ Malaria dd/ Infeksi Virus
P R - Tirah baring - Urinalisa - Diet MII - Feses rutin - IVFD RL 20 gtt/i - Anemia profile / SI / makro TIBC/ Serum Ferritin / Reticulosit count - Morfologi darah tepi - Coomb test - Viral marker - LED - Konsul HOM - Rencana pemberian methylprednisolon 1 mg/kgBB/ hari per oral
Thorax : Sp : Vesikuler St : Abdomen : Simetris, Soepel, L/H/R
27
tidak teraba Peristaltik (+) N Ekstremitas : Edema (-/-) Hasil Lab (14 Agustus 2015) : Hematologi Hb: 6,5 g/dL RBC: 1,8 x 106/mm3 WBC: 7,6 x 103/mm3 PLT: 253 x 103/mm3 Ht: 20,6 % Glukosa Darah Sewaktu : 161 mg/dL Ginjal: U: 14 mg/dL (N : 10-50 mg/dL) K: 0,58 mg/dL (N: 0,6 – 1,2 mg/dL) Liver: SGOT : 16 U/L (N : 0 – 40)
27
tidak teraba Peristaltik (+) N Ekstremitas : Edema (-/-) Hasil Lab (14 Agustus 2015) : Hematologi Hb: 6,5 g/dL RBC: 1,8 x 106/mm3 WBC: 7,6 x 103/mm3 PLT: 253 x 103/mm3 Ht: 20,6 % Glukosa Darah Sewaktu : 161 mg/dL Ginjal: U: 14 mg/dL (N : 10-50 mg/dL) K: 0,58 mg/dL (N: 0,6 – 1,2 mg/dL) Liver: SGOT : 16 U/L (N : 0 – 40)
28
SGPT : 6 U/L (N: 0 – 40 U/L) Alkaline Phosphatase : 41 U/L (N: 30 – 142 U/L) Bilirubin direct : 0,52 mg/dL (N: 0,05 – 0,3 mg/dL) Bilirubin total : 3,18 mg/dL (N: 0 – 1,2 mg/dL) Hasil USG Abdomen sebelumnya (28 Juli 2015) dari RSU Haji Medan Hepar : membesar, permukaan irregular, echo parenkim inhomo gen kasar Lien : membesar, homogeny Ginjal dan GB : besar dan bentuk kedua ginjal normal. Tidak tampak batu.
15 Agustus 2015
Kesimpulan : Penyakit liver kronis - Muka pucat (+) Sens: CM - Lemas (+) TD: 100/60 mmHg - Kuning seluruh Nadi:100x/i badan (+) RR: 22x/i Temp: 36,7ºC
Anemia Hemolitik - Tirah baring - Urinalisa Autoimun (AIHA) - Diet MII - Feses rutin dd/ Drug induced - IVFD RL 20 gtt/i - Anemia profile / SI / hemolytic anemia makro TIBC/ Serum Ferritin dd/ / Reticulosit count Evan’s syndrome dd/ Non - Morfologi darah tepi Imun dd/ Malaria - Combs test
28
SGPT : 6 U/L (N: 0 – 40 U/L) Alkaline Phosphatase : 41 U/L (N: 30 – 142 U/L) Bilirubin direct : 0,52 mg/dL (N: 0,05 – 0,3 mg/dL) Bilirubin total : 3,18 mg/dL (N: 0 – 1,2 mg/dL) Hasil USG Abdomen sebelumnya (28 Juli 2015) dari RSU Haji Medan Hepar : membesar, permukaan irregular, echo parenkim inhomo gen kasar Lien : membesar, homogeny Ginjal dan GB : besar dan bentuk kedua ginjal normal. Tidak tampak batu.
15 Agustus 2015
Kesimpulan : Penyakit liver kronis - Muka pucat (+) Sens: CM - Lemas (+) TD: 100/60 mmHg - Kuning seluruh Nadi:100x/i badan (+) RR: 22x/i Temp: 36,7ºC
Anemia Hemolitik - Tirah baring - Urinalisa Autoimun (AIHA) - Diet MII - Feses rutin dd/ Drug induced - IVFD RL 20 gtt/i - Anemia profile / SI / hemolytic anemia makro TIBC/ Serum Ferritin dd/ / Reticulosit count Evan’s syndrome dd/ Non - Morfologi darah tepi Imun dd/ Malaria - Combs test
29
Pemeriksaan fisik sama dengan hari sebelumnya Hasil laboratorium: LED : 119 mm/jam Reticulosit : 49,5 %
dd/ Infeksi Virus
-
Viral marker LED Konsul HOM Rencana pemberian methylprednisolon 1 mg/kgBB/ hari PO
Serum Iron: 76 mcg/dL (N: 57 – 145 mcg/dL) TIBC : 250 mcg/dL (N: 274 – 385 mcg/dL) Comb’s test : +
Darah tepi: Eritrosit : anisositosis, hipokrom Leukosit : normal Trombosit: normal Malaria : -
17 Agustus 2015
- Muka pucat (+) - Lemas (+) - Kuning seluruh badan (+)
Anti HCV : Sens: CM TD: 100/60 mmHg Nadi: 80 x/i RR: 18 x/i
Anemia Hemolitik - Tirah baring - Urinalisa Autoimun (AIHA) - Diet MII - Feses rutin dd/ Drug induced - IVFD RL 20 gtt/i - Anemia profile / SI / hemolytic anemia makro TIBC/ Serum Ferritin
29
Pemeriksaan fisik sama dengan hari sebelumnya
dd/ Infeksi Virus
Hasil laboratorium:
-
LED : 119 mm/jam Reticulosit : 49,5 %
Viral marker LED Konsul HOM Rencana pemberian methylprednisolon 1 mg/kgBB/ hari PO
Serum Iron: 76 mcg/dL (N: 57 – 145 mcg/dL) TIBC : 250 mcg/dL (N: 274 – 385 mcg/dL) Comb’s test : +
Darah tepi: Eritrosit : anisositosis, hipokrom Leukosit : normal Trombosit: normal Malaria : -
17 Agustus 2015
- Muka pucat (+) - Lemas (+) - Kuning seluruh badan (+)
Anti HCV : Sens: CM TD: 100/60 mmHg Nadi: 80 x/i RR: 18 x/i
Anemia Hemolitik - Tirah baring - Urinalisa Autoimun (AIHA) - Diet MII - Feses rutin dd/ Drug induced - IVFD RL 20 gtt/i - Anemia profile / SI / hemolytic anemia makro TIBC/ Serum Ferritin
30
Temp: 36,7 ºC
dd/ Evan’s syndrome dd/ Non Pemeriksaan fisik sama Imun dd/ Malaria dengan hari sebelumnya dd/ Infeksi Virus
18 Agustus 2015
19 Agustus 2015
- Muka pucat (+) - Lemas (+) - Kuning seluruh badan (+)
- Muka pucat (+) - Lemas (+) ↓ - Kuning seluruh badan (+)
Sens: CM TD: 100/50 mmHg Nadi: 88 x/i RR: 20 x/i Temp: 36,2 ºC
Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA) dd/ Drug induced hemolytic anemia dd/ Evan’s syndrome dd/ Non Pemeriksaan fisik sama Imun dd/ Malaria dengan hari sebelumnya dd/ Infeksi Virus
Sens: CM TD: 110/60 mmHg Nadi: 80 x/i RR: 24 x/i Temp: 36,8 ºC
Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA) dd/ Drug induced hemolytic anemia dd/ Evan’s syndrome dd/ Non Pemeriksaan fisik sama Imun dd/ Malaria dengan hari sebelumnya dd/ Infeksi Virus
-
- Tirah baring - Diet MII - IVFD RL 20 gtt/i makro -
- Tirah baring - Diet MII - IVFD RL 20 gtt/i makro -
/ Reticulosit count Morfologi darah tepi Combs test Viral marker LED Konsul HOM Rencana pemberian methylprednisolon 1 mg/kgBB/ hari PO Urinalisa Feses rutin Konsul HOM Rencana pemberian methylprednisolon 1 mg/kgBB/ hari PO USG Abdomen DAT (Direct antiglobulin test) Ig G3 Konsul HOM Rencana pemberian methylprednisolon 1 mg/kgBB/ hari PO USG Abdomen DAT (Direct antiglobulin test) Ig G3
30
Temp: 36,7 ºC
dd/ Evan’s syndrome dd/ Non Pemeriksaan fisik sama Imun dd/ Malaria dengan hari sebelumnya dd/ Infeksi Virus
18 Agustus 2015
19 Agustus 2015
- Muka pucat (+) - Lemas (+) - Kuning seluruh badan (+)
- Muka pucat (+) - Lemas (+) ↓ - Kuning seluruh badan (+)
Sens: CM TD: 100/50 mmHg Nadi: 88 x/i RR: 20 x/i Temp: 36,2 ºC
Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA) dd/ Drug induced hemolytic anemia dd/ Evan’s syndrome dd/ Non Pemeriksaan fisik sama Imun dd/ Malaria dengan hari sebelumnya dd/ Infeksi Virus
Sens: CM TD: 110/60 mmHg Nadi: 80 x/i RR: 24 x/i Temp: 36,8 ºC
Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA) dd/ Drug induced hemolytic anemia dd/ Evan’s syndrome dd/ Non Pemeriksaan fisik sama Imun dd/ Malaria dengan hari sebelumnya dd/ Infeksi Virus
-
- Tirah baring - Diet MII - IVFD RL 20 gtt/i makro -
- Tirah baring - Diet MII - IVFD RL 20 gtt/i makro -
/ Reticulosit count Morfologi darah tepi Combs test Viral marker LED Konsul HOM Rencana pemberian methylprednisolon 1 mg/kgBB/ hari PO Urinalisa Feses rutin Konsul HOM Rencana pemberian methylprednisolon 1 mg/kgBB/ hari PO USG Abdomen DAT (Direct antiglobulin test) Ig G3 Konsul HOM Rencana pemberian methylprednisolon 1 mg/kgBB/ hari PO USG Abdomen DAT (Direct antiglobulin test) Ig G3
31
Urinalisa : Warna : kuning jernih Protein : Reduksi : Bilirubin : Urobilinogen : + Sedimen urin Eritrosit : 0 /lpb Leukosit : 1-3 /lpb Epitel : negatif Silinder : negatif
20 Agustus 2015
- Muka pucat (+) - Lemas (+) ↓ - Kuning seluruh badan (+)
Feses rutin : Warna : coklat Konsistensi : padat Telur cacing : Sens: CM TD: 110/70 mmHg Nadi: 86 x/i RR: 28 x/i Temp: 37 ºC
Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA) dd/ Drug induced hemolytic anemia dd/ Evan’s syndrome dd/ Non Pemeriksaan fisik sama Imun dd/ Malaria dengan hari sebelumnya dd/ Infeksi Virus
- Tirah baring - Diet MII - IVFD RL 20 gtt/i makro - Inj Ranitidin 50 mg/ 12 jam/ IV - Methylprednisolon 4 mg tab 5-5-5
- Konsul HOM - USG Abdomen - DAT (Direct antiglobulin test) - Ig G3
31
Urinalisa : Warna : kuning jernih Protein : Reduksi : Bilirubin : Urobilinogen : + Sedimen urin Eritrosit : 0 /lpb Leukosit : 1-3 /lpb Epitel : negatif Silinder : negatif
20 Agustus 2015
- Muka pucat (+) - Lemas (+) ↓ - Kuning seluruh badan (+)
Feses rutin : Warna : coklat Konsistensi : padat Telur cacing : Sens: CM TD: 110/70 mmHg Nadi: 86 x/i RR: 28 x/i Temp: 37 ºC
Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA) dd/ Drug induced hemolytic anemia dd/ Evan’s syndrome dd/ Non Pemeriksaan fisik sama Imun dd/ Malaria dengan hari sebelumnya dd/ Infeksi Virus
- Tirah baring - Diet MII - IVFD RL 20 gtt/i makro - Inj Ranitidin 50 mg/ 12 jam/ IV - Methylprednisolon 4 mg tab 5-5-5
- Konsul HOM - USG Abdomen - DAT (Direct antiglobulin test) - Ig G3
32
BAB 4 DISKUSI
TEORI
EPIDEMIOLOGI
Os merupakan seorang wanita.
kasus anemia
Gejala dialami os pada saat berusia
Insidensi dari AIHA 1-3 kasus per
Angka kejadian antara pria dan wanita tidak begitu menunjukkan perbedaan spesifik, tetapi lebih sering dijumpai pada wanita.
EPIDEMIOLOGI
Terjadi sebanyak 5% dari seluruh
100.000 populasi per tahun.
KASUS
AIHA sering ditemukan pada usia middle aged dan pada pasien yang
36 tahun (middle aged ).
32
BAB 4 DISKUSI
TEORI
EPIDEMIOLOGI
KASUS
EPIDEMIOLOGI
Terjadi sebanyak 5% dari seluruh
Os merupakan seorang wanita.
kasus anemia
Gejala dialami os pada saat berusia
Insidensi dari AIHA 1-3 kasus per
36 tahun (middle aged ).
100.000 populasi per tahun.
Angka kejadian antara pria dan wanita tidak begitu menunjukkan perbedaan spesifik, tetapi lebih sering dijumpai pada wanita.
AIHA sering ditemukan pada usia middle aged dan pada pasien yang sudah tua
ETIOLOGI
ETIOLOGI
Idiopatik
Etiologi penyakit pada pasien belum
Sekunder, diinduksi oleh beberapa
dapat ditentukan (idiopatik), namun os
hal, yaitu penyakit keganasan lain,
memiliki faktor risiko paparan bahan
penyakit autoimun lain, infeksi
kimia berupa bensis sejak 5 tahun lalu.
virus, dan induksi oleh obat-obatan. DIAGNOSTIK
DIAGNOSTIK
ANAMNESIS:
ANAMNESIS:
1. Lelah
1. Lelah
2. Mudah mengantuk
2. Mudah mengantuk, badan lemas
3. Sesak nafas
3. Gejala muncul sejak 4 bulan SMRS,
4. Cepatnya perlangsungan gejala
dan memberat dalam 2 bulan
5. Riwayat pemakaian obat
terakhir
6. Riwayat penyakit sebelumnya
4. RPO: jamu kencur dan temulawak
33
PEMERIKSAAN FISIK:
PEMERIKSAAN FISIK
1. Konjungtiva pucat
1. Konjungtiva pucat
2. Sklera ikerik
2. Sklera ikterik
3. Splenomegali
3. Jaundice seluruh tubuh
4. Hemoglobinuri PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hb rendah (7-10g/dl)
1. Hb rendah (6,5g/dL)
2. MCV normal atau meningkat
2. MCV meningkat (114 fl)
3. Bilirubin indirek meningkat
3. Bilirubin
meningkat
(direk:
4. LDH meningkat
0,52mg/dL; indirek: 2,66mg/dL;
5. Retikulositosis
total 3,18mg/dL) 4. Retikulositosis (49,5%)
Morfologi darah tepi:
adanya proses fragmentasi pada eritrosit
(sferosit,
skistosit,
helmet cell dan retikulosit)
5. Morfologi
darah
tepi:
eritrosit
anisositosis hipokromik 6. Coomb’s test: Positif (+) 7. USG: Hepatosplenomegali
Direct Antiglobulin Test / Coomb’s test : Positif (+) TERAPI:
TERAPI:
1. Kortikosteroid:
1-1,5
Kortikosteroid
mg/kgBB/hari per oral. Bila ada
Methylprednisolone
tablet
(4
mg)
respon terhadap steroid, dosis
diberikan dengan dosis 1 mg/kgBB/hari
diturunkan tiap minggu hingga per oral dan dibagi 3 dosis. mencapai dosis 10-20 mg/hari.
Maka kebutuhan pasien adalah:
Terapi steroid dosis <30 mg/hari dapat diberikan selang sehari.
= 1 mg x 60 = 60 mg/hari
Beberapa pasien memerlukan = 20 mg/kali beri (konversi ke tablet terapi rendah,
rumatan
steroid
namun
dipertimbangkan
dosis Methylprednisolone sediaan 4 mg) perlu
modalitas
= 5 tablet Methylprednisolone/kali beri = 5 – 5 – 5
34
terapi lain apabila dosis telah >15
mg/hari
mempertahankan
untuk
Untuk menanggulangi efek pemberian
kadar
kortikosteroid
hematokrit.
adekuat
atau
tidak
bisa
dilakukan penurunan dosis selama 3 bulan. 3. Rituximab
dan
alemtuzumab.
Rituximab 100mg/minggu selama 4 minggu. 4. Imunosupresi, Azathriopin 50-200 mg/Hari,
Siklofosfamid
50-150
mg/hari 5. Danazol 600-800 mg/hari, biasanya dipakai bersama steroid, bila terjadi perbaikan, steroid diturunkan atau dihentikan diturunkan
dan
dosis
menjadi
danazol 200-400
mg/hari. 6. Transfusi dilakukan pada kondisi yang mengancam jiwa (misal Hb <3 g/dl).
keluhan
lambung, os diberi injeksi Ranitidine 50
2. Splenektomi, bila terapi steroid mg 1 ampul/hari. tidak
terhadap
35
BAB 5 KESIMPULAN
Os, perempuan, 36 tahun, datang dengan keluhan ikterik dan badan lemas akibat anemia hemolitik autoimun. Os diterapi awal dengan tirah baring, diet M II 1700 kkal, suportif cairan berupa RL 20 gtt/i. Pada tanggal 20 Agustus, os mulai diberikan terapi kortikosteroid oral berupa tablet Methylprednisolone 4 mg dengan dosis 60 mg/hari dibagi 3 kali pemberian (5 – 5 – 5) disertai injeksi Ranitidine 50 mg 1 ampul/hari. Os masuk rumah sakit sejak tanggal 14 Agustus hingga sekarang, dan direncanakan akan melakukan penjajakan berupa pemeriksaan DAT dan IgG3.
36
DAFTAR PUSTAKA [1] K. W. Taroeno-Hariadi and E. Pardjono, "Anemia Hemoliitik Imun," in Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, FKUI Press, 2014, pp. 2607-2613. [2] M. N. Callistania, "Anemia hemolitik," in Kapita Selekta, 4th ed., Jakarta,
Media Aesculapius, 2014, pp. 656-659. [3] T. DeLoughery, "Autoimmune hemolytic anemia," Hematology Board
Review, vol. 8, no. 1, pp. 1-9, 2013. [4] A. E. Lichtin, "Anemias caused by hemolysis," in The Merck Manual o
Diagnosis and Therapy, 19 ed., New Jersey, Merck Sharp & Dohme Corp, 2011, pp. 936-937. [5] P. Schick, "Hemolytic Anemia," 29 October 2014. [Online]. Available:
http://emedicine.medscape.com/article/201066-overview#showall. [Accessed 19 August 2015]. [6] C. H. Packman, "Hemolytic Anemia Resulting from Immune Injury," in
William's Hematology, 7th ed., M. A. Lichtman, E. Beutler, T. J. Kipps, U. Seligsohn, K. Kaushansky and J. T. Prchal, Eds., New York, The McGrawHill Companies, 2010. [7] L. Luzzatto, "Hemolytic Anemias and Anemia Due to Acute Blood Loss," in
Harrison's Principles of Internal Medicine , 17th ed., A. S. Fauci, D. L. Kasper, D. L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauser, J. L. Jameson and J. Loscalzo, Eds., New York, The McGraw-Hill Companies, 2008. [8] W. Levinson, "Complement," in Lange Microbiology and Immunology
Review, 10th ed., San Fransisco, The McGraw-Hill Companies, 2008. [9] A. T. Neff, "Autoimmune Hemolytic Anemias," in Wintrobe's Clinical
Hematology, 11th ed., J. P. Greer, J. Froester, J. N. Lukens, G. M. Rodgers, F. Paraskevas and B. Glader, Eds., New York, Lippincott Williams & Wilkins, 2004, pp. 941-962. [10] L.
Smith, "Autoimmune hemolytic anemias: classification," Clin Lab Sci, vol. 12, no. 110, 1999.
characteristics
and
[11] A. J. Tan, M. A. Silverberg and W. G. Gossman, "Hemolytic Uremic
Syndrome in Emergency Medicine," 21 January 2015. [Online]. Available: emedicine.medscape.com/article/779218-overview. [Accessed 21 August