BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
Sebagian wanita setelah melahirkan tidak menginginkan adanya kehamilan atau menunda kehamilan sampai 2 tahun setelah persalinan. Akan tetapi masih sangat sedikit wanita yang meninggalkan rumah sakit dengan mendapat konseling mengenai metode kontrasepsi (1) Konsep mengenai kontrasepsi pasca persalinan bukanlah hal yang baru, akan tetapi tidak banyak perhatian yang diberikan pada masa yang penting dari kehidupan wanita ini. Pada saat sekarang ini perhatian dari pengelola program kesehatan, penyedia jasa pelayanan kesehatan dan pembuat kebijakan semakin meningkat, karena menyadari akan tingginya efektifitas dan keberhasilan program keluarga berencana jika pengenalan kontrasepsi dilakukan pada saat pasca persalinan (1) Meningkatnya perhatian pemerintah mengenai kontrasepsi pasca persalinan juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan rekomendasi dari The National Meeting on
Family Planning Programs pada tahun 2008, KB pasca persalinan dan pasca keguguran ( KB PP & PK) , merupakan salah satu program utama yang harus tersedia di seluruh propinsi. Tujuan dari program ini sendiri adalah untuk meningkatkan tingkat kesehatan ibu dan anak disamping untuk meningkatkan angka penggunaan kontrasepsi. Namun, studi tentang penggunaan kontrasepsi di kalangan perempuan pasca persalinan di Indonesia sangat terbatas, kecuali beberapa studi
banding yang
dan Winfrey (2001), dan
dilakukan
Becker dan
oleh Thapa et.al Ahmed (2001)
data DHS (Demographic and Health Survey) dari berbagai Negara.
(1992), Ross menggunakan (1)
Jumlah kelahiran di Indonesia diperkirakan sekitar 4.8 juta (BPS 2015) dan 19.7 % merupakan kehamilan yang tidak diinginkan dari jumlah kelahiran. Mengingat tingginya jumlah kelahiran dan keguguran maka diperlukan suatu perencanaan kehamilan sehingga kehamilan yang terjadi merupakan kehamilan yang diinginkan. Salah satu program strategis untuk menurunkan kehamilan yang
1
tidak diinginkan menjadi 15% pada tahun 2014 adalah melalui KB pasca persalinan dan pasca keguguran. (1) 1.2 TUJUAN
Tujuan pelaksanaan KB pasca persalinan adalah :
(2)
a. Tujuan Umum : menurunkan angka kematian ibu. b. Tujuan Khusus : 1. Menurunkan kejadian ibu hamil dengan jarak kehamilan yang terlalu dekat 2. Meningkatkan cakupan peserta KB baru 3. Menurunkan unmet need 1.3 SASARAN
Sasaran pelayanan KB pasca persalinan adalah (2) : a. Ibu hamil b. Ibu bersalin c. Ibu nifas
2
BAB 2 KONSELING KB PASCA PERSALINAN 2.1 DEFINISI
Konseling adalah proses pertukaran informasi dan interaksi positif antara klien-petugas untuk membantu klien mengenali kebutuhannya, memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi. (2) Kontrasepsi adalah cara untuk menghindari/mencegah terjadinya kehamilan akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma sehingga dapat mencegah terjadinya kehamilan (3) Proses konseling yang baik mempunyai empat unsur kegiatan : 1) pembinaan hubungan yang baik, 2) penggalian dan pemberian informasi, 3) pengambilan keputusan, pemecahan masalah dan perencanaan, dan 4) menindaklanjuti pertemuan. (2) 2.2 MANFAAT KONSELING
Manfaat konseling adalah :
(2)
Membina hubungan baik dan membangun rasa saling percaya
Memberi informasi yang lengkap, jelas dan benar
Membantu klien dalam memilih dan memutuskan metode kontrasepsi
yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhannya Memberikan rasa puas kepada klien terhadap pilihannya
2.3 TAHAPAN KONSELING
Dalam memberikan konseling, dapat diterapkan enam langkah dengan kata kunci “SATU TUJU” :
(2)
SA : SApa dan salam kepada klien secara sopan dan ramah T : Tanyakan kepada klien informasi tentang dirinya, pengalaman berKB dan keinginan metode yang akan digunakan
U : Uraikan pada klien informasi tentang beberapa pilihan metode KB pasca persalinan yang direkomendasikan
TU: BanTU klien dalam memilih dan memutuskan pilihan
3
J : Jelaskan secara lengkap tentang metode kontrasepsi yang dipilih klien
U : Buat rencana kunjungan Ulang dan kapan klien akan kembali
Poin kunci dalam pelayanan KB
(2)
:
Tetap mempromosikan ASI eksklusif
Memberikan informasi tentang waktu dan jarak kelahiran yang baik
Memastikan tujuanklien ber-KB apakah untuk membatasi jumlah anak atau mengatur jarak kelahiran
Setelah dilakukan konseling pada klien dan sudah ditentukan metode kontrasepsi yang dipilih, klien memberikan persetujuannya berupa tanda tangan pada lembar persetujuan tindakan medis (informed consent) untuk metode KB AKDR, implant, kontrasepsi mantap (tubektomi dan vasektomi). Untuk konseling dapat digunakan alat bantu algoritma berikut.
Gambar 1. Algoritma Pilihan KB Pasca Persalinan (2)
4
2.4 ARTI PENTING KB PASCA PERSALINAN
Alasan pelaksanaan KB pasca persalinan antara lain : ( 1) 1. Ovulasi pertama pasca persalinan terjadi < 6 minggu pada wanita yang tidak menyusui ( rata-rata 45 hari ), dan bisa berlangsung lebih lama pada wanita yang menyusui. 2. Masa anovulasi pasca persalinan mempunyai hubungan yang erat dengan lama menyusui. Kajian yang dilakukan pada 29 wanita menyusui dan 10 wanita yang tidak menyusui menunjukkan semua wanita yang menyusui tetap menjadi anovulasi sampai 3 bulan pasca persalinan dan 96 % diantaranya berlanjut sampai 6 bulan pasca persalinan. Pada penelitian yang dilakukan di Skotlandia, tidak menemukan adanya ovulasi pada wanita yang menyusui secara ekslusif. 3. Pelaksanaan kontrasepsi pasca persalinan mempunyai pengaruh besar dalam mengatur waktu kehamilan dan memberikan jarak yang optimal untuk persalinan selanjutnya Dalam rangka menurunkan risiko terhadap ibu dan luaran bayi, WHO pada tahun 2006 merekomendasikan jarak kehamilan yang optilmal untuk kehamilan selanjutnya adalah 24 bulan. 4. Komplikasi yang serius dan lebih dari setengah kematian ibu terjadi pada masa pasca persalinan, terutama di Negara-negara berkembang Penggunaan kontrasepsi pasca persalinan bisa menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan anak.
5
BAB 3 METODE KONTRASEPI PASCA PERSALINAN
Waktu untuk memulai suatu kontrasepsi tergantung dari status menyusui ibu. (4),(5)
Dalam pedoman pelaksanaan kontrasepsi pasca persalinan ini akan diuraikan
jenis-jenis kontrasepsi. Secara umum, hampir semua metode kontrasepsi dapat digunakan sebagai metode KB pasca persalinan. Metode KB pasca persalinan dibagi dalam dua jenis.(2) a. Non Hormonal : 1. Metode Amenore Laktasi (MAL) 2. Kondom 3. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) 4. Kontrasepsi Mantap (Tubektomi dan Vasektomi) b. Hormonal : 1. Progestin: pil, injeksi dan implan 2. Kombinasi: pil dan injeksi 3.1
NON HORMONAL
3.1.1 Metode Amenore Laktasi ( MAL)
Metode amenore laktasi adalah metode kontrasepsi sementara yang bisa dimulai sejak bayi lahir sampai 6 bulan pasca persalinan jika pasien memenuhi 3 kriteria yang telah ditetapkan, yaitu :
(4),(6)
a. Pasien belum menstruasi (lochia pada 8 minggu awal masa pasca persalinan tidak dianggap sebagai perdarahan menstruasi. Setelah periode ini 2 hari perdarahan atau bercak pada pasien dianggap sebagai menstruasi pasien sudah kembali ) b. Bayi menyusui secara penuh atau hampir penuh, didefinisikan sebagai 1. Bayi disusui pada saat siang dan malam, 2. Bayi disusui dengan jarak tidak boleh lebih dari 4 jam 3. Bayi tidak mendapat makanan atau minuman tambahan lainnya c. Umur bayi kurang dari 6 bulan.
6
(6) Gambar 2. Metode Kontrasepsi Pada Wanita Menyusui
a. Mekanisme Kontrasepsi
Mekanisme metode amenore laktasi adalah stimulasi yang dihasilkan dari proses penghisapan yang dilakukan oleh bayi akan diubah menjadi sinyal yang akan diteruskan ke hipotalamus dan hipofisis anterior. Sinyal yang dikirim akan menyebabkan perubahan kadar FSH dan LH yang mencegah terjadinya ovulasi . Kadar hormon tinggi ini dipertahankan oleh proses penghisapan puting susu yang sering oleh bayi, dengan jarak antar menyusui tidak lebih dari 4-6 jam. Keberhasilan metode amenora laktasi sangat dipengaruhi oleh frekuensi menyusui, penggunaan dot, botol untuk menyusui, pemberian makanan selain asi, jarak yang panjang diantara menyusui, stress dan penyakit pada ibu atau anak. (3),(5) b. Efektifitas
Penelitian yang dilakukan menunjukkan wanita yang memenuhi 3 kriteria metode amenore laktasi (amenore, menyusui secara penuh dan < 6 bulan pascapersalinan) memiliki angka keberhasilan 98% atau lebih sebagai metode kontrasepsi. (3),(5)
7
Gambar 3. Kriteria Metode Amenore Laktasi c. Keuntungan
1) Bisa dimulai segera setelah persalinan 2) Sangat efektif 3) Sangat ekonomis dan mudah 4) Tidak mempunyai efek samping hormonal 5) Tidak mempengaruhi hubungan sexual 6) Meningkatkan proses menyusui 7) Disamping itu proses menyusui meningkatkan ikatan antara ibu dan anak. Selain itu ASI merupakan sumber makanan yang bisa diberikan kapan saja, bersih dan mudah diberikan pada saat kapanpun.
8
d. Kerugian
1) Metode jangka pendek ( hingga 6 bulan ) 2) Membutuhkan proses menyusui yang mungkin tidak nyaman bagi sebagian wanita 3) Tidak melindungi wanita dari penyakit menular sexual atau HIV 3.1.2
KONDOM
a. Definisi
Kondom merupakan selubung sarung karet sebagai salah satu metode kontrasepsi atau alat untuk mencegah kahamilan dan atau penularan penyakit kelamin pada saat bersenggama. Pengguna kondom perlu memperhatikan cara menggunakan kondom yang benar dan tepat. (2) b. Cara Kerja Menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara
mengemas sperma di ujung selubung karet yang dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah ke dalam saluran reproduksi perempuan, Mencegah penularan mikroorganisme (IMS termasuk HBV dan HIV/AIDS) dari satu pasangan kepada pasangan yang lain (khusus kondom yang terbuat dari lateks). (2) c. Keuntungan (2)
1) Kontrasepsi
Efektif mencegah kehamilan bila digunakan dengan benar
Tidak mengganggu produksi ASI
Tidak mengganggu kesehatan klien
Tidak mempunyai pengaruh sistemik
Murah dan dapat dibeli secara umum
Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus
Metode kontrasepsi sementara bila metode kontrasepsi lainnya harus ditunda
2) Non kontrasepsi
Membantu mencegah terjadinya kanker serviks (mengurangi iritasi bahan karsinogen pada serviks) 9
e.
Mencegah penularan IMS atau HIV
Memberi dorongan kepada suami untuk ikut ber-KB
Mencegah ejakulasi dini
Saling berinteraksi sesama pasangan
Keterbatasan (2)
1. Efektivitas tidak terlalu tinggi 2. Cara penggunaan sangat mempengaruhi keberhasilan kontrasepsi 3. Agak mengganggu hubungan seksual (mengurangi sentuhan langsung) 4. Bisa menyebabkan kesulitan untuk mempertahankan ereksi 5. Harus selalu tersedia setiap kali berhubungan seksual 6. Malu membeli kondom di tempat umum 7. Pembuangan kondom bekas mungkin menimbulkan masalah dalam hal limbah 3.1.3
AKDR ( Alat Kontrasepsi Dalam Rahim )
a. Definisi
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau yang lebih dikenal dengan IUD (Intra Uterine Devices) adalah bahan inert sintetik (dengan atau tanpa unsur tambahan untuk sinergi efektifitas) dengan berbagai bentuk yang dipasangkan ke dalam rahim untuk menghasilkan efek kontraseptif. b. Mekanisme Kerja
Intra uterine devices (IUD) merupakan benda asing yang dimasukkan
ke dalam rahim. Keberadannya dapat merangsang timbulnya reaksi tubuh terhadap benda asing berupa fagositosis oleh leukosit, makrofag dan limfosit. Pemadatan endometrium akibat reaksi fagositosis menyebabkan blastokis rusak sehingga nidasi terhalangi. Selain itu IUD juga menimbulkan terjadinya perubahan pengeluaran cairan dan prostaglandin yang dapat menghalangi kapasitasi spermatozoa. Pada IUD yang mengandung logam misalnya tembaga, ion yang dilepaskan oleh logam akan menganggu gerakan spermatozoa dan mengurangi kemampuan melakukan konsepsi.
10
c. Keuntungan
Efektivitas tinggi, 99,2-99,4% (0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama)
Dapat efektif segera setelah pemasangan
Metode jangka panjang
Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat
Tidak mempenganhi hubungan seksual
Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil
Tidak ada efek samping hormonal
Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi)
Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir)
Tidak ada interaksi dengan obat-obat
Membantu mencegah kehamilan ektopik
d. Keterbatasan
Tidak mencegah infeksi Menular Seksual
Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan
Diperlukan prosedur medis termasuk pemeriksaan pelvis
Klien tidak dapat melepas AKDR sendiri
Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila AKDR dipasang segera sesudah melahirkan)
Klien harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu, Untuk melakukan ini perempuan harus memasukkan jarinya ke dalam vagina, sebagian perempuan tidak mau melakukan ini.
e. Efek Samping Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang
setelah 3 bulan)
11
Haid lebih lama dan banyak
Perdarahan (spotting) antarmenstruasi
Saat haid lebih sakit
Merasakan sakit selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan
Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia
Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar)
f. Jenis-Jenis IUD
Pada saat ini IUD telah memasuki generasi ke-4. karena itu berpuluhpuluh macam IUD telah dikembangkan. Mulai dari genersi pertama yang terbuat dari benang sutra dan logam sampai generasi plastic (polietilen) baik yang ditambah obat maupun tidak. Menurut bentuknya IUD dibagi menjadi : 1.
Bentuk terbuka (open device) Misalnya: Lippes Loop, CUT, Cu-7. Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T
2.
Bentuk tertutup (closed device) Misalnya: Ota-Ring, Atigon, dan Graten Berg Ring.
Menurut Tambahan atau Metal : 1.
Medicated IUD Misalnya: Cu T 200, Cu T 220, Cu T 300, Cu T 380 A, Cu-7, Nova T, MLCu 375
2.
Un Medicated IUD Misalnya: Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil, Antigon.
12
Gambar 4. Berbagai macam IUD
Gambar 5. Berbagai macam IUD
g. Jenis Pemasangan IUD pasca persalinan
IUD merupakan pilihan kontrasepsi yang tepat digunakan pada masa pasca persalinan tanpa melihat status menyusui ibu, karena tidak mempengaruhi kadar hormonal. (8) Pemasangan IUD pasca persalinan bisa dibagi menjadi 3 macam, yaitu : (9) 1) Pemasangan Post Plasenta
13
Pemasangan IUD dalam 10 menit setelah lahirnya plasenta pada persalinan pervaginam. Pemasangan bisa dilakukan dengan menggunakan
ringed forceps atau secara manual. Pada saat ini serviks masih berdilatasi sehingga
memungkinkan
untuk
penggunaan
tangan
atau
forsep.
Penggunaan inserter IUD interval tidak bisa digunakan pada pemasangan post plasenta, karena ukuran inserter yang pendek sehingga tidak bisa mencapai fundus. Selain itu, karena uterus yang masih lunak sehingga memungkinkan terjadinya perforasi lebih besar dibandingkan dengan menggunakan ringed forceps atau secara manual. 2) Pemasangan Segera Pasca Persalinan
Pemasangan IUD pada masa ini dilakukan setelah periode post plasenta sampai 48 jam pasca persalinan. Teknik pemasangan IUD pada saat ini masih bisa dengan menggunakan ringed forsep, karena serviks masih berdilatasi, tetapi tidak bisa dilakukan secara manual. Penggunaan inserter IUD interval sebaiknya tidak digunakan, karena kemungkinan terjadinya perforasi yang lebih tinggi. 3) Pemasangan IUD Transcesarian
Pemasangan pada transcesarian dilakukan sebelum penjahitan insisi uterus. Bisa dilakukan dengan meletakkan IUD pada fundus uteri secara manual atau dengan menggunakan alat. Pemasangan IUD setelah 48 jam sampai 4 minggu pasca persalinan tidak dianjurkan karena angka kejadian ekspulsi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemasangan segera pasca persalinan dan pemasangan IUD interval. 4) Pemasangan IUD Pasca Abortus
Merupakan pemasangan IUD setelah terjadinya abortus : o
Trimester 1 : bisa dilakukan dengan teknik pemasangan IUD interval karena serviks berdilatasi minimal dan hanya inserter IUD yang bisa masuk kedalam kavum uteri. Selain itu ukuran uterus relatif tidak mengalami perbesaran dan lebih kaku sehingga mempunyai angka risiko perforasi yang kecil .
14
o
Trimester 2 : bisa dilakukan dengan menggunakan teknik interval atau dengan menggunakan teknik forsep. Forsep digunakan jika serviks cukup berdilatasi.
5) Pemasangan IUD Interval
Merupakan pemasangan IUD yang dilakukan lebih dari 4 minggu pasca persalinan. Pemasangan IUD dilakukan dengan menggunakan inserter IUD. f. Persiapan Alat(9)
Alat yang dibutuhkan untuk pemasangan IUD :
Tabel 1 . Alat-alat yang dibutuhkan untuk pemasangan IUD
g. Teknik Pemasangan (9) 1)
Pemasangan Dengan MenggunakanRinged F orsceps
Pada teknik pemasangan ini dibutuhkan seorang asisten untuk memastikan tindakan asepsis dan pemasangan IUD yang aman. Tahap – tahap pemasangan IUD, yaitu : 1. Palpasi uterus untuk menentukan tinggi fundus dan kuatnya kontraksi 2. Lakukan cuci tangan 3. Gunakan sarung tangan steril 4. Letakkan duk steril pada abdomen bagian bawah dan di bawah bokong 5. Susun semua instrumen yang dibutuhkan pada tempat steril
15
6. Pastikan bokong pasien pada ujung meja tindakan , hal ini akan memudahkan dalam pemasangan spekulum 7. Pada kasus pemasangan post plasenta, masukan spekulum ke dalam vagina untuk eksplorasi apakah terdapat laserasi, jika ada dilakukan penjahitan sebelum pemasangan IUD 8. Pada pemasangan pasca persalinan, masukkan spekulum ke dalam vagina untuk menampakkan serviks 9. Dengan menggunakan tangan yang lain bersihkan serviks dan dinding vagina dengan menggunakan cairan antiseptik 10. Jepit serviks anterior dengan menggunakan ring forceps 11. Asisten membuka IUD dari kemasannya, dan jepit IUD dengan menggunakan forseps Kelly atau dengan menggunakan penster yang panjang.
Gambar 6a. Cara menjepit IUD
12. IUD harus dijepit pada lengan vertikal , dan lengan horizontal dari IUD diluar dari cincin penjepit. Hal ini akan memudahkan pelepasan IUD pada fundus dan mengurangi risiko tertariknya IUD ketika forsep dilepaskan
16
Gambar 6b. Posisi ringed forsep pada IUD
13. Letakkan IUD menghadap lingkar dalam forsep kelly dengan benang menjauhi forsep. Setelah itu setelah forsep dilepaskan akan lebih mudah untuk mengeluarkan forsep secara menyamping dan benang IUD tidak akan tertarik keluar (asisten menahan spekulum ketika operator memasang IUD dengan forsep kedalam uterus).
Gambar 6c Posisi ringed forsep pada IUD
14. Setelah itu , tarik keluar forsep yang memegang servik sampai servik terlihat
17
15. Masukkan forsep yang sedah menjepit IUD kedalam vagina searah dengan lengkungan tubuh wanita
Gambar 7a. Posisi ringed forsep saat masuk ke dalam vagina
16. Setelah forsep yang berisi IUD melewati serviks, asisten melepaskan spekulum dari vagina
Gambar 7b. Posisi ringed forsep saat masuk ke dalam vagina
18
Gambar 7c. Posisi ringed forsep saat masuk ke dalam vagina
17. Lepaskan forsep yang memegang serviks dan tangan operator dipindahkan ke abdomen untuk meraba fundus. 18. Dengan posisi tangan di abdomen, fiksasi uterus dengan melakukan tekanan pada dinding abdomen, hal ini akan mencegah uterus bergerak pada saat pemasangan IUD
Gambar 8. Posisi tangan kiri pada fundus
19. Arahkan forsep yang berisi IUD ke arah fundus
19
Gambar 9. Mengarahkan ringed forceps ke arah fundus
20. Pada pasien dengan bekas sectio sesaria, arahkan forsep ke posterior untuk mencegah ruptur pada bekas insisi pada SBR 21. Setelah forsep mencapai fundus, putar forsep 45 derajat sehingga IUD akan berada pada posisi horizontal 22. Buka forsep untuk melepaskan IUD, dan lepaskan secara perlahan forsep dalam keadaan sedikit terbuka. Setelah forsep dikeluarkan, tekan introitus vagina dengan menggunakan 2 jari untuk melihat benang IUD, pada uterus yang berkontraksi dengan baik, benang IUD mungkin terlihat, pada kasus ini tidak perlu dilakukan tindakan apapun. Pada uterus yang besar sesuai pada pemeriksaan awal, jika benang IUD terlihat dari serviks, hal ini menandakan IUD belum mencapai fundus. Dan harus dilakukan pemasangan ulang IUD dengan menggunakan IUD baru b. Pemasangan IUD Post Plasenta Secara Manual(9)
Teknik ini hanya bisa dilakukan dalam 10 menit setelah lahirnya plasenta Perbedaan mendasar teknik ini jika dibandingkan dengan teknik yang menggunakan alat adalah :
Fungsi forsep digantikan oleh tangan
IUD dijepit diantara jari telunjuk dan jari tengah pada lengan vertikal
20
Gambar 10. Posisi tangan menjepit IUD
Dengan bantuan spekulum, serviks diidentifikasi dan jepit dengan menggunakan forsep
Gambar 11a. Posisi tangan yang menjepit IUD saat masuk vagina
Lepaskan spekulum dan masukkan tangan yang sudah menjepit IUD, searah dengan lengkung panggul ke dalam vagina sampai kedalam uterus.
21
Lepaskan forsep yang menjepit serviks dan letakkan tangan pada abdomen untuk memfiksasi uterus
Gambar 11b. Posisi Tangan Yang Menjepit IUD Saat Masuk Vagina
Setelah tangan jari yang memegang IUD mencapai fundus, putar 45 derajat ke kanan untuk memposisikan IUD pada posisi horizondal pada fundus uteri
Lepaskan jari yang menjepit IUD dan keluarkan secara perlahan dan hati-hati untuk mencegah terlepasnya IUD
Gambar 12. Posisi tangan di dalam uterus
22
c. Pemasangan IUD Pada Sectio Sesaria
Lakukan masase pada uterus sehingga perdarahan berkurang, pastikan tidak terdapat sisa jaringan plasenta didalam cavum uteri
Pasang IUD pada fundus secara manual atau dengan menggunakan alat
Sebelum melakukan penutupan sayatan , letakkan benang IUD pada segmen bawah rahim, dekat ke OUI . jangan sampai benang melewati servik karena akan meningkatkan risiko infeksi.
3.1.4 KONTRASEPSI MANTAP a. Tubektomi (Metode operasi wanita/ MOW)
Tubektomi merupakan metode kontrasepsi mantap yang bersifat sukarela bagi seorang wanita bila tidak ingin hamil lagi dengan cara mengoklusi tuba falopi (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum. Waktu menggunakan idealnya dilakukan dalam 48 jam pasca persalinan. Dapat dilakukan segera setelah persalinan atau setelah operasi sesar. Jika tidak dapat dikerjakan dalam 1 minggu setelah persalinan, ditunda 4-6 minggu. (2) Jenis :
Minilaparotomi
Laparoskopi (tidak tepat untuk klien pascapersainan) (2)
1) Keuntungan : Efektivitas tinggi 99,5% (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun
pertama penggunaan)
Tidak mempengaruhi proses menyusui
Tidak bergantung pada faktor senggama
Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius
Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual
23
2) Keterbatasan : (2)
Harus dipertimbangkan sifat permanen kontrasepsi (tidak dapat dipulihkan kembali, kecuali dengan operasi rekanalisasi)
Rasa sakit / ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
Dilakukan oleh dokter yang terlatih
Tidak melindungi diri dari IMS, hepatitis dan HIV
b. Vasektomi (Metode Operasi Pria/ MOP)
Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan cara mengoklusi vasa deferens sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum) tidak terjadi. (2)
Jenis :
Insisi
Vasektomi Tanpa Pisau (TP)
1) Keuntungan :
Efektivitas tinggi 99,6-99,8 %.
Sangat aman, tidak ditemukan efek samping jangka panjang
Morbiditas dan mortalitas jarang
Hanya sekali aplikasi dan efektif dalam jangka panjang
2) Keterbatasan :
Tidak efektif segera, WHO menyarankan kontrasepsi tambahan selama 3 bulan setelah prosedur (kurang lebih 20 kali ejakulasi).
Komplikasi minor 5-10% seperti infeksi, perdarahan, nyeri pasca operasi
Teknik tanpa pisau merupakan pilihan mengurangi perdarahan dan nyeri dibandingkan teknik insisi
3.2 HORMONAL 3.2.1
HORMON PROGESTIN
merupakan metode kontrasepsi dengan menggunakan progestin, yaitu bahan tiruan dari progesteron. (2) Cara Kerjanya yaitu :
Mencegah ovulasi
24
Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma.
Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi
Menghambat transportasi gamet oleh tuba
a. PIL
Jenis :
Kemasan 28 pil berisi 75 ug norgestrel
Kemasan 35 pil berisi 300 ug levonorgestrel atau 350 ug norethindrone
Keuntungan :
Efektif jika diminum setiap hari di waktu yang sama (0,05-5 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama)
Tidak diperlukan pemeriksaan panggul
Tidak mempengaruhi ASI
Tidak mempengaruhi hubungan seksual
Kembalinya fertilitas segera jika pemakaian dihentikan
Mudah digunakan dan nyaman
Efek samping kecil
Keterbatasan :
Harus digunakan setiap hari dan pada waktu yang sama. Bila lupa satu pil saja, kegagalan menjadi lebih besar
Risiko kehamilan ektopik cukup tinggi, tetapi risiko ini lebih rendah jika dibandingkan dengan perempuan yang tidak menggunakan minipil
Efektivitas menjadi rendah bila digunakan bersamaan dengan obat tuberkulosis atau obat epilepsi
Tidak mencegah IMS
Efek samping :
Hampir 30-60% mengalami gangguan haid (perdarahan sela, spotting,
amenorhea) Peningkatan/penurunan berat badan
Payudara menjadi tegang, mual, sakit kepala dermatitis atau jerawat
25
Hirsutisme (tumbuh rambut/bulu berlebihan di daerah muka) tetapi sangat jarang terjadi
Waktu mulai menggunakan : (2)
Pada ibu menyusui dapat menggunakan setelah 6 minggu pasca persalinan
Pada ibu tidak menyusui dapat menggunakan segera setelah persalinan.
b. Injeksi Suntikan
Tersedia 2 jenis kontrasepsi suntikan yang hanya mengandung progestin yaitu :
Depo medroksiprogesteron asetat mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik intramuskular di daerah bokong
Depo noretisteron enanatat mengandung 200 mg noretindron enantat, diberikan setiap 2 bulan dengan cara disuntik intramuskular
Keuntungan :
Sangat efektif (0,3 kehamilan per 100 perempuan dalam satu tahun pertama).
Pencegahan kehamilan jangka panjang
Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri
Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah
Tidak mempengaruhi ASI
Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik
Keterbatasan : (2)
Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan (harus kembali sesuai jadwal suntikan)
Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikut
Tidak mencegah IMS
Terlambatnya kembalinya kesuburan setelah penghentian pemakaian
26
Efek samping :
Gangguan haid seperti siklus haid yang memendek atau memanjang, perdarahan yang banyak atau sedikit, perdarahan bercak spotting, tidak haid sama sekali
Peningkatan berat badan
Sedikit menurunkan kepadatan (densitas) tulang pada penggunaan jangka panjang
Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina menurunkan libido, gangguan emos (jarang), sakit kepala, nervositas, jerawat
Waktu mulai menggunakan :
Pada ibu menyusui dapat menggunakan setelah 6 minggu pasca persalinan
Pada ibu tidak menyusui dapat menggunakan segera setelah persalinan.
c. Implan
Implan adalah alat kontrasepsi bawah kulit yang mengandung progestin yang dibungkus dalam kapsul silastik silikon polidimetri. Jenis :
Norplan, terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3.4 cm, diameter 2.4 mm yang diisi dengan 36 mg levonorgestrel dan lama
kerjanya 5 tahun Implanon, terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm, diameter 2 mm yang diisi dengan 68 mg 3 keto desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun
Jadelle dan Indoplan, terdiri dari dua batang berisi 75 mg Levonorgestrel dengan lama kerjanya 3 tahun
Keuntungan, dibagi menjadi 2 yaltu : a. Keuntungan Kontrasepsi
Sangat efektif (kegagalan 0,2 -1,0 kehamilan per 100 perempuan
Daya guna tinggi
Perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun)
27
Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan
Tidak memerlukan pemeriksaan dalam
Bebas dari pengaruh estrogen
Tidak menggangu hubungan seksual
Tidak mengganggu ASI
b. Non kontrasepsi
Mengurangi nyeri haid
Mengurangi jumlah darah haid
Mengurang/memperbaiki anemia
Melindungi terjadinya kanker endometrium
Keterbatasan :
Membutuhkan tindakan pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan
Tidak mencegah IMS
Klien tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian kontrasepsi, akan tetapi harus pergi ke klinik untuk pencabutan
Efektivitas menurun bila menggunakan obat tuberkulosis atau obat eplepsi
Tejadinya kehamilan ektopik sedikit lebih tinggi
Efek samping :
Sakit kepala, nyeri payudara
Amenorhea
Perasaan mual
Perdarahan bercak ringan
Infeksi pada daerah insisi
Penambahan berat badan
3.2.3 HORMON KOMBINASI
Rekomendasi dari Centers for disease control ( CDC) Amerika Serikat menganjurkan wanita pasca persalinan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi pada 21 hari pertama pasca persalinan karena tingginya angka kejadian trombo emboli vena.(11) Pada hari ke 21 sampai 42 pasca persalinan, kontrasepsi hormonal kombinasi bisa diberikan pada wanita yang tidak memiliki
28
risiko tromboemboli vena. Dan setelah 42 hari pasca persalinan kontrasepsi hormonal kombinasi bisa digunakan. (3),(10) Perubahan hematologi selama kehamilan , termasuk peningkatan faktor koagulasi dan fibrinogen dan penurunan antikoagulan menyebabkan risiko terjadinya tromboemboli vena meningkat. Disamping itu beberapa faktor yang terdapat pada ibu , juga meningkatkan risiko ini seperti umur >35 tahun , merokok, persalinan dengan sectio sesaria . Hal ini juga mejadi pertimbangan dalam pemilihan kontrasepsi hormonal kombinasi pada wanita pasca persalinan , karena berhubungan dengan peningkatan risiko Trombemboli vena. (10) Dari tinjauan yang dilakukan oleh WHO dan CDC terhadap 13 studi yang dilakukan menunjukkan risiko tromboemboli vena pada wanita dalam 42 hari pasca persalinan adalah 22 sampai 84 kali lebih besar dibandingkan pada wanita yang tidak hamil pada usia reproduksi. Risiko tertinggi adalah segera setelah persalinan dan menurun secara cepat pada 21 hari pertama pasca persalinan tetapi menetap sampai 42 hari pasca persalinan pada sebagian besar studi yang dilakukan. Penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi yang bisa meningkatkan risiko tromboemboli vena pada wanita sehat pada usia reproduksi , risikonya akan lebih meningkat jika digunakan pada wanita pasca persalinan.
(11), (10)
Rekomendasi dari CDC mengenai penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi pada perode pasca persalinan pada wanita yang tidak menyusui seperti pada tabel (10)
29
KONDISI
KATEGORI*
KLARIFIKASI / EVIDENCE
Pasca persalinan ( tidak menyusui ) a. <21 hari
4
Bukti: tidak ada bukti langsung mengenai risiko VTE pada penggunaan kontrasepsi hormonal kontrasepsi . Risiko VTE meningkat selama kehamilan dan pascapersalinan, risiko ini paling tinggi pada minggu 1 pasca persalinan dan menurun ke normal pada 42 hari pasca persalinan.
b. 21-42 hari
Klarifikasi: untuk wanita dengan risiko lain VTE, kategori bisa menjadi 4 (
a. Dengan risiko lain VTE( >35 th, VTE
sebelumnya,
3
trombofilia,
immobilitas, riwayat tranfusi, BMI>
merokok, DVT/ emboli paru, PPCM) Bukti: tidak ada bukti langsung mengenai risiko VTE pada penggunaan
2
kontrasepsi hormonal kontrasepsi. Risiko VTE meningkat selama kehamilan dan
30, HHP, post SC, preeklampsi, atau
pascapersalinan, risiko ini paling tinggi pada minggu 1 pasca persalinan dan
merokok
menurun ke normal pada 42 hari pasca persalinan.
b. Tanpa risiko VTE c. > 42 hari
1
VTE: venous tromboembolism, KHK: kontrasepsi hormonal kombinasi; DVT: deep vein t hrombosis; Kategori : 1:= ti dak ada kontraindikasi penggunaan kontrasepsi; 2= keuntungan penggunaan kontrasepsi lebih besar dari risiko yang ditimbulkan; 3= risiko lebih besar j ika dibandingkan dengan penggunaan kontrasepsi ; 4= risiko yang tidak bisa diterima jika kontrasepsi digunakan
Tabel 2. Rekomendasi penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi pada wanita yang tidak menyusui
30
Pada wanita yang kurang dari 21 hari pasca persalinan penggunaan kontasepsi hormonal kombinasi menunjukkan risiko yang tinggi dan sebaiknya tidak digunakan ( kategori 4 ). Pada wanita pada 21 hari sampai 42 hari pasca persalinan dan mempunyai risiko lain trombo emboli vena risiko penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi lebih tinggi , oleh karena itu sebaiknya tidak digunakan ( kategori 3), sedangkan pada wanita yang tidak memiliki faktor risiko tromboemboli vena yang lain , penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi bisa digunakan ( kategori 2 ) . Pada wanita > 42 hari pasca persalinan tidak ada halangan untuk penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi (kategori 1).(10) Rekomendasi terpisah oleh US MEC pada tahun 2010 pada wanita < 1 bulan pasca persalinan ,pada wanita menyusui penggunaan kontrasepsi hormonal pasca persalinan termasuk kategori 3. Setelah 1 bulan pasca persalinan penggunaan kontrasepsi hormonal termasuk kategori 2 pada wanita menyusui. (10)
31
KONDISI
KATEGORI*
Pasca persalinan ( menyusui )
KLARIFIKASI / EVIDENCE
Klarifikasi : kementerian kesehatan AS merekomendasikan bayi seharusnya mendapatkan ASI secara eksklusif selama 4-6 bulan pertama, dan dianjurkan selama 6 bulan dan idealnya dilanjutkan sampai 1 tahun. Bukti: uji klinik yang dilakukan menunjukkan hasil yang berbeda mengenai efek pada produksi ASI pada wanita yang menggunaka KOK ; dan tidak terdapat bukti yang cukup mengenai efek pada berat bayi. Efek samping pada kesehatan bayi karena paparan estrogen tidak bisa dibuktikan. Secara umum uji klinik yang dilakukan memiliki kualitas yang rendah, tidak memiliki standar mengenai defenisi dan luaran mengenai proses menyusui, dan tidak memasukkan bayi premature dan sakit. Kajian ilmiah menunjukkan efek dari KHK pda produksi ASI lebih besar pada awal masa pasca persalinan
a.
<21 hari
4
Bukti: tidak ada bukti langsung mengenai risiko VTE pada penggunaan kontrasepsi hormonal kontrasepsi . Risiko VTE meningkat selama kehamilan dan pascapersalinan, risiko ini paling
32
tinggi pada minggu 1 pasca persalinan dan menurun ke normal pada 42 hari pasca persalinan.
b. 21-30 hari
Klarifikasi: untuk wanita dengan risiko lain VTE, kategori bisa
1. Dengan risiko lain VTE( >35 th, VTE sebelumnya, trombofilia, immobilitas, riwayat tranfusi, BMI>
30,
HHP,
post
3
menjadi 4 ( merokok, DVT/ emboli paru, PPCM)
3
Bukti: tidak ada bukti langsung mengenai risiko VTE pada penggunaan kontrasepsi hormonal kontrasepsi. Risiko VTE
SC,
meningkat selama kehamilan dan pascapersalinan, risiko ini paling
preeklampsi, atau merokok
tinggi pada minggu 1 pasca persalinan dan menurun ke normal pada
2. Tanpa risiko VTE
42 hari pasca persalinan. c.
30- 42 hari
Klarifikasi: untuk wanita dengan risiko lain VTE, kategori bisa
1. Dengan risiko lain VTE( >35 th, VTE
sebelumnya,
trombofilia,
immobilitas,
riwayat
BMI>
HHP,
30,
tranfusi, post
preeklampsi, atau merokok 2. Tanpa risiko VTE
3
SC,
menjadi 4 ( merokok, DVT/ emboli paru, PPCM) Bukti: tidak ada bukti langsung mengenai risiko VTE pada
2
penggunaan
kontrasepsi
hormonal
kontrasepsi.
Risiko
VTE
meningkat selama kehamilan dan pascapersalinan, risiko ini paling tinggi pada minggu 1 pasca persalinan dan menurun ke normal pada 42 hari pasca persalinan.
33
d. > 42 hari
2
VTE: venous tromboembolism, KHK: kontrasepsi hormonal kombinasi; DVT: deep vein thrombosis; Kategori : 1:= ti dak ada kontraindikasi penggunaan kontrasepsi; 2= keuntungan penggunaan kontrasepsi lebih besar dari risiko yang ditimbulkan; 3= risiko lebih besar j ika dibandingkan dengan penggunaan kontrasepsi ; 4= risiko yang tidak bisa diterima jika kontrasepsi digunakan
Tabel 3. Rekomendasi Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Kombinasi Pada Wanita Yang Menyusui
34
a. Pil(2)
Jenis :
Monofasik
:
kemasan
21
tablet
mengandung
hormone
aktif
estrogen/progestin dalam dosis yang sama dan 7 tablet tanpa hormon aktif.
Bifasik : kemasan 21 tablt mengandung hormone aktif estrogen/progestin dengan dua dosis yang berbeda dan 7 tablet tanpa hormone aktif.
Trifasik : kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif estrogen/progestin dengan tiga dosis yang berbeda dan 7 tablet tanpa hormone aktif.
Waktu mulai menggunakan : Direkomendasikan hanya untuk ibu tidak menyusui :
Ibu pasca persalinan : aman digunakan setelah 3 minggu pasca prsalinan
Ibu pasca keguguran : segera atau dalam 7 hari setelah keguguran
Keuntungan :
Efektivitas yang tinggi (1 kehamilan per 100 perempuan dalam tahun pertama penggunaan)
Mudah dihentikan setiap saat
Tidak mengganggu hubungan seksual
Kesuburan segera kembali setelah penggunaan dihentikan
Keterbatasan :
Membosankan karena harus menggunakannya setiap hari
Tidak boleh diberikan kepada perempuan menyusui (mengurangi ASI)
Tidak mencegah IMS
Efek samping :
Mual terutama pada 3 bulan pertama
Perdarahan bercak atau perdarahan sela terutama 3 bulan pertama
Sakit kepala, nyeri payudara
Berat badan sedikit naik
b. Injeksi Suntikan(2)
Jenis :
35
25 mg Depo Medroksiprogesteron Asetat dan 5 mg Estradiol Sipionat yang diberikan injeksi intramuskular sebulan sekali
50 mg Noretindron enantat dan 5 mg Estradiol Valerat yang diberikan injeksi intramuscular sebulan sekali
Keuntungan : a. Keuntungan Kontrasepsi :
Sangat efektif (0,1-0,4 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan)
Risiko terhadap kesehatan kecil
Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri
Tidak diperlukan pemeriksaan dalam
Efek samping sangat kecil
b. Keuntungan Non kontrasepsi
Mengurangi jumlah perdarahan
Mengurangi nyeri saat haid
Mencegah anemia
Kerugian :
Pola haid tidak teratur, perdarahan bercak atau perdarahan sela sampai 10 hari
Mual, nyeri kepala, nyeri payudara ringan dan keluhan seperti ini akan hilang setelah suntikan kedua atau ketiga
Ketergantungan klien terhadap pelayanan kesehatan
Klien harus kembali setiap 30 hari untuk mendapatkan suntikan
Efektivitas berkurang bila digunakan bersamaan dengan obat epilepsi (fenitoin dan barbiturat) atau obat tuberkulosis (rifampisin)
Penambahan berat badan
Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi menular
seksual, hepatitis B virus atau virus HIV Kemungkinan terlambatnya pemulihan kesuburan setelah penghentian pemakaian
36
Waktu mulai menggunakan :
Direkomendasikan hanya untuk Ibu tidak menyusui
Ibu pasca persalinan: aman digunakan setelah 3 minggu pasca persalinan
Ibu pasca keguguran: segera atau dalam 7 hari setelah keguguran
BAB 4 KESIMPULAN
37
1. Penggunaan kontrasepsi pasca persalinan perlu mempertimbangkan status menyusui ibu. 2. Metode amenore laktasi sangat efektif pada ibu yang menyusui secara eksklusif. 3. Efektifitas IUD pasca persalinan sama dengan pemakaian IUD interval jika dilakukan dengan benar. 4. Penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi paling cepat diberikan pada hari 21 pasca persalinan pada wanita yang tidak menyusui 5. Kontrasepsi yang mengandung progesteron bisa diberikan segera pasca persalinan tanpa melihat status menyusui dari ibu .
38