MAKALAH
“KONSEP PENGENDALIAN”
(CONTROLLING)
Dosen Pengampuh : Ns. WIWIT CIPTANINGSIH HARYANTO, S.Kep, MMR
DI SUSUN O L E H KELOMPOK II Ani Wowor Bela Siska Ointu Fitriyana Turang Gusti Meilan Priskila Gusti Ayu Erna Wati
I Komang Gede Yasa
Ida Ayu Putu Manik Mas
Lolasaroh Limbanon
Mirzha Makalalag
Moh. Nuril Huda
Ria Christy Towoliu
Sri Sepriani Gibo
Shela A.S. Datulong
Sukma Nurhamidin
Sri wahyuni
Yongki Hamzah
Suryanti
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GRAHA MEDIKA KOTAMOBAGU 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas semua rahmat dan hidayahNya yang berupa kesehatan serta serta kesempatan, sehingga makalah tentang “KONSEP PENGENDALIAN (CONTROLLING) “ ini dapat terselesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan. Dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan atau dengan kata lain masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanya milik Tuhan semata. Akhirnya semoga makalah ini bisa membawa manfaat dan berguna bagi penulis khususnya dan semua pembaca umumnya.
Kotamobagu, Mei 2017
Kelompok II
BAB I PENDAHULUAN
Pengendalian merupakan suatu proses dasar untuk mendapatkan sesuatu yang identik
dan
apa
mengidentifikasikan
saja
yang
masalah
akan –
dikendalikan.
masalah
Pengendalian
manajemen.
membantu
Usaha-usaha
untuk
mengidentifikasikan masalah-masalah merupakan tantangan bagi para manajer. Seorang manajer akan menyadari suatu masalah apabila terjadipenyimpangan dari sasaran yang ingin dicapai. Salah satu fungsi daripada manajemen adalah pengendalian. Pengendalian yang dilakukan harus memiliki karakteristik yaitu: 1. Bahwa jenis pengendalian yang digunakan harus sesuai dengan kegiatan yang bersangkutan. Luas kegiatan operasional dan lokasinya di dalam organisasi merupakan faktor-faktor yang paling penting. 2. Penyimpangan yang perlu dikoreksi harus segera diidentifikasikan, bahkan sebelum terjadi, seperti dapat dilakukan terhadap kualitas dengan menggunakan data-data statistik.Biayanya pun harus ringan.Manfaat dari usaha pengendalian bersifat relatif dan tergantung dari kepentingan kegiatan yang bersangkutan, hasilnya dan pengukuran perusahaannya. Pengendalian harus dikaitkan dengan pola organisasinya, sehingga memudahkan pembagian tanggung jawab untuk mengendalikan orang-orang yang diberi tugas untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan
yang
bersangkutan
pengendalian untuk anggota-anggota manajemen.
dan
menyediakan
data
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PENGENDALIAN
Dalam arti luas, pengendalian adalah proses untuk mengarahkan seperangkat
variabel
(misalnya
mesin-mesin,
manusia,
peralatan)
kearah
tercapaianya sasaran atau tujuan. Dalam organisasi, pengendalian adalah proses mengarahkan kegiatan yang menggunakan berbagai sumber ekonomis agar sesuai dengan rencana sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Dalam pengendalian organisasi, manusia merupakan variabel penting yang harus diberi pedoman, diarahkan dan dimotivasi untuk mencapai tujuan.Dalam mengendalikan suatu organisasi digunakan sistem pengendalian. Sistem pengendalian adalah sistem yang bertujuan untuk mempertahankan atau memelihara kondisi yang diinginkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.Sistem pengendalian tidak hanya digunakan dalam organisasi, namun juga digunakan untuk pengendalian bukan organisasi. Komponen sistem pengendalian dapat digolongkan sebagai berikut:
Detektor atau sensor atau observator adalah alat pengukur yang mendeteksi mengenai apa yang sesungguhnya terjadi pada parameter yang dikendalikan.
Selektor atau evaluator atau assessor adalah alat untuk menilai apa yang sesungguhnya terjadi dan membandingkannya dengan standar-standar atau apa yang diharapkan atau yang seharusnya terjadi.
Efektor atau director atau modifier adalah alat untuk mengubah perilaku jika diperlukan agar pelaksanaan atau proses sesuai dengan yang diharapkan.
Jaringan
Komunikasi
(communication
network)adalah
alat
untuk
menyebarluaskan informasi dari satu alat ke alat lainnya. Penyampaian informasi dari detector ke alat kendali dinamakan umpan balik. Tujuan utama dari pengendalian adalah untuk mencegah adanya penyimpangan atau setidaknya memperkecil kesalahan yang mungkin akan terjadi. Sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik. Komponen sistem pengendalian menggunakan mekanisme umpan balik atau feedback. Umpan balik(feedback) adalah penyebar luasan informasi dari detector, melalui selector, ke efektor. Jika keempat komponen diatas digabungkan, maka secara bersama-sama membentuk suatu sistem pengendalian. Sebag ai suatu sistem, masing-masing komponen pengendalian tersebut saling berkaitan, mempengaruhi, dan dipengaruhi satu sama lain.Komponen sistem pengendalian tersebut diatas dapat berlaku bagi berbagai bentuk dan tujuan pengendalian seperti misalnya, sistem perilaku manusia dan sistem pengendalian organisasi. Namun, dalam sistem
pengendalian organisasi dapat dipengaruhi oleh lingkungan luar misalnya: teknologi, persaingan, social, politik, ekonomi dan sebagainya. Pengendalian dalam organisasi mempunyai elemen-elemen yang sama dengan yang ada dalam sistem pengendalian yang telah diuraikan diatas yaitu: (a) detector; (b) asesor; (c) efektor; dan (d) sistem komunikasi. Detektor melaporkan apa yang sesungguhnya terjadi dalam organisasi. Assessor membandingkan informasi mengenai yang sesungguhnya menjadi dalam organisasi dengan yang diharapkan yang merupakan implementasi strategi. Efektor melaksanakan tindakan koreksi jika ada penyimpangan signifikan antara hasil sesungguhnya dengan yang diharapkan. Sistem komunikasi memberikan informasi kepada para anggota organisasi mengenai apa yang seharusnya dikerjakannya. Namun, terdapat beberapa perbedaan penting antara proses pengendalian manajemen dengan proses yang dianalogikan yaitu : a. Standar yang digunakan dalam pengendalian manajemen tidak distel terlebih dahulu. Dalam proses manajemen memutuskan apa yang harus dikerjakan oleh organisasi dan bagian proses dari pengendalian adalah pembandingan antara pencapaian sesungguhnya dengan rencananya. Jadi, proses pengendalian dalam organisasi melibatkan perencanaan. Perencaan dan pengendalian dapat dipandang sebagai dua aktivitas yang terpisah, namun pengendalian manajemen melibatkan perencanaan dan pengendalian. b. Pengendalian manajemen tidak bersifat otomatis. Sebagian detekor (yaitu alat untuk mendeteksi apa yang sesungguhnya terjadi dalam organisasi) bersifat mekanis, namun seringkali informasi penting dideteksi melalui mata, telinga dan indera lain yang dimiliki oleh manajer. Meskipun secara rutin dibandingkan antara apa yang sesungguhnya terjadi dengan standarnya para manajer itu sendiri harus mempertimbangkan apakah perbedaan sesungguhnya terjadi dengan standardnya, para manajer itu sendiri harus mempertimbangkan apakah perbedaan antara sesungguhnya dengan standard cukup signifikan untuk mengambil tindakan koreksi dan menentukan apa tindakan koreksinya. Tindakan-tindakan dalam organisasi menyangkut perilaku manusia para manajer harus berinteraksi dengan orang-orang lainnya. c. Pengendalian individu.Tidak
manajemen seperti
memerlukan
mengendarai
koordinasi
kendaraan
diantara
bermotor,
individu-
pengendalian
manajemen membutuhkan koordinasi diantara individu-individu.Organisasi terdiri dari beberapa bagian yang terpisah, pengendalian manajemen harus menjamin pekerjaan berbagai bagian tersebut selaras dengan lainnya. d. Hubungan antara kebutuhan untuk bertindak dan perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan yang diharapkan tidak dapat dijelaskan dengan
jelas. Dalam fungsi asesor, seorang manajer mungkin menyimpulkan bahwa, “biaya terlalu tinggi” dibandingkan dengan standarnya, namun tidak mudah atau tidak secara otomatis para individu yang terlibat mau melaksanakan tindakan yang menjamin biaya tersebut diturunkan sesuai standarnya. e. Pengendalian dalam organisai tidak terjadi dengan sendirinya. Pengendalian dalam organisai tidak datang dengan sendirinya sebagai konsekuensi tindakan yang dilakukan oleh masing-masing individu. Banyak orang yang bertindak dengan caranya sendiri, tidak disebabkan karena intruksi-intruksi tertentu yang diberikan oleh atasannya. Maka bertindak karena pertimbangannya mengatakan bahwa tindakan tersebut tepat. Pengendalian manajemen juga lebih rumit dibandingkan dengan alat-alat pengendalian yang telah dianalogikan tersebut di atas. Hal ini disebabkan: (1) Organisasi terdiri atas beberapa unit organisasi (misalnya divisi, departemen, seksi, atau kelompok-kelompok tertentu) yang mempunyai tujuan untuk organisasi secara menyeluruh maupun tujuan unit-unit organisasi; (2) Ukuran yang digunakan untuk menilai prestasi organisasi meskipun ditentukan oleh manajemen organisasi namun dipengaruhi pula oleh lingkungan eksternalnya; (3) Pengendalian dalam organisasi mencakup pengendalian formal dan informal.
B. JENIS-JENIS PENGENDALIAN
1. Pengendalian Pendahuluan Pengendalian ini memastikan bahwa sebelum kegiatan dimulai, maka sumber daya manusia, bahan dan modal yang diperlukan sudah dianggarkan sehingga bilaman kegiatan dilakukan, maka sumber daya tersebut tersedia, baik menyangkut jenis, kualitas, kuantitas, maupun sesuai dengan kebutuhan. 2. Pengendalian Bersamaan Dalam hal ini, manajer melakukan fungsi pengarahan kepada pekerjaan bawahannya. Pengarahan yang dimaksud, yaitu melalui tindakan ketika mereka memberikan instruksi kepada bawahan dalam berbagai metode dan prosedur yang layak serta mengawasi pekerjaan bawahan untuk menjamin supaya pekerjaan dikerjakan dengan baik. 3. Pengendalian Umpan Balik Sistem pengendalian umpan balik biasanya berfokus pada hasil-hasil akhir sebagai dasar perbaikan berbagai tindakan masa depan. Metode umpan balik yang dipakai dalam bisnis meliputi analisis laporan keuangan, pengendalian kualitas, dan evaluasi kinerja karyawan
C. PROSES PENGENDALIAN
Menurut Robbins dan Coulters, proses pengendalian terdiri dari 4 aktifitas yaitu Penetapan tujuan (goal setting), pengukuran (measuring), membandingkan kinerja actual dengan standar kinerja (comparing actual permfomance against standard) dan tindakan manajerial (managerial action). Penetapan tujuan diawali dengan adanya penetapan terlebih dahulu berbagai tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan, strategi untuk mencapai tujuan tersebut sampai penentuan anggaran yang menunjukan rencana alokasi masing-masing sumber daya organisasi perusahaan dalam menunjang pencapaian tujuan. Pengukuran merupakan penetapan satuan numeric terhadap suau objek yang di ukur. Aktifitas pengukuran menyangkut 2 hal : 1. Pengukuran berkaitan dengan apa yang di ukur. 2. Pengukuran berkaitan dengan bagaimana pengukuran dilakukan. Membandingkan merupakan proses membandingkan kinerja actual dengan starndard kinerja dan berbagai tujuan yang telah ditetapkan tujuan maupun standard ditetapkan pada tahap perencanaan (planning). Tindakan managerial langkah terakhir dari proses pengendalian adalah melakukan evaluasi terhadap kinerja yang dicapai organisasi secara keseluruan maupun pencapaian kinerja individu.
D. KARAKTERISTIK PENGENDALAIN YANG EFEKTIF
Ciri-ciri dari pengendalian yang efektif
Proses berawal ketika director mencari informasi tentang aktivitas, director ini dapat berupa system informasi baik formal maupun informal, yang menyediakan informasi kepada pimpinan mengenai apa yang terjadi di dalam suatu aktifitas.
Setelah informasi diperoleh , aktifitas yang terekam di dalamnya dibandingkan dengan standart atau patokan berupa criteria mengenai apa yang seharusnya dilaksanakan dan seberapa jauh juga pembenaran.
Proses
perbaikan
dilaksanakan
oleh
efektif,
sehingga
penyimpangan-
penyimpangan diubah agar kegiatan kembali mengikuti criteria yang telah ditetapkan.
Begitulah propses pengendalian manajemen , dinamis dan berkelanjutan
E. TEKNIK /METODE PENGENDALIAN 1. Pengendalian Non-kuantitatif
Pengendalian non-kuantitatif tidak melibatkan angka-angka dan dapat digunakan untuk mengawasi prestasi organisasi secara keseluruhan. T eknikteknik yang sering digunakan adalah: 1) Pengamatan (pengendalian dengan observasi). Pengamatan ditujukan untuk mengendalikan
kegiatan
atau
produk
yang
dapat
diobservasi. Misalnya suatu perusahaan sedang memproduksi barang, maka staff pengawas akan melakukan pengamatan mulai proses pembuatan dan hingga barang tersebut siap dijual. Melalui kegiatan pengamatan tersebut, staff pengawas tersebut akan tahu, apakah proses yang diamati susuai prosedur atau tidak. 2) Inspeksi teratur dan langsung. Inspeksi teratur dilakukan secara periodic dengan mengamati kegiatan atau produk yang dapat diobservasi. Contohnya staff pengawasan melakukan inspeksi terhadap barang yang diproduksi apakah sesuai dengan standar yang ditetapkan. Mu lai dari ukuran, berat , dll. Dari inspeksi yang dilakukan, perusahaan menjadi lebih tahu secara detail tentang barang yang diproduksi. 3) Laporan lisan dan tertulis. Laporan lisan dan tertulis dapat menyajikan informasi yang dibutuhkan dengan cepat disertai dengan feed-back dari bawahan dengan relatif lebih cepat. Misalnya pegawai melaporkan kualitas barang yang dihasilkan kepada atasannya secara lisan dan tertulis. Dari hasil laporan tersebut, atasannya dapat memberikan perintah selanjutnya tentang bagaimana dan apa yang semestinya dilakukan oleh pegawai tersebut. 4) Evaluasi pelaksanaan. Evaluasi merupakan suatu penilaian akhir dari suatu kegiatan dan tindakan apa yang selanjutnya diambil. Misalnya dalam sebulan perusahaan memperoleh keuntungan penjualan yang cukup banyak. Maka evaluasi yang dilakukan adalah bagaimana cara mempertahankan hal tersebut serta cara meningkatkannya. 5) Diskusi antara manajer dengan bawahan tentang pelaksanaan suatu kegiatan. Cara ini dapat menjadi alat pengendalian karena masalah yang mungkin ada dapat didiagnosis dan dipecahkan bersama. Misalnya seorang pegawai mengalami masalah di bidang pemasaran. Agar solusinya terpecahkan, maka diskusi dengan atasan atau manajer akan menjadi solusi yang baik. 2. Pengendalian Kuantitatif
Pengendalian kuantitatif melibatkan angka-angka untuk menilai suatu prestasi. Beberapa teknik yang dapat dipakai dalam pengendalian kuantitatif adalah:
1) Anggaran Anggaran dalam organisasi ialah rencana keuangan yang menguraikan bagaimana dana pada periode waktu tertentu akan dibelanjakan maupun bagaimana dana tersebut akan diperoleh. Anggaran juga merupakan laporan resmi mengenai sumber-sumber keuangan yang telah disediakan untuk membiayai pelaksanaan aktivitas tertentu dalam kurun waktu yang ditetapkan. Disamping sebagai rencana keuangan, anggaran juga merupakan alat pengendalian. Anggaran adalah bagian fundamental dari banyak program pengendalian organisasi. Pengendalian anggaran atau Budgetary Control itu sendiri merupakan suatu sistem sasaran yang telah ditetapkan dalam suatu anggaran untuk mengawasi kegiatan-kegiatan manajerial, dengan membandingkan pelaksanaan nyata dan pelaksanaan yang direncanakan. 2) Audit Metode
pengawasan
efektif
lainnya
adalah
dengan
menggunakan
pemeriksaan akuntan (auditing), yaitu suatu proses sistematik untuk memperoleh bukti secara obyektif tentang pernyataan-pernyataan berbagai kejadian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, dan penyampaian hasil-hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Contohnya adalah audit memeriksa laporan laba rugi suatu perusahaan untuk mengetahui apakah benar perusahaan mengalami keuntungan atau malah mengalami kerugian. 3) Analisis break-even Analisa “break -even” adalah peralatan yang berguna untuk menjelaskan hubungan biaya, volume, dan laba. Analisa ini menggunakan konsep yang sama seperti dalam peyiapan anggaran variabel. Analisa break-even menganalisa dan menggabarkan hubungan biaya dan penghasilan untuk menentukan pada volume berapa (penjualan atau produksi) agar biaya total sama dengan penghasilan total sehingga perusahaan tidak mengalami laba atau rugi. Contohnya adalah perusahaan ingin mengetahui bagaimana hubungan
antara
banyaknya
penjualan
dan
keuntungan
yang
didapat.memlalui analisa break even,perusahan dapat mengetahui hubungan tersebut. 4) Analisis rasio Rasio adalah hubungan antara dua angka yang dihitung dengan membagi satu angka dengan angka lainnya. Analisa rasio adalah proses menghasilkan informasi yang meringkas posisi financial dari organisasi dengan
menghitung rasio yang didasarkan pada berbagai ukuran finansial yang muncul pada neraca dan neraca rugi-laba organisasi.
F. FUNGSI PENGENDALIAN
Fungsi pengendalian yang dimaksud antara lain sebagai berikut:
Mencegah penyimpangan-penyimpangan.
Memperbaiki kesalahan atau kelemahan, dan menindak penyalahgunaan serta penyelewengan.
Mendinamisasi organisasi serta segenap kegiatan manajemen.
Mempertebal rasa tanggung jawab.
Mengambil tindakan korektif jika pelaksanaan menyimpang dari standar.
G. PENILAIAN KINERJA PERAWAT a. Definisi
Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas (swanburg,1987). Proses penilain kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan prilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses aprassial kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, bimbingan perencanaan karir, serta pemberian penghargaan kepada perawat yang berkompeten. Sementara As’ad, (2003) mendefinisikan kinerja sebagai keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Sedangkan Yaslis Ilyas (2002) yang dimaksud dengan kinerja adalah penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi. b. Prinsip-Prinsip Penilaian
Menurut Gillies (1996), untuk mengevaluasi bawahan secara tepat dan adil, manajer sebaiknya mengamati prinsip-prinsip tertentu : 1. Evaluasi pekerja sebaiknya didasarkan pada standar pelaksanaan kerja orientasi tingkah laku untuk posisi yang ditempati (Rombert, 1986 dikutip Gillies , 1996). Karena diskripsi kerja dan sstandar pelaksanaan kerja disajikan ke pegawai selama masa orientasi sebagai tujuan yang harus diusahakan, pelaksanaan kerja sebaiknya dievaluasi berkenaan dengan sasaran-sasaran yang sama. 2. Sample tingkah laku perawat yang cukup representatiif sebaiknya diamati dalam rangka
evaluasi
pelaksanaan
kerjanya.
Perhatian
haarus
diberikan
untuk
mengevaluasi tingkah laku konsistennya serta guna
menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan. 3. Perawat sebaiknya diberi salinan deskripsi kerjanya, standar pelaksanan kerja, dan bentuk evaluasi untuk peninjauan ulang sebelum pertemuan evaluasi sehingga baik perawat maupun supervisor dapat mendiskusikan evaluasi dari kerangka kerja yang sama. 4. Didalam menuliskan penilaian pelaksanaan kerja pegawai, manajer sebaiknya menunjukan segi-segi dimana pelaksanaan kerja itu bisa memuaskan dan perbaikan apa yang diperlukan. Supervisor sebaknya merujuk pada contoh-contoh khusus mengenai tingah laku yang memuaskan maupun yang tidak memuaskan supaya dapat menjelaskan dasar-dasar komentar yang bersifat evaluative. 5. Jika diperlukan, manajar sebaiknya menjelaskan area mana yang akan diprioritaskan seiring dengan usaha perawat untuk meningkatkan pelaksanaan kerja. 6. Pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang cocok bagi perwat dan manajer, diskusi evaluasi sebaiknya dilakukan dalam waktu yang cukup bagi keduanya. 7. Baik laporan evaluasi maupun pertemuan sebaik nya disusun denga terencana sehingga perawat tidak merasa kalau pelaksanaan kerjanya sedang dianalisa (Simpson, 1985). Seorang pegawai dapat bertahan dari kecamatan seorang manajer yang menunjukan pertimbangan atas perasaanya serta menawarkan bantuan untuk menigkatkan pelaksanaan kerjanya.
c. Manfaat Yang Dapat Dicapai Dalam Penilaian Kerja
Manfaat penilaian kerja dapat dijabarkan menjadi 6, yaitu: 1. Meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu atau kelompok dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan RS. 2. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong SDM secara keseluruhannya. 3. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatakan hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang prestasinya. 4. Membantu RS untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna. Sehingga RS mempunyai tenaga yang cakap dan tampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan dimasa depan. 5. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan meningkatkan gajinya atau system imbalan yang baik.
6. Memberikan
kesempatan
kepada
pegawai
atau
staf
untuk
mengeluarkan
perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan. Dengan manfaat tersebut diatas maka dapat diidentifikasi siapa saja staf yang mempunyai potensi untuk dikembangkan karirnya dapat dicalonkan untuk menduduki jabatan serta tanggung jawab yang lebih besar pada masa yang akan dating atau mendapatkan imbalan yang lebih baik. Sedangkan bagi karyawan yang terhambat disebabkan karena kemauannya serta motivasi dan sikap yang kurang baik maka perlu diberikan pembinaan berupa teguran atau konseling oleh atasannya langsung. d. Proses Kegiatan Penilaian Kerja
Penilaian prestasi kerja merupakan suatu pemikiran sistematis atas individu karyawan
mengenai
prestasinya
dalam
pekerjaannya
dan
potensinya
untuk
pengembangan (Dale S. beach, 1970, p257 alih bahasa Achmad S 2001). Proses kegiatan meliputi: 1. Merumuskan tanggung jawab dan tugas apa yang harus dicapai oleh staf keperawatan. Rumusan tersebut telah disepakati oleh atasannya sehingga langkah perumusan tersebut dapat memberikan konstribusi berupa hasil. 2. Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai oleh karyawan untuk kurun waktu tertentu dengan penempatan standar prestasi dan tolak ukur yang telah ditetapkan. 3. Melakukan monitoring, koreksi dan memberikan kesempatan serta bantuan yang diperlukan oleh stafnya. 4. Menilai prestasi kerja staf dengan cara membandingkan prestasi yang dicapai dengan standar atau tolak ukur yang telah ditetapkan. 5. Memberikan umpan balik kepada staf/karyawan yang dinilai. Dalam proses pemberian umpan balik ini atasan dan bawahan perlu membicarakan cara-cara untuk memperbaiki kelemahan yang telah diketahui untuk meningkatkan prestasi pada periode berikutnya. e. Alat Ukur
Berbagai macam alat ukur telah digunakan dalam penelitian pelaksanaan kerja karyawan keperawatan. Agar efektif, alat evaluasi sebaiknya dirancang untuk mengurangi bias, meningkatkan objektifitas serta menjamin keabsaan dan ketahanan. Setiap supervisor menunjukan beberapa tingkatan bias dalam evaluasi kerja bawahan. Beberapa supervisor biasanya menilai pelaksanaan kerja pe rawat laki-laki terlalu tinggi dan beberapa supervisor yang lain biasanya juga mermehkan pelaksanaan kerja perawat asing. Beberapa diantaranya menaksir terlalu tinggi pengetahuan dan keterampilan dari setiap perawat itu sangat menarik, termassuk juga dalam hal kerapian dan kesopanan.
Objektifitas, yaitu kemampuan untuk mengalihkan diri sendiri secara emosional dari suatu keadaan untuk mempertimbangkan fakta tapa adanya penyimpangan oleh perasaan pribadi. Keabsahan diartikan sebagai tingkatan alat mengukur pokok isi serta apa yang harus diukur. Alat pengukur yang digunakan dalam menilaian pelaksanaan kerja dan tugas-tugas yang ada dalam diskripsi kerja dari kepala perwat perlu dirinci satu demi satu dan dilaksanakan secara akurat. Jenis alat evaluasi pelaksanaan kerja perawat yang u mum digunakan ada lima yaitu: laporan bebas, pengurutan yang sederhana, checklist pelaksanaan kerja, penilaian grafik,dan perbandingan pilihan dibuat-buat (Henderson, 1984). 1. Laporan tanggapan bebas Pemimpin atau atasan diminta memberikan komentar tentang kullitas pelaksanaan kerja bawahan dalam jangka waktu tertentu. Karen tidak adnya petunjuk yang harus dievaluasi, sehingga penilaian cendrung menjadi tidak sah. Alat ni kurang objektfi karena mengabaiikan satu atau lebih aspek penting, dimana penilaian hanya berfokus pada salah satu aspek. 2. Checklist pelaksanaan kerja Checklist terdiri dari daftar kriteria pelaksanaan kerja untuk tugas yang paling penting dalam deskripsi kerja karyawan, dengan lampiran formulir dimana nilai dapat menyatakan apakah bawahan dapat memperlihatkan tingkah laku yang diinginkan atau tidak.
f.
Standar Instrumen Penilaian Kerja Perawat Dalam Melakasankan Asuhan Keperawatan Kepada Klien
Dalam penilaian kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keparawatan. Standar praktik keperawatan oleh PPNI (2000) yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi: (1) pengkajian, (2) diagnosa keperawatan, (3) perencanaan, (4) implementasi, (5) evaluasi. 1. Standar I: pengkajian keperawatan Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian keperawatan: a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemerikasaan penunjang. b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain. c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:
(1) Status kesehatan klien masa lalu. (2) Status kesehatan klien saat ini. (3) Status biologis-psikologis-sosial-spiritual. (4) Respon terhadap terapi. (5) Harapan terahdap tingkat kesehatan yang optimal. (6) Resiko-resiko tinggi masalah.
2. Standar II: diagnose keperawatan. Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnose keperawatan. Adapun kriteria proses; a.
Proses diagnose terdiri dari analisis, interpretasi data, iden tifikasi masalah klien dan perumusan diagnose keperawatan.
b.
Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), penyebab (E) dan tanda atau gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE).
c.
Bekerja sama dengan klien dan petugas keseshatan lain untuk memvalidasi diagnosa keperawatan.
d.
Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru.
3. Standar III: perencanaan keperawatan Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya meliputi: a.
Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan.
b.
Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.
c.
Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.
d.
Mendokumentasi rencana keperawatan.
4. Standar IV; implementasi Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses meliputi: a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain. c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien. d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkunngan yang digunakan. e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien.
5. Standar V: evaluasi keperawatan Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun kriteria prosesnya: a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus. b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan. c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat. d. Bekerjasama dengan klien keluarga untuk memodifikasi perencanaan. Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriptif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan dan kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat dinilai. Standar pelayanan keperawatan adalah pernyataan deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien (Gillies, 1989). g. Masalah Dalam Penilaian Pelaksanaan Kerja
Dalam penilaian pelaksanaan kerja perawat sering ditemukan berbagai permasalahan antara lain (Gillies, 1996): (1) Pengaruh haloeffect Pengaruh haloeffect adalah tendensi untuk menilai pelaksanaan kerja bawahannya terlalu tinggi karena salah satu alasan. Misalnya pegawai yang dekat denga n penilai keluarga dekat akan mendapat nilai tinggi dan sebaliknya pegawai yang sering menyatakan pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat penilai akan mendapat nilai yang rendah. (2) Pengaruh horn Pengaruh horn adalah kecenderungan untuk menilai pegawai lebih rendah dari pelaksanaan kerja yang sebenarnya karena alasan-alasan tertentu. Seorang pegawai yang pelaksanaan kerja diatas tingkat rata-rata sepanjang tahun sebelumnya namun dalam beberapa hari penilaian pelaksanaan kerja tahunannya telah melakukan kesalahan terhadap perawatan pasien atau supervisi pegawai, cenderung menerima penilaian lebih rendah daripada sebelumnya
H. MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN a. Konsep Mutu Pelayanan Keperawatan
Pelayanan organisasi
dapat
adalah
produk
menghasilkan
yang
barang
dihasilkan atau
jasa.
oleh Jasa
suatu diartikan
juga sebagai pelayanan karena jasa itu menghasilkan pelayanan (Supranto, 2006) Definisi pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat. Menurut Donabedian (1988) aspek pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut: a. Struktur, sarana fisik, perlengkapan, dan perangkat organisasi dan manajemen mulai dari keuangan, SDM, dan sumber daya lainnya b. Proses, semua kegiatan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan mulai dari dokter, perawat, apoteker dan professional lainnya dalam berinteraksi dan berkomuniksi dengan klien. c. Output , hasil akhir kegiatan dan pelayanan professional yang telah diberikan kepada klien dalam meningkatkan derajat kesehatan dan kepuasan klien b. Pelayanan Keperawatan
Herderson (1966, dalam Kozier et al, 1997) menjelaskan pelayanan keperawatan sebagai kegiatan membantu individu sehat atau sakit dalam mel akukan upaya aktivitas untuk membuat individu tersebut sehat atau sembuh dari sakit atau meninggal dengan tenang (jika tidak dapat disembuhkan), atau membantu apa yang seharusnya dilakukan apabila ia mempunyai cukup kekuatan, keinginan, atau pengetahuan. Berdasarkan kebijakan Depkes RI (1998), mutu pelayanan keperawatan adalah pelayanan kepada pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien, sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan dan akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan kepada rumah sakit, serta dapat menghasilkan keunggulan kompetitif melalui pelayanan yang bermutu, efisien, inovatif dan menghasilkan customer responsiveness. Standar praktek keperawatan telah disahkan oleh MENKES Rl dalam Surat Keputusan Nomor : 660/Menkes/SK/IX/1987. Kemudian diperbaharui dan disahkan berdasarkan SK DIRJEN YANMED Rl No : 00.03.2.6.7637, tanggal 18 Agustus 1993. Kemudian pada tahun 1996,DPP PPNI menyusun standar profesi keperawatan SK No: 03/DPP /SKI/1996 yang terdiri dari standar pelayanan keperawatan, praktek keperawatan, standar pendidikan keperawatan dan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan. Mutu pelayanan
pelayanan
keperawatan
keperawatan yang komprehensif
dapat
merupakan
suatu
meliputi
bio- psiko – sosio -
spiritual
yang
diberikan
oleh
perawat
profesional kepada pasien (individu, keluarga maupun masyarakat) baik sakit maupun sehat, dimana perawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pa sien dan standar pelayanan. Namun pada dasarnya, definisi mutu pelayanan keperawatan itu dapat berbeda-beda tergantung dari sudut pandang mana mutu tersebut dilihat. (Rakhmawati, 2009) Berbagai sudut pandang mengenai definisi mutu pelayanan keperawatan tersebut diantaranya yaitu: 1. Sudut Pandang Pasien (Individu, Keluarga, Masyarakat)
Meishenheimer (1989) menjelaskan bahwa pasien atau keluarga pasien mendefinisikan mutu sebagai adanya perawat atau tenaga kesehatan yang memberikan
perawatan
memberikan
perawatan.
yang
terampil
Sedangkan
dan
kemampuan
Wijono
(2000)
perawat
dalam
menjelaskan
mutu
pelayanan berarti suatu empati, respek dan tanggap akan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan dengan cara yang ramah
pada
waktu
mereka
berkunjung.
Pada
umumnya
mereka
ingin
pelayanan yang mengurangi gejala secara efektif dan mencegah penyakit, sehingga pasien beserta keluarganya sehat dan dapat melaksanakan tugas mereka sehari-hari tanpa gangguan fisik. Berdasarkan
definisi-
definisi
di
atas,
pelayanan
keperawatan
maka
dapat
didefinisikan
oleh
dikatakan pasien
bahwa (individu,
mutu keluarga,
masyarakat) sebagai pelaksanaan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhannya yang berlandaskan rasa empati, penghargaan, ketanggapan, dan keramahan
dari
perawat
serta
kemampuan
perawat
dalam
memberikan
pelayanan. Selain itu melalui pelayanan keperawatan tersebut, juga dapat menghasilkan peningkatan derajat kesehatan pasien. 2. Sudut Pandang Perawat
Mutu berdasarkan sudut pandang perawat sering diartikan dengan memberikan pelayanan keperawatan sesuai yang dibutuhkan pasien agar menjadi mandiri atau terbebas dari sakitnya (Meishenheimer, 1989). Pendapat lainnya dikemukakan oleh Wijono (2000), bahwa mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang maju, mutu pelayanan yang baik dan memenuhi standar yang baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perawat sebagai tenaga profesional
yang
mendefinisikan
memberikan
mutu
pelayanan
pelayanan
keperawatan
keperawatannya
terhadap
sebagai
pasien
kemampuan
melakukan asuhan keperawatan yang profesional terhadap
pasien (individu,
keluarga, masyarakat) dan sesuai standar keperawatan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3. Sudut Pandang Manajer Keperawatan
Mutu pelayanan difokuskan pada pengaturan staf, pasien dan masyarakat yang baik dengan menjalankan supervisi, manajemen keuangan d an logistik dengan baik serta alokasi sumber daya yang tepat (Wijono, 2000). Pelayanan keperawatan
memerlukan
keperawatan
mempunyai
pelayanan
keperawatan
manajemen peranan
dengan
yang
penting
baik dalam
melaksanakan
sehingga
manajer
meningkatkan
fungsi-fungsi
mutu
manajemen
dengan baik yang memfokuskan pada pengelolaan staf keperawatan dan pasien sebagai individu, keluarga dan masyarakat. Selain itu pengelolaan pun mencakup pada manajemen keuangan dan logistik. 4. Sudut Pandang Institusi Pelayanan
Meishenheimer (1989) mengemukakan bahwa mutu pelayanan diasum sikan sebagai kemampuan untuk bertahan, pertimbangan penting mencakup tipe dan kualitas stafnya
untuk memberikan pelayanan, pertanggungjawaban intitusi
terhadap perawatan terhadap pasien yang tidak sesuai, dan menganalisis dampak keuangan terhadap operasional institusi. Sedangkan Wijono (2000) menjelaskan bahwa mutu dapat berarti memiliki tenaga profesional yang bermutu dan
cukup.
penyelenggaraan
Selain itu
pelayanan,
mengharapkan
minimal
tidak
efisiensi dan
merugikan
kewajaran
dipandang
dari
berbagai aspek seperti tidak adanya pemborosan tenaga, peralatan, biaya, waktu dan sebagainya. 5. Sudut Pandang Organisasi Profesi
Badan legislatif dan regulator sebagai pembuat kebijakan baik lokal mau pun nasional lebih menekankan pada mendukung konsep mutu pelayanan sambil menyimpan
uang
menekankan
pada
pada
program
institusi-institusi
yang
spesifik.
pelayanan
Dan
selain
keperawatan
dan
itu
juga
fasilitas
pelayanan keperawatan. Badan akreditasi dan sertifikasi menyamakan kualitas dengan mempunyai seluruh persyaratan administrasi dan dokumentasi klinik yang lengkap pada periode waktu tertentu dan sesuai dengan standar pada level yang berlaku. Sertifikat mengindikasikan bahwa institusi pelayanan keperawatan
tersebut
telah
sesuai
standar
minimum
untuk
menjamin
keamanan pasien. Sedangkan akreditasi tidak hanya terbatas pada standar
pendirian institusi tetapi juga membuat standar sesuai undang-undang yang berlaku (Meishenheimer , 1989). Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi mempunyai Sehingga
tanggung
untuk
jawab
dalam
meningkatkan
mutu
meningkatkan pelayanan
profesi
keperawatan.
keperawatan,
organisasi
profesi tersebut membuat dan memfasilitasi kebijakan regulasi keperawatan yang mencakup sertifikasi, lisensi dan akreditasi. Dimana regulasi tersebut diperlukan untuk meyakinkan masyarakat bahwa pelayanan keperawatan yang diberikan telah berdasarkan kaidah suatu profesi dan pemberi pelayanan keperawatan telah memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan. Tujuan standar keperawatan menurut Gilies (1989) adalah: a. Meningkatkan asuhan keperawatan. b. Mengurangi biaya asuhan keperawatan c. Melindungi perawat dan kelalaian dalam melaksanakan tugas dan melindungi pasien dan tindakan yang tidak terapeutik Standar pelayanan keperawatan menurut Depkes Rl 1996 adalah : a. Standar 1 : Falsafah Keperawatan b. Standar 2 : Tujuan Asuhan Keperawatan c. Standar 3 : Pengkajian Keperawatan d. Standar 4 : Diagnosa Keperawatan. e. Standar 5 : Perencanaan Keperawatan f.
Standar 6 : Intervensi Keperawatan
g. Staridar 7 : Evaluasi Keperawatan. h. Standar 8 : Catatan Asuhan Keperawatan.
c. Dimensi Mutu Pelayanan
Lima dimensi mutu pelayanan (Service Quality), terdiri dan: a. Wujud nyata (tangibles) adalah wujud Iangsung yang meliputi fasilitas fisik, yang mencakup kemutahiran peralatan yang digunakan, kondisi sarana, kondisi SDM perusahaan dan keselarasan antara fasilitas fisik dengan jenis jasa yang diberikan. b. Kehandalan (reliability) adalah aspek-aspek keandalan system pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi kesesuaian pelaksanaan pelayanan dengan rencana kepedulian perusahaan kepada permasalahan yang dialami pasien, keandalan penyampaian jasa sejak awal, ketepatan waktu pelayanan sesuai dengan janji yang dibenikan,keakuratan penanganan. c. Ketanggapan (responsiveness) adalah keinginan untuk membantu dan menyediakan jasa yang dibutuhkan konsumen. Hai ini meliputi kejelasan
informasi waktu penyampaian jasa, ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan administrasi, kesediaan pegawai dalam membantu konsumen, keluangan waktu pegawai dalam menanggapi permintaan pasien dengan cepat. d. Jaminan (assurance) adalah adanya jaminan bahwa jasa yang ditawarkan memberikan jaminan keamanan yang meliputi kemampuan SDM, rasa aman selama berurusan dengan karyawan, kesabaran karyawan, dan dukungan pimpinan terhadap staf. e. Empati (empathy), berkaitan dengan memberikan perhatian penuh kepada konsumen yang meliputi perhatian kepada konsumen, perhatian staf secara pribadi kepada konsumen, pemahaman akan kebutuha n konsumen, perhatian terhadap kepentingan, kesesuaian waktu pelayanan dengan kebutuhan konsumen. d. Strategi Mutu Pelayanan
1. Quality Assurance (Jaminan Mutu) Quality Assurance mulai digunakan di rumah sakit sejak tahun 1960-an implementasi
pertama
yaitu
audit
keperawatan.
Strategi
ini
merupakan
program untuk mendesain standar pelayanan keperawatan dan mengevaluasi pelaksanaan standar tersebut (Swansburg, 1999). Sedangkan menurut Wijono (2000), Quality Assurance sering diartikan sebagai menjamin mutu atau memastikan mutu karena Quality Assurance berasal dari kata to assure yang artinya
meyakinkan
orang,
mengusahakan
sebaik-baiknya,
mengamankan
atau menjaga. Dimana dalam pelaksanaannya menggunakan teknik-teknik seperti inspeksi, internal audit dan surveilan untuk menjaga mutu yang mencakup dua tujuan yaitu : organisasi mengikuti prosedur pegangan kualitas, dan efektifitas prosedur tersebut untuk menghasilkan hasil yang diinginkan. Dengan demikian quality assurance dalam pelayanan keperawatan adalah kegiatan menjamin mutu
yang berfokus pada proses agar mutu pelayanan
keperawatan yang diberikan sesuai dengan standar. Dimana metode yang digunakan adalah : audit internal dan surveilan untuk memastikan apakah proses pengerjaannya (pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien) telah sesuai dengan standar operating procedure (SOP); evaluasi proses; mengelola mutu;
dan penyelesaian masalah. Sehingga sebagai suatu sistem
(input, proses, outcome), menjaga mutu pelayanan keperawatan difokuskan hanya pada satu sisi yaitu pada proses pemberian pelayanan keperawatan untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan.
2. Continuous Quality I mprovement (Peningkatan Mutu Berkelanjutan) Continuous Quality Improvement dalam pelayanan kesehatan merupakan perkembangan dari Quality Assurance yang dimulai sejak tahun 1980-
an. Continuous Quality Improvement (Peningkatan mutu berkelanjutan) sering diartikan sama dengan Total Quality Management karena semuanya mengacu pada kepuasan pasien dan perbaikan mutu menyeluruh. Namun menurut Loughlin dan Kaluzny (1994, dalam Wijono 2000) bahwa ada perbedaan sedikit yaitu Total Quality Management dimaksudkan pada program industri sedangkan Continuous Quality Improvement mengacu pada klinis. Wijono (2000) mengatakan bahwa Continuous Quality Improvement itu merupakan upaya peningkatan mutu secara terus menerus yang dimotivasi oleh keinginan pasien. Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu yang tinggi dalam pelayanan keperawatan yang komprehensif dan baik, tidak hanya memenuhi harapan aturan yang ditetapkan standar yang berlaku. Pendapat
lain
dikemukakan
oleh
Shortell
dan
Kaluzny
bahwa
(1994) Quality
Improvement merupakan manajemen filosofi untuk menghasilkan pelayanan yang baik. Dan Continuous Quality Improvement sebagai filosofi peningkatan mutu yang berkelanjutan yaitu proses yang dihubungkan dengan memberikan pelayanan yang baik yaitu yang dapat menimbulkan kepuasan pelanggan (Shortell, Bennett & Byck, 1998) Sehingga dapat dikatakan bahwa Continuous Quality Improvement dalam pelayanan keperawatan adalah upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan secara terus menerus yang memfokuskan mutu pada perbaikan mutu secara keseluruhan dan kepuasan pasien. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai karakteristik-karakteristik yang dapat mempengaruhi mutu dari outcome yang ditandai dengan kepuasan pasien.
3. Total quality manajemen (TQM) Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus pada setiap level operasi atau proses,
dalam
setiap
area
fungsional
dari
suatu
organisasi,
dengan
menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia dan berfokus pada kepuasan pasien dan perbaikan mutu menyeluruh
e. Indikator Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan
Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan struktur, proses, dan outcome sistem pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi RS. Secara umum aspek penilaian meliputi evaluasi, dokumen, instrumen, dan audit (EDIA) (Nursalam, 2014). 1. Aspek struktur ( input )
Struktur adalah semua input untuk sistem pelayanan sebuah RS yang meliputi
M1
(tenaga),
M2
(sarana
prasarana),
M3
(metode
asuhan
keperawatan), M4 (dana), M5 (pemasaran), dan lainnya. Ada sebuah asumsi yang menyatakan bahwa jika struktur sistem RS tertata dengan baik akan lebih menjamin mutu pelayanan. Kualitas struktur RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas, biaya (efisiensi), dan mutu dari masing-masing komponen struktur. 2. Proses
Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain yang mengadakan interaksi secara professional dengan pasien. Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk penilaian tentang penyakit pasien, penegakan diagnosis, rencana tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur pengobatan. 3. Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain terhadap pasien.
Indikator-indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan meliputi:
1. Angka infeksi nosocomial: 1-2% 2. Angka kematian kasar: 3-4% 3. Kematian pasca bedah: 1-2% 4. Kematian ibu melahirkan: 1-2% 5. Kematian bayi baru lahir: 20/1000 6. NDR (Net Death Rate): 2,5% 7. ADR (Anasthesia Death Rate) maksimal 1/5000 8. PODR (Post Operation Death Rate): 1% 9. POIR (Post Operative Infection Rate): 1%
Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS:
1. Biaya per unit untuk rawat jalan 2. Jumlah penderita yang mengalami decubitus 3. Jumlah penderita yang mengalami jatuh dari tempat tidur 4. BOR: 70-85% 5. BTO (Bed Turn Over): 5-45 hari atau 40-50 kali per satu tempat tidur/tahun 6. TOI (Turn Over Interval): 1-3 hari TT yang koson g 7. LOS (Length of Stay): 7-10 hari (komplikasi, infeksi nosocomial; gawat darurat; tingkat kontaminasi dalam darah; tingkat kesalahan; dan kepuasan pasien) 8. Normal tissue removal rate: 10%
Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien
Dapat diukur dengan jumlah keluhan pasien/keluarganya, surat pembaca dikoran, surat kaleng, surat masuk di kotak saran, dan lainnya.
Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri atas:
1. Jumlah dan presentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak RS dengan asal pasien. 2. Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan pembedahan dan jumlah kunjungan SMF spesialis. 3. Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di atas dibandingkan dengan standar (indicator) nasional. Jika bukan angka standar nasional, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan hasil penacatatan mutu pada tahun-tahun sebelumnya di rumah sakit yang sama, setelah dikembangkan kesepakatan pihak manajemen/direksi RS yang bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staff lainnya yang terkait.
Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:
1. Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi 2. Pasien diberi obat salah 3. Tidak ada obat/alat emergensi 4. Tidak ada oksigen 5. Tidak ada suction (penyedot lendir) 6. Tidak tersedia alat pemadam kebakaran 7. Pemakaian obat 8. Pemakaian air, listrik, gas, dan lainnya
Menurut Nursalam (2014), ada enam indikator utama kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit: 1. Keselamatan pasien ( patient safety), yang meliputi: angka infeksi nosokomial, angka kejadian pasien jatuh/kecelakaan, dekubitus, kesalahan dalam pemberian obat, dan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan 2. Pengelolaan nyeri dan kenyamanan 3. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan 4. Perawatan diri 5. Kecemasan pasien 6. Perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) pasien.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pengendalian memusatkan pada fungsi-fungsi organisasi, organisasi adalah sekumpulan manusia yang bekerja sama untuk mencapai satu atau beberapa tujuan. Pengendalian adalah suatu proses dimana manajer senior (manajemen di setiap tingkatan) memastikan bahwa orang-orang yang diawasinya mengimplementasikan strategi yang dimaksudkan. Sistem Pengendalian adalah suatu alat atau cara yang terstruktur yang digunakan oleh manaj er untuk memastikan bahwa orang-orang yang diawasinya mengimplementasikan strategi yang dimaksudkan. Pengendalian dapat menjadi alat untuk mengukur keseluruhan usaha para top-manajer; mengendalikan seluruh perencanaan; dan mengendalikan unit-unit yang semi-otonom karena terjadi desentralisasi melebar. Adapun kunci sukses manajer dalam melakukan pengendalian adalah pengendalian kuantitas, pengawasan kualitas, waktu, dan pengendalian biaya. B. Saran Makalah ini membahas tentang “pengendalian” dalam sebuah o rganisasi. Begitu banyak manfaat yang bisa kita ambil ketika kita membaca dan menghayati setiap kata demi kata yang dapat memperbaharui ataupun menambah wawasan kita mengenai “pengendalian” yang dapat kita gunakan dalam suatu organisasi. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan kiranya para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun untuk kearah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam, 2014. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam, 2015. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika
Azwar, A. 1996. Menuju Pelayanan Kesehatan yang Lebih Bermutu. Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.
Gillies, D.A. 1994. Nursing Management, A System Approach. Third Edition. Philadelphia : WB Saunders.
Kozier, Erb & Blais. 1997. Profesional Nursing Practice: Concept & Perspectives. Third Edition. California : Addison Wesley Publishing. Inc
Meisenheimer, C.G. 1989. Quality Assurance for Home Health Care. Maryland: Aspen Publication.
Rakhmawati, Windy. 2009. Pengawasan Dan Pengendalian Dalam Pelayanan Keperawatan (Supervisi, Manajemen Mutu & Resiko). http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/03/pengawasan_dan_pengendalian_dlm_pelayanan_keperawata n.pdf,diakses 4 November 2015
Swansburg, R.C. & Swansburg, R.J. 1999. Introductory Management and Leadership for Nurses. Canada : Jones and Barlett Publishers.
Tappen 1995. Nursing Leadership and Management: Concepts & Practice. Philadelphia : F.A. Davis Company.
Tjiptono, F. 2004. Prinsip-prinsip Total Quality Service (TQS).Yogyakarta : Andi Press
Wijono, D. 2000. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Teori, Strategi dan A plikasi. Volume.1. Cetakan Kedua.Surabaya : Airlangga University Press
KONSEP PERENCANAAN KEPERAWATAN
Rencana keperawatan adalah bagaimana perawat merencanakan suatu tindakan keperawatan agar dalam melakukan perawatan terhadap pasien efektif dan efisien Rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan. TUJUAN Tujuan umum : 1. Sebagai alat komunikasi antara sesama anggota perawatan dan antar tim kesehatan lainnya 2. Untuk meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan terhadap klien 3. Mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang akan dicapai. Tujuan Administratif :
1. Mengidentifikasi fokus keperawatan kepada klien atau kelompok 2. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi kesehatan lainnya 3. Menyediakan suatu kriteria guna pengulangan dan evaluasi keperawatan 4. Menyediakan kriteria klasifikasi klien. Tujuan Klinik : 1. Menyediakan suatu pedoman dalam penulisan 2. Mengomunikasikan dengan staf perawat, apa yang diajarkan, apa yang diobservasi dan apa yang dilaksanakan 3. Menyediakan kriteria hasil (outcomes) sebagai pengulangan dan evaluasi keperawatan 4. Rencana tindakan yang spesifik secara langsung bagi individu, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya untuk melaksanakan tindakan. MANFAAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN 1. Sebagai penghubung kebutuhan klien 2. Untuk menjelaskan intervensi keperawatan yang harus dilaksanakan
3. Untuk meningkatkan praktik keperawatan, sehingga mendapatkan pengertian yang lebih jelas tentang prinsip proses keperawatan 4. Menjadi dasar pendekatan yang sistematis terhadap asuhan keperawatan. LANGKAH-LANGKAH MEMBUAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN 1. Menetapkan urutan prioritas diagnosis keperawatan 2. Menentukan tujuan asuhan keperawatan 3. Menentukan rencana intervensi keperawatan 4. Menuliskan rencana asuhan keperawatan 1. MERUMUSKAN TUJUAN 1. Berdasarkan masalah/diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan 2. Merupakan hasil akhir yang ingin dicapai 3. Harus objektif atau merupaan tujuan operasional langsung dari kedua belah pihak (klien-perawat) 4. Tujuan perawatan hendaknya sejalan dengan tujuan klien 5. Mencakup tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang 6. Mencakup kriteria keberhasilan sebagai dasar evaluasi 7. Menjadi pedoman dari perencanaan tindakan keperawatan. Suatu pernyataan tujuan pertama-tama diperlukan agar perawat tahu secara khusus apa yang perawat harapkan untuk dicapai bersama-sama dengan klien. Tanpa suatu pernyataan tujuan yang jelas, perawat tidak mengetahui apakah akhir yang diinginkan telah tercapai. Suatu pernyataan tujuan yang jelas, akan menunjukkan hasil dari tindakan keperawatan dan batas waktu yang dibutuhkan. Terdapat dua kategori tujuan, yaitu janga pende dan jangka panjang. Tujuan jangka panjang adalah hasil yang dalam pencapaiannya memerlukan waktu lebih lama. Tujuan jangka pendek tepat digunakan untuk keadaan emergensi dimana kondisi klien tidak stabil. Contoh tujuan jangka pendek : 1. Frekuensi nafas 16 – 24 x/mnt setelah dilakukan tindakan keperawatan/kolaboratif selama 2 jam. 2. Pemasukan cairan 2000 cc dalam 24 jam. Kriteria Rumusan Tujuan Keperawatan : 1. Berfokus kepada klien. Pernyataan tujuan harus merupakan perilaku klien yang menunjukkan berkurangnya masalah klien. Masalah tersebut telah diidentifikasikan dalam diagnosis keperawatan 2. Jelas dan singkat 3. Dapat diukur dan diobservasi 4. Waktu relatif dibatasi (jangka pendek, menengah dan panjang) 5. Realistik untuk kemampuan/kondisi klien dalam waktu seperti yang ditetapkan
6. Realistik untuk tingkat pengalaman dan ketrampilan perawat 7. Ditentukan bersama oleh perawat dan klien 8. Tujuan harus sejalan dan menyokong terapi lain Perumusan Kriteria Keberhasilan : 1. Merupakan model atau standar yang digunakan untu membuat keputusan 2. Dinyatakan sebagai hasil, misalnya merupakan perubahan status kesehatan 3. Menentukan apakah tujuan dapat dicapai 4. Menentukan kriteria keberhasilan yang ditentukan, yang mencakup perubahan perilaku, apa yang dilakukan oleh klien dan bagaimana kemampuan klien sebelum mencapai tujuan Manifestasi terhadap respon manusia : KAPP (Kognitif, Afektif, Psikomotor, dan Perubahan fungsi tubuh) : 1. Kognitif : pengetahuan; berdasarkan pengulangan informasi yang telah diajarkan kepada klien. 2. Affektif : mengetahui bagaimana respon klien dan keluarga terhadap stress yang dihadapi (status emosional) 3. Psikomotor : mengidentifikasi apa yang seharusnya bisa dilaksanakan oleh klien sebagai hasil dari rencana pengajaran 4. Perubahan fungsi tubuh : sejumlah manifestasi yang dapat diobservasi. Ciri-ciri Kriteria Keberhasilan : 1. Berhubungan dengan tujuan 2. Bersifat khusus dan konkrit 3. Hasilnya dapat dilihat, didengar, diraba dan diukur oleh orang lain 4. Dinyatakan dengan istilah yang positif. Contoh : Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama tujuh hari, klien mampu merawat kebersihan diri sendiri tanpa bantuan perawat. Kriteria : 1. Klien dapat mandi sendiri minimal 1x sehari 2. Klien dapat mengganti pakaian sendiri minimal 1x sehari 3. Mampu berdandan dengan rapi sesuai dengan waktu dan tepat Formulasi Rumusan Tujuan Keperawatan : 1. Subjek (klien) 2. Perilaku klien yang dapat diamati oleh orang lain 3. Predikat (kondisi) 4. Kriteria keberhasilan. Petunjuk Umum dalam Menulis Tujuan : 1. Tulislah tujuan dalam istilah yang dapat d iukur. Hindari kata-kata : baik, normal,
cukup dan perbaikan. 2. Tulislah tujuan dalam istilah `yang dapat dicap ai oleh klien`, bukan tindakan keperawatan 3. Tulis tujuan sesingkat mungkin 4. Buat tujuan yang spesifik 5. Setiap tujuan berdasarkan dari satu diagnosis keperawatan 6. Rencanakan batas waktu untuk pencapaian setiap tujuan. Tulis tanggal tujuan dan tanggal evaluasi. Secara umum : SMART : Specific, Measurable, Achievable, Reality and Time (singkat, jelas, dapat dimengerti, spesifik, dapat diukur, dapat dinilai, realistis, berdasarkan diagnosis keperawatan dan kriteria waktu tertentu).