KONSEP MATERI IDK II MOBILISASI ( Disusun Dalam Rangka Tugas Mengajar Pada Mata Kuliah PDK )
Oleh : NUR HIDAYATI NIM : 1311 01 2010
PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil Alhamdulillahirabbil ‘aalamiin, segala Puji bagi Puji bagi ALLAH SWT yang atas Rahmat dan Ridho Nya saya dapat menyelesaikan Materi Mobilisasi dengan sebaik baiknya. Dalam proses penyusunan materi ini, tidak lepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ns. Nikmatur Rohmah, S.Kep., M.Kes. selaku dosen pengajar PDK yang memberikan support yang luarbiasadan kemudahan akses dalam proses penyusunan Rencana Proses Pembelajaran ini. 2. Ns. Komarudin, S.Kep., M.Kep. Sp.J. selaku dosen pengampu mata kuliah IDK II yang memberikan support yang luarbiasa, memberikan waktu, membantu dan mengarahkan saya selama proses penyusunan materi, dan mendampingi selamaproses mengajar. 3. Mahasiswa program studi S1 Keperawatan regular pagi semester 2 program A dan B yang bersedia menjadi audiens dalam praktik mengajar IDK II “Mobilisasi” 4. Semua pihak yang telah membantu serta memberi dukungan dalam penyelesaian tugas ini. Dalam penyusunan materi ini, saya menyadari masih banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan materi ini. Akhir kata, semoga materi yang sudah saya susun ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan keterampilan keperawatan bagi mahasiswa Program Studi Keperawatan baik Diploma, Sarjana, maupun Ners FIKES Universitas Muhammadiyah Jember.
Jember, 07 April 2014
Penyusun
2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil Alhamdulillahirabbil ‘aalamiin, segala Puji bagi Puji bagi ALLAH SWT yang atas Rahmat dan Ridho Nya saya dapat menyelesaikan Materi Mobilisasi dengan sebaik baiknya. Dalam proses penyusunan materi ini, tidak lepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ns. Nikmatur Rohmah, S.Kep., M.Kes. selaku dosen pengajar PDK yang memberikan support yang luarbiasadan kemudahan akses dalam proses penyusunan Rencana Proses Pembelajaran ini. 2. Ns. Komarudin, S.Kep., M.Kep. Sp.J. selaku dosen pengampu mata kuliah IDK II yang memberikan support yang luarbiasa, memberikan waktu, membantu dan mengarahkan saya selama proses penyusunan materi, dan mendampingi selamaproses mengajar. 3. Mahasiswa program studi S1 Keperawatan regular pagi semester 2 program A dan B yang bersedia menjadi audiens dalam praktik mengajar IDK II “Mobilisasi” 4. Semua pihak yang telah membantu serta memberi dukungan dalam penyelesaian tugas ini. Dalam penyusunan materi ini, saya menyadari masih banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan materi ini. Akhir kata, semoga materi yang sudah saya susun ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan keterampilan keperawatan bagi mahasiswa Program Studi Keperawatan baik Diploma, Sarjana, maupun Ners FIKES Universitas Muhammadiyah Jember.
Jember, 07 April 2014
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................... ................................................................. .......................................... ....................
1
KATA PENGANTAR ............................................. ................................................................... ...................................... ................
2
DAFTAR ISI ............................................. ................................................................... ............................................ ............................... .........
3
A.
B.
KONSEP TEORI KEBUTUHAN AKTIVITAS ............................. .............................
4
1. KOORDINASI MEKANIK TUBUH ......................................... .........................................
4
2. PRINSIP DASAR MEKANIK TUBUH ..................................... .....................................
11
3. POSTUR TUBUH (BODY ALIGNMENT) ............................... ...............................
12
4. KONSEP MOBILITAS DAN IMOBILITAS ............................. .............................
13
5. RANGE OF MOTION ............................................ ................................................................ ....................
15
6. DAMPAK IMOBILISASI TERHADAP TUBUH ..................... .....................
17
ASUHAN
KEPERAWATAN
KLIEN
DENGAN
GANGGUAN
MOBILISASI............................................. ................................................................... ...................................... ................
24
1. PENGKAJIAN ......................................... ............................................................... ................................... .............
24
2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN ........................................... ................................................ .....
25
3. INTERVENSI .......................................... ................................................................ ................................... .............
25
4. IMPLEMENTASI ............................................ ................................................................... ........................... ....
26
a. Ambulasi .......................................... ................................................................ ...................................... ................
26
b. Latihan Rentang Gerak ........................................... ........................................................... ................
29
c. Pemakaian Compression Stockings........................................ ........................................
35
d. Penggunaan Intermittent Penumatic Compression .................
37
e. Medikasi (Anticoagulan) ........................................... ........................................................ .............
38
5. EVALUASI ........................................... ................................................................. ...................................... ................
41
DAFTAR PUSTAKA .......................................... ................................................................ .......................................... ....................
42
3
A. KONSEP TEORI KEBUTUHAN AKTIVITAS 1.
KOORDINASI MEKANIK TUBUH
Koordinasi mekanik tubuh melibatkan fungsi sistem muskuloskeletal dan sistem
saraf
(neuromuskuler).
Komponen
sistem
muskuloskeletal
melibatkan tulang, otot, tendon, ligamen, kartilago, sendi. a. Tulang
Tulang adalah jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel yaitu osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Fungsi tulang antara lain: 1) Sebagai penunjang jaringan tubuh yang membentuk otot-otot tubuh. 2) Melindungi organ tubuh yang lunak, seperti otak, jantung, paru paru, dsb. 3) Membantu pergerakan tubuh 4) Membantu pergerakan tubuh 5) Menyimpan garam-garam mineral, seperti kalsium 6) Membantu proses hematopoiesis yaitu proses pembentukan sel darah merah di sumsum tulang b. Otot
Otot secara umum berfungsi untuk kontraksi dan menghasilkan gerakan-gerakan. Otot ada tiga macam, yaitu otot rangka, otot polos, dan otot jantung. Otot rangka terdapat pada sistem skeletal dan merupakan otot yang paling berperan dalam mekanik tubuh. Otot rangka
berfungsi
dalam
membantu
pengontrolan
gerakan,
mempertahankan postur tubuh, dan menghasilkan panas Ketiga macam otot tersebut dipersarafi oleh saraf tepi yang terdiri atas serabut motoris dari medula spinalis. Traktus piramidalis membawa pesan tonus, inhibisi, dan fasilitasi terhadap otot-otot tubuh. Jaras piramidalis motoris mengadakan decussatio (penyilangan) pada medula otak seperti korteks cerebri kanan mengatur otot-otot anggota gerak kiri dan korteks cerebri kiri mengatur otot-otot anggota gerak kanan.
4
Mekanisme kontraksi otot secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut: Peristiwa kontraksi otot diawali dengan potensial aksi saraf motorik menuju motor endPlate di membran otot. Dengan adanya
potensial
aksi,
pelepasan
asetilkolin
semakin
banyak.
Akibatnya, pintu kalsium di retikulum sarkoplassma membuka dan melepaskan ion kalsium ke sitoplasma sel otot. Ion kalsium kemudian menyebar ke seluruh sitoplasma dan berikatan dengan troponin C. Ikatan troponin C dengan ion kalsium mengakibatkan perubahan konformasi molekul troponin, membuka binding sites. Pembukaan binding sites tersebut memungkinkan terjadinya jembatan silang (cross bridges) antara filamin aktin dan myosin. Selanjutnya dengan katalis enzim myosin-ATPase terjadi hidrolisis ATP menjadi ADP + P + energi, sehingga terjadilah kontraksi otot. Kontraksi otot terus berlangsung selama ion – ion kalsium tetap berada pada konsentrasi tinggi dalam cairan sarkoplasma.
5
Gambar : Mekanisme kontraksi otot Sarkolema yaitu membran serabut otot
Mengandung Beribu – ribu miofibril
Filamin miosin
Filamin Aktin
Filamin tebal
Filamin tipis
Sebagian saling bertautan
Myofibril secara bergantian pita terang dan pita gelap
Pita terang karena mengandung filamin
Pita gelap mengandung filamin miosis
Penonjolan kecil dari sisi filamin miosin
Jembatan penyebrangan Interaksi
Kontraksi otot
Keterangan : Kontraksi otot terus berlangsung selama ion-ion kalsium tetap
berada pada konsentrasi tinggi dalam cairan sarkoplasma. Kalsium dilepaskan dari sistem terminalis oleh retikulum sarkoplasma. Kemudian berdifusi ke miofibril lalu berikatan kuat dengan troponin/filamin aktin.
6
Untuk mengetahui kekuatan atau kemampuan otot perlu dilakukan pemeriksaan derajat kekuatan otot yang dibuat ke dalam enam derajat (0-5). Derajat ini menunjukkan tingkat kemampuan otot yang berbeda – beda. Derajat Kekuatan otot
1) Derajad 5 Kekuatan normal di mana seluruh gerakan dapat dilakukan otot dengan tahanan maksimal dari proses yang dilakukan berulangulang tanpa menimbulkan kelelahan. 2) Derajat 4 Dapat melakukan Rom ( Range Of Motion) secara penuh dan dapat melawan tahanan ringan 3) Derajat 3 Dapat melakukan ROM secara penuh dengan melawan gaya berat (gravitasi), tetapi tidak dapat melawan tahanan. 4) Derajat 2 Dapat melakukan ROM secara penuh dengan bantuan atau menyangga sendi 5) Derajat 1 Kontraksi otot minimal terasa / teraba pada otot bersangkutan tanpa menimbulkan gerakan 6) Derajat 0 Tidak ada kontraksi otot sama sekali. Cara memeriksa kekuatan otot dengan menggunakan derajat kekuatan otot tersebut di atas sebagai berikut: 1) Pemeriksaan kekuatan otot bahu a) Pemeriksaan kekuatan otot bahu Caranya: (1) Minta klien melakukan fleksi pada lengan dan beri tahanan (2) Lakukan prosedur yang sama untuk gerakan ekstensi lengan, lalu beri tahanan (3) Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5
7
b) Pemeriksaan kekuatan otot siku Caranya: (1) Minta klien melakukan gerakan fleksi pada siku dan beri tahanan (2) Lakukan prosedur yang sama untuk gerakan ekstensi siku, lalu beri tahanan (3) Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5 c) Pemeriksaan kekuatan otot pergelangan tangan Caranya : (1) Letakkan lengan bawah klien di atas meja dengan telapak tangan menghadap atas (2) Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi telapak tangan dengan melawan tahanan (3) Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5 d) Pemeriksaan kekuatan otot jari-jari tangan Caranya: (1) Minta klien untuk meregangkan jari-jari dengan melawan tahanan (2) Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5 2) Pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas bawah a) Pemeriksaan kekuatan otot panggul Caranya: (1) Atur posisi tidur klien, lebih baik pemeriksaan dilakukan dalam posisi supine. (2) Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi tungkai dengan melawan tekanan (3) Minta klien untuk melakukan gerakan abduksi dan adduksi tungkai dengan melawan tahanan (4) Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5
8
b) Pemeriksaan kekuatan otot lutut Caranya: (1) Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi lutut dengan melawan tahanan (2) Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5 c) Pemeriksaan kekuatan otot tumit Caranya: (1) Minta klien untuk melakukan gerakan plantar fleksi dan dorsofleksi dengan melawan tahanan (2) Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5 d) Pemeriksaan kekuatan otot jari-jari kaki Caranya: (1) Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi dan ekstensi jari-jari kaki dengan melawan tahanan (2) Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5 c. Tendon
Tendon adalah sekumpulan jaringan fibrosa padat yang merupakan perpanjangan dari pembungkus otot dan membentuk ujung-ujung otot yang mengikatnya pada tulang. Tendon ini dibatasi oleh membran sinovial yang berfungsi untuk memberikan pelicin agar pergerakan tendon menjadi mudah. d. Ligamen
Ligamen adalah sekumpulan jaringan penyambung fibrosa yang padat, lentur, dan kuat. Ligamen berfungsi menghubungkan ujung persendian dan menjaga kestabilan. e. Kartilago
Kartilago terdiri atas serat yang tertanam dalam suatu gel yang kuat, tetapi elastis dan tidak mempunyai pembuluh darah. Zat makanan yang sampai ke sel kartilago berasal dari kapiler di perikondrium (jaringan fibrosa yang menutupi kartilago) dengan proses difusi, atau pada kartilago sendi melalui cairan sinovial.
9
f.
Sendi
Persendian
memfasilitasi
pergerakan
dengan
memungkinkan
terjadinya kelenturan. Ada beberapa jenis persendian, antara lain sendi sinartroses (sensi yang tidak bergerak), sendi amfiartroses (sendi yang pergerakannya terbatas hanya satu gerakan, seperti tulang vertebrae), dan sendi diartroses (sendi yang bebas pergerakannya, seperti sendi bahu dan sendi leher) Pengetahuan mengenai pergerakan sendi dapat bermanfaat dalam kaitannya dengan pengukuran kekuatan otot dan penggunaannya pada program latihan gerak. Ada beberapa pergerakan sendi yaitu fleksi, ekstensi, adduksi, abduksi, rotasi, eversi, inversi, pronasi, dan supinasi. 1) Fleksi merupakan pergerakan yang memperkecil sudut persendian 2) Ekstensi
merupakan
pergerakan
yang
memperbesar
sudut
persendian 3) Rotasi yaitu pergerakan memutari pusat aksis dari tulang Gambar
4) Adduksi yaitu pergerakan mendekati garis tengah tubuh 5) Abduksi merupakan pergerakan menjauhi garis tengah tubuh Gambar
10
6) Eversi yaitu perputaran bagian telapak kaki ke bagian luar bergerak membentuk sudut dari persendian 7) Inversi yaitu perputaran bagian telapak kaki ke bagian dalam bergerak membentuk sudut dari persendian Gambar
8) Pronasi yaitu pergerakan telapak tangan di mana permukaan tangan bergerak ke bawah 9) Supinasi yaitu pergerakan telapak tangan di mana permukaan tangan bergerak ke atas. Gambar
2. PRINSIP DASAR MEKANIK TUBUH
Prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam melakukan mekanik tubuh agar tidak menimbulkan cedera menurut Asmadi (2012), antara lain; a.
Gunakan otot yang terpanjang dan terkuat pada waktu mengangkat atau mendorong beban
b. Gunakan sabuk serta sekat rongga tubuh untuk memperkokoh bagian panggul dan melindungi organ – organ di dalam perut sewaktu membungkuk, meraih, mengangkat, atau menarik c. Tempatkan tubuh sedekat mungkin pada benda yang hendak diangkat atau dipindahkan
11
d. Gunakan berat badan sebagai kekuatan menarik atau mendorong dengan cara berayun di atas kaki ataupun memiringkan tubuh ke depan/ belakang untuk mengurangi ketegangan pada otot – otot lengan dan tungkai e. Sebuah benda lebih baik digeser atau digelindingkan, ditarik atau didorong dari pada diangkat. Hal tersebut ditujukan untuk mengurangi tenaga yang diperlukan f.
Tempatkan kaki – kaki secara berjauhan untuk memperoleh dasar penopangan yang lebar bila mana diperlukan kestabilan tubuh yang lebih besar. Tekuk lutut dan turunkan tubuh di dekat sebuah benda yang hendak diangkat Gambar
3. POSTUR TUBUH ( BODY ALIGNMENT )menurut Asmadi (2012).
Postur tubuh (body alignment) adalah kesesuaian susunan geometris bagian – bagian tubuh dalam hubungannya satu sama lain sesuai dengan faal tubuh (Taylor dkk.1993). Postur tubuh yang tepat dapat meningkatkan pengembangan paru – paru, fungsi ginjal, dan sistem pencernaan, serta bertambah efisiensinya sirkulasi darah. Sedangkan postur tubuh yang buruk dapat menimbulkan cedera. Postur tubuh yang baik diperlukan untuk keseimbangan tubuh, baik dalam keadaan sedang duduk, berdiri, ataupun terlentang. Keseimbangan tubuh dapat dicapai apabila seseorang mampu memelihara keseimbangan sepanjang garis gravitasi pada tengah dasar pendukung. Keseimbangan dalam bahaya jika garis gravitasi jatuh pada sudut dasar pendukung. Keseimbangan tidak dapat dipertahankan jika garis gravitasi jatuh di luar dasar pendukung.
12
Pada orang dewasa, sikap tubuh yang baik dengan posisi berdiri (posisi anatomis) yaitu : a. Kepala tegak, tidak terlalu ke depan, belakang, atau samping. b. Lekukan tulang punggung yang normal berbentuk seperti huruf S c. Lengan dan siku dilenturkan lurus ke bawah d. Pinggul lurus e. Lutut dibengkokkan sedikit f. Kaki diluruskan ke depan dengan mata kaki bengkok normal Gambar
4. KEBUTUHAN MOBILITAS DAN IMMOBILITAS menurut Alimul
(2008) Mobilitas adalah kemampuan individu untuk bergerak secara luas,
mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya Jenis Mobilitas
a) Mobilitas Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang. b) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
13
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian dibagi menjadi dua, yaitu; (1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokassi sendi dan tulang. (2) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegia karena cedera tulang belakang, polimielitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas :
a) Gaya hidup. Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari b) Proses penyakit / cedera. Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas seseorang karena dapat mempengaruhi fungsi tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian bawah. c) Kebudayaan.
Kemampuan
melakukan
mobilitas
dapat
juga
dipengaruhi kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang kuat, sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang beraktifitas. d) Tingkat energi. Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas.
14
e) Usia dan status perkembangan. Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia Imobilitasadalah keadaan di mana seseorang tidak dapat bergerak secara
bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktifitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dsb. Jenis Imobilitas
a) Imobilitas fisik , merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti
pada
pasien
yang
hemiplegia
yang
tidak
mamp
mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan b) Imobilitas
Intelektual ,
merupakan
keadaan
ketika
seseorang
mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit. c) Imobilitas
Emosional,
keadaan
ketika
seseorang
mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-t iba dalam menyesuaikan
diri. Sebagai contoh, keadaan stress dapat
disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai. d) Imobilitas sosial , keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial. 5. RANGE OF MOTION ( ROM ) menurut Lukman dan Nurma Ningsih
(2009) Jenis latihan rentang gerak terbagi menjadi dua, yaitu ROM aktif dan ROM pasif. ROM aktif adalah kemampuan klien dalam melakukan pergerakan secara mandiri, sedangkan ROM pasif adalah pergerakan yang dilakukan dengan bantuan orang lain, perawat atau alat bantu.
15
a. Manfaat Latihan Rentang Gerak (ROM):
-
Gerakan tubuh yang teratur dapat meningkatkan kesegaran tubuh
-
Memperbaiki tonus otot dan sikap tubuh, mengontrol berat badan, mengurangi ketegangan, dan meningkatkan relaksasi
-
Menjaga kebugaran ( fitness) dari tubuh
-
Merangsang peredaran darah dan kelenturan otot
-
Menurunkan stress seperti hipertensi, kelebihan BB, kepala pusing, kelelahan, dan depresi
-
Merangsang pertumbuhan pada anak - anak
b. Faktor yang memengaruhi ROM adalah sebagai berikut:
-
Pertumbuhan pada masa anak – anak
-
Sakit
-
Fraktur
-
Trauma
-
Kelemahan
-
Kecacatan
-
Usia, dll
c. Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan rentang gerak
Lingkungan
dan
klien
perlu
sebelum
melalukan
mobilisasi.
Lingkungan harus dapat menjaga keamanan dan kenyamanan klien selama melakukan latihan, sedangkan yang menjadi perhatian terhadap klien adalah latihan yang dilakukan harus sesuai degan kemampuan klien dan harus memperhatikan kesungguhan serta tingkat konsentrasi klien dalam melakukan latihan.
d. Gerakan ROM
Gerakan ROM bisa dilakukan pada leher, ekstremitas atas, dan ekstremitas bawah. Latihan rentang gerak pada leher, meliputi gerakan fleksi, ekstensi, rotasi lateral, dan fleksi lateral (Lukman an Nurma. 2009) Menurut Reeves (2001) rentang gerak (ROM) standar
untuk
ekstremitas atas dan ekstremitas bawah, adalah sebagai berikut:
16
1) Ekstremitas Atas a) Bahu: adduksi, abduksi, fleksi, ekstensi, dan hiperekstensi b) Siku: fleksi dan ekstensi c) Lengan depan: pronasi dan supinasi d) Pergelangan tangan: fleksi pergelangan, fleksi radialis, fleksi ulnaris, hiperekstensi pergelangan e) Ibu jari: fleksi, ekstensi, dan oposisi (ibu jari berhadapan dengan jari kelingking) f) Jari-jari: abduksi, adduksi, fleksi, dan ekstensi 2) Ekstremitas Bawah a) Kaki: fleksi, ekstensi, hiperekstensi, adduksi, abduksi, rotasi internal, dan rotasi eksternal b) Lutut: fleksi, dan ekstensi c) Pergelangan kaki: dorso fleksi, dan plantar fleksi d) Telapak kaki: supinasi dan pronasi
6. DAMPAK IMMOBILISASI TERHADAP TUBUHmenurut Asmadi
(2012) a. Dampak Immobilisasi terhadap fisik 1) Sistem Integumen
Imobilisasi yang lama dapat menyebabkan kerusakan integritas kulit, seperti abrasi dan dekubitus. Hal tersebut disebabkan oleh karena pada imobilisasi terjadi gesekan, tekanan, jaringan bergeser satu dengan yang lain, dan penurunan sirkulasi darah pada area yang tertekan, sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang tertekan. Kondisi yang ada dapat diperburuk lagi dengan adanya infeksi, trauma, kegemukan, berkeringat, dan nutrisi yang buruk. Selain itu, sirkulasi darah yang lambat mengakibatkan kebutuhan oksigen dan nutrisi pada area yang tertekan menurun sehingga laju metabolisme jaringan menurun. Bila belangsung terus-menerus, dapat mengakibatkan terjadinya atrofi otot dan perubahan turgor kulit.
17
2) Sistem Kardiovaskular
a) Penurunan Cardiacreserve Imobilisasi mengakibatkan pengaruh simpatis atau sistem adrenergik lebih besar daripada sistem kolinergik atau sistem vagal. Hal ini menyebabkan peningkatan denyut jantung. Konsekuensi dari peningkatan denyut jantung menyebabkan waktu pengisian diastolik memendek dan terjadi penurunan kapasitas
jantung
untuk
merespon
terhadap
kebutuhan
metabolisme tubuh. b) Peningkatan beban kerja jantung Pada kondisi bedrest yang lama, jantung bekerja lebih keras dan kurang efisien, disertai curah jantung yang turun selanjutnya
akan
menurunkan
efisiensi
jantung
dan
meningkatkan beban kerja jantung. c) Hipotensi ortostatik Hipotensi ortostatik merupakan manifestasi umum yang terjadi pada sistem kardiovaskuler sebagai akibat dari bedrest yang lama. Hipotensi ortostatik adalah turunnya tekanan darah 15 mmHg atau lebih ketika klien bangkit dari tidur atau pada saat duduk untuk berdiri. Pada
kondisi
bedrest ,
terjadi
penumpukan
darah
pada
ekstremitas bawah yang disebabkan arteriola dan venula tungkai tidak berkonstriksi secara adekuat dalam memperbaiki efek dari gravitasi pada darah dari jantung kiri. Oleh karena itu, pada saat klien mencoba bangun atau berdiri, darah masih terkumpul di ekstremitas bawah. Sirkulasi volume darah dan venous return menurun serta stroke volume menjadi terlalu kecil untuk memenuhi kebutuhan aliran sirkulasi ke serebral. Akibatnya, klien merasa pusing saat bangkit dan dapat menyebabkan pingsan.
18
d) Phlebotrombosis Kejadian phlebotrombosis lebih sering terjadi pada klien yang mengalami paralisis dibandingkan yang bukan paralisis. Hal ini disebabkan adanya perubahan hemodinamik, statis vena, dan disertai gangguan pembekuan darah. 3) Sistem Respirasi
a) Penurunan kapasitas vital Klien imobilitas dengan berbaring dalam posisi terlentang akan jarang mengontraksikan otot interkostal, diafragma, dan abdomen saat melakuakn inspirasi dan ekspirasi maksimal. Secara umum, penurunan kekuatan otot juga memengaruhi otot pernapasan. Selanjutnya, hal ini menyebabkan menurunnya kapasitas vital dan kapasitas fungsioanl pernapasan 25-30% b) Penurunan ventilasi volunter maksimal Menurunnya kapasitas vital menyebabkan ketidakmampuan untuk memelihara ventilasi maksimal dan menurunnya daya tahan pernapasan. Pada klien imobilitas, ventilasi volunter maksimal menurun 25-30% c) Penurunan ventilasi / perfusi setempat Gangguan yang telah diuraikan di atas dan dikap tubuh yang horizontal,
yang
memengaruhi
sirkulasi
pulmonal,
menyebabkan adanya perbedaan rasio ventilasi dan perfusi setempat. d) Mekanisme batuk yang menurun Imobilisasi menyebabkan penurunan efisiensi siliaris, sehingga sekresi
mukosa
pernapasan
cenderung
menumpuk
pada
bronkial dan menjadi lebih kental dari biasanya. Hal tersebut menyebabkan terganggunya gerakan siliaris normal serta melekatnya sekret pada epitel saluran pernapasan. Pada kondisi ini, rentan terjadi infeksi pada saluran pernapasan atas yang selanjutnya dapat berkembang menjadi infeksi sekunder pada saluran napas bawah dan jaringan paru-paru.
19
4) Sistem Pencernaan
a) Anoreksia Penurunan
kebutuhan
kalori
pada
klien
imobilitas
mengakibatkan kehilangan nafsu makan. Perubahan endrokrin juga dapat menurunkan nafsu makan. Perubahan endokrin yang terjadi pada klien imobilitas juga dapat menurunkan nafsu makan. Anoreksia juga sering sebagai manifestasi dari ansietas maupun depresi yang menimpa pada kondisi imobilisasi. b) Konstipasi Jumlah adrenergik yang banyak pada imobilisasi menghambat peristaltik dan sphincter menjadi konstriksi. Kondisi ini menyebabkan menurunnya motilitas gastroinstestinal. Faktor lain yang mendukung terjadinya konstipasi pada klien imobilisasi adalah kurang gerak, perubahan makanan dan minuman, meningkatnya absorbsi air, serta rendahnya intake cairan dan serat. c) Metabolisme (1) Kecepatan Metabolisme Penurunan metabolisme mengakibatkan penurunan energi yang dibutuhkan oleh sel – sel tubuh, sehingga menurunkan kecepatan basal metabolisme rate (BMR) (2) Metabolisme Karbohidrat, Lemak, Protein Bedrest yang terus – menerus akan menurunkan aktivitas pankreas di mana insulin yang diproduksi tidak cukup untuk
menoleransi
glukosa,
sehingga
menyebabkan
peningkatan kadar glukosa dalam serum. Efek tersebut dapat kembali normal setelah klien melakukan aktivitas. Selama imobilitas, terjadi peningkatan ekskresi nitrogen, yang merupakan terjadinya keseimbangan nitrogen yang negatif. Kondisi ini akan mengubah osmolalitas plasma dan akan
menyebabkan
terjadinya
perpindahan
cairan
20
intervaskular akan keluar ke ruang insterstisial pada bagian tubuh yang rendah, sehingga terjadilah edema. Penurunan mobilitas mengakibatkan perubahan dalam penyimpanan lemak. Prosentase lemak tubuh turun sebagai akibat menurunnya massa tubuh. 5) Sistem Perkemihan
Imobilisasi menyebabkan perubahan pada eliminasi urin. Dalam kondisi normal, urin mengalir dari pelvis renal masuk ke ureter lalu ke bladder yag disebabkan karena adanya gaya gravitasi. Namun pada posisi terlentang, ginjal dan ureter berada pada posisi yaang sama sehingga urine tidak dapat melewati ureter dengan baik (urin menjadi statis). Akibatnya urin banyak tersimpan dalam pelvis renal. Kondisi ini berpotensi tinggi menyebabkan infeksi saluran kemih. Selain itu pada imobilitas ekskresi kalsium urin meningkat (hiperkalsiuria). Kondisi urin statis, hiperkalsiuria, dan infeksi saluran kemih akan mengarah pada terbentuknya kalkuli di pelvis renal maupun saluran kemih bawah. 6) Sistem Muskuloskeletal
Imobilisasi menyebabkan penurunan massa otot (atrofi otot) sebagai akibat dari kecepatan metabolisme yang turun dan kurangnya kekuatan
aktivitas, otot
sehingga
sampai
mengakibatkan
akhirnya
berkurangnya
memburuknya
perubahan
koordinasi pergerakan. Imobilisasi juga dapat mengakibatkan perubahan metabolik pada sistem muskuloskeletal sehingga terjadi hiperkalsemia dan hiperkalsiuria yang kemudian menyebabkan osteoporosis. Selain terjadi atrofi otot, imobilisasi juga dapat menyebabkan pemendekan serat otot. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya konstraktur sendi di mana persendian menjadi kaku, tidak dapat digerakkan pada jangkauan gerak yang penuh, dan mungkin menjadi cacat yang tidak dapat disembuhkan. Kalsifikasi ektopik
21
pada jaringan lemak sekitar persendian dapat menyebabkan ankilosis persendian yang permanen. 7) Sistem Neurosensoris
Dampak terhadap sistem neurosensoris tampak nyata pada klien imobilisasi yang dipasang gips akibat fraktur. Pemasangan gips pada ekstremitas dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan gangguan saraf pada bagian distal dari gips. Hal tersebut menyebabkan klien tidak dapat menggerakkan bagian anggota tubuh yang distal dari gips, mengeluh terjadi sensasi yang berlebihan atau berkurang, dan timbul rasa nyeri yang hebat. b. Dampak Imobilisasi terhadap Psikososial Kondisi imobilitas dapat memengaruhi emosional, intelektual, sensori, dan sosiokultural. Perubahan pada status emosional biasanya terjadi secara bertahap. Umumnya, perubahan emosional klien imobilisasi di antaranya adalah depresi, perubahan tingkah laku, perubahan siklus bangun tidur, dan penurunan kemampuan pemecahan masalah. 1) Depresi Klien imobilisasi dapat menjadi depresi karena perubahan dalam konsep diri dan kecemasan tentang kondisi kesehatannya, keuangan, masalah keluarga, serta faktor lain seperti masalah menurnnya kemandirian dan otonomi dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari ( Activity
Daily Living – ADL). Depresi
merupakan emosional abnormal yang ditandai dengan perasaan sedih, patah hati, merasa tidak berguna, perasaan kosong, dan tidak ada harapan yang sesuai dengan kenyataannya. 2) Perubahan Tingkah laku Pada klien imobilisasi, perubahan tingkah laku sangat bervariasi dan bersifat individual. Perubahan tingkah laku yang biasa terjadi pada klien imobilisasi antara lain sikap permusuhan, suka bertengkar, mudah marah, perasaan pusing, menarik diri, bingung, dan cemas.
22
Terjadinya perubahan perilaku pada klien imobilisasi dapat disebabkan karena kehilangan peran keluarga, tempat kerja, dan ketergantungan yang tinggi terhadap orang lain. Kondisi ini menyebabkan harga diri klien rendah. Bila mekanisme kompensasi yang dilakukan tidak efektif, maka muncul perubahan perilaku pada klien sebagaimana yang telah disebutkan di atas. 3) Perubahan siklus bangun tidur Posisi berbaring yang tidak berubah dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan ketidaknyamanan dalam istirahat dan tidur, sehingga pola tidur klien menjadi terganggu. Klien imobilisasi tidak dapat tidur tanpa perubahan posisi sehingga pola tidur klien menjadi tergangu. Selain itu, tidak adanya aktivitas, kurangnya rangsangan sensori, dan kesendirian (kesepian) di tempat tidur menyebabkan klien tidak produktif di siang hari sehingga klien sering tidak bisa tidur. 4) Penurunan kemampuan pemecahan masalah Imobilisasi yang lama menyebabkan kemampuan klien untuk mengembangkan aktivitas intelektual dapat menurun, sehingga kemampuan untuk memecahkan masalah juga menurun. Penurunan kemampuan
tersebut
diakibatkan
oleh
kurangnya
stimulus
intelektual dan stress terhadap penyakit yang dialaminya dan kondisi tubuhnya yang tidak berdaya. c. Dampak Imobilisasi terhadap tumbuh kembang pada anak Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh stimulus yang diterimanya. Pada kondisi imobilisasi di mana anak mengalami keterbatasan
dalam
melakukan
aktivitas.
Mengembangkan
keterampilan dan berinteraksi dengan teman akan menyebabkan proses tumbuh kembang anak menjadi terhambat. Situasi perawatan yang monoton selama anak imobilisasi semakin menambah besar dampak imobilisasi terhadap tumbuh kembang anak.
23
B.
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN MOBILISASI 1.
PENGKAJIAN menuru Asmadi. (2012). a. Aspek Biologis 1) Usia. Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan
aktivitas, terkait dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji di antaranya adalah postur tubuh yang sesuai dengan tahap perkembangan individu. 2) Riwayat Keperawatan. Hal yang perlu dikaji di antaranya
adalah riwayat adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien,dll 3) Pemeriksaan Fisik. Rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh,
dan dampak imobilsasi terhadap sistem tubuh. b. Aspek Psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons psikologis terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas, dll. c. Aspek Sosiokultural
Pengkajian
pada
aspek
sosiokultural
ini
dilakukan
untuk
mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktivitas yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya, bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik di rumah, kantor, maupun sosial, dll d. Aspek Spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut klien terkait dengan kondisi kesehatan yang dialaminya
sekarang,
keputusasaan?.
seperti
Bagaimana
apakah
pelaksanaan
klien ibadah
menunjukkan klien
dengan
keterbatasan kemampuan fisiknya? Dll.
24
2.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN ( menurut Asmadi. 2012 dan Alimul.
2009) a) Gangguan mobilitas fisik b/d ketidakmampuan bergerak sekunder akibat trauma tulang belakang, fraktur, dll b) Gangguan penurunan curah jantung b/d imobilitas c) Gangguan konsep diri b/d imobilitas d) Intoleransi aktivitas b/d penurunan mobilisasi, kesejajaran tubuh yang buruk e) Resiko cedera b/d ketidaktepatan mekanik tubuh, ketidaktepatan posisi tubuh dalam melakukan aktivitas, dan ketidaktepatan teknik pemindahan f) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d statis sekresi paru, ketidaktepatan posisi tubuh g) Ketidakefektifan pola nafas b/d penurunan pengembangan paru, penumpukan sekresi paru, dan ketidaktepatan posisi tubuh h) Resikogangguan intergritas kulit b/d imobilitas sekunder akibat penekanan permukaan kulit, dan gaya gesek i) Gangguan pola tidur b/d keterbatasan mobilisasi, ketidaknyamanan j) Ketidakefektifan koping individu b/d pengurangan tingkat aktivitas, isolasi sosial 3.
INTERVENSI
a. Nursing Observation Observasi terhadap keadaan klien yang berhubungan dengan gangguan mobilisasi dan resiko komplikasi yang mungkin terjadi sehingga mampu membuat keputusan melakukan pencegahan dampak imobilisasi sedini mungkin. b. Nursing Education 1) Beri
penjelasan
tentang
manfaat
mobilisasi
dan
dampak
imobilisasi pada klien maupun keluarga. Diharapkan klien dan keluarga mampu memahami dan bekerjasama dalam proses keperawatan dalam penatalaksanaan gangguan mobilisasi
25
2) Mengajari klien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi secara mandiri dan atau dengan bantuan. Diharapkan klien mampu melakukan mobilisasi secara mandiri sehingga dapat melalukan mobilisasi selama dilanjutkan di rumah. c. Nursing Treatment 1) Ambulasi 2) Range Of Motion (ROM)/ Latihan Rentang Gerak d. Nursing Collaboration 1) Pemakaian Compression stockings 2) Penggunaan Intermittent Pneumatic Compression 3) Medikasi ( Antikoagulan)
4.
IMPLEMENTASI
a. Ambulasi ( menurut Asmadi. 2012 ) Ambulasi adalah kegiatan berjalan (Kozier dkk. 1995). Persiapan latihan fisik yang diperlukan klien hingga memiliki kemampuan ambulasi, antara lain: 1) Latihan otot – otot quadriceps femoris dan otot – otot gluteal: a) Kerutkan otot – otot quadriceps sambil berusaha menekan daerah popliteal. Seolah – olah ia menekan lututnya ke bawah sampai masuk kasur sementara kaki-kakinya naik ke atas. Hitung sampai hitungan kelima. Istirahatkan sampai hitungan kelima. Ulangi latihan ini 10-15 x/jam b) Kerutkan
otot-otot
bokong
sampai
hitungan
kelima.
Istirahatkan smpai hitungan kelima. Ulangi latihan ini 1015x/jam 2) Latihan untuk menguatkan otot – otot ekstremitas atas dan lingkar bahu a) Bengkokkan dan luruskan lengan pelan – pelan sambil memegang berat traksi atau benda yang beratnya berangsurangsur ditambah dan jumlah pengulangannya. Ini berguna untuk menambah kekuatan otot ekstremitas atas.
26
b) Latihan “ push up” dengan posisi tiarap c) Menekan balon karet. Ini berguna untuk meningkatkan kekuaran genggaman d) Angkat kepala dan bahu dari tempat tidur kemudian rentangkan tangan sejauh mungkin. e) Duduk di tempat tidur atau kursi: (1) Angkat tubuh dari kursi, tekankan tangan ke pegangan kursi (2) Angkat tubuh dari tempat tidur, tahan selama beberapa menit 3) Latihan berjalan a) Klien dilatih untuk duduk terlebih dahulu baru dilatih untuk turun dari tempat tidur b) Perhatikan waktu klien turun dari tempat tidur apakah menunjukkan gejala-gejala pusing, sulit bernapas, dll. Tidak jarang klien tiba-tiba lemes sebagai akibat hipotensi ortostatik c) Istirahatkan sebentar, ukur denyut nadi. Bila nadi cepat dan tidak teratur, maka harus hati-hati d) Mula-mula klien digeser ke tepi tempat tidur dan dibantu duduk. Bila klien merasa enak, maka perawat penyangganya di bawah bahu serta lutut dan memutarnya sehingga kedua tungkai dan kakinya berada disamping tempat tidur. Ketika membantu klien turun dari tempat tidur perawat harus berdiri tepat di depannya. Klien meletakkan tangannya di pundak perawat dan perawat meletakkan tangannya di bawah ketiak klien. Klien dibiarkan berdiri sebentar untuk memastikan bahwa ia tidak merasa pusing. Jika klien memerlukan bantuan, sebaiknya perawat berjalan di sampingnya dengan tangan di lengan klien.
27
Gambar
Terdapat teknik berjalan untuk melatih klien berjalan dengan menggunakan kruk (alat bantu berjalan). Teknik berjalan tersebut antara lain; a) Gaya berjalan empat titik tumpuan Prinsipnya adalah berat badan dipikul oleh kedua kaki dengan pola berjalan sebagai berikut: majukan kruk (kayu penopang) kanan, kaki kiri, kayu penopang kiri, dan kaki kanan. Ini adalah kebalikan dari pola berjalan yang normal. b) Gaya berjalan tiga titik tumpuan Prinsipnya adalah berat badan hanya dipikul oleh sebelah kaki. Kaki yang satu lagi dpaat dipakai sebagai peyangga, tetapi hanya dipakai sebagai pengimbang dalam proses berjalan. Pola berjalannya sebagai berikut: kedua kayu penopang dan kaki yang tidak boleh menyangga dimajukan, kemudian disusul kaki yang sehat. Kedua kayu penopang lalu segera dipindahkan ke muka lagi dan pola tadi diulangi. c) Gaya berjalan dua titik tumpuan Prinsipnya adalah berat badan dipikul oleh kedua kaki dan polanya merupakan percepatan dari gaya jalan empat titik tumpuan yaitu kayu penopang kanan dan kaki kiri maju
28
bersama – sama, kayu penopang kiri dan kaki kanan maju bersama-sama pula. d) Gaya berjalan berayun Prinsipnya
adalah
kedua
kaki
menahan
berat
badan,
membutuhkan kekuatan lengan, dan dapat digunakan dengan walker . Langkahnya adalah sebagai berikut: majukan kedua kruk, angkat kedua kaki/berayun ke depan, begitu set erusnya. b. Latihan Rentang Gerak (Range Of Motion / ROM)Pasif dan Aktif menurut Alimul (2008) dan Lukman & Ningsih (2009)
Langkah-langkah latihan rentang gerak (ROM): 1) Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan Cara: a) Jelaskan Prosedur yang akan dilakukan b) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk dengan lengan c) Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lan memegang pergelangan tangan pasien d) Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin e) Catat perubahan yang terjadi
29
2) Fleksi dan Ekstensi Siku Cara : a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan b) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak mengarah ke tubuhnya. c) Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya dengan tangan lainnya. d) Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu e) Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya f) Catat Perubahan yang terjadi Gambar Fleksi dan Ekstensi Siku
3) Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah Cara : a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan b) Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk. c) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya. d) Putra lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya. e) Kembalikan ke posisi sebelumnya f) Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap ke arahnya g) Kembalikan ke posisi semula h) Catat Perubahan yang terjadi
30
Gambar Pronasi dan supinasi lengan bawah
4) Pronasi Fleksi Bahu Cara : a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan b) Atur posisi pasien di sisi tubuhnya c) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya. d) Angkat lengan pasien pada posisi semula e) Catat perubahan yang terjadi Gambar Pronasi Fleksi Bahu
5) Abduksi dan Adduksi Cara : a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan b) Atur posisi lengan pasien di samping badannya. c) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya. d) Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat
31
e) Kembalikan ke posisi sebelumnya f) Catat Perubahan yang terjadi Gambar Abduksi & Adduksi
6) Rotasi Bahu Cara : a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan b) Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk c) Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya. d) Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan menghadap ke bawah. e) Kembalikan lengan ke posisi sebelumnya f) Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan menghadap ke atas. g) Kembalikan lengan ke posisi sebelumnya h) Catat Perubahan yang terjadi Gambar Rotasi Bahu
32
7) Fleksi dan Ekstensi Jari-jari Cara : a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan b) Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan lain memegang kaki. c) Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah d) Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang e) Kembalikan ke posisi semula f) Catat perubahan yang terjadi Gambar Fleksi & ekstensi jari kaki
8) Inversi dan Eversi Kaki Cara: a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan b) Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang pergelangan kaki dengan tangan satunya. c) Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya. d) Kembalikan ke posisi semula e) Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain f) Kembalikan ke posisi semula g) Catat perubahan yang terjadi Gambar Inversi & Eversi
33
9) Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki Cara : a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan b) Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan rileks. c) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada pasien d) Kembalikan ke posisi semula e) Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien f) Catat perubahan yang terjadi Gambar Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki
10) Fleksi dan Ekstensi Lutut Cara: a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan b) Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan tangan yang lain c) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha d) Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin e) Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke atas f) Kembali ke posisi semula g) Catat perubahan yang terjadi Gambar Fleksi dan Ekstensi Lutut
34
11) Rotasi Pangkal Paha Cara: a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan b) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan yang lain di atas lutut c) Putar kaki menjauhi perawat d) Putar kaki ke arah perawat e) Kembalikan ke posisi semula f) Catat perubahan yang terjadi Gambar Rotasi Pangkal Paha
12) Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha Cara : a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan b) Letakkan satu tangan perawat di atas lutut pasien dan satu tangan pada tumit c) Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm dari tempat tidur, gerakkan kaki menjauhi badan pasien d) Gerakkan kaki mendekati badan pasien e) Kembalikan ke posisi semula f) Catat perubahan yang terjadi Gambar Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha
35
c. Compression Stockings Compression stockings adalah kaus kaki khusus, yang didesain
untuk
membantu
mencegah
terjadinya
dan
atau
pelindung
memburuknya pada gangguan vena seperti edema, phlebitis, dan trombosis. Compression Stockings (stoking dengan penekanan) adalah bahas elastis yang digunakan pada kaki, menekan ekstremitas, memberikan tekanan pada kaki, menurunkan diameter vena yang mengalami distensi, dan menyebabkan peningkatan kecepatan dan keefektifan
katub.
Terapi
Compression(penekanan)
membantu
menurunkan tekanan vena, mencegah statis vena dan gangguan pada dinding vena, dan mengurangi rasa berat dan nyeri kaki. Indikasi : 1) Tired, aching legs ( lelah, nyeri kaki) 2) Edema 3) Varises vena 4) Spider Veins (mild varicosities) 5) Deep vein thrombosis 6) Lymphedema 7) Phlebitis 8) Economy class syndrome (ECS) 9) Lipodermatosclerosis 10) Pregnancy 11) Economy class stroke syndrome 12) Chronic peripheral venous insufficiency
Compression stockingsadalah dibuat dengan menggunakan serat elastis atau karet. Serat ini membantu menekan ektremitas, membantu sirkulasi.Compression stockings menawarkan level penekanan yang berbeda.
Bagian
dari
pengukuran
yang
digunakan
untuk
mengelompokkan tekanan pada stoking adalah dalam mmHg.Stoking sering dijual dalam tingkat tekanan berikut ini : Support - over-the-counter ( dijual bebas )
10-15 mmHg
36
15-20 mmHg
Dengan advice atau resep dokter umum atau dokter dan ukuran yang tepat dari pembuat stoking yang sudah ditraining :
20-30 mmHg
30-40 mmHg
40-50 mmHg
50+ mmHg
Styles (tipe)
Knee-high (AD)
Thigh-high (AG)
Pantyhose (AT)
Maternity Pantyhose
Waist Attachment/CHAPS
d. Intermittent Pneumatic Compression
I ntermittent pneumatic compression (Penekanan mesin udara intermittent)adalah teknik terapeutik pada peralatan medis yang
terdiri pompa udara dan sarung lengan, sarung tangan, atau kaki yang bisa mengembang, dalam sistem yang didesain untuk meningkatkan sirkulasi vena pada ekstremitas pada pasien yang mengalami edema atau resiko DVT (deep vein thrombosis/ trombosis vena dalam) atau Pulmonary Embolism (PE)/ Emboli Pulmonal. Ketika diaktifkan, pompa mengisi ruang udara pada jaket yang memberi penekanna pada jaringan pada ekstremitas, dengan cara demikian mendorong cairan, seperti darah dan limfe, keluar dari daerah yang tertekan. Selanjutnya, (dalam waktu singkat) tekanan diturunkan, menyebabkan peningkatan aliran darah kembali ke ekstremitas. Tujuan fungsional utama pada alat ini adalah untuk memberikan tekanan pada darah dari lapisan vena dalam yang mana diasumsikan bahwa katub vena kondisinya bagus yang akan didorong ke atas. Ketika sarung ekstremitas (yang bisa mengembang) sedang mengempis (deflate) maka vena akan terisi lagi oleh darah. Pompa
37
intermitten pada lengan akan memastikan pergerakan pada darah vena.
e. MEDIKASI ( Antikoagulan )
1) Heparin Heparin (dipersiapkan secara komersial dari jaringan binatang) adalah suatu antitrombolitik yang digunakan untuk mencegah pembentukan bekuan. Karena heparin tidak mempengaruhi sintesis
dari
faktor
pembekuan,
heparin
tidak
dapat
menghancurkan bekuan yang sudah terbentuk. Heparin LMW (Low Molecular Weight), seperti dalteparin sodium dan enoxaparin sodium adalah terbentuk dengan menghancurkanheparin yang tidak terpecah menjadi unsur yang lebih
sederhana.
LMWheparindigunakan
Unfractionated untuk
mencegah
Heparin DVT
( deep
dan vein
thrombosis), yaitu bekuan darah di vena dalam (biasanya di kaki), pada pasien surgical (operasi). LMW heparin lebih disukai karena bisa diberikan subkutan dan tidak membutuhkan monitor sesering penggunaan unfractionated heparin.
38
Unfractionated Heparin
LMW Heparin
Karena heparin dan turunannya tidak diabsorbsi dengan baik di GI Tract (saluran cerna), maka harus diberikan secara parenteral. Unfractonated heparin diberikan secara infus IV berkelanjutan. LMW heparin mempunyai kelebihan yaitu sirkulasi waktu paruh yang lama. Heparin dan LMW heparin dapat diberikan subcutan 1 atau 2 kali per hari. Distribusi secara cepat dengan pemberian melalui IV, namun belum dapat diprediksikan yang melalui injeksi subcutan. Heparin dan turunannya tidak boleh diberikan melalui IM, karena resiko perdarahan lokal. Obat ini dimetabolisme di liver. Hasil metabolisme diekskresi melalui urin. Heparin bisa juga digunakan pada banyak kondisi klinis untuk mencegah pembentukan bekuan baru atau perluasan bekuan yang sudah ada. a) Cara Kerja - Memperpanjang formasi (pembentukan) antitrombin III menjadi thrombin compleks - Me-non-aktifkan
trombin dan mencegah perubahan
fibrinogen menjadi fibrin b) Indikasi - Deep Vein Thrombosis (DVT)/ Trombosis Vena dalam - Pulmonary Embolism ( PE )/ Emboli Pulmonal
39
- Open – Heart Surgery - Disseminated Intravascular Coagulation ( DIC ) - Unstable Angina - Post – Myocardial Infarction - Cerebral thrombosis pada stroke - Trombus Ventrikel Kiri (Left Ventricular thrombi) - Heart Failure - History of embolism and atrial fibrillation ( Riwayat emboli dan atrial fibrilasi ) - LMW heparin digunakan untuk mencegah DVT c) Nursing Consideration ( Pertimbangan Keperawatan ) (1) Monitor pasien adanya efek samping seperti perdarahan, perpanjangan masa pembekuan, trombositopenia, dan reaksi hipersensitif (2) Cek secara regular (rutin) adanya perdarahan gusi, memar, ptekiae,
epistaksis,
tinja
berdarah,
hematuria,
dan
hematemesis (3) Efek samping bisa dinetralkan dengan “Protamin Sulfate”
(4) Monitor rutin PTT (Partial Thromboplastin Time) (N= 21 35 detik) terapeutik range (1,5 – 2,5 x normal) 2) Warfarin Sodium ( Oral Anticoagulant ) Warfarin diabsorbsi dengan cepat dan hampir sempurna ketika dikonsumsi melalui oral. Meskipun absorbsinya cepat, efek warfarin tidak terlihat selama 36-48 jam dan bisa membutuhkan waktu 3-4 hari untuk terjadi efek secara penuh. Hal ini dikarenakan warfarin melawan produksi faktor pembekuan vitamin – K-dependent (tergantung vit K). Sebelum warfarin menunjukkan efek secara sempurna (penuh), sirkulasi faktor pembekuan Vit K harus dihabiskan. Farmakodinamik : Antikoagulan oral mempengaruhi kemampuan liver untuk mensintesa Faktor pembekuan Vit – K – dependen, termasuk
40
prothrombin dan faktor VII, IX, dan X, faktor pembekuan sudah berada di dalam sirkulasi darah untuk membekukan darah sampai habis, oleh karena itu anti pembekuan darah tidak dimulai segera. a) Cara Kerja Menghambat
aktivasi
Vit-K-
dependent
pada
faktor
pembekuan II,VII,IX, dan X yang dibentuk di liver. b) Indikasi Pencegahan Emboli Pulmonal yang disebabkan oleh DVT ( Deep Vein Thrombosis/ Trombosis vena dalam), Infark Miokard, Demam Rematik, Katub Jantung Buatan, atau Fibrilasi Atrium Kronik c) Nursing Consideration (1) Monitor pasien adanya reaksi efek samping, seperti perdarahan,
waktu
pembekuan
darah
memanjang,
kemerahan, panas, diare, dan hepatitis (2) Inspeksi secara rutin adanya perdarahan gusi, memar, ptekiae,
epistaksis,
feces
berdarah,
hematuria,dan
hematemesis (3) Efek samping obat dapat dinetralkan dengan Vitamin K
(4) Monitor PT (Prothrombin Time) secara rutin ( N= 10-14 detik) terapeutic r ange ( 1-2,5 x normal) 5.
EVALUASI KEPERAWATAN
Menurut Alimul (2008) Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan mobilitas adalah sebagai berikut: a) Peningkatan fungsi sistem tubuh b) Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot c) Peningkatan fleksibilitas sendi d) Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada klien, dan ekspresi klien menunjukkan keceriaan e) Self Care f) Tidak terjadi komplikasi
41