KONSEP KLASTER INDUSTRI UNTUK PENGEMBANGAN INDUSTRI MEBEL KABUPATEN JEPARA I GEDE MADE RAMADIARTHA – 3614100007 OKY DWI ARIYANTI – 3614100014 RETNO YUNIAR AZARINE – 3614100027 ANGELINA ROINTAN NAIBAHO – 3614100043 ALFIAN HARIS ARIAWAN - 3614100101
DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan kasih sayangnya berupa nikmat jasmani dan rohani tim penulis dapat menyelesaikan Makalah Konsep Klaster Industri untuk Pengembangan Industri Mbel Kabupaten Jepara. Makalah ini merupakan laporan yang berisikan Latar Belakang, Tinjauan Teori, Gambaran Umum Wilayah, Analisa, Konsep Penanganan, Kesimpulan, dan Lesson Learned. Selama proses penulisan makalah ini banyak mendapatkan bantuan dari pihak-pihak lain sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan optimal. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini yaitu : 1. Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg dan Vely Kukinul S., ST, MT sebagai dosen mata kuliah Ekonomi Wilayah yang telah membantu kami mendapatkan informasi dan membimbing kami dalam menyelesaikan laporan ini serta memberikan ilmu yang sangat bermanfaat 2. Serta semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian tugas ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu Tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak tersebut, laporan ini tidak akan selesai dengan baik. Laporan ini masih jauh dari tahap sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun merupakan hal yang sangat dinanti. Semoga kedepannya laporan ini dapat bermanfaat, baik bagi tim penulis yang menempuh studi di Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, maupun bagi pembaca laporan ini.
Surabaya, Juni 2017
Tim Penulis
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 3 1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 3 1.2 Tujuan dan Sasaran ............................................................................................................. 4 1.3 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 4 1.4 Sistematika Penulisan ......................................................................................................... 4 BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................................................... 6 2.1 Teori klaster Industri ........................................................................................................... 6 2.2 Teori Analisis LQ dan Shift Share ..................................................................................... 7 2.3 Teori Analisis SWOT .......................................................................................................... 12 2.4 Teori Secondary Data Analysis ....................................................................................... 15 2.5 Tinjauan Kebijakan ............................................................................................................ 20 BAB III Gambaran Umum ................................................................................................................. 0 3.1 Letak Kabupaten Jepara dalam Konstalasi Jawa Tengah ........................................... 1 3.2 Identifikasi Masalah ............................................................................................................ 5 BAB IV ANALISIS................................................................................................................................. 8 4.1 Analisis LQ dan Shift Share................................................................................................ 8 4.2 Analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threat) .................................... 21 BAB V KONSEP PENANGANAN..................................................................................................... 26 5.1 Konsep Penanganan .......................................................................................................... 26 5.2 Kesimpulan .......................................................................................................................... 31 5.3 Lesson learned .................................................................................................................... 32 Daftar Pustaka ........................................................................................................................... 33
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Industri Furniture adalah industri yang mengolah bahan baku atau bahan setengah jadi dari kayu, rotan, dan bahan baku alami lainnya menjadi produk barang jadi furniture yang mempunyai nilai tambah dan manfaat yang lebih tinggi. Industri furniture di Indonesia tersebar hampir di seluruh propinsi, dengan sentra-sentra yang cukup besar terletak di Jepara, Cirebon, Sukoharjo, Surakarta, Klaten, Pasuruan, Gresik, Sidoarjo, Jabodetabek, dan lain-lain. Industri pengolahan kayu dibagi menjadi dua kelompok antara lain kelompok industri pengolahan kayu hulu dan kelompok industri pengolahan kayu hilir. Kelompok industri pengolahan kayu hulu merupakan industri pengolahan kayu primer yaitu industri yang mengolah kayu bulat/log menjadi berbagai sortimen kayu. Kelompok industri pengolahan kayu hilir merupakan industri yang menghasilkan produk produk kayu diantaranya dowel, moulding, pintu, jendela, wood-flooring, dan sejenisnya (Kementrian Perindustrian, 2011). Berdasarkan dari data Kementrian Perindustrian Republik Indonesia tahun 2011 dalam Statistik Perdagangan, perkembangan ekspor Indonesia pada komoditas kayu lapis dan olahan lainnya menunjukkan trend yang menurun dalam beberapa tahun terakhir. Jepara identic dengan mebel ukir. Mebel ukir tidak hanya merupakan pilar utama ekonomi Jepara, tetapi juga merupakan sumber penghidupan dan budaya dari masyarakat Jepara. Industri mebel di Kabupaten Jepara menjadi sektor andalan perekonomian Kabupaten tersebut. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jepara tahun 2009. Jepara diperkirakan menyumbang sekitar 10% dari total ekspor mebel Indonesia, dimana kontribusi mebel terhadap perekonomian Kabupaten Jepara mencapai 27%. Industri mebel Jepara selain melayani pasar dalam negeri, juga melayani pasar uar negeri, antara lai, Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Hong Kong, dan Australia. Komoditi mebel
memiliki
nilai
ekspor
tertinggi
di
Kabupaten
Jepara
dengan
sebesar
US$111.498.084,22 dari jumlah keseluruhan nilai ekspor US$131.379.679,76 atau sebesar 84,87%. Selama beberapa tahun terakhir industri mebel Jepara mengalami penurunan voume ekspor dan nilai produksi. Permasalahan ini disebabkan oleh adanya permasalahan internal dan esternal. Permasalahan eksternal terdiri dari kelangkaan bahan baku
khususnya kayu jati, efektifitas interaksi kelembagaan dan pola persaingan yang terfokus pada persaigan harga bukan kualitas, sedangkan permasalahan internalnya adalah rendahnya kualitas SDM dan rendahnya inovasi produk industri mebel. 1.2 Tujuan dan Sasaran Penelitian ini bertujuan untuk menentukan arahan pengembangan klaster industri mebel menjadi sektor unggulan di Kabupaten Jepara. Sasaran : 1. Mengidentifikasi jenis industri apa saja yang ada pada Kabupaten Jepara 2. Menentukan sektor basis Kabupaten Jepara melalui analisis LQ dan Shiftshare 3. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab suatu klaster industri tidak berkembang 4. Menyusun strategi pengembangan klaster industri melalui analisis SWOT 1.3 Ruang Lingkup Dalam penelitian ini terdapat ruang lingkup yang membatasi fokus penelitian. Ruang lingkup penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu ruang lingkup wilayah yang menjelaskan batasan fisik dari wilayah penelitian, dan ruang lingkup pembahasan yang menjelaskan batasan pada aspek yang akan dibahas. 1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah Lingkup wilayah pada penelitian ini adalah wilayah Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa tengah. 1.3.2 Ruang Lingkup Pembahasan Lingkup pembahasan yang dibahas pada penelitian ini dilihat dari sudut pandang ekonomi wilayah Kabupaten Jepara dalam pengembangannya pada klaster industri pengolahan. 1.4 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup penelitian, hasil yang diharapkan, dan sistematika pembahasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA menjelaskan tentang landasan – landasan yang digunakan dalam penelitian. Landasan yang dimaksud dapat berupa teori yang menjadi dasar dalam melakukan analisa. BAB III METODOLOGI PENELITIAN menjelaskan tentang pendekatan yang digunakan dalam proses penelitian. Proses penelitian berupa teknik pengumpulan data dan analisa yang digunakan dalam penelitian.
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN menjelaskan tentang pembahasan penelitian yang terdiri dari gambaran umum wilayah yang membahas tentang lingkup wilayah administrasi penelitian serta analisa dan pembahasan yang membahas tentang hasil analisis dari setiap sasaran beserta pembahasannya. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN menjelaskan tentang kesimpulan dari penelitian ini dan saran dari peneliti berdasarkan hasil penelitian yang didapat.
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Teori klaster Industri Konsep klaster
industri
telah
banyak
mengundang
perhatian
berbagai stakeholders baik akademisi, praktisi, politisi, birokrat, para ahli ekonomi serta semua pihak yang concern terhadap pengembangan ekonomi lokal suatu wilayah. Pengertian kluster industri hingga saat ini masih debatable
disebabkan terdiri dari
bermacam-macam konsep dan metode pendekatan yang digunakan (David, 2004). Klaster industri merupakan konsep multidimensi yang didasarkan atas sejumlah teori-teori ekonomi dan diukur menggunakan metodologi pendekatan yang berbeda-beda. Namun demikian, secara teoritis konsep klaster industri dibangun oleh teori ekonomi terutama sekali oleh teori ekonomi eksternal dan aglomerasi (Hoover, 1937; Marshall, 1890; Perroux, 1950 dalam Martin, 1999). Penggagas
konsep
klaster
yang
pertamakali
adalah
Porter
(1990),
memperkenalkan konsep klaster industri (industrial cluster) dalam bukunya “The Competitive Advantage of Nation” sebagai kebijakan untuk meningkatkan daya saing negara Amerika Serikat. Porter mendefinisikan klaster sebagai kelompok perusahaan yang saling berhubungan, berdekatan secara geografis dengan institusi-institusi yang terkait dalam suatu bidang khusus karena kebersamaan dan saling melengkapi. “cluster as a geographically
proximate
group
of
interconnected
companies and associated institutions in a particular field linked by commonalities and complementarities (Porter, 1990)”. Sedangkan menurut Bernat (1999) klaster didefinisikan sebagai grup perusahaan yang berkumpul pada satu lokasi dan saling terhubung membentuk suatu jaringan (networking). Sementara Ketels (2003), mendefinisikan klaster sebagai perusahaanperusahaan yang sejenis/sama atau yang saling berkaitan, berkumpul dalam suatu batasan geografis tertentu dan terhubungkan karena saling ketergantungan dalam penyedian produk maupun jasa yang sama/berhubungan. Pengertian klaster menurut UNIDO ( 2004) juga dapat didefinisikan sebagai pemusatan geografis industri-industri terkait dan kelembagaan-kelembagaannya pada suatu lokasi yang saling berdekatan.
Kementerian Koperasi dan UKM seperti tersurat dalam buku Pemberdayaan UKM Melalui Pemberdayaan SDM dan Klaster Bisnis, menunjukkan pengertian klaster sebagai kelompok kegiatan yang terdiri atas industri inti, industri terkait, industri penunjang, dan kegiatan-kegiatan ekonomi (sektor-sektor) penunjang dan terkait lain, yang dalam kegiatannya akan saling terkait dan saling mendukung. Lingkup geografis klaster dapat sangat bervariasi, terentang dari satu desa saja atau salah satu jalan di daerah perkotaan sampai mencakup sebuah kecamatan atau provinsi. Sebuah klaster dapat juga melampaui batas negara menjangkau beberapa negara tetangga (mis. Batam, Singapore, Malaysia).
Ilustrasi Klaster Industri Sumber Gambar : Tambunan, 2008
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat difahami bahwa klaster tidak hanya berupa kesatuan bisnis seperti perusahaan tetapi juga kesatuan lembaga-lembaga penelitian (universitas), asosiasi perdagangan, lembaga keuangan (bank), penyedian layanan bimbingan teknis, pemerintah dan mediator lainnya yang membantu unit usaha dalam klaster untuk berkembang, misalnya dengan pengembangan produk, teknologi, informasi pasar, serta peningkatan proses produksi. Lebih lanjut, klaster merupakan suatu bentuk jaringan (network) yang saling terhubung diantara unit usaha dalam klaster juga dengan lembaga lain di luar klaster
2.2 Teori Analisis LQ dan Shift Share Location Quotient dan Shift Share Analysis sebagai Alat Guna Menentukan Strategi Pengembangan Ekonomi 2.2.1 Location Quotient Analysis (LQ) Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat spesialisasi sektor-sektor ekonomi di suatu daerah atau sektor-sektor apa saja yang merupakan sektor basis atau leading sektor. Pada dasarnya teknik ini menyajikan perbandingan
relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diselidiki dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang menjadi acuan. Satuan yang digunakan sebagai ukuran untuk menghasilkan koefisien LQ tersebut nantinya dapat berupa jumlah tenaga kerja per-sektor ekonomi, jumlah produksi atau satuan lain yang dapat digunakan sebagai kriteria.
Location Quotient Analysis (LQ) Dimana : Si
=
Jumlah buruh sektor kegiatan ekonomi i di daerah yang diselidiki
S
=
Jumlah buruh seluruh sektor kegiatan ekonomi di daerah yang diselidiki
Ni
=
Jumlah sektor kegiatan ekonomi i di daerah acuan yang lebih luas, di mana daerah yang di selidiki menjadi bagiannya
N
=
Jumlah seluruh buruh di daerah acuan yang lebih luas Itu jika menggunakan data buruh atau tenaga kerja. Demikian pula jika
menggunakan data lain, seperti PDRB. Dari perhitungan Location Quotient (LQ) suatu sektor, kriteria umum yang dihasilkan adalah : a. Jika LQ > 1, disebut sektor basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih tinggi dari pada tingkat wilayah acuan b. Jika LQ < 1, disebut sektor non-basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih rendah dari pada tingkat wilayah acuan c. Jika LQ = 1, maka tingkat spesialisasi daerah sama dengan tingkat wilayah acuan. Asumsi metoda LQ ini adalah penduduk di wilayah yang bersangkutan mempunyai pola permintaan wilayah sama dengan pola permintaan wilayah acuan. Asumsi lainnya adalah permintaan wilayah akan suatu barang akan dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah, kekurangannya diimpor dari wilayah lain. Keunggulan Analisis LQ:
Location Quotient merupakan suatu alat analisa yang digunakan dengan mudah dan cepat. LQ dapat digunakan sebagai alat analisis awal untuk suatu daerah, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan alat analisis lainnya. Karena demikian sederhananya, LQ dapat dihitung berulang kali untuk setiap perubahan spesialisasi dengan menggunakan berbagai peubah acuan dan periode waktu. Perubahan tingkat spesialisasi dari tiap sektor dapat pula diketahui dengan membandingkan LQ dari tahun ke tahun. Kelemahan Analisis LQ: Perlu diketahui bahwa nilai LQ dipengaruhi oleh berbagai faktor. Nilai hasil perhitungannya bias, karena tingkat disagregasi peubah spesialisasi, pemilihan peubah acuan, pemilihan entity yang diperbandingkan, pemilihan tahun dan kualitas data.
Masalah paling mendasar pada model ekonomi basis ini adalah masalah time lag. Hal ini diakui, bahwa base multiplier atau pengganda tidak berlangsung secara tepat, karena membutuhkan time lag antara respon dari sektor basis terhadap permintaan dari luar wilayah dan respon dari sektor non basis terhadap perubahan sektor basis. Pendekatan yang biasanya dilakukan terhadap masalah ini adalah mengabaikan masalah time lag ini, namun dalam jangka panjang masalah ini pasti terjadi. Pengganda basis dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Budiharsono, 2001:31) :
Atau:
Atau:
Dimana : T
= Total Tenaga Kerja
X
= Jumlah Tenaga Kerja Pada Sektor Basis
1/(1-dl)
= Multiplier. (Ma’rif : 2000)
Pada umumnya jika dilakukan dengan hati-hati dan menggunakannya dengan hati-hati pula, maka model ekonomi basis ini merupakan alat yang baik untuk mengeksplorasi, mengevaluasi dan memberikan dugaan permintaan basis untuk masa mendatang dan memprediksi tenaga kerja, pendapatan, populasi, investasi, kebutuhan pelayanan masyarakat dan sebagainya. Menurut teori ini, sektor ekspor merupakan sektor yang paling penting dalam pembangunan daerah, karena (1) ekspor akan secara langsung menimbulkan kenaikan pendapatan faktor-faktor produksi dan pendapatan daerah, (2) pengembangan ekspor akan menimbulkan permintaan atas produksi industri lokal (residentary industry), yaitu industri di daerah yang memproduksi untuk memenuhi pasaran di daerah tersebut. Walaupun sebetulnya ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam pembangunan daerah, yaitu pertambahan penduduk dan modal yang besar ke daerah tersebut. Dalam perkembangannya, teori ekspor base dikembangkan lagi oleh Perlof dan Wingo ke dalam teori resource base yang didasarkan pada pengalaman empirik sejarah perkembangan daerah di Amerika Serikat (Sukirno,1982). Teori ini menganggap bahwa di samping ekspor, peranan kekayaan alam suatu daerah juga menentukan perkembangan daerah tersebut.
2.2.2 Shift – Share Analysis Metoda ini digunakan untuk mengetahui kinerja perekonomian daerah, pergeseran struktur, posisi relatif sektor-sektor ekonomi dan identifikasi sektor
unggulan daerah dalam kaitannya dengan perekonomian wilayah acuan (wilayah yang lebih luas) dalam dua atau lebih kurun waktu. Analisis ini bertolak pada asumsi bahwa pertumbuhan sektor daerah sama dengan pada tingkat wilayah acuan, membagi perubahan atau pertumbuhan kinerja ekonomi daerah (lokal) dalam tiga komponen : 1. Komponen Pertumbuhan Wilayah Acuan (KPW), yaitu mengukur kinerja perubahan ekonomi pada perekonomian acuan. Hal ini diartikan bahwa daerah yang bersangkutan tumbuh karena dipengaruhi oleh kebijakan wilayah acuan secara umum. 2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (KPP), yaitu mengukur perbedaan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi acuan dengan pertumbuhan agregat. Apabila komponen ini pada salah satu sektor wilayah acuan bernilai positif, berarti sektor tersebut berkembang dalam perekonomian acuan. Sebaliknya jika negatif, sektor tersebut menurun kinerjanya. 3. Komponen Pergeseran atau Pertumbuhan Pangsa Wilayah (KPK), yaitu mengukur kinerja sektor-sektor lokal terhadap sektor-sektor yang sama pada perekonomian acuan. Apabila komponen ini pada salah satu sektor positif, maka daya saing sektor lokal meningkat dibandingkan sektor yang sama pada ekonomi acuan, dan apabila negatif terjadi sebaliknya. Dengan demikian apabila perubahan atau pertumbuhan kinerja ekonomi kota adalah PEK, maka persamaannya dapat diformulasikan sebagai berikut (Ma’rif, 2000:3):
Atau:
Di mana : Y*
=
Indikator ekonomi acuan akhir tahun kajian
Y
=
Indikator ekonomi acuan awal tahun kajian
Y’i
=
Indikator ekonomi acuan sektor i akhir tahun kajian
Yi
=
Indikator ekonomi acuan sektor i awal tahun kajian
y’i
=
Indikator ekonomi daerah (lokal) sektor i akhir tahun kajian
yi
=
Indikator ekonomi daerah (lokal) sektor i awal tahun kajian
Pergeseran Netto (PN) dihitung dengan rumus :
Selain data pendapatan dapat juga dipergunakan data kesempatan kerja. Keunggulan Shift – Share Analysis: a. Digunakan untuk memperileh gambaran rinci mengenai pergeseran struktur ekonomi b. Menggambarkan posisi relatif masing-masing sektor perekonomian daerah terhadap wilayah acuan c. Menggambarkan sektor-sektor unggulan yang dapat dipacu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi d. Menggambarkan sektor yang posisinya relatif lemah, namun dianggap strategis untuk dipacu (pertimbangan penyerapan tenaga kerja) Kelemahan Shift – Share Analysis: a. Asumsi yang digunakan bahwa sektor-sektor ekonomi acuan tumbuh dengan tingkat yang sama, b. Pergeseran posisi sektor dianggap linier.
2.3 Teori Analisis SWOT 2.3.1 Pengertian SWOT SWOT adalah akronim untuk kekuatan (Strenghts), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats) dari lingkungan eksternal perusahaan. Menurut Jogiyanto (2005:46), SWOT digunakan untuk menilai kekuatankekuatan dan kelemahan-kelemahan dari sumber-sumber daya yang dimiliki
perusahaan dan kesempatan-kesempatan eksternal dan tantangan-tantangan yang dihadapi. Menurut David (Fred R. David, 2008,8), Semua organisasi memiliki kekuatan dan kelemahan dalam area fungsional bisnis. Tidak ada perusahaan yang sama kuatnya atau lemahnya dalam semua area bisnis. Kekuatan/kelemahan internal, digabungkan dengan peluang/ancaman dari eksternal dan pernyataan misi yang jelas, menjadi dasar untuk penetapan tujuan dan strategi.Tujuan dan strategi ditetapkan dengan maksud memanfaatkan kekuatan internal dan mengatasi kelemahan. Berikut ini merupakan penjelasan dari SWOT (David,Fred R.,2005:47) yaitu: 1. Kekuatan (Strenghts) Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keungulan-keungulan lain yang berhubungan dengan para pesaing perusahaan dan kebutuhan pasar yang dapat dilayani oleh perusahaan yang diharapkan dapat dilayani. Kekuatan adalah kompetisi khusus yang memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan di pasar 2. Kelemahan (Weakness) Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara efektif menghambat kinerja perusahaan. Keterbatasan tersebut daoat berupa fasilitas, sumber daya keuangan,kemampuan
manajemen
dan
keterampilan
pemasaran
dapat
meruoakan sumber dari kelemahan perusahaan. 3. Peluang (Opportunities) Peluang adalah situasi penting yang mengguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Kecendrungan – kecendrungan penting merupakan salah satu sumber peluang, seperti perubahaan teknologi dan meningkatnya hubungan antara perusahaan dengan pembeli atau pemasokk merupakan gambaran peluang bagi perusahaan. 4. Ancaman (Threats) Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungan dalam lingkungan perusahaan. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang atau
yang diinginkan perusahaan. Adanya peraturan-peraturan pemerintah yang baru atau yang direvisi dapat merupakan ancaman bagi kesuksesan perusahaan. 2.3.2 Fungsi SWOT Menurut Ferrel dan Harline (2005), fungsi dari Analisis SWOT adalah untuk mendapatkan informasi dari analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok persoalan internal (kekuatan dan kelemahan) dan pokok persoalan eksternal (peluang dan ancaman). Analisis SWOT tersebut akan menjelaskan apakah informasi tersebut berindikasi sesuatu yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya atau memberikan indikasi bahwa terdapat rintangan yang harus dihadapi atau diminimalkan untuk memenuhi pemasukan yang diinginkan. Analisis SWOT dapat digunakan dengan berbagai cara untuk meningkatkan analisis dalam usaha penetapan strategi. Umumnya yang sering digunakan adalah sebagai kerangka / panduan sistematis dalam diskusi untuk membahas kondisi altenatif dasar yang mungkin menjadi pertimbangan perusahaan. 2.3.3 Matriks SWOT Menurut Rangkuti (2006), Matriks SWOT dapatmenggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternalyang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dankelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan altenatif strategis.
Berikut ini adalah keterangan dari matriks SWOT diatas: 1. Strategi SO (Strength and Oppurtunity). Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar – besarnya.
2. Strategi ST (Strength and Threats). Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. 3. Strategi WO (Weakness and Oppurtunity). Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. 4. Strategi WT (Weakness and Threats). Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. 2.4 Teori Secondary Data Analysis Metode Analisis Data Sekunder (kadang disebut singkat dengan Metode Penelitian Sekunder) merupakan salah satu metode penelitian. Oleh karena namanya yang berbunyi “analisis data sekunder” sering kali disalahpahami sebagai teknik menganalisis data sekunder. Analisis Data Sekunder itu metode penelitian juga. Artinya ada prosedur pengumpulan data dan analisis data. Namun demikian tidak semua definisi tentang Analisis Data Sekunder menunjukkannya sebagai duatu metodem penelitian. Hakim (1982:1; dinukil Johnston, 2014:620), misalnya, merumuskan Analisis Data Sekunder itu sebagai ““any further analysis of an existing dataset which presents interpretations, conclusions or knowledge additional to, or different from, those presented in the first report on the inquiry as a whole and its main results” (analisis lebih lanjut himpunan data yang sudah ada yang memunculkan tafsiran, simpulan atau pengetahuan sebagai tambahan terhadap, atau yang berbeda dari, apa yang telah disajikan dalam keseluruhan dan temuan utama penelitian terdahulu atau semula). Heaton (2004:16; dinukil Andrews, et.al., 2012:12) merumuskan analisis data sekunder (ASD) itu sebagai “a research strategy which makes use of pre-existing quantitative data or pre-existing qualitative data for the purposes of investigating new questions or verifying previous studies.” Jadi, analisis data sekunder, menurut Heaton, merupakan suatu strategi penelitian yang memanfaatkan data kuantiatif ataupun kualitatif yang sudah ada untuk menemukan permasalahan baru atau menguji hasil penelitian terdahulu. Sebutan strategi penelitian itu setara dengan sebutan metode penelitian. Johnston (2014:620) menegaskannya dengen menyatakan bahwa “Secondary data analysis remains an under-used research technique in many fields . . . . Given the increasingly availability of previously collected data to researchers, it is important to
further define secondary data analysis as a systematic research method.” (Analisis data sekunder itu masih tetap sebagai teknik penelitian yang jarang digunakandiberbagai bidang . . . . Dengan semakin banyaknya data hasil penelitian yang tersedia untuk dimanfaatkan para peneliti, maka sangat penting untuk kemudian menegaskan analisis data sekunder itu sebagai metode penelitian yang sistematik) Analisis data sekunder itu dengan demikian dapat dirumuskan sebagai berikut. Pertama, ASD bukan merupakan metode analisis data, melainkan metode (strategi) penelitian. Oleh karenanya, menurut Andrews dkk (2012), metode analisis data semisal teori grounded (analisis data kualtiatif) dan analisis stastisik (analisis data kuantitatif) dapat dipergunakan oleh metode penelitian analisis data sekunder. Kedua, ASD mempergunakan atau memanfaatkan data sekunder, yaitu data yang sudah ada. Dalam hal ini peneliti ASD tidak mengumpukan data sendiri, baik dengan wawancara, penyebaran angket atau daftar isian, melakukan tes, menggunakan skala penilaian atau skala semacam skala likert, ataupun observasi. Data sekunder itu dapat berupa data hasil penelitian, dapt pula berupa data dokumenter administratif kelembagaan. Ketiga, tujuan ASD, menurut Heaton, bisa berupa menggali dan menemukan permasalahan (pertanyaan) penelitian baru, bisa pula menguji kebenaran hasil penelitian terdahulu. Tujuan penelitian ASD sebenarnya bisa beragam. Andrews dkk, misalnya, mencatat rumusan tujuan penelitian ASD itu antara lain untuk: (1) menerapkan permasalahan penelitian baru–tegasnya meneliti dengan tujuan penelitian yang baru yang berbeda dari penelitian terdahulu (Heaton, 2004), (2) memanfaatkan data lama untuk memunculkan idea-idea baru (Fielding, 2004), (3) “menguji” hasil penelitian yang sudah dilakukan, baik berujud “verifikasi” (menguji ketidakbenaran dengan bukti yang benar),”refutasi” (menguji kebenaran dengan bukti ketidakbenaran) ataupun “refinemen” (perbaikan), (4) “mengksplor” data dari sudut pandang yang berbeda (Hinds,Vogel & Clarke-Steffen, 1997)–“mengksplor” data dimaksudkan “mengobok-obok” data (dalam arti netral) atau menjelajahi, menyelami, mengayak-menyaring data. Tujuan-tujuan penelitian ASD di atas lebih banyak terkait dengan data sekunder hasil penelitian. Seperti telah disebutkan, selain data hasil penelitian masih ada data sekunder lain yang dapat disebut sebagai data administratif yang hasilnya lebih banyak
berupa laporan administratif. Data administratif tidak selamanya hanya berupa laporan administratif, melainkan bisa pula mengandung “nilai penelitian” walau lebih bersifat administratif, utamanya “penelitian evaluatif administratif.” Dari pembahasan di atas, maka jika ASD mempergunakan atau memanfaatkan data hasil penelitian terdahulu, maka tujuan ASD berbeda (harus berbeda) dari tujuan penelitian terdahulu. Tegasnya, dengan tujuan lain, peneliti ASD menggunakan data hasil penelitian terdahulu (baik hasil penelitian sendiri ataupun penelitian orang lain) untuk dianalisis guna menjawab fokus penelitian atau permasalahan (pertanyaan) penelitiannya. Ini perlu ditegaskan, karena pada umumnya penelitian ASD yang mempergunakan atau menafaatkan data administratif kelembagaan sudah dapat dipastikan tujuannya berbeda dari maksud atau tujuan data adminitratif dikumpulkan. Data administratif dikumpulkan lazimnya untuk keperluan administratif, bukan untuk keperluan penelitian. 2.4.1 Pengertian Dan Jenis Data Sekunder Seperti telah diutarakan di muka, data sekunder itu dimaksudkan data yang sudah ada, tidak dikumpulkan (digali) sendiri oleh peneliti. Jika peneliti melakukan wawancara, atau menyebarkan angket, atau melakukan observasi, atau mengetes, maka data yang dihasilkan (terkumpul) itu disebut data primer, data tangan pertama (tangan peneliti). Data sekunder tidak dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Data itu sudah dikumpulkan oleh orang lain, atau sudah didokumentasikan dan atau dipublikasikan oleh orang lain. Data sekunder itu dapat dibedakan menjadi dua macam. Pertama data hasil penelitian (orang lain), dan kedua, data administratif kelembagaan. Data penelitian merupakan data yang dihasilkan oleh sesuatu penelitian, bisa penelitian orang lain, bisa penelitian sendiri. Data administratif kelembagaan dimaksudkan data yang dikumpulkan oleh sesuatu lembaga, misalnya sekolah atau Dinas Pendidikan, yang berupa data-data administratif semisal daftar calon murid yang mendaftar dan diterima sekolah, data lengkap murid baru, data kelulusan, data nilai hasil ujian, data kepegawaian dan sebagainya. Data sekunder, seperti juga data primer, bisa bersifat “kuantitatif” (berupa bilangan), misalnya statistik murid, guru dan pegawai, bisa pula “kualitatif” (bukan berupa bilangan), misalnya peraturan, hasil wawancara penelitian, rekaman video, berita surat kabar, artikel majalah, dan sebagainya.
2.4.2 Prosedur Penelitian (Analisis Data) Sekunder Seperti telah disebutkan, data sekunder itu data yang sudah ada (dengan istilah umum disebut berupa “dokumen”). Dengan kata lain peneliti tidak mengumpulkan data itu seperti dalam penelitian primer menggunakan teknik pengumpulan data tertentu (angket, wawancara, observasi, tes dsb). Oleh karena itu maka langkah penelitian analisis data sekunder itu relatif “pendek.” M. Katherine McCaston (2005) menyatakan bawha analisis data sekunder itu mencakup dua proses pokok, yaitu mengumpulkan data dan menganalisisnya. Dalam kaoimat aslinya disebut “collecting and analyzing a vast array of information” (mengumpulkan dan mengalisis sekian banyak informasi). Namun demikian, menurut McCaston, agar tidak menyimpang, yang perlu dilakukan oleh peneliti sebagai langkah awal adalah merumuskan tujuan penelitian dan disain penelitian. Rumusan tujuan penelitian dimaksudkan McCaston sebagai “a clear understanding of why you are collecting the data and of what kind of data you want to collect, analyze, and better understand” (penegasan mengenai mengapa perlu mengumpulkan data serta penegasan mengenai data macam apa yang ingin dihimpun, dianalisis dan dipahami dengan baik). Disain (rancangan) penelitian dimaksudkan McCaston sebagai “a step-bystep plan that guides data collection and analysis. In the case of secondary data reviews it might simply be an outline of what you want the final report to look like, a list of the types of data that you need to collect, and a preliminary list of data sources” (langkah demi langkah rencana yang mengarahkan pengumpulan dan analisis data; dalam penelitian analisis data sekunder sederhananya merupakan kerangka kerja garis besar mengenai
hasil akhir seperti apa yang di=ingin
dilaporkan, daftar data yang dirasa perlu dikumpulkan, dan daftar sementara sumber data). Wallace
Foundation
(Workbook
B;
Secondary
Data
Analysis–
www.wallacefoundation.org, diunduh Januari 2015) merumuskan langkah-l;angkah penelitian analisis data sekunde itu sebagai berikut.
Jadi, dalam penelitian sekunder (analisis data sekunder) langkah penelitiannya sebagai berikut: 1. Menetapkan (mencari-temukan) sumber data/informasi (sekolah, universitas, Dinas Pendidikan, dsb); 2. Mengumpulkan data yang sudah tersedia (dalam “dokumen”); 3. Menormalisasikan data jika diperlukan dan memungkinkan (membuat data dari berbagai sumber sesetara mungkin “menjadi satu bentuk yang sama”); 4. Menganalisis data (misalnya menghitung, mentabulasi, memetakan data-data kuantiatif, atau membandingkan berbagai peraturan dan menelaahnya). 2.4.3 Pendekatan Penelitian (Analisis Data) Sekunder Melakukan penelitian analisis data sekunder dapat dilakukan dengan dua pendekatan (Sarah Boslaugh, 2007:6-8). Pertama, dimulai dengan pertanyaan penelitian (rumusan masalah) kemudian dilanjutkan dengan mengumpulkan data sekunder yang relevan. Data kemudian dihimpun dicari dari sekolah-sekolah favorit atau dari Dinas Pendidikan untuk selanjutnya dianalisis menggunakan analisis matematik (tidak harus disebut analisis statistik karena pada dasarnya hanya menghitung-menjumlah). Pendekatan yang kedua, dimulai dengan mengumpulkan data sekunder, lalu menelaahnya untuk mencermati variabel-variabel (aspek-aspek) apa saja yang ada dalam data tersebut untuk kemudian dimunculkan pertanyaan penelitian (rumusan
masalahnya) dengan menghubung-hubungkan berbagai aspek (variabel) tersebut. Dengan pendekatan kedua ini pada dasarnya pertanyaan penelitian pun bisa bersifat sementara (tentantif) dan terus-menerus bisa dikembangkan lebih lanjut yang diikuti dengan mencari data sekunder yang diperlukan. Pendekatan ini “relatif sama” dengan pendekatan penelitian kualitatif grounded, atau penelitian eksploratif, yang “mencari masalah” di lapangan, bukan dimulai dengan pertanyaan penelitian sebelum terjun ke lapangan. 2.5 Tinjauan Kebijakan Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah (Kabupaten) harus berpedoman pada berbagai dokumen perencanaan yang ada di Provinsi dan Pusat; sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan, tarkait, terintegrasi dan sinkron dengan perencanaan pembangunan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Disamping itu juga terkait dengan tahapan perencanaan pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Jepara Tahun 2005-2025 merupakan dokumen perencanaan pembangunan Kabupaten Jepara yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang akan diacu dan dipedomani dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan 20 tahun yang akan datang. Secara operasional, dari sisi perencanaan, dokumen RPJPD Kabupaten Jepara Tahun 2005-2025 ini akan dijabarkan dalam dokumen perencanaan lima tahunan (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) dan dokumen perencanaan tahunan (Rencana Kerja Pemerintah Daerah). Dokumen rencana yang berkaitan dengan industri di Kabupaten Jepara ialah Perda Nomor 11 tahun 2012 , RPJMD Kab Jepara tahun 2012 -2017. Berikut beberapa kebijakan pembangunan tentang industri di Kabupaten Jepara.
RPJMD •Sektor unggulan pertama di Kabupaten Jepara adalah industri pengolahan, Sektor industri merupakan tiang penyangga utama daripada perekonomian Kabupaten Jepara •Kondisi ekonomi di Kabupaten Jepara selama ini didukung oleh kebesaran industri mebelair sehingga Jepara dikenal sebagai kota ukir, dimana terdapat sentra kerajinan ukiran kayu (Pusat kerajinan ini di Kecamatan Tahunan dan Jepara) yang ketenarannya hingga ke luar negeri •Kabupaten Jepara memiliki beberapa keunggulan komparatif antara lain jumlah tenaga kerja sektor industri mebel sangat besar, sedangkan keunggulan kompetitifnya antara lain kualitas produk industri yang sudah dikenal di manca negara. lenis industri yang berkembang dan merupakan komoditi unggulan antara lain kerajinan mebel, tenun ikat troso, konveksi, keramik/gerabah. •Potensi unggulan daerah ditunjukkan oleh 4 komoditas unggulan, yakni ukir, karet, produk plastik, kayu olahan/aneka kerajinan, handikraft dan produk kayu.
BAB III Gambaran Umum Secara geografis Kabupaten Jepara terletak pada posisi 110° 9' 48,02" sampai 110° 58' 37,40" Bujur Timur dan 5° 43' 20,67" sampai 6° 47' 25,83" Lintang Selatan, sehingga merupakan daerah paling ujung sebelah utara dari Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Jepara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang beribukota di Jepara, dengan jarak tempuh ke Ibukota Provinsi sekitar 71 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan lebih kurang 2 jam. Adapun batas-batas wilayah administratif Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut: •
Sebelah Utara : Laut Jawa
•
Sebelah Selatan : Kabupaten Demak
•
Sebelah Timur : Kabupaten Kudus dan Kabupaten Pati
•
Sebelah Barat : Laut Jawa Wilayah Kabupaten Jepara juga meliputi Kepulauan Karimunjawa, yang berada di Laut
Jawa, di mana untuk menuju ke wilayah tersebut sekarang dilayani oleh kapal ferry dari Pelabuhan Jepara dan kapal cepat dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Selain itu di Kepulauan Karimunjawa juga terdapat lapangan terbang perintis yang dapat didarati pesawat terbang berjenis kecil dari Semarang. Luas wilayah daratan Kabupaten Jepara 100.413,189 ha (1.004,132 km2) dengan panjang garis pantai 72 km. Wilayah tersempit adalah Kecamatan Kalinyamatan (2.3710,001 ha) sedangkan wilayah terluas adalah Kecamatan Keling (12.311,588 ha). Sebagian besar luas
wilayah merupakan tanah kering sebesar 74.122,133 ha (73,82%) dan sisanya merupakan tanah sawah sebesar 26.291,056 ha (26,28%). 3.1 Letak Kabupaten Jepara dalam Konstalasi Jawa Tengah Wilayah Kabupaten Jepara juga mencakup luas lautan sebesar 1.845,6 km². Pada lautan tersebut terdapat daratan kepulauan sejumlah 29 pulau, dengan 5 pulau berpenghuni dan 24 pulau tidak berpenghuni. Wilayah kepulauan tersebut merupakan Kecamatan Karimunjawa yang berada di gugusan Kepulauan Karimunjawa, yakni gugusan pulau-pulau yang ada di Laut Jawa dengan dua pulau terbesarnya adalah Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan. Sedangkan sebagian besar wilayah perairan tersebut dilindungi dalam Taman Nasional Laut Karimunjawa. Peta Kabupaten Jepara
Kondisi ekonomi di Kabupaten Jepara selama ini didukung oleh kebesaran industri meubeler sehingga Kabupaten Jepara dikenal sebagai Kota Ukir, di mana terdapat sentra kerajinan ukiran kayu (pusat kerajinan ini terdapat di Kecamatan Tahunan dan Jepara) yang ketenarannya hingga ke luar negeri. Banyaknya usaha mebeler ternyata mampu mendongkrak sektor industri pengolahan, sehingga menjadi leading sector dalam perekonomian. Sektor ini dibanding delapan sektor lainnya memberikan kontribusi paling besar bagi produk domestik regional bruto (PDRB). Selain itu, di Kabupaten Jepara juga banyak terdapat tempat pariwisata yang sangat memikat wisatawan, sehingga sektor ini juga selama ini memberikan kontribusi yang cukup baik bagi pendapatan daerah.
Sedangkan hal lain yang cukup mempengaruhi kondisi ekonomi Kabupaten Jepara adalah adanya pembangunan pembangkit listrik energi alternatif (PLTU Tanjung Jati B – dalam proses pembangunan unit 3 dan 4) dan pembangunan Jepara The World Carving Centre, di mana pembangunan kedua hal tersebut akan membawa dampak yang sangat luas baik dalam ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Pada bidang ekonomi pembangunan pembangkit listrik energi alternatif akan meningkatkan perputaran roda perekonomian daerah. Hal tersebut berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja, berkembangnya usaha kecil dan besar, sarana prasarana (transportasi dan pelabuhan batubara), serta meningkatnya pendapatan daerah. Berdasarkan gambaran sepintas tentang perekonomian daerah di atas berikut akan diuraikan tentang struktur perekonomian daerah terkait kontribusinya terhadap wilayah dan ciri-ciri ekonomi wilayah, berdasar basis ekonomi dan sektor-sektor unggulan. Untuk melihat pertumbuhan perekonomian Kabupaten Jepara secara umum, maka berikut akan disajikan melalui indikator perkembangan Produk Domestik Regional Bruto yang selanjutnya disingkat PDRB. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan 2000 serta Perkembangannya Tahun 2000-2008 (jutaan rupiah) Harga Berlaku Tahun
Harga Konstan
Perkembangan Besarnya
Perkembangan Besarnya
(%)
(%)
2000
2.811.831,44
100,00
2.811.831,44
100,00
2001
3.250.361,67
115,60
2.915.878,17
103,70
2002
3.655.056,45
129,99
3.032.806,33
107,86
2003
4.010.481,69
142,63
3.146.838,58
111,91
2004
4.383.716,47
155,90
3.272.708,72
116,39
2005
5.018.164,13
178,47
3.411.159,47
121,31
2006
5.677.316,96
201,91
3.554.051,11
126,40
2007
6.468.910,34
230,06
3.722.677,82
132,39
2008
7.455.878,02
265,16
3.889.988,85
138,34
Sumber : Kabupaten jepara dalam Angka 2010
Dari tabel diatas terlihat bahwa PDBR Kabupaten Jepara pada tahun 2008 atas dasar harga berlaku sebesar Rp. 7.455.878,02 juta, yang berarti selama kurun waktu 9 tahun (2000-2008) PDRB Kabupaten Jepara mengalami kenaikan sebesar 265,16% dan secara konstan naik sebesar 138,34%. Adapun secara sektoral, PDRB Kabupaten Jepara Tahun 2008 didominasi oleh tiga pilar terpenting penyangga ekonomi Kabupaten Jepara yang dipegang oleh sektor industri, pertanian dan perdagangan. Pasang surut di tiga sektor ini akan sangat berperan dalam menggoyang irama gerak kegiatan ekonomi masyarakat Jepara. Tiang penyangga utama roda ekonomi Jepara tahun 2008 masih pada sektor industri dengan andil sebesar 27,87%. Jenis industri utama di Kabupaten Jepara adalah mebel dan ukiran dari kayu. Sedangkan industri yang lain adalah tenun ikat, konveksi, makanan, rokok, genteng/batu bata, dan lain-lain. Pada tahun 2008 sektor industri masih mampu tumbuh sebesar 4,87%, setelah tahun sebelumnya tumbuh sebesar 5,79%. Sektor pertanian senantiasa mengalami dinamika, di mana pada tahun 2008 hanya mampu tumbuh sebesar 1,40%, sedikit lebih rendah dibanding tahun 2007 yang sebesar 1,50%. Sub sektor tanaman bahan makanan yang pada tahun 2007 hanya tumbuh sebesar 0,71%, kini (tahun 2008) tumbuh sebesar 1,75%. Komoditas yang berkembang pesat adalah sayuran, sedangkan padi dan palawija mengalami penurunan. Sub sektor tanaman perkebunan pada tahun 2008 tumbuh sebesar 2,30% dan kehutanan naik sebesar 6,74%. Sub sektor pertanian yang mengalami penurunan adalah Peternakan (-2,81%) dan perikanan (-5,00%). Dinamika sektor pertanian, seperti yang diuraikan di atas ternyata masih mampu menyumbang PDRB Kabupaten Jepara sebesar 22,49% yang berarti masih sangat penting artinya dalam memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat Jepara. Laju pertumbuhan ekonomi daerah merupakan salah satu indikator penting dalam pengukuran kinerja ekonomi makro daerah, di mana tahun 2008 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jepara secara agregat tumbuh sebesar 4,49%. Laju pertumbuhan ekonomi tersebut tidak setinggi dibanding dengan pertumbuhan tahun sebelumnya (2007) sebesar
4,74%. Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah sebesar 5,47% dan Nasional sebesar 6,06%. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2001-2008 (persen) Provinsi Tahun
Kabupaten Jepara
Nasional Jawa Tengah
2001
3,70
3,59
3,64
2002
4,01
3,55
4,50
2003
3,76
4,98
4,78
2004
4,00
5,13
5,03
2005
4,23
5,35
5,69
2006
4,19
5,33
5,51
2007
4,74
5,59
6,28
2008
4,49
5,47
6,06
Sumber : Kabupaten jepara dalam Angka 2010
Adapun indikator ekonomi yang ketiga adalah tingkat inflasi, di mana informasi akan laju inflasi merupakan tolok ukur kestabilan perekonomian suatu daerah. Berdasarkan data dari buku Jepara Dalam Angka 2008 (BPS) menunjukkan bahwa tingkat inflasi Kabupaten Jepara tahun 2008 sebesar 11,61% atau mengalami kenaikan 5,28% dari tahun 2007 yang hanya sebesar 6,33%. Besarnya angka inflasi Kabupaten Jepara di tahun 2008 ini dipengaruhi oleh perubahan harga menurut kelompok barang. Faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya kenaikan inflasi adalah adanya kenaikan kolompok Makanan Jadi sebesar 21,73%, kelompok Bahan Makanan naik sebesar 14,72%, kelompok Sandang naik 12,85%, serta kelompok Transportasi yang naik sebesar 11,51%. Struktur ruang wilayah Kabupaten Jepara merupakan kerangka tata ruang wilayah kabupaten yang tersusun atas konstelasi pusat-pusat kegiatan yang berhirarki satu sama
lain yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten terutama jaringan transportasi. Pusat kegiatan di Wilayah Kabupaten Jepara merupakan simpul pelayanan sosial ekonomi masyarakat di wilayah Kabupaten Jepara yang terdiri atas: o
Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang terdiri dari Kota Jepara dan Pecangaan
o
Pusat Kegiatan Lokal Potensial (PKLp) merupakan pengembangan kawasan perkotaan di Kecamatan Bangsri, Kalinyamatan dan Kecamatan Karimunjawa.
o
Pusat Pelayanan Kegiatan (PPK) di tetapkan di Kecamatan Keling dan Batealit Pola ruang Kabupaten Jepara adalah distribusi peruntukan ruang dalam wilayah
Kabupaten Jepara yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan untuk fungsi budi daya. Untuk kawasan lindung terdiri dari: o
Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya.
o
Kawasan perlindungan setempat.
o
Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya.
o
Kawasan RencanaBencana alam Sedangkan Kawasan Budidaya yang ada di Kabupaten Jepara meliputi:
o
Kawasan pertanian.
o
Kawasan non pertanian
o
Kawasan tertentu Rencana umum tata ruang kota adalah arahan kebijakan pembangunan dan
pengembangan fisik spasial wilayah kota. Di dalamnya mencakup arahan pengembangan struktur pemanfaatan ruang kota, arahan pengembangan penduduk, pengembangan bagian wilayah kota, arahan pemanfaatan dan penggunaan lahan, sistem transportasi dan saranasera prasarana kota. Untuk mencapai kebijaksanaan pengembangan kota tersebut, terlebih dahulu dirumuskan suatu konsep penataan ruang, yang didasari oleh kondisi fisik kota, arahan kebijakan serta fungsi dan peran kota terhadap wilayah di belakangnya. 3.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan Perda Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031 mengatakan bahwa Penataan Ruang Bertujuan untuk mewujudkan perkembangan kabupaten yang bertumpu pada sektor industri pengolahan, pertanian dan pariwisata berbasis pada potensi lokal yang berkelanjutan. Berdasarkan tujuan tersebut, yang menjadi salah satu fokusan utama untuk
mendukung perkembangan Kabupaten Jepara adalah sektor industri pengolahan. Sektor Industri Pengolahan merupakan salah satu sektor andalan dan progresif di kabupaten Jepara Berdasarkan Perda Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2011 tentang RTRW Kab. Jepara Pasal 6 ayat 1, Strategi pengembangan dan pemberdayaan industri mikro, kecil dan menengah dengan titik berat pada pengolahan hasil pertanian, kehutanan, bahan dasar hasil tambang, dan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, meliputi: 1. mengembangkan industri mebel ukir, tenun ikat, konveksi, perhiasan, makanan, keramik dan rokok; 2. mengembangkan klaster-klaster industri; 3. mendorong peningkatan kegiatan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah; 4. mengembangkan pusat pengolahan hasil pertanian dan perikanan; dan 5. mengembangkan wilayah industri. Berdasarkan point-point diatas, point pertama mengatakan mengenai Industri mebel ukir. Berdasarkan berbagai sumber, industri mebel di Kabupaten jepara merupakan pendukung utama sektor industri pengolahan sebagai sektor unggulan. Industri mebel di kabupaten Jepara mampu menarik industri kecil lainnya. Akibat dari adanya industri mebel ini, industri-industri kecil yang berhubungan dengan inovasi terhadap produksi-produksi mebel bermunculan. Selain itu, industri mebel memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap pendapatan daerah. Hal tersebut dapat dilihat dalam PDRB Kabupaten Jepara ADHK menurut lapangan usaha Tahun 2013-2015. Dalam dokumen PDRB tersebut, di tahun 2013 sektor industri Pengolahan memiliki hasil produksi sebesar 5.148.447,78 juta rupiah, di tahun 2014 sebesar 5.472.144,33 juta rupiah, dan 5.756.335,67 juta rupiah di tahun 2015. Berdasarkan angka hasil produksi tersebut, sektor industri merupakan sektor yang memiliki angka produksi terbesar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Besarnya angka produksi sektor industri diakibatkan oleh unggulnya industri mebel. Akibat dari tingginya hasil produksi Industri mebel, Kabupaten Jepara mampu melayani pasar dalam negeri dan luar negeri dari hasil produksi mebel. Nilai eksport mebel di Kabupaten Jepara termasuk dalam kategori tinggi dibandingkan dengan nilai eksport barang lainnya. Di Kabupaten Jepara, terdapat berbagai jenis hasil olahan dari kayu yang menjadikan industri mebel di Kabupaten Jepara memiliki nilai yang tinggi. Selain itu,
terdapat fasilitas pameran seperti Jepara Expo di berbagai kota di Indonesia yang memungkinkan nilai hasil produksi Mebel meningkat. Namun, sangat disayangkan karena nilai produksi mebel semakin menurun. Hal tersebut diakibatkan oleh kelengkapan bahan baku khususnya kayu jati, efektifvitas kelembagaan dan persaingan terhadap industri mebel rendah, kualitas SDM rendah dalam pengolahan dan produksi mebel, rendahnya inovasi, sebagian besar pengrajin bekerja secara sendiri-sendiri mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi, pengadaan hingga pemasaran, serta Terbatasnya akses permodalan dari perbankan untuk IKM. Permasalahan lain yang menyebabkan turunnya angka produksi dan nilai mebel, diantaranya adalah Trend eksport Indonesia untuk industri mebel Kabupaten Jepara yang menurun dalam beberapa waktu terakhir, Sebagian besar sumber bahan baku dimpor dari daerah lain (Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera, Sulawesi dan NTB), Munculnya kompetitor baru di pasar lokal maupun global (China, Vietnam, Filipina, dll), Perlunya sertifikasi dan HaKI terkait bahan baku yang ramah lingkunan dari lembaga sertifikasif internasional. Berdasarkan
berbagai
hal
diatas,
pemecahan
permasalahan
mengenai
menurunnya angka produksi produk mebel dapat diatasi dengan berbagai masalah. Salah satu rekomendasi untuk memcahkan permasalahan industri mebel dan menjadikan industri mebel sebagai sektor unggulan dalam mendukung perekonomian Kabupaten Jepara adalah kluster indusrti. Klaster Industri ditujukan pada industri-industri yang menghasilkan berbagai jenis produk mebel, pengolah bahan baku industri, penyedia bahan baku industri, dan sebagainya yang berhubungan dengan produksi mebel. Dengan konsep klaster industri, diharapkan angka produksi mebel meningkat kembali, dan dapat mendukung perekonomian Kabupaten Jepara kembali.
BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis LQ dan Shift Share Untuk mengetahui sektor unggulan dan perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Jepara digunakan analisis LQ (Location Quotient) dan analisis shift share. 4.1.1 Analisis LQ (Location Quotient) Di dalam analisis LQ atau Location Quotient terdapat dua analisa yaitu SLQ (Statistic Location Quotient) dan analisis DLQ (Dynamic Location Quotient) dimana data yang dibutuhkan untuk melakukan analisis berupa data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Jepara tahun 2013-2015 dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah tahun 2013-2015. a. Analisis SLQ (Statistic Location Quotient) SLQ (Statistic Location Quotient) merupakan suatu indeks yang mengukur apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau tidak bagi suatu daerah dengan menggunakan rumus sebagai berikut: SLQ =
Vik/Vk Vip/Vp
Keterangan: Vik = Nilai output (PDRB) sektor i daerah studi k (kabupaten/kota) Vk = PDRB total semua sektor di daerah studi k Vip = Nilai output (PDRB) sektor i daerah referensi p (propinsi) Vp = PDRB total semua sektor di daerah referensi p Interpretasi:
SLQ > 1 Peran sektor i di daerah k lebih menonjol dari pada peran sektor k di daerah p. Sehingga, sektor i merupakan sektor basis
SLQ = 1 Peran sektor i di daerah k dan daerah p terspesialisasi baik.
SLQ < 1 Peran sektor i di daerah k kurang menonjol dari pada peran sektor k di daerah p. Sehingga, sektor i bukan merupakan sektor non basis
b. Analisis DLQ (Dynamic Location Quotient)
Analisis DLQ (Dynamic Location Quotient) adalah Indeks yang melihat laju pertumbuhan suatu sektor basis di suatu wilayah untuk mengetahui potensi maupun tren perkembangan suatu sektor. Rumus yang
digunakan untuk
menghitung DLQ adalah sebagai berikut:
DLQ ij =
(1 + g ij ) ⁄ (1 + g j ) [
t
(1 + Gi )⁄ (1 + G) ]
Keterangan: DLQij
= Indeks potensi sektor i di regional j
gij
= Laju pertumbuhan sektor i di regional j
gj
= Rata-rata laju pertumbuhan sektor di regional j
Gi
= Laju pertumbuhan sektor i di provinsi
G
= Rata-rata laju pertumbuhan sektor di provinsi
t
= Selisih tahun akhir dan tahun awal
Interpretasi:
DLQ > 1 potensi perkembangan sektor i di suatu regional lebih cepat dibandingkan sektor yang sama di provinsi
DLQ = 1 sektor i mempunyai potensi perkembangan sama cepat dengan sektor yang sama di provinsi
DLQ < 1 potensi perkembangan sektor i di suatu regional lebih rendah dibandingkan sektor yang sama di provinsi
c. Analisis Gabungan SLQ dan DLQ Analisis
ini digunakan untuk mengetahui kondisi sektor pada saat ini dan
beberapa saat ke depan apakah akan terjadi pergeseran kondisi sektor ekonomi atau tidak. Hal tersebut dapat diketahui melalui hasil analisis SLQ dan DLQ sebagai input analisis
Tabel 1 Interpretasi Analisis Gabungan Kriteria
SLQ > 1
SLQ < 1
DLQ > 1
Sektor Unggulan
Sektor Andalan
DLQ < 1
Sektor Prospektif
Sektor Tertinggal
Keterangan :
Sektor unggulan yaitu sektor yang pada saat ini merupakan sektor unggulan dan tetap berpotensi unggul pada beberapa tahun ke depan
Sektor andalan adalah sektor yang pada saat ini belum unggul tetapi dalam beberapa waktu ke depan berpotensi unggul
Sektor prospektif adalah sektor yang pada saat ini merupakan sektor unggulan tetapi tidak berpotensi unggul dalam beberapa waktu ke depan
Sektor tertinggal adalah sektor yang dinyatakan tidak unggul untuk saat ini dan pada beberapa waktu ke depan pun belum berpotensi unggul untuk menjadi sektor unggulan
Berikut ini merupakan hasil analisis LQ yang telah dilakukan untuk mengetahui struktur perekonomian Kabupaten Jepara khususnya posisi sektor industri pengolahan apakah sektor tersebut menjadi salah satu sektor yang potensial untuk dikembangkan atau tidak.
Tabel 2 PDRB Kabupaten Jepara ADHK menurut lapangan usaha (juta rupiah) Tahun 2013-2015
Lapangan Usaha
A
Pertanian, Kehutanan, dan
PDRB ATAS DASAR HARGA KONSTAN
LAJU PERTUMBUHAN PDRB
LAJU RATARATA
2013
2014
2015
2013
2014
2015
2,442,708.34
2,374,196.79
2,444,155.23
4.55
-2.80
2.95
1.57
284,627.47
296,113.92
300,899.51
0.20
4.04
1.62
1.95
5,148,447.78
5,472,144.33
5,756,335.67
6.41
6.29
5.19
5.96
Perikanan B
Pertambangan dan Penggalian
C
Industri Pengolahan
D
Pengadaan Listrik dan Gas
18,713.12
18,858.57
18,910.60
6.76
0.78
0.28
2.61
E
Pengadaan Air,Pengelolaan
12,430.21
12,792.38
13,030.56
-2.66
2.91
1.89
0.71
Sampah, Limbah dan Daur Ulang F
Konstruksi
1,007,476.42
1,050,528.89
1,103,072.38
3.62
4.27
5
4.30
G
Perdagangan Besar dan Eceran;
2,815,811.83
2,932,999.12
3,072,168.46
4.22
4.16
4.74
4.37
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor H
Transportasi dan Pergudangan
650,517.88
695,080.64
735,840.20
8.91
6.85
5.86
7.21
I
Penyediaan Akomodasi dan
613,255.35
661,862.82
715,421.07
2.04
7.93
8.09
6.02
Makan Minum J
Informasi dan Komunikasi
394,600.74
468,279.84
523,714.48
10.83
18.67
11.84
13.78
K
Jasa Keuangan dan Asuransi
329,642.67
339,180.07
357,149.54
2.17
2.89
5.3
3.45
L
Real Estate
269,310.28
286,817.46
305,842.53
5.54
6.50
6.63
6.22
M,N O
Jasa Perusahaan
69,868.85
75,579.32
83,665.47
12.23
8.17
9.38
9.93
Administrasi Pemerintahan,
399,799.87
399,358.96
417,005.74
1.24
-0.11
4.42
1.85
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib P
Jasa Pendidikan
689,184.17
764,990.97
803,497.68
9.13
11.00
5.03
8.39
Q
Jasa Kesehatan dan Kegiatan
127,999.85
146,363.42
157,930.65
7.49
14.35
7.9
9.91
349,344.06
378,981.47
390,149.20
8.55
8.48
2.95
6.66
15,623,738.87
16,374,128.98
17,197,788.96
5.39
4.80
5.03
5.07
Sosial R,S,T,U
Jasa lainnya
Produk Domestik Regional Bruto
Sumber : BPS Kabupaten Jepara Tabel 3 PDRB Provinsi Jawa Timur ADHK menurut lapangan usaha (juta rupiah) Tahun 2013-2015
Lapangan Usaha
PDRB ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2013
A
Pertanian, Kehutanan, dan
2014
2015
LAJU PERTUMBUHAN
LAJU RATA-
PDRB
RATA
2013
2014
2015
108,832,110.55
107,793,380.89 113,825,916.62
2.15
-0.95
5.6
2.27
Perikanan B
Pertambangan dan Penggalian
14,594,164.05
15,542,648.84
16,099,865.67
6.17
6.50
3.59
5.42
C
Industri Pengolahan
254,694,118.95
271,561,473.20 284,100,055.43
5.45
6.62
4.62
5.56
D
Pengadaan Listrik dan Gas
8.31
3.72
-3.34
2.90
813,604.61
843,865.89
815,709.40
E
Pengadaan Air,Pengelolaan
549,040.44
567,980.08
577,261.68
0.23
3.45
1.63
1.77
Sampah, Limbah dan Daur Ulang F
Konstruksi
73,465,919.37
76,681,876.60
81,286,113.22
4.90
4.38
6
5.09
G
Perdagangan Besar dan Eceran;
105,825,306.31
110,809,193.58 115,432,839.89
4.72
4.71
4.17
4.53
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor H
Transportasi dan Pergudangan
22,760,150.97
24,802,180.75
26,762,196.74
9.33
8.97
7.9
8.73
I
Penyediaan Akomodasi dan
21,812,570.05
23,465,641.07
25,129,775.14
4.51
7.58
7.09
6.39
Makan Minum J
Informasi dan Komunikasi
26,663,583.07
30,130,161.63
33,001,271.38
7.99
13.00
9.53
10.17
K
Jasa Keuangan dan Asuransi
19,311,454.80
20,115,572.55
21,745,557.76
3.89
4.16
8.1
5.38
L
Real Estate
12,853,218.11
13,776,863.54
14,822,295.08
7.70
7.19
7.59
7.49
Jasa Perusahaan
2,340,118.40
2,534,615.62
2,780,942.86
12.12
8.31
9.72
10.05
Administrasi Pemerintahan,
20,912,828.39
21,075,646.54
22,194,694.80
2.65
0.78
5.31
2.91
M,N O
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib P
Jasa Pendidikan
24,930,587.32
27,466,220.07
29,410,481.90
9.53
10.17
7.08
8.93
Q
Jasa Kesehatan dan Kegiatan
5,321,609.80
5,907,510.61
6,324,015.26
7.12
11.20
7.05
8.46
9.24 5.11
8.50 5.28
3.21 5.44
6.98 5.28
Sosial R,S,T,U Jasa lainnya Produk Domestik Regional Bruto
10,983,732.87 11,917,818.01 12,300,030.67 726,655,118.08 764,992,649.47 806,609,023.50 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Tabel 4 Hasil Perhitungan Analisis LQ Kabupaten Jepara Analisis Lapangan Usaha
SLQ
Keterangan
DLQ
Keterangan
Gabungan SLQ + DLQ
A
Pertanian, Kehutanan,
1.01
Sektor Basis
0.76
Lebih
Sektor
Rendah
Prospektif
1.24
Lebih Cepat
Sektor Andalan
1.04
Lebih Cepat
Sektor Andalan
-0.59
Lebih
Sektor
Rendah
Prospektif
Lebih Cepat
Sektor
dan Perikanan B
Pertambangan dan
0.88
Penggalian C
Industri Pengolahan
Sektor Non Basis
0.95
Sektor Non Basis
D
Pengadaan Listrik dan
1.09
Sektor Basis
Gas E
Pengadaan
1.06
Sektor Basis
1.78
Air,Pengelolaan
Unggulan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang F
Konstruksi
0.64
Sektor Non
0.99
Basis G
Perdagangan Besar dan
1.25
Sektor Basis
1.14
Lebih
Sektor
Rendah
Tertinggal
Lebih Cepat
Sektor
Eceran; Reparasi Mobil
Unggulan
dan Sepeda Motor H
Transportasi dan
1.29
Sektor Basis
0.91
Pergudangan I
Penyediaan Akomodasi
1.34
Sektor Basis
1.18
Lebih
Sektor
Rendah
Prospektif
Lebih Cepat
Sektor
dan Makan Minum J
Informasi dan
Unggulan 0.74
Komunikasi K
Jasa Keuangan dan Asuransi
Sektor Non
0.92
Basis 0.77
Sektor Non Basis
0.99
Lebih
Sektor
Rendah
Tertinggal
Lebih
Sektor
Rendah
Tertinggal
L
Real Estate
0.97
Sektor Non
1.04
Lebih Cepat
Sektor Andalan
0.98
Lebih
Sektor
Rendah
Prospektif
1.18
Lebih Cepat
Sektor Andalan
0.79
Lebih
Sektor
Rendah
Prospektif
Lebih
Sektor
Rendah
Prospektif
Lebih
Sektor
Rendah
Prospektif
Basis M,N
O
Jasa Perusahaan
Administrasi
1.41
0.88
Pemerintahan,
Sektor Basis
Sektor Non Basis
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib P
Q
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan
1.28
1.17
Sektor Basis
Sektor Basis
0.96
Kegiatan Sosial R,S,T,U
Jasa lainnya
1.49
Sektor Basis
0.98
Sumber : Hasil Analisis, 2017
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada tabel diatas dapat diketahui bahwa yang menjadi sektor basis di Kabupaten Jepara terdapat 10 sektor yaitu sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, sektor Pengadaan Listrik dan Gas, sektor Pengadaan Air,Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, sektor Transportasi dan Pergudangan, sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, sektor Jasa Perusahaan, sektor Jasa Pendidikan, sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial dan sektor Jasa lainnya. Sedangkan 7 sektor lainnya bukan merupakan sektor unggulan (non basis) termasuk sektor industri pengolahan yang memiliki nilai SLQ sebesar 0.95. Namun, dari hasil analisis DLQ dengan nilai 1.04 menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan di Kabupaten Jepara menjadi salah satu sektor yang lebih cepat berkembang jika dibandingkan dengan sektor industri pengolahan di lingkup Provinsi Jawa Tengah. Sehingga sektor industri pengolahan di Kabupaten Jepara memiliki
potensi yang besar untuk menjadi sektor unggulan di Kabupaten Jepara di beberapa waktu ke depan dimana kondisi tersebut juga tergantung dengan upaya yang dilakukan oleh pemerintah setempat. Hal ini sesuai dengan hasil analisis gabungan SLQ dan DLQ yang mengkategorikan sektor industri pengolahan sebagai sektor andalan, yaitu SLQ < 1 dan DLQ > 1. 4.1.2 Analisis Shift Share Analisis shift share adalah salah satu teknik kuantitatif yang biasa digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding atau referensi. (Tarigan, 2005). Dalam menganalisis pertumbuhan sektor ekonomi, terdapat tiga komponen pokok yaitu: a. Komponen Share Nasional (N) / KPN adalah banyaknya pertambahan lapangan kerja dipengaruhi oleh pertumbuhan nasional. Bagaimana pengaruh pertumbuhan nasional terhadap perekonomian daerah. Dapat digunakan sebagai kriteria untuk daerah mengukur apakah daerah tersebut tumbuh lebih cepat atau lebih. b. Komponen Shift Proporsional (P) / KPP menunjukkan pertumbuhan relative kinerja suatu sektor di daerah tertentu terhadap sektor yang sama di daerah refrensi. Komponen ini disebut juga pengaruh bauran industri (industry mix), dapat membantu untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada insutri yang tumbuh lebih cepat daripada daerah refrensi. c. Komponen Shift Differential (D) / KPPW memberikan informasi dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah dengan daerah refrensi. Komponen ini disebut juga pengaruh keunggulan komparatif. Perhitungan yang digunakan untuk menghitung perubahan struktur ekonomi adalah sebagai berikut: PE = KPN + KPP + KPPW 𝑌𝑡
𝑌𝑖𝑡
𝑌𝑡
𝑦𝑖𝑡
𝑌𝑖𝑡
PE = (𝑌𝑜 − 1)+ (𝑌𝑖𝑜 − 𝑌𝑜) + (𝑦𝑖𝑜 − 𝑌𝑖𝑜) PB = KPP + KPPW Keterangan:
PE : Pertumbuhan Ekonomi Yt
: Indikator ekonomi wilayah Nasional (akhir tahun analisa)
Yo : Indikator ekonomi wilayah Nasional (awal tahun analisa) Yit : Indikator ekonomi wilayah Nasional sektor i (akhir tahun analisa) Yio : Indikator ekonomi wilayah Nasional sektor i (awal tahun analisa) yit : Indikator ekonomi wilayah lokal sektor I (akhir tahun analisa) yio : Indikator ekonomi wilayah lokal sektor i (awal tahun analisis) PB : Pendapatan Bersih Wilayah KPN : Komponen Pertumbuhan Nasional KPP : Komponen Pertumbuhan Proporsional KPPW
: Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Untuk mengetahui interpretasi hasil KPP dan KPPW digunakan kuadran sebagai
berikut:
Berdasarkan perhitungan Analisis Shift Share yang telah dilakukan terhadap PDRB Kabupaten Jepara Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013-2015 dapat dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 5 Hasil Perhitungan Analisis Shift Share Lapangan Usaha
KPN
KPP
KPPW
PE
PB
A
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
0.00
-0.10
-4.53
-4.63
-4.63
B
Pertambangan dan Penggalian
0.06
-0.04
-4.60
-4.59
-4.64
C
Industri Pengolahan
0.12
0.02
0.26
0.40
0.28
D
Pengadaan Listrik dan Gas
0.01
-0.09
0.80
0.72
0.71
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
0.05
-0.05
-0.31
-0.31
-0.36
Konstruksi
0.09
-0.01
-1.16
-1.07
-1.16
Perdagangan Besar dan Eceran;
0.09
-0.01
0.03
0.11
0.02
Transportasi dan Pergudangan
0.13
0.03
-4.47
-4.31
-4.44
Penyediaan Akomodasi dan Makan
0.17
0.07
1.45
1.68
1.52
E F G H I
Limbah dan Daur Ulang
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Minum
J
Informasi dan Komunikasi
0.33
0.23
8.95
9.50
9.18
K
Jasa Keuangan dan Asuransi
0.08
-0.02
-4.26
-4.19
-4.28
L
Real Estate
0.14
0.03
-1.75
-1.58
-1.72
M,N
Jasa Perusahaan
0.20
0.10
0.91
1.20
1.01
Administrasi Pemerintahan,
0.04
-0.06
-1.83
-1.84
-1.88
O
Pertahanan dan Jaminan Sosial
P
Jasa Pendidikan
0.17
0.07
-1.38
-1.15
-1.32
Q
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
0.23
0.13
4.55
4.91
4.68
R,S,T,U
Jasa Lainnya
0.12
0.02
-0.30
-0.17
-0.29
Sumber : Hasil Analisis, 2017
Tabel 6 Interpetasi Perhitungan Analisis Shift Share Lapangan Usaha
KPP (+/-)
KPPW (+/-)
PB Mundur
Pertanian, Kehutanan dan
Tumbuh
Tidak mempunyai
Perikanan
Lambat
daya saing
Pertambangan dan
Tumbuh
Tidak mempunyai
Penggalian
Lambat
daya saing
Industri Pengolahan
Tumbuh Cepat
Mempunyai daya saing
Mundur
Progresif
Pengadaan Listrik dan Gas
Tumbuh
Mempunyai daya
Lambat
saing
Pengadaan Air, Pengelolaan
Tumbuh
Tidak mempunyai
Sampah, Limbah dan Daur
Lambat
daya saing
Tumbuh
Tidak mempunyai
Lambat
daya saing
Perdagangan Besar dan
Tumbuh
Mempunyai daya
Eceran; Reparasi Mobil dan
Lambat
saing
Progresif
Mundur
Ulang Konstruksi
Mundur
Progresif
Sepeda Motor Transportasi dan
Tumbuh Cepat
Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan
Mundur
daya saing Tumbuh Cepat
Makan Minum Informasi dan Komunikasi
Tidak mempunyai
Mempunyai daya
Progresif
saing Tumbuh Cepat
Mempunyai daya
Progresif
saing Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Tumbuh
Tidak mempunyai
Lambat
daya saing
Tumbuh Cepat
Tidak mempunyai
Mundur
Mundur
daya saing Jasa Perusahaan
Tumbuh Cepat
Mempunyai daya
Progresif
saing Administrasi Pemerintahan,
Tumbuh
Tidak mempunyai
Pertahanan dan Jaminan
Lambat
daya saing
Mundur
Sosial Jasa Pendidikan
Tumbuh Cepat
Tidak mempunyai
Mundur
daya saing Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Tumbuh Cepat
Mempunyai daya saing
Progresif
Jasa Lainnya
Tumbuh Cepat
Tidak mempunyai
Mundur
daya saing Sumber : Hasil Analisis, 2017 Sehingga diperoleh kuadran yang menggambarkan hasil analisis Shift Share sektor PDRB Kabupaten Jepara Tahun 2013 – 2015
Diagram 1 Kuadran Interpretasi Hasil Perhitungan KPP dan KPPW KPPW (+)
1. Pengadaan Listrik dan Gas 2. Perdagangan
Besar
1. Industri Pengolahan dan
Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
2. Penyediaan
Akomodasi
dan
Makan Minum 3. Informasi dan Komunikasi 4. Jasa Perusahaan
KPP (-)
5. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1. Pertanian,
Kehutanan
dan
Perikanan
1. Transportasi dan Pergudangan 2. Real Estate
2. Pertambangan dan penggalian
3. Jasa Pendidikan
3. Pengadaan Air, Pengelolaan
4. Jasa lainnya
Sampah, Limbah dan Daur Ulang 4. Konstruksi 5. Jasa Keuangan dan Asuransi 6. Administrasi
Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial
KPPW (-) Sumber: Hasil Analisis, 2017
KPP (+)
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa : 1. Sektor yang secara nasional tumbuh cepat dan memiliki daya saing keunggulan komparatif terdiri dari
lima sektor yakni sektor Industi
Pengolahan, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, sektor informasi dan komunikasi, sektor jasa perusahaan dan sektor kesehatan dan kegiatan sosial 2. Sektor yang secara nasional tumbuh lambat dan memiliki daya saing keunggulan komparatif terdiri dari dua sektor yakni sektor Pengadaan Listrik dan Gas dan sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3. Sektor yang secara nasional tumbuh cepat tetapi tidak memiliki daya saing keunggulan komparatif terdiri dari empat sektor yakni sektor Transportasi dan Pergudangan, sektor real estate, sektor jasa pendidikan dan sektor jasa lainnya 4. Sektor yang secara nasional tumbuh lambat dan tidak memiliki daya saing keunggulan komparatif terdiri dari enam sektor yakni sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor pengadaan air, pengeloaan sampah, limbah dan daur ulang, sektor konstruksi, sektor jasa keuangan dan asuransi dan sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial 5. Hasil perhitungan PB (Pendapatan Bersih) menunjukan bahwa ada tujuh sektor progresif dan sepuluh sektor mundur. Dimana posisi industri pengolahan sebagai salah satu sektor yang bersifat progresif atau potensial untuk dikembangkan karena memiliki pertumbuhan yang cepat dalam skala nasional serta memiliki daya saing yang tinggi. 4.2 Analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threat) Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui kondisi sektor industri pengolahan di Kabupaten Jepara yang berkaitan dengan potensi masalah pengembangan ekonomi di wilayah tersebut.
Tabel 7 Matriks Analisis SWOT Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
1) Industri Pengolahan merupakan salah 1) Nilai produksi mebel yang semakin satu sektor andalan dan progresif di Kabupaten Jepara 2) Industri mebel di kabupaten Jepara mampu menarik industri kecil lainnya 3) Industri mebel memberikan kontribusi
menurun 2) Kelangkaan bahan baku khususnya kayu jati 3) Efektivitas kelembagaan dan pola persaingan rendah
yang cukup tinggi terhadap pendapatan 4) Rendahnya daerah
kualitas
Sumber
Daya
Manusia (SDM) 5) Rendahnya inovasi 6) Sebagian secara
besar
pengrajin
sendiri-sendiri
bekerja
mulai
pengadaan
bahan
baku,
produksi,
pengadaan
dari proses
hingga
pemasaran 7) Terbatasnya akses permodalan dari perbankan untuk IKM Peluang (O)
Ancaman (T)
1) Melayani pasar dalam negeri dan pasar 1) Trend eksport Indonesia untuk industri luar negeri 2) Nilai eksport mebel tinggi dibandingnya nilai eksport barang lainnya di Kabupaten Jepara
mebel menurun
Kabupaten dalam
Jepara
yang
beberapa
waktu
terakhir 2) Sebagian besar sumber bahan baku
3) Adanya fasilitas pameran yang didukung
dimpor dari daerah lain (Jawa Barat,
oleh Pemerintah Daerah seperti Jepara
Jawa Timur, Sumatera, Sulawesi dan
Expo di berbagai kota di Indonesia
NTB)
4) Terdapat diferensiasi/ turunan dari kayu menjadi beragam jenis usaha
3) Munculnya kompetitor baru di pasar lokal maupun global (China, Vietnam, Filipina, dll) 4) Perlunya sertifikasi dan HaKI terkait bahan baku yang ramah lingkunan dari lembaga sertifikasif internasional Sumber: Hasil Analisis, 2017 Tabel 8 Strategi SWOT Strategi
Strategi O
Strategi T
1) Meningkatkan penjualan ke 1) Melakukan klaster Industri di pasar
internasional
lewat
kerjasama regional dengan negara lainnya (S1, S3, O1) 2) Melakukan inovasi produk terutama Strategi S
untuk
Kabupaten Jepara (S1, S2, S3, T1, T2, T3) 2) Melaksanakan
turunan 3) Meningkatkan kualitas SDM dan
Jepara (S2, O3, O4)
mengakomodasi
keikutsertaan
HaKI
secara komunal (S1, S3, T4)
produk dari industri kayu
3) Meningkatkan
Klinik
kuantitas
produk
yang
dapat
kemauan
konsumen (S2, T2)
pameran 4) Meningkatkan
tren
ekspor
secara internasional (S2, S3,
dengan menggunakan inovasi
O3)
dan
teknologi
yang
mendukung (S1, T1) 1) Meningkatkan produk Strategi W
mebel
eksistensi 1) Meningkatkan inovasi produk Kabupaten
yang
dihasilkan bersaing
sehingga
Jepara di dalam maupun di
mampu
dengan
luar negeri melalui strategi
kompetitor-kompetitor
pemasaran (branding) yang
pasar lokal maupun global
lebih baik (W3, O1, O2)
(W1, W5, T1, T3)
di
2) Mengoptimalkan
fasilitas 2) Menjalin kerjasama dengan
pameran sebagai salah satu
Jawa
media
untuk
Sumatera, Sulawesi dan NTB
meningkatkan nilai produksi
untuk mengatasi kelangkaan
mebel (W1, O3)
bahan
pemasaran
3) Membentuk industri mulai
klaster-klaster
pengolahan dari
kegiatan
pelatihan
Jawa
baku
Timur,
industri
pengolahan
dengan
kayu
persyaratan bahan baku telah
hulu
bersertifikat
hingga hilir (W6, O4) 4) Memberikan
Barat,
internasional
(W2, T2, T4)
pelatihan- 3) Dibentuknya keterampilan
industri
klaster-klaster
pengolahan
kayu
kepada masyarakat mengenai
(mebel) untuk meningkatkan
industri pengolahan kayu dan
trend eksport Indonesia dari
turunannya
sektor
untuk
meningkatkan pengetahuaan serta inovasi (W4, W5, O4) 5) Menjalin kerjasama dengan pemerintah sebagai
dan
swasta
penyedia
untuk
mendukung
keberlanjutan pengolahan
modal
industri kayu
di
Kabupaten Jepara (W3, W7, O2) 8) Melakukan kerjasama dengan daerah lain untuk mengatasi kelangkaan
bahan
baku
mebel khususnya sehingga mampu
memenuhi
industri
mebel
Kabupaten Jepara (W6, T1)
permintaan pasar (W2, O1, O2) Sumber: Hasil Analisis, 2017
BAB V KONSEP PENANGANAN 5.1 Konsep Penanganan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, Industri mebel di kabupaten Jepara setiap tahunnya mengalami penurunan ekspor sementara industri ini sudah dikenal sejak lama sebagai icon/ komoditas unggulan dari Kabupaten Jepara. Untuk mengatasi beberapa masalah tersebut, setelah dilakukan analisis strategi maka konsep penanganan yang ditawarkan untuk meningkatkan industri Jepara ialah Konsep Klaster Industri . Konsep Klaster Industri Menurut M.Porter Klaster industri merupakan kelompok perusahaan yang saling berhubungan, berdekatan secara geografis dengan institusi-institusi yang terkait dalam suatu bidang khusus karena kebersamaan dan saling melengkapi. Konsep klaster industri dipilih untuk menyelesaikan masalah industri mebel di Jepara karena konsep klaster industri memperhatikan sebuah industri dari hulu hingga hilir untuk mendukung industri tersebut berkelanjutan.
Selain itu klaster ini juga memperhatikan struktur dari perusahaan –
perusahaan yang terlibat dalam pengembangannya. Pendekatan klaster industri dinilai sangat berguna bagi pelaku ekonomi mayoritas di banyak negara, yautiu usaha kecil dan menengah (UKM). Hal ini karena pendekatan klaster indsutri sangat membantu bagi
terjalinnya kemitraan yang saling menguntungkandan
pengembangan jaringan bisnis yang luas (Bappenas 2004b) . Untuk klaster furniture/Mebel Jepara terdiri dari sentra ukir dan sentra produksi. Sentra ukir meliputi dareah : Pencangaan, Kedung, Tahunan, Mlonggo dan jepara Sentra produksi meliputi : desa Pulau darat, Kerso, Langon, Krapyak, Mantinganm Kawak, Mambak, Wonorejo, Serengan, Petekeyan, Bulungan, Pingko, Tegalsambi dan Sukodonomor. Sebelum membahas terkait tentang konsep klaster industri, sesuai dengan pengertian nya bahwa klaster industri merupakan sebuah konsep yang membahas kesatuan dan keterkaitan dari industri hulu hingga hilir, maka dibawah ini akan dijelaskan kelompok industri kayu pembentuk industri mebel di Kab. Jepara.
Kelompok Industri Pengolahan Kayu Hulu
Kelompok industri hulu pengolahan kayu merupakan industri pengolahan kayu primer yaitu industri yang mengolah kayu bulat/log menjadi bebagai bentuk sortimen kayu. Industri pengolahan kayu primer terdiri dari : 1. Industri penggergajian kayu (saw-mill) yang menghasilkan kayu utuh (solidwood) dalam berbagai bentuk sortimen kayu gergajian (sawntimber) 2. Industri kayu lapis (plywood-mill) yang menghasilkan panel kayu lapis dan juga block-board dengan berbagai ukuran ketebalan 3. Industri Papan Partikel/particle-board yang menghasilkan panel kayu hasil serpih kayu bercampur glue/lem yang dimampatkan 4. Industri MDF (Medium Density Fibre-board) yang menghasilkan panel kayu yang merupakan campuran serat kayu dengan bahanbahan kimia. Panel-panel kayu dimaksud biasa disebut kayu hasil industri (engineered-wood)
Kelompok Industri Pengolahan Kayu Hilir 1. Industri Wood-Working, yaitu industri yang menghasilkan produkproduk kayu diantaranya dowel, moulding, pintu, jendela, woodflooring, dan sejenisnya. 2. Industri Furniture Kayu dan barang-barang kerajinan kayu. Perlu diinformasikan, bahwa pasokan bahan baku kelompok industri pengolahan kayu hilir tersebut dapat berasal dari sawn-timber sebagai solid-wood dan panel kayu (plywood, block-board, MDF, particle-board, composite-board, dsb) sebagai engineeredwood. Produk jadi furniture kayu dapat dibedakan menurut fungsi kenyamanan (ergonimics) dan banyak varian desain berbagai corak maupun gaya/style.
Dalam konsep klaster industri, terdapat struktur klaster industri yang membantu keberlanjutan industri inti. Dalam hal ini, semua tatanan struktur ini berkontribusi dari hulu hingga hilir dari klaster industri.
Struktur klaster Industri Mebel Jepara Suplai kayu dan Komponen
Bahan kimia , perekat Badan HaKI Perbankan, Asuransi, Jasa
Suplai bahan lainnya
Produk kayu primer Industri pengepakan Industri Desain
Industri Mebel
Industri penghalusan Mebel
Universitas, Pemda
Industri Pemotong Kayu Perusahaan Furniture di Jepara
Adapun struktur dari klaster industri Mebel Jepara ialah sebagai berikut: Industri Inti
:
Industri mebel /industri furniture
Industri
:
Industri pengepakan, industri desain, industri pemotong kayu,
Pendukung
industri penghalusan mebel atau industri mesin/peralatan furniture, industri logam (mur, baut, dsb.), TPT, glue/lem, plastik, karet dan bahan kimia
Industri
:
Pemasok Industri terkait
Suplai bahan kayu, industri kimia, komponen kayu dan produk kayu primer
:
Seluruh perusahaan yang menjual hasil industri mebel di Jepara baik industri besar dan industri sedang hingga kecil
Institusi pendukung
:
Universitas di Jawa Tengah, Badan HaKI, Perbankan dan Jasa asuransi
Struktur klaster industri yang telah dijelaskan diatas membentuk sebuah proses dari hulu ke hilir. Klaster yang berperan sebagai hulu ialah klaster pemasok penyedia bahan baku sedangkan klaster yang berperan sebagai hilir ialah klaster terkait yang memasarkan hasil dari industri mebel hingga pada konsumen.
Hilir
Hulu Suplai bahan kayu, industri kimia, komponen kayu dan produk kayu primer
Process
Seluruh perusahaan yang menjual hasil industri mebel di Jepara baik industri besar dan industri sedang hingga kecil
Dari beberapa struktur klaster industri di Jepara, ada beberapa persiapan yang harus disiapkan oleh pihak swasta dan pemerintah daerah Kabupaten Jepara untuk mendukung keberlanjutan dan kelancaran dari klaster industri. Untuk mendukung hal tersebut maka dibutuhkan peran dari masing – masing klaster industri di Kabupaten Jepara yang dijelaskan dalam tabel berikut. Tabel 9 Implikasi klaster industri terhadap Kabupaten Jepara Masalah yang akan di atasi
Peran klaster industri
Kelangkaan bahan baku khususnya kayu Untuk
mengatasi
masalah
bahan
baku,
jati, Sebagian besar sumber bahan baku Kabupaten Jepara perlu membuat klaster dimpor dari daerah lain (jawa Barat, Jawa pemasok yang menyediakan bahan baku kayu Timur, Sumatera, Sulawesi dan NTB)
secara berkelanjutan kepada industri inti. Klaster pemasok selama ini masih berasal dari
luar Kabupaten Jepara. Oleh sebab itu perlu dibuat sebuah klaster pemasok baru yang letaknya berada di Jepara agar memperkecil biaya transportasi. Selain itu Pemerintah dan swasta baiknya bekerja sama untuk mengatasi pasokan agar tetap terjaga disertai juga dengan penanaman pohon secara berkala Terbatasnya akses permodalan dari
Peran sektor lembanga pendukung seperti
perbankan untuk IKM
Bank, Asuransi dalam klaster industri sangat dibutuhkan
untuk
mengatasi
akses
permodalan. Dalam hal ini lembaga pendukung berperan untuk mempermudah peminjaman modal dan asuransi terhadap IKM – IKM di Kabupaten Jepara. Sebagian besar pengrajin bekerja secara Untuk mengatasi ini maka diberikan solusi sendiri-sendiri mulai dari pengadaan klaster industri agar seluruh aktivitas dari hulu bahan baku, proses produksi, pengadaan – hilir dari industri mebel di Kabupaten Jepara hingga pemasaran
dapat berjalan dengan efisien dan efektif. Semua kegiatan yang terkait dalam produksi mebel di Kabupaten Jepara bergerak dalam lingkar klaster industri Jepara.
Rendahnya
inovasi
dan
Rendahnya Institusi pendukung mengambil peran dalam
kualitas Sumber daya manusia (SDM)
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hasil
penelitianseperti
universitas
dapat
memberikan masukan dan saran untuk industri Jepara agar mampu bersaing di skala global dengan kualitas dan inovasi. Nilai produksi mebel yang semakin klaster industri berperang mengatasi masalah menurun dan Trend eksport Indonesia ini ialah dengan memperhatikan hulu – hilir
untuk industri mebel Kabupaten Jepara serta pangsa pasar yang akan dituju agar yang menurun dalam beberapa waktu meningkatkan jumlah ekspor. Peran pemda terakhir
dalam
mengikutsertakan
pameran
juga
mendukung peningkatan nilai ekspor dari mebel Munculnya kompetitor baru di pasar lokal Peran industri pendukung seperti industri maupun global (China, Vietnam, Filipina, desain dan pengepakan, industri pemotong dll)
kayu, industri penghalusan mebel atau industri mesin/peralatan furniture, industri logam (mur, baut, dsb) untuk mendukunt keberhasilan industri inti sangat membantu dalam proses menguatkan daya saing global
Perlunya sertifikasi dan HaKI terkait
Peran institusi pendukung sepertri HaKI dalam
bahan baku yang ramah lingkunan dari
memberi sertifikasi untuk industri mebel yang
lembaga sertifikasif internasional
mempertimbangkan
lingkungan
hidup.
Lembaga ini dapat membuat klinik untuk semua industri terkait yang membutuhkan sertifikasi dan HaKI Sumber : Analisis penulis, 2017 5.2 Kesimpulan Kabupaten Jepara merupakan salah satu wilayah yang diperkirakan menyumbang sekitar 10% dari total ekspor mebel Indonesia, dimana kontribusi mebel terhadap perekonomian Kabupaten Jepara mencapai 27%. Industri mebel Jepara selain melayani pasar dalam negeri, juga melayani pasar luar negeri, antara lain, Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Hong Kong, dan Australia. Komoditi mebel memiliki nilai ekspor tertinggi di Kabupaten Jepara dengan sebesar US$111.498.084,22 dari jumlah keseluruhan nilai ekspor US$131.379.679,76 atau sebesar 84,87%. Komoditi mebel merupakan salah satu komodti unggulan yang ada di Kabupaten Jepara dan tertuang dalam RPMD kab Jepara. Dalam eksistingnya industri mebel kabupaten
Jepara memiliki potensi dan masalah dalam pengembangannya baik dari segi internal dan juga eksternal.Berdasarakan proses analisis LQ dan DLQ telah dilakukan didapatkan hasil bahwa industri mebel yang termasuk dalam PDRB industri pengolahan di Kabupaten Jepara merupakan sektor andala. Sedangkan berdasarkan analsiis shift share, industri pengolahan di Kabupaten Jepara merupakan sektor cepat tumbuh, mempunyai daya saing dan progresif. Dalam hal ini berarti industri pengolahan seperti mebel berpotensi bila dikembangkan dengan baik. Untuk dapat mengembangkan industi mebel di Kabupaten Jepara maka konsep yang digunakan ialah konsep klaster industri. Konsep klaster industri berperan dalam meningkatkan produksi mebel dengan efektivitas dan keterkaitan dari industri hulu hingga industri hilir. Dalam klaster industri ini, terdiri dari beberapa klaster – klaster lain untuk mendukung klaster inti yang memiliki peran masing – masing dalam pengembangan klaster industri. 5.3 Lesson learned Lesson learned yang didapatkan dari pembahasan pengembangan industri di Kabupaten Jepara ialah dengan menggunakan konsep klaster industri. Konsep klaster industri ini didapatkan dari hasil analisis LQ, DLQ dan shift share yang telah dilakukan. Selain itu juga dilakukan analisis SWOT sehingga ditemukan bahwa konsep yang cocok untuk pengembangan industri mebel di Jepara ialah konsep klaster industri. Konsep klaster industri ini memiliki struktur yang dapat mendukung pengembangan klaster industi inti berupa klaster industri yang didukung oleh klaster pendukung, klaster pemasok, dan klaster terkait. Dalam kasus Kabupaten Jepara, perlu adanya persiapan dan peran dari masing – masing klaster untuk mendukung klaster industri inti. Klaster industri ini berperan meningkatkan keterkaitan dan efektifitas dari kinerja hulu ke hilir hingga produksi sampai pada konsumen.
Daftar Pustaka
David, Fred R., 2006. Manajemen Strategis. Edisi Sepuluh, Penerbit Salemba Empat, Jakarta Jogiyanto, 2005, Sistem Informasi Strategik untuk Keunggulan Kompetitif, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta. Rangkuti, Freddy. (2006). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Andrews, Lorraine, et.al. (2012). Classic Grounded Theory to Analyze Secondary Data: Reality and Reflections. The Grounded Theory Review. Volume 11, Issue 1. Boslaugh, Sarah. (2007). Secondary Data Cambridge:
Sources for Health: A Practical Guide.
Cambridge University Press. [Excerpt published online: “I An Introduction to
Secondary Data Analysis”] Johnston, Melissa P. (2014). Secondary Data Analysis: A Method that which a Time Has Come. Quantitative and Qualitative Methods in Library (QQML) 3. McCaston, M. Katherine. (2005). Tips for Collecting, Reviewing, and Analyzing Secondary Data. www.pqdl.care.org. Diunduh September 2014. Wallace Foundation. Workbook B: Conductiong Secondary Research. [Other information restricted]. Retrieved June, 2014 online from http://www.wallacefoundation.org/ Budiharsono, Sugeng, Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan, Pradnya Paramita, Jakarta, 2001. Ma’rif, Samsul, Ekonomi Wilayah dan Kota, Ekonomika dalam Perencanaan Identifikasi Sektor Strategis, Diktat Kuliah PWK UNDIP Semarang, 2002. Nawanir, Hanif (2003), Studi Pengembangan Ekonomi dan Keruangan Kota Sawahlunto Pascatambang, Tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro (2003) Warpani, Suwardjoko, Analisis Kota dan Daerah, ITB Bandung, 1984.