STATUS POTENSI, PRODUKSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Oleh JUFRI PACHRI LAITUPA C461150011 1.
Pendahuluan Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis
pantai mencapai 104.000 km (Bakosurtanal, 2006 dalam KKP 2014) dengan luas wilayah laut berdasarkan UNCLOS 1982 mencapai 284.210,9 km 2 laut teritorial, 2.981.211 km2 ZEEI, dan 279.322 km2 laut 12 mil. Hal tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara yang dikaruniai sumberdaya kelautan yang besar termasuk kekayaan keanekaragaman hayati dan non hayati kelautan terbesar. Potensi ekonomi sumber daya kelautan dan perikanan dapat dimanfaatkan untuk mendorong pemulihan ekonomi yang diperkirakan sebesar US$ 82 miliar per tahun (KKP, 2014). Berdasarkan data United Nations Environmental Programme (UNEP, 2009 dalam KKBP 2011) terdapat 64 wilayah perairan Large Marine Ecosystem (LME) di seluruh dunia yang disusun berdasarkan tingkat kesuburan, produktivitas, dan pengaruh perubahan iklim terhadap masing-masing LME. Indonesia memiliki akses langsung kepada 6 (enam) wilayah LME yang mempunyai potensi kelautan dan perikanan yang cukup besar, yaitu: LME 34 – Teluk Bengala; LME 36 – Laut Cina Selatan; LME 37 – Sulu Celebes; LME 38 – Laut-laut Indonesia; LME 39 – Arafura – Gulf Carpentaria; LME 45 – Laut Australia Utara. Sehingga, peluang Indonesia untuk mengembangkan industri perikanan tangkap sangat besar (KKBP, 2011). Keanekaragaman hayati laut Indonesia memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan baik bagi kepentingan konservasi maupun ekonomi produktif. Laut Indonesia memiliki sekitar 8.500 species ikan, 555 species rumput laut dan 950 species biota terumbu karang. Sumberdaya ikan di laut meliputi 37% dari species ikan di dunia, dimana beberapa jenis diantaranya mempunyai nilai ekonomis tinggi, seperti tuna, udang, lobster, ikan karang, berbagai jenis ikan hias, kekerangan, dan rumput laut, yang merupakan komoditi penting dalam usaha perikanan (Sekjen KKP, 2015). Perikanan menurut UU No 32 tahun 2004, adalah semua kegiatan yang berhubungan
dengan
pengelolaan
dan
pemanfaatan
sumberdaya
ikan
dan
lingkungannya mulai praproduksi, pengelolaan, sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Pengembangan industri perikanan
tangkap
Indonesia
dilakukan
dengan
memanfaatkan
dan
mengelola
potensi
sumberdaya ikan yang tersebar di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI). WPP NRI terdiri dari perairan laut dengan luas yang mencapai 5,8 juta km persegi, dan di perairan umum seluas 54 juta hektar dengan potensi produksi 0,9 juta ton/tahun dari kegiatan penangkapan ikan. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, medinginkan, menangani, mangelolah, dan/atau mengawetkannya. Sumberdaya perikanan, yang dapat dimanfaatkan adalah perikanan tangkap dan budidaya baik di laut maupun perairan umum. Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat diperbarui, namun bukan berarti tidak terbatas, sehingga diperlukan pengelolaan untuk menjaga agar sumberdaya ikan di perairan Indonesia terus berkelanjutan. Salah satu cara yang ditempuh pemerintah adalah dengan membagi wilayah perairan menjadi beberapa wilayah pengelolaan perikanan (WPP). Pembagian WPP ini bertujuan untuk mempermudah penataan dan pengaturan sumberdaya ikan, kemudian dilakukan pengkajian stok ikan di tiap WPP, sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk membuat kebijakan dalam penetapan daerah penangkapan, jenis alat tangkap dan jumlahnya yang dapat diizinkan dan bila perlu alokasi waktu penangkapan (open and close
system)
dan
penerapan
prinsip-prinsip
pengelolaan
perikanan
yang
bertanggungjawab. Potensi sumberdaya ikan pada suatu perairan merupakan salah satu reference point
dalam pengelolaan perikanan. Kebijakan pengelolaan seperti alokasi unit
penangkapan,
penentuan
jalur
penangkapan,
kebijakan
moratorium
daerah
penangkapan dan kebijakan yang berkaitan dengan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya dapat dilkakukan dengan mengetahui status dari suatu sumberdaya ikan di wilayah pengelolaan perikanan, yang meliputi potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan. Tulisan ini mencoba untuk memberikan gambaran mengenai status potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di WPPNRI berdasarkan pada studi literatur. 2.
Gambaran WIlayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) Sebagai upaya untuk mencapai pemanfaatan yang optimal dan berkelanjutan
dalam pengelolaan perikanan serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan dan
lingkungannya, diperlukan adanya kajian potensi, pemanfaatan, konservasi, penelitian dan pengembangan, serta pengawasan terhadap sumber daya ikan dan lingkungan yang dikelola dengan sistem yang terukur. Dan dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya di Indonesia, sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan perubahannya UU No 45 tahun 2009, maka ditetapkan wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia (WPP RI) dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.01/MEN/2009, sebagai penyempurnaan dan pengganti Keputusan Menteri Pertanian No.996/Kpts/IK.210/9/1999 tentang potensi sumberdaya ikan dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (DKP, 2009). Pembagian wilayah perairan menjadi wilayah pengelolaan perikanan juga merupakan salah satu cara untuk mempermudah pengkajian stok ikan di Indonesia dalam upaya langkah maju untuk menerapkan ketentuan internasional Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Hasil pengkajian stok ikan dipergunakan sebagai acuan dalam membuat kebijakan dalam penetapan daerah penangkapan, jenis alat tangkap dan jumlahnya yang dapat diizinkan dan bila perlu alokasi waktu penangkapan (open and close system). Pembagian WPP dilakukan dengan kajian yang berdasarkan pendekatan bioekologis, keragaman sumberdaya ikan, kaidah toponim laut dengan memperhatikan kondisi morfologi dasar laut, pembagian wilayah perairan berdasarkan IMO dan IHO, serta memperhatikan perkembangan pemekaran wilayah seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah serta perkembangan penataan batas maritim Indonesia dengan negara lain (DKP, 2009). Menurut
PER.01/MEN/2009,
Wilayah
Pengelolaan
Perikanan
Republik
Indonesia (WPP-RI) merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia. Peraturan tersebut menetapkan WPP-RI menjadi 11 wilayah pengelolaan perikanan. Kemudian aturan ini ditinjau dan di update dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.18/MEN/2014.
Dalam
PER.18/MEN/2014 ini, istilah Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) diubah menjadi Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), yang tetap meliputi 11 wilayah pengelolaan perikanan. Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) yang dimaksud tersebut adalah : (1) WPPNRI 571, meliputi perairan Selat Malaka dan Laut Andaman; (2) WPPNRI 572 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Barat
Sumatera dan Selat Sunda; (3) WPPNRI 573 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat; (4) WPPNRI 711 meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan; (5) WPPNRI 712 meliputi perairan Laut Jawa; (6) WPPNRI 713 meliputi perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali; (7) WPPNRI 714 meliputi perairan Teluk Tolo dan Laut Banda; (8) WPPNRI 715 meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau; (9) WPPNRI 716 meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera; (10) WPPNRI 717 meliputi perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik; (11) WPPNRI 718 meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur (Gambar 1).
Gambar 1. Peta WPPNRI (Sumber : Permen KP RI Nomor. PER.18/MEN/2014) Karakteristik WPPNRI di Indonesia memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan dapat dilihat berdasarkan pada topografi perairan (Gambar 2), dimana beberapa WPPNRI memiliki kedalaman perairan yang dangkal, seperti Selat Malaka (WPPNRI 571), Selat Karimata, Laut Cina Selatan (WPPNRI 711), Laut Jawa (WPPNRI 712), Bagian Barat Selat Makassar (WPPNRI 713), dan Laut Arafura (WPPNRI 718). Sedangkan WPPNRI yang memiliki topografi perairan dalam adalah di Samudera Hindia, Laut Banda, Laut Sulawesi, Bagian Timur Selat Makassar dan Samudera Pasifik. Dengan adanya perbedaan ini maka sumberdaya ikan yang terkandung di masing-masing WPP memiliki karakteristik yang juga berbeda. Contohnya di perairan
dengan kedalaman yang tinggi banyak terdapat ikan pelagis besar, sedangkan perairan dengan kedalaman yang relatif dangkal memiliki sumberdaya ikan pelagis kecil dan udang yang cukup besar. Karakteristik sumberdaya di setiap perairan berhubungan dengan karakteristik armada yang mengeksploitasi sumberdaya tersebut. Contohnya di Laut Arafura banyak memiliki sumberdaya ikan demersal, Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, serta laut Banda memiliki sumberdaya ikan pelagis besar, armada penangkapan yang digunakan juga relatif besar, permasalahan yang banyak terjadi adalah illegal fishing. Sedangkan WPPNRI barat memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis kecil lebih tinggi, alat tangkap yang digunakan relatif tidak terlalu besar dan permasalahan yang dialami adalah tingkat kepadatan nelayan tinggi.
Laut Cina Selatan
Samudera Pasifik
Laut Jawa Laut Arafura Samudera Hindia
Gambar 2. Topografi perairan Indonesia 2.1
Potensi Sumberdaya Ikan di WPPNRI Untuk mendukung kebijakan pengelolaan perikanan yang betangggungjawab di
wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), maka pemerintah melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan menetapkan potensi sumberdaya ikan dan jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan di WPPNRI, berdasarkan rekomendasi Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan). Estimasi potensi sumber daya ikan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan alokasi sumber daya ikan dan jumlah tangkapan
yang diperbolehkan dengan mempertimbangkan status tingkat eksploitasi sumber daya ikan di masing-masing WPP-NRI (KKP, 2014). Data-data estimasi potensi disajikan per kelompok sumber daya ikan untuk tiap-tiap WPP NRI, yaitu : a) Pelagis besar (diluar kelompok tuna : albakora, tuna mata besar, madidihang dan tuna sirip biru); b) Tongkol (lisong, komo, krai, abu-abu, kenyar); c) Pelagis kecil; d) Demersal; e) Ikan karang konsumsi; f) Udang penaid (udang putih/jerbung, dogol, windu dan udang raja/ratu); g) Lobster; h) Cumi-cumi (DJPT KKP, 2013). Sedangkan pengelompokan data statistik produksi perikanan tangkap di laut, terbagi menjadi beberapa kelompok sumber daya ikan yaitu : a) Pelagis besar (termasuk tongkol, tuna, cakalang dan pelagis besar lainnya); b) Pelagis kecil; c) Demersal; d) Ikan karang konsumsi; e) Binatang berkulit keras (Udangudangan, lobster, kepiting, rajungan dan binatang berkulit keras lainnya); f) Binatang lunak (cumi-cumi, tiram, sotong, kekerangan dan binatang lunak lainnya); g) Binatang air lainnya (penyu, teripang, ubur-ubur dan lainnya); h) Tumbuhan air (rumput laut). Berdasarkan pengelompokkan sumber daya ikan tersebut diatas, hasil pengolahan data statistik produksi perikanan tangkap di laut menurut WPP disajikan menjadi dua bagian yaitu kelompok SDI yang diestimasi potensinya dan kelompok SDI yang tidak diestimasi. Klelompok SDI yang tidak diestimasi potensinya adalah Tuna (albakora, tuna mata besar, madidihang, SBT), binatang lunak selain cumi-cumi, kepiting, rajungan, udang lainnya, binatang berkulit keras lainnya, binatang air lainnya dan rumput laut (DJPT KKP, 2014). Estimasi potensi sumberdaya ikan di WPPNRI yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kelautan Republik Indonesia Nomor KEP.45/MEN/2011. Keputusan ini untuk menyempunakan dan mengganti keputusan sebelumnya, dan ditinjau setiap tahun sekali dengan memperhatikan hasil kajian Komnas Kajiskan, namun jika belum ada kajian Komnas Kajiskan maka tetap digunakan keputusan ini sebagai dasar pengelolaan oleh pemerintah. Sejauh ini berdasarkan literatur yang ada, estimasi potensi sumberdaya ikan di WPPNRI yang resmi ditetapkan oleh pemerintah sejak tahun 2011 adalah KEP.45/MEN/2011, walaupun ada hasil kajian dari Komnas Kajiskan pada tahun 2013 yang mengestimasi potensi ikan di WPPNRI, namun belum ditetapkan dengan aturan resmi oleh pemerintah. Berdasarkan keputusan tersebut diatas, estimasi potensi maksimum lestari atau Maksimum Sustainable Yield (MSY) sumberdaya ikan secara nasional yang meliputi 11 WPPNRI berjumlah 6,5203 juta ton/tahun yang meliputi perairan laut dan perairan umum. Jumlah potensi tersebut terdiri dari 6 kelompok sumberdaya ikan yaitu:
ikan pelagis besar berjumlah 1,1454 juta ton/tahun; ikan pelagis kecil 3,6457 juta ton/tahun; ikan demersal 1,4525 juta ton/tahun; udang penaeid 98,3 juta ton/tahun; ikan karang konsumsi 145,3 juta ton/tahun; Lobster 4,8 juta ton/tahun; dan Cumi-cumi dengan potensi yang diestimasi sejumlah 28,3 juta ton/tahun (Gambar 1). Berdasarkan potensi lestari tersebut, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5.216.240 juta ton per tahun atau sekitar 80% dari potensi maksimum lestari atau Maximum Sustainable Yield (MSY). Tabel 1. Estimasi Potensi Sumberdaya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia/WPP-NRI (dalam ribuan ton/tahun). Kelompok Sumberdaya Ikan
Tahun Estimasi potensi*
Ikan Pelagis Besar
WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA (WPP-NRI) 571
572
573
711
712
713
714
715
716
717
Total
718
2011
27,7
164,8
201,4
66,1
55,0
193,6
104,1
106,5
70,1
105,2
50,9
1,145,4
2013
39,4
25,2
18,4
32,3
44,8
17,1
9,4
6,9
1,1
13,9
19,7
228,2
2011
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2013
50,8
42,7
64,6
21,9
64,2
44,0
21,2
46,9
18,5
9,2
18,5
402,6
2011
147,3
315,9
210,6
621,5
330,0
605,4
132,0
379,4
230,9
153,9
468,7
3645,7
2013
116,6
240,9
161,6
363,0
450,4
458,0
131,1
172,1
323,4
384,8
696,5
3498,4
2011
82,4
68,9
66,2
334,8
375,2
87,2
9,3
88,8
24,7
30,2
284,7
1452,5
2013
255,6
349,7
70,6
482,2
354,7
199,7
107,5
121,3
27,9
97,8
553,5
2620,5
2011
11,4
4,8
5,9
11,9
11,4
4,8
-
0,9
1,1
1,4
44,7
98,3
2013
69,0
8,0
5,2
72,3
53,6
29,8
2,4
4,4
8,2
8,7
49,5
311,1
2011
5,0
8,4
4,5
21,6
9,5
34,1
32,1
12,5
6,5
8,0
3,1
145,4
2013
5,8
45,1
14,7
25,1
20,6
18,1
16,8
13,8
6,5
3,9
11,2
181,8 4,8
Ikan Tongkol
Ikan Pelagis Kecil
Ikan Demersal
Udang Penaeid
Ikan Karang Konsumsi
2011
0,4
0,6
1,0
0,5
0,5
0,7
0,4
0,3
0,2
0,2
0,1
2013
0,5
1,3
0,8
0,6
0,8
1,0
0,1
0,6
0,6
1,1
0,3
7,8
2011
1,9
1,7
2,1
2,7
5,0
3,9
0,1
7,1
0,2
0,3
3,4
28,4
2013
4,1
4,3
4,3
6,1
20,5
5,2
1,8
4,0
0,8
1,5
2,8
55,4
2011
276,0
565,2
491,7
1059,0
836,6
929,7
278,0
595,6
333,7
299,2
855,6
6.520,3
2013
541,8
717,3
340,2
1.003,4
1.009,7
773,0
290,4
370,2
387,0
520,8
1.351,9
7.305,7
Lobster
Cumi-cumi
Total Potensi
*Estimasi Potensi Tahun 2011 bersumber pada Kepmen KP Nomor. KEP.45/MEN/2011 *Estimasi Potensi Tahun 2013 bersumber dari Komnas Kajiskan (KKP, 2014)
Jika dibandingkan dengan hasil survei sebelumnya, potensi ikan laut di Indonesia setiap tahun mengalami perubahan. Pada tahun 1997 stok ikan laut Indonesia diestimasi mencapai 6,190 juta ton/tahun, tahun 1996 menjadi 6,4 juta ton/tahun, tahun 2001 nilai potensinya 6,409 juta ton/tahun, tahun 2011 sebesar 6,5203 juta ton/tahun. Sementara itu menurut KKP (2015), tahun 2013 potensi lestari sumberdaya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 7.305.699 ton/tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) (Komnas Kajiskan, 2013 dalam KKP 2015). Dari seluruh potensi sumberdaya
ikan tersebut, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) adalah sebesar 5.844.559 ton per tahun atau sekitar 80% dari potensi lestari. Tahun ini diperkirakan stok ikan akan mengalami peningkatan jumlah karena ada upaya dari KKP memberantas praktik illegal fishing yang sudah dilakukan sejak akhir tahun 2014. Tabel 1 menunjukkan estimasi potensi sumberdaya ikan di WPP-NRI berdasarkan pada Kepmen Nomor KEP.45/MEN/2011 dan hasil kajian Komnas Kajiskan tahun 2013. Dapat dilihat bahwa potensi sumberdaya ikan secara nasional mengalami peningkatan dari tahun 2011 sebesar 6,5201 juta ton/tahun menjadi 7,3057 juta ton/tahun pada tahun 2013. Kenaikan nilai estimasi potensi ini bersifat akumulatif, ini terlihat dari potensi kelompok sumberdaya ikan yang tersebar di WPPNRI, ada yang mengalami peningkatan estimasi potensi maksimum lestarinya disatu sisi, disisi lainnya terjadi penurunan nilai potensi maksimumnya di beberapa WPP NRI. Secara Spesifik dapat diuraikan kondisi potensi kelompok sumberdaya ikan sebagai berikut : 1. Ikan pelagis besar Potensi ikan pelagis besar tersebar pada semua WPPNRI, dengan nilai estimasi potensi sesuai kepmen tahun 2011 adalah 1,1454 juta/tahun. Ikan pelagis besar menyebar dengan potensi yang besar pada Samudera Hindia yang meliputi WPP 572, 573 yang meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat dengan potensi 201,4 ribu ton/tahun. Kemudian potensi yang cukup besar juga menyebar mulai dari WPP 713 yang meliputi perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali dengan potensi sebsar 193,6 ribu ton/tahun. Kemudian ke arah timur pada WPP 714, 715, keutara pada WPP 717 sampai WPP 718 yang meliputi Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik. Potensi ikan pelagis di WPP 571, 711, 712, 718 berkisar 27,7 – 66,1 ribu ton/tahun. Hasil kajian Komnas Kajiskan pada tahun 2013 menunjukan bahwa estimasi potensi ikan pelagis secara total mengalami penurunan menjadi 228,2 ribu ton/tahun. Hal ini mungkin karena potensi tongkol diestimasi tersendiri yaitu sebesar 402,6 juta ton/tahun. Selain itu, kelompok tuna (albakora, tuna mata besar, madidihang dan tuna sirip biru) tidak masuk dalam sumberdaya ikan yang diestimasi potensinya (DJPT, 2014). 2. Ikan pelagis kecil mengalami penurunan potensi secara total dari tahun 2011 sebesar 3,6457 juta ton/tahun menjadi 3,4984 juta ton/tahun. Penurunan potensi ini terjadi utamanya pada beberapa WPP diantaranya WPP 571, WPP 572, WPP 573, WPP 711, WPP 713, WPP 715 dan WPP 714, sementara pada beberapa WPP lainnya terjadi peningkatan potensi yaitu WPP 712, 716, 717 dan 718. Potensi
cukup besar ikan pelagis kecil terdapat pada hampir semua WPP, yang terbesar terdapat pada WPP 718, 711,712,713. Kelompok Ikan pelagis kecil dalam statistik perikanan Indonesia terdiri dari ikan cendro, selar, layang, sunglir, tetengek, daun bambu/talang-talang, bentong, selanget, siro, japuh, tembang, lemuru, terubuk, teri, ikan terbang, julung-julung, belanak, kembung, banyar dan ikan pelagis kecil lainnya) (DJPT KKP, 2014). 3. Ikan demersal 1,4525 juta ton per tahun meningkat menjadi 2,6205 juta ton/tahun. Peningkatan nilai estimasi potensi terjadi pada WPP 571, 572, WPP 573, WPP 711, WPP 713, WPP 714 dengan peningkatan signifikan dari 9,3 ribu ton/tahun menjadi 107,5 ton/tahun, WPP 715, WPP 716 potensinya meningkat sebesar 3,2 ribu ton dari 2011, WPP 717 meningkat sebesar 67,6 ribu ton, dan WPP 718 dengan peningkatan sebesar 268,8. Sedangkan WPP 712 mengalami penurunan potensi ikan demersal sebesar 20.500 ton/tahun. Ikan demersal terdiri dari manyung, ikan sebelah, lolosi biru, kuwe, bawal, kakap putih, kakap merah/bambangan, golokgolok, beloso, ikan lidah, ikan gerot-gerot, ikan gaji, ikan nomei/lomei, kapas-kapas, lencam, biji nangka, kuniran, kurisi, kurau, kuro/senangin, mata besar/swanggi, serinding tembakau, gulamah/tigawaja. Rejung, alu-alu, senuk, kerong-kerong dan ikan demersal lainnya (DJPT KKP 2014). 4. Stok udang penaeid terdapat hampir di semua Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), khususnya di paparan Sahul dan Sunda (Purwanto, 2013a). Estimasi potensi pada tahun 2011, potensi udang tertinggi terdapat di WPP Laut Arafura, sedangkan berdasar estimasi potensi tahun 2013 potensi tertinggi terdapat di WPP 571. Potensi Udang Penaeid meningkat dari 58,3 ribu ton/tahun pada 2011 menjadi 311,1 ribu ton/tahun pada 2013. Peningkatan potensi terdapat pada WPP 571 sebesar 57600 ton, WPP 572 sebesar 3200 ton, WPP 711 60400 ton, WPP 712 sebesar 42200 ton, WPP 713 sebesar 25000 ton, WPP 714 sebesar 2400 ton, WPP 715 sebesar 3500 ton, WPP 716 sebesar 7100 ton, WPP 717 sebesar 7300 ton dan WPP 718 meningkat sebesar 4800 ton menjadi 49500 ton/tahun. Sedangkan potensi udang pada WPP 573 menurun sebesar 700 ton menjadi 5200 ton/tahun pada tahun 2013. Kelompok udang yang diestimasi potensinya adalah udang windu (jumbo tiger prawns), udang putih/jerbung (white shrimp/banana prawn, udang dogol (endeavour prawn/shrimp), dan udang raja/ratu (DJPT KKP, 2014). 5. Ikan karang konsumsi meningkat dari 145,3 ribu ton/tahun menjadi 181,8 ribu ton/tahun. Peningkatan potensi hasil estimasi tahun 2013 terjadi pada WPP 571
sebesar 800 ton menjadi 5800 ton/tahun, WPP 572 meningkat sebesar 36700 ton menjadi 45100 ton/tahun, WPP 573 meningkat sebesar 10200 ton menjadi 14700 ton/tahun, WPP 711 meningkat sebesar 3500 ton menjadi 25100 ton/tahun, WPP 712 meningkat sebesar 11100 ton menjadi 20600 ton/tahun, WPP 715 meningkat sebesar 1300 ton menjadi 13800 ton/tahun, dan WPP 718 meningkat sebesar 8100 ton menjadi 11200 ton/tahun. Sedangkan penurunan potensi terjadi pada WPP 713 sebesar 16000 ton menjadi 18100 ton/tahun, WPP 714 sebesar 15300 ton menjadi 16800 ton/tahun, dan WPP 717 menurun sebesar 4100 ton menjadi 3900 ton/tahun. Sementara itu potensi ikan karang konsumsi pada WPP 716 tidak mengalami perubahan, tetap berada pada 6500 ton/tahun. Kelompok ikan karang konsumsi diantaranya yaitu ikan ekor kuning/pisang-pisang, ikan napoleon, kerapu karang, kerapu bebek, kerapu balong, kerapu lumpur, kerapu sunu, beronang lingkis, ikan beronang, dan beronang kuning (DJPT 2014). 6. Lobster meningkat dari 4,8 ribu ton per tahun menjadi 7,8 ribu ton/tahun. Peningkatan terjadi pada WPP 571 sebesar 100 ton menjadi 500 ton, WPP 572 meningkat sebesar 700 ton menjadi 1300 ton/tahun, WPP 711 meningkat sebesar 200 ton menjadi 600 ton/tahun, WPP 712 meningkat sebesar 300 ton menjadi 800 ton/tahun, WPP 713 sebesar 300 ton menjadi 1000 ton, WPP 715 meningkat sebesar 300 ton menjadi 600 ton/tahun, WPP 716 meningkat sebesar 400 ton menjadi 600 ton/tahun, WPP 717 mengalami peningkatan sebesar 900 ton menjadi 1100 ton/tahun dan WPP 718 mengalami kenaikan sebesar 200 ton menjadi 300 ton/tahun. Penurunan hanya terjadi pada WPP 573 sebesar 200 ton menjadi 800 ton dan WPP 714 sebesar 300 ton menjadi 100 ton/tahun. Lobster dikenal juga sebagai udang barong/udang karang (spinny lobster) (DJPT 2014). 7. Potensi lestari cumi-cumi (common squid) meningkat sebesar 37100 ton dari 28300 ton/tahun pada tahun 2011 menjadi 55400 ton/tahun. Peningkatan ini terjadi karna hampir semua WPPNRI mengalami peningkatan potensi lestarinya, kecuali dua WPP yaitu WPP 715 dan WPP 718 yang mengalami penurunan. Potensi terbesar cumi-cumi terdapat pada WPP 712 (laut Jawa) yaitu sebesar 20500 ton/tahun, yang meningkat sebesar 15500 ton/tahun jika dibandingkan dengan hasil estimasi tahun 2011. Diikuti oleh WPP 711 dengan potensi sebesar 6100 ton/tahun, kemudian WPP 713 dengan potensi sebesar 5200 ton/tahun. Sementara WPP dengan potensi cumi-cumi terendah terdapat pada perairan bagian Timur Indonesia yaitu pada WPP 716 dengan potensi sebesar 800 ton/tahun meningkat sebesar 600 ton dari tahun 2011, disusul oleh WPP 717 dengan potensi sebesar 1500
ton/tahun pada tahun 2013 (meningkat dari tahun 2011 yang sebesaar 300 ton/tahun), dan diikuti oleh WPP 714 dengan potensi sebesar 1800 ton/tahun yang meningkat sebesar 1700 ton jika dibandingkan ketika tahun 2011. Upaya memperbaiki data potensi dilakukan oleh pemerintah (KKP) dengan melakukan pengkajian stok sumberdaya ikan di WPPNRI. Pada tahun 2015 KKP akan/mulai melakukan pengkajian stok ikan di 11 WPPNRI dengan dukungan anggaran yang mencapai Rp. 44 miliar. Pengkajian stok menggunakan perhitungan model analitik yaitu langsung melakukan survei stok ikan di laut. Data kemudian diolah, outputnya adalah nilai stok ikan dan nantinya akan disajikan per wpp agar lebih muda melihat perkembangan stok ikan. Selain itu perhitungan stok ikan yang ada juga mempertimbangkan data yang dikumpulkan dari pangkalan pendaratan ikan di seluruh Indonesia oleh 219 enumerator (model holistik). Dari hasil penelitian kemudian mendapat masukan dari Komnas kajiskan, dari komisi inilah digodok berbagai angka dari penelitian. 2.2
Distribusi Beberapa Sumberdaya Ikan di WPPNRI Berikut adalah ringkasan distribusi daerah penangkapan, musim penangkapan,
musim pemijahan beberapa sumberdaya ikan di WPPNRI, tersaji pada Tabel 2, Tabel 3. dan Tabel 4. Tabel 2. Sebaran Beberapa Spesies Ikan Pelagis kecil di WPPNRI WPP
Jenis Ikan
Dugaan Pemijahan
Dugaan Spawning Ground
571
R. kanagurta
Jun-Nov & Jan-Mar
Utara Banda Aceh, barat laut Idi
572
D. macarellus
Ags & Jan
Per. Simeuleu, Sinabung, Nias
S. Bengkalis T. macrura A.sirm 573 D. macrosoma R. kanagurta S. Bali S. lemuru D. russelli, D. 711 macrosoma, R. kanagurta D. russelli, D. macrosoma, S. 712 crumenophthalmus, R. kanagurta, A. sirm, 713 D. macarellus 714 D. macarellus 715 D. macarellus 716 D. macarellus 717 D. macarellus
Sep Mar Nov Oct Oct
Muara S. Pakning
Sep
?
Sep-Okt
L. Jawa bagian timur/S. Makasar
Sep Ags Juli Sep Sep
S. Makasar bagian selatan ? Teluk Tomini bagian timur ? ?
Per. P. Piai dekat Air Bangis Paparan Bali bag selatan
718 Arafura
R.Kanagurta & D. macarellus
Sep-Okt
H. oxycephalus
Ags-Sep
Per. L. Arafura utara/Banda timur
Sumber : Balitbang KP, 2014
Tabel 3. Sebaran beberapa Spesies Ikan Pelagis Besar di WPPNRI WPP 571
572
573
711 712 713 714 715 716 717 718
Spesies
Dugaan musim Pemijahan
Auxis thazard, Scomberomorus comerson
Juni-Juli (Puncak: Juni)
Dugaan spawning ground
Bagian utara Selat Malaka Perairan Bungus dan Katsuwonus pelamis, Padang, sekitar perairan Thunnus albacares, Enggano Juni-Juli Perairan gugusan Kep. Juni-September (Puncak: Thunnus obesus Mentawai terutama Juli-Agustus) Auxis thazard dan sekitar P. Siberut Samudera Hindia Barat A. Rhocei Mentawai Thunnus albacares, Samudera Hindia Selatan Katsuwonus pelamis, Juni-Oktober (Puncak: Jawa, Bali dan Nusa Auxis thazard dan Juli-Agustus) Tenggara A. Rhocei Auxis thazard, Scomberomorus Juni-Juli (Puncak: Juni) comerson Juni-Agustus (Puncak: Euthynnus affinis Juli) Katsuwonus pelamis, Juni-Juli (Puncak: Juli) Auxis thazard Oktober-Desember Thunnus obesus Kepulauan Banda (Puncak: NopemberThunnus albacares Desember) Katsuwonus pelamis Perairan sekitar P. Buton Desember Thunnus albacares Oktober-Desember Katsuwonus pelamis (Puncak: Nopember) Scomberomorus Februari-April (Puncak: comerson April) Katsuwonus pelamis Thunnus albacares Auxis thazard, September-Nopember Scomberomorus spp. (Puncak: September) Tabel. Spesies Utama Udang Penaeid di WPPNRI
WPPNRI 571 572 573 711 712
Spesies kunci Metapenaeus ensis Panaeus merguensis Metapenaeus ensis Panaeus merguensis Metapenaeus ensis Panaeus merguensis
Puncak Pemijahan Mei Januari September April Mei April; Agustus
Daerah Penangkapan Pangkalan Berandan Aceh Barat Cilacap Pemangkat Pemangkat Brebes, Tegal,Pemalang,
Metapenaeus ensis Panaeus merguensis Panaeus merguensis Panaeus merguensis Panaeus merguensis Panaeus merguensis Panaeus monodon 718 Panaeus merguensis Sumber : Balitbang KP, 2014 713 714 715 716 717
3.
Maret; Agustus Juni; Desember September Maret April; September Maret Februari Feb.; Sept
Sampit Balikpapan, Kotabaru, Bone Teluk Kendari Teluk Kao, Kayeli Tarakan Nabire Dobo Kep. Aru
Produksi Perikanan Tangkap di WPPNRI Produksi Perikanan Tangkap merupakan hasil perhitungan gabungan dari
volume produksi yang didaratkan perusahaan perikanan, pelabuhan perikanan dan hasil estimasi di desa sampel yakni desa perikanan yang terpilih sebagai desa untuk dilakukan kegiatan pengumpulan/pendataan statistik perikanan tangkap, dipilih secara metodologi melalui kerangka survei (KKP 2015). Selanjutnya pendekatan yang digunakan dalam penyajian data statistik perikanan tangkap di laut menurut wilayah pengelolaan perikanan ini adalah dengan berdasarkan data kabupaten/kota pada 11 wilayah pendaratan yang kemudian dikonversikan ke dalam 11 WPP-RI. Data produksi setiap WPP dihitung berdasarkan data masing-masing kabupaten/kota yang terletak berhadapan dengan wilayah pengelolaan perikanan. Hal ini diasumsikan bahwa kapal di kabupaten/kota beroperasi di sekitar perairan pantai wilayah kabupaten/kotanya. Namun terdapat beberapa kapal perikanan berukuran besar dari kabupaten/kota yang dimungkinkan beroperasi ke wilayah perairan yang lebih jauh (WPP lainnya). Untuk itu, pendekatan yang digunakan adalah dengan menggunakan data pelabuhan perikanan yang kapalnya beroperasi berdasarkan WPP, yaitu produksi ikan kabupaten/kota di WPP terdekat dimana pelabuhan perikanan berdomisili dikurangi dengan jumlah produksi yang ditangkap kapal kabupaten/kota tersebut di WPP lainnya. Sebaliknya, jumlah produksi di WPP lainnya akan bertambah dengan adanya produksi yang didaratkan kapal yang berdomisili di kabupaten/kota tersebut (DJPT KKP, 2014). Produksi perikanan tangkap di laut diklasifikasikan menurut kelompok jenis ikan, yaitu: ikan pelagis besar, pelagis kecil, demersal, ikan karang, udang, udang barong/udang karang/lobster, kepiting dan rajungan, cumi-cumi, binatang kulit keras lainnya, kekerangan, binatang lunak lainnya teripang, binatang air lainnya dan rumput laut (KKP, 2014). Data produksi ikan pelagis dihitung dari data perikanan tangkap di laut kabupaten/kota tersebut. Selain itu, data produksi ikan pelagis memungkinkan
diperoleh dari data produksi ikan pelagis kabupaten sekitarnya. Hal ini disebabkan ada kapal penangkap ikan di kabupaten/kota tersebut yang beroperasi di perairan kabupaten/kota sekitarnya. Sedangkan untuk data ikan demersal diperoleh dari data produksi perikanan tangkap di laut kabupaten/kota bersangkutan (KKP 2015). 3.1
Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap di WPPNRI Produksi perikanan pada tahun 2014 mencapai 20,72 juta ton, yang terdiri dari
produksi perikanan tangkap sebesar 6,2 juta ton dan produksi perikanan budidaya sebesar 14,52 juta ton (termasuk rumput laut) (PDSI KKP, 2014a). Produksi perikanan tangkap tahun 2014 adalah sebanyak 6.200.180 ton, terdiri dari volume produksi perikanan laut sebanyak 5.779.990 ton dan perairan umum sebanyak 420.190 ton (KKP, 2015). Jika dibandingkan dengan produksi tahun 2013, volume produksi perikanan tangkap sebesar 6.115.377 ton yang terdiri dari produksi perikanan tangkap di laut sebesar 5.707.013 ton dan produksi perikanan tangkap di perairan umum sekitar 408 ribu ton (PDSI KKP 2014a). Dengan nilai produksi sebesar 213 triliun pada tahun 2013 dan tahun 2012 155 triliun, rata-rata dalam lima tahun 2009-2013 sebesar 145 triliun (PDSI KKP, 2014b). Produksi penangkapan ikan tahun 2014 tersebut berasal dari unit penangkapan ikan tahun 2014 sebesar 1.797.060 unit terdiri dari unit penangkapan ikan di laut adalah 1.188.340 unit dan perairan umum 608.720 unit, unit penangkapan ikan di laut mengalami kenaikan sebesar 0,85%(2009-2013) (PDSI KKP, 2014a). Provinsi yang mengkontribusi volume produksi terbesar adalah Provinsi Sumatera Utara sebanyak 563.030 ton atau sebesar 9,08% dan Provinsi Maluku sebanyak 554.090 atau sebesar 8,94%. Sedangkan volume produksi yang terendah adalah D.I Yogyakarta yang hanya sebanyak 5.070 ton atau 0,08% dari total volume produksi (KKP, 2015). Komoditi utama dalam produksi perikanan tangkap adalah ikan dan udang. (PDSI KKP 2014a). Tabel 2 menunjukkan, produksi komoditas utama perikanan tangkap seperti tuna mencapai 310 ribu ton atau meningkat sebesar 1,68% dibandingkan tahun 2013, cakalang mencapai 484 ribu ton atau meningkat 0,75% dibanding tahun 2013, tongkol 454 ribu ton atau meningkat 0,69% tahun 2013 dan udang mencapai 255 ribu ton atau sebesar 1,62% tahun 2013. Produksi komoditas utama perikanan budidaya seperti rumput laut mencapai 10 juta ton atau meningkat 9,17% dibandingkan tahun 2013 sedangkan udang mencapai 592 ribu ton atau menurun sebesar 8,32% dibandingkan tahun 2013. Produksi udang nasional tahun 2014 sebesar 847 ribu ton, didominasi dari perikanan tangkap sebesar 69,89% dan
30,11% dari budidaya. Dengan volume ekspor 191 ribu ton atau 17,69% tahun 2013 (PDSI KKP, 2014b). Tabel 5. Produksi perikanan menurut jenis ikan, 2013-2014 Jenis Ikan
2013
2014
Produksi total
5707013
5779990
1. Tuna
305.403
310.560
2. Cakalang
481.014
484.610
3. Tongkol
451.048
454.180
3.848.064
3.900.980
5. Udang 251.343 6. Binatang berKulit 87.365 keras lainnya 8. lainnya 282.744 Sumber : PDSI KKP (2014a)
255.410
4. Ikan lainnya
3.1.1
Tahun
87.000 287.250
Kondisi perikanan tangkap tahun 2013 Kondisi perikanan tangkap tahun 2013, memberikan gambaran yang lebih
komprehensip tentang kondisi perikanan di WPP NRI, karena data yang dipublikasi oleh KKP cukup memadai bila dibandingkan dengan kondisi perikanan tangkap tahun 2014. Produksi perikanan Indonesia tahun 2013 meningkat sebesar 25,23% dr tahun 2012 atau sebesar 19,5 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 15,5 juta ton (PDSI KKP, 2014a). Sebagaimana terlihat pada Tabel 3, jumlah produksi perikanan tangkap di laut berasal dari : (1) Selat Malaka dan Laut Andaman 496.239 ton (8,70%), (2) Samudera Hindia Sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda 632.575 ton (11,08%), (3) Samudera Hindia Sebelah Selatan Jawa Hingga Sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu dan Laut Timor Bagian Barat 464.015 ton (8,13%), (4) Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut China Selatan 623.937 ton (10,93%), (5) Laut Jawa 918.531 ton (16,09%), (6) Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali 687.992 ton (12,06%), (7) Teluk Tolo dan Laut Banda 518.672 ton (9,09%), (8) Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau 504.723 ton 8,84%), (9) Laut Sulawesi dan Sebelah Utara Pulau Halmahera 301.039 ton (5,27%), (10) Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik 143.445 ton (2,51%), dan (11) Teluk Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor Bagian Timur 415.845 ton (7,29%) (DJPT 2014). Berdasarkan data PDSI KKP (2014a), komoditas perikanan laut yang memiliki kontribusi besar bagi produksi perikanan adalah jenis ikan pelagis kecil sebesar 31,41% (1,8 juta ton), selanjutnya ikan pelagis besar sebesar 27,72% (1.582.207 ton),
ikan demersal sebesar 26,27% (1,5 juta ton), binatang berkulit keras sebesar 5,93% (338 ribu ton), binatang lunak sebesar 4,22% (241 ribu ton), dan ikan karang sebesar 3,71% (212 ribu ton). Tabel 6. Produksi Perikanan Tangkap di Laut menurut WPP-NRI, 2013 WPPNRI No. WPP 571 572
573
711 712 713 714
715
716 717 718
Wil. Perairan Selat Malaka dan Laut Andaman Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera Samudera Hindia Sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu dan Laut Timor Bagian Barat Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut China Selatan Laut Jawa Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali Teluk Tolo dan Laut Banda Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau Laut Sulawesi dan Sebelah Utara Pulau Halmahera Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik Teluk Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor Total
Tahun Produksi 2013
Estimasi Potensi Lestari 2011*
2013**
Status eksploitasi 2013 brdasarkan angka potensi 2011* 2013**
496.239
276,0
541,8
O
F
632.575
565,2
717,3
O
F
464.042
491,7
340,2
F
O
623.937
1059,0
1.003,4
M
M
918.504
836,6
1.009,7
O
F
687.992
929,7
773,0
M
F
518.821
278,0
290,4
O
O
504.723
595,6
370,2
F
O
301.039
333,7
387,0
F
M
143.445
299,2
520,8
M
M
415.696
855,6
1.351,9
M
M
5.707.013
6.520,3
7.305,7
F
M
Sumber : PDSI KKP, 2014a)
Selanjutnya, untuk jenis ikan yang memiliki kontribusi besar bagi produksi perikanan tangkap antara lain cakalang sebesar 7,92% (481 ribu ton), layang 6,7% (368 ribu ton), kembung 6% (239 ribu ton), madidihang sebesar 5% (220 ribu ton) dan tongkol krai sebesar 4% (193 ribu ton). Produksi tuna, tongkol dan cakalang (TTC) mencapai 1,23 juta ton atau mengalami peningkatan sebesar 8,84% dibandingkan tahun 2012 dengan kontribusi terhadap perikanan tangkap sebesar 20,24%. Produksi
tuna mencapai 305 ribu ton atau mengalami peningkatan sebesar 10,75% dibandingkan tahun 2012 dengan kontribusi terhadap produksi perikanan tangkap sebesar 4,49. Produksi cakalang mencapai 481 ribu ton atau mengalami peningkatan sebesar 12,12% dibandingkan 2012 dengan kontribusi terhadap produksi perikanan tangkap sebesar 7,87%. Produksi udang mencapai 251 ribu ton atau mengalami penurunan sebesar 4,44% dibandingkan tahun 2012 dengan kontribusi terhadap perikanan tangkap sebesar 4,1%. Jika ditinjau berdasarkan provinsi dengan produksi perikanan tangkap laut terbesar di Indonesia pada tahun 2013, maka berturut-turut adalah Maluku (551 ribu ton), Sumatera Utara (508 ribu ton), Jawa Timur (378 ribu ton), Papua (286 ribu ton), dan Sulawesi Utara (282 ribu ton). (PDSI KKP, 2014b). Produksi ikan pelagis besar pada tahun 2013 sebesar 1.582.207 ton. Kelompok sumberdaya ikan tersebut paling banyak ditangkap di Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau 18,49%, disusul Samudera Hindia selatan Jawa dan Nusa Tenggara, Laut Sawu dan Laut Timor bagian Barat sebesar 13,78%, Teluk Tolo dan Laut Banda sebesar 13,43%. Sementara itu, sebaran kelompok jenis ikan pelagis kecil terbesar ditangkap di Laut Jawa 19,30%, Selat Makasar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali 13,80% dan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda 11,18% (DJPT 2014). Produksi perikanan tangkap jika dilihat berdasarkan tempat pendaratan ikan pada tahun 2013, menurut PDSI KKP (2014b), wilayah pendaratan ikan di pantai maluku dan papua berkontribusi cukup besar terhadap volume produksi perikanan tangkap di laut yaitu sebesar 19,48% (1,1 juta ton) selanjutnya pantai utara jawa sebesar 15,68% (894 ribu ton), pantai utara sulawei sebesar 11,12 persen 634 ribu ton, pantai timur sumatera sebesar 10,43% (595 ribu ton), pantai Barat Sumatera sebesar 8,74% (498 ribu ton), pantai selat malaka sebesar 8,68%(495ribu ton), pantai selat sulawesi sebesar 7,85% (448 ribu ton) pantai Bali-Nusatenggara sebesar 6,10% (348 ribu ton), pantai selatan/Barat Kalimantan sebesar 5,57% (330 ribu ton), pantai selatan jawa sebesar 3,27% (187 ribu ton) dan pantai Timur Kalimantan sebesar 2,87% (164 ribu ton). Komposisi jumlah kapal penangkap ikan di laut menurut wilayah pengelolaan perikanan tahun 2013, terbesar berada di WPP Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali, dengan komposisi jumlah kapal sebesar 16,20%. Sementara itu, komposisi jumlah kapal penangkap ikan paling sedikit berada di Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik sebesar 3,84% (DJPT, 2014). Rincian komposisi jumlah kapal pada WPPNRI adapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Komposisi jumlah kapal penangkap ikan di laut menurut WPP, 2013. 4.
Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPPNRI Untuk mengevaluasi tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan khususnya di
masing-masing WPP dan melakukan penataan, diperlukan data tingkat pemanfaatan di perairan tersebut. Menutut DJPT KKP (2014), data yang digunakan adalah data statistik perikanan tangkap di laut menurut wilayah pengelolaan perikanan. Menurut PER 29 MEN 2012, tingkat pemanfaatan (eksploitasi) sumber daya ikan merupakan perbandingan antara jumlah produksi yang dihasilkan dengan potensi lestari, yang dikategorikan menjadi: a) over-exploited; b) fully-exploited; atau c) moderate. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan dikategorikan over-exploited apabila jumlah tangkapan kelompok sumber daya ikan per tahun melebihi estimasi potensi yang ditetapkan. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan dikategorikan fully-exploited apabila jumlah tangkapan kelompok sumber daya ikan per tahun berada pada rentang 80% – 100% dari estimasi potensi yang ditetapkan. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan dikategorikan moderate apabila jumlah tangkapan kelompok sumber daya ikan per tahun belum mencapai 80% (delapan puluh persen) dari estimasi potensi yang ditetapkan. Produksi perikanan tangkap tahun 2014 adalah sebesar 6.200.180 ton, terdiri dari produksi perikanan laut 5.779.990 ton dan sisanya dari produksi perikanan tangkap di perairan umum. Jumlah produksi perikanan tangkap dan produksi perikanan tangkap di laut jika dibandingkan dengan nilai potensi sesuai Kepmen No 45 Tahun 2011, maka tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pada tahun 2014 telah mencapai 95,09% dan 88,65% dari nilai potensi maksimum lestari (MSY) atau 118,86% dan 110,81% dari nilai JTB. Sedangkan jika produksi perikanan tangkap dan perikanan tangkap laut tahun 2014 dibandingkan dengn nilai potensi hasil kajian Komnas
Kajiskan tahun 2013, maka tingkat pemanfaatannya masing-masing sebesar 106,08% dan 98,90% terhadap JTB atau 84,87% dan 79,12% terhadap MSY. Kedua perbandingan ini menunjukan secara umum bahwa tingkat eksploitasi perikanan tangkap secara nasional berada pada kondisi fully- exploited sampai menuju overexploited. Produksi perikanan tangkap sebesar 6.115.377 ton dan produksi perikanan tangkap di laut sebesar 5.707.013 ton pada tahun 2013, jika dibandingkan dengan nilai potensi sesuai Kepmen No 45 Tahun 2011, maka tingkat pemanfaatannya, masingmasing sebesar 87,53% dan 93,79% dari nilai MSY atau sebesar 117,24% dan 109,41% dari nilai JTB. Sedangkan bila dibandingkan dengn nilai potensi hasil kajian Komnas Kajiskan tahun 2013, maka tingkat pemanfaatannya masing-masing sebesar 83,71% dan 78,12% terhadap MSY.atau 104,63% dan 97,65% terhadap JTB atau Kedua perbandingan ini menunjukan secara umum bahwa tingkat eksploitasi perikanan tangkap pada tahun 2013 telah berada pada kondisi fuliy-exploited menuju over-exploited. Berdasar
informasi
diatas
dapat
diketahui
bahwa
sejak
tahun
2013
kondisi/status perikanan tangkap Indonesia berada dalam kondisi fully-exploited dan hal itu terus berlanjut sampai tahun 2014 yang menuju over-exploited. Status ini menunjukkan secara global situasi perikanan Indonesia, bahwa kondisi sumberdaya perikanan yang dieksploitasi sudah berada dalam keadaan eksploitasi penuh. Berdasarkan kajian Balitbang KP (KKP 2015), berbagai tingkat pemanfaatan (eksploitasi) sumberdaya ikan di WPPNRI dapat dilihat pada Gambar 4 dan Tabe 7. Tingkat pemanfaatan kelompok sumberdaya ikan di WPPNRI ada yang masih moderate (warna hijau), fully-exploited (kuning) dan over-exploited (merah).
Gambar 4. Status tingkat eksploitasi sdi di WPPNRI Tabel 7. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di WPP RI Tahun 2013 Klmpok Sumber daya Ikan Demersal Ikan Karang Pelagis Kecil Cumicumi Pelagis Besar Tongkol Udang Lobster
Tingkat Pemanfaatan pada WPPNRI 571
572
573
711
712
713
714 715
716
717
718
0.34 0.91 1.01 1.09 0.41 1.58 0.47 0.35 0.40
0.28
0.60
0.97 0.33 1.51 0.79 0.45 1.82 0.39 0.45 0.33
0.77
1.02
1.20 0.60 1.20 1.40 0.50 0.30 1.00 1.20 0.40
1.60
1.50
0.70 1.20 1.20 1.20 0.80 0.30 1.20 1.30 1.70
0.80
1.40
0.81 1.01 1.24 0.65 0.87 1.05 0.71 0.85 0.60
0.39
1.15
0.96 1.05 0.99 0.66 0.87 1.22 0.61 0.76 0.68 1.70 1.70 1.30 1.60 0.90 1.10 2.10 0.80 0.90 1.50 0.90 0.50 0.40 0.60 1.20 0.50 0.50 0.40
0.62 0.20 1.10
1.37 0.50 2.00
Sumber: Balitbang KP 2014, *Nilai tingkat pemanfaatan dikali 100%
Berdasarkan Gambar 4 dan Tabel 5, dapat dilihat berbagai tingkat eksploitasi/pemanfaatan sumberdaya ikan di berbagai WPP NRI. Berikut uraian tingkat eksploitasi kelompok sumberdaya pada masing-masing WPPNRI :
-
Pada WPP 571 yang meliputi Selat Malaka dan Laut Andaman, tingkat eksploitasi kelompok sumberdaya ikan yang tergolong over-eksploitasi, berturut-turut dari yang paling tinggi adalah udang (170%), lobster (150%) dan ikan pelagis kecil (120%). Kemudian sumberdaya ikan dengan tingkat eksploitasi yang tergolong fullyexploited mulai dari yang paling tinggi adalah ikan karang (97%), ikan tongkol (96%) dan ikan pelagis besar (81%). Dan sumberdaya ikan yang masih tergolong moderate adalah hanya ikan demersal dengan tingkat eksploitasi sebesar 34%.
-
Tingkat eksploitasi kelompok sumberdaya ikan pada WPP 572 yang tergolong over-exploited, berturut-turut dari yang paling tinggi adalah udang (170%), Cumicumi (120%), ikan tongkol (105%) dan ikan pelagis besar (101%). Dan yang tergolong fully-exploited adalah ikan demersal (91%), lobster (90%) dan ikan pelagis kecil (60%). Sedangkan yang tergolong moderate adalah ikan karang (33%).
-
Tingkat eksploitasi kelompok sumberdaya ikan di WPP 573 hampir semuanya tergolong over-exploited yaitu ikan karang (151%), udang (130%), ikan pelagis besar (124%), ikan pelagis kecil (120%), cumi-cumi (120%) dan ikan demersal (101%). Hanya ikan tongkol yang tergolong full-exploited dengan tingkat eksploitasi sebesar 99% dan Lobster yang masih moderate dengan tingkat eksploitasi 50%.
-
Kelompok sumberdaya ikan pada WPP 711 yang tergolong over-exploited adalah udang (160%), kemudian ikan pelagis besar (140%), disusul cumi-cumi (120%) dan ikan demersal (109%). Sedangkan yang tergolong fully-exploited adalah ikan karang (79%), kemudian ikan tongkol (66%) dan ikan pelagis besar (65%). Dan hanya lobster yang tergolong moderate dengan tingkat eksploitasi sebesar 40%.
-
Tingkat eksploitasi kelompok sumberdaya ikan di WPP 712 tidak ada yang tergolong over-exploited. Tingkat eksploitasi pada WPP ini berada pada level fullyexploited yang meliputi udang (90%), ikan pelagis besar (87%), ikan tongkol (87%), cumi-cumi (80%), dan lobster 60%. Dan level moderate yang meliputi ikan pelagis kecil (50%), ikan karang (0,45%) dan ikan demersal (0,41%).
-
Tingkat eksploitasi kelompok sumberdaya ikan pada WPP 713 berada pada tingkat over-exploited dan moderate. Kelompok sumberdaya ikan yang tergolong overexploited adalah ikan karang (182%), ikan demersal (152%), ikan tongkol (122%), lobster (120%), udang (110%) dan ikan pelagis besar (105%). Dan yang tergolong moderate adalah ikan pelagis dan cumi-cumi dengan tingkat eksploitasi yang sama sebesar 30%.
-
Kelompok sumberdaya ikan pada WPP 714 yang berada pada tingkat overexploited adalah udang (120%) dan ikan pelagis kecil (100%). Dan yang tergolong moderate adalah cumi-cumi (120%), ikan pelagis besar (71%) dan ikan tongkol (61%). Serta yang tergolong moderate adalah ikan demersal (47%) dan ikan karang (0,39%).
-
Kelompok sumberdaya ikan pada WPP 715 yang tergolong over-exploited adalah cumi-cumi (130%) dan ikan pelagis kecil (120%). Kemudian yang tergolong fullyexploited adalah ikan pelagis besar (85%), udang (80%) dan ikan tongkol (76%). Serta yang tergolong moderate adalah Lobster (50%), ikan karang (45%) dan ikan demersal (35%).
-
Kelompok sumberdaya ikan pada WPP 716 yang tergolong over-exploited hanya cumi-cumi dengan tingkat eksploitasi 170%. Sedangkan yang tergolong fullyexploited adalah udang (90%), ikan tongkol (68%) dan ikan pleagis besar (60%). Dan yang tergolong moderate adalah ikan demersal, ikan pelagis kecil dan lobster dengan tingkat eksploitasi yang setara yaitu 40%, serta ikan karang dengan tingkat eksploitasi 33%.
-
Kelompok sumberdaya ikan pada WPP 717 yang tergolong over-exploited adalah ikan pelagis kecil (160%) dan lobster (110%), kemudian yang tergolong fullyexploited adalah cumi-cumi (80%), ikan karang (77%) dan ikan tongkol (62%). Dan yang tergolong moderate adalah ikan pleagis besar (39%), ikan demersal (28%) dan udang (20%).
-
Kelompok sumberdaya ikan pada WPP 718 hampir semuanya berada pada tingkat over-exploited, berturut-turut dari tingkat eksploitasi yang tertinggi adalah lobster (200%), ikan pelagis kecil (150%), cumi-cumi (140%), ikan tongkol (137%), ikan pleagis besar (115%), ikan karang (102%). Hanya ikan demersal yang tergolong fully-exploited dengan tingkat eksploitasi sebesar 60%, dan yang tergolong moderate adalah udang dengan tingkat eksploitasi sebesar 50%.
Menurut
Purwanto (2013b), pengawasan perikanan di Laut Arafura cenderung menurun, sementara selain kapal penangkapan legal, terdapat pula kapal penangkapan ilegal, untuk itu perlu dilakukan penimgkatan kapasitas dan kegiatan pengawasan perikanan, agar sumberdaya ikan di Laut Arafura dapat dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk kesejahteraan rakyat. Kondisi ini jika dibandingkan dengan ketentuan FAO 1995 tentang tingkat pemanfaatan sumberdaya, maka dapat dikatakan bahwa secara umum tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di Indonesia telah berada pada kondisi
full eksploited yaitu mendekati nilai MSY, pada kondisi ini sebaiknya tidak dilakukan penambahan upaya penangkapan karena dapat menyebabkan teradinya kelebihan tangkap. Gambaran potensi ini sangat diperlukan dalam melakukan prediksi untuk pengembangan suatu kawasan perairan menjadi daerah penangkapan ikan. Gambaran potensi ini juga diperlukan guna pengelolaan pemanfaatan sumberdaya ikan agar aspek keberlanjutan tetap dapat dipertahankan. Dengan
mempertimbangkan
cara-cara
penangkapan
yang
menjunjung
kelestarian, maka dikeluarkan peraturan menteri yakni Kepmen KP nomor. 56 tahun 2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap Di WPP Negara Republik Indonesia, tujuannya mewujudkan pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab, dan mencegah serta memberantas praktek IUU Fishing di WPP. Dan mengontrol laju perkembangan jumlah (volume) hasil tangkapan ikan diperairan laut, demi menjaga dalam batas JTB (KKP 2015). Kementerian KP telah mengeluarkan aturan dan kebijakan terkait dengan status tingkat eksploitasi sumberdaya ikan di WPPNRI, salah satunya adalah Permen No 12 tahun 2012. Dalam aturan ini disebutkan, antara lain : 1)
dalam hal tingkat pemanfaatan (eksploitasi) sumber daya ikan dikategorikan over-exploited, dilakukan pengurangan kegiatan penangkapan ikan dalam rangka mengembalikan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya, melalui: (a) tidak memberikan perpanjangan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang telah habis masa berlakunya; dan/atau (b) pengurangan kapasitas alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan dalam rangka mengurangi ikan hasil tangkapan.
2)
Dalam hal tingkat pemanfaatan (eksploitasi) sumber daya ikan dikategorikan fully-exploited, dilakukan pengaturan dalam rangka mempertahankan tingkat optimal pemanfaatan sumber daya ikan dengan tetap memperhatikan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya, melalui: (a) tidak menerbitkan SIPI baru; dan/atau (b) tidak melakukan perubahan SIPI yang berakibat pada meningkatnya jumlah tangkapan.
3)
Dalam hal tingkat pemanfaatan (eksploitasi) sumber daya ikan dikategorikan moderate, dilakukan pengembangan kegiatanpenangkapan ikan dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya, melalui: (a) pemberian SIPI baru pemanfaatan sumber daya ikan; dan/atau, (b) perubahan SIPI dalam rangka meningkatkan hasil tangkapan.
4)
Dalam hal tingkat pemanfaatan (eksploitasi) sumber daya ikan ditetapkan menjadi keadaan kritis (penurunan; produktivitas secara terus menerus, jumlah dan ukuran ikan yang ditangkap, jenis ikan yang akan ditangkap), dilakukan penutupan wilayah termasuk larangan untuk melakukan penangkapan ikan dalam rangka kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya. Selain bentuk kegiatan sebagaimana dimaksud diatas, pada seluruh tingkat
pemanfaatan (eksploitasi) sumber daya ikan dapat dilakukan langkah pengelolaan dan konservasi dalam rangka menjaga keberlanjutan sumber daya ikan dan lingkungannya, melalui: (a) penetapan kawasan konservasi perairan; (b) penetapan jenis ikan yang dilindungi; dan/atau (c) rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan dan lingkungannya. Tabel 8. Policy Brief Terkait Opsi Penutupan Spawning Ground Ikan Tuna dan Cakalang di WPP RI (KKP, 2015)
Hasil kajian Balitbang KP (KKP 2015), sebagaimana dilihat pada gambar 5 diatas tentang status tingkat eksploitasi di WPP NRI, disertai dengan rekomendasi peluang izin pemanfaatan sumberdaya ikan yang tingkat eksploitasinya masih moderate dan fully-exploited serta rekomendasi moratorium untuk sumberdaya yang telah mengalami
over eksploitasi. Beberapa rekomendasi yang dikeluarkan yaitu estimasi potensi SDI dan JTB di WPPNRI, opsi penutupan spawning ground ikan tuna dan cakalang di WPP RI diberlakukan pada 4 WPP yaitu WPP 714, WPP 717, WPP 572, WPP 573. Kajian ini sebagai dasar penetapan Peraturan Menteri KP No 4 tahun 2015 tentang Larangan Penangkapan Ikan di WPP 714. Kajian tersebut secara garis besar dapat dilihat pada Tabel 8. 5.
PENUTUP Produksi perikanan tangkap cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun, kontribusi utama terhadap volume produksi perikanan tangkap berasal dari hasil tangkapan di laut. Komparasi produksi perikanan tangkap dengan estimasi potensi sumberdaya ikan yang terdapat di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, menunjukkan bahwa secara global status pemanfaatan perikanan tangkap Indonesia berada dalam kondisi fully-exploited. Secara spesifik, status pemanfaatan sumberdaya ikan di sebelas WPPNRI, menunjukkan tingkat pemanfaatan jenis sumberdaya ikan sebagian besar dalam kondisi fully-exploited di berbagai WPPNRI, kemudian ada yang sudah over-exploited
bahkan cenderung ke arah depleted/kritis, sedangkan jenis
sumberdaya yang tingkat pemanfaatannya masih moderate jumlahnya sedikit. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab yang menjamin kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungan ekologi, ekonomi, dan sosial budaya. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah sebagai pemegang hak pengelolaan perikanan di Indonesia, seperti pembatasan jumlah armada penangkapan, moratorium penangkapan ikan dengan jenis alat tertentu di WPPNRI tertentu, dan upaya-upaya lainnya yang bertujuan menjaga kelestarian/keberlanjutan sumberdaya ikan, harus dibarengi dengan upaya-upaya yang menjamin prosperyty rakyat/masyarakat nelayan, yang secara tidak langsung mendukung kedaulatan bangsa dan negara. Sehingga apa yang menjadi visi perikanan dan kelautan nasional “mewujudkan sektor kelautan dan perikanan Indonesia yang mandiri, maju, kuat, dan berbasis kepentingan nasional” dapat terwujud.
Daftar Pusataka [DJPT-KKP] Direktur Jenderal Perikanan Tangkap-Kementerian Perikanan dan Kelautan, 2011. Peta Keragaan Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI). Jakarta. Penerbit: DJPT KKP. [DJPT-KKP] Direktur Jenderal Perikanan Tangkap-Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014. Statistik Perikanan Tangkap di Laut Menurut Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 2005-2013. Jakarta. DJPT-KKP. [DKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2009. Laporan Tahunan Badan Riset Kelautan dan Perikanan. DKP.
[FAO] Food and Agricultural Organization, 1995. Tatalaksana untuk perikanan yang bertanggung jawab. Tim Deptan, penerjemah : Jakarta ; FAO, Deptan, JICA. Terjemahan dari : Code of Conduct for Responsible Fisheries. KKBP [Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian]. 2011. Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Jakarta. KKBP. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Laporan Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan 2014. Jakarta. KKP. [PDSI KKP] Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014a. Kelautan dan Perikanan dalam Angka Tahun 2014. Jakarta. PDSI KKP. [PDSI KKP] Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014b. Analisis Data Pokok Kelautan dan Perikanan 2014. Jakarta. PDSI KKP. PER 29 MEN 2012. Pedoman penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan di Bidang Penangkapan Ikan. Purwanto. 2013a. Status Bio-Ekonomi Perikanan Udang di Laut Arafura. J. Lit Perikan. Ind. Vol.19 No 4. Desember 2013 : 227-234. Purwanto, 2013b. Produktivitas Armada Penangkapan dan Potensi Perikanan Udang di Laut Arafura. . Lit Perikan. Ind. vol 19 no 3 September 2013. p. 147-155. [SEKJEND KKP] Sekretariat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2015-2019. Jakarta. SEKJEND KKP. .