Komplikasi Demam Berdarah Dengue pada Wisatawan Anak-anak Luh Putu Previyanti Dharma Putri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar
Abstract Dengue Haemorrhagic Fever is the most common illness in travelers returning from endemic areas. Dengue is a disease that needs to be considered for the tourists who will be traveling to Asia because of morbidity and death is quite high. Case fatality rate for dengue fever could reach 20% if not handled properly. Severe cases and deaths are usually experienced by children younger than 15 years. Complications of dengue fever are common, especially related to the kidney and liver dysfunction. However, there are also complications that affect other organs. This will lead to death if there are signs of liver damage, acute respiratory failure, and impaired hemostasis. Review articles are intended to provide information about complication of dengue fever in children travelers visiting endemic areas to avoid a worse situation. Keyword : Dengue, complication, multi-organ, dengue hemorrhagic fever
Abstrak Perkembangan ilmu pengetahuan bedah plastic dari waktu ke waktu dalam merekonstruksi tubuh meningkatkan tingginya harapan masyarakat agar dapat terlihat lebih baik dari segi rekonstruksi dan estetika. Flap merupakan suatu unit jaringan yang dipindahkan atau dicangkokkan dari donor site ke recipient site dengan masih mempertahankan sistem aliran darahnya sendiri. Flap latissimus dorsi merupakan salah satu flap yang baik digunakan untuk menutupi defek – defek pada payudara ataupun dinding dada dengan ukuran flap sekitar 20 – 35 cm. Tekhnik pembedahan yang dilakukan harus dilakukan secara tepat dan sistematis dimulai dari cara membuat desain flap latissimus dorsi , posisi operasi pasien , tekhnik pengangkatan dan meletakkan pada defek , perawatan pasca operasi , hingga penanganan komplikasi – komplikasi yang sering terjadi. Review artikel ini dapat memberikan informasi lebih lanjut mengenai penggunaan flap latissimus dorsi untuk menutupi defek agar dapat memperoleh hasil yang maksimal dari rekonstruksi dan estetika
1
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit paling umum pada wisatawan yang kembali dari daerah endemis. Dengue merupakan penyakit yang perlu diperhatikan bagi para wisatawan yang akan bepergian ke wilayah Asia oleh karena angka kesakitan dan kematiannya yang cukup tinggi. Case Fatality Rate untuk demam berdarah dengue dapat mencapai 20% kalau tidak ditangani dengan baik. Kasus yang berat dan kematian biasanya dialami oleh anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun. Komplikasi demam dengue umum terjadi, terutama berkaitan dengan disfungsi ginjal dan hati. Namun, terdapat juga komplikasi-komplikasi yang mengenai organ lain. Hal tersebut akan mengarah kepada kematian apabila terdapat tanda kerusakan hati akut, gagal napas, dan gangguan hemostasis. Review artikel ini ditujukan untuk memberikan informasi mengenai komplikasi demam berdarah dengue pada wisatawan anak-anak yang sedang berkunjung ke daerah endemis untuk menghindari terjadinya keadaan yang lebih buruk. Kata kunci :Dengue, komplikasi, multi-organ, demam berdarah dengue
Pendahuluan Infeksi dengue adalah masalah kesehatan yang utama pada daerah tropis dan subtropis, termasuk Asia Tenggara yang merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang paling diminati. Kasus infeksi dengue pada negara-negara maju seperti Amerika Serikat biasanya diimpor dari negara lain yang endemik. Dengue fever adalah penyakit paling umum pada wisatawan (traveler) yang kembali dari area tertentu yang beresiko tinggi seperti Kepulauan Karibia, Amerika Tengah, dan Asia. Tingginya angka kematian dan kesakitan akibat infeksi dengue di Asia menyebabkan dengue menjadi salah satu penyakit yang paling perlu untuk diperhatikan. Hal ini dibuktikan dengan adanya 2-3 epidemi atau sekitar 50 juta infeksi per tahun dan sekitar 3,6 juta orang beresiko tinggi terjangkit infeksi di seluruh dunia.. Kasus yang berat dan kematian biasanya dialami oleh anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun dengan angka kematian sekitar 25.000 jiwa per tahun.1,2
2
Gambar 1. Peta Distribusi Dengue di Dunia
Di Indonesia, penyakit ini sudah mulai ditemukan sejak tahun 1968, yang gejalanya menyerupai Dengue Hemorrhagic Fever di Filipina (1953) dan Thailand (1956). Namun baru tahun 1968 dibuktikan dengan pemeriksaan serologis untuk pertama kalinya. Sejak saat itu terdapat kecenderungan yang jelas terlihat pada jumlah penderita penyakit ini dan semakin meluasnya peta distribusi penyakit ke seluruh wilayah Indonesia dalam waktu yang relatif singkat. Infeksi dengue disebabkan oleh positive-stranded encapsulated RNA virus genus flavivirus family flaviviridae dengan vector nyamuk aedes aegypti betina. Infeksi ini mempunyai masa inkubasi selama 2-7 hari yang selanjutnya diikuti dengan demam yang tiba-tiba, sakit kepala, dan menggigil (chills). Terdapat 4 sindrom klinis yang utama, yaitu: 1) demam yang tidak dapat dijelaskan (undifferentiated fever), 2) Dengue Fever, 3) Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), dan 4) Dengue Shock Syndrome (DSS). Kebanyakan dari kasus infeksi dengue adalah ringan, tetapi Case Fatality Rate untuk DHF dapat mencapai 20% kalau tidak ditangani dengan baik secepatnya.1,3 Komplikasi demam dengue umum terjadi, terutama berkaitan dengan disfungsi ginjal dan hati. Komplikasi pada otak, yaitu encephalitis dan encephalopathy, biasanya jarang terjadi. 3
Namun, terdapat juga komplikasi-komplikasi yang mengenai organ lain. Pengetahuan tentang komplikasi demam berdarah dengue bagi para wisatawan yang akan berkunjung ke daerah endemik sangatlah penting untuk mencegah terjadinya keadaan yang lebih buruk dan kematian.3
Komplikasi Neurologis Frekuensi perubahan neurologis sebagai tanda yang muncul saat infeksi dengue tidak diketahui jumlahnya, namun komplikasi neurologis terkait dengan infeksi dengue telah diketahui sejak permulaan abad ke-20 dan dilaporkan terjadi pada hampir setiap Negara di Asia dan banyak Negara di Amerika. Pada suatu studi di Vietnam diketahui bahwa sekitar 4% dari pasien yang dirawat pada unit neurologi dengan kecurigaan infeksi susunan saraf pusat mengalami infeksi akibat virus dengue dan di Thailand, 18% anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan penyakit seperti encephalitis dikonfirmasi mempunyai infeksi dengue. Keterlibatan susunan saraf pusat diperkirakan terjadi akibat Dengue Hemorrhagic Fever yang berkepanjangan, vaskulitis dan leaky capillary syndrome yang mengakibatkan eksavasasi cairan, edema serebri, hipoperfusi, hiponatremia, gagal hati dan/atau gagal ginjal. Hal ini biasa disebut sebagai dengue encephalopathy. Laporan mengenai isolasi virus pada otak dan cairan serebrospinal menunjukkan adanya invasi virus secara langsung pada susunan saraf pusat menembus sawar darah-otak. Semua serotype virus dapat terlibat, namun DEN-2 dan DEN-3 adalah yang paling sering dilaporkan sebagai penyebab penyakit neurologis berat. Ada tiga tipe manifestasi neurologis yang berkaitan dengan infeksi dengue, yaitu: 1.
Tanda klasik dengan infeksi akut : sakit kepala, pusing, delirium, restlessness, iritabilitas
mental dan depresi 2.
Encephalitis dengan infeksi akut : penekanan saraf sensoris, lethargy, confusion,
somnolens, koma, kejang, leher kaku dan paresis 3.
Kelainan post-infeksi : epilepsi, tremor, amnesia, demensia, manik psikosis, Bell’s palsy,
Reye’s syndrome, meningoencephalitis, Guilain-Barre Syndrome Mortalitas akibat komplikasi neurologis ini termasuk rendah, sekitar 22%, dengan bukti pemulihan total kesadaran dan gejala neurologis pada pasien yang dapat bertahan hidup terjadi dalam waktu maksimum 7 hari. Waktu dari onset penyakit sampai timbulnya komplikasi neurologis diperkirakan sekitar 3-9 hari, umumnya 6 hari setelah onset. Dengan pemeriksaan penunjang menggunakan Magnetic 4
Resonance Imaging (MRI) pada 18 pasien ditemukan adanya edema cerebri pada 12 orang, perubahan seperti encephalitis pada 2 orang, dan tidak adanya kelainan pada 4 orang. Pada anakanak usia < 1 tahun, pemindaian ultrasonografi serebri terlihat normal tanpa kelainan. Data yang didapat dari lumbar pungsi menunjukkan tidak adanya kelainan pada protein, glukosa, dan sel di cairan serebrospinal, namun semua enzim hati (AST, ALT, dan alkaline phosphatase) dan level bilirubin meningkat secara signifikan mengindikasikan adanya disfungsi hati. Selain itu, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada platelet, serum kalium, serum kalsium yang terionisasi, kreatinin, dan ammonia. Pada pasien ditemukan adanya bukti infeksi virus dengue, yaitu hasil hemagglutination inhibition test yang positif dan IgM spesifik dengue atau peningkatan IgG spesifik sebanyak 4 kali lipat. Ditemukannya IgM pada cairan serebrospinal menunjukkan adanya replikasi virus pada susunan saraf pusat, tapi titernya lebih rendah daripada di serum. RNA virus dapat ditemukan pada beberapa pasien dengan menggunakan pemeriksaan PCR assay.3,4
Komplikasi Kardiovaskuler Komplikasi jantung pada pasien DHF jarang terjadi, namun beberapa laporan mengatakan bahwa selama episode penyakit dapat terjadi gangguan irama jantung seperti Atrioventricular Block (AV Block), Atrial Fibrilation (AF), disfungsi sinus node, dan denyut ventrikel ektopik. Kebanyakan tidak terdapat gejala pada pasien atau asimptomatik dan dapat sembuh spontan apabila infeksinya ditangani dan mengalami resolusi. Aritmia ini berkaitan dengan viral myocarditis, namun mekanismenya belum dapat dipastikan. Pada kebanyakan kasus yang dilaporkan tidak terdapat gangguan elektrolit atau temuan radiologis yang signifikan. Keterlibatan perikardiun juga dapat terjadi bersama dengan myokarditis pada infeksi dengue. Perikarditis dapat menyebabkan nyeri dada yang menusuk oleh karena adanya peradangan pada membran di sekitar jantung. Perikarditis yang berat akan dapat mengancam nyawa penderitanya, namun apabila ringan akan dapat sembuh dengan sendirinya.5 Anak-anak yang berusia lebih tua memiliki kecenderungan untuk mengalami infeksi sekunder dan keadaan syok dibandingkan pasien yang lebih muda. Jumlah platelet pada balita secara signifikan lebih rendah daripada anak-anak lainnya. Petichiae lebih sering terjadi pada anak-anak dengan usia lebih muda. Diketahui bahwa komplikasi seperti DIC lebih sering
5
ditemukan pada pasien dengan syok berat. Anak-anak yang terlambat dirujuk akan lebih susah untuk diresusitasi hemodinamikanya dan hal ini dapat menimbulkan kematian. Salah satu komplikasi hematologi yang sering terjadi adalah syok persisten meskipun pasien telah dirujuk ke Ruang Gawat Darurat dan ditangani sesuai regimen WHO. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan di India Selatan pada 109 pasien pediatri yang mengalami DHF berat.
Gambar 2. Komplikasi infeksi dengue pada hemostasis
Dikatakan bahwa 39 anak-anak (37,5%) tetap dalam kondisi syok meskipun telah diberikan minimal 40 ml/kg cairan dan produk darah (whole blood, packed red blood cells dengan atau tanpa fresh frozen plasma). Penelitian ini juga membuktikan bahwa 32 dari 39 anak tersebut membaik dengan diberikannya perawatan suportif secara terus menerus, seperti cairan yang lebih, produk darah, agen vasoaktif, dan positive pressure ventilation kalau diindikasikan. Namun, 6 anak meninggal akibat refractory shock yang diperparah dengan adanya ARDS dan DIC.5,6 DIC adalah gangguan yang menunjukkan adanya proses deposisi fibrin dan pendarahan yang terjadi secara bersamaan. Kerusakan sel endotel adalah kejadian yang sering terjadi akibat infeksi dengue dan dapat mengubah hemostasis secara langsung maupun tidak langsung. Infeksi ini dapat mengakibatkan keadaan prokoagulan dengan menginduksi faktor pembekuan pada 6
permukaan endotel yang dimediasi oleh sitokin. Kerusakan pada dinding endotel juga dapat menyebabkan
meningkatnya
konsumsi
platelet
sehingga
pasien
akan
mengalami
trombositopenia. Selain itu, fibrinolisis juga diaktifkan sehingga menyebabkan pendarahan. Namun, aktivasi ini relatif lebih rendah dibandingkan aktivitas prokoagulan. Ketidakseimbangan inilah yang akan menyebabkan DIC. DIC dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ dan angka kematian yang tinggi.,
Gambar 3. Patogenesis DIC
Komplikasi Respirasi Demam berdarah dapat mengakibatkan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya antigen virus dengue pada sel-sel lapisan alveolar paruparu. Pada saat stadium akut atau febris terjadi pelepasan mediator C3a dan C5a yang menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga cairan plasma dapat bocor ke ruang interstitial dan mengakibatkan edema serta disfungsi paru.7 Dengue Shock Syndrome (DSS) dilaporkan menjadi penyebab ketiga ARDS yang terjadi pada perawatan intensif anak di daerah endemik demam berdarah. Pemulihan perfusi jaringan yang adekuat sangatlah penting untuk mencegah progresi DSS menjadi ARDS, namun perlu diperhatikan agar tidak terjadi kelebihan cairan karena hal itu dapat juga memicu timbulnya 7
ARDS. Komplikasi ini memerlukan pengenalan dan perawatan yang dini untuk mendapatkan hasil yang baik.5
Komplikasi Hepatobilier Walaupun hati bukan termasuk target organ dari virus dengue, beberapa penemuan patologis pada hati telah dilaporkan seperti fatty liver, nekrosis sentrilobular, dan infiltrasi monosit pada jalur porta hepatis. Pada suatu penelitian yang dilakukan di Thailand pada 191 pasien pediatri, ditemukan angka kejadian disfungsi hati sekitar 34,6% (66/191). Angka ini termasuk tinggi, mirip dengan yang dilaporkan terjadi pada Negara berkembang Asia lainnya dengan angka kejadian berkisar dari 30% sampai 90%. Diketahui juga bahwa angka kejadian disfungsi hati pada kasus dengan syok (37,8%) hanya sedikit lebih tinggi dan tidak signifikan dibandingkan dengan kasus tanpa syok (30,7%). Selain itu, sekitar 8% pasien dengan disfungsi hati mengalami hepatic encephalopathy. Tanda yang paling jelas menunjukkan keterlibatan hati pada infeksi dengue adalah adanya pembesaran hati (hepatomegaly). Studi-studi terkini menunjukkan heoatomegali terlihat pada 50-100% kasus infeksi dengue dan pembesaran hati sedang dapat merupakan bagian respon patologis normal terhadap infeksi dengue. Data yang didapat cenderung mengindikasikan adanya hepatomegali pada kasus-kasus dengue, dengan angka kejadian yang sedikit lebih tinggi pada kasus-kasus berat. Pada
pasien
dengue,
enzim
Aspartate
Aminotrasferase
(AST)
dan
Alanine
Aminotransferase (ALT) sering kali meningkat. Hal ini merupakan indikator sensitif adanya kerusakan pada hati. Studi yang dilakukan di Taiwan pada 240 pasien dengue akibat wabah tahun 1987-1988 menunjukkan peningkatan AST terjadi pada 93,3% kasus dan peningkatan ALT terjadi pada 82,2% kasus. Kebanyakan pasien mengalami peningkatan transaminase yang sedikit atau sedang, hanya 10% saja yang mengalami peningkatan sampai dengan 10 kali lipat. Rata-rata level AST dan ALT pada pasien DHF lebih tinggi secara signifikan jika dibandingkan dengan pasien DF (Dengue Fever). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa level serum AST lebih tinggi dibandingkan dengan serum ALT, berbeda dengan temuan normal pada pasien viral hepatitis. Selain itu, keterlibatan hati lebih berat terjadi pada infeksi virus dengue serotype DENV-3 dan DENV-4. Secara umum, peningkatan level enzim hati adalah karakteristik yang
8
umum terjadi pada infeksi dengue dan dapat menjadi faktor pembanding dalam membedakan dengue dari penyakit febris lainnya.2,8
Komplikasi Limforetikuler Antigen virus dengue dapat ditemukan pada sel-sel limfa, kelenjar timus dan kelenjar getah bening. Limfadenopati pada pasien DHF ditemukan pada setengah kasus dan splenomegali jarang ditemukan pada balita. Ruptur limfa dan infark kelenjar limfa pada pasien DHF jarang terjadi. Dokter harus memperhatikan adanya komplikasi yang fatal ini di daerah endemik DHF. Kasus ruptur limfa dapat salah diagnosis oleh karena keliru menginterpretasikan sindroma syoknya. Splenektomi dapat dilakukan sebagai terapi kuratif. Telah dilaporkan adanya kasus infark limfo nodi yang berhubungan dengan disseminated intravascular infarction pada kasus demam berdarah yang telah terbukti secara serologis. Infark diperkirakan disebabkan oleh adanya sumbatan trombotik pada pembuluh-pembuluh di daerah parahilus. Limfoma maligna sebagai penyebab paling umum dari infark kelenjar limfa harus dieksklusi dengan menggunakan proses imunohistokima.5
Komplikasi Ginjal Gagal ginjal akut relatif jarang terjadi pada pasien dengan DHF. Suatu penelitian di Thailand mengatakan bahwa hanya sekitar 0,9% atau 25 orang dari total 2893 pasien anak-anak mengalami DHF yang menyebabkan gagal ginjal akut. Walaupun angka kejadiannya sedikit, namun mortalitas yang dimbulkan oleh kelainan ini cukup tinggi yaitu mencapai 64%. Angka kematian yang tinggi ini diakibatkan oleh syok berkepanjangan yang berujung pada gagal hati, gagal napas, dan pendarahan masif. Semua hal ini merupakan penyebab utama kematian pada pasien DHF. Rhabdomyolisis, hemolisis akut, hipotensi dan kerusakan ginjal langsung akan dapat menyebabkan gagal ginjal akut pada pasien dengan infeksi dengue. DSS adalah penyebab utama dari gagal ginjal akut pada anak-anak. Adapun faktor resikonya adalah obesitas dan DHF grade IV dikarenakan anak-anak dengan obesitas lebih rentan terhadap penyakit DHF yang serius dibandingkan dengan anak-anak dengan berat badan normal. Gagal ginjal akut tanpa syok berkepanjangan mempunyai prognosis yang bagus dengan angka kematian yang rendah. Resiko fatal meningkat apabila pasien menunjukan tanda DHF 9
grade IV, oliguric AKI, gagal napas, atau pemanjangan PT atau APTT lebih dari dua kali lipat referensinya. Diantara pasien yang selamat, tidak ada yang dilaporkan mengalami penyakit ginjal kronis. Selain itu, fungsi ginjal dapat kembali normal dalam waktu 1 bulan.5,9
Komplikasi Muskuloskeletal Demam berdarah dapat menyebabkan kerusakan pada otot, sendi dan nyeri tulang. Komplikasinya termasuk myositis dan Rhabdomyolisis, namun hal ini bukan termasuk karakteristik dari DHF. Invasi virus dengue secara langsung ke otot belum terbukti dan penyebab yang paling mungkin untuk saat ini diperkirakan adalah myotoxic cytokines, terutama Tumor Necrosis Factor (TNF).5 Studi mengenai spesimen biopsi otot pasien mengemukakan penemuan dari infiltrate limfosit yang sedikit sampai dengan adanya myonekrosis berat dengan focal lesions. Rhabdomyolisis menunjukkan manifestasi klinis myalgia, kelemahan, dan warna urin yang gelap. Peningkatan level kreatinin kinase merupakan indikator spesifik terhadap rhabdomyolisis. Biopsi otot konsisten dengan myositis. Rhabdomyolisis dapat menyebabkan gagal ginjal akut dan gangguan elektrolit kalau tidak diketahui dan ditangani dengan cepat. Oleh
karena
itu
disarankan bagi semua pasien DHF untuk melakukan dipstick urinalysis intuk memantau komplikasi dan apabila positif dapat dilanjutkan dengan pengecekan level serum kreatinin kinase.5,10
Komplikasi Genitalia Acute Idiopathic Scrotal Edema (AISE) adalah manifestasi yang jarang terjadi pada demam berdarah. AISE biasanya mempengaruhi anak-anak yang berusia sekitar 4-12 tahun dan didefinisikan sebagai edema terbatas dan eritema di skrotum yang sembuh tanpa sekuel dalam waktu 1-3 hari. Pasien dengan AISE biasanya asimptomatik atau menunjukkan sedikit gangguan pada skrotumnya. Kondisi ini ditandai dengan onset yang mendadak, subcutaneous scrotal edema, eritema, dan nyeri skrotum ringan. Biasanya pasien mengalami febris atau demam yang ringan. Pasien dapat sembuh spontan dalam waktu 6-72 jam dengan dilakukannya bedrest dan elevasi skrotum. Penyebab AISE pada pasien dengan DHF kemungkinan disebabkan oleh adanya kebocoran plasma sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas vaskuler yang ditimbulkan oleh karena infeksi virus dengue11. 10
Kesimpulan Komplikasi demam berdarah dengue dapat mengenai berbagai sistem organ, yaitu system saraf (ensefalopati, ensefalitis), kardiovaskuler (aritmia jantung, myokarditis, perikarditis, syok, DIC), respirasi (ARDS), hepatobilier (hepatik ensefalopati, hepatomegali), limforetikuler (limfadenopati, rupture limfa, infark kelenjar limfa), ginjal (gagal ginjal akut), musculoskeletal (rhabdomyolisis, myositis), dan genitalia (AISE). Faktor resiko utama terjadinya DHF / DSS yang mematikan adalah adanya kerusakan hati akut, respiratory distress, dan komplikasi pendarahan. Oleh karena itu, deteksi dan penanganan dini secara tepat penting untuk dilakukan demi terhindarnya keadaan yang mematikan.
Daftar Pustaka 1. Kaushik, A et al. Diagnosis and Management of Dengue Fever in Children. Pediatrics in Review. 2010;31(4) 2. Wiwanitkit, V. Liver Dysfunction in Dengue Infection, an Analysis of The Previously Published Thai Cases. J Ayub Med Coll Abbottabad. 2007;19(1):10-12 3. Kanade, T and Shah, I. Dengue Encephalopathy. J Vector Borne Dis 48. 2011;180-181 4. B V Cam, L et al. Prospective Case-Control Study of Encephalopathy in Children with Dengue Hemorrhagic Fever. Am J Trop Med Hyg. 2001;65(6):848-851 5. Gulati, S and Maheswari, A. Atypical Manifestations of Dengue. Tropical Medicine and International Health 2007; 12 (9): 1087-1095 6. Kamath S R and Ranjit S. Clinical Features, Complications and Atypical Manifestations of Children with Severe forms of Dengue Hemorrhagic Fever In South India. Indian Journal of Pediatric. 2006;3:889-895
7. Chuansumrit, A et al. Pathophysiology and Management of Dengue Hemorrhagic Fever. Journal comp. 2006:3-11 8. Smith, D R and Khakpoor, A. Involvement of The Liver in Dengue Infections. Dengue Bulletin. 2009; 33:75-86 9. Laoprasopwattana, K et al. Outcome of Dengue Hemorrhagic Fever-Caused Acuke Kidney Injury in Thai Children. The Journal of Pediatric. 2010; 157:303-9
11
10. Lim, M and Goh, H K. Rhabdomyolysis Following Dengue Virus Infection. Singapore Med J 2005; 46(11): 645-646 11. Chen, T et al. Dengue Hemorrhagic Fever Complicated with Acute Idiopathic Scrotal Edema and Polyneuropathy. Am J Trop Med. Hyg. 2008; 78(1): 8-10.
12