Skenario A Blok 26 Tahun 2014 Budi, seorang laki-laki berusia 3 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena kaki dan tangannya teraba dingin seperti es. Empat hari yang lalu Budi demam tinggi terus menerus, tidak menggigil, disertai sakit kepala, pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek, buang air besar dan buang air kecil seperti biasa. Budi sudah diberi obat penurun panas, namun panas turun sebentar dan kemudian naik lagi. Satu hari yang lalu panas mulai turun disertai mimisan. Sejak 6 jam yang lalupasien tidak buang air kecil disertai tangan dan kaki teraba dingin seperti es. Riwayat mimisan sebelumnya disangkal. Pemeriksaan fisik: Keadaan umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, nadi: filifirmis, RR: 36xmenit, T: 36,2c, BB: 15 kg, TB: 98cm. rumple leede test (+) Keadaan spesifik: Kepala: konjungtiva tidak pucat, nafas cuping hidung (-) Thorak: simetris, dyspnea (-), jantung: bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-), irama derap (-). Paru: suara napas vesikuler kiri = kanan, wheezing (-) Abdomen: datar, lemas, hati teraba 2 cm dibawah arcus costae, lien tidak teraba, BU (+) normal Ekstrimitas: akral dingin, capillary refill time 4” Pemeriksaan penunjang: Hb: 12 g/dl, Ht: 45%, leukosit: 2800/mm, trombosit: 45.000/mm
ANALISIS MASALAH 1. Mekanisme kaki dan tangan teraba dingin, dan mekanisme mimisan
Trombosit adalah adalah komponen darah yang bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah. Trombosit memiliki bentuk yang tidak teratur, tidak berwarna, tidak berinti, berukuran
lebih kecil dari sel darah merah(eritrosit) dan sel darah putih (leukosit), dan mudah pecah bila tersentuh benda kasar. Penderita DBD mengalami perubahan pada sifat dinding pembuluh darahnya yaitu jadi mudah ditembus cairan (plasma) darah. Perembesan ini terjadi sebagai akibat reaksi imunologis antara virus dan sistem pertahanan tubuh. Akibatnya, plasma masuk ke dalam jaringan berongga/longgar yang akan menimbulkan gejala, misalnya rasa tak enak di rongga perut jika terjadi penumpukan plasma di organ lambung. Perembesan cairan darah secara normal akan berhenti pada fase penyembuhan. Sementara itu, kekentalan darah pun meningkat akibat kurangnya plasma. Jika tidak segera ditangani dengan asupan cairan -elektrolit, pasien akan mengalami syok. Cairan elektrolit membantu mengencerkan darah yang memekat sehingga oksigen dapat terus dialirkan ke setiap sel tubuh dan sindrom syok dapat dihindari. Tetapi apabila syok tidak dapat dihindari maka eluruh badan teraba dingin dan lembab, perasaan dingin yang paling mudah dikenal bila kita meraba kaki dan tangan penderita yang teraba dingin . Bibir dan kuku tampak kebiruan menggambarkan pembuluh darah di bagian ujung mengkerut sebagai kompensasi untuk memompa darah yang lebih banyak ke jantung. Akibat lainnya, perembesan plasma yang terus-menerus menyebabkan penurunan jumlah trombosit dalam darah. Trombosit adalah komponen darah yang berfungsi dalam proses penggumpalan darah da rah jika pembuluh kapiler pecah. Penurunan trombosit terjadi di hari keempat sampai kelima setelah gejala DBD muncul dan berlangsung selama 3-4 hari, Jika jumlah trombosit terus menurun hingga tak dapat menghentikan rembesan plasma akibat bocornya pembuluh kapiler, maka terjadilah perdarahan. Perdarahan yang sering terjadi adalah mimisan. Risiko penurunan jumlah trombosit ditentukan oleh tingkat keparahannya.
2. Interpretasi tidak buang air kecil selama 6 jam
Menurut Bladder and Bowel Foundation , rata-rata frekuensi kencing normal bagi orang yang minum 2 liter air per hari adalah sekitar 7 kali dalam 24 jam. Kurang maupun lebih dari itu, misalnya sekitar 6-8 kali kencing dalam sehari masih termasuk dalam batas yang wajar.
Umumnya orang dalam kondisi sehat buang air kecil sekitar 3-4 jam sekali, dan bisa menahan keinginan kencing pada saat tidur malam selama 8 jam. Artinya dalam kasus ini, Budi tidak buang air kecil selama 6 jam menunjukkan kondisinya yang sudah mengalami dehidrasi berat.
3. Klasifikasi demam (suhu, penyebab, siklus) Demam berdasarkan suhu: o
o
Normal
: 36,6 C - 37,2 C
Sub Febris
: 37 C - 38 C
Febris
: 38 C - 40 C
Hiperpireksia
: 40 C - 42 C
o
o
o
o
o
o
Demam berdasarkan siklus: 1. Demam Septik: Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik. 2. Demam Remiten: Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik. 3. Demam Intermiten: Pada tipe damam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana. 4. Demam Kontinyu: Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia. 5. Demam Siklik: Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Demam berdasarkan penyebab: 1. Demam Tifoid: Yaitu naik turun suhu rentang 1 derajat celcius, akan tetapi penurunannya tidak pernah mencapai suhu normal. 2. Demam Malaria: Yaitu naik turun suhu, bisa mencapai batas normal. 3. Demam Pneumonia: Yaitu demam yang terjadi terus menerus dan disebabkan oleh infeksi bakteri. 4. Demam Bifasik atau Demam Berdarah: Yaitu demam dengan bentuk pelana kuda. 5. Demam Pel-Ebstein atau Penyakit Hodgkin: Yaitu demam lama 1 minggu diselingi dengan periode tidak demam dengan jumlah ahri yang sama, dan siklus berulang.
4. Mekanisme demam
Ketika tubuh bereaksi adanya pirogen atau patogen. Pirogen akan diopsonisasi (harfiah=siap dimakan) komplemen dan difagosit leukosit darah, limfosit, makrofag (sel kupffer di hati). Proses ini melepaskan sitokin, diantaranya pirogen endogen interleukin-1α (IL-1α), IL-1β, 6, 8, dan 11, interferon α2 dan γ, Tumor nekrosis factor TNFα (kahektin) dan TNFβ (limfotoksin), macrophage inflammatory protein MIP1. Sitokin ini diduga mencapai organ sirkumventrikular otak yang tidak memiliki sawar darah otak. Sehingga terjadi demam pada organ ini atau yang berdekatan dengan area preoptik dan organ vaskulosa lamina terminalis (OVLT) (daerah hipotalamus). Pirogen endogen ini setelah berikatan dengan reseptornya di daerah preoptik hipotalamus, akan merangsang hipotalamus untuk mengaktivasi fosfolifase-A2 yang selanjutnya akan melepaskan asam arakhidonat dari membran fosfolipid dan kemudian oleh enzim siklooksigenase-2 (COX-2) akan diubah menjdi prostaglandin E2(PGE2). Rangsangan prostaglandin inilah baik secara langsung atau melalui penglepasan siklik AMP menset termostat pada suhu yang lebih tinggi.
Hal ini merupakan awal dari
berlangsungnya reaksi terpadu sistem saraf otonom, endokrin dan perubahan perilaku dalam terjadinya demam. Ketika demam meningkat (karena nilai sebenarnya menyimpang dari set level yang tiba-tiba neningkat), pengeluaran panas akan dikurangi melalui kulit sehingga kulit menjadi dingin ( perasaan dingin), produksi panas juga meningkat karena menggigil (termor). Keadaan ini berlangsung terus sampai nilai sebenarnya mendekati set level normal (suhu normal). Bila demam turun, aliran darah ke kulit meningkat sehingga orang tersebut akan merasa kepanasan dan mengeluarkan keringat yang banyak.
Pada mekanisme tubuh alamiah, demam bermanfaat sebagai proses imun. Pada proses ini, terjadi pelepasan IL-1 yang akan mengaktifkan sel T. Suhu tinggi (demam) juga berfungsi meningkatkan keaktifan sel T dan B terhadap organisme patogen. Konsentrasi logam dasar di plasma (seng, tembaga, besi) yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri dikurangi. Selanjutnya, sel yang rusak karena virus, juga dimusnahkan sehinga replikasi virus dihambat. Namun konsekuensi demam secara umum timbul segera setelah pembangkitan demam (peningkatan suhu). Perubahan anatomis kulit dan metabolisme menimbulkan konsekuensi berupa gangguan keseimbangan cairan tubuh, peningkatan metabolisme, juga peningkatan kadar sisa metabolism, peningkatan frekuensi denyut jantung (8-12 menit⁻¹/˚C) dan metabolisme energi. Hal ini menimbulkan rasa lemah, nyeri sendi dan sakit kepala, peningkatan gelombang tidur yang lambat (berperan dalam perbaikan fungsi otak), pada keadaan tertentu demam menimbulkan gangguan kesadaran dan persepsi (delirium karena demam) serta kejang.
5. Mengapa demam timbul lagi setelah diberi obat penurun panas
Kemungkinan Budi diberi obat penurun panas oleh ibunya pada fase awal DBD yaitu tahapan dimana penderita mengalami panas yang sangat tinggi antara 1-3 hari pertama. Sehingga ketika diberi obat penurun panas, suhu tubuhnya hanya turun sebentar saja dan kemudian naik lagi.
6. Interpretasi dan mekanisme pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan
Normal
Interpretasi
Kesadaran
Delirium
Compos mentis
Abnormal
TD
70/50 mmHg
Sistolik: 75-100
Sistolik: Abnormal
Diastolik: 50-75
Diastolik: Normal rendah
Nadi
Filiformis
126x/menit
Abnormal
RR
36x/menit
20-30x/menit
Takipneu
Suhu
36,2 c
o
o
36,5-37,2 c
Normal Fase kritis DBD
BB 15 kg
IMT= 15 2
TB 98 cm
Rumple
= 15.62
(0,98)
leede (+)
Berat badan ideal: Abnormal 18.5-24.9 kg/m2
Negative
underweight
atau Abnormal
test
jumlah
petechie Infeksi dengue
kurang dari 10 Konjungtiva Nafas
Tidak pucat
normal
cuping (-)
(-)
normal
Simetris
Simetris
Normal
Dyspnea (-)
(-)
Normal
hidung Thorax
Jantung
Bunyi jantung I-II
Normal
normal
Paru
Bising jantung (-)
(-)
Normal
Irama derap (-)
(-)
Normal
Suara vesikuler
napas
Normal
kiri=
kanan Wheezing (-) Abdomen
(-)
Normal
Datar, lemas
Normal
Hati teraba 2cm di Tidak teraba
Abnormal
bawah arc.costae
Ekstremitas
Lien tidak teraba
Normal
BU (+) normal
Normal
Akral dingin
Hangat
Abnormal (syok)
Capillary refill time
< 2”
abnormal
4”
7. Interpretasi dan mekanisme pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan
Normal
Interpretasi
Hb
12 g/dl
10,8 – 12,8 g/dL
Normal
Ht
45 vol%
35 – 43 %
Abnormal (sedikit tinggi)
Lekosit
2800/mm
5.000 – 10.000 / Abnormal (leukopenia) mm³
Trombosit
45000mm
150.000 – 450.000 Abnormal
/mm
(trombositopenia)
8. Cara menegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang
DIAGNOSIS
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO sebagai berikut: 1. Kriteria klinis
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.
Terdapat manifestasi perdarahan : uji torniquet positif, petekiae, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan atau melena.
Hepatomegali.
Syok
2. Kriteri laboratoris
Trombositopenia (trombosit =100.000 mm3)
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit =20% menurut standar umur dan jenis kelamin)
Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria : 2 kriteria klinis pertama + trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Pada DBD harus dinilai derajat penyakit, karena membutuhkan penatalaksanaan yang berbeda.
Tabel Derajat penyakit DBD Derajat Penyakit
DBD derajat I
Kriteria
Demam disertai gejala tidak khas, dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji torniquet positif.
DBD derajat II
Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.
DBD
Terdapat kegagalan sirkulasi (nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun ( < 20 mmHg)
III
derajat
atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.
DBD
derajat
IV
Syok berat (profound shock): nadi tidak dapat diraba, dan tekanan darah tidak dapat diukur.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah :
Pemeriksaan darah perifer: Hb, leukosit dan hitung jenis, hematokrit, dan trombosit.
Pada DBD berat/SSD : monitor hematokrit tiap 4-6 jam, trombosit, AGD, kadar elektrolit, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT, protein serum, PT dan APTT.
9. DD dan WD
Pada awal kasus demam, diagnosis banding untuk DBD mencakup infeksi virus, bakteri, dan parasit dengan spektrum yang luas. Demam chikungunya mungkin sulit untuk dibedakan secara klinis dari demam dengue dan kasus awal atau DBD derajat 1. Pada hari ketiga atau keempat, temuan laboratorium dapat menegakkan diagnosis sebelum terjadi syok. Terjadinya syok dapat menyingkirkan diagnosis demam chikungunya.
Trombositopenia nyata dengan hemokonsentrasi bersamaan membedakan DBD dari penyakit seperti syok endotoksin akibat infeksi bakteri atau meningokoksaemia.
Selama fase penyulit, sulit untuk membedakan DBD dan demam dengue dan penyakit virus lain yang ditemukan didaerah tropis. Maka untuk membedakan dengan campak, rubela, demam chikungunya, leptospirosis, malaria, demam tifoid atau penyakit darah seperti ITP, leukemia atau anemia aplastik, gejala penyerta lain harus timbul seperti batuk, pilek, diare, tipe demam, mengigil, pucat, ikterus, dan lainnya.
Penyakit darah seperti trombositopenia purpura idiopatik, leukimia atau anemia aplastik
Diagnosis kerja: Budi (3th) mengalami kaki dan tangan teraba dingin akibat demam berdarah dengue grade III.
10. Etiologi dan faktor risiko
ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4 serotype virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti yellow fever, japanese encephalitis, dan West nile virus. Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk aedes (stegomyia) dan toxorynchites. Faktor Risiko Penularan Demam Berdarah Dengue:
pertumbuhan penduduk perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana transportasi dan terganggu atau melemahnya pengendalian populasi sehinggamemungkin terjadinya KLB,
kemiskinan yang mengakibatkan orang tidak mempunyai kemampuan untuk menyediakan rumah yang layak dan sehat,
pasokan air minum dan pembuangan sampah yang benar,
pendidikan dan pekerjaan masyarakat, jarak antar rumah, keberadaan tempat penampungan air, keberadaan tanaman hias dan pekarangan.
11. Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruhdunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, WorldHealth Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan subtropik bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan kematian pada anak, 90% di antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak
800 orang lebih. Pada tahun-tahun berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan kematian 1.384 orang atau CFR 0,89%. Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi adalah pada kelompok umur <15 tahun (95%) dan mengalami pergerseran dengan adanya peningkatan proporsi penderita pada kelompok umur 15-44 tahun, sedangkan proporsi penderita DBD pada kelompok umur >45 tahun sangat rendah seperti yang terjadi di Jawa Timur berkisar 3,64%.
12. Patogenesis
Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte, 1977 (gambar 2), sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan
ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa.9,10 Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan men genali virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.9,1
13. Manifestasi klinis
Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari disertai nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia dan nyeri perut.
Uji torniquet positif.
Ruam kulit : petekiae, ekimosis, purpura.
Perdarahan mukosa/saluran cerna/saluran kemih : epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri.
Hepatomegali.
Perembesan plasma: efusi pleura, efusi perikard, atau perembesan ke rongga peritoneal.
Trombositopenia.
Hemokonsentrasi.
Hari ke 3-5 ==> fase kritis (saat suhu turun), perjalanan penyakit dapat berkembang menjadi syok
14. Tatalaksana
PENATALAKSANAAN 1. Demam Dengue Medikamentosa:
Antipiretik (apabila diperlukan) : paracetamol 10 – 15 mg/kg BB/kali, 3 kali/hari. Tidak dianjurkan pemberian asam asetilsalisilat/ibuprofen pada anak yang dicurigai DD/DBD.
Edukasi orang tua:
Anjurkan anak tirah baring selama masih demam.
Bila perlu, anjurkan kompres air hangat.
Perbanyak asupan cairan per oral: air putih, ASI, cairan elektrolit, jus buah, atau sup. Tidak ada larangan konsumsi makanan tertentu.
Monitor keadaan dan suhu anak dirumah, terutama selama 2 hari saat suhu turun. Pada fase demam, kita sulit membedakan antara DD dan DBD, sehingga orang tua perlu waspada.
Segera bawa anak ke rumah sakit bila : anak gelisah, lemas, muntah terus menerus, tidak sadar, tangan/kaki teraba dingin, atau timbul perdarahan.
2. Demam Berdarah Dengue Fase demam
Prinsip tatalaksana DBD fase demam sama dengan tatalaksana DD.
Antipiretik: paracetamol 10 – 15 mg/kg BB/kali, 3 kali/hari.
Perbanyak asupan cairan oral.
Monitor keadaan anak (tanda-tanda syok) terutama selama 2 hari saat suhu turun. Monitor trombosit dan hematokrit secara berkala.
Penggantian volume plasma
Anak cenderung menjadi dehidrasi. Penggantian cairan sesuai status dehidrasi pasien dilanjutkan dengan terapi cairan rumatan.
Jenis cairan adalah kristaloid : RL, 5% glukosa da lam RL, atau NaCl.
Tabel 3. Kebutuhan cairan pada rehidrasi ringan-sedang Berat Badan
Jumlah Cairan
(Kg)
(ml/kg BB/hari)
<7
220
7 – 11
165
12 – 18
132
>18
88
Tabel 4. Kebutuhan cairan rumatan Berat Badan (Kg)
10 10 – 20
>20
Jumlah cairan (ml)
100 per kg BB 1000 + 50 x kg BB (untuk BB di atas 10 kg) 1500 + 20 x kg BB (untuk BB di atas 20 kg)
Tabel 5. Kriteria rawat inap dan memulangkan pasien Kriteria rawat inap
Ada kedaruratan: • Syok • Muntah terus menerus • Kejang • Kesadaran turun • Muntah darah • Berak hitam
Kriteria memulangkan pasien
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik Nafsu makan membaik Secara klinis tampak perbaikan Hematokrit stabil Tiga hari setelah syok teratasi
Hematokrit cenderung meningkat setelah 2
Trombosit > 50.000/uL
kali pemeriksaan berturut-turut
Tidak dijumpai distres
Hemokonsentrasi (Ht meningkat = 20%)
pernafasan
15. Komplikasi
KOMPLIKASI DBD Pada DD tidak terdapat komplikasi berat namun anak dapat mengeluh lemah/lelah (fatigue) saat fase pemulihan. Komplikasi berat dapat terjadi pada DBD yaitu ensefalopati dengue, gagal ginjal akut, atau udem paru akut.
16. Pencegahan
Usaha pencegahan dan pemberantasan DBD yang telah dilakukan pemerintah, antara lain dengan
metode
pengasapan
(fogging)
dan
abatisasi.
Penyemprotan
sebaiknya
tidak
dipergunakan, kecuali keadaan genting selama terjadi KLB atau wabah. Upaya yang paling tepat untuk mencegah demam berdarah adalah membasmi jentik-jentiknya ini dengan cara sebagai berikut : 1. Bersihkan ( kuras ) tempat penyimpanan air (seperti bak mandi/WC, drum dll) seminggu sekali. 2. Tutuplah kembali tempayan rapat-rapat setelah mengambil airnya, agar nyamuk Demam berdarah tidak dapat masuk dan bertelur disitu. 3. Gantilah air di vas bunga dan pot tanaman air setiap hari 4. Kubur atau buanglah sampah pada tempatnya, plastik dan barang-barang bekas yang bisa digenangi air hujan 5. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk Abateke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali atau peliharalah ikan ditempat itu. Takaran penggunaan bubuk Abate adalah sebagai berikut : untuk 10 liter air cukup dengan 1 gram bubuk Abate atau 10 gram untuk 100 liter dan seterusnya. Bila tidak ada alat untukmenakar, gunakan sendok makan. Satu sendok makan peres (yang diratakan di atasnya) berisi 10 gram Abate. Anda tinggal membaginya atau menambahnya sesuai dengan banyaknya air yang akan diabatisasi.Takaran tak perlu tepat betul. (Abate dapat dibeli di apotik-apotik).
17. Prognosis
Prognosis DBD berdasarkan kesuksesan dalam tetapi dan penetalaksanaan yang dilakukan. Terapi yang tepat dan cepat akan memberikan hasil yang optimal. Penatalaksanaan yang terlambat akan menyebabkan komplikasi dan penatalaksanaan yang tidak tapat dan adekuat akan memperburuk keadaan. Kematian karena demam dengue hampir tidak ada. Pada DBD/SSD mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta menunjukkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak. DBD Derajat I dan II akan memberikan prognosis yang baik, penatalaksanaan yang cepat, tepat akan menentukan prognosis. Umumnya DBD Derajat I dan II tidak menyebabkan komplikasi sehingga dapat sembuh sempurna. DBD derajat III dan IV merupakan derajat sindrom syok dengue dimana pasien jatuh kedalam
keadaan
syok
dengan
atau
tanpa
penurunan
kesadaran.
Prognosis
sesuai
penetalaksanaan yang diberikan Dubia at bonam.
18. SKDI
SKDI untuk kasus demam berdarah dengue adalah 3A yaitu Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan lab atau x-ray. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
Hipotesis: Budi 3 tahun dengan keluhan utama kaki dan tangan teraba dingin menderita demam berdarah dengue grade 3
LEARNING ISSUE 1. DEMAM
Demam (febris) adalah suatu reaksifisiologis tubuh yang kompleks terhadap penyakit yang ditandai dengan meningkatnya suhu tubuh diatas nilai normal akibat rangsangan zat pirogen terhadap pengatur suhu tubuh di hipotalamus. Suhu normal tubuh manusia berkisar antara 36.5-37.2 ˚C. Suhu subnormal yaitu <36.5 ˚C, hipotermia merupakan suhu <35 ˚C. Demam terjadi jika suhu >37.2 ˚C. hiperpireksia merupakan suhu ≥41.2 ˚C.
Terdapat perbedaan pengukuran suhu di oral, aksila, dan rectal sekitar 0.5 ˚C; suhu rectal > suhu oral > suhu aksila. Pengaturan Suhu Tubuh
Setiap sel dalam tubuh memerlukan energi untuk memelihara struktur dan fungsinya. Energi tersebut berasal dari makanan yang dikonsumsinya. Dalam kegiatan tubuh sehari-hari pemakaian energi dapat melalui kegiatan kerja eksternal (kontraksi otot rangka) dan internal (pemakaian energi oleh seluruh proses biologis di dalam tubuh). Tidak semua energi yang didapat dari nutrient dapat digunakan untuk kegiatan kerja tetapi sebagian akan diubah menjadi energi panas.
Selama proses biokimiawi dalam tubuh hanya 50% energi dari nutrient yang diubah menjadi ATP selebihnya akan hilang dalam bentuk panas. Selama pemakaian ATP oleh sel-sel tubuh, 25% lainnya pun akan diubah menjadi panas. Selanjutnya panas yang terbentuk inilah (produksi panas internal) dan ditambah perolehan panas yang didapat dari lingkungan eksternal tubuh yang membentuk kandungan seluruh panas tubuh (suhu inti tubuh). Bila kandungan panas tubuh melebihi batas toleransi maka tubuh akan berupaya mengeluarkan panas melalui kulit dan penglepasan panas melalui air keringat maupun melalui paru-paru.
Reaksi kimia didalam tubuh diatur oleh katalisator yang berupa enzim. Enzim umumnya berupa protein. Enzim akan bekerja dengan baik pada pH dan suhu yang optimal. Pada suhu diatas 42 C enzim akan mengalami denaturasi, sedangkan pada suhu rendah kecepatan produksi tenaga tidak akan memenuhi kebutuhan tubuh seperti pada suhu 37 C.
Pengaturan suhu tubuh terjadi secara terpadu di hipotalamus bedasarkan sinyal yang diterima dari kulit dan suhu inti tubuh. Bila termoreseptor di kulit menerima rangsang dingin maka neuron yang sensitive terhadap dingin akan meneruskan ke hipotalamus. Bila akumulasi di hipotalamus sudah melebihi batas minimal yang dapat ditoleransi maka tubuh akan mengadakan adaptasi perilaku, aktivasi saraf motorik (kontraksi
otot
rangka
seperti
menggigil),saraf
simpatis
(vasokonstriksi
pembuluh
darah).
Bila termoreseptor di kulit menerima rangsang panas maka neuron yang sensitive terhadap panas akan diteruskan ke hipotalamus. Bila sudah melebihi batas maksimal yang dapat ditoleransi maka tubuh mengadakan adaptasi perilaku, aktivasi saraf simpatis seperti vasodilatasi pembuluh darah dan merangsang kelenjar keringat.
Mekanisme Demam
Tujuan dari pengaturan suhu adalah mempertahankan suhu inti tubuh sebenarnya pada set level 37˚C. Demam (pireksia) merupakan keadaan suhu tubuh meningkat melebihi suhu tubuh normal. Apabila suhu tubuh mencapai ±40°C disebut hipertermi.
Etiologi Gangguan otak atau akibat zat yang menimbulkan demam (pirogen) yang menyebabkan perubahan “set point”. Zat pirogen ini bisa berupa protein, pecahan protein, dan zat lain (terutama kompleks lipopolisakarida atau pirogen hasil dari degenerasi jaringan tubuh yang menyebabkan demam selama keadaan sakit). Pirogen eksogen merupakan bagian dari patogen, terutama kompleks lipopolisakarida (endotoksin) bakteri gram (-) yang dilepas bakteri toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu.
Patofisiologi Ketika tubuh bereaksi adanya pirogen atau patogen. Pirogen akan diopsonisasi (harfiah=siap dimakan) komplemen dan difagosit leukosit darah, limfosit, makrofag (sel kupffer di hati). Proses ini melepaskan sitokin, diantaranya pirogen endogen interleukin-1α (IL-1α), IL-1β, 6, 8, dan 11, interferon α2 dan γ, Tumor nekrosis factor TNFα (kahektin) dan TNFβ (limfotoksin), macrophage inflammatory protein MIP1. Sitokin ini diduga mencapai organ sirkumventrikular otak yang tidak memiliki sawar darah otak. Sehingga terjadi demam pada organ ini atau yang berdekatan dengan area preoptik dan organ vaskulosa lamina terminalis (OVLT) (daerah hipotalamus). Pirogen endogen ini setelah berikatan dengan reseptornya di daerah preoptik hipotalamus, akan merangsang hipotalamus untuk mengaktivasi fosfolifase-A2 yang selanjutnya akan melepaskan asam arakhidonat dari membran fosfolipid dan kemudian oleh enzim siklooksigenase-2 (COX-2) akan diubah menjdi prostaglandin E2(PGE2).
Rangsangan prostaglandin inilah baik secara langsung atau melalui penglepasan siklik AMP menset termostat pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini merupakan awal dari berlangsungnya reaksi terpadu sistem saraf otonom, endokrin dan perubahan perilaku dalam terjadinya demam. Ketika demam meningkat (karena nilai sebenarnya menyimpang dari set level yang tiba-tiba neningkat), pengeluaran panas akan dikurangi melalui kulit sehingga kulit menjadi dingin ( perasaan dingin), produksi panas juga meningkat karena menggigil (termor). Keadaan ini berlangsung terus sampai nilai sebenarnya mendekati set level normal (suhu normal). Bila demam turun, aliran darah ke kulit meningkat sehingga orang tersebut akan merasa kepanasan dan mengeluarkan keringat yang banyak. Pada mekanisme tubuh alamiah, demam bermanfaat sebagai proses imun. Pada proses ini, terjadi pelepasan IL-1 yang akan mengaktifkan sel T. Suhu tinggi (demam) juga berfungsi meningkatkan
keaktifan sel T dan B terhadap organisme patogen. Konsentrasi logam dasar di plasma (seng, tembaga, besi) yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri dikurangi. Selanjutnya, sel yang rusak karena virus, juga dimusnahkan sehinga replikasi virus dihambat. Namun konsekuensi demam secara umum timbul segera setelah pembangkitan demam (peningkatan suhu). Perubahan anatomis kulit dan metabolisme menimbulkan konsekuensi berupa gangguan keseimbangan cairan tubuh, peningkatan metabolisme, juga peningkatan kadar sisa metabolism, peningkatan frekuensi denyut jantung (8-12 menit⁻¹/˚C) dan metabolisme energi. Hal ini menimbulkan rasa lemah, nyeri sendi dan sakit kepala, peningkatan gelombang tidur yang lambat (berperan dalam perbaikan fungsi otak), pada keadaan tertentu demam menimbulkan gangguan kesadaran dan persepsi (delirium karena demam) serta kejang.
Tipe Demam
1. Demam Septik. Suhu badan naik ke tingkat tinggi sekali pada malam hari, lalu suhu turun (masih) di atas normal pada pagi hari. Sering te rdapat menggigil, berkeringat. 2. Demam Hektik. Suhu badan naik ke tingkat tinggi sekali pada malam hari, lalu suhu turun sampai normal pada pagi hari. 3. Demam Remiten. Suhu badan dapat turun setiap hari namun tidak pernah sampai suhu badan normal, namun selisih tak pernah sampai >2 ˚C, tidak sebesar penurunan pada demam septik. 4. Demam Intermiten. Suhu badan dapat turun beberapa jam dalam 1 hari. Bila demam terjadi tiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas diantara dua serangan demam disebut kuartana. 5. Demam Kontinyu. Variasi suhu badan yang meningkat sepanjang hari dan tidak berbeda lebih dari 1 ˚C. Jika sampai pada tingkat yang lebih tinggi disebut hiperpireksi. 6. Demam Siklik. Demam ditandai dengan kenaikan suhu selama beberapa hari, kemudian diikuti periode bebas demam selama beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. Demam kadang dihubungkan pada suatu penyakit, misal abses, pneumonia, infeksi saluran kencing atau malaria; kadang idopatik . Bila demam disertai dengan sakit otot, rasa lemas, tak nafsu makan, mungkin pilek, batuk dan sakit tenggorok biasanya digolongkan sebagai influenza (common cold ). Kausa demam selain infeksi, juga bisa akibat toksemia, keganasan, obat, dan gangguan pusat pengatur suhu sentral (heat stroke, perdarahan otak, koma). Hal-hal khusus yang diperhatikan pada demam
seperti cara timbul, lama demam, sifat, tinggi demam, keluhan serta gejala lain demam. Demam yang tiba-tiba tinggi, mungkin diakibatkan virus. Demam Belum Terdiagnosis merupakan keadaan seseorang yang mengalami demam terus-menerus
selama 3 minggu dengan suhu badan >38.3 ˚C dan tetap belum ditemukan penyebabn ya walaupun telah diteliti selama seminggu secara intensif dengan menggunakan laboratorium dan penunjang medis lainnya. Demam Dibuat-Buat (Factitius Fever) merupakan demam yang dibuat seseorang dengan sengaja
dengan berbagai cara agar suhu badannya melebihi suhu badan sebenarnya. Penatalaksanaan Demam
Demam dapat dihambat dengan cara memutus rangkaian reaksi yang terjadi mulai dari pelepasan pirogen endogen dari sel makrofag, monosit, limfosit dan endotel oleh rangsang pirogen eksogen hingga timbulnya demam. Pemberian Antipiretik: dari sekian banyak obat yang telah diteliti obat penghambat siklooksigenase (Cyclooxygenation inhibition/COX) yang cukup bermakna
dan
memuaskan sebagai antipiretik.
Obat OAINS seperti aspirin, metamizol, ibuprofen, nimesulid, diclofenak, ketoprofen, indometasin dan sebagainya adalah obat yang dapat menghambat enzim siklioksigenase dak karena itu obat-obat ini dapat digunakan sebagai antipiretik. OAINS selain menghambat Cox-2 juga menghambat COX-1, sehinga menimbulkan efek samping terhadap lambung, ginjal dan trombosit.
Dari sekian banyak obat-obatan antipiretik asetaminofen (paracetamol) adalah paling aman. Di jaringan perifer asetaminofen adalah penghambat siklooksigenase-2 yang lemah, tetapi di otak oleh sistem sitrokrom p-450, asetaminofen ini akan dioksidasi sehingga memiliki sifat penghambat enzim siklooksigenase-2 (COX-2) yang kuat. Metode Fisik: Kompres air hangat-hangat kuku disekitar tubuh diharapkan akan terjadi vasodilatasi dan perangsangan kelenjar keringat sehingga terjadi penglepasan panas yang besar.
2. DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
PENGERTIAN DHF adalah suatu infeksi arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk spesies aides. Penyakit ini sering menyerang anak, remaja, dan dewasa yang ditandai dengan demam, nyeri otot dan sendi. Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever ( DHF ).
PATOFISIOLOGI Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjarkelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravasku ler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia,
efusi dan renjatan. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler ibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat. KLASIFIKASI WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu : Derajat I Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi. Derajat II Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi. Derajat III Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( ≤ 120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 → 120/100 → 120/110 → 90/70 → 80/70 → 80/0 → 0/0 ) Derajat IV Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ≥ 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru. TANDA DAN GEJALA Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dangejala lain adalah : 1. Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan. 2. Asites 3. Cairan dalam rongga pleura ( kanan ) 4. Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma
PEMERIKSAAN DAN DIGNOSIS
Trombositopeni ( ≤ 100.000/mm3)
Hb dan PCV meningkat ( ≥ 20% )
Leukopeni ( mungkin normal atau lekositosis )
Isolasi virus
Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder
Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali ( setiap jam atau 46 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan )
Faal hemostasis
FDP
EKG
Foto dada
BUN, creatinin serum
PENATALAKSANAAN Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue : 1. Panas 1-2 hari disertai dehidrasi ( karena panas, muntah, masukan kurang ) atau kejang-kejang. 2. Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji tourniquet positif / negatif, kesan sakit keras ( tidak mau bermain ), Hb dan PCV meningkat. 3. Panas disertai perdarahan. 4. Panas disertai renjatan Grade I dan II :
Oral ad libitum
Infus cairan Ringer Laktat dengan dosis 75 ml/Kg BB/hari untuk anak dengan BB <>
Grade III
Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus
tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut : • 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB <>
Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander ( dextran L atau yang lainnya ) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan
Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.
DAFTAR PUSTAKA Sumarmo S, Herry G, Sri rezeki, dkk. Infeksi Virus Dengue. Dalam : Buku Ajar Infeksi dan Ped iatri Tropis. 2nd ed. Jakarta : 2010 ; 153 – 62 ) Sudig Sastroasmara. Demam Berdarah Dengu. Dalam : Panduan Pelayanan medis departemen IKA. Cetakan pertama. Jakarta: 1999 ; 153-62) Yasmin A. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Diagnosis,Pengobatan, Pencegahan dan Pengendalian. 2nd edition ed. Jakarta : EGC, 1999 ; 9-47 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V jilid III. Jakarta : Interna Publishing. 200 9 WHO Demam Berdarah Dengue edisi 2. Jakarta: EGC