DEMAM BERDARAH DENGUE A. DEFINISI
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di
Asia Tenggara. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4.
Klasifikasi kasus Dengue
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
B. PATOFISIOLOGI
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yaitu nyamuk Aedes aegypti betina. Setelah virus masuk ke tubuh manusia, virus memasuki masa inkubasi selama 4-10 hari dimana virus melakukan replikasi dalam sel makrofag dan membentuk kompleks antigen-antibodi. Kompleks antigen-antibodi menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular, sehingga menyebabkan keadaan hipovolemik dan syok. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang hingga mencapai 30%, ditandai dengan meningkatnya kadar hematokrit dan penurunan kadar natrium. Kompleks antigen-antibodi juga menyebabkan agregasi trombosit sehingga trombosit dihancurkan oleh RES ( Reticulo Endothelial System) dan terjadi keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit menyebabkan pengeluaran platelet factor III dan mengakibatkan koagulopati konsumtif (KID = Koagulasi Intravaskular Deseminata) yang ditandai dengan peningkatan FDP (Fibrinogen Degredation Product ) sehingga terjadi penurunan factor pembekuan darah.
C. PATOGENESIS
Ada tiga fase dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, yaitu fase demam (febrile phase), fase kritis (critical phase), dan fase reabsorpsi (reabsorption phase). Fase demam (febrile phase)
Pasien mengalami demam tinggi secara tiba-tiba selama 2 – 7 hari, muka merah (facial flushing), nyeri/linu di seluruh tubuh, nyeri otot (myalgia), nyeri sendi (arthalgia) sakit kepala, dan eritema pada kulit. Pasien juga dapat mengalami anoreksia, mual, dan muntah. Masalah klinis yang mungkin timbul pada fase ini adalah dehidrasi, dan pada anak-anak,
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
demam karena infeksi dengue lebih besar. Selain itu pada fase ini tingkat keparahan penyakit sulit dibedakan. Fase kritis (critical phase)
Fase ini biasanya ditandai dengan penurunan suhu menjadi 37,5-38oC atau kurang, dan akan terus bertahan di bawah temperature di atas. Pasien pada tahap ini mempunyai resiko tertinggi terhadap segala manifestasi klinis akibat kebocoran plasma dan perlu dimonitor dengan seksama. Terapi yang tepat untuk mengganti kekurangan cairan dan menstabilkan volume intravascular sangat penting. Kebocoran plasma yang sangat signifikan biasanya berlangsung 2448 jam. Sebelum terjadi kebocoran plasma, leucopenia biasanya diikuti dengan penurunan jumlah trombosit cepat. Pada fase ini beberapa indicator seperti penurunan suhu atau peningkatan hematokrit (peningkatan ≥ 20% dari baseline), trombositopenia (≤100.000 sel/mm3), hipokolesterolemia, hipoalbuminemia, efusi pleura, pada tampakan sinar X, dan adanya asites dapat ditemukan. Monitoring yang diperlukan untuk pasien dengan kebocoran plasma mencakup seluruh parameter hemodinamik yang berkaitan dengan kompensasi syok, diantaranya : trakikardia yang tidak diikuti adanya demam, denyut nadi melemah, ekstremitas terasa dingin, narrowing pulse (tekanan darah Sistole-diastole <20mmHg), penundaan pengisian pembuluh darah kapiler (>2 s) dan oliguria. Syok dapat terjadi terutama pada pasien yang kehilangan banyak cairan dan dikategorikan sebagai DSS. Syok yang lama dapat menyebabkan metabolic,
dan
penyebaran
penggumpalan
darah
kerusakan organ, asidosis
intravascular
yang
akhirnya
dapat
mengakibatkan kematian Fase reabsorpsi (reabsorption phase)
Tahap ini dimulai jika pasien dapat bertahan dari fase kritis. Pada fase ini, kebocoran plasma berhenti dan cairan dari ruang ekstravaskuler diserap kembali, kondisi pasien meningkat,
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
cukup khas. Masalah klinis yang berhubungan dengan fase ini biasanya terkait dengan manajemen cairan intravena. Hipervolemia atau fluid overload dapat terjadi jika cairan IV yang diberikan terlalu banyak atau waktu pemberian terlalu panjang.
D. MANIFESTASI KLINIS Berikut adalah manifestasi klinis penyakit DBD, diantaranya :
Demam tinggi mendadak, kadang bifasik (saddle back fever)
Nyeri kepala berat
Nyeri belakang bola mata
Nyeri otot, tulang dan sendi
Mual, muntah
Timbulnya ruam yang berbentuk makulopapular, ruah merah halus, petekia
Tanda-tanda berbahaya :
Nyeri perut
Muntah yang menetap/terus-menerus
Akumulasi cairan
Perdarahan mukosa (mimisan, perdarahan gusi)
Letargi dan restlessness
Hepatomegali > 2cm
Peningkatan hematokrit yang disertai dengan penurunan jumlah platelet yang cepat
Kriteria Dengue Berat :
Syok (DSS)
Akumulasi cairan Perdarahan hebat
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
Gangguan fungsi organ jantung dan organ lain
E. DIAGNOSIS
Pada umumnya diagnosis DBD sulit ditegakkan pada awal penyakit karena tanda dan gejalanya yang tidak spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dengan penyakit infeksi virus influenza, campak atau demam tifoid. Case fatality rate dapat diturunkan secara signifikan apabila penderita dengan DBD/DSS dapat didiagnosis secara dini dan mendapatkan penatalaksanaan klinis dengan baik (Pusparini, 2004). Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi (Chen, 2009): 1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari. 2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut uji bendung positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematesis dan melena. 3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ml). 4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut : a. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin. b. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya. c. Tanda
kebocoran
plasma
hiponatremia, viremia.
seperti
efusi
pleura,
asites,
hipoproteinemia,
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
dengue karena dapat diperoleh hasil yang cepat dan sensitivitas mirip dengan uji hemaglutinasi inhibisi (HI) (Pusparini, 2004). Selain itu, WHO telah memberikan kriteria diagnosis penderita DBD baik secara klinis maupun laboratorium. Parameter laboratorium yang dijadikan acuan adalah kadar trombosit dan hematokrit. Kadar hematokrit dan trombosit adalah parameter untuk menilai kondisi penderita dan sebagai acuan dalam penatalaksanaan penderita (Soejoso, 1998).
F. TERAPI
Tujuan dari terapi bersifat simptomatik dan suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan. Terapi untuk DBD ada dua yaitu terapi non farmakologis dan terapi farmakologis. 1. Terapi Non Farmakologis
Pada fase demam pasien dianjurkan istirahat di tempat tidur selama masih demam. Selain itu dilakukan pemberian cairan elektrolit peroral, jus buah, air teh manis, sirop, susu, disamping air putih, serta oralit dianjurkan minimal 5 gelas per hari selama dua hari berturut-turut. 2. Terapi Farmakologis
Pada fase demam, untuk menurunkan suhu tubuh menjadi < 39oC, diberikan obat antipiretik parasetamol. Asetosal/aspirin dan ibuprofen tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis. Ada tiga kategori pasien DBD, yaitu : 1. Grup A
pasien rawat jalan
Merupakan pasien yang dapat menerima sejumlah cairan oral dan dapat mengeluarkan urin sedikitnya setiap 6 jam, dan tidak ada tanda-tanda lainnya selain demam. Terapinya : asupan cairan dan rehidrasi oral, jus buah, dan larutan yang
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
kadar gulanya). Hanya diberikan air putih sedikitnya 5 gelas per hari jika cairan elektrolit dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Pemberian parasetamol setiap 6 jam dengan dosis maksimum 4 gram per hari dan kompres bila perlu. Hindari pemberian aspirin dan ibuprofen atau AINS lain. Pada anak aspirin dapat menyebabkan Reye’s Syndrome. Konselingkan pada pasien dan keluarga untuk membawa pasien ke rumah sakit jika ditemukan tanda-tanda seperti tidak adanya perbaikan klinis, tanda-tanda klinis memburuk, sesak nafas, tangan dan kaki pucat dan/atau dingin, nyeri perut, muntah uang menetap atau terus berulang, letargi/ngantuk/kejang, perdarahan seperti mimisan atau gusi berdarah, muntah darah, melena, menstruasi berlebih serta tidak berkemih setiap 46jam.
2. Grup B
pasien rawat inap
Pemberian cairan isotonis seperti NaCl 0,9%, ringer laktat, atay larutan Hartmann dengan laju infuse mulai dengan 5-7mL/kg/jam untuk 1-2 jam, kemudian dikurangi menjadi 3-5 mL/kg/jam selama 2-4 jam, dan kemudian dikurangi menjadi 2-3 mL/kg/jam atau kurang sesuai dengan respon klinis untuk menjaga perfusi cairan yang ditandai dengan pengeluaran urin 0,5mL/kg/jam atau penurunan nilai hematokrit. Cairan intravena biasanya diperlukan hanya 24-48 jam. Pasien dengan tanda-tanda bahaya harus dimonitor hingga fase kritis terlewati dimana parameter yang harus diperhatikan adalah :
Tanda-tanda vital dan perfusi perifer setiap 1-4 jam hingga pasien melewati fase
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
Target resusitasi cairan adalah untuk memperbaiki perfusi sentral dan perifer yang ditandai dengan :
Penurunan trakikardia
Tekanan darah normal
Nadi normal
Ujung jari dan telapak kaki hangan dan berwarna merah muda
Capillary refill time < 2 detik
Pengeluaran urin ≥ 0,5 mL/kg/jam
Perbaikan kondisi asidosis metabolic
3. Grup C
pasien rawat inap + ICU
Kehilangan cairan harus segera diganti dengan larutan kristaloid isotonis atau pada kondisi syok hipotensi diberikan larutan koloid. Transfuse darah hanya diberikan jika terjadi perdarahan hebat. Parameter yang harus dimonitor dan target resusitasi sama seperti target yang tertera pada pasien grup B. Terapi Syok
Mulai resusitasi cairan intravena bolus yang pertama dengan larutan kristaloid isotonis 5-10 mL/kg/jam selama 1 jam. Kemudian dievaluasi kondisi pasien (tanda vital, hematokrit, capillary refill time, pengeluaran urin). Jika kondisi membaik, maka :
Laju cairan infuse intravena dikurangi secara bertahap menjadi 5-7mL/kg/jam selama 1-2
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
Jika kadar hematokrit menurun dan nilai hematokrit <40% pada anak-anak dan pada pria dewasa atau <45% pada wanita dewasa, maka diberikan transfuse darah. Penurunan hematokrit mengindikasikan adanya perdarahan.
Terapi Syok Hipotensi
Pasien dengan syok hipotensi harus diterapi dengan lebih serius. Mulai dari resusitasi carian intravena bolus yang pertama dengan larutan koloid atau kristaloid isotonis 20mL/kg selama 15 menit untuk mengatasi kondisi syok secepat mungkin. Kemudian dilakukan evaluasi kembali kondisi pasien (tanda vital, hematokrit, capillary refill time, pengeluaran urin).
Jika pasien membaik
jam
laju cairan infuse dikurangi menjadi 10mL/kg/jam selama 1
5-7mL/kg/jam selama 1-2 jam
3-5mL/kg/jam selama 2-4jam
2-3mL/kg/jam
tergantung status hemodinamiknya dan dipertahankan selama 24-48 jam.
Jika pasien belum menunjukkan keadaan vital yang membaik
pemeriksaan kadar hematokrit. Kadar hematokrit > 50%
maka dilakukan
diberikan cairan intravena
bolus yang kedua dengan larutan koloid dengan laju infuse 10-20 mL/kg/jam selama 0,51jam. Jika kondisi membaik setelah diberikan larutan koloid tersebut
kecepatan infuse menjadi 7-10mL/kg/jam selama 1-2 jam. Jika membaik
kurangi
cairan
infuse koloid diganti dengan larutan kristaloid isotonis dengan laju awal 5-7mL/kg/jam selama 1-2 jam lalu dikurangi bertahap sampai laju infuse 2-3 mL/kg/jam selama 24-48 jam tergantung tergantung status status hemodinamikny hemodinamiknya. a.
Jika setelah diberikan larutan koloid dengan kecepatan 7-10mL/kg/jam, kadar
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
Parameter yang harus dimonitoring pada pasien DBD syok adalah :
a. Tanda-tanda vital dan perfusi perifer setiap 15-30 menit hingga kondisi syok teratasi, kemudian setiap 1-2 jam. perhatikan tanda-tanda fluid overload (sesak nafas, efusi pleura, peningkatan jugular venous pressure). b. Pengeluaran urine setiap jam hingga kondisi syok teratasi kemudian setiap 4-6 jam dengan target pengeluaran urin 0,5mL/kg/jam. c. Kadar hematokrit sebelum dan sesudah pemberian cairan IV bolus sampai kondisi pasien stabil dan setiap 4-6 jam. d. Kondisi asidosis metabolic (arterial and venous gases, laktat, CO2 dan HCO3- total setiap 0,5-1jam sampai kondisi stabil. e. Kadar glukosa darah sebelum serusitasi cairan dan diulang sesuai indikasi f.
Fungsi organ (profil ginjal, profil hati, profil koagulasi) sebelum dan sesuah resusitasi cairan dan diulang sesuai indikasi.
MONOGRAFI OBAT NaCl 0,9%
larutan kristaloid isotonis yang merupakan cairan IV pilihan pertama untuk
resusitasi cairan, mengandung 95-105 mmol/L. Peringatan : pemberian dalam jumlah besar dapat menyebabkan asidosis hyperchloraemic dimana kondisi ini dapat membingungkan penetapan kondisi asidosis metabolic sehingga perlu dimonitoring kadar klorida atau laktat dalam darah. Jika terjadi asidosis hyperchloraemic Ringer Laktat
ganti cairan infuse dengan infuse RL.
mengandung 131 mmol/L Na dan 115mmol/L Cl dengan osmolaritas 273