KLIPING WIRAUSAHAWAN SUKSES Disusun untuk Memenuhi Tugas Tugas Mata Kuliah Pengantar Manajemen dan dan Kewirausahaan Kelas C
Oleh: Petrina Talita Putri
(NIM:140210101048)
Dosen Pengampu: Drs. Suharto, M.Kes.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER 2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................i A. Wirausahawan I: Budi Krisnadi .....................................................................................1
i.
Artikel ............................................................................................................................. 1
ii.
Ringkasan ........................................................................................................................ 3
B.
Wirausahawan II: Joyce .................................................................................................. 5
i.
Artikel ............................................................................................................................. 5
ii.
Ringkasan ........................................................................................................................ 8
C. Wirausahawan III: Eni Aryani ....................................................................................... 9
i.
Artikel ............................................................................................................................. 9
ii.
Ringkasan ...................................................................................................................... 12
i
A.
Wirausahawan I: Budi Krisnadi i.
Artikel Budi Krisnadi: Mimpi Bawa Produk Pelepah Pisang Lokal Mendunia Liputan6.com, Jakarta - Jika memiliki kreativitas, menyulap satu bahan menjadi sesuatu yang bernilai seni tinggi dan menghasilkan pundi uang tidaklah sulit. Seperti apa yang dilakukan Budi Krisnadi. Pria ini sukses memanfaatkan batang atau pelepah pohon pisang menjadi barang-barang fashion bernilai tinggi.
Budi memulai bisnis pelepah pisang karena muncul keinginan dalam benak untuk mengangkat produk lokal yang berasal dari bahan baku baku lokal tapi mampu menembus pasar global. "Makanya kita ambil inspirasi batang pisang, karena batang pisang dari mulai dari daun, buah, jantung, itu kan sudah sering digunakan dimanfaatkan, tetapi batangnya sendiri ini jarang dimanfaatkan. Makanya kita olah batang pisang ini jadi kertas, kertasnya jadi produk Omorfa Matia ini," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta.
Awal mula usaha Dengan keuletan, Budi bersama dengan seorang teman bernama Fia Nur Aisyah secara resmi membuka bisnis produk fashion dengan merk Omorfa Matia pada Februari tahun ini. Adapun pengambilan merek Omorfa Matia berasal dari bahasa Yunani, artinya mata yang indah. "Jadi filosofinya kita menganggap setiap orang 1
punya mata yang indah untuk menikmati karya seni yang indah juga, makanya kita ambil namanya Omorfa Matia," jelas Budi. Diakui Budi, inspirasi untuk membuat produk ini datang saat bertemu dengan perajin dari wilayah Garut, Jawa Barat. Para perajin ini telah lebih dulu memproduksi kertas dari batang pisang. Namun hasil produksi para perajin tersebut baru sebatas kertas biasa saja. "Kita ajak kerjasama, kertas ini untuk dijadikan produk yang bisa go global tadi, jadi valuenya tambah di situ," tambah dia. Saat memulai bisnis ini, Budi dan Fia merogok kocek sebagai modal usaha sekitar Rp 5 juta. Dari uang ini, keduanya mulai memproduksi barang-barang seperti tas, kotak tisu, binder, cover passport, topi, dan gelang yang semuanya terbuat dari pelepah pisang. Bahkan mereka berencana membuat lebih banyak varian produk seperti casing ponsel, kotak make-up, dining set, dan lain-lain.
Untuk harga yang ditawarkan pun terbilang kompetitif. Harga produk kategori original sekitar US$ 40-US$ 100 atau Rp 400 ribu hingga Rp 1 juta. Sementara untuk kategori khusus karena berkolaborasi dengan seorang pelukis bernama John Martono yang memberikan sentuhan karya lukis pada bagian luar tiap produk, harganya berkisar antara Rp 200 ribu sampai Rp 2 juta. "Ini kerjasama dengan pelukis John Martono, untuk satu desain ini paling kita bikin satu atau dua pieces saja, jadi sangat limited ," jelas pria kelahiran Bandung 8 Desember 1985 ini. Strageti Pasar Sejak awal membangun bisnis ini, Budi sudah menargetkan pangsa pasar produknya untuk bisa diekspor. Meski saat ini dia masih berfokus pada konsumen lokal karena animo konsumen dalam negeri pun cukup besar, kendati saat ini masih terbatas pada segmen menengah ke atas. Salah satu cara untuk dapat merambah pasar internasional, Budi menitipkan produknya kepada John Martono saat melakukan pameran lukis di Australia dan China. Selain itu, dia juga bekerjasama dengan tokotoko di Bali untuk menjual produknya sekaligus memperkenalkan kepada wisatawan asing yang datang. Meski masih terhitung baru, namun Budi mengungkapkan bahwa dalam satu bulan, dirinya bisa menjual sekitar 60 item produk. Penjualan terbesar masih melalui online dan penjualan melalui gerai Omorfa Matia di Bandung.
2
Proses Produksi Untuk bahan baku, Budi mengaku tidak menemui kendala karena semuanya berasal dari dalam negeri. Pasokan bahan baku kulit misalnya, biasa dipasok dari wilayah Bandung. Sedangkan untuk pelepah pisang, sangat melimpah di daerah Garut dan sekitarnya. "Bahan baku yang utama masih di kertas batang pisang, tapi untuk kekuatan kita di bagian dalam kalau misalnya untuk tas ya, kita tetap pakai kulit sapi," tutur dia. Dalam proses produksi, Budi kerjasama dengan banyak perajin sebagai pemasok kertas pelepah pisang serta membuat bentuk produk yang diinginkan sesuai dengan desain, yang telah ditetapkan tim. "Untuk produksinya sendiri masih melibatkan perajin lokal di Bandung itu kepalanya ada 1 orang dengan anak buah ada sekitar 5 orang. Kalau yang di Garut saya kurang tahu persis tapi itu satu kampung," katanya. Meskipun rumit, namun proses produksinya pun terhitung cepat. Misalnya untuk produk tas, para perajin mampu menghasilkan 2 item tas per hari. Sedangkan untuk produk lain dalam satu hari bisa produksi lebihh banyak lagi. Jika dihitung, dalam satu bulan dia memproduksi 500 item untuk beragam jenis produk. "Cepet kok , ini juga kita proses yang ini (tas) kita bikin sekitar 16 item, cuma proses 10 hari dan itu semuanya handmade," ungkapnya. Meskipun jenis produk-produk yang ditawarkan Omorfa Matia terbilang umum, namun menurut Budi, yang membedakan dengan produk-produk lain adalah penggunaan kertas dari pelepah pisang yang saat ini masih sangat jarang sehingga diyakini masih belum banyak pesaing dalam hal ini. "Pertama, value saya tekankan dari mulai bahan baku, bahan baku yang main batang pisang masih sedikit. Dan yang kedua dari online, jadi untuk meraih pasar yang lebih luas memang website kita dibikin bagus, sosial media kita dibikin bagus," tuturnya. Kedepannya untuk target jangka pendek, pria lulusan S1 Managemen Fakultas Ekonomi Unversitas Padjajaran ini ingin membuka satu toko di tempat yang strategis di Bandung. Sedang target jangka pendek, dia ingin produk-produknya tersebut bisa menembus pasar internasional sehingga bisa lebih banyak memberdayakan perajin lokal. (Dny/Nrm) Sumber: http://bisnis.liputan6.com/read/2052563/budi-krisnadi-mimpi-bawa-produk pelepah-pisang-lokal-mendunia ii. Ringkasan Budi Krisnadi bersama dengan seorang teman bernama Fia Nur Aisyah membuka bisnis produk fashion dengan merk Omorfa Matia yang memiliki sebuah gerai di Bandung. Mereka memanfaatkan bahan baku lokal yaitu batang atau pelepah pohon pisang menjadi barang-barang fashion bernilai tinggi seperti tas, kotak tisu, binder, cover passport, topi dan gelang. Untuk mengolah pelepah pohon pisang, mereka bekerja sama dengan pengrajin dari wilayah Garut, Jawa Barat. Selain itu, mereka juga berkolaborasi dengan seorang pelukis bernama John Martono untuk mendesain beberapa produk limited edition serta menitipkan produk Omorfa Matia kepada John Martono saat melakukan pameran lukis di Australia dan China. Saat 3
memulai bisnis, mereka mengeluarkan modal sebesar lima juta rupiah. Dalam satu bulan, mereka bisa menjual hingga 60 item produk dengan kisaran harga 200 ribu hinga dua juta rupiah.
4
B.
Wirausahawan II: Joyce i.
Artikel Kisah Sukses Pengusaha Souvenir "Clay Tepung" di Salatiga
UNGARAN, KOMPAS.com - Tepung adalah tepung, jamaknya dipakai untuk membuat adonan makanan. Tapi tahukah anda, tepung juga bisa diolah menjadi salah satu barang kerajinan yang menarik dan bernilai ekonomi tinggi. Di tangan Joyce (40), warga Jalan Menur nomor 4, Kecamatan Sidorejo, Salatiga ini, tepung bisa disulap menjadi aneka model patung, gantungan kunci, hiasan kulkas dan aneka souvenir menarik lainnya. Joyce yang mempunyai latar belakang pendidikan farmasi ini menemukan clay alternatif yang terbuat dari tepung. Istilah clay sebenarnya berarti tanah liat. Dalam dunia handycraft kata clay merujuk pada malam, salah satu bahan yang liat dan mudah dibentuk. Namun Joyce "mengakali" materi clay dengan clay tiruan yang menggunakan bahan seperti tepung maizena, lem kayu, pengawet makanan natrium benzoat. "Saya menyebutnya dengan istilah clay tepung. Kalau diwarnai sekilas menyerupai malam (lilin mainan)," kata Joyce, yang menaungi bisnis handycraft di bawah bendera Rumah Kreativitas JOY ART, pekan lalu. Adonan clay tepung berwarna putih ini wujudnya lunak. Sehingga, kontur yang kenyal atau liat ini mudah dibentuk. Untuk itu, pembentukan kreasi ini tidak memerlukan cetakan, cukup dibentuk menggunakan tangan saja (handmade ). Dengan adonan clay ini, dia dapat membuat aneka kreasi sesuai dengan imajinasi atau keinginan sesukanya. Sedangkan untuk pewarnaannya, bisa menggunakan pewarna makanan, cat air, cat poster maupun cat acrylic.
5
"Dalam bisnis kita harus cermat menangkap peluang. seperti kemarin piala dunia, kita membuat kreasi Clay tepung bertema World Cup 2014 berupa patung maskot World Cup dan pemain bola, gantungan kunci, hiasan (magnet) kulkas, hiasan pulpen," ungkap Joyce. Ia menjual produk bertema World Cup tersebut dengan harga bervariasi, tergantung pada model dan ukurannya. Sebagai contoh, untuk kreasi patung dengan tinggi sekitar 10 cm, harga berkisar dari Rp 35 ribu hingga Rp 75 ribu. Untuk kreasi gantungan kunci dan magnet kulkas Rp 12 ribu - Rp 25 ribu. Kreasi pulpen harga Rp 10 ribu - Rp 12 ribu. "Kalau omzet, tidak tentu ya mas. Fluktuatif, kadang ramai kadang sepi," kata dia. Bergelut di bisnis kerajinan ini, Joyce mengaku modal awal yang dikeluarkannya hanya sekitar Rp 500 ribu, karena bahan clay tepung ini adalah bahan yang murah dan mudah didapat di pasaran. Kreativitas Joice dalam mengolah clay tepung ini juga tidak membutuhkan peralatan yang mahal atau impor, cukup memanfaatkan barang-barang yang ada di rumah. "Saya dari awal punya prinsip tidak mau tergantung pada peralataan yang mahal atau impor. Sebagai contoh, saya hanya membutuhkan alat bantu dari sedotan yang ujungnya dipotong setengah lingkaran untuk membentuk mulut. Tusuk gigi untuk membuat lubang-lubang. Pisau untuk membuat sayatan dan pipa paralon atau gelas untuk menggilas," ungkap Joyce. Bisnis handycraft dari clay tepung ini sangat menggiurkan. Bahkan, Joyce rela hengkang dari pekerjaan tetapnya sebagai dosen dan beralih profesi sebagai pengusaha. Demi pemasaran produk ini, dia lebih banyak melakukan transaksi online, sehingga pemesan tidak hanya terbatas dari dalam kota, tetapi juga banyak dari luar kota.
"Saya memulai bisnis ini sejak tahun 2008, setelah saya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan saya sebagai dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFAR) YAPHAR, Semarang. Pada awalnya banyak yang sinis, bahkan keluarga saya sendiri awalnya tidak setuju saya bekerja dibidang ini. Tapi menurut saya, setiap bidang pekerjaan punya kelebihan dan keunikan masing masing," ungkap Joyce. Saat ini, Joyce tidak hanya membuat dan menjual kerajinan clay tepung. Dengan dibantu dua orang pegawai, dia juga melayani pesanan pembuatan souvenir dengan materi lain seperti lilin, fiberglass, gypsum, kreasi cangkang telur dengan dekorasinya menggunakan chocolate clay dan fondant (palstic icing). "Kami juga membuka kursus kreativitas bagi anak-anak maupun dewasa. Tidak hanya terbatas pada kerajinan, tapi juga produk makanan seperti cookies," ujar Joyce.
6
Cerita dari ruang perpustakaan Keberhasilan Joyce sebagai pengusaha kerajinan clay tepung tidak lepas dari backgroud-nya dalam bidang farmasi yang sejak awal dia geluti. Lulusan sarjana farmasi UGM ini pernah tercatat sebagai staf penelitian dan pengembangan di Sekolah Santa Laurensia, Serpong Tangerang dan terakhir sebagai dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (Stifar) "Yaphar" Semarang. "Kebetulan saya sangat menyukai dunia sains, saya senang mengolah bahan. Saya mencoba membuat produk sains yang banyak dipakai dalam kehidupan seharihari seperti sabun, lilin dan barang-barang fiberglass," tutur Joyce. Suatu hari di perpustakaan sekolah, Joyce membaca sebuah buku sains yang di dalamnya ada sebuah teori yang mengatakan bahwa tepung kalau dicampur dengan lem putih (lem kayu) akan menghasilkan adonan yang kalau di-angin-anginkan dapat mengeras dengan sendirinya. "Tapi di dalam buku tersebut tidak dijelaskan detail, termasuk tentang jenis tepung yang dimaksud," kata dia. Terlintas dibenak Joyce untuk memulai wirausaha. Kenapa mesti bekerja dengan orang lain, jika dengan pengetahuannya itu selama ini ia sudah bisa membuat berbagai macam barang. Hingga akhirnya Joyce memberanikan diri untuk berhenti mengajar dan bertekad menekuni bisnis handycraft. Usaha Joyce berpindah haluan dari dunia akademik menjadi pengusaha handycraft tidaklah mulus. Bahkan ia sempat kembali mengajar di Semarang, setelah usahanya gulung tikar karena jeblok di pemasaran. "Saya mencoba clay tepung pada Februari 2008. Untuk mendapatkan hasil yang halus, perlu jam terbang tinggi. Dari awal membuat sampai memperoleh hasil yang benar-benar halus dan layak jual, butuh waktu sekitar 3 bulan. Untungnya saya punya background pendidikan farmasi. Sehingga ada pengetahuan tentang sifat-sifat bahan," kata dia.
Adonan clay tepung ini sifatnya mudah mengeras kalau terkena udara, sehingga membentuknya harus cepat. Menurut Joyce, keterampilan tangan sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan, sehingga butuh orang yang memiliki bakat dan keterampilan tinggi. "Juga harus telaten, tapi tidak berarti yang tidak ada bakat tidak bisa mengerjakan. Semua tergantung pada niat dan usaha. Kalau sering latihan lama-lama bisa," tegasnya. Tidak disangka, produk yang dihasilkan Joyce ini ternyata banyak yang tetarik. Banyak yang ingin membeli sekaligus ingin mempelajari cara membuatnya. "Dari situ akhirnya saya membuat kursus pada bulan Agustus 2008. Sedangkan pemasaran produk dan kursus saya lakukan dengan berjalan kaki dari satu
7
toko ke toko yang lain untuk menitipkan brosur, sehingga banyak yang mengenal produk saya, memesan dan kursus," ujar dia. Apresiasi dan dukungan dari konsumen terhadap produknya membuat Joyce semakin mantap untuk menjalankan bisnis ini. Kini ia bisa membuktikan, jika bisnis ini banyak mendatangkan keuntungan, tidak hanya finansial namun juga aktualisasi dari kemampuan diri. "Saya tidak merasa gengsi karena dianggap turun kelas. Tapi justru bisa berbagi ilmu lebih nyata kepada orang banyak. Dari memberi kursus saya bisa memberikan inspirasi dan motivasi kepada orang lain untuk berwirausaha," imbuhnya. Joyce sangat mengharapkan, bisnis yang digelutinya ini, ke depan bisa lebih dikenal luas oleh masyarakat. Bahkan termasuk ke luar negeri. "Syukur bisa ekspor. Semoga bisa membuat lapangan kerja lebih luas," kata Joyce. Sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/08/01/100000826/Kisah.Sukses.Pengus aha.Souvenir.Clay.Tepung.di.Salatiga ii. Ringkasan Joyce, 40 tahun, merupakan warga Salatiga yang beralih profesi dari dosen farmasi menjadi seorang wirausaha pada tahun 2008. Joyce menaungi bisnis handycraft di bawah bendera Rumah Kreativitas JOY ART. Bahan baku pembuatan bisnis handycraft -nya adalah clay yang terbuat dari campuran tepung maizena, lem kayu, dan pengawet makanan natrium benzoat. Clay tersebut kemudian disulap menjadi aneka model patung, gantungan kunci, hiasan kulkas, dan aneka souvenir. Dengan menggunakan bahan baku yang murah dan mudah didapat di pasaran, Joyce memulai usahanya dengan bermodal 500 ribu rupiah. Selain kerajinan clay tepung, Joyce juga membuat souvenir dengan bahan lain seperti lilin, dan fiberglass. Rumah Kreativitas JOY ART juga membuka kursus kreativitas bagi anak-anak maupun dewasa.
8
C.
Wirausahawan III: Eni Aryani i.
Artikel Kaleng Bekas Made in Eni: Bernilai Ratusan Juta Hingga Tembus Pasar Australia
Bagi sebagian orang, sampah sering dianggap sebagai barang yang tidak berharga. Namun di tangan Eni Aryani (37), sampah justru menjadi sumber pemasukan tambahan dengan omzet yang cukup besar. Dengan hanya bermodal kaleng dan kayu bekas, Eni mampu meraup omzet hingga puluhan bahkan ratusan juta setiap bulannya. Ia berhasil menyulap sampah seperti kaleng dan kayu bekas menjadi barang hiasan dan kerajinan tangan yang memiliki nilai jual. “Jadi Wastraloka ini usaha yang bergerak di bidang hiasan dan dekorasi rumah yang dihias oleh seni lukisan.” ujar Eni kepada indotrading.com, Jumat (28/10/2016). Eni mengatakan barang hiasan kerajinan tangan yang ia buat biasanya berasal dari kaleng dan kayu bekas serta memiliki ciri khas keunikan yang berbeda dari produk kerajinan tangan lainnya. Selain itu, Eni juga memberikan sentuhan berbeda pada motif dan desain agar menarik perhatian para pelanggannya.
Alhasil, wanita kelahiran Yogyakarta, 22 Desember 1979 ini telah berhasil membuat lebih dari 20 macam produk, misalnya kaleng kerupuk, tenong, guci tempel, vas bunga, ceret angkringan, dan barang-barang keperluan rumah tangga lainnya. “Ada kotak pos, kaleng untuk tempat kerupuk dan kue, ember, pensil, ceret angkringan, siraman bunga, tenong, dan lain lain,” jelas Eni. 9
Meski hanya berasal dari kaleng dan kayu bekas, barang hiasan kerajinan tangan buatan Eni ternyata dijual cukup mahal yaitu dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Salah satu alasannya adalah karena semua barang hiasan kerajinan tangan dibuat sepenuhnya dengan menggunakan tangan (handmade). “Mulai dari Rp 200 ribu hingga Rp 1,2 juta (per item). Yang paling mahal itu biasanya hiasan atau pajangan yang custom,” uca p Eni. Ubah Barang Bekas Jadi Barang Berkualitas Eni Aryani merintis bisnis Wastraloka sejak tahun 2014 lalu. Ia membuat berbagai macam barang hiasan kerajinan tangan yang memiliki nilai jual hingga jutaan rupiah. Namun siapa sangka saat pertama kali bisnis ini dirintis, Eni tidak mengeluarkan modal yang cukup besar. Hal ini disebabkan karena Eni hanya memanfaatkan barang-barang bekas seperti kaleng dan kayu bekas yang sudah tidak terpakai. “Hampir sebagian besar kan kita menggunakan material nya kaleng dan seng, tapi ada juga kayu dan benda-benda lainnya yang notabene-nya sudah tidak digunakan lagi,” kata Eni. Karena terbuat dari barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai, Eni mengaku tidak pernah merasa kesulitan mencari barang bekas. Barang bekas biasa ia dapatkan dari pabrik atau peralatan elektronik rusak yang sudah tidak terpakai. Eni juga kerap mendapatkan suplai barang bekas dari para pengepul. Kebetulan di sekitar tempat tinggalnya banyak pengepul yang siap sedia memasok barang-barang bekas secara rutin kepadanya. “Kebetulan semua sumber daya itu ada di sekitar kita. Di daerah kami itu isinya adalah pengrajin semua. Jadi bahan-bahan bekas untuk bahan material ini ada semua dan mudah didapat. Bahan seperti seng dan kaleng ada pengepulnya sendiri juga,” papar Eni. Setelah terkumpul, barang bekas tersebut kemudian dipilih dan dibersihkan. Kemudian barang bekas kembali masuk ke tahap sortir hingga dirancang menjadi sebuah barang hiasan baru oleh para pengrajin. Eni juga menambahkan beberapa kreasi motif gambar unik di setiap barang hiasan kerajinan tangan yang ia buat. Misalnya motif batik, bunga, sampai angsa yang terkesan eksotik. “Kaleng kita ambil sisa-sisa dari pabrik, seperti kulkas. Dari sisa itu kita ada pengrajin untuk membentuknya, dari desain kita sendiri juga ada, dari desain yang sudah jadi atau sudah umum juga ada, misalnya kaleng kerupuk kan desain umum, tapi kita modifikasi, bagaiamna kaleng itu bisa beda dengan kaleng yang lain. Nah setelah desain kalengnya sudah jadi, kita membat cat dasar putihnya,” tuturnya.
10
Eni mengklaim barang kerajinan tangan buatannya memiliki kualitas yang cukup tinggi meski sebagian besar dibuat dari barang-barang bekas. Agar berkualitas dan barang tahan lama, Eni menggunakan cat akrilik. Penggunaan cat akrilik diperlukan terutama agar barang kerajinan tangan miliknya bisa bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama. “Yang kita gunakan adalah cat akrilik. Sebenarnya cat tapi berbasis air dan dicampurnya juga pake air, cat akrilik itu tidak mudah terhapus. Setelah itu kita sketch dan kita warnai dengan cat akrilik tadi kemudian di-coating agar ngunci, agar tidak luntur, dan kena panas pun masih aman,” ujar Eni. Dengan Modal Rp 5 Juta Mampu Raup Omzet Hingga Ratusan Juta Pada saat bisnis Wastraloka berdiri di tahun 2014, Eni mengaku hanya menggelontorkan modal sebesar Rp 5 juta. Modal tersebut sebagian besar digunakan untuk membeli bahan baku berupa barang bekas serta cat akrilik yang digunakan sebagai pewarna. “Saya waktu itu mengeluarkan modal awal sebesar Rp 5 juta,” ujar Eni. Setelah berjalan satu tahun, usahanya terus berkembang. Permintaan barang kerajinan tangan miliknya terus mengalami peningkatan setelah Eni membangun sistem pemasaran secara online. “Kalau tempat workshop sih di Yogyakarta. Tapi unuk pemesanan bisa melalui telepon, Whatsapp, Instagram, dan website,” tambahnya. Dengan besarnya permintaan maka tidak heran bila omzet yang didapat Eni cukup besar. Eni mampu meraup omzet hingga puluhan juta rupiah setiap bulannya. Bila beruntung, omzet yang didapat bahkan bisa mencapai ratusan juta rupiah. “Kalau omzet sih naik turun. Kalau saya mengikuti pameran omzetnya bisa mencapai puluhan juta bahkan Rp 100 juta. Kalau bulan biasa, tidak mengikuti pameran, paling di atas Rp 20 juta,” ucapnya. Singkat cerita, produk Wastraloka semakin dikenal banyak orang. Apalagi setelah setahun menjalankan bisnis ini atau tepatnya di tahun 2015, Eni mulai mendapatkan tawaran untuk mengikuti ajang pameran kerajinan tangan terbesar di Indonesia, Inacraft. Eni menceritakan awalnya ia mengalami dilema. Hal ini karena untuk bisa mengikuti ajang Inacraft 2015, ia harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Untungnya, saat itu ia berhasil mendapatkan modal mengikuti Inacraft 2015 dari uang asuransi. “Tahun 2015 tiba -tiba ada tawaran untuk ikut Inacraft. Nah untuk modal ke Inacraft itu pas kebetulan uang saya dari asuransi cair. Jadi bisa digunakan untuk modal ke Inacraft. Kan modal untuk pameran Inacraft secara mandiri tidak sedikit, sekitar belasan juta. Itu pas saya diajak pas ada permintaan produk dari customer ,” papar Eni. Eni mengaku beruntung bisa mengikuti ajang Inacraft 2015. Bagi Eni ajang Inacraft 2015 dapat membantu dirinya membuka pasar kerajinan tangan yang jauh lebih luas. Namun saat mengikuti ajang ini, Eni mengaku ada sedikit kendala teknis. “Kita sebenarnya kesulitannya itu akses penyelenggaranya. Kalau awal -awal sebagai pemula atau pengusaha-pengusaha startup lebih ke informasi persyaratannya. Inacraft kan ada syaratnya seperti harus jadi anggota ASEPHI (Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft Indonesia),” jelas Eni.
11
Sukses Diekspor ke Pasar Jepang Hingga Australia Setelah dua tahun menggeluti bisnis barang kerajinan tangan Wastraloka dan mendapatkan omzet yang cukup besar, Eni mengaku ingin lebih fokus menggarap bisnisnya. Wanita yang sehari-hari bekerja sebagai karyawan swasta ini berniat ingin mengundurkan diri dari perusahaannya saat ini. “Saya sampai sekarang masih kerja kantoran juga dan tengah proses untuk resign karena ingin fokus ke usaha saya,” tegas Eni. Sementara itu ketika ditanya mengenai lokasi produksi Wastraloka, Eni mengatakan ia memiliki tempat workshop kerajinan tangan yang berpusat di kota Yogyakarta. Namun, Wastraloka juga memiliki sebuah galeri pemasaran di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.
Dari berbagai macam barang kerajinan tangan yang dihasilkan, Eni mengatakan peminat produknya di dalam negeri cukup beragam. Pembeli tak hanya datang dari kalangan perorangan atau individu tetapi juga dari korporasi besar seperti hotel dan restoran. Tidak hanya itu, produk kerajinan tangan Wastraloka buatan Eni pun sudah dipasarkan ke berbagai negara. Misalnya pasar Jepang dan Australia. “Kita berusaha meraup pasar Indonesia. Kita juga sudah ada market di luar negeri, sudah ada di Australia dan Jepang. Waktu itu yang dikirim ke Jepang konsepnya adalah untuk gift . Nah kalau di Australia, kita sudah ada kerjasama dengan gallery seni di sana,” ujarnya. Sedangkan dalam proses pengerjaannya, Eni dibantu oleh 8 orang pegawai. Namun jika permintaan (order ) sedang banyak, Eni juga mempekerjakan 5 orang freelancer . “Kalau untuk pengrajin kalengnya ada tiga dan ada dua orang yang freelance. Kalau untuk pelukisnya itu ada 5 orang dan 3 orang yang freelance. Jadi kalau produksi lagi full , kita mempekerjakan freelance juga,” pungkas Eni. Sumber: http://news.indotrading.com/kaleng-bekas-made-eni-bernilai-ratusan-jutahingga-tembus-pasar-australia/
ii. Ringkasan Eni Aryani, 37 tahun adalah seorang karyawan swasta sekaligus seorang wirausaha. Usaha yang digeluti oleh Eni Aryani sejak tahun 2014 adalah usaha di bidang hiasan kerajinan dan dekorasi rumah yang dihias oleh seni lukisan. Beliau menggunakan barang-barang bekas utamanya kaleng dan kayu bekas sebagai bahan baku pembuatan kerajinan tersebut yang ia namakan Wastraloka. Produk-produk 12
Wastraloka yang dihasilkan diantaranya kaleng kerupuk dan kue, vas bunga, ceret angkringan, dan ember. Wastraloka telah memiliki tempat workshop yang berpusat di Yogyakarta serta galeri pemasaran di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Dengan modal awal sebesar lima juta rupiah, beliau dapat menyulap kaleng dan kayu bekas menjadi barang hiasan kerajinan tangan yang bernilai ekonomi tinggi sekaligus mengurangi jumlah sampah yang ada di lingkungan. Dalam pengerjaannya, beliau dibantu oleh 8 orang pegawai tetap dan 5 orang pegawai freelance. Seiring berjalannya waktu, kini omzet yang beliau dapatkan mencapat 20 hingga 100 juta rupiah per bulan serta telah diekspor ke pasar Jepang dan Australia.
13
14