Khilafah Ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
Pada masa kini sangat penting bagi kita yang bermazhab Ahlus Sunnah Wal Jama'ah untuk kembali pada ulama-ulama Aswaja dalam memahami isu-isu terkini termasuk hakikat Khilafah Islamiyah. Sebab jangan sampai kita menjadi asing dengan ajaran Aswaja itu sendiri, apalagi terpengaruh ajaran transnasional yang berbahaya seperti sekularisme, liberalisme, dan pluralisme.
Aswaja sendiri saya kira sangat clear mengenai fikih siyasah ini, dalam al-Farqu baina al-Firaq, Imam Abdul Qahir al-Baghdadi (w. 429 H) menyebut 15 prinsip Aswaja, dimana prinsip ke-12 adalah kewajiban adanya Khilafah-Imamah.
وقالوا في الركن الثانى عشر المضاف الى الخلافة و الإمامة إن الإمامة فرض واجب على الأمة لأجل إقامة الامام ينصب لهم القضاة والأمناء ويضبط ثغورهم ويغزى جيوشهم ويقسم الفىء بينهم وينتصف لمظلومهم من ظالمهم
Rukun ke-12 disandarkan pada Khilafah dan Imamah, bahwa Imamah adalah fardhu kewajiban bagi umat; keberadaannya untuk menegakkan Imam, mengangkat para qadhi dan pejabat yang amanah, menjaga perbatasan, mengatur pasukan, distribusi fa'i, dan menghentikan kezhaliman yang dilakukan pelakunya.
Dalam referensi Aswaja modern, semisal al-Imȃmah al-'Uzhma 'inda Ahl as-Sunnah wal Jamȃ'ah, juga dijelaskan keterangan memadai mengenai keunikan istilah tersebut.
وهكذا أخذت الإمامة معنى اصطلاحيا إسلاميا فقصد بالإمام خليفة المسلمين وحاكمهم و توصف الإمامة أحيانا بالإمامة العظمى أو الكبرى تمييزا لها عن الإمامة في الصلاة على أن الإمامة إذا أطلقت فإنها توجه إلى الإمامة الكبرى أو العامة كما أوضح ذلك ابن حزم رحمه الله
Demikianlah Imamah menjadi istilah yang Islami, Imam artinya Khalifah dan penguasa kaum muslim, kadang disebut Imamah 'Uzhma atau Kubra sebagai pembeda dengan istilah Imamah dalam shalat. Imamah jika disebut tanpa atribut maksudnya adalah Imamah Kubra atau kepemimpinan umum, sesuai penjelasan Ibnu Hazm rahimahullah.
Tentu yang tak kalah penting, sebagai kaum Aswaja, perlu mengingat kembali eksistensi Khilafah sejatinya termasuk ijma' yang wajib dihormati dan diamalkan. Karena itu wajar jika Ibnu Khaldun (w. 1332 H) angkat bicara mengenai wajibnya mengangkat seorang Imam.
إن نصب الإمام واجب قد عرف وجوبه في الشرع بإجماع الصحابة و التابعين لأن أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم عند وفاته بادروا إلى بيعة أبي بكر رضي الله عنه وتسليم النظر إليه في أمورهم وكذا في كل عصر من بعد ذلك ولم تترك الناس فوضى في عصر من الأعصار واستقر ذلك إجماعاً دالاً على وجوب نصب الإمام
Mengangkat seorang Imam (Khalifah) adalah kewajiban. Kewajiban tersebut dalam syariat diketahui berdasarkan ijma' sahabat dan tabi'in. Sebab ketika Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, para sahabat segera membaiat Abu Bakar ra dan menyerahkan pertimbangan berbagai urusan mereka kepadanya. Demikian pula yang dilakukan kaum muslim pada setiap masa, dan manusia tidak dibiarkan kacau tanpa Imam. Kenyataan semacam ini merupakan ijma' yang menunjukkan adanya kewajiban mengangkat seorang Imam (Khalifah).
Sebagai pengikut ajaran Aswaja yang baik, tentu kita tidak boleh mengabaikan penjelasan dan maqalah para ulama mengenai Imamah atau Khilafah tersebut. Karena ulama adalah pewaris para nabi, dari para ulama-lah kita bisa memahami aktivitas para Sahabat, terutama empat Sahabat utama: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali radhiallahu 'anhum, dalam menjalankan sistem Khilafah. Dan dari para Sahabat-lah kita bisa memahami syariah Islam yang disampaikan Baginda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam berbagai aspek kehidupan.
Walhasil, Khilafah dan Aswaja memiliki keterkaitan yang sangat erat, sebab kaum Aswaja sangat menaruh hormat pada para Sahabat ra, serta masalah Khilafah ini masuk dalam bagian tradisi masyhur yang tidak bisa diabaikan perannya dalam penyebaran ajaran Islam ke seluruh dunia. Melalui peran para Khalifah sepanjang sejarah peradaban Islam, beragam mazhab fikih terutama Ahlussunnah wal Jama'ah bisa tersebar secara luas di seantero dunia Islam. Sehingga dengan hadirnya buku ini, kaum Aswaja kembali diingatkan warisan fikih siyasah yang sangat berharga. Tidak hanya itu buku ini pun mengulas secara teliti isu mengenai kemungkinan pengamalan sistem Khilafah ala Minhaj Nubuwwah dalam konteks Aswaja. Semoga dengan hadirnya buku ini, akan bisa membuka cakrawala dan menambah khazanah keilmuan Islam di negeri dengan mayoritas muslim terbesar. Selamat membaca!
Purwakarta, 10 Jumadil Akhirah 1440 H/15 Februari 2018 M
Yan S. Prasetiadi, M.Ag
Mudir Ma'had Darul Ulum Purwakarta
Al-Farqu Baina al-Firaq, Maktabah Ibnu Sina, h. 300
Sulaiman ad-Dumaiji, al-Imȃmah al-'Uzhma 'inda Ahl as-Sunnah wal Jamȃ'ah, Dar at-Thayyibah, h. 32
Muqaddimah Ibn Khaldun, Dar Ya'rib: Damaskus, 2004, juz I, h. 366