Keterkaitan keperawatan dengan entomologi
Entomologi kedokteran adalah ilmu yang mempelajari serangga dan hewan sejenis seperti tungau, caplak, dan laba-laba dalam hubungannya dengan kesehatan manusia. Entomologi kedokteran selain mencangkup kesehatan manusia juga kesehatan hewan. Saat ini perkembangan ilmu dan teknologi di bidang kedokteran telah melaju dengan pesat seiring dengan meningkatnya populasi manusia dan berkembangnya penyakit-penyakit penyakit-penyakit yang ditularkan oleh serangga. Entomologi kini menjadi dasar utama dalam perkembangan entomologi kedokteran di samping ilmu-ilmu hewan lainnya, seperti arachnologi, akarologi, nematologi, bakteriologi, virologi, dan mikrobiologi. Ilmu-ilmu ini mempunyai keterkaitan antara satu dengan lainnya dan perlu dipahami untuk mengetahui hubungan antara serangga dan anggota-anggota arthropoda lainnya dengan patogen penyakit pada manusia dan hewan. Dalam ilmu keperawatan, seorang perawat harus mengetahui dan memahami ciri-ciri klasifikasi serangga dalam entomologi. Morf ologi umum serangga yaitu badan beruas-ruas, umbai-umbai beruas-ruas, dan memiliki eksoskelet. Klasifikasi serangga bertujuan untuk mempermudah dalam melakukan identifikasi atau mengenali jenis jenis serangga yang ada. Berdasarkan ciri-ciri yang dimilikinya, Arthropoda dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu: 1. Kelas Crustacea (golongan udang). 2. Kelas Arachnida Arachnida (golongan (golongan kalajengking kalajengking dan laba-laba). 3. Kelas Myriapoda (golongan luwing). 4. Kelas insect (golongan serangga).
Perawat juga harus memahami serangga sebagai vektor penyakit. Menurut ukuran besarnya peran dalam ilmu kedokteran serangga dapat dibagi dalam golongan:
Menularkan penyakit (vektor dan hospes perantara )
Menyebabkan penyakit (parasit)
Menimbulkan kelainan karena toksin yang dikeluarkan
Menyebabkan alergi pada orang yang rentan.
Menimbulkan entomofobia (perasaan (perasaan takut takut terhadap serangga, rasa takut disebabkan oleh bentuknya atau karena gerakannya)
Dari jenis jenis serangga yang ada ordo dipteri adalah jenis yang paling berperan sebagai vektor penyakit. Banyak penyakit penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri ataupun mikroorganisme lainnya yang menyebabkan penyakit, dibantu oleh serangga dalam penyebarannya khususnya ordo dipteri yaitu nyamuk dan lalat. Dalam kaitannya dengan keperawatan, perawat harus mengetahui beberapa cara serangga dapat menularkan penyakit, yaitu: 1. Penularan secara mekanik. Dari penderita ke orang lain dengan perantaraan bagian luar tubuh serangga. misalnya: telur cacing, kista protozoa, dan bakteri usus dapat dipindahkan dari tinja ke makanan melalu badan atau kaki serangga. Serangga yang berperan biasanya adalah lalat. 2. Penularan secara biologi. Berlangsung setelah parasit atau agen yang dihisap serangga vektor mengalami proses biologi dalam tubuh vektor seperti membelah diri ata upun bermutasi. Misalnya:
yersinia petis dalam pijal tikus (membelah diri)
plasmodium valciparum dalam nyamuk anopheles (bermutasi dan
membelah diri)
wucheria banerofti dalam badan nyamuk culex (bermutasi)
3. Penularan secara transovarian. Berlangsung distadium muda vektor. Telur dalam tubuh vektor menerima infeksi dan induknya, walaupun induknya telah mati mempertahankan penyebab penyakit yang diperoleh selama pertumbuhannya menjadi larva infektif dan kemudian menularkannya. Misalnya: Ricketsia tsutsugamushi dalam larva infektif (chigger) leptotrombidium.
Dalam keperawatan, patogenesis dan gejala klinis perlu dikenali sejak dini lalu selanjutnya dilakukan diagnose. Contohnya yaitu dari kasus kutu, lesi pada kulit kepala disebabkan oleh tusukan kutu rambut pada waktu menghisap darah. Lesi sering ditemukan di belakang kepala atau kuduk. Air liur yang merangsang menimbulkan papula merah dan rasa gatal yang hebat. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik (ditemukan kutu). Kutu betina melepaskan teluar berwarna abu-abu keputihan yang berkilau dan tampak sebagai
butiran kecil yang menempel di rambut. Kutu badan dewasa dan telurnya tidak hanya ditemukan pada rambut badan, tetapi juga pada lipatan baju yang bersentuhan dengan kulit. Contoh kedua yaitu kasus larva lalat. Gejala klinis myasis sangat bervariasi dan tidak spesifik tergantung pada bagian tubuh yang diinfestasi larva, yaitu demam, inflamasi, pruritus, pusing, vertigo, pembengkakan, dan hipereosinofilia. Kondisi tersebut dapat diperparah dengan adanya infeksi sekunder oleh bakteri. Penanganan myasis pada hewan cukup praktis dibandingkan dengan manusia yang umumnya dilakukan dengan pembedahan (operasi) pada bagian tubuh yang terserang. Diagnosis dibuat dengan menemukan larva lalat yang dikeluarkan dari jaringan tubuh, lubang tubuh atau tinja dilanjutkan dengan diagnosis spesies dengan cara melakukan identifikasi spirakel posterior larva. Cara lain adalah dengan memelihara larva hingga menjadi lalat dewasa lalu diidentifikasi. Pengobatan sangat dibutuhkan untuk menindaklanjuti perawatan yang diberikan oleh perawat, oleh karena itu perawat harus mengetahui pengobatan apa saja yang dapat dilakukan, contohnya pada kasus kutu digunakan Permethrin yang merupakan pengobatan kutu yang paling aman, paling efektif dan paling nyaman. Ada pula Malathion tersedia dalam bentuk lotion 0,5% dan 1% digunakan untuk kutu di kepala selain itu pula dapat digunakan anti parasit lainnya seperti Ivermectin, Lindane, Isopropyl myristate, Spinosad. Contoh lainnya yaitu tindakan medis yang akan dilakukan pada kondisi myasis karena larva lalat adalah membersihkan luka dari kotoran dan belatung. Kemudian dilakukan kuretasi untuk membersihkan jaringan yang mati, baru kemudian dijahit bila memungkinkan. Tentu terlebih dahulu diberikan antibiotika seperlunya untuk menghentikan infeksi dan mempercepat kesembuhan. Apabila kerusakan hanya tebatas pada jaringan otot, tingkat kesembuhannya cukup tinggi. Dalam keperawatan perlu adanya pengembangan dan pemanfaatan tek nologi guna menunjang proses keperawatan. Hal tersebut dapat diterapkan dalam pengendalian vektor. Pengendalian vektor bertujuan untuk mengurangi atau menekan populasi vektor serendah – rendahnya sehingga tidak berarti lagi sebagai penular penyakit. Pengendalian vektor dapat digolongkan dalam: 1. Pengendalian Secara Alami
Berhubungan dengan faktor-faktor ekologi yang bukan merupakan tindakan manusia. Faktor – faktor tersebut diantaranya adalah topografi, ketinggian, iklim, dan musuh alami.
2. Pengendalian Secara Buatan a. Pengendalian memodifikasi
Lingkungan atau
(Environment
memanipulaasi
Control ).
lingkungan,
Dengan
sehingga
cara
terbentuk
lingkungan yang tidak cocok (kurang baik) yang dapat mencegah atau membatasi perkembangan vector b. Pengendalian Kimiawi. Menggunakan bahan kimia yang berkhasiat membunuh serangga (insektisida) atau hanya untuk menghalau serangga. c. Pengendalian Mekanik. dengan cara menggunakn alat yang langsung dapat membunuh, menangkap atau menghalau serangga. d. Pengendalian
Fisik.
Menggunakan
alat
fisika
untuk
pemanasan,
pembukuan dan penggunaan alat listrik untuk pengadaan angin, penyinaran cahaya yang dapat membunuh atau untuk menggangu kehidupan serangga. e. Pengendalian Biologi. Dengan memperbanyak pemangsa dan parasit sebagai musuh alami bagi serangga, dapat dilakukan pengendalian serangga yang menjadi vektor atau hospes perantara. f.
Pengendalian Genetika. Beberapa cara dalam pengendalian ini seperti mengubah kemampuan reproduksi dengan jalan memandulkan serangga jantan. Pemandulan ini dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia.
Tjokronegoro, Arjatmo dan Utama, Hendra. 1998. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: FKUI. Iskandar Adang dkk. 1985. Pemberantasan serangga dan Binatang pengganggu. Jakarta: APK-TS.