KERUSAKAN HABITAT
Secara umum pengertian destruksi adalah perusakan, pemusnahan, penghancuran, penghancuran, atau pembinasaan, sedangkan habitat adalah tempat tinggal bagi makhluk hidup atau lingkungan fisik di sekitar makhluk hidup yang menunjang kehidupan makhluk hidup tersebut. Jadi secara bahasa destruksi habitat adalah musnahnya atau hancurnya habitat dan fungsinya sebagai tempat tinggal bagi makhluk hidup. Penyebab destruksi habitat secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu yang disebabkan oleh fenomena alam dan aktivitas manusia. Hunter dalam Kideghesho (2006) menyatakan bahwa ada tiga bentuk destruksi habitat yang ada di alam, yaitu degradasi, fragmentasi, dan hilangnya keseluruhan fungsi habitat. Ketiganya memiliki perincian sebagai berikut: 1. Degradasi habitat adalah berkurangnya kualitas habitat (faktor fisik f isik lingkungan) yang dapat diberikan dan disediakan lingkungan untuk menunjang kehidupan makhluk hidup di dalamnya (menurunnya standar faktor pembatas). 2. Fragmentasi habitat adalah proses yang yang terjadi secara secara alami dimana dimana bentang darat yang ada terbagi menjadi bagian-bagian kecil, atau sebagian kecil ekosistem alami, dan terisolasi dari acuan lingkungan awalnya atau lingkungan yang didominasi aktivitas manusia. 3. Hilangnya keseluruhan fungsi habitat terjadi ketika kualitas habitat dalam menyediakan kebutuhan hidup bagi makhluk hidup sangat rendah sehingga tidak dapat memberikan apapun lagi bagi makhluk hidup dan mahkluk hidup tidak dapat memanfaatkan apapun lagi dari lingkungannya RESTORASI EKOSISTEM
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P.64/Menhut II/2014, Restorasi Ekosistem adalah upaya untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) beserta unsur non-hayatinya (tanah dan air) pada suatu ekosistem kawasan dengan jenis asli, sehingga tercapai keseimbangan ekosistemnya. Lewis (2003) menambahkan bahwa Restorasi atau rehabilitasi dapat disarankan ketika suatu sistem telah berubah dalam tingkat tertentu sehingga tidak dapat lagi memperbaiki atau memperbaharui diri secara alami. Rahmawati (2002) berpendapat bahwa prinsip-prinsip dan pengetahuan ekologi merupakan sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melakakukan restorasi ekosistem rusak, karena hal mendasar yang harus diketahui dalam memahami berbagai masalah dalam merestorasi suatu ekosistem yang rusak. Hal mendasar tersebut seperti: pengetahuan tentang spesies, komunitas dan ekosistem, ekotype, substitusi spesies,interaksi antar individu, spesies dan ekosistem, serta suksesi. Merestorasi ekosistem rusak bertujuan untuk : (1). Protektif; dalam hal ini memperbaiki stabilitas lahan,mempercepat penutupan tanah dan mengurangi surface run off dan erosi tanah, (2). Produktif; yang mengarah pada peningkatan kesuburan tanah (soil ( soil fertility ) yang lebih produktif, sehingga bisa diusahakan tanaman yang tidak saja menghasilkan kayu, tetapi juga dapat menghasilkan produk non-kayu (rotan, getah, obat-obatan, buah-buahan dan lain-lain), yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat disekitarnya
(3). Konservatif; yang merupakan kegiatan untuk membantu mempercepat terjadinya suksesi secara alami kearah peningkatan keanekaragaman hayati spesies lokal; serta menyelamatkan dan pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan potensial lokal yang telah langka. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan restorasi habitat ekosistem menurut Waryono (2002) antara lain sebagai berikut: (1) Penanganan dan pengendalian lingkungan fisik dari berbagai bentuk faktor penyebabnya. Langkah-langkah kongkrit yang dilakukan untuk pengendalian lingkungan fisik, antara lain dengan melakukan kegiatan pembinaan dan peningkatan kualitas habitat, serta peningkatan pemulihan kualitas kawasan hijau melalui kegiatan reboisasi, penghijauan, dan atau perkayaan jenis tetumbuhan yang sesuai. (2) Pemulihan secara ekologis baik terhadap habitat maupun kehidupannya. Kegiatan pemulihan habitat, dilakukan terhadap kawasan-kawasan terdegradasi atau terganggu fungsi ekosistemnya, untuk mengembalian peranan fungsi jasa bioekohidrologisnya dan dilakukan dengan cara: (a) rehabilitasi, dan atau (b) Reklamasi habitat, sedangkan peningkatan kualitas kawasan mangrove dilakukan dengan pengembangan jenis tumbuhan yang erat kaitannya dengan sumber pakan, tempat bersarang atau sebagai bagian dari habitat dan lingkungan hidupnya. (3) Mengharmoniskan perilaku lingkungan sosial untuk tujuan mengenal, mengetahui, mengerti, memahami hingga pada akhirnya merasa peduli dan ikut bertanggung jawab untuk mempertahankan dan melestarikan. Mengharmoniskan perilaku lingkungan sosial dapat dilakukan dengan melakukan pemberdayaan masyarakat, seperti: (a) pembinaan masyarakat melalui penghijauan, pelatihan, dan penyuluhan (secara informal) (b) pendidikan formal, dengan memasukan muatan lokal pengenalan hutan dan lingkungan pada kurikulum nasional Pendidikan Dasar dan Menengah (SD, SLTP, dan SMU). (4) Meningkatkan akutabilitas kinerja institusi yang bertanggung jawab dan atau pihak-pihak terkait lainnya. Langkah konkrit di atas dapat dilakukan serasi dan selas serta sejalan berdasarkan kaidah-kaidah konservasi, akutabilitas kinerja petugas juga perlu dibekali dengan pengetahuan yang dinilai memadai.