1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam hidup sehari-hari, kita senantiasa dihadapkan pada pertimbangan-pertimbangan etika dalam mengambil keputusan atau untuk tidak mengambil keputusan. Ada beberapa hal yang berhubungan dalam pengambilan keputusan yang etis:
Pertimbangan tentang apa yang benar dan apa yang salah
Sering menyangkut pilihan yang sukar
Tidak mungkin dielakkan
Dipengaruhi oleh norma, situasi, iman, tabiat dan lingkungan sosial
Sehingga dapat diketahui pengambilan keputusan secara etis berdasarkan pemikiran yang sistematis tentang kelakuan lahir serta motivasi dan keadaan batin yang mendasarinya yaitu etika berkaitan dengan tabiat/watak/karakter manusia dan perbuatan yang dilakukan berdasar tabiatnya itu.
Ketika prinsip-prinsip atau peraturan tertentu yang terkandung dalam kode etik tidak sepenuhnya berlaku untuk masalah tertentu yang dihadapi oleh seseorang, para pembuat keputusan dapat berpedoman pada prinsip-prinsip umum untuk sampai pada keputusan etis yang dapat dipertahankan. Dibutuhkan suatu pembahasan tentang bagaimana mengembangkan sebuah kerangka keputusan menyeluruh yang praktis ditinjau dari hukum kesehatan, etika dan budaya, maupun dari sudut pandang agama.
Oleh karena itu, penulis ingin mengangkat suatu topik yang berjudul "Pengambilan Keputusan Etis" menjadi pokok pembahasan dalam makalah kali ini. Penulis berusaha untuk menyusun makalah ini semenarik mungkin agar para masyarakat khususnya mahasiswa jurusan Keperawatan Gigi dapat memahami serta dapat menerapkan keputusan berdasarkan pada tindakan yang ditinjau baik dari segi hukum kesehatan, etika dan budaya, maupun agama yang akan mempengaruhi kepentingan dalam membuat keputusan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
Apa pengertian pengambilan keputusan etis?
Pengambilan keputusan etis ditinjau dari hukum kesehatan?
Pengambilan keputusan etis ditinjau dari etika dan budaya?
Pengambilan keputusan etis ditinjau dari agama?
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini yaitu:
Untuk memenuhi tugas dari dosen pengajar mata kuliah etika profesi
Untuk mengetahui pengertian pengambilan keputusan etis
Untuk menambah wawasan kita kelak dikemudian hari
Metode Penulisan
Metode penulisan yang kami gunakan dalam makalah ini yaitu studi pustaka, dimana kami harus mencari data-data melalui buku-buku dan media internet yang ada kaitannnya dengan pokok bahasan yang kami bahas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika dan Pengambilan Keputusan
Kata etis (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen P dan K, 1988), etika dengan membedakan tiga arti sebagai berikut.
Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan/ masyarakat.
Sedangkan Pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif-alternatif mengenai sesuatu cara bertindak—adalah inti dari perencanaan. Suatu rencana dapat dikatakan tidak ada, jika tidak ada keputusan suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
Teori-teori pengambilan keputusan bersangkut paut dengan masalah bagaimana pilihan-pilihan semacam itu dibuat. Beberapa pegertian tentang keputusan menurut beberapa tokoh (dhino ambargo: 2) adalah sebagai berikut :
Menurut Davis (1988) keputusan adalah hasil dari pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Hal ini berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan dan seterusnya mengenai unsur-unsur perencanaan. Keputusan dibuat untuk menghadapi masalah-masalah atau kesalahan yang terjadi terhadap rencana yang telah digariskan atau penyimpangan serius terhadap rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Tugas pengambilan keputusan tingkatnya sederajad dengan tugas pengambilan rencana dalam organisasi.
Siagian (1996) menyatakan, pada hakikatnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data. Penentuan yang matang dari altenatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
Claude S. George, Jr (2005) menyatakan, proses pengambilan keputusan itu dikerjakan oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk pertimbangan, penilaian dan pemilihan di antara sejumlah alternatif.
Horolddan Cyril O'Donnell (2005) juga berpendapat bahwa pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
Dee Ann Gullies (1996) menjelaskan definisi Pengambilan keputusan sebagai suatu proses kognitif yang tidak tergesa-gesa terdiri dari rangkaian tahapan yang dapat dianalisa, diperhalus, dan dipadukan untuk menghasilkan ketepatan serta ketelitian yang lebih besar dalam menyelesaikan masalah dan memulai tindakan. Definisi yang lebih sederhana dikemukakan oleh Handoko (1997), pembuatan keputusan adalah kegiatan yang menggambarkan proses melalui serangkaian kegiatan dipilih sebagai penyelesaian suatu masalah tertentu.
Ralp C. Davis dalam Imam Murtono (2009) menyatakan keputusan dapat dijelaskan sebagai hasil pemecahan masalah, selain itu juga harus didasari atas logika dan pertimbangan, penetapan alternatif terbaik, serta harus mendekati tujuan yang telah ditetapkan. Seorang pengambil keputusan haruslah memperhatikan hal-hal seperti; logika, realita, rasional, dan pragmatis.
Dari beberapa penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengambilan keputusan ini adalah sesuatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi, dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
Semua aktivitas tenaga kesehatan maupun tenaga kerja lainnya dapat dianggap sebagai pengambilan keputusan, karena mengambil keputusan merupakan salah satu tugas terpenting seseorang dalam mengambil tindakan dalam sebuah pekerjaan. Memilih tanggapan etika yang terbaik dan mengimplementaasikannya. Pilihan tersebut harus konsisten dengan tujuan, budaya, dan sistem nilai perusahaan serta keputusan individu.
2.1.1 Jenis Keputusan Terkait Dengan Masalah Yang Dihadapi
Keputusan terprogram, yaitu suatu keputusan yang terstruktur dan berulang yang dapat ditangani dengan pendekatan rutin.
Keputusan tidak terprogram, yaitu suatu keputusan yang memerlukan suatu pemecahan yang dibuat sesuai kebutuhan
Faktor yang Berpengaruh dalam Pengambilan Keputusan Etis
Kondisi Kepastian adalah suatu kondisi dimana pengambil keputusan mempunyai informasi sepenuhnya tentang masalah yang dihadapi, alternatif – alternatif pemecahan masalah yang tepat karena hasil – hasil dari setiap alternatif – alternatif pemecahan tersebut telah diketahui.
Resiko adalah suatu kondisi yang dapat diidentifikasi, diprediksi kemungkinan terjadi dan kemungkinan – kemungkinan dari setiap pemecahan yang sesuai dengan hasil yang diinginkan atau dicapai
Ketidakpastian adalah suatu kondisi dimana pengambil keputusan tidak memiliki kepastian atau tidak dapat menentukan sesuatu yang subyektif kedalam kemungkinan yang bersifat obyektif
Proses Pengambilan Keputusan dan Elemen-Elemen Dasarnya
Model Rasional
Rasional adalah Membuat pilihan yang konsisten dan memaksimalkan nilai dalam batasan – batasan tertentu
Batasan – batasan tertentu adalah (1) kejelasan masalah, (2) Pilihan – pilihan yang diketahui (3) Pilihan – pilihan yang jelas (4) Pilihan – pilihan yang konsisten (5) tidak ada batasan waktu dan biaya (6) Hasil Maksimum
Keputusan yang rasional adalah model pembuatan keputusan yang mendeskripsikan bagaimana individu seharusnya berprilaku untuk memaksimalkan hasil.
Ada 6 langkah prilaku individu untuk memaksimalkan hasil dengan model rasional :
Mendefinisikan Masalah
Untuk mendefinisikan masalah harus secara jelas karena seringkali terjadi kesalahan dalam hal ini seperti masalah tidak terlihat atau tidak terdefinisikan secara jelas maka manajer perlu membedakan masalah dengan gejala yang tampak.
Mengidentifikasikan kreteria keputusan
Artinya Mengembangkan Alternatif Pemecahan masalah secara kreatif, walaupun ada batasan ( constraint) sehingga pengembil keputusan dapat menentukan apa yang relevan dalam membuat keputusan
Menimbang Kreteria yang telah diidentifikasi sebelumnya
Artinya melakukan evaluasi dan memilih alternatif terbaik melalui serangkaian kreteria. Misalnya dengan menggunakan sistem "skoring"
Membuat berbagai alternatif
Artinya setelah melalui berbagai pertimbangan tadi maka diambil satu keputusan misalnya Alternatif yang diambil adalah alternatif dengan "skor" paling tinggi untuk setiap kreterianya merupakan alternatif terbaik.
Implementasi
Hal ini merupakan tahapan yang paling sulit dalam proses pengambilan keputusan
Follow Up dan Evaluasi
Monitor dan evaluasi dilakukan untuk memastikan pelaksanaan keputusan mengenai sasaran atau tujuan yang dituju.
Model Kreativitas
Kreativitas adalah kemampuan menciptakan ide – ide baru dan bermanfaat.
Tujuannya adalah membantu mengidentifikasikan dan memahami masalah yang belum jelas
Ada 3 komponen model kreativitas :
Keahlian yaitu dasar untuk setiap pekerjaan kreatif yang bisa diperoleh dari kemampuan, pengetahuan, kecakapan dan potensi diri. Misalnya untuk menjadi seorang ahli maka individu tersebut harus memiliki pengetahuan yang luas tentang keahliannya tersebut
Keterampilan – keterampilan kreativitas atau berpikir kreatif yaitu karakteristik pribadi yang berhubungan dengan krativitas serta kemampuan untuk menggunakan analogi serta bakat untuk melihat sesuatu yang lazim dari sudut padang yang berbeda misalnya seorang peneliti akan menjadi lebih kreatif jika berada dalam suasana hati yang baik, jadi untuk mendapatkan hal tersebut banyak hal yang menyenangkan bisa dilakukan seperti mendegarkan musik, makan makanan favorit atau bersosialisasi dengan individu yang lain.
Motivasi Tugas Intrinsik yaitu keinginan untuk mengerjakan sesuatu karena adanya dorongan dalam diri individu dan pengaruh dari lingkungan kerja misalnya hal tersebut dilakukan karena manarik, rumit, mengasyikkan, memuaskan atau menantang secara pribadi. Serta lingkungan kerja memberikan support dalam bentuk konstruktif seperti memberikan penghargaan dan pengakuan atas kreatifitas individu.
Model Intuisi /firasat
Yaitu Sebuah proses tidak sadar sebagai hasil dari pengalaman yang disaring atau kekuatan yang muncul dengan cepat tanpa intervensi dari berbagai proses yang masuk akal /sadar. Contoh pada saat bawahan anda memberikan laporan anda merasa bahwa ada ketidaksesuaian dalam laporan tersebut.
Langkah- langkah Pengambilan Keputusan yang Etis
Menentukan fakta-fakta
Mengidentifikasi para pemegang kepentingan dan mempertimbangkan situasi-situasi dari sudut pandang mereka
Mempertimbangkan alternatif-alternatif yang tersedia juga disebut dengan "imajinasi moral"
Mempertimbangkan bagaimana sebuah keputusan dapat memengaruhi para pemegang kepentingan, membandingkan dan mempertimbangkan alternatif-alternatif berdasarkan:
Konsekuensi-konsekuensi
Kewajiban-kewajiban, hak-hak, prinsip-prinsip
Dampak bagi integritas dan karakter pribadi
Membuat sebuah keputusan
Memantau hasil
Langkah pertama dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab secara etis adalah menentukan fakta-fakta dalam situasi tersebut, membedakan fakta-fakta dari opini belaka, adalah hal yang sangat penting. Perbedaan persepsi dalam bagaimana seseorang mengalami dan memahami situasi dapat menyebabkan banyak perbedaan etis. Sebuah penilaian etis yang dibuat berdasarkan penentuan yang cermat atas fakta-fakta yang ada merupakan sebuah penilaian etis yang lebih masuk akal daripada penilaian yang dibuat tanpa fakta. Seseorang yang bertindak sesuai dengan pertimbangan yang cermat akan fakta telah bertindak dalam cara yang lebih bertanggung jawab secara etis daripada orang yang bertindak tanpa pertimbangan yang mendalam.
Langkah kedua dalam pengambilan keputusan yang etis yang bertanggung jawab mensyaratkan kemampuan untuk mengenali sebuah keputusan atau permasalahn sebagai sebuah keputusan etis atau permasalahan etis.
Langkah ketiga melibatkan satu dari elemen vitalnya. Kita diminta untuk mengidentifikasi dan mempertimbangkan semua pihak yang dipengaruhi oleh sebuah keputusan, orang-orang ini biasa disebut dengan para pemangku kepentingan (stakeholder).
Langkah selanjutnya dalam proses pengambilan keputusan adalah membandingkan dan mempertimbangkan alternatif-alternatif, membuat suatu spreadsheet mental yang mengevaluasi setiap dampak tiap alternatif yang telah dipikirkan terhadap masing-masing pemegang kepentingan yang telah identifikasi. Salah satu cara yang paling mudah adalah menempatkan diri terhadap posisi orang lain. Sebuah elemen penting dalam evaluasi ini adalah pertimbangan cara untuk mengurangi, meminimalisasi atau mengganti kensekuensi kerugian yang mungkin terjadi atau meningkatkan dan memajukan konsekuensi-konsekuensi yang mendatangkan manfaat. Selain itu juga perlu mempertimbangkan kewajiban, hak-hak dan prinsip-prinsip, serta dampak bagi integritas dan karakter pribadi.
Langkah kelima adalah pengambilan keputusan yang diakhiri dengan evaluasi yang merupakan langkah terakhir dalam proses pengambilan keputusan sebagai sarana untuk menilai apakah keputusan kita sudah berdampaka baik atau malah tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Kriteria Dalam Mengambil Keputusan Etis
Pendekatan bermanfaat
Pendekatan bermanfaat(utilitarian approach), yang dudukung oleh filsafat abad kesembilan belas ,pendekatan bermanfaat itu sendiri adalah konsep tentang etika bahwa prilaku moral menghasilkan kebaikan terbesar bagi jumlah terbesar.
Pendekatan individualisme
Pendekatan individualisme adalah konsep tentang etika bahwa suatu tindakan dianggap pantas ketika tindakan tersebut mengusung kepentingan terbaik jangka panjang seorang indivudu.
Konsep tentang etika bahwa keputusan dengan sangat baik menjaga hak-hak yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
hak persetujuan bebas. Individu akan diperlakukan hanya jika individu tersebut secara sadar dan tidak terpaksa setuju untuk diperlakukan.
hak atas privasi. Individu dapat memilih untuk melakukan apa yang ia inginkan di luar pekerjaanya.
hak kebebasan hati nurani. Individu dapat menahan diri dari memberikan perintah yang melanggar moral dan norma agamanya.
hak untuk bebas berpendapat. Individu dapat secara benar mengkritik etika atau legalitas tindakan yang dilakukan orang lain.
hak atas proses hak. Individu berhak untuk berbicara tanpa berat sebelah dan berhak atas perlakuan yang adil.
hak atas hidup dan keamanan. Individu berhak untuk hidup tanpa bahaya dan ancaman terhadap kesehatan dan keamananya
Keputusan Etis Ditinjau dari Hukum Kesehatan
Tentang bagaimana suatu hal dikatakan benar dan dikatakan salah tenaga kesehatan sering kali dihadapkan pada suatu kondisi dilema etik yang menempatkan tenaga kesehatan untuk berfikir apa yang harus dilakukan, apa yang seharusnya dilakukan, apakah tindakannya benar atau tidak dan menuntut tenaga kesehatan untuk mengambil suatu keputusan yang tepat.
Saat ini aspek legislasi dan bentuk keputusan yuridis tentang masalah etika kesehatan sedang menjadi topik yang banyak diicarakan. Hukum kesehatan telah menjadi suatu bidang ilmu dan perundang-undangan baru yang banyak disusun untuk menyempurnakan perundang-undangan lama atau untuk mengantisipasi perkembangan masalah hukum kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan undang-undang praktik keperawatan dan keputusan menteri kesehatan yang mengatur registrasi dan praktik perawat.
Dilema Etis
Dilema etis adalah kondisi yang mengharuskan perawat untuk melakukan analisa, menepis, melakukan sintesa dan menentukan keputusan terbaik bagi pasien. Dilema etik menempatkan perawat pada kondisi dimana dia harus menimbang, memilah dan menapis pilihan keputusan yang menjadi sulit diputuskan jika kedua piihan tidak ada yang benar benar baik ataupun keduanya sama sama baik berdasarkan prinsip etis. Prinsip prinsip etis yang menjadi bahan pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan etis diantaranya adalah otonomi, nonmaleficience, beneficience, justice, fidelity dan veracity. Keputusan etis akan menjadi sulit diambil ketika terdapat pertentangan antara prinsip prinsip etis tersebut(Fjetland, 2009; Masruroh H, 2014) Prinsip prinsip etika dapat disimpulkan dalam 3 makna yang terkandung didalamya, yaitu memberikan dasar untuk kode etik keperawatan yang bertujuan untuk melindungi hak asasi manusia, bertanggung jawab dan praktik keperawatan profesional. Beberapa hal yang dapt menimbulkan masalah peran yang ambigu menimbulkan dilema etik. Dilema etik dapat terjadi setiap saat ketika perawat harus memutuskan suatu tindakan antara nilai nilai dan aturan yang dianut. Mengenali tantangan etis yang terlibat meliputi langkah langkah pengambilan keputusan etis yaitu ; mengidentifikasi bahwa konflik etika dapat terjadi dan menganalisa masalah, merenungkan fakta atau data data yang relevan, siapa saja yang terlibat dan berkepentingan, konsekuensi yang ditanggung, dan sumberdaya yang tersedia. Perawat harus dapat memutuskan hal yang tepat diakukan untuk dilakukan dalam situasi ini dan melaksanakan, mengevaluasi dan menilai kembali jalan yang dipilih utuk menangani diema etis.
Pemberian izin praktik bagi perawat merupakan manifestasi dari UU Ke. RI No.23 tahun 1992 pasal 53 ayat 1 tentang hak memperoleh perlidnungan hukum, yaitu "Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya," dan ayat 2 tentang perlindungan/ melindungi hak klien, yaitu "Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak klien."
Upaya pengendalian mutu praktik keperawatan melalui legislasi keperawatan. Legislasi berarti suatu ketetapan hukum atau ketentuan hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang berhubungan erat dengan tindakan (Lieberman,1970). Keputusan Menteri Kesehatan No.1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan praktik Keperawatan.
Contoh Kasus
Sebagai contoh kasus dilema etis yang sering terjadi adalah ketika perawat harus memutuskan untuk melakukan tindakan atau tidak, pada kondisi pasien yang membutuhkan pertolongan medis. Seorang pasien datang ke tempat praktik mandiri perawat dengan luka karena terkena sayatan pisau. Keadaan luka cukup dalam, terjadi banyak perdarahan dan membutuhkan penanganan segera. Perawatan luka dan balutan saja tidak cukup, sehingga perlu untuk dilakukan penjahitan. Perawat menyarankan kepada pasien untuk dirujuk ke dokter atau puskesmas. Namun pasien menolak dan bersikukuh untuk mendapatkan perawatan hanya dari perawat tersebut. Perawat tahu bahwa tindakan harus segera dilakukan, namun tindakan tersebut bukan wewenangnya dan jika perawat tidak segera melakukan tindakan maka prognosa buruk akan terjadi kepada pasien. Pada kasus tersebut terdapat nilai nilai yang menjadi pertimbangan diantaranya nilai kemanusiaan dan nilai profesionalitas. Dalam hal ini sejauh mana perawat boleh melakukan tindakan atas kasus yang terjadi, melanggar prinsip prinsip etika profesi atau tidak. Jika tidak dilakukan tindakan apa yang akan terjadi. Jika dilakukan tindakan maka akan ada pelanggaran terhadap etika profesi pula. Menjadi semakin rumit dan pelik ketika dampak emosional terjadi, seperti perasaan bingung, bersalah, frustasi bahkan ketakutan.
Pengambilan Keputusan
Pada contoh kasus diatas, mendapat perawatan dan tindakan merupakan hak pasien yang harus dipenuhi. Begitu pula keputusan untuk memilih dan memutuskan pengobatannya sendiri. Disisi lain perawat juga merasa bahwa tindakan tersebut bukan kewenangannya. Disini fungsi perawat sebagai konselor dan edukator harus dijalankan. Perawat harus mampu memberikan penjelasan kepada pasien tentang kondisi dan pertimbangan pertimbangan yang perlu dipikirkan demi kebaikan pasiennya. Perawat harus melindungi hak pasien yang telah diatur dalam kode etik keperawatan. Meliputi hak untuk mendapatkan perawatan, hak untuk memilih da memutuskan perawatan atau pengobatan untuk dirinya sendiri. Namun perawat juga tidak dapat mengabaikan kode etik yang dan undang undang yang membatasi kewenangan tindakan yang boleh dilakukan perawat. Jika ditinjau dari prinsip etik yang menjadi perimbangan dalam pengambilan keputusan yaitu primary otonomi.
Otonomi berarti menghargai kemampuan individu yang mempunyai harga diri dan martabat, yang mampu memutuskan sendiri hal hal berkaitan dengan dirinya. Otonomi berarti kemampuan mengatur atau menentukan sendiri. Otonomi berakar pada rasa hormat terhadap individu. Didalam prinsip otonomi, perawat harus menghargai dan menghormati hak pasien untuk memilh dan memutuskan sendiri pengobatannya. Kecenderungan pasien lebih memlih tenaga kesehatan perawat dibandingkan dengan profesi lain untuk meningkatkan status kesehatanya diakibatkan beberapa faktor. (Brown, 2007) dalam jurnalnya yang berjudul Consumer pespectives on nurse practicioners and independence practice di Washington menjelaskan bahwa 90% dari respondennya merasa puas dan menyukai praktik keperawatan dibanding dengan praktik kesehatan lain. Hal ini dikarenakan dalam menyelesaikan masalah kesehatannya perawat tidak hanya sekedar memberi pengobatan, tetapi juga ada unsur "merawat", bersikap caring dan ramah kepada pasiennya. Sehingga pasien lebih nyaman dirawat oleh perawat, selain itu biaya perawatan dan akses yang lebih terjangkau menjadikan profesi keperawatan dipilih untuk mengatasi masalah kesehatannya. Keputusan untuk memilih pengobatan dan siapa yang mengobati adalah hak penuh seorang pasien. Dalam jurnal A path analytic model of ethical conflict in practice and autonomy in a sample of nurse practicioners (Connie M Ulrich, 2005) menyebutkan bahwa pasien memilih perawat dikarenakan adanya kepercayaan bahwa perawta dapat melakukan tindakan keperawatan secara mandiri. Konflik yang sering terjadi berkaitan dengan otonomi pasien yang menenempatkan perawat pada posisi beresiko. Namun keyakinan terhadap tugas dan prinsip bahwa perawat dapat perawat mampu melaksanankan tugas secara mandiri dan menerima konsekwensi yang berlaku (Anne Dreyer, 2011)
Prinsip kedua adalah nonmaleficien yang berarti tidak merugikan pasien. Nonmaleficience adalah tidak melukai atau tidak membahayakan orang lain. Dalam hal ini perawat dituntut untuk melakukan tindakan yang tidak membahayakan atau berisiko menciderai pasiennya. Dalam kasus telah diuraikan bahwa pasien menolak mendapatkan pengobatan selain dari perawat tersebut, sedangkan putusn tindakan harus segera dilakukan. Karena jika tidak diakukan tindakan maka perawat malah justru membahayakan pasien. Ditilik dari prinsip ini nampaknya tindakan perawat yang tepat adalah melakukan tindakan dengan menjahit luka pasien untuk mencegah terjadinya perdarahan yang lebih hebat yang merugikan pasien. Dalam keperawatan, risiko atau bahaya baik yang disengaja maupun tidak selalu tidak dapat diterima. Oleh karena itu perawat harus selalu hati hati dlam melakukan pengambilan keputusan etik.
Beneficience berarti melakukan yang baik. perawat memilikki kewajiban untuk melakukan dengan baik, yaitu melakukan proses keperawatan dengan baik dan semaksimal mungkin. Prinsip ini menuntut perawat untuk melakukan tindakan yang menguntungkan pasiennya atas dasar kebaikan, namun dalam kenyataan sehari hari prinsip ini sering membuat risiko bagi profesi perawat itu sendiri. Seperti halnya pada contoh kasus diatas, perawat melakukan kebaikan dengan melakukan tindakan keperawatan namun ada risiko yang ditanggung oleh perawat tersebut dikarenakan perawat melakukan tindakan diluar kewenangannya (Blais, 2007; Masruroh H, 2014)
Prinsip selanjutnya adalah justice, atau keadilan. Artinya perawat dituntut untuk memberikan perawatan sesuai dengan kebutuhan pasien. Perawatan yang diberikan harus sesuai dengan standar praktik keperawatan secara profesional dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Jika ditinjau dari prisip ini tindakan perawat dalam kasus diatas perawat sebenarnya melakukan pelanggaran atas justice karena melakukan tindakan diluar dari kewenangannya, tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Selanjutnya adalah veracity atau kejujuran. Kebenaran menjadi suatu hal yang harus disampaikan perawat kepada pasiennya. Terkait dengan informasi yan disampaikan kepada pasien harus akuran, komprehensif dan obyektif sehingga pasien mengerti dan paham mengenai keadaan dirinya. Karena kebenaran merupakan dasar dalam membentuk hubungan saling percaya (Masruroh H, 2014). Dengan mengidentifikasi keterlibatan prinsip prinsip diatas diharapkan perawat dapat menimbang dan memilah prinsip apa saja yang bertentangan atau mendukung proses pengambilan keputusan. Adanya prinsip tersebut membuat perawat dan pasien memiliki pandangan dan pilhan terhadap keputusan yang akan diambil. Mana yang baik untuk dilakukan, apakah berisiko, bagaimana konsekwensinya, dll. Dengan kata lain, etik, prinsip etik adalah landasan bagi perawat untuk memutuskan suatu tindakan. Setelah mengidentifikasi dan menganalisa prisnsip prinsip etik yang terlibat, langkah dalam pengambilan keputusan etik selanjutnya adalah mengikutsertakan pasien, keluarga ataupun profesi lain yang terkait dalam pengambilan keutusan etik. Masalah etik adalah masalah yang membuat perawat berada pada persimpangan yang menuntut dia untuk mengambil suatu keputusan. Keputusan etik bersifat situasional, namun tidak dapat serta merta diputuskan sendiri oleh perawat. Keterlibatan pasien dan keluarga merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap hak pasien. Penghormatan tersebut terkait dengan hak pasien untuk mengetahui dan memutuskan sendiri atau autonomi. Keterlibatan profesi lain misalakan dokter, ahli gizi atau profesi lain meberikan perawat pandangan terhadap baik dan buruk suatu tindakan. Dengan melibatkan pihak lain, diharapkan keputusan etis yang diambil adalah keputusan terbaik yang menguntungkan pasien. Langkah selanjutnya dalam pengambilan keputusan etik adalah menganalisa konsekuensi dari pilihan tindakan yang ada. Baik buruknya, ditinjau dari beberapa prisip tadi. Bagaimana konsekuensi dari suatu tindakan jika dilakukan, dan bagaimana jika tidak dilakukan. Kemudian langkah terakhir adalah mengambil keputusan dengan mempertimbangkan keinginan pasien. Kembali lagi pada prinsip etik pertama yaitu autonomi. Keinginan pasien adalah suatu hal yang harus dipahami dan dihormati. Bagaimanapun juga keputusan tersebut adalah berhubungan dengan kehidupan pasien. Perawat adalah problem solver bagi pasiennya, dengan fokus utama adalah untuk menyelesaikan masalah klien. Setelah melakukan analisa etik tentang keputusan apa yang terbaik bagi pasien, perawat menyimpulkan alasan etik. Yaitu apa yang harus dan seharusnya dilakukan berdasarka prinsip etik yang telah dibahas diatas.
Dalam proses pengambilan keputusan etis dikenal beberapa teori yang dapat menjadi pembenaran terhadap suatu putusan etik, yaitu teori teleologi dan deontologi. Teleologi berasal dari kata telos yang artinya tujuan. dalam hal ini keputusan etik didasarkan pada tujuan yang hendak dicapai. Bagaimana dampak jika dilakukan tindakan, apakah berdampak baik. Seuatu tindakan dinilai baik apabila tindakan tersebut berujuan baik pula. Teori kedua adalah teori deontologi, yaitu suatu konsep yang menitikberatkan pada moral dan kewajiban. Deontologi berbicara mengenai apa yang seharusnya diakukan. Menurut Kant dalam (Masruroh H, 2014) suatu tindakan dianggap baik apabila dilakukan berdasarkan kewajiban, terlepas dari tujuan dari tindakan tersebut. Tentu saja jika tindakan yang dilakukan perawat ditinjau dari terori ini maka kedua duanya memiliki alasan untuk mebenarkan ataupun menyalahkan tindakan tersebut. Pertama jika dipandang dari etika teleologis, tindakan perawat dianggap benar didasarkan pada tujuan dilakukanya tindakan adalah merupakan kebaikan. Dimana tujuan dilakukan tindakan adalah didasarkan pada nilai moral demi kebaikan dan kemanusiaan untuk menyelamatkan nyawa pasien, menghormati hak otonomi pasien, menerapkan prinsip beneficience dan nonmalificience. Sedangkan jika ditinjau dari etika deontologis tindkan perawat dianggap salah karena kewajiban perawat adalah mematuhi kode etik dan peraturan perundangan yang berlaku tentang praktik keperawatan. Terlepas dari tujuan tindakan tersebut, perawat dianggap tidak melaksanakan kewajiban suatu profesi yang harus tunduk kepada kode etik dan peraturan yang berlaku. Begitu pula jika dilihat dari prinsip etik justice bahwa setiap tindakan harus dilakukan berdasarkan standart dan peraturan hukum yang berlaku. Dalam setia keputusannya perawat tidak akan pernah terlepa dari risiko yang mengancam dirinya. Setiap pilihan tindakan ad risiko yang ditanggung baik bagi pasien maupun bagi perawat itu sendiri. Untuk itu setiap putusan tindakan yang diambil harus berdasarkan persetujuan antara pihak pemberi layanan dan pihak yang diberi layanan. Bahwa penerima layanan yaitu pasien dan keluarga paham terhadap kondisi, konsekwensi dan akibat dari suat keputusan. Olehkarena itu keterlibatan pasien dan keluarga menjadi sangat penting dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil adalah merupakan keputusan bersama, tugas perawat adalah memberikan penjelasan dan informasi sejelas mungkin dna harus bersifat obyektif. Kesepakatan atas suatu tindakan yang didahului oleh adanya pemberian informasi oleh pasien atau keluarga disebut nform konsen. Inform konsen menjadi suatu senjata bagi pasien atu perwat itu sendiri. Inform consent bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam hal autonomi (Settle, 2014; Toren, 2010) Setelah keputusan tndakan diambil dan dilakukan, maka tahap yang perlu dilakukan adalah evaluasi. Evaluasi merupakan bagian penting dari proses pengambilan keputusan etik. Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang ditentukan sebagai outcome dari keputusan yang telah dibuat. Perubahan status klien, kemungkinan treatment medik, dan fakta sosial dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan jika terjadi kasus atau situasi yang sama. Terkait dengan bagaimana suatu keputusan etis dibuat, apakah keputusan yang diambil efektif dan tidak merugikan pasiennya.
Keputusan Etis Ditinjau dari Etika dan Budaya
Dalam organisasi, pengaruh yang penting terhadap perilaku yang etis adalah adanya norma dan nilai tim, departemen, dan organisasi secara keseluruhan. Riset menunjukkan bahwa nilai-nilai ini sangat memengaruhi tindakan dan proses pengambilan keputusan oleh seseorang. Budaya dapat diamati untuk melihat jenis-jenis sinyal etika yang diberikan kepada suatu individu. Standar etika yang tinggi dapat ditegaskan dan dikomunikasikan melalui penghargaan publik atau upacara resmi.
Budaya bukanlah satu-satunya aspek dari organisasi yang memengaruhi etika, namun merupakan suatu kekuatan yang besar karena menentukan nilai-nilai suatu organisasi. Aspek organisasi yang lain, seperti aturan dan kebijakan yang eksplisit, sistem seleksi, penekanan pada standar hukum dan profesional. Serta proses kepemimpinan dan pengambilan keputusan, juga dapat memengaruhi nilai etika dan proses pengambilan keputusan oleh individu.
Faktor adat istiadat yang dimiliki perawat atau pasien sangat berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis. Contoh masalah praktik adat istiadat bisa diperhatikan berikut ini. Dalam budaya Jawa dan daerah lain dikenal falsafah tradisional "Mangan ora mangan anggere kumpul" (Makan tidak makan asalkan tetap bersama). Falsafah ini sampai sekarang masih banyak memengaruhi sistem kekerabatan orang Jawa. Bila ada anggota keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit, biasanya ada salah satu keluarga yang ingin selalu menungguinya. Ini berbeda dengan sistem kekerabatan orang Barat yang bila ada anggota keluarga yang sakit maka sepenuhnya diserahkan kepada perawat dalam keperawatan sehari-hari. Setiap rumah sakit di Indonesia mempunyai aturan menunggu dan persyaratan klien yang boleh ditunggu. Namun, hal ini sering tidak dihiraukan oleh keluarga pasien, misalkan dengan alasan rumah jauh, klien tidak tenang bila tidak ditunggu keluarga, dan lain-lain. Ini sering menimbulkan masalah etis bagi perawat antara membolehkan dan tidak membolehkan.
Berbagai faktor sosial berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis. Faktor ini meliputi perilaku sosial dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum dan peraturan perundang-undangan (Ellis, Hartley, 1980). Beberapa tahun terakhir telah terjadi berbagai perkembangan perilaku sosial dan budaya kita. Masyarakat Indonesia yang awalnya merupakan masyarakat agraris, yang sebagian besar tinggal di pedesaan, lambat laun mampu mengembangkan industri yang menyebabkan berbagai perubahan, antara lain semakin meningkatnya area kawasan industri.
Nilai tradisional sedikit demi sedikit demi sedikit telah ditinggalkan oleh beberapa kalangan masyarakat. Misalnya, kaum wanita yang pada awalnya hanya sebagai ibu rumah tangga yang bergantung pada suami, telah teralih pada pendamping suami yang mempunyai pekerjaan dan banyak yang menjadi wanita karier. Dengan semakin meningkatnya orang menekuni profesinya, semakin banyak pula orang menunda perkawinan dan banyak pula yang mempertahankan kesendirian.
Perkembangan sosial dan budaya juga berpengaruh terhadap sistem kesehatan nasional. Pelayanan kesehatan yang awalnya berorientasi pada program medis lambat laun menjadi pelayanan komprehensif dengna pendekatan tim kesehatan. Ini menyebabkan beberapa perubahan dalam berbagai kebijakan pemerintah. Berbagai kebijakan dirumuskan dengan melibatkan tim kesehatan. Namun, untuk menentukan kebijakan dan peraturan tidak mudah. Oleh karena cukup luasnya wilayah Indonesia maka kita ketahui adanya berbagai peraturan yang bersifat regional, misalnya peraturan daerah. Nilai yang diyakii masyarakat berpengaruh pula terhadap keperawatan. Sebagai contoh dapat dilihat pada kasus dibawah ini. Seorang klien yang menderita penyakit kronis dan dirawat dirumah sakit, sudah beberapa bulan dalam keadaan lemah. Oleh karena itu, pasien atau kelaurganya mungkin memilih untuk membawa klien pulang agar dapat dipersiapkan agar meninggal dunia dengan tenang. Selain dengan pertimbangan faktor biaya, adat, hal ini juga karena adanya anggapan atau nilai di masyarakat bahwa "orang yang etikanya tidak baik selama hidup maka sulit meninggal dunia," klien kemudian dibawa pulang ,atas permintaan sendiri (APS). Beberapa hari kemudian klien tersebut meninggal dunia.
Contoh tersebut dapat terjadi karena mahalnya biaya pengobatan di rumah sakit sedangkan sebagian besar penduduk tidak mempunyai asuransi kesehatan. Ajaran agama juga menyebbutkan bahwa kehidupan dunia hanyalah kehidupan sementara sehingga hidup di dunia bukan merupakan tujuan akhir manusia. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa dikenal istilah bahwa hidup di dunia hanyalah "mampir ngombe" (singgah sejenak untuk minum) sehingga mereka rela atau siap bila sewaktu-waktu dipanggil Tuhan. Ini cukup berbeda dengna nilai yang diyakini oleh sebagian masyarakat tidak beragama (ateis), yang menganggap hidup di dunia merupakan segala-galanya dan menganggap kehidupan setelah mati merupakan ajaran tradisional atau khayalan manusia saja.
Keputusan Etis Ditinjau dari Agama
Agama merupakan faktor utama dalam membuat keputusan etis. Setiap perawat disarankan memahami nilai yang diyakini maupun kaidah agama yang dianutnya. Untuk memahami ini memang diperlukan proses. Semakin tua akan semakin banyak pengalaman dan belajar, seseorang akan lebih mengenal siapa dirinya dan nilai yang dimilikinya.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dihuni oleh penduduk dengan berbagai agama atau kepercayaan. Setiap penduduk yang menjadi warga negara Indonesia harus beragama atau berkepercayaan. Ini sesuai dengan sila pertama Pancasila, "Ketuhanan yang Maha Esa" dan Indonesia menjadikan aspek ketuhanan sebagai dasar yang paling utama. Setiap warga negara diberi kebebasan untuk memilih agama atau kepercayaan yang dianutnya. Ini sesuai dengan Bab XI pasal 29 UUD 1945 yang berbunyi
Negara berdasarskan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.
Sebagai negara berketuhanan, segala kebijakan atau aturan yang dibuat diupayakan tidak bertentangan dengan aspek agama yang ada di Indonesia (Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Konghucu). Misalnya, sebelum keluarga berencana atau KB dijadikan program nasional, pihak pemerintah telah mendiskusikan berbagai metode kontrasepsi yang tidak bertentangan dengan agama dengan para pemuka agama. Dengan adanya kejelasan tentang program kesehatan nasional, misalnya KB, dengan ketentuan agama maka perawat tidak ragu-ragu dalam mempromosikan program tersebut dan dapat memberi informasi yang tidak bertentangan dengan agama yang dianut pasien. Pada tahun 2001 ditetapkan oleh MPR-RI dengan ketetapan MPR-RI No.VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Bangsa. Etika kehidupan bangsa bersumber pada agama yang universal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yaitu Pancasila.
Selain memahami dan menghayati sumpah profesi dan kode etik, para tenaga kesehatan perlu pula meningkatkan pemahaman agama yang dianutnya. Melalui pemahaman agama yang benar, diharapkan para tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya selalu mendasarkan tindakannya kepada tuntunan agama.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia etika dengan membedakan tiga arti sebagai ilmu, tentang apa yang baik dan apa yang buruk, serta tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Keputusan etis dari segi hukum kesehatan harus mempunyai beberapa prinsip yaitu prinsip otonomi, yang berakar pada rasa hormat terhadap individu yaitu harus menghargai dan menghormati hak pasien untuk memilh dan memutuskan sendiri pengobatannya, prinsip nonmaleficien yang berarti tidak merugikan pasien, prinsip beneficience berarti melakukan yang baik, prinsip justice atau keadilan, dan prinsip veracity atau kejujuran. Dari sudut pandang etika dan budaya, keputusan etis berpengaruh penting terhadap norma dan nilai tim, departemen, dan organisasi secara keseluruhan. Riset menunjukkan bahwa nilai-nilai ini sangat memengaruhi tindakan dan proses pengambilan keputusan oleh seseorang. Budaya dapat diamati untuk melihat jenis-jenis sinyal etika yang diberikan kepada suatu individu. Standar etika yang tinggi dapat ditegaskan dan dikomunikasikan melalui penghargaan publik atau upacara resmi. Sebagai negara berketuhanan, keputusan etis ditinjau dari segi agama merupakan faktor utama segala kebijakan atau aturan yang dibuat, sehingga diupayakan tidak bertentangan dengan aspek agama yang ada di Indonesia (Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Konghucu) apapun yang dikerjakan dalam menjalankan profesinya selalu mendasarkan tindakannya kepada tuntunan agama yang dianutnya.
Saran
Kode etik di Indonesia yang sudah ada perlu didukung dengan adanya perangkat-perangkat aturan yang jelas agar dapat dilaksanakan secara baik dilapangan. Perlunya sosialisai yang luas tentang kode etik profesi dan bila perlu diadakan pelatihan yang bersifat review tentang etika profesi secara periodik dan tidak terbatas. Dalam hukum kesehatan terkait dengan bagaimana suatu keputusan etis dibuat, apakah keputusan yang diambil efektif dan tidak merugikan pasiennya perlu dipertimbangkan. Standar etika yang tinggi dapat ditegaskan dan dikomunikasikan melalui penghargaan publik atau upacara resmi agar menjadi suatu kebudayaan dalam suatu ruang lingkup kehidupan. Dan juga melalui pemahaman agama yang benar, diharapkan para tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya selalu mendasarkan tindakannya kepada tuntunan agama.
DAFTAR PUSTAKA
Education. 2014. Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Etis dalam Praktik Keperawatan. https://ithinkeducation.wordpress.com/2014/04/28/faktor-yang-mempengaruhi-pengambilan-keputusan-etis-dalam-praktik-keperawatan-factors-affecting-ethical-decision-making-in-nursing-practice/. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2015 pukul 19.05.
Fahradi, D. 2011. Mengambil Keputusan Etis http://dedifahradi.blogspot.co.id/2011/06/mengambil-keputusan-etis.html. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2015 pukul 19.00.
Lumbantoruan, J. 2013. Pendekatan dalam Pengambilan Keputusan http://juprilumbantoruan.blogspot.co.id/2013/10/pendekatan-dalam-pengambilan-keputusan.html. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2015 pukul 19.02.
Safruddin, 2013. Etika Pengambilan Keputusan. http://az17bersama.blogspot.co.id/2013/04/etika-pengambilan-keputusan.html. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2015 pukul 19.10.
Widodo, J. 2009. Pengambilan Keputusan etis dan Faktor. http://jameswidodo-heart.blogspot.com/2009/11/pengambilan-keputusan-etis-dan-faktor.html. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2015 pukul 19.20