KEPERAWATAN LUKA DIABETES MELLITUS
D I S U S U N OLEH: FEBRIANTI HALOHO
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKes DELIHUSADA DELI TUA T/A: 2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat dan karunianya kepada saya sehingga dapat menyuusun Makalah ini tentang “ KEPERAWATAN LUKA DIABETES MILITUS MILITUS ‘ dalam keadaan baik,
Makalah ini disusun sebagaai salah satu tugas perkuliahan kami di program studi ilmu keperawatan STIKes Deli Husada Delitua dalam mataa kuliah PENDIDIKAN DALAM KEPERAWATAN
oleh
FRISKA
ERNITA
SITORUS
S.Kep,Ns
yang
dalam
pengaplikasiannya berupa REAL TEACHING, saya mengucapkan terimakasih terimakasi h kepada dosen saya YOSAFAT BARUS S.Kep,Ns,CWCCA yang telah membantu saya dalam penyelesaian makalah ini. Akhir kata, saya berharap semoga makalah ini dapat menjadi wacana yang bermamfaat sabagai sumber pengetahuan bagi pembaca sekalian, sekian dan terimakasih.
DELITUA,
Juni 2014
Penyusun FEBRIANTI HALOHO
i
DAFTAR ISI Kata Pengantar ........................................... ................................................................. ............................................ ............................ ......
i
Daftar isi
ii
BAB I:
........................................... ................................................................. ............................................ ............................ ...... PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan
............................................ ............................................................. .................
1
.......................................................................... .................................................................. ........
1
....................................................................................... ........................................................ ...............................
4
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Diabetes Meliitus .......................................................... .................................................................. ........
5
B. Jenis Diabetes Melitus .............................................................. ...................................................................... ........
6
C. Gejala Diabetes
8
....................................................................... ............................................................... ........
D. Faktor Resiko
...........................................................
10
E. Etiologi
...........................................................
10
F. Patofisiologi Patofisiologi
...........................................................
13
G. Komplikasi
...........................................................
17
H. Pencegahan
...........................................................
18
I. Pengobatan Pengobatan
...........................................................
19
J. Perawatan Perawatan Luka Konvensional Konvensional ...........................................................
21
K. Perawatan Perawatan Luka Modren
...........................................................
23
L. Pemilihan Balutan
...........................................................
25
BAB III: KASUS
........................................... ................................................................. ................................ ..........
27
BAB IV PENUTUP
…………………………………………………
30
Daftar Pustaka ........................................... ................................................................. ............................................ ............................ ......
ii
31
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Diabetes mellitus atau yang lebih dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat kadar gula darah yang tinggi, kadar GD tinggi ini disebabkan jumlah hormon insulin kurang atau jumlah insulin cukup bahkan kadang-kadang lebih, tetapi kurang efektif resistensi insulin (Bustan, 2007). Di perkirakan 143 juta penduduk dunia menderita diabetes mellitus (DM), hampir lima kali di banding 10 tahun yang lalu, jumlah ini mungkin akan mengalami peningkatan dua kali lipat pada tahun 2030. Berdasarkan laporan Word Health Organisation (WHO) bahwa DM termasuk salah satu pembunuh terbesar di Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Menurut data WHO jumlah penderita diabetes di Indonesia menempati urutan ke-6 di dunia setelah India, China, Rusia, jepang dan Brasil yaitu pada tahun 1995 terdapat lima juta penderita diabetes dan di perkirakan terjadi peningkatan sebanyak 230.000 pasien per tahun, sehingga mencapai dua belas juta orang pada tahun 2005. Peningkatan itu terutama di sebabkan oleh pertumbuhan populasi, peningkatan jumlah orang usia lanjut, urbanisasi, pola makan dan gaya gaya hidup yang yang tidak sehat. Sedangakan dari data Depkes RI jumlah pasien menempati urutan pertama dari seluruh penyakit yang ada. Penderita diabetes mellitus di Indonesia telah di laporkan 2,5 juta orang pada tahun 1994, di perkirakan akan meningkat menjadi 5 juta orang pada tahun 2010. ( Elizabeth Elizabeth J. Corwin, 2009).
11
Diabetes mellitus kini benar-benar telah menapaki era kesejagatan,
dan
menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan prevalensi penyakit ini tidak pernah berhenti mengalir, terutama dinegara sedang berkembang dan Negara yang terlanjur memasuki budaya industrialisasi. Jumlah diabetes di dunia yang tercatat pada tahun 1990 baru mencapai angka 80 juta, yang secara mencengangkan meloncat ke angka angka 110,4 juta, empat tahun kemudian menjelang tahun 2010, angka ini di perkirakan menggelembung hingga 239,3 juta, dan di duga bakal terus melambung hingga menyentuh angka 300 juta pada tahun 2025.Indonesia merupakan salah satu dari 10 besar Negara dengan jumlah diabetes terbanyak. Pada tahun 1995, Negara yang tergolong tengah berkembang ini baru menempati peringkat ke-7, dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 4,5 juta jiwa. Peringkat ini di prediksi akan naik dua tingkat (menjadi peringkat ke-5) pada tahun 2025, dengn prakiraan jumlah pengidap sebanyak 12,4 juta jiwa, prevalensi DM di Jakarta pada tahun 1982 hanya menunjukkan angka 1,7%; selanjutnya, presentase ini terus berloncatan ke angka 5,7% dan 13,6%, berturut-turut pada tahun 1992 dan 2001 (Arisman, 2013). Diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan mas yarakat yang nyata dan semakin mencolok. Dari berbagai peneliti epidemiologis epidemiologis di bebrapa kota kota besar di Indonesia jelas di dapati peningkatan prevalensi penyakit kaki diabetes sekitar 12%, dan yang memerlukan amputasi sebanyak 5%. Di Jakarta sendiri data epidemiologi prevalensi DM pada penduduk jelas mengalami peningkatan. Pada tahun 1982 di kelurahan Koja Utara Tanjungpriok didapati prevalensi DM sebesar 1,7 %, kemudian pada tahun 1991 dikelurahan Kayuputih Jakarta Timur diperoleh angka prevalensi 5,7 %, dan pada tahun 2001 dikelurahan Abadi Jaya Depok
2
didapati prevalensi DM sebesar 13,5 %.berdasarkan data Persatuan Diabetes Indonesia (persedia) kota Medan Sumatera Utara pada ahun1994 jumlah penderita diabetes mellitus minimal 2,5 juta, tahun 2000 menjadi 4 juta, dan tahun 2010 penderitanya terus meningkat tajam menjadi 7 orang. Diperkirakan penderita diabetes di Sumatera Utara meningkat menjadi 21,3 juta orang pada tahun 2030 ( Pradana Pradana Soewandono, Soewandono, 2007). 2007). Akibat semakin meningkatnya penderita luka kaki diabetes dan semakin meningkatnya angka kematian penderita diabetes, maka setiap perawat dianjurkan untuk mengetahui bagaimana perawatan luka diabetes yang komprehensif yakni menggunakan metode perawatan luka modern yaitu dengan menggunakan balutan modern (Occlusive Dressing). Selama ini perawat hanya menggunakan balutan konvensional yaitu yaitu menggunakan kasa steril sebagai bahan utama balutan, hasil riset mengatakan tingkat kejadian infeksi pada perawatan luka dengan cara konvensional lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan balutan modern (Occlusive Dressing). Hasil riset lain mengatakan dari beberapa jenis balutan modern memberikan hasil yang signifikan dalam perbaikan luka kaki diabetes, karena metode balutan modern ini memberikan kehangatan dan lingkungan yang lembab pada luka. Telah menjadi kesepakatan umum bahwa luka kronik seperti luka diabetes memerlukan lingkungan yang lembab untuk meningkatkan proses penyembuhan luka, yang mana balutan bersifat lembab dapat mendukung sel untuk melakukan proses penyembuhan luka dan mencegah kerusakan atau trauma lebih lanjut. Balutan modern lebih dapat memberikan lingkungan lembab dibandingkan balutan kasa yang cenderung cepat kering (balutan konvensional).
3
Karena perawatan luka kaki diabetes yang komprehensif dalam proses penyembuhannya penyembuhannya harus bersifat lembab, maka apabila penangan ini dilakukan secara efektif akan dapat mencegah ataupun mengurangi angka terjadinya amputasi pada penderita diabetes itu sendiri, sehingga beban fisik dan psikologis pada penderita diabetes dapta dikurangi.(jurnal, Meidina Sinaga 2011) 2011).
1.2 Tujuan
Secara mendasar tujuan dari perumusan masalah adalah untuk dapat mengetahui bagaimana perawatan luka pada pasien Diabetes Melitus yang modern agat dapat mengurangi infeksi yang terjadi pada luka.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Defenisi Diabetes Mellitus
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes mellitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urin yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketiadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Elizabeth J. Corwin 2009). Diabetes Mellitus merupakan penyakit metabolik yang diletupkan oleh interaksi berbagai faktor: genetik, imunoligik, lingkungan, dan gaya hidup. Penyakit ini ditandai dengan hiperglisemia, suatu kondisi yang terjalin erat dengan kerusakan pembuluh pembuluh darah besar (makrovaskular) maupun kecil (mikrovaskular, yang berakhir sebagai kegagalan, kerusakan, atau gangguan fungsi organ (Dr. Arisman, MB,M.Kes 2013). 2013). Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronis yang di sertai berbagai
kelainan
metabolis
sebagai
akibat
gangguan
hormonal
yang
menimbulkan berbagai komplikasi pada mata, ginjal, dan pembuluh darah serta disertai lesi pada membrane basalis yang tampak dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron. Semua jenis diabetes mellitus memiliki gejala yang hampir sama dan komplikasi pada tingkat lanjut (Sutanto 2010). Menurut
(Septi Shinta Sunaryati 2011) Diabetes Mellitus merupakan
penyakit kencing manis yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar gula
5
darah atau hiperglisemia yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk dihati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormone yang diproduksin pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (Brunner &Suddarth Edisi 8 2002). 2.1.2. Jenis-jenis Diabetes Mellitus
Dalam buku (Sutanto, 2010) ada 2010) ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu tipe 1, tipe 2, dan diabetes gestasional, yaitu dibetes yang terjaadi selama kehamilan. 1) Diabetes Mellitus tipe 1 Adalah hasil dari kegagalan tubuh dalam memproduksi insulin. Diperkirakan ada sekitar 5 hingga 10% penderita diabetes didiagnosis menderita diabetes tipe 1. Hampir semua penderita diabetes tipe 1 juga di sebut insulin dependent diabetes mellitus (IDDM), yaitu diabetes yang tergantung pada insulin atau diabetes anak-anak. Ciri khusus diabetes tipe 1 adalah hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun usia dewasa. Perawatan pada penderita diabetes tipe 1 harus dilakukan secara kontinu. Perawatan tersebut tidak akan mempengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran, perawatan, an kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan dengan cara yang tepat. Tingkat
6
glukosa
rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 sebisa mungkin mungkin harus
mendekati angka normal 80-120 mg/dl (4-6 mmol/l). 2) Diabetes mellitus tipe 2 Adalah hasil dari penolakan atau kegagalan tubuh menggunakan zat insulin, yaitu suatu kondisi dimana sel gagal untuk menggunakan insulin dengan benar dan terkadang dikombinasikan dengan kekurangan insulin relatif. Bnayak orang berpotensi terkena diabetes tipe 2 menghabiskan bertahun-tahun dalam keadaan pra-diabetes, yaitu suatu kondisi dimana kadar glukosa darah lebih tinggi dari biasanya tapi tidak cukup tinggi untuk diagnosis diabetes tipe 2. Diabetes mellitus tipe 2 disebut juga dengan non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM) atau diabetes yang tidak bergantung pada insulin. Diabetes jenis ini terjadi akibat kombinasi antara kekurangan produksi insulin dan resistensi
terhadap
insulin
atau
berkurangnya
kemampuan
terhadap
penggunaan insulin yang melibatkan reseptor insulin di membrane sel. Ada beberapa teori yang menjelaskan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor terjadinya resistensi terhadap insulin. 90% pasien diabetes tipe 2 ditemukan mengalami gemuk perut atau obesitas. Penyebab lainnya adalah faktor riwayat keluarga dan seiring berjalannya waktu, diabetes mulai menyerang usia anak-anak dan remaja. Tidak ada cara penyembuhan yang pasti untuk penyakit disbetes tipe 2 meski baru-baru ini, jenis operasi by pass lambung diklaim dapat menormalkan kadar glukosa darah mencapai 80% pada penderita obesitas dengan diabetes. Operasi tersebut bermanfaat mengurangi angka resiko
7
kematian hampir setengah kali lipat di banding pada penderita diabetes dengan obesitas berat. 3) Diabetes Gestational Wanita hamil yang belum pernah mengidap diabetes, tetapi memiliki angka gula darah cukup tinggi selama kehamilan dikatakan telah menderita diabetes gestational. Diabetes tipe ini telah mempengaruhi sekitar 4% dari semua wanita hamil. Dalam beberapa kondisi, diabetes gestational mirip dengan diabetes tipe 2. Diabetes gestational terjadi akibat sekresi insulin relatif tidak memadai dan responsif. Diabetes gestational dapat di obati sepenuhnya, tetapi harus melalui pengawasan medias selam kehamilan. Sekitar 20 hingga 50% wanita yang terkena diabetes gestational kemudian akan berkembang menjadi diabetes tipe 2. Meski mungkin hanya bersifat sementara, diabetes gestational yang tidak ditangani berpotensi merusak kesehatan janin dan ibu. Resiko rusaknya kesehatan pada janin meliputi macrosomia (berat lahir tinggi, kongenital jantung dan penyimpangan system saraf pusat, serta otot rangka tidak normal. 2.1.3. Gejala Diabetes Mellitus
Menurut (Hasdianah, 2012) gejala Diabetes mellitus dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik. a. Gejala Akut Penyakit Diabetes Mellitus 1. Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (poly), yaitu: a) Banyak makan (polyphagia) b) Banyak minum (polydipsia)
8
c) Banyak kencing (polyuria) 2. Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala: a) Banyak minum b) Banyak kencing c) Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu) d) Mudah lelah e) Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik.
b. Gejala kronik Diabetes mellitus
Kesemutan
Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum
Rasa tebal dikulit
Kram
Capai
Mudah mengantuk
Mata kabur, biasanya sering ganti kaca mata
Gatal disekitar kemaluan terutama wanita
Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi
Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.
9
2.1.4. Faktor Resiko
Menurut (Ratna Dewi Pudiastuti, 2013) ada 2013) ada beberapa faktor resiko Diabetes mellitus:
Obesitas (gemuk) atau berat badan lebih
Prediabetes (glukosa darah puasa atau sesudah makan melebihi normal atau toleransi glukosa terganggu)
Melahirkan bayi lebih dari 4 kg
Mempunyai saudara, orang tua atau keluarga dengan diabetes
Usia diatas 45 tahun
Mempunyai tekanan darah tinggi atau kolesterol tinggi
2.1.5. Etiologi Diabetes tipe I
Diabetes Tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus) di perkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
F aktor ktor -fa -f aktor ktor G enet neti k . Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi predisposisi atau kecenderungan genetik kea rah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human ( human leucocyte antigen) tertentu. HLA merupakn kumpulan gen yang bertanggung jawab atas anti gen transplatasi dan proses imun lainnya. Sembilan puluh lima persen pasien berkulit putih (Caucasian)denagn (Caucasian)denagn diabetes tipe I memperlihatkan tipe HLA yang spesifik (DR3 atau DR4). Risiko terjadinya diabetes tipe I meningkat tiga hingga lima kali lipat
10
pada individu yang memiliki memili ki salah satu dari kedua tipe HLA ini. Risiko tersebut meningkat sampai 10 hingga 20 kali lipat pada individu yang memiliki tipe HLA DR3 maupun DR4 (jika dibandingkan dengan populasi umum).
F aktor ktor -fa -f aktor ktor I munolo unologi gi . Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respons otoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan jari ngan tersebut yang dianggapmya seolah-olah sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap sl-sel pulau Langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis diabetes tipe I. Riset dilakukan untuk mengevaluasi efek preparat imunosupresif terhadap perkembangan penyakit pada pasien diabetes tipe I yang baru terdiagnosis atau pada pasien pradiabetes (pasien dengan antibodi yang terdeteksi tetapi tidak memperlihatkan gejala klinis diabetes). Riset lainnya menyelidiki efek protektif yang ditimbulkan insulin dengan dosis kecil terhadap fungsi sel beta.
F aktor ktor -fakto -faktor L i ngkunga ngk ungan. n. Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. Interaksi antara faktor-faktor genetik, imunologi dan lingkungan dalam etiologi diabetes tipe I merupakan pokok perhatian riset yang terus berlanjut. Meskipun kejadian yang menimbulkan destruksi sel beta tidak dimengerti sepenuhnya, namun pernyataan bahwa kerentanan genetic merupakan faktor dasar yang melandasi proses terjadinya diabetes tipe I merupakan hal yang secara umum dapat diterima.
11
Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor ini adalah :
Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia 65 tahun )
Obesitas
Riwayat keluarga
Kelompok etnik ( di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika )
Adanya kadar glukosa darah meningkat secara abnormal merupakan criteria yang melandasi penegakan diagnosis diabetes. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa ( gula darah dar ah nuchter ) yang besarnya diatas 140 mg/d1 ( SI: 7,8 mmol/L ) atau kadar glukosa darah sewaktu (gula darah random) yang diatas 200 mg/d1 (SI: 11,1 mmol/I) pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan kriteria diagnostic penyakit diabetes. Jika J ika kadar gula darah puasanya normal atau mendekati normal, penegakan diagnosis haru berdasarkan tes toleransi glukosa.
Tes Toleransi Glukosa. Tes toleransi glukosa oral merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif dari pada tes toleransi glukosa intravena yang hanya digunakan dalam situasi tertentu (misalnya, untuk pasien yang pernah menjalani operasi lambung). Tes toleransi glukosa oral dilakukan dengan pemberian larutan
12
karbohidrat sederhana. Obat-obat yang mempengaruhi toleransi glukosa harus dihentikan pemberiannya, jika mungkin, selama sekitar 3 hari sebelum tes dilaksanakan. Ada 4 macam obat yang umum diresepkan dan akan mempengaruhi hasil tes toleransi glukosa oral: diuretik (biasanya thiazida), kortikosteroit, estrogen sintetik dan fenitoin (Dilantin). Obat lain yang mempengaruhi adalah: asam nikotinat dosis tinggi, alcohol dan penggunaan salisilat serta inhibitor monoamina oksidase/MAO (khususnya derivate hidrazin) dalam waktu lama.
Pertimbangan Gerontologi. Kenaikan kadar glukosa darah tampak berhubungan dengan usia dan terajadi pada laki-laki maupun wanita diseluruh dunia. Kenaikan glukosa darah timbul pada dekade usia kelima dan frekuensi meningkat bersamaan dengan pertambahan usia. Apabila lansia dengan diabetes yang nyata tidak ikut diperhitungkan dalam statistik, kurang lebih 10% hingga 30% lansia memiliki hiperglikemia yang berhubungan dengan usia. Penyebab perubahan yang berhubungan dengan usia pada metabolism karbohidrat masih belum
terpecahkan.
Tampaknya
penyerapan
yang
lambat
dari
traktus
gastrointestinal bukan faktor penyebab. Kemungkina faktor penyebab lainnya adalah diet yang buruk, kurangnya aktifitas fisik, penurunan lean body mass diman karbohidrat yang dikonsumsi dapat disimpan, perubahan sekresi insulin dan resistensi insulin. 2.1.6. Patofisiologi Diabetes tipe I.
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena
sel-sel
beta
pankreas
telah
dihancurkan
oleh
proses
autoimun.
Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
13
Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah (sesudah makan). Defisiensi insulin juga menganggu menganggu metabolisme metabolisme protein
dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan gligenolisis
(pemecahan
glukosa
yang
disimpan)
dan
glukoneogenisis
(pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa ta npa hambatan dan lebih l ebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar glukosa darah yang sering meerupakan komponen terapi yang penting. Diabetes tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
14
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan cirikhas diabetes tipe II, namun masi terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiper glikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK). Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lamabat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalany adialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, polioria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan, karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan merupakan unsure yang penting pula untuk meningkatkan efektivitas insulin. Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah jika penggunaan obat oral dengan dosis maksimal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang memuaskan, maka insulin dapat digunakan.
D i abe abetes tes dan dan K ehami hami lan.
Diabetes yang terjadi selama kehamilan perlu
mendapat perhatian khusus. Wanita yang sudah diketahui menderita diabetes
15
sebelum terjadinya pembuahan harus mendapatkan penyluhan atau konseling tentang penatalaksanaan diabetes sebelum kehamilan. Pengendalian diabetes yang buruk (hiperglikemia) pada saat pembuahaan dapat disertai diserta i timbulnya malformasi malf ormasi congenital. Karena alasan inilah, wanita yang menderita diabetes harus mengendalikan penyakitnya dengan baik sebelum konsepsi terjadi dan sepanjang kehamilannya. Dianjurkan agar wanita yang menderita diabetes sudah memulai program terapi yang intensif (pemeriksaan kadar glukosa darah empat kali perhari dan pemberian suntikan insulin tiga hingga emapat kali perhari) dengan maksud untuk mencapai kadar hemoglobin yang normal. Diabetes yang tidak terkontrol pada saat melahirkan akan disertai dengan peningkatan insiden makrosomia janin (bayi yang sangat besar), persalinan dan kelahiran yang sulit, bedah sesar serta kelahiran mati ( stillbirth). stillbirth). Disamping itu, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita hiperglikemia dapat mengalami hipoglikemia pada saat lahir. Keadaan ini dapat terjadi karena pankreas bayi yang normal telah mensekresikan insulin untuk mengimbangi keadaan hiperglikemia ibu. Pada keadaan ini dibutuhkan pemantauan kadar glukosa darah, jika terjadi hipoglikemia, pemberian air gula harus segera dilakukan. Diabetes Gestasional.
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta. Semua wanita hamil harus menjalani skrining pada usia kehamilan 24 hingga 27 minggu untuk mendeteksi kemungkinan diabetes. Tujuan yang akan dicapai adalah kadar glukosa selama kehamilan yang berkisar dari 70 hingga 100 mg / dl sebelum makan (kadar gula nuchter) dan kurang dari 165 mg / dl pada dua jam
16
sesudah makan ( kadar gula dua jam postprondial). Sesudahmelahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal. Oleh karena itu, semua wanita yang menderita diabetes gestasional harus mendapatkan konseling guna mempertahankan berat badan idealnya dan malakukan latihan secara teratur sebagai upaya untuk menghindari awitan diabetes tipe II (Brunner & Suddart,2002).
2.1.7. Komplikasi
Dalam buku ( Bustan, 2007) 2007) Diabetes mellitus juga dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang, seperti serangan jantung. Serangan-serangan penyakit lain masi dianggap jarang terjadi. Berikut beberapa komplikasi panjang yang terjadi akibat buruknya penanganan atau pengelolaan terhadap kolesterol 1. Pembuluh darah Ketika organ atau jaringan ini terkena aterosklerotik terbentuk dan menymbat arteri berukuran besar atau sedang s edang dijantung, otak, tungkai, dan penis. Dinding pembuluh darah kecil mengalami kerusakan sehingga pembuluh tidak dapat mentransfer oksigen secara normal dan mengalami kebocoran. 2. Mata Terjadi kerusakan pada pembuluh dara kecil retina. Sebagai akibatnya, akan terjadi gangguan penglihatan dan pada akhirnya bisa terjadi kebutaan. 3. Ginjal Hal yang terjadi ketika komplikasi mengenai ginjal adalah terjadi penebalan pembuluh darah ginjal, protein bocor kedalam urin, dan darah tidak disaring secara normal. Sebagai akibatnya terjadi gagal ginjal.
17
4. Saraf Terjadi kerusakan saraf karena glukosa tidak dimetabolisir secara normal dank arena aliran darah berkurang. Komplikasi yang kenudian terjadi adalah kelemahan pada tungkai yang terjadi secara tiba-tiba atau perlahan, berkurangnya rasa, kesemutan dan nyeri ditangan dan kaki, dan kerusakan saraf menahun. 5. Sistem Sarah Otonom Terjadi kerusakan pada saraf yang mengendalikan tekanan darah dan saluran pencernaan. Disamping itu, terjadi kesulitan menelan dan perubahan fungsi pencernaan yang kemudian disertai serangan diare. 6. Kulit Terjadi kekurangan aliran darah kekulit dan hilangnya rasa yang menyebabkan cedera berulang. Setelah itu, akan timbul luka, infeksi dalam, dan penyembuhan luka yang yang tidak sempurna. 7. Darah Terjadi gangguan fungsi sel darah putih dan komplikasinya adalah mudah terkena infeksi, terutama infeksi saluran kemih dan kulit. 8. Jaringan Ikat Glukosa yang tidak dimetabolisir secara normal membuat jaringan menbal atau berkontraksi. Komplikasinya adalah terowongan karpa. 2.1.8. Pencegahan
Ada tiga cara yang dapat dilakukan :
Pencegahan primer diterapkan untuk kelompok yang berpotensi rekena penyakit ini, meliputi usia diatas 45 tahun, berat badan lebih dari ideal
18
(gemuk), ada garis keturunan, abortus berulang, serta infertilitas. Cara mencegahnya adalah dengan menjaga kesehatan tubuh, membiasakan pola hidup sehat, tidak merokok, olahraga teratur dan terukur, serta menghindari junk food . Menurunkan kadar glukosa dalam darah dan berolahraga. Mengurangi stres dan mengawasi berat badan.
Pencegahan sekunder dengan melakukan deteksi dini dan terapi untuk menghindari penyakit lain yang berakibat fatal sampai kematian, yaitu dengan mengukuti tes penyaring gula darah, menjaga kesehatan gigi-mulut, kuku, kulit, mata, kelainan diet menyenangkan, serta melakukan pemeriksaan umum 6-12 bulan.
Dengan rehabilitasi medis, fisik dan mental, perawatan menyeluruh, dan konsumsi obat-obatan. Hal yang lebih penting lagi ialah adanya motivasi untuk sembuh serta dukungan dari keluarga ( Pradana Soewandono, 2007).
2.1.9. Pengobatan
Dalam upaya ini hal yang perlu diperhatikan adalah mengendalikan berat badan, olah raga, dan diet. Ketiganya perlu kita perhatikan karena menyangkut gaya hidup yang mudah dilakukan. Hindari gaya hidup dan pola makan yang buruk, sebab akan berpotensi menyebabkan terjadinya diabetes mellitus.selain melli tus.selain itu, perlu diadakan beberapa terapi dn pengobatan dengan obat-obatan tertentu. Terapi sulih insulin dan pemberian obat-obatan hipoglikemik merupakan terapi yang harus dijalankan. 1. Terapi Sulih Insulin Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, i nsulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha, atau dinding
19
perut. Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja yang berbeda: a. Insulin Kerja Cepat Contohnya adalah insulin reguler yang bekerja paling cepat dan paling sebentar. Insulin ini mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disuntikkan 15-20 menit sebelum makan. b. Insulin Kerja Sedang Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa di suntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjan g malam. c. Insulin Kerja Lama Contohnyan adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan. Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam, insulin ini tahan disimpan selama berbulan-bulan sehingga sehingga bisa dibawa kemanamana. 2. Obat-obatan Hipoglikemik Obat-obatan sulfonilurea dapat menurunkan kadar gula darah secara cepat pada penderita diabetes tipe II, tetapi yidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid, dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh
20
pankreas dan meningkatkan efektivitas. Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin, tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulin. Akarbos bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus (Septi Shinta Sunaryati,2011).
Perawatan Luka DM
Khususnya komplikasi pada kulit yaitu gangren atau ulkus diabetik (Penyakit Kaki Diabetes) fokus utama penangananya adalah pencegahan terhadap terjadinya luka, strategi pencegahan meliputi edukasi kepada pasien, perawatan kulit, kuku dan kaki dan penggunaan alas kai yang dapat melindungi. Setiap infeksi meskipun kecil merupakan masalah penting sehingga menuntut perhatian penuh. Kaki harus dibersihkan secara teliti dan dikeringkan dengan handuk kering setiap kali mandi. Kaki
harus
diinspeksi
setiap
hari
termasuk
telapaknya,
dapat
dengan
menggunakan cermin. Kaki harus dilindumgi dari kedinginan, kepanasan, batu, atau pasir panas dan api. Sepatu harus cukup lebar dan pas, dianjurkan memakai kaus kaki setiap saat. Kaus kaki harus cocok dan dikenakan secra teliti tanpa lipatan, alas kaki tanpa pegangan, pita atau tali antara jari. Kuku dipotong secara lurus, dan berhenti merokok. ( Hasdianah, 2012)
2.1.10 Perawatan luka Konvensional
tindakan rawat luka merupakan salah satu tindakan mandiri yang di lakukan oleh perawat yang membutuhkan keahlian khusus dimulai dari pengkajian luka sampai dengan merencanakan tindakan perawatan luka berdasarkan kondisi luka dengan teknik yang tepat. Teknik yang di gunakan dalam
21
perawatan luka terbagi menjadi teknik modern dan konvensional. Menurut (Ellis & Bentz, 2007. Dalam Kristianto, 2010). Prosedur tindakan rawat luka secara umum terbagi menjsadi beberapa langkah, yaitu 1. Pengkajian kondisi luka Pengkajian luka yang tepat sangat diperlukan dalam menentukan pilihan intervensi i ntervensi pemilihan balutan dan metode perawatan yang akan digunakan sehingga diperlukan observasi secara hati-hati dan deskripsi lka secara akurat. 2. Membersihkan luka Teknik membersihkan luka bertujuan untuk mengangkat cairan yang dihasilkan dari luka dan debris serta material balutan sehingga tidak mengganggu proses regenerasi jaringan. Cairan normal salin (NS) atau natrium klorida 0,9% (NaCL 0,9%) merupakan cairan yang direkomendasikan sebagai pembersih luka, sedangkan pemakaian antiseptik dapat menyebabkan hambatan dalam proses granuasi dan epitelisasi. 3. Mengganti balutan Aplikasi teknik modern dan konvensional terletak pada saat proses penggantian balutan. Ketika mengangkat balutan primer dari dasar luka perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan trauma. Pemberian tindakan irigasi dengan normal salin merupakan salah satu cara untuk meminimalkan cidera pada luka saat mengganti mengganti balutan. Jenis balutan yang digunakan dapat berupa balutan modern atau konvensional tergantunng kondisi luka.
22
2.1.11 Perawatan Luka Modern (Modern Woundcare)
Menurut (Anik Maryunani, 2013) penyebab 2013) penyebab amputasi kaki pada kaki diabetes adalah perlukaan pada kaki, peneyebab amputasi paling umum antara lain, Ulserasi(84%), Kegagalan penyembuhan luka(81%), Trauma motorik awal(81%), Neuropati(61%), Infeksi(59%), Gangren(55%), Iskemia(46%). Maka dari itu peran perawat luka/ wound care sangat dituntut dit untut untuk melakukan perawatan kaki diabetes secara optimal, yaitu: a. Peran perawat luka/ wound care
Pengkajian komprehensif
Koreksi faktor etiologi/pencetus
Perawatan luka topikal
Evaluasi kemajuan proses penyembuhan
Edukasi pasien dan keluarga
b. Hal-hal yang dilakukan perawat luka/ wound care dalam melakukan “Perawatan Luka Topikal”, antara lain:
Simple Debridement/debridement sederhana
Mengidentifikasikan faktor infeksi pada jaringan atau tulang
Drainase/pengeluaran cairan
Penanganan eksudat
Dresing/balutan
Menjaga proses proliferasi luka
Menjaga proses penyembuhan luka dari trauma dan infeksi
c. Keuntungan perawat luka/ wound care
23
Mempercepat proses penyembuhan luka
Mengurangi pembiayaan
Monitoring proses penyembuhan
Efisiensi penggunaan alat dan bahan
Meningkatkan kepatuhan pasien
Melakukan koordinasi tim
Edukasi pada pasien dan keluarga
Home-care
Dalam buku (M.Clevo Rendy, 2012) 2012) penangan luka dibagi menjadi empat yang saling terkait dan tidak bisa dikerjakan tanpa berurutan, yaitu: 1. Mengangkat jaringan mati Semasih didalam luka ada jaringan mati (nekrotik), upaya apapun dikerjakan tidak akan berhasil. Sebab dengan dengan adanya bagian jaringan yang membusuk, merupakan media yang baik untuk pertumbuhan. Mengakibatkan koloni bakteri akan makin berkembang, nanah semakin banyak dan kerusakan jaringan tambah lama tambah luas, sehingga jaringan yang rusak inipun menjadi mati dan membusuk. Upaya ini disebut dengan debridement yaitu selai menghilangkan jaringan mati juga membersihkan luka dari kotoran yang berasal dari luar termasuk benda asing bagi tubuh. 2. Menghilangkan nanah Luka bernanah kebanyakan disebabkan karena bakteri. Ada bakteri yang menghasilkan banyak nanah, ada bakteri yang menimbulkan nanah serta bau khas, menghasilkan gas gangrence dan bau busuk yang menyengat dan ada yang dominan menyebabkan jaringan menjadi mati / nekrosis.
24
3. Menjaga kelembaban luka Setelah jaringan mati berhasil dibersihkan dan pengeluaran nanah oleh luka dapat diminimalisir, fase berikutnya adalah keluarnya cairan bening yang merupakan cairan tubuh sebagai petanda tahap penyembuhan luka akan segera dimulai. 4. Menunjang masa penyembuhan Penyembuhan luka atau masa granulasi dimulai jika dasar luka sudah tampak kemerahan. Bisa diibaratkan seperti penampakan daging segar.
2.1.12 Pemilihan Balutan Modern
Menurut (Arysanty, 2013) 2013) bagi perawat luka/ wound care sangat penting mengetahui jenis-jenis balutan dan kandungannya, diantaranya: a. Hydroactive gel/ hydrogel Kandungan: CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) dan air, kadarnya berbeda dari masing-masing produsen hydrogel. b. Hydrocolloid 3Kandungan: NatriumCMC (NaCMC), bersifat adhesive (lengket/merekat), w (anti air) ketika bertemu cairan luka l uka dapat berubah menjadi gel. c. Salep Herba Tribee/ Salep TTO Kandungan: salep ini mengandung Meleauca altermifolia (Tea Tree Oil) 2%, untuk mempercepat proses inflamasi. d. Transparent film/semipermiable film dressing Kandungan: Polyurethane film, dalam bentuk lembaran, gulungan, oles cair (swab) dan spray.
25
e. Calcium alginate Kandungan: merupakan serat polisakarida yang berasal dari rumput laut, mengandung Ca 2+. f. Hydrocelullosa/ hydrofiber Kandungan: NaCMC 100% saat bertemu dengan cairan akan membentuk agar-agar yang tidak dapat diperas airnya. g. Foam dressing Terbuat dari polyurethane foam dalam bentuk sediaan lembaran, atau untuk fungsi rongga (goa). h. Kassa antrimikrobial Kandungan: gamgee dan LA merupakan jenis balutan yang menyerap (absorben) cairan luka. i.
Kantong stoma Kandungan: kantong stoma dengan wafer yang terbuat dari hydrocolloid ataupun cohesive eakin dengan sistem mengalirkan dan menampung cairan yang keluar, dan wafernya untuk melindungi kulit dari cairan yang keluar.
j.
Silver dressing Kandungan: balutan yang mengandung silver ioned (Ag) yang berspektum luas, yang dapat membunuh MRSA( Methicilline-Resistant MRSA( Methicilline-Resistant Staphylococcus), dan VRE (Vancomycin-Resistant Enterococcus)
k. Cadoxmer iodine Kandungan: terdiri dari tiga dimensi yang mengikat 0,9% iodine. Saat bertemu cairan luka akan membentuk gel melepaskan iodine.
26
BAB III KASUS
PENGKAJIAN LUKA
Identitas Pasien
Nama
: Ny S
Diagnosa
: Diabetes Mellitus tipe 2
Dokter
: Dr Andreas PPDS Penyakit Dalam
27
Items 1. Ukuran Luka
Pengkajian 1= P X L< 4 Cm 2=P X L 4 < 5 Cm 3=P X L 36 <36 Cm 4=P X L 36 < 80 Cm 5=P X L > 80 Cm
2. Kedalaman
1= Stage 1 2= Stage 2 3= Stage 3 4= Stage 4 5= Necrosis Wound 1= Samar Tidak Jelas Terlihat 2=Batas Tepi Terlihat, Menyatu Dengan Dasar Luka 3=Jelas, Tidak Menyatu Dengan Dasar Luka 4=Jelas, Tidak Menyatu Dengan Dasr Luka, Tebal 5=Jelas, Fibrotic, Parut Tebal/ Hyperkeratonic 1=Tidak Ada 2=Goa>2 Cm Diarea Manapun 3=Goa 2-4 Cm < 50% Pinggir Luka 4=Goa 2-4 Cm > 50% Pinggir Luka 5=Goa >4 Cm Diarea Manapun 1= Tidak Ada 2= Bloody 3= Serosanguineous 4=Serous 5= Purulent 1=Kering 2=Molts 3=Sedikit 4= Sedang 5= Banyak 1=Pink Atau Normal 2=Merah Tekan Jika Ditekan 3=Putih Atau Pucat Atau Hipopigmentasi 4=Merah Gelap / Abu-Abu 5=Hitam Atau Hiperpigmentasi 1=No Swelling Atau Edema 2= No Pitting Edema Kurang
3.
Tepi Luka
4.
Goa
5.
Tipe Eksudat
6.
Jumlah Eksudat
7.
Warna Kulit Sekitar Luka
8.
Jaringan Yang
Tanggal
28
Tanggal
Tanggal
Tanggal
Edema
9.
10.
Jaringan Granulasi
Epitelisasi
Dari < 4cm Disekitar Luka 3= No Pitting Edema > 4cm Disekitar Luka 4= Pitiing Edema Kurang Dari > 4cm Disekitar Luka 5= Krepitasi Atau Pitting Edema > 4 Cm 1=Kulit Utuh Atau Stage 1 2= Terang 100 % Jaringan Granulasi 3= Terang 50 % Jaringan Granulasi 4=Granulasi 25 % 5= Tidak Ada Jaringan Granulasi 1= 100 % Epitelisasi 2.75 % - 100 % Epitelisasi 3=50 % -75 % Epitelisasi 4=25% - 50 % Epitelisasi 5.< 25 5 Epitelisasi Skor Total Paraf Dan Nama Petugas
STATUS KONDIS LUKA
1
Jaringan sehat
15
30
Regenerasi Luka
55
Degenerasi Luka
29
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Diabetes atau yang sering disebut dengan Diabetes Mellitus mer upakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan kurangnya produksi insulin,zat yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas.Bisa pula karena adanya gangguan pada fungsi insulin,meskipun jumlahnya normal. 2. Penyakit Diabetes terdiri atas dua macam, yaitu Diabetes tipe 1 (IDDM) dan Diebetes tipe 2 (NIDDM). 3. Cara mengontrol gula darah dalam tubuh ialah dengan cara berolah raga secara teratur, melakukan senam khusus diabetes, diabetes, berjalan kaki, bersepeda, berenang, serta diet dengan cara yang benar. 4.
Ada berbagai macam perawatan luka diabetes meliitus.
B. Saran 1. Bagi Mahasiswa PSIK STIKes Deli Husada ialah hendaknya kita menjaga kesehatan dalam tubuh kita sejak dini, mulai mengontrol makanan yang tidak baik untuk kesehatan dalam tubuh kita, karena apabila kita telah menjaga kesehatan sejak dini maka tubuh kita akan selalu sehat. 2. Bagi Masyarakat hendaknya kita menjaga lingkungan sekitar kita dan mulai bisa mengontrol makanan yang dapat membuat kadar gula kita naik serta dianjurkan agar kita mengecek kadar gula kita untuk mewaspadainya.
30
DAFTAR PUSTAKA
Kozier & Erb. (2010). Buku (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Keperawatan.. Jakarta :EGC. Potter & Perry .(2005). Buku .(2005). Buku Ajar Fundamental Fundamental Keperawatan. Keperawatan . Jakarta: EGC. http://healthyenthusiast.com/manajemen-perawatan-luka-diabetic.html http://majalahkasih.pantiwilasa.com/index.php?option=com_content&task=view &id=45&Itemid=74 http://rumahdiabetes.com/dm/
31