KEPERAWATAN ANAK
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GAGAL GINJAL KRONIS
oleh: Desy Dwi Arvanita I.
(2012.01.008)
Dian Fitriani Santoso P.
(2012.01.009)
Eny Lestari
(2012.01.010)
Fauziah Sundari
(2012.01.011)
Hendra Eka Cipta K.
(2012.01.012)
Jonathan Christofer R.R. (2012.01.013)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WILLIAM BOOTH SURABAYA 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul Keperawatan Anak: Asuhan Keperawatan Anak dengan Gagal Ginjal Kronis dalam keadaan baik. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Anak pada semester lima. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada bebagai pihak yang telah mendukung dan memotivasi penulis sehingga karya tulis ini dapat selesai dengan baik, yaitu: 1.
Pandeirot M. Nancye, M.Kep.,Sp.Kep.J selaku Direktur Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan William Booth Surabaya,
2.
Hendro Djoko M.Kep.Ns selaku ketua Prodi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surabaya,
3.
Siska Christianingsih S.Kep.,Ns selaku dosen Keperawatan Anak,
4.
Teman-teman Prodi S1 Keperawatan, dan
5.
serta pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih banyak kekurangan.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulis dapat membuat karya tulis dengan lebih baik lagi. Semoga karya tulis ini dapat \bermanfaat bagi para mahasiswa pendidikan kesehatan pada umumnya dan mahasiswa keperawatan pada khususnya.
Surabaya, 20 Oktober 2014 Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL ...............................................................................................................i KATA PENGANTAR ......................................................................................ii DAFTAR ISI......................................................................................................iii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang .. .....................................................................................1
1.2
Rumusan Masalah . .................................................................................2
1.3
Tujuan Umum Penulisan ........................................................................3
1.4
Tujuan Khusus Penulisan........................................................................3
BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1
Konsep Medis Gagal Ginjal Kronis pada Anak ......................................4
2.2
WOC (Web of Caution)...........................................................................8
2..3
Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Gagal Ginjal Kronis ..............9
BAB 3 PENUTUP 3.1
Simpulan ................................................................................................15
3.2
Saran ......................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................16
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penyakit yang muncul pada anak bisa disebabkan oleh beberapa penyebab, baik karena bawaan sejak lahir (kongenital) yang diturunkan dari orangtua secara genetik dan akibat oleh malabsorbsi nutrisi selama masa kehamilan ibu, maupun penyakit yang didapatkan anak karena fungsi imunitasnya masih belum terbentuk sempurna. Salah satu dari penyakit yang dapat diderita oleh anak adalah penyakit gagal ginjal. Gagal ginjal pada anak bisa terjadi akibat malfungsi organ ginjal; organ ginjal yang tidak terbentuk dengan sempurna sehingga kehilangan fungsinya, maupun karena suatu penyakit lain yang diderita anak yang mengakibatkan menurunnya fungsi organ ginjal anak. Penyebab penyakit gagal ginjal pada anak tersebut dapat menyebabkan bertambah buruknya kondisi anak dan bisa berlanjut pada gagal ginjal kronis, sehingga dibutuhkan penanganan khusus pada anak yang menderita gagal ginjal kronis tersebut. Masih sulit untuk menentukan secara pasti angka kejadian gagal ginjal kronis pada anak. Epidemiologi gagal ginjal kronis pada anak berdasarkan satu atau multisenter sangat tidak sesuai untuk keakuratan analisis demografi karena selalu dipengaruhi oleh bias (sebagai contoh klien dengan gangguan ginjal derajat kurang berat kadang- kadang dirawat di senter non nefrologi pediatrik; kelainan yang jarang, berat dan spesifik cenderung terkumpul di senter tertentu; atau beberapa klien remaja biasa dirujuk ke bagian nefrologi dewasa). Berdasarkan survey the Nephrology Branch dari Chilean Pediatric Society tahun 1989 dilaporkan bahwa insiden gagal ginjal kronis sebesar 5,7 per satu juta penduduk dan prevalens nasional sebesar 42,5. Sebanyak 50,7% gagal ginjal kronis terjadi pada anak laki-laki, 58,6% terjadi pada anak usia > 10 tahun, dan 15% terjadi pada anak usia < 5 tahun. Terdapat dua pendekatan teoritis untuk menjelaskan gangguan fungsi ginjal pada gagal ginjal kronis. Sudut pandang tradisional mengatakan bahwa semua unit nefron yang telah diserang penyakit namun dalam stadium berbeda-beda, dapat benarbenar rusak atau berubah strukturnya. Misalnya lesi organik pada medula akan merusak susunan anatomik ansa henle dan vasa recta, atau pompa klorida pada pars asendens ansa henle akan mengganggu proses aliran balik pemekatan. Pendekatan kedua, yang diterima sekarang, dikenal dengan nama Hipotesis Bricer atau hipotesis nefron utuh, yaitu bahwa bila nefron terserang pernyakit, maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Hal ini menerangkan pola adaptasi fungsional ginjal ber upa kemampuan mempertahankan homeostasis dengan cara sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Lebih kurang 1 juta nefron terdapat pada masing-masing ginjal dan semuanya berkontribusi terhadap laju filtrasi glomerulus. Tanpa memandang penyebab kerusakan ginjal, nefron-nefron, ginjal pada awalnya mampu mempertahankan laju
filtrasi glomerulus dengan cara hiperfiltrasi dan hipertrofi kompensatori dari nefronnefron yang masih sehat. Kemampuan adaptasi ini terus berlangsung sampai ginjal mengalami kelelahan dan akan tampak peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam plasma. Peningkatan kadar kreatinin plasma dari nilai dasar 0,6 mg/dl menjadi 1,2 mg/dl, meskipun masih dalam rentang normal, sebetulnya hal ini merepresentasikan adanya penurunan fungsi ginjal sebesar 50%. Identifikasi faktor-faktor yang berkorelasi dengan tingkat progresifitas menuju gagal ginjal kronik serta tindakan asuhan keperawatan yang mendukung dapat bermanfaat dalam penanganan anak dengan gagal ginjal kronik yang ditujukan untuk mempertahankan kemampuan fungsional nefron yang tersisa selama mungkin serta memacu pertumbuhan fisik yang maksimal. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah pada karya tulis ini adalah sebagai berikut. 1.2.1 Apa yang dimaksud dengan gagal ginjal kronis pada anak? 1.2.2
Apa penyebab dari gagal ginjal kronis pada anak?
1.2.3
Bagaimana patofisiologi dari gagal ginjal kronis pada anak?
1.2.4
Bagaimana manifestasi klinis yang timbul pada gagal ginjal kronis pada anak?
1.2.5
Bagaimana penatalaksanaan pada gagal ginjal kronis pada anak?
1.2.6
Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada anak dengan gagal ginjal kronis?
1.3
Tujuan Umum Penulisan Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan umum penulisan dalam karya tulis ini adalah untuk mengetahui konsep medis dan asuhan keperawatan dari penyakit gagal ginjal kronis pada anak.
1.4
Tujuan Khusus Penulisan Berdasarkan rumusan masalah dan tujua umum penulisanm maka tujuan khusus pada karya tulis ini adalah sebagai berikut. 1.4.1 Untuk mengetahui definisi dari gagal ginjal kronis pada anak. 1.4.2
Untuk mengetahui penyebab dari gagal ginjal kronis pada anak.
1.4.3
Untuk mengetahui patofisiologi dari gagal gnjal kronis pada anak.
1.4.4
Untuk mengetahui manifestasi klinis yang muncul pada anak dengan gagal ginjal kronis.
1.4.5
Untuk mengetahui penatalaksanaan dari gagal ginjal kronis pada anak.
1.4.6
Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan pada anak dengan gagal ginjal kronis.
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1
Konsep Medis Gagal Ginjal Kronis pada Anak 2.1.1 Definisi Gagal Ginjal Kronis pada Anak Gagal ginjal kronis adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus menerus (Corwin, 2001). Menurut Stein (2001) gagal ginjal kronis didefinisikan sebagai kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan tidak reversible yang disebabkan oleh berbagai jenis penyakit. Penyakit yang mendasari sering sulit dikenali bila gagal ginjal telah parah, gagal ginjal ronik yaitu penurunan fungsi ginjal sehingga kadar kreatinin serum lebih dari 2 atau 3 kali nilai normal untuk anak dengan jenis kelamin dan usia yang sama, atau bila laju filtrasi glomerulus, 30 ml/menit/1,73 m2 sekurang-kurangnya selam 3 bulan (Hanif, 2007).
2.1.2 Etiologi Gagal Ginjal Kronis pada Anak Etiologi gagal ginjal kronis pada masa kanak-kanak berkorelasi erat dengan umur penderita pada saat pertama kali gagal ginjal tersebut terdeteksi. Gagal ginjal kronis dibawah 5 tahun biasanya akibat kelainan anatomis (hipoplasdia, displadia, obstruksi dan malformasi), sedangkan setelah usia 5 tahun yang dominan adalah penyakit glomerulus didapat (glumerolusnefritis, sindrom hemolitik uremik, atau gangguan herediter (sindrom alport, penyakit kistik). Menurut Stein (2001), penyebab gagal ginjal yang sering temui pada anak-anak antara lain: penyakit glomerulonefritis, penyakit glomerulus yang disertai dengan penyakit sistemik, penyakit tubulointerstisial, penyakit renovaskuler, penyakit tromboembolik, sumbatan saluran kemih, nefrosklerosis hipertensif, nefropati dibetes, penyakit polikistik dan penyakit bawaan lain.
2.1.3 Patofisiologi Gagal Ginjal Kronis pada Anak Menurut Wong (2004), gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir (end stage renal disease/ESRD) terjadi bila ginjal yang sakit tidak mampu mempertahankan komposisi kimiawi cairan tubuh dalam batas normal di bawah kondisi normal. Akumulasi berbagai subtansi biokimia dalam darah yang terjadi
karena penurunan fungsi ginjal yang menimbulkan komplikasi seperti berikut (Wong, 2004). a.
Retensi produk sisa, khususnya nitrogen urea dah dan kreatinin
b.
Retensi air dan natrium yang berperan pda edema dan kongesti vaskuler
c.
Hiperkalemia dari kadar bahaya
d.
Asidosis metabolik bersifat terus menerus karena retensi ion hidrogen dan kehilangan bikarbonat terjadi terus menerus
e.
Gangguan
kalium
dan
fosfor
yang
mengakibatkan
perubahan
metabolism tulang, yang pada gilirannya menyebabkan berhentinya pertumbuhan atau retadasi, nyri tulang dan deformitas yang diketahui sebagai osteodistrofi renal f.
Anemia yang disebabkan oleh disfungsi hematologis, kerusakan produksi sel darah merah, pemendekan umur sel darah merah yang berhubungan dengan penurunan produksi eritropeitin, pemanjangan masa pendarahan dan anemia nutrisional
g.
Gangguan pertumbuhan, kemungkinan disebabkan oleh suatu faktor seperti nutrisi buruk, anoreksia, osteodostrofi renal dan abnormalitas biokimia Tanpa memandang kerusakan ginjal, bila tingkat kemunduran fungsi
ginjal mencapai kritis, penjelasan sampai gagal ginjal stadium akhir mencapai kritis, penjelekan sampai gagal ginjal stadium akhir tidak dapat dihindari. Mekanisme yang tepat mengakibatkan kemunduran fungsi secara progresif belum jelas, tetapi faktor yang dapat memainkan peran penting mencakup cedera imunologi yang terus-menerus; hiperfiltrasi yang ditangani secara hemodinamik di dalam mempertahankan kehidupan glomerulus; masukan diet protein dan fosfor; proteinuria yang terus menurus; hipertensi sitemik. Endapan kompleks imun atau antibodi anti-membran basalis glomerulus akhir, tidak tergantung mekanisme yang memulai cedera pada ginjal. Bila nefron hilang karena alasan apaun, nefron sisanya mengalami hipertrofi struktural dan fungsional yang ditengahi, setidak-tidaknya sebagian, oleh peningkatan aliran darah glomerulus. Mekanisme yang berpotensi menimbulkan kerusakan adalah pengaruh langsung peningkatan tekanan hidrostatik pada intefritas dinding kapiler, hasilnya mengakibatkan keluarnya protein melewati dinding kapiler atau keduanya.
Diet tinggi protein mempercepat perkembangan gagal ginjal, sebaliknya diet rendah protein mengurangi kecepatan kemunduran fungsi. Serta diet fosfor melindungi fungsi ginjal pada insufisiensi ginjal kronis. Proteinuria menetap atau hipertensi sistemik karena sebab apapun dapat merusak dinding kapiler glomerulus secara langsng, mengakibatkan sklerosis golmerulus dan permulaan cedera darah hiperfiltrasi. Ketika fungsi ginjal mulai mundur, mekanisme kompensator berkembang pada nefron sisanya dan mempertahankan lingkungan internal yang normal. Ginjal mempunyai kemampuan nyata untuk mengkompensasi kehilangan nefron yang persisten yang terjadi pada gagal ginjal kronis. Jika angka filtrasi glomerolus menurun menjadi 5-20 ml/menit/1,73 m2, kapasitas ini mulai gagal. Hal ini mnimbulkan berbagai masalah biokimia berhubungan dengan bahan utama yang ditangani ginjal. Ketidakseimbangan ginjal untuk memekatkan urin. Hiperkalemia terjadi akibat penurunan sekresi kalium. Asidosis metabolic terjadi karena kerusakan reabsorbsi bikarbonat dan produksi ammonia.
2.1.4 Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis pada Anak Menurut STIKIM (2009) manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada anak dengan gagal ginjal kronis antara lain sebagai berikut. a.
Edema, oliguria, hipertensi, gagal jantung kongesti
b.
Poliuria, dehidrasi
c.
Hiperkalemia
d.
Hipernatremia
e.
Anemia
f.
Gangguan fungsi trombosit
g.
Apatis, letargi
h.
Anoreksia
i.
Asidosis
j.
Gatal-gatal
k.
Kejang, koma
l.
Disfungsi pertumbuhan
2.1.5 Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis pada Anak Manajemen anak yang mengalami gagal ginjal kronis memerlukan pemantuan keadaan klinis penderita secara ketat. Secara optimal, penderita harus ditangani oleh pusat medis yang mampu menyediakan pelayanan medis, perawatan, sosial dan dukungan nutrisi ketika keadaan penderita memburuk menjadi gagal ginjal stadium akhir. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menangani gagal ginjal kronis pada anak. a.
Diet pada gagal ginjal kronis. Makanan kalori yang optimal pada insufiensi gagal ginjal belum diketahui, tetapi upaya yang harus dilakukan untuk memenuhi atau melampaui kalori harian yang sesuai umur penderita. Pemberian vitamin, serta pemberian zat besi bila ada anemia.
b.
Manajemen air dan elektrolit pada gagal ginjal kronis. Sampai perkembangan pada gagal ginjal stadium akhir memerlukan dialysis. Pembatasan air jarang diperlukan pada anak dengan insufiensi ginjal, karena kebutuhan air diatur oleh pusat haus di otak.
c.
Asidosis pada gagal ginjal kronis. Asidosis berkembang pada hamper semua anak yang mengalami insufisiensi ginjal dan tidak perlu diobati kalau bikarbonat serum turun dibawah 20 mEq/L. Bicitra atau tablet natrium bikarbonat dapat digunakan untuk menaikkan bikarbonat serum didalam darah.
d.
Hipertensi pada gagal ginjal kronis. Keadaan gawat darurat pada hipertensi harus diobati dengan nifedipene oral atau pemberian intarvena dari diazoksid. Penanganan hipertensi yang sulit dapat dilakukan dengan pembatasan garam. Obat kaptopril dapat menimbulkan hiperkalemia.
e.
Dosis obat pada gagal ginjal kronis: karena banyak obat yang diekresikan oleh ginjal, pemberiannya pada penderita dengan insufisiensi ginjal harus diubah untuk memaksimalkan efektifitas dan meminimalkan resiko toksisitas.
2.2
WOC (Web of Caution) Cedera imunologi terus
Endapan kompelks imun & antibody di glomerulus
Cedera pada ginjal
Hiperfiltrasi
Peningkatan tekanan hidrostatik pd infiltrasi
Protein dpt keluar dr filtrasi
Cedera pada ginjal
Konsumsi Protein dan Fosfor berlebih
Terjadi timbunan di glomerulus
Merusak fungsi glomerulus
Proteinuria sering terjadi
Hipertensi sistemik
Dinding kapiler glomerulus rusak Sklerosis glomerulus dan cedera darah hiperfiltrasi
Fungsi ginjal mulai mundur
Fungsi filtrasi glomerulus turun 5-20 ml/menit
Masalah pengaturan biokimia dlm ginjal
Ketidakseimbangan memekatkan urine
Sekresi kalium turun
Reabsorbsi bikarbonat & produksi ammonia terganggu
Hiperkalemia Asidosis Metabolik
2.3
Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Gagal Ginjal Kronis 2.3.1 Pengkajian Keperawatan Menurut Wong, 2004 dalam Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, fokus pengkajian pada anak dengan gagal ginjal adalah : a.
Pengkajian awal 1) Lakukan pengkajian fisik rutin dengan perhatian khusus pada pengukuran parameter pertumbuhan. 2) Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai disfungsi ginjal, perilaku makan, frekuensi infeksi, tingkat energi. 3) Observasi adanya bukti-bukti manifestasi gagal ginjal kronik.
b.
Pengkajian terus menerus 1) Dapatkan riwayat untuk gejala-gejala baru atau peningkatan gejala. 2) Lakukan pengkajian fisik dengan sering, dengan perhatian khusus pada tekanan darah, tanda edema, atau disfungsi neurologis 3) Kaji respons psikologis pada penyakit dan terapinya. 4) Bantu pada prosedur diagnostik dan pengujian (urinalisis, hitung darah lengkap, kimia darah, biopsi ginjal).
c.
Biodata 70 % kasus GGA terjadi pada bayi di bawah 1 tahun pada minggu pertama kahidupannya.
d.
Riwayat penyakit sekarang Urine klien kurang dari biasanya kemudian wajah klien bengkak dan klien muntah.
e.
Riwayat penyakit dahulu 1) Diare hingga terjadi dehidrasi 2) Glomerulonefritis akut pasca streptokokus 3) Penyakit infeksi pada saluran kemih yang penyembuhannya tidak adekuat sehingga menimbulkan obstruksi.
f.
Activity Daily Life 1) Nutrisi: Nafsu makan menurun (anorexia), muntah 2) Eliminasi: Jumlah urine berkurang sampai 10–30 ml sehari (oliguri) 3) Aktivitas: Klien mengalami kelemahan 4) Istirahat tidur: Kesadaran menurun
g.
Pemeriksaan 1) Pemeriksaan Umum: BB meningkat, TD dapat normal, meningkat atau berkurang tergantung penyebab primer gagal ginjal. 2) Pemeriksaan Fisik: a) Keadaan Umum: malaise, debil, letargi, tremor, mengantuk, koma. b) Kepala: Edema periorbital c) Dada: Takikardi, edema pulmonal, terdengar suara nafas tambahan. d) Abdomen: Terdapat distensi abdomen karena asites. e) Kulit: Pucat, mudah lecet, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, leukonikia, warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik. f)
Mulut: Lidah kering dan berselaput, fetor uremia, ulserasi dan perdarahan pada mulut
g) Mata: Mata merah. h) Kardiovaskuler:
Hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung,
pericarditis, pitting edema, edema periorbital, pembesaran vena jugularis, friction rub perikardial. i)
Respiratori: Hiperventilasi, asidosis, edema paru, efusi pleura, krekels, napas dangkal, kussmaul, sputum kental dan liat.
j)
Gastrointestinal: Anoreksia, nausea, gastritis, konstipasi/ diare, vomitus, perdarahan saluran pencernaan.
k) Muskuloskeletal: Kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang, foot drop, hiperparatiroidisme, defisiensi vitamin D, gout. l)
Genitourinari: amenore, atropi testis, penurunan libido, impotensi, infertilitas, nokturia, poliuri, oliguri, haus, proteinuria,
m) Neurologi: Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku. n) Hematologi: perdarahan.
Anemia,
defisiensi
imun, mudah mengalami
2.3.2
Diagnosa Keperawatan a.
Resiko tinggi cedera sekunder berhubungan dengan akumulasi elektrolit dan produk sisa.
b.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gagalnya mekanisme regulasi ginjal.
c.
Perubahan nutrisi berhubungan dengan pembatasan diet.
d.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit kronis, kerusakan pertumbuhan dan persepsi tentang menjadi “berbeda”.
e.
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit kronis.
2.3.3
Intervensi Keperawatan a.
Diagnosa Keperawatan 1: Resiko tinggi cedera sekunder berhubungan dengan akumulasi elektrolit dan produk sisa. Tujuan: klien mempertahankan kadar elektrolit mendekati – normal. Hasil yang diharapkan: Anak tidak menunjukkan bukti akumulasi produk sisa. Intervensi Keperawatan: 1) Bantu pada dialysis Rasional: untuk mempertahankan fungsi ekskretori. 2) Berikan Kayexalate sesuai ketentuan Rasional: menurunkan kadar kalium serum. 3) Berikan diet rendah protein, kalium, natrium, dan fosfor. Rasional: menurunkan kebutuhan ekskretori pada ginjal. 4) Observasi
adanya
bukti
produk
sisa
yang
hiperkalemia, hiperfosfatemia, uremia Rasional: untuk menjamin pengobatan yang segera.
terakumulasi,
b.
Diagnosa Keperawatan 2: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gagalnya mekanisme regulasi ginjal. Tujuan 1: klien mempertahankan volume cairan yang tepat. Hasil yang diharapkan: Anak tidak menunujukkan bukti-bukti atau komplikasi cairan yang terakumulasi di antara waktu dialisis. Intervensi Keperawatan: 1) Bantu dengan dialysis Rasional: mempertahankan fungsi ekskretori. 2) Pantau kemajuan Rasional: mengkaji keadekuatan kemungkinan komplikasi.
terapi
dan
mendeteksi
Tujuan 2: klien mempertahankan volume cairan yang tepat melalui pengaturan masukan cairan. Hasil yang diharapkan: Anak tidak menunjukkan bukti-bukti penambahan cairan. Intervensi Keperawatan: 1) Berikan cairan oral sesuai kebutuhan. Rasional: mencegah terjadinya kelebihan cairan berulang 2) Melakukan strategi pemberian cairan Rasional: mencegah masukan yang tidak diinginkan. 3) Tinjau ulang pembatasan cairan setiap hari dengan orang tua dan anak Rasional: mendorong kerja sama dalam melakukan intervensi 4) Anjurkan cara untuk membagi volume cairan total ke dalam jumlah kecil untuk diberikan selama sehari penuh. Rasional: orang tua mengerti pentingnya memenuhi kebutuhan cairan secara tepat pada anaknya 5) Mempertahankan kelembaban mulut dengan cara-cara lain, seperti permen keras, es batu, sprei embun lembut dari air dingin Rasional: untuk mencegah perasaan kering.
c.
Diagnosa Keperawatan 3: Perubahan nutrisi berhubungan dengan pembatasan diet. Tujuan: klien mengkonsumsi diet yang tepat Hasil yang diharapkan: kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi Intervensi Keperawatan: 1) Berikan instruksi diet untuk makanan yang menurunkan kebutuhan ekskretorius pada ginjal dan berikan kalori yang cukup serta protein Rasional: kalori dan protein berfungsi untuk pertumbuhan klien 2) Batasi protein, fosfor, garam, dan kalium sesuai ketentuan. Rasional: natrium dapat menyebabkan retensi cairan 3) Dorong makanan tinggi kalsium Rasional: untuk mencegah demineralisasi tulang. 4) Anjurkan makanan yang kaya asam folat dan besi Rasional: mencegah anemia, karena anemia adalah komplikasi dari gagal ginjal kronis. 5) Atur pertemuan ahli diet ginjal dengan keluarga untuk membahas makanan yang diijinkan dan membantu dalam perencanaan diet Rasional: keluarga memahami kebutuhan diet anak. 6) Bantu klien hemodialisis dalam mengisi permintaan menu makanan rasional: makanan untuk dimakan pada saat dialisis
d.
Diagnosa Keperawatan 4: Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit kronis, kerusakan pertumbuhan dan persepsi tentang menjadi “berbeda”. Tujuan: klien mengembangkan harga diri positif dan memahami penyakit. Hasil yang diharapkan: 1) Anak menunjukkan pemahaman tentang gagal ginjal kronis dan mematuhi terapi. 2) Anak menunjukkan tanda-tanda harga diri positif.
Intervensi Keperawatan: 1) Berikan pendidikan tentang gagal ginjal kronis. Termasuk penatalaksanaan, pengobatan, dan hasil jangka panjang. Rasional: informasi yang akurat dapat menungkatkan pemahaman pasien tentang penyakit yang diderita 2) Dorong kemandirian anak dalam perawatan dan penatalaksanaan gagal ginjal kronis Rasional: kemandirian membantu anak mengembangkan harga diri positif. 3) Ijinkan anak untuk berpartisipasi dalam prosedur dialisis. Rasional: anak kooperatif saat dilakukan dialisis 4) Ijinkan anak untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan bila tepat. Rasional: anak merasa dihargai 5) Tingkatkan harga diri pada anak gagal ginjal kronis. Rasional: anak menjadi percaya diri dan tidak minder 6) Atur kelompok pendukung klien atau berikan konseling sesuai kebutuhan Rasional: dkungan akan membuat pasien memiliki penguatan yang positif 7) Berikan penguatan positif selama prosedur dialisis dan kunjungan tindak lanjut Rasional: pasien memiliki harapan tinggi untuk sembuh e.
Diagnosa Keperawatan 5: Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit kronis. Tujuan: klien (keluarga) menunjukkan perilaku koping yang positif . Intervensi Keperawatan: 1) Bantu orang tua dalam perencanaan diet dan dukung upaya mereka untuk menyesuaikan diet, memenuhi kebutuhan semua anggota keluarga. Rasional: dukungan dapat membuat keluarga lebih bersemangat dalam melakukan tindakan yang dianjurkan
2) Berikan
bimbingan
antisipasi
yang
berhubungan
dengan
kemungkinan dan kejadian yang diperkirakan, seperti gejala, diet, dan efek obat-obatan. Rasional: keluarga maupun pasien tidak kaget jika terjadi sesuatu
BAB 3 PENUTUP
3.1
Simpulan Dari pembahasan yang telah dibahas, maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif yang irreverible. Penyebab dari gagal ginjal kronis pada anak dubedakan menjadi dua, yaitu terjadi pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun yang disebabkan oleh kelainan anatomis dari organ ginjal anak, dan pada anak dengan usia lebih dari 5 tahun yang disebabkan oleh adanya penyakit pada ginjal yang menyebabkan fungsi organ tersebut menurun dan rusak. Gagal ginjal kronis pada anak terjadi bila ginjal yang sakit tidak mampu mempertahankan komposisi kimiawi cairan tubuh dalam batas normal dibawah kondisi normal. Manifestasi klinis yang muncul pada anak dengan gagal ginjal kronis diantaranya adalah: edema, oliguria, hipertensi, gagal jantung kongesti, poliuria, dehidrasi, hiperkalemia, hipernatremia, anemia, gangguan fungsi trombosit, apatis, letargi, anoreksia, asidosis, gatal-gatal, kejang, koma, dan disfungsi pertumbuhan. Penatalaksanaan dari gagal ginjal kronis pada anak adalah dengan memperhatikan kalori pada makanan anak dan membatasi asupan cairan dan elektrolit anak. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus gagal ginjal kronis pada anak adalah: (1) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan akumulasi elektrolit dan produk sisa, (2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gagalnya mekanisme regulasi ginjal, (3) Perubahan nutrisi berhubungan dengan pembatasan diet, (4) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit kronis, kerusakan pertumbuhan dan persepsi tentang menjadi “berbeda”, dan (5) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit kronis.
3.2
Saran Kepada mahasiswa yang menekuni bidang kesehatan terutaa bidang keperawatan, agar untuk terus menggiatkan semangat belajar diri, agar nantinya dapat menjadi tenaga kesehatan yang profesional yang memiliki kompetensi yang baik dalam bidangnya, sehingga nantinya dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara tepat, baik penanganan secara fisik, psikologis, sosial, maupun spiritual.
DAFTAR PUSTAKA
Alpers, Ann, alih bahasa: A. Samik Wahab, Sugiarto. 2006. Buku Ajar Pediatri. Jakarta: EGC. Behrman, Robert M. Kliegman, dan Ann M. Narvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 3. Jakarta: EGC. Corwin, E.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi(terjemahan). Cetakan 1. Jakarta: Penerbit BukuKedokteran EGC Hanif. 2007. Gagal ginjal Kronis. http://hanif.web.ugm.ac.id/gagal-ginjal-Kronis/. Diunduh tanggal 10 Oktober 2014. Hatake, Kapevi. 2013.”Askep Gagal Ginjal (GGA/GAGAL GINJAL KRONIS) pada Anak” http://macrofag.blogspot.com/2013/ 02/askep-gagal-ginjal-ggagagal ginjal kronispada-anak.html. Diakses pada 20 Oktober 2014. Sekarwana, Nanan. 2004. “Gagal Ginjal Kronik pada Anak” dalam Sari Pediatri Vol. 6, No.1 (Supplement) Juni 2004; 68-84 Stein, J.H. 2001 Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam (terjemahan). Edisi 3. Jakarta: ECG. Wong, Donna L, alih bahasa: Monica ester. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC. _____________. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik (terjemahan). Edisi 4. Jakarta: ECG.