MAKALAH TOKSIKOLOGI “APLIKASI K3 DI LABOATORIUM”
Di susun oleh : 1. Intan Septiani 2. Rafles Herlangga Putra 3. Sari Budhi Meilinda
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK 2018 KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, r ahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Aplikasi K 3 di Laboratorium”. Laboratorium”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalh ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “Aplikasi K3 di Laboratorium” ini Laboratorium” ini dapat memberikan manfaat untuk pembaca.
Tangerang, 12 Januari 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................
i
DAFTAR ISI ....................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................
1
C. Tujuan ................................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Good Laboratory Practice ................................................................
2
2.2 Good Sampling Practice .................................................................
2
2.3 Good Analytical Practice ..................................................................
3
2.4 Good Measurement Practice .............................................................
4
2.5 Good Dokumentation Practice ........................................................ 2.6 Good Housekeeping Practice ...........................................................
5
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................
6
B. Saran ..................................................................................................
6
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
7
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Good Laboratory Practice (GLP) mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 43 tahun 2013 tentang Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik yang Baik atau Good Laboratory Practice (GLP) adalah pelaksanaan kegiatan untuk meningkatkan dan memantapkan mutu hasil pemeriksaan laboratorium. Tujuan dari GLP adalah mengatur cara penyelenggaraan laboratorium klinik yang baik sehingga dapat memberikan pelayanan dan hasil yang bermutu serta dapat dipertanggung jawabkan. Laboratorium Klinik atau Medik harus diselenggarakan secara baik dengan memenuhi kriteria organisasi, ruang dan fasilitas, peralatan, bahan, spesimen, metode pemeriksaan, mutu, keamanan, pencatatan dan pelaporan. Namun pada topik ini hanya akan dibahas GLP yang terkait dengan keamanan atau K3 di laboratorium. Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) laboratorium merupakan bagian dari pengelolaan laboratorium secara keseluruhan. Laboratorium melakukan berbagai tindakan dan kegiatan terutama berhubungan dengan spesimen yang berasal dari manusia maupun bukan manusia. Bagi petugas laboratorium yang selalu kontak dengan spesimen, maka berpotensi terinfeksi kuman patogen. Potensi infeksi juga dapat terjadi dari petugas ke petugas lainnya, atau keluarganya dan ke masyarakat. Untuk mengurangi bahaya yang terjadi, perlu adanya kebijakan yang ketat. Petugas harus memahami keamanan laboratorium dan tingkatannya, mempunyai sikap dan kemampuan untuk melakukan pengamanan sehubungan dengan pekerjaannya sesuai Standard Operational Procedure (SOP), serta mengontrol bahan/spesimen secara baik menurut praktik laboratorium yang benar. Sesuai dengan GLP, sebuah laboratorium harus mempunyai petugas/Tim K3.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana penerapan Good Laboratory Practice (GLP) 2. Bagaimana Hal-Hal yang Harus di Perhatikan dalam K3 di Laboratorium C. Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui tujuan penerapan Good Laboratory Practice (GLP) 2. Untuk mengetahui Hal-Hal yang Harus di Perhatikan dalam K3 di Laboratorium
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Good Laboratory Pr actice (GJP)
“Good Laboratory Practice” atau GLP adalah suatu cara pengorganisasian laboratorium dalam proses pelaksanaan pengujian, fasilitas, tenaga kerja dan kondisi yang dapat menjamin agar pengujian dapat dilaksanakan, dimonitor, dicatat dan dilaporkan sesuai standar nasional/internasional serta memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan. Penerapan GLP
bertujuan
untuk
meyakinkan
bahwa
data
hasil
uji
yang
dihasilkan
telah
mempertimbangkan : 1. Perencanaan dan pelaksanaan yang benar (Good Planning and execution) 2. Praktek pengambilan sampel yang baik (Good Sampling Practice) 3. Praktek melakukan analisa yang baik (Good Analytical Practice) 4. Praktek melakukan pengukuran yang baik ( Good Measurement Practice) 5. Praktek mendokumentasikan hasil pengujian/data yang baik (Good Dokumentation Practice) 6. Praktek menjaga akomodasi dan lingkungan kerja yang baik (Good Housekeeping Practice). Dengan demikian, laboratorium pengujian yang menerapkan GLP dapat menghindari kekeliruan atau kesalahan yang mungkin timbul, sehingga menghasilkan data yang tepat, akurat dan tak terbantahkan, yang pada akhirnya dapat dipertahankan secara ilmiah maupun secara hukum. Adapun faktor-faktor yang menentukan kebenaran dan kehandalan pengujian yang dilakukan oleh laboratorium adalah : a. Personel b. Kondisi akomodasi dan lingkungan c. Metode pengujian dan kalibrasi serta validasi metode d. Peralatan e. Ketertelusuran pengukuran f. Pengambilan sampel uji g. Penanganan sampel yang akan diuji dan barang yang akan dikalibrasi h. Jaminan mutu hasil pengujian dan kalibrasi i.
Laporan hasil uji atau sertifikat kalibrasi
Sebagai alat manajemen, GLP bukan merupakan bagian dari ilmu pengetahuan ilmiah namun hanya merupakan pelengkap dalam praktek berlaboratorium untuk mencapai mutu data hasil uji yang konsisten. 2.1.1 Organisasi Laboratorium Untuk mendapatkan suatu laboratorium pengujian yang efisien dan efektif sesuai dengan GLP diperlukan suatu organisasi dan manajemen dengan uraian yang jelas mengenai susunan, fungsi, tugas dan tanggung jawab serta wewenang bagi para pelaksananya. Struktur organisasi laboratorium harus menunjukan garis kewenangan, ruang lingkup tanggung jawab, uraian kerja serta hubungan timbal balik semua personel yang mengelola, melaksanakan atau memverifikasi pekerjaan yang dapat mempengaruhi mutu pengujian. Bentuk struktur organisasi harus disesuaikan dengan tujuan utama laboratorium dengan mempertimbangkan ruang lingkup, jenis atau komoditi, serta beban kegiatan pengujian. Hal ini menyebabkan organisasi pada setiap laboratorium pengujian tidak akan sama. Pimpinan laboratorium berfungsi sebagai pengambil keputusan tentang kebijakan ataupun sumber daya yang ada di laboratorium. Pimpinan laboratorium menunjuk manajer mutu yang diberi tanggung jawab dan wewenang untuk meyakinkan bahwa sistem manajemen mutu diterapkan dan diikuti sepanjang waktu. Manajer mutu tersebut harus dapat berhubungan langsung dengan manajer tertinggi laboratorium. Di samping itu, laboratorium harus mempunyai manajer teknis yang mempunyai tanggung jawab atas seluruh operasional teknis serta menetapkan sumber daya yang dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa operasional laboratorium telah memenuhi persyaratan mutu. 2.1.2 Personel Penempatan personel dalam organisasi laboratorium harus disesuaikan dengan kualifikasi dan pengalaman yang tepat. Laboratorium harus memiliki ketentuan untuk menjamin agar seluruh personelnya bebas dari pengaruh komersial baik secara internal maupun eksternal, pengaruh keuangan serta tekanan lainnya yang dapat mempengaruhi mutu kerjanya. Untuk mendapatkan personel yang qualified , manajemen laboratorium harus merumuskan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan personel laboratorium. Program pelatihan harus relevan dengan tugas sekarang dan tugas masa depan yang diantisipasi oleh laboratorium. Harus ada catatan atau data tentang kualifikasi, pengalaman dan latihan yang dipunyai oleh setiap personel. Secara umum jenis pelatihan meliputi : 1)
Internal Training , yang terdiri dari :
a) On the job training untuk personel baru,merupakan pembekalan yang dilakukan dalam bentuk pengarahan oleh personel senior yang berwenang terhadap personel baru sebelum mendapat tugas dan tanggung jawab. b) In house training untuk seluruh atau sebagian personel lama, didasarkan atas kebutuhan dan antisipasi terhadap lingkup pekerjaan laboratorium yang dirasakan perlu bagi mayoritas personel. 2)
External training , dilaksanakan di luar laboratorium atas undangan dari pihak luar
dalam suatu program pelatihan. Training tersebut biasanya diikuti oleh personel yang kompeten sehingga dapat memberikan pengetahuan yang didapat kepada personel lain. Pelatihan jenis ini dikenal dengan istilah training of trainer . Metode pengujian adalah prosedur teknis tertentu untuk melaksanakan pengujian. Tanpa metode laboratorium tidak mungkin melaksanakan kegiatan pengujian, pengukuran atau kalibrasi. Karena itu, laboratorium harus menggunakan metode dan prosedur yang tepat untuk semua jenis pengujian yang sesuai dengan ruang lingkupnya, termasuk : a. Pengambilan sampel uji b. Penanganan sampel uji c. Transportasi d. Penyimpanan e. Preparasi sampel /barang yang akan diuji dan/atau dikalibrasi f. Perkiraan ketidakpastian pengukuran g. Teknik statistik untuk analisis data pengujian dan/atau kalibrasi Untuk memastikan agar pengujian dilakukan dengan benar serta memberikan hasil yang memuaskan dan dapat dipercaya, laboratorium harus menggunakan metode standar internasional maupun nasional. Selain itu, laboratorium dapat juga menggunakan metode non-standar yang mempunyai spesifikasi yang telah diakui serta berisi informasi yang cukup dan ringkas tentang bagaimana melaksanakan pengujian tersebut. Dalam hal ini, tambahan dokumentasi untuk tahapan metode atau detail informasi perlu dilakukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode, antara lain : a. Semua metode pengujian harus didokumentasikan dan divalidasi b. Semua metode tersebut harus dipelihara kemutakhirannya dan tersedia untuk personel yang tepat c. Metode harus diikuti secara benar sepanjang waktu d. Personel yang bersangkutan harus dilatih dan/atau dievaluasi kompetensinya
e. Metode tersebut harus dilakukan secara berkala oleh personel yang bersangkutan untuk memelihara kemahirannya. 2.1.3. Validasi Metode Laboratorium harus memvalidasi metode pengujian, termasuk metode pengambilan contoh, sebelum metode tersebut digunakan. Validasi metode adalah konfirmasi dengan cara menguji suatu metode dan melengkapi bukti-bukti yang objektif apakah metode tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai tujuan tertentu. Dengan kata lain, validasi metode merupakan proses mendapatkan informasi penting untuk menilai kemampuan sekaligus keterbatasan dari suatu metode untuk : a. Memperoleh hasil yang dapat dipercaya b. Menentukan kondisi di mana hasil data uji diperoleh c. Menentukan batasan suatu metode, misalnya akurasi, presisi, batas deteksi, pengaruh matrik, dan lain-lain. Metode sangat penting karena menyangkut elemen-elemen yang dapat mempengaruhi, seperti personel, peralatan atau instrumentasi, bahan kimia, kondisi akomodasi dan lingkungan, sampel /barang, dan waktu yang semuanya merupakan faktor yang dapat menimbulkan variasi pada suatu pengujian. Tujuan Validasi metode adalah untuk mengetahui sejauh mana penyimpangan yang tidak dapat dihindari dari suatu metode pada kondisi normal dimana seluruh elemen terkait telah dilaksanakan
dengan
baik
dan
benar. Dalam
pelaksanaannya,
laboratorium
harus
memvalidasi : a. Metode non-standar b. Metode yang didesain/dikembangkan oleh laboratorium c. Metode standar yang digunakan di luar ruang lingkup (rentang) yang ditentukan d. Penegasan serta modifikasi metode standar untuk konfirmasi bahwa metode tersebut sesuai penggunaan yang dimaksud. Hal-hal yang biasanya menjadi bahan pertimbangan dalam melaksanakan validasi metode adalah : a. Keterbatasan biaya, waktu, dan personel b. Kepentingan laboratorium c. Kepentingan pelanggan d. Diutamakan untuk pekerjaan yang bersifat rutin.
Sebagai bukti bahwa laboratorium telah melakukan validasi metode, laboratorium harus mencatat hasil yang diperoleh, prosedur yang digunakan untuk validasi, dan suatu pernyataan bahwa metode sesuai dengan penggunaan yang dimaksud. 2.2. Good Sampling Practice
Menyambung tulisan mengenai GLP, pada bagian tentang Praktik berikutnya
saya
Pengambilan akan
Sampel
membahas
2
ini saya akan membahas
yang Baik (Good Sampling Practice). Tulisan
satu
persatu
penerapan GLP pada
praktik-praktik
lainnya. Pengambilan sampel didefinisikan sebagai prosedur pengambilan suatu bagian dari substansi, bahan, atau produk untuk keperluan pengujian dari sampel yang mewakili kumpulannya. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan sampel adalah : a) Perencanaan pengambilan sampel b) Petugas pengambil sampel c) Prosedur pengambilan sampel d) Peralatan yang digunakan e) Lokasi dan titik pengambilan sampel f) Frekuensi pengambilan sampel g) Keselamatan kerja h) Dokumentasi yang terkait Laboratorium harus mempunyai rencana pengambilan sampel dan prosedurnya, serta harus tersedia pada lokasi di mana pengambilan sampel dilakukan. Perencanaan pengambilan sampel didasarkan pada metode statistik yang tepat dan ditujukan kepada faktor-faktor yang dikendalikan untuk memastikan validitas hasil pengujian. Prosedur pengambilan sampel harus menguraikan pemilihan, rencana pengambilan sampel, preparasi sampel untuk menghasilkan informasi yang diperlukan. Petugas pengamabil sampel harus dilakukan oleh personel yang qualified , dibuktikan dengan pendidikan, pelatihan dan dapat menunjukan keterampilannya dalam pengambilan sampel serta telah ditunjuk atau mewakili laboratorium yang bersangkutan. 2.3. Good Measurement Practice
Laboratorium harus dilengkapi dengan peralatan dan instrumentasi yang diperlukan agar pengujian dapat dilaksanakan. Peralatan pengujian, termasuk perangkat keras dan perangkat lunak, harus dilindungi dari penyetelan atau pengoperasian yang dapat menyebabkan tidak validnya hasil pengujian. Peralatan dan perangkat lunak yang digunakan untuk pengujian harus sesuai dengan tugas dan ruang lingkup pengujian, mampu mencapai akurasi yang disyaratkan, serta memenuhi spesifikasi yang relevan dengan pengujian.
Peralatan dan instrument yang tersedia harus diinspeksi secara periodik, dijaga kebersihan, distel dan dikalibrasi sesuai dengan standar. Peralatan dan instrumentasi harus dioperasikan oleh personel yang ahli, terlatih dan ditunjuk. Semua instruksi cara operasi setiap peralatan harus tersedia di tempat. Catatan setiap peralatan harus ada dan disimpan yang meliputi : a) Nama peralatan, deskripsi dan nomor seri. b) Tanggal perolehan peralatan (delivery) c) Data maintenance, kalibrasi dan perbaikan, d) Keselamatan yang diperlukan bagi setiap peralataan utama. Bukti bahwa suatu peralatan tertentu menghasilkan data analisa atau test yang sesuai standar dan memadai untuk kontrak atau peraturan. 2.3.1 Program Kalibarasi Semua peralatan ukur dan instrumentasi harus terlebih dahulu dikalibrasi sebelum digunakan dan dikalibrasi ulang secara reguler. Sistem kalibrasi harus memenuhi persyaratan standar.Jika laboratorium menggunakan pelayanan kalibrasi oleh pihak luar ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu : a) Mampu telusur pengukuran harus dijamin oleh laboratorium yang melakukan kalibrasi b) Laboratorium yang melakukan kalibrasi dapat mendemonstrasikan kompetensinya c) Dilakukan oleh personel yang qualified d) Menggunakan prosedur yang tepat. Sertifikat kalibrasi yang diterbitkan oleh laboratorium yang melakukan kalibrasi harus berisi hasil pengukuran, termasuk ketidakpastian pengukuran dan/atau pernyataan kesesuaian spesifikasi metrologi yang ditetapkan. Standar banding (Certified Reference Materials/SRMs) yang dipakai dalam kalibrasi harus bersertifikasi yang dapat ditelusuri menuju standar pengukuran nasional. Apabila penelusuran tidak memungkinkan (contoh : kalibrasi spektroskopi serapan atom), maka kalibrasi harus divalidasi dengan referensi analisa SRM. Selang waktu antar kalibrasi harus sesuai dengan standar nasional atau internasional. Apabila standar tidak ada, peralatan dikalibrasi pada interval sesuai tujuan standar. Untuk peralatan yang didasarkan pada perbandingan dan bahan pengukuran mutlak, kalibrasi awal harus dilakukan untuk menjamin ketelitian (accuracy) hasil analisa. Catatan tentang kalibrasi peralatan harus ada dan disimpan. Catatan berisi detail prosedur kalibrasi, sertifikat kalibrasi, tanggal kalibrasi dan frekuensi kalibrasi yang diperlukan.
2.4 Good Documentation Practice
Laboratorium harus mempunyai dan mengembangkan sistem dokumentasi dan rekaman yang sesuai dengan kebutuhannya dalam menerapkan Praktik berlaboratorium yang baik (GLP). Rekaman data hasil uji, pemrosesan, serta penerbitan laporan hasil uji merupakan unsur yang sangat penting dalam keseluruhan proses pengujian. Rekaman dapat berupa hard copy atau media elektronik. Seluruh rekaman data yang berhubungan dengan pengujian harus mudah dibaca, didokumentasikan, dan dipelihara sedemikian rupa sehingga rekaman tersebut dapat mudah diperoleh kembali dengan cepat sampai batas waktu yang ditentukan. Selain itu, rekaman tersebut harus disimpan pada lokasi yang memadai untuk mencegah kerusakan, kehilangan dan harus dijamin aman serta rahasia. Biasanya rekaman disimpan selama 5 tahun, dan kemudian dimusnahkan sesuai prosedur yang ditetapkan oleh laboratorium. Laboratorium harus mempunyai prosedur untuk melindungi dan mempunyai rekaman pendukung atau back-up yang disimpan secara elektronik atau komputerisasi serta mencegah adanya akses untuk mengubah rekaman tersebut oleh personel yang tidak berwenang. Pencatatan atau rekaman berfungsi untuk mendokumentasikan apa yang diperoleh dari perhitungan atau pengamatan orisinil tanpa direkayasa. Pengamatan, pencatatan data dan perhitungan harus direkam pada saat pengujian dilakukan serta dapat diidentifikasi untuk pekerjaan
tertentu.
Untuk
meminimalkan
kesalahan
rekaman,
laboratorium
harus
melaksanakan usaha-usaha, antar lain : a) Meningkatkan kesadaran personel penanggung jawab melalui pelatihan atau pengarahan dari atasannya b) Pemeriksaan oleh operator yang berbeda c) Pemeriksaan perhitungan oleh orang lain d) Perhitungan kembali dengan metode yang berbeda e) Verifikasi data atau hasil perhitungan. Namun, apabila kesalahan tetap terjadi dalam suatu rekaman, setiap kesalahan harus dicoret. Tidak diperkenankan untuk menghapus atau meghilangkan data aslinya, sehingga membuat tidak dapat terbaca. Cara yang benar adalah : nilai yang salah dicoret, dan nilai yang benar ditulis disampingnya. Karena itu, perlu dihindari penggunaan pensil yang mudah dihapus untuk perhitungan atau pencatatan data di laboratorium. Semua perubahan dalam rekaman harus ditandatangani atau diparaf oleh orang yang melakukan koreksi. Tindakan serupa harus dilakukan pada rekaman yang disimpan secara elektronik untuk mencegah hilang atau berubahnya data orisinil.
2.5 Good Housekeeping Practice
Laboratorium harus mempunyai ukuran, konstruksi, lokasi dan sistem pengendalian yang memadai agar dapat memenuhi tugas dan fungsi laboratorium. Desain yang tidak tepat dan fasilitas laboratorium yang kurang terawat dapat mengurangi mutu data hasil uji dan atau kalibrasi, operasional kegiatan laboratorium, kesehatan dan keselamatan, serta moralitas personel laboratorium. Pemeliharaan kondisi akomodasi dan lingkungan laboratorium yang baik, selain untuk mencapai keabsahan mutu data juga dapat melindungi personel laboratorium dari bahaya bahan kimia, kebakaran, serta bahaya lain yang timbul . 2.5.1 Pengaruh kondisi akomodasi. Kondisi akomodasi dan lingkungan dapat berpengaruh terhadap : a) Kondisi contoh yang akan diuji. Untuk menghindari kontaminasi serta perubahan kondisi contoh, maka ruangan tempat penerimaan contoh, penyimpanan, preparasi, lingkungan pengujian harus bebas dari debu, asap serta faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap contoh, misalnya tempertatur dan kelembaban. b) Kinerja peralatan laboratorium. Debu, temperatur, kelembaban, getaran dan kestabilan tenaga listrik akan mempengaruhi peralatan laboratorium. Hendaknya peralatan yang dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan tersebut ditempatkan pada lokasi yang tepat.
c) Personel laboratorium. Penerangan dan ventilasi di lingkungan pengujian harus cukup serta terhindar dari kebisingan agar memberikan rasa nyaman kepada personel yang melakukan kegiatan operasional laboratorium. Ruang yang memadai juga harus tersedia untuk melaksanakan administrasi laboratorium, misalnya pencatatan, pelaporan dan kegiatan dokumentasi. d) Kesesuaian kondisi yang dipersyaratkan. Persyaratan kondisi dalam metode pengujian serta peralatan penunjang harus dipenuhi untuk mencapai keabsahan mutu data laboratorium. 2.5.2. Fasilitas Laboratorium a. Pencahayaan. Untuk mendapatkan cahaya matahari yang cukup disarankan laboratorium menggunakan jendela kaca dengan luas sekitar satu pertiga (1/3) dari luas lantai ruangan. Jika bahan kimia atau peralatan instrumentasi sensitif terhadap sinar matahari langsung gedung laboratorium
harus didisain sedemikian rupa untuk mengihindari penembusan langsung sinar matahari yang melebihi intensitas 70 W/m 2.Pencahayaan dalam laboratorium yang diperlukan berkisar antara 540 – 1075 lux atau lumen per m 2 pada area kerja. Kualitas dan intensitas pencahayaan harus dikontrol agar masih dalam kisaran yang dapat diterima. Untuk itu, seluruh rekaman pencahayaan dalam laboratorium serta pengendaliannya harus dipelihara. b. Ventilasi Ventilasi harus didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan kontaminasi udara yang terjadi di ruang laboratorium yang disebabkan bahan kimia dapat keluar dan digantikan dengan udara segar. Sistem ventilasi laboratorium dapat dilakukan dengan menggunakan ventilasi alami dan buatan (AC). Jika digunakan AC di ruang laboratorium maka kebutuhan AC pada ruangan tersebut diperhitungkan sebesar 1 PK untuk 20 m 2. Penggunaan ventilasi alami tidak dimungkinkan pada ruang instrumentasi, ruang srteril, atau ruang timbang karena akan menyebabkan adanya debu atau pergerakan udara yang dapat mempengaruhi peralatan dan instrumentasi laboratorium. Seluruh sistem ventilasi laboratorium harus dimonitor setidak-tidaknya 3 bulan sekali jika pemantauan kontinu tidak tersedia, serta harus dievaluasi ulang ketika ada perubahan pada sistem tersebut c. Sumber Energi Laboratorium harus memastikan bahwa sumber energi cukup untuk kegiatan operasionalnya. Selain itu, laboratorium harus mempunyai jenset untuk cadangan energi apabila sewaktuwaktu ada pemadaman aliran listrik. Jika laboratorium menggunakan peralatan instrumentasi, kestabilan arus listrik adalah hal yang perlu diperhatikan, karena arus listrik akan sangat mempengaruhi kinerja instrumentasi yang mempunyai sensitivitas tinggi. Karena itu perlu dipertimbangkan penggunaan stabiliser, disamping isolated ground circuit dan instalasi listrik yang memenuhi persyaratan. d. Persediaan Air Laboratorium harus memastikan persediaan air cukup untuk kegiatan operasional, baik air destilasi, air bidestilasi, air demineralisasi, air untuk keperluan sehari-hari, misalnya air untuk pencucian peralatan gelas, cuci tangan, atau keperluan di kamar kecil. 1. Alat Keselamatan Fasilitas dan peralatan keselamatan harus tersedia untuk menjamin lingkungan kerja yang bersih dan aman, diantaranya meliputi : a) Lemari asam dan almari pengaman b) Informasi safety c) Alat untuk menangani tumpahan bahan kimia d) Pakaian kerja dan alat pelindung diri
e) Saluran air dengan kran dan shower f) Saluran gas dengan kran sentral g) Jaringan listrik yang dilengkapi dengan sekering atau pemutus arus h) Kotak P3K yang berisi lengkap obat i) Nomor telepon kantor pemadam kebakaran, rumah sakit, dan dokter j) Alat pemadam kebakaran yang siap pakai dan mudah dijangkau, bak berisi pasir kering dengan sekop, selimut anti api k) Fasilitas pembuangan limbah 2. Meja Kerja dan Area kerja Personel Laboratorium Meja kerja sebaiknya disesuaikan dengan kenyamanan personel dalam melakukan kegiatan operasional laboratorium. Biasanya tinggi meja kerja sekitar 80 cm, lebar 90 cm, sedangkan panjang disesuaikan dengan ruangan yang ada. Untuk pemilihan meja laboratorium harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a) Terbuat dari bahan yang kuat b) Halus dan rata c) Kedap air d) Tahan terhadap bahan kimia e) Mudah dibersihkan. Jarak minimum antar meja kerja harus dipertimbangkan untuk kenyamanan dalam melakukan kegiatan laboratorium. Posisi meja kerja sedapat mungkin tidak mengganggu kegiatan personel lain.
Hal-Hal yang Harus di Perhatikan dalam K3 di Laboratorium Simbol-Simbol Bahan Kimia 1. E xplosive (bersifat mudah meledak)
Bahaya : eksplosif pada kondisi tertentu
Contoh : ammonium nitrat, nitroselulosa, TNT
Keamanan : hindari benturan, gesekan, loncatan api, dan panas
2. Oxidizing (pengoksidasi)
Bahaya : oksidator dapat membakar bahan lain, penyebab timbulnya api atau penyebab sulitnya pemadaman api
Contoh : hidrogen peroksida, kalium perklorat
Keamanan : hindari panas serta bahan mudah terbakar dan reduktor
3. F lammable (mudah terbakar)
Bahaya : mudah terbakar Meliputi : 1) Zat terbakar langsung, contohnya aluminium alkil fosfor; keamanan : hindari campuran dengan udara. 2) Zas amat mudah terbakar. Contoh : butane, propane. Keamanan : hindari campuran dengan udara dan hindari sumber api. 3) Zat sensitive terhadap air, yakni zat yang membentuk gas mudah terbakar bila kena air atau api. 4) Cairan mudah terbakar, cairan dengan titik bakar di bawah 21 0C. contoh : aseton dan benzene. Keamanan : jauhkan dari sumber api dan loncatan bunga api. 4. Toxic (beracun)
Bahaya : toksik; berbahaya bagi kesehatan bila terhisap, terteln atau kontak dengan kulit, dan dapat mematikan.
Contoh : arsen triklorida, merkuri klorida
Kemananan : hindari kontak atau masuk dalam tubuh, segera berobat ke dokter bila kemungkinan keracunan.
5. H armful ir ritant (bahaya, iritasi)
Kode Xn ( Harmful )
Bahaya : menimbulkan kerusakan kecil pada tubuh,
Contoh : peridin
Kemanan : hindari kontak dengan tubuh atau hindari menghirup, segera berobat ke dokter bila kemungkinan keracunan.
Kode Xi (irritant )
Bahaya : iritasi terhadap kulit, mata, dan alat pernapasan
Contoh : ammonia dan benzyl klorida
Keamanan : hindari terhirup pernapasan, kontak dengan kulit dan mata.
6. Corrosive (korosif)
Bahaya : korosif atau merusak jaringan tubuh manusia
Contoh : klor, belerang dioksida
Keamanan : hindari terhirup pernapasan, kontak dengan kulit dan mata
7. Dangerous for E nvir omental (Bahan berbahaya bagi lingkungan)
Bahaya : bagi lingkungan, gangguan ekologi
Contoh : tributil timah klorida, tetraklorometan, petroleum bensin
Keamanan : hindari pembuangan langsung ke lingkungan
Penyimpanan reagen yang bersifat berbahaya memerlukan perlakuan khusus, antara lain:
a. Lokasi dan konstruksi tempat penyimpanan reagen yang bersifat berbahaya dan beracun membutuhkan pengaturan tersendiri, agar tidak terjadi kecelakaan akibat kesalahan dalam penyimpanan tersebut. Salah satu persyaratan kelengkapan pada tempat penyimpanan tersebut adalah sistem tanggap darurat dan prosedur penanganannya. b. Penyimpanan dan penataan bahan kimia berdasarkan urutan alfabetis tidaklah tepat,
kebutuhan
itu
hanya
diperlukan
untuk
melakukan
proses
pengadministrasian. Pengurutan secara alfabetis akan lebih tepat apabila bahan kimia sudah dikelompokkan menurut sifat fisis, dan sifat kimianya terutama tingkat kebahayaannya. c. Bahan kimia yang tidak boleh disimpan dengan bahan kimia lain, harus disimpan secara khusus dalam wadah sekunder yang terisolasi. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah pencampuran dengan sumber bahaya lain seperti api, gas beracun, dan ledakan. Penyimpanan bahan kimia tersebut harus didasarkan atas tingkat risiko
bahayanya yang paling tinggi. Misalnya benzene memiliki sifat flammable dan toxic. d. Sifat dapat terbakar dipandang memiliki resiko lebih tinggi daripada timbulnya karsinogen. Oleh karena itu penyimpanan benzena harus ditempatkan pada cabinet tempat menyimpan zat cair flammable daripada disimpan pada cabinet bahan toxic. e. Reagen berbahaya dan beracun yang dianggap kadaluwarsa, atau tidak memenuhi spesifikasi, atau bekas kemasan, yang tidak dapat digunakan tidak boleh dibuang sembarangan, tetapi harus dikelola sebagai limbahberbahaya dan beracun. Kadaluwarsa
adalah
bahan
yang
karena
kesalahan
dalam
penanganannya
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi dan atau karakteristik sehingga bahan tersebut tidak sesuai lagi dengan spesifikasinya. f. Salah satu langkah yang wajib dilakukan adalah kewajiban uji kesehatan secara berkala bagi pekerja, sekurang-kurangnya 1 kali dalam 1 tahun, dengan maksud untuk mengetahui sedini mungkin terjadinya kontaminasi oleh zat/senyawa kimia berbahaya dan beracun terhadap pekerja atau pengawas lokasi tersebut. g. Salah satu kehawatiran utama dalam penanganan berbahaya dan beracun adalah kemungkinan terjadinyakecelakaan baik pada saat masih dalam penyimpanan maupun kecelakaan pada saat dalam pengangkutannya. Kecelakaan ini adalah lepasnya
atau
tumpahnya
reagen
ke
lingkungan,
yang
memerlukan
penanggulangan cepat dan tepat. Bila terjadi kecelakaan, maka kondisi awalnya adalah berstatus keadaan darurat (emergency). h. Penyimpanan reagen yang bersifat anhidrat, disimpan di dalam oven pada suhu 100-110oC, selama 1-2 jam dan sebaiknya semalam, sedangkan penyimpanan reagen yang bersifat hidrat disimpan pada eksikator.
Pewadahan dilakukan untuk menjaga kualitas dari reagen. Berikut adalah hal-hal yang harusdiperhatikan dalam pewadahan reagen.
a. Kriteria wadah reagen yang baik antara lain : 1) Botol yang gelap / berwarna coklat, hal ini dilakukan agar dapat terhindar dari sinar matahari. 2) Wadah reagen tidak bocor. 3) Wadah reagen harus bermulut kecil, dan tertutup rapat.
4) Wadah reagen harus berbahan dasar dari kaca. 5) Wadah reagen harus steril. 6) Tidak bereaksi dengan bahan kimia dari reagen yang diwadahkan. b. Untuk reagen cair, diwadahkan pada botol yang memenuhi kriteria seperti di atas. Reagen yang bervolume kecil, diwadahkan pada botol berukuran kecil.Sedangkan pada reagen yang bervolume besar, diwadahkan pada botol ukuran besar atau jerigen yang besar c. Untuk reagen serbuk, jika berisi banyak, dapat diwadahkan pada botol dengan mulut agak lebar, hal ini bertujuan agar mudah dalam waktu pengambilan reagen pada waktu penimbangan. d. Hal penting yang harus selalu di ingat pada saat pewadahan reagen yaitu, pemberian label yang berisi, nama reagen, tanggal pembuatan, paraf pembuat reagen, tanggal penerimaan, konsentrasi dan pelarut pada botol/ wadah reagen.
Alangkah baiknya jika tempat penyimpanan masing-masing kelompok bahan tersebut diberi label dengan warna berbeda. Misalnya warna merah untuk bahan flammable, kuning untuk bahan oksidator, biru untuk bahan toksik, putih untuk bahan korosif, dan hijau untuk bahan yang bahayanya rendah. label bahan flammable label bahan oksidator label bahan toksik label bahan korosif label bahan dengan tingkat bahaya rendah.
Alat Pelindung Diri
APD dapat terdiri dari alat yang sederhana hingga relatif lengkap. Contohnya adalah baju yang menutup seluruh tubuh pemakai yang dilengkapi dengan masker khusus dan alat bantu pernafasan yang dikenakan dikala menangani tumpahan bahan kimia yang sangat berbahaya. Perlengkapan seperti baju kerja biasa atau seragam yang tidak secara spesifik melindungi diri dari resiko keselamatan dan kesehatan tidak termasuk APD. Pemakaian alat APD dimaksudkan untuk mengurangi atau minimalkan resiko dan bahaya di tempat kerja. Alat Pelindung Diri yang harus dikenakan saat di laboratorium meliputi : 1. Alat pelindung tangan/gloves 2. Alat pelindung muka/face mask 3. Alat pelindung badan/jas laboratorium 4. Alat pelindung kaki /safety shoes Berikut ini adalah beberapa Alat Pelindung Diri yang biasa digunakan :
1) Alat pelindung badan (Jas laboratorium) Jas laboratorium adalah salah satu Alat Pelindung Diri yang wajib digunakan oleh para pekerja di lingkungan laboratorium. Hal ini berarti bahwa jas lab tidak hanya digunakan oleh para analis tapi juga para pekerja lain yang berada di laboratorium. Penggunaan jas lab juga menjadi seragam sederhana bagi para profesional di bidang laboratorium. Sesuai fungsinya penggunaan jas lab ditujukan agar para pemakainya terhindar dari paparan atau percikan bahan kimia yang digunakan. Untuk itu, sangat tidak disarankan menggunakan jas lab lengan pendek.
2) Alat pelindung kepala Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul benda tajam atau benda keras yang melayang atau meluncur di udara, terpapar oleh radiasi panas, api, percikan bahanbahan kimia, jasad renik (mikro organisme) dan suhu yang ekstrim serta menjaga kebersihan kepala dan rambut.Untuk di laboratorium, biasanya digunakan penutup kepala dari kain yang berfungsi untuk melindungi kepala dari percikan bahan-bahan kimia.
3) Alat pelindung mata dan muka a. Masker Masker dapat menahan cipratan yang keluar sewaktu-waktu petugas kesehatan, petugas laboratorium, atau petugas bedah bicara, batuk, bersin, dan juga dan juga mencegah cipratan ataupun cairan tubuh pasien ke wajah petugas sehingga menahan agar tidak masuk ke dalam mulut atau hidung petugas kesehatan tersebut.
b. Perisai wajah (Face Shield) Perisai wajah dibutuhkan ketika terdapat potensi adanya paparan zat kimiawi, benda-benda berterbangan dan juga sinar UV terhadap wajah kita ketika bekerja.
c. Safety Glasses Safety Glasses merupakan perlindungan paling minimum untuk mata ketika bekerja di dalam laboratorium dari benda-benda yang beterbangan.
d. Safety Googles Safety googles dibutuhkan ketika bekerja di dalam laboratorium yang terdapat kemungkinan mata terkena uap, cipratan, kabut ataupun semprotan dari zat kimia berbahaya yang mungkin bisa menyerang mata.
4) Alat pelindung telinga Alat pelindung telinga adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi alat pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan. Jenis alat pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga (ear plug) dan penutup telinga (ear muff ). APD ini disarankan untuk dipakai apabila tempat anda bekerja memiliki tingkat kebisingan diatas normal yaitu level kebisingan yang mencapai di atas 85 dB atau lebih. Sedangkan APD ini wajib dipakai ketika tingkat kebisingan sudah mencapai 90 dB.
5) Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya a. Respirator pemurni udara Jenis ini memakai filter the hobbit the desolation of smaug atau kanister yang dapat menyerap kontaminan dalam udara. Jenis filter berbeda-beda bergantung jenis gasnya dan diberi warna yang berbeda sesuai dengan kemampuan penyerapan gas.
b. Respirator pemasok udara/oksigen Jenis ini dipakai untuk bekerja dalam ruang yang berkadar oksigen rendah seperti ruang tertutup atau berpolusi berat, seperti adanya gas apiksian (N2, CO2) atau apiksian kimia (NH3, CO, HCN) pada konsentrasi tinggi.
6) Alat pelindung tangan a. Sarung tangan kain
Digunakan untuk memperkuat pegangan. Hendaknya
dibiasakan bila memegang benda yang berminyak, bagian-bagian mesin atau bahan logam lainnya. b. Sarung tangan asbes Sarung tangan asbes digunakan terutama untuk melindungi tangan terhadap bahaya pembakaran api. Sarung tangan ini digunakan bila setiap memegang benda yang panas, seperti pada pekerjaan mengelas dan pekerjaan menempa. c. Sarung tangan kulit Sarung tangan kulit digunakan untuk memberi perlindungan dari ketajaman sudut pada pekerjaan pengecoran. Perlengkapan ini dipakai pada saat harus mengangkat atau memegang bahan tersebut. d. Sarung tangan karet Sarung tangan ini menjaga tangan dari bahaya pembakaran
asam atau melindungi dari cairan pada bak dimana pekerjaan tersebut berlangsung
terutama pada pekerjaan pelapisan logam seperti pernikel, perkhrom dsb. Sarung tangan karet digunakan pula untuk melindungi kerusakan kulit tangan karena hembusan
udara
pada
saat
membersihkan
bagian-bagian
mesin
dengan
menggunakan kompresor.
7) Alat pelindung kaki Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari
tertimpa benda berat, keras atau berbenturan dengan benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas, terpajan suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia berbahaya dan jasad renik, tergelincir.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penerapan GLP bertujuan untuk meyakinkan bahwa data hasil uji yang dihasilkan telah mempertimbangkan : 1) Perencanaan dan pelaksanaan yang benar (Good Planning and execution) 2) Praktek pengambilan sampel yang baik (Good Sampling Practice) 3) Praktek melakukan analisa yang baik (Good Analytical Practice) 4) Praktek melakukan pengukuran yang baik ( Good Measurement Practice) 5) Praktek mendokumentasikan hasil pengujian/data yang baik (Good Dokumentation Practice) 6) Praktek menjaga akomodasi dan lingkungan kerja yang baik (Good Housekeeping Practice).
DAFTAR PUSTAKA
Chernecky CC & Berger BJ. 2008. Laboratory Tests and Diagnostic Procedures 5 tahun edition. Saunders-Elsevier. Hadi, A. 2000. Sistem Manajemen Mutu Laboratorium Sesuai ISO/IEC 17025: 2000. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Depkes RI. 2004. Pedoman Praktek Laboratorium Yang Benar (Good Laboratory Practice) .Cetakan 3. Direktorat Laboratorium Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Jakarta