KEADAAN UMUM PASIEN Keadaan umum pasien dapat dibagi atas ringan, sedang, dan berat. Keadaan umum pasien seringkali dapat menilai apakah keadaan pasien dalam keadaan darurat medik atau tidak. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan kondisi umum pasien adalah : 1. Status keadaan gizi dan habitus. Pasien dengan berat badan dan bentuk badan yang ideal disebut memiliki habitus atletikus; pasien yang kurus memiliki habitus astenikus; dan pasien yang gemuk memiliki habitus piknikus habitus piknikus.. Keadaan gizi pasien juga harus dinilai, apakah kurang, cukup atau berlebih. Dengan menilai berat badan dan tinggi badari, maka dapat diukur indeks Massa Tubuh (IMT) = berat badan (kg) (kg) ( tinggi badan (cm) )
2
IMT 1 8,5-25 menunjukkan berat badan yang ideal, bila IMT < 18,5 berarti berat badan kurang, IMT > 25 menunjukkan berat badan lebih dan IMT >30 adalah obesitas. 2. Kesadaran. Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi pasien yang wajar terhadap stimulus visual, auditor maupun taktil. Seorang yang sadar dapat tertidur, tapi segera terbangun bila dirangsang. Bila perlu, tingkat kesadaran dapat diperiksa dengan memberikan rangsang nyeri. Macam-macam tingkat kesadaran pasien : a. Kompos mentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik b. Apatis, yaitu keadaan di mana pasien tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungannya. c. Delirium, yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-ronta. d. Somnolen (letargia, obtundasi, hipersomnia), yaitu keadaan mengantuk yang masih dapat pulih penuh bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan tertidur kembali. e. Sopor (stupor), yaitu keadaan mengantuk yang dalam. Pasien niasih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik.
f. Semi-koma (koma ringan), yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap ranging verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks (kornea, pupil) masih baik. Respons terhadap rangsang nyeri tidak adekuat. g. Koma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri 3. Tanda – tanda vital a. Suhu tubuh. Suhu tubuh yang normal adalah 3 6"-3 7"C. Pada pagi hari suhu mendekati 36°C, sedangkan pada sore hari mendekati 37°C. Pengukuran suhu di 0
rektum juga akan lebih tinggi 0,5 -1°C, dibandingkan suhu mulut dan suhu mulut 0,5"C lebih tinggi dibandingkan suhu aksila.. Pada keadaan demam, suhu akan meningkat, sehingga suhu dapat dianggap sebagai termostat keadaan pasien b. Tekanan darah
c. Nadi
d. Pernafasan Dalam keadaan normal, frekuensi pemapasan adalah 16-24 kali per menit: Bila frekuensi pernapasan kurang dari 16 kali permenit, disebut bradipneu.sedangkan bila lebih dari 24 kali permenit, disebut takipneu. Pernapasan yang dalam disebut hiperpneu, terdapat pada pasien asidosis atau anoksia; sedangkan pernapasan yang dangkal disebut hipopneu, terdapat pada gangguan susunan saraf pusat.
Karnofsky dan Lansky membagi status keadaan umum pasien menjadi 3 kategori yaitu 1. Skor 0 – 40 kategori buruk 2. Skor 50 – 70 kategori sedang 3. Skor 80 – 100 kategori baik
Penilaian skor tersebut berupa : 100 = normal, tidak ada keluhan, tidak ada penyakit 90 = mampu aktivitas normal, tanda-tanda minimal penyakit 80 = aktivitas normal dengan sedikit kesukaran, beberapa tanda penyakit 70 = mampu menjalankan keperluan sendiri, tidak mampu menjalankan pekerjaan 60 = mampu menjalankan sebagian besar keperluan sendiri, selalu memerlukan bantuan 50 = memerlukan bantuan cukup banyak, juga pertolongan medis 40 = tidak mampu merawat diri sendiri, tidak dapat bekerja lagi 30 = sakit berat, indikasi perawatan di rumah sakit 20 = sakit sangat berat 10 = sekarat 0 = mati
DAFTAR PUSTAKA
1. J Picot, K Cooper, J Bryant and AJ Clegg. 2011. The clinical effectiveness and costeffectiveness of bortezomib and thalidomide in combination regimens with a n alkylating agent and a corticosteroid for the first-line treatment of multiple myeloma: a systematic review and economic evaluation. Health Technology Assessment. Vol.15 2. Rahajoe, poerwati. 2008. Pengelolaan pasien hipertensi di bidang kedokteran gigi. Maj. Kedokteran Gigi. Vol. 15 (75-80)
TUGAS REFRAT KLASIFIKASI KEADAAN UMUM PASIEN DI KEDOKTERAN
Disusun oleh : Welly Anggarani, S.Kg NIM. 112080045
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG 2013