Keadaan pada pada zaman kapur
Sepanjang waktu di masa Cretaceous, muka laut lebih tinggi dibandingkan sekarang. Penyebaran endapan laut dangkal pada permukaan continental, bersama dengan endapan nonmarine nonmarine dan laut dalam, mengungkapkan bahwa dalam banyak hal periode Creatceous adalah suatu interval transisi. Beberapa sedimen Cretaceous telah terlitifikasi, seperti hampir semua sistem yang lebih tua, banyak biasanya terdiri dari pasir dan lumpur halus, hampir sama dengan semua endapan Era Cenozoic yang lebih muda. Sepanjang periode Cretaceous benua berpindah kearah bentuk wujud modern mereka. Dimulai dari pweide ketika benua merupakan satu kesatuan, dan benua Gondwana adalah yang terbesar di selatan. Pada akhir Cretaceous, bagaimanapun, Lautan Atlantik Samudra telah melebarkan dan benua Gondwana telah terpisah menjadi benua yang kecil. Benua Gondwana terpecah selama waktu Cretaceous, membentuk Samudera Atlantik selatan. 1. Paleogeografi Paleogeografi Zaman Kapur
Karena Sistem Cretaceous lebih sedikit mengalami metamorfisme dan erosi dibanding dengan sistim geologi yang lebih tua, itu ditunjukkan oleh benua yang sekarang ada, yaitu oleh endapan-endapan dan fosil dari laut dangkal dan daratan. Sebagai tambahan, endapanendapan dan fossil Creataceous bersifat tersebar luas pada laut dalam, berbeda dengan catatan penyebarannya pada kala Triasic dan Jurasic; hal itu mencerminkan adanya perbedaan kejadian yang menunjukkan bergeraknya bergeraknya lempeng-lempeng mendatar pada permukaan permukaan bumi bersifat cukup cepat, sehingga besar persentase sedimen laut dalam yang lebih tua daripada sistem Cretaceous ditelan sepanjang zona tunjaman. Kelimpahan relative daripada Sedimen Cretaceous pada cekungan laut dan darat membantu dalam menginterpretasi pola paleogeografinya. Informasi tambahan adalah adala h digambar dari rekaman fosil Upper Cretaceous yaitu tanaman berbunga, dimana organisme ini sangat peka sekali terhadap perubahan iklim. Muka Laut, Iklim, dan Sirkulasi Samudra
Dalam perjalanan pada periode Cretaceous terjadi genang laut secara global, dengan sedikit daerah yang tidak tergenangi air laut. Dan sehingga benua tertutupi oleh endapan sedimen laut. Selama Periode Cretaceous temperature berubah dengan jalan yang berbeda dan pada lokasi yang berbeda. Pada awalnya temperature adalah hangat, dan akhirnya pada awal Cretaceous, temperatur rata-rata meningkat daripada awalnya. Temperatur secara umum mengalami penurunan terjadi pada akhir Cretaceous. Selama pertengahan bagian dari periode Cretaceous, lumpur hitam mengcover area yang luas dari dasar laut dangkal.
Benua dan Samudra Baru
Meskipun Pangea telah mulai tercerai berai pada awal Era Mesozoik, benua yang lebih kecil terbentuk dari superbenua yang tersisa kemudian terpisah dengan pada periode cretaceous. Pemecahan menjadi kepingan yang selanjutnya dari Pangea dan pemisahan dari benua awalnya adalah merupakan perkembangan yang di dalam geografi global selama Periode Cretaceous. Terutama adalah breakup dari Gondwanaland. Di awal dari Periode Cretaceous, Gondwanaland, hampir tidak terhubung dengan benua yang utara. Pada akhir periode, Amerika Selatan, Afrika, dan India telah menjadi kesatuan diskret; benua-benua yang sekarang ini ada adalah menunjukkan fragmen-fragmen dari Gondwanaland, hanya Antarctica dan Australia yang tetap berkait dengan satu sama lain. Pemecahan dan pemisahan benua sejak Cretaceous menyebabkan lautan yang baru. Seperti pada Cretaceous awal terbentuknya lautan Atlantic Selatan, Gulf of Mexico, dan Laut karibia Pada awal zaman awal cretaceous terjadi penguapan yang sangat luas, suatu kondisi yang menyebabkan bumi pada zaman tersebut menjadi hangat yang merupakan interval dari iklimiklim yang tak terubah. Iklim-iklim tersebut juga mendukung adanya pertumbuhan dari bukit karang sejauh 30 derajat garis khatulistiwa. Garis lintang tersebut menyebabkan temperatur daerahnya hangat dan itu dapat dibuktikan dengan fosil terendapkan di sana. Fosil yang ada tersebut mempunyai pusat penyebaran utama yaitu di daerah Alaska utara. Gradien garis lintang tergambar jelas memisahkan bagian utara dan selatan dari bumi yang menggambarkan pembagian waktu sesuai koordinat garis lintangnya. Penyebaran kehidupan dari Cretaceous adalah Thetys yang sangat besar dimana angin pasat mengendalikan air permukaan tanpa adanya penghalang oleh luas wilayah yang besar. Sedangkan penyebaran kehidupan-kehidupan organismenya terbatas pada daerah Tethyan yang tropis di antaranya adalah koral dan rudid. Pada kala Jurrasic Tethys berada pada keadaan yang sangat tropis dimana terdapat kandungan karbonat yang cukup tinggi disitu dan memiliki hubungan dengan perairan Karibia sedangkan pada zaman Cretaceous mempunyai separasi yang sama dengan Amerika Utara dan Amerika Selata n. Setelah waktu Cretaceous sisa-sisa peninggalan fosil hewan telah terisolasi dalam laut Artik dan laut Atlantik. Sisa-sisa peninggalan hewan-hewan tersebut berakhir pada suatu waktu terjadi keretakan pada laut yang sangat besar pada Hemisphere Utara yang termasuk dalam Amerika Utara, Greenland dan Eurasia. 2. Ditemukannya Endapan Kapur
Endapan Kapur atau lebih dikenal sebagai Sistem Kapur dijumpai dengan pelamparan yang luas. Tempat-tempat yang sudah dikenal antara lain daerah Perancis se latan. Di tempat ini dikenal sebagai wila yah tipe untuk endapan Kapur Bawah. Daerah Perancis selatan adalah merupakan bagian dari pelamparan Geosinklin Tethys, dan di tempat ini endapan Kapur Bawah berkembang dalam 2 fasies yang berbeda. Fasies yang satu merupakan lempung dan napal, dan padanya terdapat banyak fosil Ammonit. Fasies yang lain berkembang di sepanjang tepi cekungan, di dekat sisa pegunungan Variscia, tersusun dari batugamping yang banyak mengandung fosil Orbitolina, Echinidae dan Rudistae. Di Indonesia endapan-endapan yang jelas termasuk zaman kapur hanya terdapat di bebeberapa tempat yang terpencar. Di Indonesia bagian barat sistem Kapur dicirikan oleh endapan klastik dengan fosil Orbitolina, meskipun fosil ini juga dijumpai pada sistem Kapur yang ada di Indonesia bagian timur. Di Sumatera, di Buklit Garba, di mana di bagian bawah terdiri dari napal tufan, tufa, pilit dan marmer, bagian atasnya terdiri dari batu rijang yang mengandung fosil Radiolaria, sedang fosil yang lain tidak didapatkan. Di atas lapisan Garba didapatkan lapisan yang berumur Miosen. Berdasarkan atas pers amaan litologi dengan daerah sekitarnya maka lapisan Garba bagian atas dianggap berumur Kapur berdasarlkan tanda-tanda fosil Zaman Kapur yang tidak jelas bentukannya terdapat pada lapisan itu. Di Bukit Gumai di Sumatera Selatan dijumpai lapisan yang dikenal sebagai Formasi Saling yang terdiri dari tufa, breksi volkanik, lava, batu hijau, batugamping dan retas-retas batuan beku basa. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan fosil Kapur yang kurang begitu jelas. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan fosil Kapur yang kurang begitu jelas. Kemudian ternyata formasi tersebut mengandung pula fosil Lacazina dan Lovcenipora vinassai sehingga dengan demikian sebagian fdari formasi ini berumur Yura. Fosil-fosil lain yang didapatkan adalah Alectryonia, Nerinea dan Phaneropryxis. Di Sumatra Selatan, tidak jauh dari formasi ini dijumpai Formasi Lingsing yang terdiri dari serph gampingan, radiolarit, basal ofiolit, andesit, lava, dan batugamping yang mengandung fosil Orbitolina yang menunjukan umur kapur. Di Jambi didapatkan sedimen klastik dengan fosil Neocomites yang menunjukan umur Kapur. Di Kalimantan Barat di bagian hulu Sungai Kapuas didapatkan endapan Kapur di daerah Seberuang. Fosil yang dijumpai antara lain Neocomites yang menunjukan umurKapur disamping fosil Trocholina yang menunjukan umur Kapur Bawah. Di Pegunungan Meratus dijumpai Formasi Manunggul dengan fosil Nerinea dan Orbitolina yang masing-masing menunjukan umur Kapur Atas dan Kapur Tengah.
Di Kalimantan Tengah dijumpai sekumpulan litologi yang dikenal sebagai kelompok Seberuang yang berumur Kapur. Kelompok ini dapat dibagi menjadi Formasi dibagian bawah dan Formasi Selangkai di bagian atas. Formasi Bedungan terdiri dari serpih, napal, batupasir polimik, konglomerat yang merupakan Formasi Bedungan Bawah. Fosil yang didapatkan antara lain Phylloceras, Hoptlites neocomiensis, Pecten cowperi dan Schlonoenbachia yang menunjukan umur Valangian (Kapur Bawah bagian Bawah). Formasi Bedungan bagian atas terdiri dari batulempung, serpih gampingan dengan fosil Lamellaptychus borneensis, Thurman roubaudiana, Echinoidea, Pelecypoda dan Radiolaria yang menunjukan umur Valangian Atas hingga Hauterivian Bawah (Kapur Bawah). Secara stratigrafis di atas Hauterivian hingga ptian terdiri dari napal dengan fosil Pecten cowperi, Ammonit, Orbitolina, Haploceras, Belemnit, Echinoidea, Trigonia, Vola, Lima, Anactina, Pachydiscus dan Turrilies dan fosil-fosil tanaman di bagian atasnya. Bagian tengah terdiri dari konglomerat dengan fragmen batugamping, pegmatite, granit, dan sekis, menyusul napal pasiran, arkose, batupasir lempungan dengan fosil Trigonia, Orbitolina, dan Avicula dan Ammonit yang menunjukan umur Cenomanian hingga Turonian (Kapur Atas bagian bawah). Bagian atas terdiri dari konglomerat dengan fragmen batugamping, dengan fosil Globotruncana yang menunjukan umur Kapur Atas. Di Sulawesi endapan Kapur mempunyai fasies yang bermacam-macam, berumur Kapur Tengah sampai Atas, terdiri dari batugamping, batugamping napalan, serpih dengan fosil Globotruncana serta batupasir. Di Jasirah Tangan Selatan dijumpai seri serpih lempungan-greywacke arkose yang mungkin berumur Kapur. Di Jasirah Tangan Timur endapan Kapur terdiri dari batupasir mika, serpih, batupasir, gampingan dengan fosil Foraminifera antara lain Gumbelina globulosa, Globotruncana rosetta, Pseudotextularia frasticosa. Pengetahuan tentang endapan kapur di Sulawesi Tengah sangat kurang, hal ini dikarenakan strukturnya yang sangat komplek sehingga penyebaran dan stratigrafinya sangat terganggu. Litiloginya umumnya terdiri dari diabas, tufa, greywacke, napal, batugamping dengan fosil Orbitolina yang berumur Kapur, Astrarera berumur Kapur Atas, Ammonit berumur Yura, Radiolaria dari Zaman Kapur Kapur serta bahkan Foraminifera dari Zaman Eosen.
Perkembangan Endapan Kapur di Indonesia
Di Jawa endapan yang berumur Kapur telah diketahui dalam bentuk lensa-lensa batugamping yang mengandung fosil Orbitolina terapit diantara lempung dan serpih.
Endapan tersebut dijumpai di Lok Ulo, Karangsambung, selatan Banjarnegara, Jawa Tengah. Batu guling dengan fosil Orbitolina telah dijumpai dalam konglomerat Eosen di Pegunungan Jiwo, selatan Klaten. Di tempat ini endapan Kapur bertalian erat dengan batuan metamorf dan mungkin merupakan selaan-selaan di dalamnya. Di Pulau Seram dikenal formasi Nief yang sebagian berumur Malm dan sebagian lagi berumur Kapur Atas. Yang berumur Kapur terdiri dari batugamping, napal, dengan fosil seperti terdapat di Pulau Buru yang menunjukan umur Kapur Atas. Tektonik pulau ii sangat komplek sehingga sulit untuk memisahkan antara Formasi Nief yang berumur Malm dengan yang berumur Kapur Atas. Di Pulau Misool endapan yang berumur Kapur terdiri dari batugamping, rijang, dan napal dengan fosil Inoceramus, Rudiste, Echinoida, Globotruncana dan Belemnit. Di Jasirah Kepala Burung di Irian, di sekitar Muturi didapatkan endapan yang berumur Yura-Kapur yang terdiri dari batu sabak, serpih, batupasir, kwarsit, batugamping, konglomerat serta batuan beku porfirit, diabas, breksi volkanik, basalt, tufa andesit, tufabasalt dengan fosil Belemnit, Pentacrinus, Ammonit, dan Foraminifera kecil. Selaras di atas lapisan Yura-Kapur ini didapatkan batulempung, serpih, batugamping, batupasir dengan fosil Belemnit, inoceramus dan Foraminera kecil yang berumur Kapur Atas antara lain : Pseudotextularia, Globotruncana, Gumbelina, Bolivinoides, Planoglobulina, Raechakina dan Uvigerina. Di bagian utara antara lain di Warensi dan Waiponga, di muka pulau Japen dijumpai pula endapan Kapur dengan fosil Inoceramus. Apabila ditinjau secara menyeluruh, karena genang laut yang terjadi pada Cenomanian mengakibatkan lautan di Indonesia menjadi lebih luas daripada Zaman Yura. Daratan Philipina yang masih menjadi satu dengan daratan Papua pada waktu Zaman Yura, sekarang oleh genang laut tersebut terbagi menjadi 2 daratan, yaitu daratan Philipina dan daratan Papua. Di bagian tenggara Indonesia, lautan menggenangi pula bagian utara daratan Australia sehingga terjadi teluk-teluk. Pada waktu yang bersamaan maka Geosinklin Tasmania meluas ke arah utara jika dibandingkan dengan luas wilayahnya di Zaman Yura.
Biota
Fosil biotas dari periode Cretaceous juga menunjukkan suatu campuran corak modern dan kuno. Termasuk dari anggota taxa yang yang telah punah, seperti dinosaurus dan ammonoids (golongan yang gagal untuk bertahan pada Periode Cretaceous), seperti penting halnya taxa modern, seperti tumbuhan berbunga dan subkelas dari ikan yang menjadi paling
beragam saat ini. Di daratan, sementara dinosaurus terus merajai dunia hewan, tumbuhan berbunga (angiospermae) berkembang melebihi gymnospermae. Muka laut bertambah selama periode ini dan ketika semakin tinggi di akhir Cretacous, plates of calcareous nannoplankton turun ke lantai samudera, memproduksi endapan kapur yang luas. Akhir Cretaceous menerima radiasi dari calcareous nannoplankton yang merupakan sepsies pemproduksi kapur, dan dua modern grup plangtonik, diatoms dan foraminifera pada saat yang bersamaan. Ikan Teleost aslinya ada di pertengahan Cretacous dan teradiasi bersama dua grup karnivora yang berasal dari awal jaman mesozoik : kepiting dan siput predator. Selama zaman Kapur berkembang bermacam-macam kehidupan. Beberapa diantaranya merupakan kelanjutan dari Zaman Jura disamping terdapat perkembangan kehidupan yang baru. Di antara jenis-jenis yang mencirikan untuk Zaman Kapur antara lain anggota dari Pilum Protozoa khususnya dari Ordo Foraminifera, Pilum Coelenterata, Pilum Mollusca dan Pilum Arthropoda. Di samping itu terdapat pula perkembangan dari golongan Vertebrata maupun jenis flora. Selama Zaman Kapur Bawah anggota dari Ordo Foraminifera yaitu genus Orbitolina mempunyai peranan yang penting bahkan berfungsi sebagai fosil penunjuk. Selama Zaman KapurAtas jenis Foraminifera kecil selain merupakan pembentuk batugamping juga berfungsi sebagai fosil indek. Jenis-jenis yang berfungsi sebagai fosil indek untuk Zaman Kapur Atas antara lain Globotruncana arca, Globotruncana appeninica, Globotruncana
lineate,
Globotruncana
stuarti,
Globotruncana
conica,
Gumbelina,
Pseudotextularia dan Gumbelitria. Di antara anggota Philum Echinodermata landak laut memegang peranan penting di antaranya Micraster, Hemiaster, Anachytes, Hemipneustes yang menunjukan umur Kapur Atas bagian bawah. Selama Zaman Kapur Bawah yang memegang peranan penting adalah genus Toxaster dan Heteraster. Selain fosil-fosil tersebut di atas masih banyak jenis yang lain yang khas untuk Zaman Kapur. Dan berdasarkan atas asosiasi fosil-fosil tersebut maka Zaman Kapur dapat dibagi menjadi beberapa jenjang dengan penciri fosilnya sebagai berikut : 1. Zaman Kapur Atas
-
Jenjang Maastrichtian - Belemnitella mucronata, Bostrichoceras polyplocum
-
Jenjang Campanian
- Belemnitella quadrata
-
Jenjang Santonian
- Gonitheutis granulata, Mortoniceras texanum
-
Jenjang Coniacian
- Micraster coranguinum, Tissotia
-
Jenjang Turonian
- Inoceramus labiatus
-
Jenjang Cenomanian - Acanthoceras rothomagense, Morthoniceras inflatum, Turrilites
2. Zaman Kapur Bawah
-
Jenjang Albian- Martoniceras
hugardianum,
Mortoniceras
varicosum,
Hoplites dentatus
-
Jenjang Aptian -Opelia nisus, Hoplites deshayesi, Ancyloceras Matheroni, Orbitolina conoidea-discoidea
-
Jenjang Barremian
- Pulchellia pulchella, Hoplites angulicostatus,
-
Jenjang Hauterivian
- Crioceras duvali, Duvalia dilatata, Simbirskites
-
Jenjang Valanginian - Hoplites
(Neocomites)
neocomiensis,
Hoplites
Boissieri, Hoplites ponticus, Duvalia lata
Diantara kelompok Dinosaurus yang terkhususkan untuk Zaman Kapur boleh dikatakan merupakan perkembangan yang ada pada Zaman Jura. Stegosaurus telah mulai punah pada zaman ini, Ankylosaurus dijumpai pada akhir Zaman Kapur bersama dengan Tyrannosaurus, Trachyton, Triceratops. Di antara jenis-jenis tersebut Tyranosaurus rex merupakan jenis yang terbesar yang pernah dikenal dengan panjang tubuh 45 feet dengan tinggi sampai 20 feet. Di samping itu pada akhir zaman ini dikenal Ornithomimus di mana padanya sudah tidak didapatkan gigi taring yang nyata. Jenis Ceratopsia merupakan jenis Dinosaurus yang mempunyai tanduk. Golongan reptilia yang hidup di laut Elasmosaurus memegang peranan pada zaman ini. Fosil binatang tersebut dijumpai didaerah Niobrata, Kansas, amerika pada batugamping dengan ukuran panjang antara 40 sampai 50 feet. Di tempat yang sama didapatkan pula golongan Mososaurus (sebangsa lumba-lumba) dari jenis Clidates yang mempunyai sirip dengan jari semu sebanyak 5 buah dengan panjang antara 12 sampai 15 feet sedang yang terpanjang pernah didapatkan pula dengan ukuran 35 feet. Pada zaman ini muncul muncul pula Turtle (kura-kura) dari jenis Archelon yang fosilnya didapatkan pada serpih di Pierre, South Dakota, Amerika dengan panjang 11 feet dan lebar 12 feet yang merupakan ukuran terbesar yang pernah didapatkan. Sedangkan pada zaman ini muncul Crocodiles (sebangsa buaya) Golongan Reptilia terbang (Pterosaurus) muncul pula pada zaman ini. Salah satu diantaranya yang terkenal adalah Pteranodon yang mempunyai bentangan sayap 23 sampai 25 feet yang fosilnya didapatkan pada batu gamping di Niobrata, Kansas, Amerika yang
berumur Kapur. Seperti halnya jenis yang muncul pada Zaman Yura, Pteranodon ini tidak mempunyai gigi. Apabila pada Zaman Yura muncul sebangsa Aves dari jenis Archeopteryx, maka pada Zaman Kapur Hespeornis merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang. Fosil yang didapatkan merupakan jenis Hespeornis regals, pada batugamping Niobrara, Kansas, Amerika mempunyai tubuh dengan panjang 4,5 feet yang berumur Kapur. Perkembangan jenis fauna diimbangi pula dengan perkembangan jenis flora. Pada zaman ini mulai terlihat dengan nyata perkembangan yang baik untuk jenis Angiosperm, yang merupakan golongan tumbuhan tingkat tinggi dan telah mempunyai bunga. Jenis flora yang berkembang pada zaman iniialah Andromeda, Magnolia, Salix, Populites, Picus, Bitula dan Sassafras serta Palm. Diantara jenis-jenis tersebut golongan Cycadeoidea di masa bunganya tumbuh dari tonjolan yang terdapat pada daun. Perkembangan jenis flora yang baik memungkinkan terbentuknya endapan batubara misalnya di daerah Grand Junction, Colorado, Amerika. Hidup di periode Cretaceous, di laut dan di darat, memiliki percampuran bentuk modern dan kuno. Di lautan, banyak tipe modern dari populasi bivalve dan moluska garstropoda di laut akhir Cretaceous dengan banyaknya kerang dan sedentary bivalve yang sekarang sudah punah. Keanekaragaman ikan-ikan yang modern menempati perairan yang sama dengan berbagai jenis ammonoids, belemnoids, dan reptile monster laut. Di daratan tumbuhan berubah dari tipe mesozoik yang didominasi dengan gymnospermae, menjadi tipe yang lebih modern, yaitu tumbuhan berbunga. Banyak kelompok hewan vertebrata masih ada pada waktu ini: ular dan tipe modern dari kura-kura, kadal, buaya, dan salamander. Dinosaurus masih berlanjut dalam terrestrial ekosistem. Dari semua kelompok dari terrestrial vertebrata selama masa Cretaceous, hanya buaya yang menunjukkan proporsi tubuh dari dinosaurus. Mamalia sangat kecil dibanding standar modernnya. Pellagic Life
Keberadaan dari kelompok baru dari organism sel tunggal memberikan plankton lautan sebuah karakter modern di akhir dari waktu Cretacous. Perubahan yang paling utama pada fitoplankton adalah perluasan evolusi dari diatom. Diatom telah ada selama periode Jura. Namun tidak secara ekstensif sampai waktu pertengahan cretaceous. Bersama dengan dinoflagelata, di laut yang hangat, calcareous nannoplankton, diatoms harus dihitung untuk yang paling banyak melakukan fotosintesis yang terjadi pada laut Cretacous, seperti yang dilakukan sekarang. Hari ini, seperti yang telah kita lihat, diatoms merupakan kontibutor
ytama untuk siliceous oozes pada laut dalam, dan akumulasinya di endapan laut dalam sangat bagus sebelum akhir dari Periode Cretaceous. Lebih tinggi di jaring makanan pelagic, foraminifera plangtonik yang lebih modern telah terdiversifikasikan secara besar pada awalnya. Kelompok ini, yang dikenal sebagai globigerinaceans, memikili sedit fosil di batuan Jura, tidak samapi bagian atas dari akhir Cretaceous sistem yang cukup berharga dalam biostratigrafi. Akhir Cretaceous radiasi dari dua
dari kelompok plangtonik sel tunggal pola
pengendapan teralterasi di kerajaan pelagic: sejak pertengahan cretaceous, foraminifera Globigerinaceae dan calcareous nannoplankton memiliki kontribusi yang banyak dari sedimen calcareous di daerah samudera, yaitu sekitar 100 juta tahu yang lalu, sedikt atau tidak ada calcareous ooze terlihat di dasar laut dalam. 3. Masa Kepunahan Cretaceous
Ada penurunan progresif keanekaragaman hayati selama tahap Maastrichtian Periode Kapur yang disarankan sebelum krisis ekologis yang disebabkan oleh kejadian di batas KT. Selain itu, diperlukan keanekaragaman hayati yang cukup banyak waktu untuk pulih dari peristiwa KT, meskipun adanya kemungkinan yang berlimpah kosong niche ekologis. Meskipun keparahan batas ini acara, ada variasi yang signifikan dalam tingkat kepunahan antara dan dalam berbeda clades. Spesies yang bergantung pada fotosintesis menurun atau menjadi punah karena pengurangan energi matahari mencapai permukaan bumi karena partikel atmosfer menghalangi sinar matahari. Seperti halnya hari ini, photosynthesizing organisme, seperti fitoplankton dan lahan tanaman, membentuk bagian utama dari rantai makanan pada akhir periode Kapur. Bukti menunjukkan bahwa herbivora binatang, yang tergantung pada tanaman dan plankton sebagai makanan mereka, mati sebagai sumber makanan mereka menjadi langka; karena itu, atas predator seperti Tyrannosaurus rex juga tewas. Coccolithophorids dan moluska, termasuk Amon, rudists, air tawar siput dan kerang, serta organisme yang rantai makanan termasuk pembangun shell ini, menjadi punah atau mengalami kerugian besar. Misalnya, diperkirakan bahwa Amon adalah makanan utama mosasaurs, sekelompok reptil laut raksasa yang menjadi punah di perbatasan.
Omnivora, insectivores dan pemakan bangkai acara selamat dari kepunahan, mungkin karena peningkatan ketersediaan sumber makanan mereka. Pada akhir periode Kapur sana tampaknya tidak murni herbivora atau karnivora mamalia. Mamalia dan burung yang selamat dari kepunahan yang diberi serangga, larva, cacing, dan siput, yang pada gilirannya memberi makan pada tumbuhan dan hewan mati materi. Ilmuwan theorise bahwa organisme ini selamat dari runtuhnya tanaman berbasis rantai makanan karena mereka diberi detritus. Dalam sungai masyarakat, hanya sedikit kelompok hewan menjadi punah. Stream masyarakat kurang bergantung pada makanan dari tanaman hidup dan lebih pada sisasisa yang mencuci dari tanah. Ceruk ekologi khusus ini buffered mereka dari kepunahan. Serupa, tetapi pola yang lebih kompleks telah ditemukan di lautan. Kepunahan itu lebih parah di antara binatang yang hidup di kolom air, daripada di antara binatang yang hidup pada atau di dasar laut. Hewan dalam kolom air hampir seluruhnya tergantung pada produksi utama dari fitoplankton yang hidup, sedangkan binatang yang hidup pada atau di dasar laut memakan detritus atau dapat beralih ke sisa-sisa makanan. Terbesar
bernapas
yang
selamat
dari
peristiwa
itu,
crocodilians
dan
champsosaurs, adalah semi-akuatik dan memiliki akses ke detritus. Crocodilians modern dapat hidup sebagai pemulung dan dapat bertahan selama berbulan-bulan tanpa makanan, dan anak mereka kecil, tumbuh perlahan-lahan, dan pakan invertebrata dan sebagian besar pada organisme mati atau serpihan organisme untuk beberapa tahun pertama mereka. Ciri-ciri ini telah dikaitkan dengan pura-pura bertahan hidup pada akhir periode Kapur.