Kasus 1 Norfolk, Inggris, Seorang lelaki pensiunan diduga meninggal dunia karena perawat dari sebuah agensi meninggalkannya meninggalkannya tergeletak di lantai dengan kondisi kaki patah. Namun, perawat bernama Sarah Msika itu mengaku bahwa ia tidak menemukan pria pensiunan itu terluka ketika ia datang ke rumahnya di dekat Norwich, Norfolk.
Pernyataan tersebut diberikan Msika di Dewan Keperawatan dan Kebidanan. Msika juga diduga meninggalkan istri lelaki yang tidak disebutkan namanya itu dalam keadaan mengompol dan berbaring di lantai dekat meja dapur. Petugas kesehatan menemukan pasangan suami istri lanjut usia tersebut terbaring dengan posisi yang sama di lantai dan segera membawa mereka ke rumah sakit. Si suami meninggal tiga hari setelah kejadian sedangakan istri nya meninggal enam bulan kemudian. Msika mengunjungi pasangan tersebut pada 3 Agustus 2011 dan ia mengaku merasa tenang-tenang saja karena tidak ada bau urine atau makanan di sekitar rumah. David Clark dari Dewan Keperawatan dan Kebidanan mengatakan bahwa pada kunjungan kedua, kedua, pasien A dan suaminya, pasien B sedang duduk duduk di kursi dan dalam keadaan baik-baik saja. "Tapi beberapa hari berikutnya, Msika datang ke sana lagi dan menemukan bahwa pasien A dan B berada di tempat yang berbeda. salah satu pasien ada di dapur, duduk dengan menggunakan penyangga kaki meja," kata Clark, seperti dilansir Daily Mail , Rabu (14/8/2013). Sang suami, pasien B, ada di ruang tamu dan duduk di lantai. Ia berkata pada Msika bahwa dirinya baik-baik saja dan akan bangun sendiri. Oleh karena itu Msika tidak mengecek kondisinya apakah lelaki itu cedera. Msika juga tidak bertanya apakah ia terluka. Namun, saat sidang digelar, baru diketahui bahwa bahwa pria tersebut mengalami patah di kakinya. "Msika kemudian beranjak ke dapur untuk membersihkan tubuh pasien A dan ia pergi untuk mengambil mengambil pakaian yang bersih," lanjut Clark. Menurut Clark, ini adalah kasus di mana apa yang dilakukan Msika tidak memadai dan tidak efektif karena meninggalkan wanita berusia 79 tahun dalam kondisi setengah duduk dan setengah berbaring di lantai dapur disertai kotoran yang belum dibersihkan. "Sangat menyedihkan bahwa si suami menderita emboli paru dan meninggal tak lama setelah kejadian," ujar Clark. Namun, tak ada tuntutan pidana bagi Msika, apalagi penyelidikan polisi terkait kematian pasien wanita relatif singkat. Msika yang hadir dalam persidangan didampingi ibunya i bunya mengaku meninggalkan pasangan suami istri itu di lantai dan dia gagal untuk meminta bantuan bantuan serta
mengenali bahwa pasien laki-laki mengalami patah kaki. Namun, ia menyangkal telah meninggalkan pasien wanita dengan kotoran yang belum dibersihkan. Jika memang nantinya Msika terbukti bersalah, ia bisa diskors atau mungkin di pecat dari agensi tempat ia disalurkan untuk bekerja. http://health.detik.com/read/2013/08/14/170130/2329798/763/pria-ini-meninggalsetelah-dibiarkan-tergeletak-di-lantai-saat-kaki-patah Kasus 2
Jakarta, Rumah sakit harusnya merupakan tempat yang paling aman bagi pasien untuk menjaga kesehatan. Namun yang terjadi di Inggris sungguh ironis. Dua bayi meninggal di rumah sakit akibat terserang bakteri mematikan karena perawatnya tidak mencuci tangan.
Jessica Strong baru berumur 11 hari ketika tertular bakteri mematikan yang menyebar di kalangan pasien anak. Akibat kecerobohan ini, sebanyak 6 bayi terinfeksi. Dua bayi di antaranya bahkan meninggal dunia, salah satunya adalah Jessica. Insiden ini terjadi di rumah sakit mewah bernama University Hospital of North Staffordshire. Pihak rumah sakit sudah mengakui kelalaiannya yang membuat bakteri Serratia marcescens mewabah di bangsal neonatal rumah sakit pada bulan Juni tahun 2012 lalu. Wabah ini berasal dari seorang bayi yang dipindahkan dari sebuah rumah sakit di Wales. Bayi pertama yang terinfeksi bakteri beserta 3 orang bayi lain tidak menunjukkan gejala, namun Jessica dan seorang bayi lainnya yang belum diberi nama langsung meninggal setelah terinfeksi. Jessica sebenarnya dilahirkan 3 bulan lebih awal d ari yang direncanakan alias lahir prematur. Dia dilahirkan di Rumah Sakit George Eliot, l alu dipindahkan ke University Hospital of North Sta ffordshire. Awalnya kondisinya membaik, namun tiba-tiba memburuk dan dokter menemukan adan ya bakteri dalam waktu 12 jam sebelum bayi mungil ini meninggal. Walau sudah diberi antibiotik yang kuat, nampaknya penanganan yang diberikan kepada Jessica sudah terlambat sehingga tidak berhasil mengatasi infeksi. Bayi kecil ini juga sempat menjalani 2 kali transfusi darah, namun bakteri sudah terlanjur menyerang organ limpa, paru-paru dan otak. "Kondisinya sudah samat membaik, staf mencoba mempersiapkannya untuk pulang. Lalu saya mendapat telepon bahwa kondisinya memburuk dan mereka harus meresusitasinya. Saya bergegas kembali ke rumah sakit dan sehari sebelum dia meninggal, saya memintanya untuk dibaptis," ujar Annette Strong (43 tahun), ibunda Jessica di pengadilan seperti dilansir Daily Mail, Senin (22/4/2013). Petugas di rumah sakit menjelaskan kepada Annette bahwa infeksi yang dialami puterinya bisa saja menular dari staf ataupun orang tua. Namun Annette
meyakini bahwa pihak rumah sakit lah yang harusnya disalahkan. Ibu dengan 2 anak ini segera memanggil pengacara untuk melakukan tindakan hukum. Bakteri Serratia marcescens memang tidak berbahaya bagi orang sehat, tetapi bisa gawat jika menginfeksi bayi prematur. Menurut literatur, penyebaran bakteri ini di rumah sakit umumnya disebabkan kurangnya higienitas para staf, termasuk dalam perkara mencuci tangan. University Hospital of North Staffordshire akhirnya mengakui adanya kelalaian klinis atas kematian Jessica. Semenjak kasus yang memakan korban jiwa ini, pihak manajemen segera memulai penataan ulang dan mempekerjakan 3 orang perawat untuk memastikan standar kebersihan rumah sakit menjadi le bih baik. (pah/vit) http://health.detik.com/read/2013/04/22/182606/2227382/1202/bayi-11hari-meninggal-di-rumah-sakit-karena-petugas-malas-cuci-tangan Kasus 3
Perawat bernama Niels H (38) mengaku membunuh 30 pasien di Rumah Sakit Delmenhorst, dekat Ibu Kota Berlin, Jerman. Pria ini mulai diadili September lalu, karena terbukti membunuh tiga pasien dan mencoba membunuh lagi dua orang sakit lainnya. Ketika menjalani tes kejiwaan di pengadilan pada Kamis (8/1), Niels mengungkap fakta mengejutkan. Korban yang dia bunuh lebih banyak dari perkiraan awal polisi. Pria keji ini mengaku membunuh 30 orang karena bosan dengan pekerjaannya. Selain itu, dia ingin mempraktikkan kemampuan resusitasi (pacu jantung manual) yang biasanya dikuasai paramedis. Niels merasa san gat jago melakukan resusitasi, sehingga puas bila pasien yang dia bikin nyaris mati bisa kembali sadar. "Pelaku mengerti dia membawa kecemasan dan kesedihan bagi pasien dan keluarganya, namun dia tetap melakukan hal tersebut," kata psikiater yang berbicara dengan perawat itu Konstantin Karyofilis. http://www.anehdidunia.com/2015/05/perawat-pencabut-nyawa-paling-jahat-didunia.html Kasus 4 Seorang pemuda berumur 25 tahun meningggal karena terserang penyakit HIV/ AIDS, semua keluarganya tidak berani memandikan di karenakan takut tertular penyakit tersebut, apa yang harus dilakukan seorang perawat kepada pasien tersebut.
Kasus 5 VIVA.co.id - Diduga melakukan kelalaian saat melakukan tugas, perawat DS ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus ini bermula pada 12 Januari 2016, sekitar pukul 20.15 WIB di rumah perawat DS. Saat itu, FH dan keluarga datang untuk meminta pertolongan agar FH ditolong karena sudah mau melahirkan.
Oleh perawat DS, FH diperiksa dan ternyata bayinya cukup besar. Saat itu DS menganjurkan FH untuk dirujuk ke rumah sakit. Namun keluarga menolak dan tetap minta perawat DS menolong FH. Menurut perawat DS, pasiennya harus ditolong segera. Karena keluarga tetap meminta agar segera diberi pertolongan, DS kemudian melakukan proses persalinan.
Namun naas, pada saat pengeluaran, terjadi robek. Kepala bayi terlepas dari badan. Kemudian keluarga FH melaporkan DS ke kepolisian setempat. Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhillah, dalam keterangan pers yang diterima VIVA.co.id , mengatakan cerita singkat di atas tidaklah sederhana semata-mata kelalaian DS. Namun harus dilihat juga kesiapan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan masyarakat yang terjangkau. “Jika dilihat dari tindakan yang dilakukan Perawat DS adalah dalam kondisi gawat darurat (menurut Perawat DS) sesuai dengan Peraturan Perundangundangan terutama UU No. 38 tahun 2014 Perawat dapat melakukan tindakan medis dan pekerjaan kefarmasian dalam kondisi gawat darurat sesuai dengan kompetensinya,” kata Harif. Dijelaskannya, kompetensi seorang perawat lulusan DIII telah dibekali menolong persalinan dalam kondisi tertentu dan gawat darurat. Menurut Harif, dalam kondisi ini tidak dapat dikatakan perawat DS lalai. “Robek atau putusnya kepala saat persalinan adalah karena kondisi bayi yang telah meninggal di dalam kandungan (IUFD). Dalam arti jaringan yang berupa bayi tersebut telah mati dan telah terjadi proses MASERASI/Proses Pembusukan kematian janin," katanya. Harif menegaskan, apa yang dilakukan perawat DS sudah sesuai dengan prosedur. Bahkan, kata Harif, jika pasien ditolong oleh perawat lain, kemungkinan besar kondisi yang sama terjadi. Sejak kasus ini mencuat, lanjut Harif, PPNI secar a bertingkat DPD PPNI Kabupaten Asahan dan DPW PPNI Sumatera Utara telah melakukan pendampingan kepada perawat DS, baik dalam proses hukum maupun non hukum. Sejak Jumat kemarin, 16 Januari 2016, DPP PPNI mengirimkan utusan untuk melakukan advokasi ke Kabupaten Asahan. Walaupun perawat DS belum menjadi Anggota PPNI, namun untuk kepentingan profesi perawat lebih besar maka PPNI tetap melakukan advokasi.
Bertolak dari kasus ini, tegas Harif, seharusnya ada upaya yang lebih komprehensif. Tidak hanya terfokus kasus yang menimpa DS. “Bagaimana upaya pemerintah lebih mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat agar dapat terjangkau oleh perawat yang kompeten,” ujar Harif. Untuk itu, PPNI mendesak segera diimplementasikan UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan yang akan menjamin kewenangan, kompetensi dalam praktik yang tidak lepas dari Perizinan Praktik Perawat. “Dalam Implementasi tersebut ada sistem pengembangan, pembinaan dan pengawasan praktik selain oleh pemerintah juga oleh Organisasi Profesi Perawat (PPNI) yang menaungi anggotanya. Jika ini dilaksanakan, maka risiko masalah hukum perawat akan dapat dihindari. Juga pemeliharaan dan peningkatan kompetensi perawat dapat dilakukan oleh PPNI karena terpantau dalam sistem database Keanggotaan PPNI,” kata dia. http://nasional.news.viva.co.id/news/read/724005-dilema-perawat-ds-yang-bikinkepala-bayi-putus Kasus 6 Tn.A (32tahun)dan Ny.B(28 tahun) belum memiliki keturunan,dalam usia pernikahan 5 tahun.Klien memutuskan untuk memiliki bayi tabung.Namun nyonya B menginginkan sel sperma tidak diambil dari sperma Tn.A melainkan diambil dari pria X dengan alasan pribadi dan tidak diungkapkan pada tim medis.Semua pihak klien (Tn.A,Ny.B,dan pria X)menyetujui hal ini.Klien berjanji membayar lebih agar keputusan klien disetujui dan dirahasiakan oleh pihak Rumah Sakit. http://dokumen.tips/documents/isu-etik-dan-legal-keperawatan2.html
Kasus 7
NEW YORK - Seorang perawat perempuan di sebuah rumah sakit di New York, Amerika Serikat (AS) dipecat dan dihukum, setelah memotret organ kemaluan dua pasien pria dengan iPhone 5. Perawat bernama Kristen Johnson ini mengaku bersalah telah memotret organ vital pasien pria yang sedang tak sadarkan diri. Selain memotret, dia juga menyebarkan foto itu. Kristen Johnson telah dipecat dari Upstate University Hospital. Dia dinyatakan bersalah oleh pengadilan atas kejahatan ringan, yakni soal pelanggaran hukum surveilans. Kristen Johnson ditangkap bulan Mei tahun lalu setelah penyelidikan selama sembilan bulan.Penyelidikan diluncurkan oleh Kantor Pengacara Onondaga County setelah rekan-rekannya dikirim foto tidak pantas beberapa kali melalui
ponsel pintar. Semula, dia mengklaim mengambil gambar dari darah beku yang sedang dibersihkan saat pasien tidak sadar. Perempuan berusia 27 tahun ini, seperti dikutip CBS, Rabu (30/3/2016) tidak mendekam di penjara karena hanya dihukum tiga tahun masa percobaan. -
PROBLEM ETIK
-
ALASAN : Karena perawat melangar kode etik dengan menyebarluaskan
privasi pasien Kasus 8
REPUBLIKA.CO.ID, PIOMBINO -- Seorang perawat di Italia ditahan karena tuduhan pembunuhan terhadap 13 pasien, Kamis (31/3). Polisi menggambarkan kasus ini sebagai pembunuhan di bangsal. Perawat perempuan ini bekerja di bagian anastesi dan unit perawatan intensif sebuah rumah sakit kota pesisir, Piombino di Tuscany. Para pasien diduga dibunuh dengan sengaja sejak 2014 hingga 2015. Mereka dibunuh dengan cara diberi obat tetes atau injeksi. Media Italia telah memantau pelaku selama beberapa bulan. Kantor berita Ansa melaporkan, perawat berusia 55 tahun itu tinggal di Tuscany sejak 1980an. Para korbannya
adalah
manula
dengan
berbagai
penyakit.
Penangkapan
ini
mengejutkan penduduk Italia. Pasalnya, sebelum kasus ini, ada seorang perawat, Daniela Poggiali, yang juga ditahan karena pembunuhan. Daniela yang berusia 44 tahun dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Ia dinyatakan bersalah setelah membunuh pasien berusia 78 tahun dengan menyuntikan larutan mematikan kalium klorida. Ia juga diduga melakukan pembunuhan terhadap pasien lain. Menurut rekaman CCTV rumah sakit, Poggiali terlihat menyeringai di samping tubuh pasien yang akhirnya meninggal. -
PROBLEM ETIK
-
ALASAN : Karena perawat tersebut menyalahi aturan kode etik
keperawatan, yang
seharusnya perawat memberi pelayanan kesehan
dengan baik akan tetapi perawat tersebut membunuh pasienya sendiri .
Kasus 9
PALEMBANG - SY (27) oknum perawat salah satu rumah sakit di Palembang dilaporkan MAR (32) warga Kelurahan 16 Ulu, Palembang ke polisi karena melakukan tindakan pelecehan seksual. Tindakan pelecehan seksual tersebut dilakukan Sy dengan meraba buah dada saat MAR berobat di rumah sakit tempat
pelaku
bekerja.
Laporannya
46/II/2016/SUMSEL/RESTA,
dengan
tanda
bukti
nomor
LP/B
MAR menuturkan, kejadian itu bermula saat
dirinya mendatangi rumah sakit tempat terlapor bekerja. Setelah melakukan pendaftaran, korban pun dipersilahkan untuk masuk ke dalam ruangan radiologi untuk dilakukan rongent. Di dalam ruangan tersebut, salah seorang perawat menyuruh korban untuk membuka pakaiannya dan mengenakan baju khusus untuk pasien yang telah disiapkan oleh pihak rumah sakit. SY yang saat itu bertugas sebagai petugas rongent kemudian menyuruh perawatnya untuk mengambil
alat
medis
yang
ada
di
luar
ruangan.
"Setelah perawatnya keluar, oknum pegawai itu menyuruh saya untuk menempelkan dada saya ke mesin rongent," kata korban kepada petugas SPKT Polresta Palembang, Kamis 5 Februari. Lantaran posisi berdiri korban tidak tepat dengan mesin rongent tersebut, terlapor SY pun mencoba mengatur posisi berdiri korban. Namun tanpa diduga oleh korban, tiba-tiba tangan terlapor memegang atau meraba kedua bagian buah dada korban.Merasa hal tersebut sudah diluar batas dan bukan standar untuk rongent. Korban pun memilih untuk mengenakan pakaiannya dan membatalkan rongent tersebut. Bahkan, korban yang tak terima pun akhirnya membawa kasus ini ke jalur hukum. "Ketika saya tanya sama perawat, rupanya hal itu bukan standar dari rongent. Saya tidak terima pak, ini pelecehan,"
tegasnya.
Kepala SPKT Polresta Palembang, Iptu Cek Mantri membenarkan pihaknya telah menerima laporan korban "Kita sudah terima laporan dugaan pencabulan yang dilakukan oknum pegawai salah satu rumah sakit. Kita juga sudah berkoordinasi dengan unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Palembang untuk ditindaklanjuti," tandasnya
-
PROBLEM ETIK
-
ALASAN : Karena pegawai tersebut sudah diluar batas dan bukan standar
untuk rongent Kasus 10
MAKASSAR - Tewasnya Fadhlan Khairy al Faiq, bayi kembar siam akibat punggung terbakar, diduga karena kelalaian suster perawat Rumah Sakit Bersalin (RSB) Bunda Makassar, menuai reaksi keras Ikatan Dokter Indonesia (IDI). "Kami akan mengusut tuntas kasus bayi kembar Siam ini, dan apabila terbukti, izin praktik RSB Bunda akan dicabut," ujar Ketua IDI Kota Makassar dr H Anis I Anwar, kepada wartawan, Kamis (30/10/2014). Ditambahkan dia, penanganan RSB Bunda terhadap bayi kembar siam itu kurang ke hati-hatian, sehingga berakibat fatal. Untuk itu, IDI telah membentuk tim, guna mengusut tuntas kejadian ini. "Jika nantinya tim yang dibentuk telah menyimpulkan, dan benar dalam hal ini ada unsur kelalaian bekerja, perawat yang bersalah pun akan mendapatkan hukuman sesuai dengan hukum profesi dalam keprawatan," terangnya. Begitupun dengan pihak rumah sakit, akan mendapatkan sanksi tegas, sesuai dengan aturannya, dan yang terberat adalah pencabutan izin praktik RSB Bunda Makassar.
Sebelumnya diberitakan, usai menjalani perawatan di RSB
Bunda di Jalan Pengayoman, bayi yang lahir dalam keadaan prematur itu dirawat di dalam boks bayi atau kuff dengan lampu lima watt dan tidak berada di inkubator, hingga tewas. Saat dirujuk ke Rumah Sakit Ibu dan Anak Katrinaboth, di Jalan Arief Frate, pada Jumat 24 Oktober 2014, korban diketahui sudah mengalami luka bakar di punggung. Diduga, luka itu yang menyebabkan korban tewas. Kasus 11
Tn. C berusia 40 tahun. Seseorang yang menginginkan untuk dapat mengakhiri hidupnya (Memilih untuk mati. Tn. C mengalami kebutaan,diabetes yang parah dan menjalani dialisis). Ketika Tn. C mengalami henti jantung, dilakukan resusitasi untuk mempertahankan hidupnya. Hal ini dil akukan oleh pihak rumah sakit karena sesuai dengan prosedur dan kebijakan dalam
penanganan pasien di rumah sakit tersebut. Peraturan rumah sakit menyatakan bahwa kehidupan harus disokong. Namun keluarga menuntut atas tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit tersebut untuk kepentingan hak meninggal klien. Saat ini klien mengalami koma. Rumah sakit akhirnya menyerahkan kepada pengadilan untuk kasus hak meninggal klien tersebut.Tiga orang perawat mendiskusikan kejadian tersebut dengan memperhatikan antara keinginan/hak meninggal Tn. C dengan moral dan tugas legal untuk mempertahankan kehidupan setiap pasien yang diterapkan dirumah sakit. Perawat A mendukung dan menghormati keputusan Tn.C yang memilih untuk mati. Perawat B menyatakan bahwa semua anggota/staf yang berada dirumah sakit tidak mempunyai hak menjadi seorang pembunuh. Perawat C mengatakan bahwa yang berhak untuk memutuskan adalah dokter.