Definisi
Karsinoma endometrium adalah tumor ganas yang muncul dari sel-sel epitel primer lapisan endometrium.
Umumnya
dengan
differensiasi
grandular
dan
berpotensi
mengenai
miometrium dan menyebar jauh. 75% tumor ganas endometrium adalah adenokarsinoma, sisanya ialah karsinoma epidermoid atau karsinoma tipe sel squamous (5-10%), adenoakantoma dan adenosquamous(30%),sarkoma uterin (1-5%) (2,9). Secara biologis dan histologis, karsinoma endometrium adalah jenis neoplasma yang memiliki dua model pathogenesis. Karsinoma endometrium tipe 1 yang estrogen dependent dan mempunyai prognosis lebih baik, dan karsinoma endometrium tipe 2 non- estrogen dependent yang lebih agresif dan berprognosis lebih buruk (3).
2.2 Epidemiologi
Karsinoma endometrium adalah kejadian keganasan tertinggi keenam yang paling sering terjadi yang terjadi pada wanita di seluruh dunia. Dari 290.000 kasus baru yang dilaporkan pada 2008, terhitung 5 % dari semua kasus keganasan baru pada wanita. Penyakit ini paling banyak terjadi di negara maju seperti Amerika, negara-negara di Eropa tengah dan Eropa timur dan insiden lebih rendah di Afrika timur. Tingkat kejadian karsinoma endometrium seiring pertambahan usia juga meningkat di negara-negara berkembang (3). Di seluruh dunia, angka kejadian karsinoma endometrium seiring pertambahan usia berkisar antara 15 per 100.000 wanita (di daerah Amerika dan sebagian Eropa) sampai kurang dari 5 per 100.000 wanita (di daerah Afrika dan Asia). Resiko karsinoma endometrium meningkat seiring usia, dimana kebanyakan kasus terdiagnosa setelah menopause (1,3). Di Indonesia, sebuah penelitian tahun 2005 mendapatkan prevalensi kanker endometrium di Jakarta mencapai 7,2 kasus per tahun. Usia penderita yang cenderung lebih muda pada penelitian tersebut jika dibandingkan dengan penderita di negara-negara barat dan eropa (berusia>50 tahun terbanyak), kemungkinan disebabkan di indonesia pengguanaan TSH masih sangat jarang. Pemakaian TSH menyebabkan tingginya jumlah penderita kanker ini di negara Barat dan Eropa di era tahun 70-an (2). 2.3 Etiologi
Kebanyakan kasus karsinoma endometrium (80%) dihubungkan dengan endometrium terpapar stimulasi estrogen secara kronis (hormonal) dari sumber endogen dan eksogen lain. Kanker yang dihubungkan dengan estrogen (estrogen dependent) ini cenderung untuk mengalami hiperplasia dan berdiferensiasi lebih baik, dan secara umum punya prognosis baik. Sementara itu, tipe kanker endometrium yang tidak bergantung pada estrogen (non
estrogen dependent) berkembang dengan non hiperplasia dan berdiferensiasi jelek dan lebih agresif. Banyak kasus karsinoma endometrium yang dilaporkan pada wanita tanpa faktor resiko yang sudah diketahui seperti mereka dengan gangguan hormonal. Beberapa studi menunjukan bahwa sindroma ovarium polikistik dan resistensi insulin yang merupakan komponen dari sindrom metabolik, dapat berperan dalam pathogenesis karsinoma endometrium (1,2,3). 2.4 Faktor resiko
Kebanyakan penelitian menyimpulkan bahwa nulipara mempunyai resiko tiga kali lebih besar menderita kanker endometrium dibanding multipara. Berbeda dengan kanker payudara, usia pertama melahirkan tidak memperlihatkan adanya hubungan terhadap terjadinya kanker ini walaupun masa laktasi yang panjang dapat berperan sebagai proteksi (2). Hipotesis bahwa infertilitas menjadi faktor resiko untuk kanker endometrium didukung oleh penelitian- penelitian yang menunjukkan resiko yang lebih tinggi untuk nulipara dibanding wanita yang tidak pernah menikah.Perubahan-perubahan biologis yang berhubungan dengan infertilitas dihubungkan dengan resiko kanker endometrium adalah siklus anovulasi (estrogen yang lama tanpa progesteron yang cukup), kadar androstenodion serum yang tinggi (kelebihan androstenodion dikonversi menjadi estrone), tidak mengelupasnya lapisan endometrium setiap bulan dan efek dari kadar estrogen bebas dalam serum rendah pada nulipara (2,3). Usia menarche dini (<12 tahun) berhubungan dengan meningkatnya faktor resiko kanker endometrium walaupun tidak selalu konsisten. Kebanyakan penelitian juga menunjukkan usia saat menopause mempunyai hubungan langsung terhadap resiko meningkatnya kanker ini sekitar
70%
dari
semua
wanita
yang
didiagnosis
kanker
endometrium
adalah
pascamenopause (2). Selain yang disebutkan diatas, faktor-faktor resiko yang masih terus diteliti mempunyai hubungan erat dengan kanker ini adalah obesitas, diabetes melitus, hipertensi, asupan gula, kopi, merokok, penggunaan tamoxifen, dan kebiasaan (aktivitas fisik,waktu duduk atau berbaring). Resiko karsinoma karena obesitas dihubungkan dengan kecenderungan peningkatan kadar estrogen yang terjdai akibat perubahan jaringan lemak oleh hormon androgen menjadi estrogen. Sedangkan asupan gula yang tinggi berujung pada kondisi hiperinsulinemia, yang meningkatkan bioavabilitas IGF-1 (insulin- like growth factor-1) sehingga menstimulasi pertumbuhan sel. Asupan gula dan diabetes juga meningkatkan resiko karsinoma endometrium dengan meningkatkan stres oxidative (3).
Penyakit- penyakit yang diteliti memiliki resiko langsung menjadi karsinoma endometrium adalah sindroma polikistik ovarium dan adanya tumor ovarium, dimana keduanya memiliki dampak menimbulkan ketidakseimbangan hormon, peningkatan produksi estrogen yang akhirnya mengarah pada karsinoma endometrium. Selain penyakit, penggunaan obat tamoxifen untuk penatalaksanaan kanker payudara memiliki pengaruh lain pada jaringan uterus. Pada jaringan uterus, obat ini bertindak seperti estrogen, sehingga bagi wanita yang telah menopause, pengaruhnya dapat membuat pertumbuhan lapisan endometrium secara berlebihan, namun resikonya masih rendah (kurang dari 1% kasus) (5).
2.5 Manifestasi Klinis
Diagnosis dini dari karsinoma endometrium hampir sepenuhnya bergantung pada pengetahuan dan kesadaran pasien akan adanya perdarahan pervaginam yang tidak teratur. Sebagian besar keluhan utama yang diderita pasien kanker endometrium adalah perdarahan abnormal pascamenopause bagi pasien yang telah menopause dan perdarahan intermenstruasi bagi pasien yang belum menopause. Pasien harus mengetahui adanya perdarahan saat menstruasi yang berlebihan atau bercak darah. Karena beberapa kelainan atau tumor jinak juga memberikan gejala serupa. Selain itu keluahan yang dapat menyertai adalah : - Keluhan keluar sekret putih atau merah muda dari vagina - Keluhan nyeri perut bawah atau panggul yang menetap 2 minggu atau lebih - Nyeri saat berhubungan. Kebanyakan pasien tidak langsung mendatangi tenaga medis saat sampai terjadi perdarahan berbulan-bulan, tahun, atau perdarahan yang berlebihan dan irregular. Pasien dengan tipe Papillary serous tumour atau clear cell tumour sering datang dengan gejala dan tanda yang mengindikasikan karsinoma epitel ovarium yang sudah memberat. Tipe papillary serous tumour dan clear cell tumour adalah termasuk karsinoma endometrium tipe 2 yang berkembang agresif dan memiliki prognostik cenderung lebih buruk. Tipe papillary serous tumour (insidensinya 5-10% dari seluruh kasus) adalah jenis yang tumbuh dari sel endometrium yang atrhropi ( biasanya dari wanita lansia) yang memiliki tipikal histologik pertumbuhan selnya lebih tidak beraturan, adanya keratinisasi dengan inti yang atipik. Karsinoma endometrium tipe 2 yang mayor lainnya adalah clear cell tumour dengan insiden lebih rendah ( <5%). Secara mikroskopik, gambarannya lebih predominan solid, kistik dan tubular atau dapat bercampur (mixed) dari dua atau lebih bentuk ini (3,4).
2.6 Diagnosis
Untuk mengevaluasi perdarahan intrauterine abnormal, diagnosis dilakukan dengan biopsi endometrium. Namun, pada pasien yang tidak dapat dilakukan biopsi endometrium karena stenosis servikal atau gejala tetap bertahan walaupun hasil biopsi normal, maka dapat dilakukan dilatasi dan kuretase dengan anastesi. Prosedur dilatasi dan kuretase sampai saat ini merupakan baku emas untuk diagnosis kanker endometrium (2). Melalui pemeriksaan mikroskopik biopsi endometrium dan kuret endoserviks biasanya dapat ditegakkan diagnosis adenokarsinoma jenis endometrioid atau musinous, tapi jarang dapat dihubungkan dengan lesi awal berupa adenokarsinoma serviks insitu atau hiperplasia atipik pada endometrium. Terlebih lagi gambaran histologik kanker endometrium sering tumpang tindih atau terkontaminasi dengan sel-sel endoserviks. Padahal, darimana pertumbuhan tumor berasal, apakah dari endometrium atau endoserviks mempengaruhi pilihan terapi jenis pembedahan dan pasca pembedahan) yang akan dilakukan. Penelitian terakhir di Jakarta menyatakan bahwa pemeriksaan kimia dengan vimentin dapat membantu membedakan kanker endometrium dan kanker endoserviks, khususnya pada gambaran histologi tumpang tindih dengan sensitivitas (93,7%) dan spesifitas (94,4%) yang cukup tinggi (2,3). Penggunaan histeroskopi untuk deteksi dini (prosedur diagnostik dengan melihat langsung kedalam uterus dengan histeroskop yang biasanya dilakukan bersamaan dengan dilatasi dan kuretase) memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi dalam mendiagnosis dan mengevaluasi uterus jika dicurigai ada lesi awal karsinoma endometrium. Satu-satunya tumor marker klinis yang berguna dalam penatalaksanaan kanker endometrium adalah jumlah s erum CA-125. Secara langsung, peningkatan jumlah serum ini menunjukan progresivitas penyakitnya (sensitivitas 63% dan spesifitas 88% pada level cut off 35 U/mL). Dalam aplikasinya, pada pasien tingkat lanjut, serum ini dapat membantu mengevaluasi respon terhadap terapi selama dalam penanganan. Namun, meskipun evaluasi serum ini cukup bermakna, biasanya penemuan klinis lain masih terbatas (3,10). Penggunaan radiologi pada karsinoma endometrium juga masih terbatas. Secara umum, pada wanita dengan karsinoma endometrium tipe 1 yang progresifitasnya lebih baik, foto thoraks adalah satu-satunya evaluasi radiologis yang dibutuhkan dalam diagnosa preoperativ. Visualisasi menggunakan Computed tomography (CT) atau Magnetic Resonance (MR) biasanya tidak banyak dibutuhkan. Namun dalam beberapa kasus, MRI dapat membantu membedakan karsinoma endometrium dan perluasan dari karsinoma serviks primer. USG transvaginal dapat mendeteksi lesi pada endometrium dengan ketebalan lebih dari 4-5cm
sehingga sangat akurat dalam mendeteksi polip, mioma, hiperplasia ataupun karsinoma endometrium (2,7). Histologi Umumnya
(70-75%
kasus)
tipe
histologik
kanker
endometrium
adalah
endometrial/endometrioid adenokarsinoma, yaitu karsinoma yang berasal dari jaringan kelenjar atau karsinoma yang memiliki karakteristik sel-sel tumornya membentuk struktur seperti kelenjar sehingga membedakan dengan jaringan endometrium normal. Adanya karsinoma tipe endometrium tipe ini biasanya dihubungkan dengan tumor grade rendah dan invasi ke miometrium yang kurang masif. Namun, ketika komponen kelenjar berkurang dan diganti dengan jaringan 96,5% dan spesifitas 93,6% bagi histeroskopi dalam mengenali lesi intra uterin pada pasien menopause dengan perdarahan pervaginam, termasuk lesi awal karsinoma endometrium. Satu-satunya tumor marker klinis yang berguna dalam penatalaksanaan kanker endometrium adalah jumlah serum CA-125. Secara langsung, peningkatan jumlah serum ini menunjukan progresivitas penyakitnya (sensitivitas 63% dan spesifitas 88% pada level cuttoff 35U/mL). Dalam aplikasinya, pada pasien tingkat lanjut, serum ini dapat membantu mengevaluasi respon terhadap terapi selama dalam penanganan. Namun, meskipun evaluasi serum ini cukup bermakna, biasanya penemuan klinis lain masih terbatas (3,10). Penggunaan radiologi pada karsinoma endometrium juga masih terbatas. Secara umum, pada wanita dengan karsinoma endometrium tipe 1 yang progresifitasnya lebih baik, foto thoraks adalah satu-satunya evaluasi radiologis yang dibutuhkan dalam diagnosa preoperatif. Visualisasi menggunakan Computed tomography (CT) atau Magnetic Resonance (MR) biasanya tidak banyak dibutuhkan. Namun dalam beberapa kasus, MRI dapat membantu membedakan karsinoma endometrium dan perluasan dari karsinoma serviks primer. USG transvaginal dapat mendeteksi lesi pada endometrium dengan ketebalan lebih dari 4-5cm sehingga sangat akurat dalam mendeteksi polip, mioma, hiperplasia ataupun karsinoma endometrium (2,7). Histologi
Umumnya
(70-75%
kasus)
tipe
histologik
kanker
endometrium
adalah
endometrial/endometrioid adenokarsinoma, yaitu karsinoma yang berasal dari jaringan kelenjar atau karsinoma yang memiliki karakteristik sel-sel tumornya membentuk struktur seperti kelenjar sehingga membedakan dengan jaringan endometrium normal. Adanya karsinoma tipe endometrium tipe ini biasanya dihubungkan dengan tumor grade rendah dan invasi ke miometrium yang kurang masif. Namun, ketika komponen kelenjar berkurang dan
diganti dengan jaringan solid dan sel berlapis, tumor ini akan diklasifikasi sebagai grade yang tinggi, sebagai tambahan, endometrium yang atropi biasanya lebih dihubungkan dengan lesi pre-kanker grade tinggi yang umumnya bermetastase (3). Empat varian dari tipe endometrioid dan tipe histologis lainnya dapat dilihat dalam tabel 2.1. Tabel 2.1 Klasifikasi histologik kanker endometrium oleh The International Society of
Gynecologic Pathologist (3,4). 1. Endometrioid (75%) (secretory, ciliated, papillary or villoglandular) 2. Adenocarcinoma with squamous differentiation. 3. Adenoacanthoma (benign squamous component) 4. Adenosquamous (malignant squamous component) 5. Uterine papillary serous (5% – 10%) 6. Clear cell (1% – 5%) 7. Malignant mixed Mullerian tumours or carcinosarcomas (1 – 2%) 8. Uterine sarcomas (leiomyosarcoma, endometrial stromal sarcoma, undifferentiated) (3%) 9. Mucinous (1%) 10. Undifferentiated. Berdasarkan histopathologinya, terdapat 2 jenis kanker endometrium, yaitu adenokarsinoma endometrium tipe 1 dengan karakteristik berdiferensiasi baik dan invasi secara superfisial. Tipe ini sensitif terhadap progesteron dan penderita cenderung memiliki prognosis yang baik. Adenokarsinoma endometrium tipe 2 berdiferensiasi dengan buruk atau bertipe histologik yang agresif (clear cell, papillary serous) dan berinvasi ke miometrium. Prognosis penderita tipe ini kurang baik dan memiliki survival rate yang lebih rendah dibanding penderita tipe 1. Selain itu pada beberapa jenis adenokarsinoma endometrium tipe 2 ditemukan peningkatan molekul-molekul yang umumnya ditemukan pada tipe 1, ini mengindikasikan bahwa adenokarsinoma endometrium tipe 2 dapat terjadi sebagai perburukan dari tipe 1 yang telah ada sebelumnya (4). Stadium
Pada literatur lama, terdapat 2 jenis stadium pada kanker endometrium, yaitu stadium klinis dan stadium surgikal. Stadium klinik bertujuan untuk menentukan jenis terapi yang akan diberikan, sedangkan stadium surgikal bertujuan untuk menentukan terapi adjuvannya (2,4). Kini penentuan stadium telah bergeser dari stadium klinik ke stadium surgikal/operasi. Akan tetapi stadium klinik masih dipergunakan bila penderita dipertimbangkan tidak dapat
menjalani proses pembedahan. Pembagian stadium menurut FIGO (the International Federation of Gynecology and Obstetric) 2009 terlampir dalam tabel 2.2. Tabel 2.2 Pembagian Stadium FIGO 2009(4)
Penilaian FIGO secara pathologis meliputi (3) : 1. Kedalaman invasi ke miometrium (ratio invasi dan total ketebalan miometrium). 2. Keterlibatan serviks (invasi stroma/glandular) 3. Ukuran tumor dan lokasi ( fundus, segmen bawah rahim, atau serviks) 4. Meluasnya tumor ke tuba fallopi dan ovarium. 5. Grade tumor dan tipe histologis sel 6. Invasi ke kelenjar lmfe dan pembuluh darah /Lymphovascular space invasion (LVSI) 7. Status kelenjar limfe. Tingkat insidensi keterlibatan kelenjar limfe dalam klasifikasi FIGO ; stage IA :5%, IB :10%, IC; 15%, II: 20%, III : 55%. Gambar 2.1 Gambaran Pembagian stadium karsinoma endometrium FIGO 2009 (3) Grade
Pada grade 1 lesi minimal dengan kecenderungan belum menyebar keluar ut erus, tumor grade 2 memiliki prognosis sedang / intermediet, dan grade 3 identik dengan meningkatnya potensi invasi dalam miometrium serta metastase nodular ke jaringan luar. Metastase kgb pelvis dan para aorta meningkat dengan meningkatnya grade. Pembagian karsinoma endometrium dalam grade yang paling umum digunakan di seluruh dunia adalah berdasarkan FIGO (4). Tabel 2.3 Kriteria Histopatologik untuk menentukan grade FIGO (3)
Grade Defenition 1 ≤5 % of a non squamous or nonmorular solid growth pattern 2 6-50 % of a non squamous or nonmorular solid growth pattern 3 >50% of a non squamous or nonmorular solid growth pattern Untuk menentukan stadium surgikal kanker uterus, dua faktor prognosis- grade dan kedalaman invasi miometrium harus dicantumkan dalam penulisannya. 2.7 Terapi
Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis merupakan pilihan terapi untuk adenokarsinoma endoserviks yang masih terlokalisasi, sedangkan staging surgikal (surgical staging) yang meliputi histerktomi simpel dan pengambilan contoh kelenjar getah bening para aorta adalah penatalaksanaan umum adenokarsinoma endometrium. Staging surgikal dengan bantuan laparoskopi untuk kanker endometrium stadium 1 telah banyak dilaporkan, yaitu meliputi histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi disertai limpadenektomi kgb pelvis dan para-aorta (2,3).
Pembedahan
Pasien dengan karsinoma endometrium sebagian besar harus menjalani histerektomi. Penentuan stadium surgikal meliputi insisi mediana, bilasan peritoneum, eksplorasi metastasis, histerektomi total, salpingoforektomi bilateral, limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dan para-aorta. Beberapa ahli hanya melakukan sampel biopsi pada kelenjar getah bening, terutama pada yang mengalami pembesaran (2,6). Pada stadium II dimana terbukti ada keterlibatan endoserviks, prosedur pengangkatan uterus dilakukan secara radikal (histerektomi radikal). Akan tetapi, beberapa ahli tetap melakukan histerktomi total apabila diyakini bahwa keganasan memang berasal dari endometrium, dengan alasan lokasi kekambuhan terbanyak pada vagina dan angka kekambuhan yang kurang dari 10% (2,6). Pada stadium III dan IV dapat dilakukan radiasi, dan/ atau kemoterapi. Penanganan pasien stage III dan IV sangat bersifat individual dengan radiasi dan kemoterapi. Pada beberapa literatur untuk stage III dan IV dengan metastase masih menganjurkan dilakukan histerektomi paliativ dengan pengangakatan kedua tuba dan ovarium serta eksisi metastase bila mungkin, tergantung kondisi pasien, manfaat yang diharapkan dan keputusan tim ahli. Pembedahan dapat diikuti dengan terapi radiasi dan kemoterapi (2,4). Radioterapi
Stadium I dan II yang inoperabel secara medis hanya diberi terapi radiasi, angka ketahanan hidup 5 tahunnya menurun 20-30 % dibanding pasien dengan terapi operatif dan radiasi. Pada pasien dengan resiko rendah (stadium IA grade 1atau 2) tidak memerlukan radiasi ajuvan pascaoperasi. Radiasi ajuvan diberikan pada : 1. Penderita stadium 1, apabila berusia diatas 60 tahun, grade III dan atau invasi melebihi setengah miometrium. 2. Penderita stadium II A/II B, grade I,II,III 3. Penderita dengan stadium IIIA atau lebih diberikan terapi secara tersendiri (2,3) Terapi medikamentosa
Kemoterapi a. Cisplatin dan doxorubicin adalah agen yang paling sensitif b. Agen kemoterapi lain adalah paclitaxel, doxorubicin, dan ifosfamide. Hormon Tumor yang mempunyai reseptor estrogen dan progesteron akan memberikan respon yang lebih baik terhadap terapi hormon. Pemberian progestin oral sama efektifnya dengan
pemberian intramuskular. Sepertiga pasien yang mengalami kekambuhan memberikan respon terhadap progestin (2,3). Dosis yang dianjurkan : - Depo-Provera, 400mg IM per minggu - Provera, 200 mg per oral 4 x sehari - Megastrol acetate (Megace), 800 mg per oral 4 x sehari. 2.8 Pengamatan lanjut
Untuk pasien dengan stadium I dan II, evaluasi dilakukan setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama dan setelah itu cukup setahun sekali. Pap smear dilakukan setiap tahun. Tidak dibutuhkan rontgen thoraks secara rutin. Level CA-125 harus dipantau jika saat diagnosis terdapat peningkatan (2). Untuk pasien dengan stadium III dan IV, evaluasi dilakukan lebih sering, dengan interval 3 bulan di 2 tahun pertama, interval 6 bulan untuk 3-5 tahun berikutnya dan selanjutnya setahun sekali. Pap smear dilakukan setiap 6 bulan. Foto thoraks dibutuhkan setiap tahun. Level CA-125 harus dipantau jika saat diagnosis terdapat peningkatan (2). Pasien karsinoma endometrium dapat dibagi kedalam kelompok pengobatan berdasarkan resiko kekambuhan dan prognostik penyakitnya (8) : 1. Resiko rendah : karsinoma endometrium terbatas pada endometrium (stage IA : t idak ada atau invasi <50% miometrium) 2. Resiko intermediet/menengah : karsinoma endometrium pada daerah endometrium dan menginvasi miometrium >50%, termasuk pasien dengan stage IA, IB dan sebagian pasien dengan stage II yang belum menginvasi ke serviks. 3. Resiko tinggi : termasuk didalamnya pasien dengan karsinoma endometrium yang melibatkan serviks, stage II, III, IV, dan pasien dengan karsinoma endometrium tipe 2 yang agresif seperti papillary serous tumour dan clear cell tumor. Tabel 2.4 Pembagian kelompok pengobatan berdasarkan resiko rekurensi dan prognosis 2.9 Residif dan penanganannya
Pada penelitian Sofian A (2005), angka bebas dari kekambuhan penderita kanker endometrium pada tahun pertama adalah 97,8 %dan angka bebas dari kekambuhan pada tahun kelima adalah 71,9%. Angka ini sedikit rendah dibandingkan jika semua penderita tidak mempunyai faktor resiko derajat diferensiasi dan invasi miometrium, dimana rata-rata bebas kekambuhan dalam 3 tahun dapat mencapai 92,7%. Kenyataan ini menunjukkan bahwa ketahanan hidup penderita cukup baik (2).
Pilihan terapi untuk pasien residif meliputi terapi hormonal dan kemoterapi. Terapi hormonal merupakan pilihan utama bagi pasien dengan diferensiasi baik dan sedang.respon terapi endokrin akan maksimal pada kasus kanker endometrium berdsiferensiasi baik, disease free interval setelah terapi utama yang panjang dan meningkatnya konsentrasi reseptor progesterone (4). Kemoterapi untuk pasien kanker endometrium stadium lanjut yang residif bersifat paliatif. Sebagian kecil penderita yang mengalami remisi komplit, responya akan bertahan sampai beberpa tahun. Tidak ada keuntungan mengombinasikan kemoterapi dengan terapi hormonal.(2,6).
1. Endometrial Cancer. 2013. Report. American Institute for Cancer Research. http://www.dietandcancerreport.org.Diakses pada 29-06-2017. 2. Farid, M., & Abdul, S. 2006. Onkologi ginekologi Edisi 1. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. 3. Barbara, L., Hoffman, W., Et al. 2008. Williams Gynecology Second Edition. United States: McGraw-Hill Companies.Inc. 4. Platnois, G., & Castiglione, M. 2010. Endometrial Cancer :ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and follow up. Annals of Oncology 21 : V41-V45. http://annonc.oxfordjournals.org/. Diakses tanggal 29-06-2017. 5. William, B., Orr, J., Leitao, M., Et al. 2014. Endometrial cancer: A review and current management
strategies:
Part
I.
Gynecologic
Oncologic
134
:382-385.2014.
http://www.elsevier.com/locate/ygyno. Diakses tanggal 30-06-2017. 6. Endometrial Cancer. 2014. Clinical Practice Guideline Gyne-002. Alberta healt Service. http://Albertahealthservices.ca/ diakses tanggal 30-06-2017. 7. Yela, D., Et al. 2009. Comparative Study of Trasvaginal Ultrasound and Outpatient Hysterecopy for Diagnosing Pathologic endometrial Lession in Postmenopausal Women. Revised Association Medical Brass 2009 ; 55. 8. William, T., & Marion J. 2008. Endometrial Cancer treatment protocol. Distinguished University Professor, Department of Obstetrics and Gynecology, Medical University of South Carolina College of Medicine. Dalam http://emedicine.medscape.com diakses tanggal 2906-2017. 9. Stern, J. 2015. Uterus : Endometrial Carcinoma. Womens Cancer Information Center. http://www.womenscancercenter.com/info/types/uterus.html . Diakses tanggal 29-06-
2017. 10. Sebastianell, A. 2010. Preoperative CA-125 Tumour marker in Endometrial Cancer : Correlation with Advanced Stage Disease. Gynaecology JOGC : 856-860. 11. Muggia, F. & Oliva, E. 2009. Uterine Cancer-Screening, Diagnostik and treatment http://www.springer.go.id/978-1-58829-736-5. Diakses tanggal 30-06-2017.