TUGAS TINJAUAN PUSTAKA BLOK XII : RESPIRASI
KANKER NASOFARING
ELINA INDRASWARI H1A012016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 2014
PENDAHULUAN
Nasofaring memiliki bentuk kuboid. Dinding lateralnya dibentuk oleh tuba Eustachius dan fossa Rosenmuller. Banyak saraf kranial dan sistem limfatik yang berada di sekitar nasofaring. Berikut adalah anatomi hidung.1
Kanker nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel nasofaring. Tumor ini bermula dari fossa Rosenmuller dan dapat menyebar ke dalam atau ke luar nasofaring serta bermetastasis ke kelenjar limfe di leher.1
ETIOLOGI
Ada 3 faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya kanker nasofaring, yaitu infeksi virus Epstein Barr (EBV), faktor genetik, dan faktor lingkungan. EBV merupakan virus DNA yang telah diyakini sebagai agen penyebab beberapa penyakit keganasan. Virus tersebut dapat menetap di dalam tubuh tanpa menimbulkan suatu gejala klinis. Kasus herediter dari pasien kanker nasofaring telah banyak ditemukan. Suatu penelitian menemukan adanya perubahan genetik pada ras Cina. Penelitian tersebut tentang Human Leucocyte Antigen (HLA). Perubahan genetik tersebut menyebabkan proliferasi sel-sel kanker secara tidak terkontrol. Perubahan ini sebagian besar akibat dari mutasi, putusnya kromosom, dan
kehilangan sel-sel somatic. Untuk faktor lingkungan, kemungkinan yang dapat menjadi pemicu adalah debu, asap rokok, uap zat kimia, ikan yang diasinkan, asap kayu bakar, dan obat-obatan tradisional. Faktor-faktor tersebut masih belum dapat dijelaskan secara rinci mengenai hubungannya. Namun, hal tersebut dapat menjadi pemicu dan penyebab terjadinya kanker nasofaring.1
EPIDEMIOLOGI
Kanker nasofaring banyak terjadi pada anak-anak dan remaja di Asia Timur, Asia Tenggara, dan Afrika Utara dengan kejadian 8-25 di setiap 100.000 anak. Menurut observasi, laki-laki lebih banyak mengalami kanker nasofaring daripada perempuan. Tidak hanya terjadi pada anak-anak, orang tua yang berumur 50-60 tahun juga dapat mengalami kanker ini. 2 Di Indonesia, kanker nasofaring menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor ganas yang terdapat di seluruh tubuh dan menepati urutan pertama di bidang THT. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan kanker nasofaring. 3
PATOFISIOLOGI
Deteksi antigen nuklear EBV dan viral DNA pada kanker nasofaring telah menunjukkan bahwa EBV dapat menginfeksi sel epitel dan berhubungan dengan transformasi maligna. Penggandaan EBV dapat ditemukan pada sel lesi preinvasif yang memperlihatkan bahwa hal tersebut berhubungan dengan proses transformasi untuk menjadi kanker.2
MANIFESTASI KLINIS
Tanda klinis yang umum ditemukan adalah adanya pembesaran kelenjar limfe yang tidak nyeri. Kelenjar limfe yang membesar biasanya terjadi di bagian atas dan tengah nodul jugular pada servikal anterior. Pada nasofaringoskopi, tampak massa pada nasofaring. Tempat asal massa tersebut adalah fossa Rosenmüller. Gejala klinis yang tampak pada pasien dengan kanker nasofaring adalah perdarahan pada hidung, infeksi telinga, tinnitus, sakit kepala, dan pembengkakan leher. 2
Pada observasi lain, awalnya pasien mengeluh pilek biasa yang disertai rasa tidak nyaman di telinga dan pendengaran sedikit menurun. Gejala nasofaring dapat berupa sumbatan pada hidung. Nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lubang sehingga dapat menimbulkan gangguan pada beberapa saraf otak. Gangguan pada saraf tersebut dapat menimbulkan keluhan berupa penglihatan ganda.1
DIAGNOSIS
Anamnesis dilakukan berdasarkan keluhan penderita. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat adanya kelainan pada tubuh pasien. Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis tersebut. Pemeriksaan tersebut dapat berupa nasofaringoskopi, CT scan, dan MRI nasofaring. Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dari hidung atau mulut. Pemeriksaan lain seperti foto rontgen dan USG dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan adanya metastasis pada organ-organ lainnya. 1 Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi EBV telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi kanker nasofaring. Tetapi, pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan.3 WHO telah mengklasifikasikan kanker nasofaring menjadi 3 kategori, yaitu WHO-1, WHO-2, dan WHO-3. WHO-1 didefinisikan sebagai skuamosa terdiferensiasi sedang atau sel karsinoma transisional dengan produksi keratin. WHO-2 adalah kanker non-keratinasi. WHO-3 adalah kanker yang tidak terdiferensiasi, termasuk limfoepitelioma. Kategori yang banyak ditemukan pada anak-anak adalah kategori WHO-3. 2 UICC mengemukakan stadium untuk kanker nasofaring sebagai berikut. 4 Nasofaring (T)
T1
: Tumor terbatas pada nasofaring
T2
: Tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan/atau fossa nasal
T2a
: Tumor tanpa ekstensi parafaringeal
T2b
: Tumor dengan ekstensi parafaringeal
T3
: Tumor menginvasi struktur tulang dan/atau sinus paranasal
T4
: Tumor dengan ekstensi intrakranial, keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal,
hipofaring, dan orbit Regional nodus limfe (N)
N1
: Metastasis unilateral KGB dengan ukuran ≤ 6 cm di atas fossa supraklavikular
N2
: Metastasis bilateral KGB dengan ukuran ≤ 6 cm di atas fossa supraklavikular
N3
: Metastasis KGB dengan ukuran > 6 cm di atas fossa supraklavikular
Metastasis (M)
M0
: Tidak ada metastasis jauh
M1
: Ada metastasis jauh
Stadium
Stadium 0
: T in situ N0 M0
Stadium 1
: T1 N0 M0
Stadium IIA
: T2a N0 M0
Stadium IIB
: T2b N0 M0 atau T1, T2a, T2b N1 M0
Stadium III
: T3 N0, N1 M0 atau T1, T2a, T2b, T3 N2 M0
Stadium IVA : T4 N0, N1, N2 M0 Stadium IVB : Setiap T N3 M0 Stadium IVC : Setiap T Setiap N M1
TATALAKSANA
Terapi standar untuk kanker nasofaring adalah radioterapi. Namun, sebagian besar penderita datang dengan stadium lanjut dan sebagian dengan keadaan umum yang sudah jelek. Keberhasilan terapi ini sangat dipengaruhi oleh stadium yang dialami. Keterlambatan untuk
mendapatkan penanganan yang adekuat dapat menurunkan hasil terapi yang diharapkan. Selain radioterapi, kemoterapi merupakan alternatif lain untuk menangani pasien dengan kanker nasofaring. Kombinasi pengobatan dengan kemoterapi diberikan jika kanker sudah bermetastasis sedemikian besar sehingga menyulitkan radioterapi.1 Pemberian adjuvant kemoterapi Cis-platinum, bleomycin, dan 5-fluorouracil saat ini sedang dikembangkan dengan hasil sementara yang cukup memuaskan. Kombinasi kemoterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien kanker nasofaring. 5 Standar penatalaksanaan pada kanker nasofaring stadium I adalah dengan pemberian terapi radiasi dosis tinggi pada tempat tumor primer dan terapi radiasi profilaksis. Untuk stadium II, diberikan kemoterapi dan radioterapi dengan dosis tinggi pada tempat tumor primer serta radioterapi profilaksis. Untuk stadium III, diberikan kemoterapi, radioterapi dosis tinggi, dan dipertimbangkan untuk diseksi tumor pada leher. Untuk stadium IV, hampir sama dengan tatalaksana pada stadium III ditambah dengan terapi kemoradiasi.5
PROGNOSIS
Prognosis kanker nasofaring secara umum bergantung pada pertumbuhan lokal dan metastasenya. Kanker skuamosa berkeratinasi cenderung lebih agresif daripada non keratinasi. Prognosis buruk jika dijumpai limfadenopati, stadium lanjut, dan tipe histologik kanker skuamosa berkeratinasi. Prognosis dapat lebih buruk jika stadium sudah lebih lanjut, usia lebih dari 40 tahun, laki-laki, dan ras Cina. 3
PENUTUP
Kanker nasofaring merupakan tumor ganas yang menyerang bagian nasofaring. Kanker ini banyak terjadi pada anak-anak dan remaja dengan perbandingan laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Penyebab terjadinya kanker ini dapat berupa EBV, faktor genetik, maupun faktor lingkungan. Tanda klinis yang tampak dapat berupa perdarahan hidung dan pembesaran KGB di daerah servikal. Diagnosis dapat ditegakkan dengan biopsi dan dapat segera dilakukan terapi sesuai dengan stadium yang dialami.
DAFTAR PUSTAKA
1. Erwina. Kanker Nasofaring. Universitas Sumatera Utara. 2010. 2. Paulino,
Arnold
C.
Nasopharyngeal
Cancer.
21
Juni
2012.
Tersedia
di
http://emedicine.medscape.com/article/988165-overview diakses pada tanggal 6 Juni 2014. 3. _______. Karsinoma Nasofaring. Universitas Sumatera Utara. 2011. 4. Chan, A. T. C., Teo, P. M. L., dan Johnson, P. J. Nasopharyngeal Carcinoma. China: Chinese University of Hong Kong. 2002. 5. Fuda Cancer Hospital. Nasopharyngeal Cancer Treatment. China: Jinan University School of Medicine. 2013.