Studi Kajian Merit System
Praktek SDM berbasis kinerja atau merit ini tidak dapat dibangun dalam waktu singkat. Lokomotif untuk menggerakkan sistem SDM berbasis kinerja di dalam organisasi adalah dengan memulai dari sistem manajemen kinerja (Performance Management System). Membuat sistemnya sendiri sebenarnya tidaklah sulit. Secara umum, sistem manajemen kinerja ini terdiri dari 3 bagian proses mengelola kinerja (managing performance), yaitu perencanaan kinerja (planning performance), pembinaan kinerja (coaching performance), dan evaluasi kinerja (evaluating p erformance). Fokus manajemen kinerja (Performance Management) ini berbeda dengan paradigma lama yang hanya menerapkan penilaian kinerja (Performance Appraisal), dimana pihak atasan dan bawahan hanya fokus pada aktivitas mengisi form penilaian kinerja di akhir periode tertentu. Sementara paradigma Performance Management lebih melihat pengelolaan kinerja di dalam organisasi sebagai suatu proses terus-menerus dan berkesinambungan. Dalam proses manajemen kinerja tersebut dibutuhkan interaksi yang intensif dari atasan dan bawahan, mulai dari menyepakati apa ya ng akan dicapai di akhir periode dalam upaya memberikan kontribusi dari masing-masing individu untuk menunjang pencapaian target kinerja organisasi (performance plan), kemudian melakukan pembinaan secara terusmenerus untuk mengatasi hambatan-hambatan kinerja yang terjadi (coaching and counseling), hingga mengevaluasi secara periodik apa yang sudah dicapai dan apa yang belum untuk menjadi masukan bagi ba gi periode kinerja selanjutnya (performance review/evaluation). Dengan paradigma manajemen kinerja seperti ini, faktor tersulit dalam menerapkannya adalah faktor perubahan kebiasaan dan sikap mental setiap orang di dalam organisasi terhadap pola kerja dan hubungan kerja atasan dan bawahan. Pertama, membiasakan untuk menyepakati ukuran kinerja yang t erukur dan objektif, serta mengkaitkannya dengan pencapaian target kinerja organisasi secara keseluruhan. Kedua, membudayakan kebiasaan antara atasan dan bawahan untuk berkomunikasi secara terbuka mengenai kinerja bawahan dan bagiannya, dalam perspektif untuk mencari jalan bagi peningkatan kinerja, bukan untuk menghakimi atau menjatuhkan vonis. Ketiga, melakukan penilaian kinerja secara objektif berdasarkan evaluasi pencapaian hasil kerja dibandingkan dengan target kerja yang sudah disepakati diawal, dengan meninggalkan sikap subjektif pilih-kasih, kasihan atau pelit dalam memberikan penilaian kinerja. Dalam konteks inilah "merit review" yang ditanyakan saya kaitkan dengan salah satu bagian dari proses manajemen kinerja, yaitu untuk melakukan proses penilaian atau evaluasi kinerja berdasarkan kesepakatan target kinerja yang telah ditetapkan di awal, dan t elah dilakukan pembinaan selama periode kinerja untuk memampukan pemegang jabatan mencapai target kinerja tersebut. Dengan disiplin penerapan keseluruhan proses manajemen kinerja ini, maka hasil dari merit review di akhir periode tidak aka n menjadi “surprise” bagi semua pihak, atasan atau bawahan, karena telah dijala nkannya proses performance coaching sepanjang periode kinerja dan proses performance/merit review
secara periodik (quarterly atau mid year review). Hasil dari merit review ini biasanya aka n menjadi landasan untuk performance planning periode selanjutnya, pelatihan untuk meningkatkan kinerja, pergerakan karir, dan pemberian imbal jasa atau penghargaan (misalnya dalam bentuk merit increase atau pun performance bonus).
Menghitung Gaji dengan Sistem Merit dan d an Metode Diskonto
meritokrasi dalam remunerasi pada prinsipnya adalah sebuah sistim yang memberikan penghargaan kepada karyawan atas pencapaian kinerjanya (pay for performance). Salah satu implementasinya adalah melalui pemberian merit increase kepada karyawan. Besarnya merit increase (dalam %) ditentukan oleh 2 faktor: - Persentase Compa Ratio, yaitu rasio gaji karyawan tersebut terhadap mid salary di kelompoknya (job grade yang sama) - Nilai Kinerja (performance rating) Berikut adalah gambaran untuk u ntuk menjelaskan Compa-Ratio: - karyawan A gajinya Rp 5 juta, dan menduduki sebuah jabatan di grade 8. Mid salary di grade 8 adalah Rp 4 juta. Maka compa-ratio karyawan A adalah 5 / 4 atau 125%. - karyawan B gajinya Rp 3,6 juta, dan menduduki sebuah jabatan di grade 8. Mid salary di grade 8 adalah Rp 4 juta. Maka compa-ratio karyawan B adalah 3,6 / 4 atau 90%. Nilai Kinerja bisa didapatkan dari hasil performance appraisal, misalnya Istimewa, Baik, Sedang dst. Besarnya persentase kenaikan merit dapat dilihat dari grafik berikut :
Perusahaan dapat membuat kebijakan untuk kenaikan merit dengan membuat grafik seperti di atas. Sumbu mendatar menunjukkan Compa-Ratio sedangkan sumbu tegak menunjukkan persentase Merit Increase. Garis berwarna biru, hijau dan jingga adalah garis-garis kinerja.
Mekanismenya adalah untuk kategori kinerja yang sama, semakin tinggi compa-ratio, semakin kecil persentase kenaikan merit yang diperoleh. Dalam contoh kasus kita sebelumnya, perhitungan kenaikan merit A dan B menjadi sbb: Misalkan Nilai Kinerja A dan B ada lah sama yaitu “Baik” (lihat garis hijau), sedangkan compa-ratio A adalah 125% dan B adalah 90%, maka kenaikan merit A adalah 15% sedangkan B adalah 20%. Posisi dari garis-garis kinerja (kategori Istimewa, Baik, Sedang dst) ditentukan sesuai dengan strategi perusahaan serta tentunya besarnya alokasi anggaran untuk kenaikan merit. Semakin perusahaan ingin memberikan perbedaan terhadap outstanding dan average performers, semakin jauh jarak antara garis kinerja Istimewa dan Sedang. Sedangkan kemiringan garis kinerja bertujuan untuk menegakkan azas keadilan (fairness) serta menjaga agar gaji karyawan tetap berada di dalam rentang minimum-maksimum dari struktur gaji yang telah ditetapkan perusahaan. Untuk pertanyaan kedua, metode diskonto pada prinsipnya memperhitungkan nilai uang dan waktu dimana besarnya manfaat masa sekarang (net present value - NPV) maupun future value dihitung berdasarkan tingkat diskonto. Sedangkan dalam perhitungan dan penentuan gaji, pada dasarnya ada 3 faktor yang m enjadi acuan yaitu faktor pekerjaan (job), faktor kinerja (performance) dan harga di pasar (market). Nilai dari Faktor Pekerjaan (job) dapat diperoleh melalui proses evaluasi jabatan (job evaluation) yang akan menghasilkan bobot jabatan (job score atau job value), misalnya job Supervisor nilainya 220, Manajer 300 dst. Nilai dari Faktor Kinerja diperoleh melalui proses evaluasi kinerja (performance appraisal) secara periodik. Faktor market menentukan besarnya riil value dari pekerjaan (job) tsb di pasar saat ini, m isalnya job staf akuntan standar saat ini memperoleh penghasilan di kisaran 3-5 juta. Untuk menentukan besarnya gaji dengan obyektif dan akurat, perusahaan perlu untuk mengetahui terlebih dahulu bagaimana praktek remunerasi perusahaan lain di industri sejenis maupun di pasar secara keseluruhan. Informasi ini bisa didapatkan antara lain dengan membeli data salary survey. Informasi data gaji di market tsb juga a kan memberikan gambaran kepada perusahaan mengenai praktek remunerasi perusahaan tsb dibandingkan dengan praktek remunerasi di market sehingga perusahaan dapat menentukan strategi remunerasinya ke depan sesuai dengan arah dan strategi perusahaan.