KAJIAN KADAR PROTEIN, pH, VISKOSITAS DAN RENDEMEN KECAP WHEY DARI BERBAGAI TINGKAT PENGGUNAAN TEPUNG KEDELAI
SKRIPSI
Oleh: Elmy Yudihapsari NIM. 0410540015
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2009
KAJIAN KADAR PROTEIN, pH, VISKOSITAS DAN RENDEMEN KECAP WHEY DARI BERBAGAI TINGKAT PENGGUNAAN TEPUNG KEDELAI
Oleh: Elmy Yudihapsari NIM. 0410540015
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2009
KAJIAN KADAR PROTEIN, pH, VISKOSITAS DAN RENDEMEN KECAP WHEY DARI BERBAGAI TINGKAT PENGGUNAAN TEPUNG KEDELAI SKRIPSI
Oleh : Elmy Yudihapsari NIM. 0410540015
Telah dinyatakan lulus dalam Ujian Sarjana pada hari/tanggal: Rabu / 15 April 2009 Menyetujui Susunan Tim Penguji
Dosen Pembimbing Utama
Anggota Tim Penguji
Ir. Susrini Idris, M.App.Sc Tanggal:............................
Dr. Ir. Lilik Eka Radiati, MS Tanggal:................................
Dosen Pembimbing Pembantu
Khothibul Umam Al Awwaly, S.Pt., M.Si Tanggal:.....................................................
Malang Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Dekan
Prof. Dr. Ir. Hartutik, MP Tanggal:............................
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sleman pada tanggal 11 April 1986 sebagai putri kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Surini Santoso dan Ibu Nunuk Supriyati. Pendidikan formal yang pernah ditempuh Penulis adalah Sekolah Dasar Negeri 3 Singosari selesai pada tahun 1998, Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Singosari selesai pada tahun 2001 dan Sekolah Menengah Umum Widya Gama Malang selesai pada tahun 2004. Pada tahun 2004 Penulis meneruskan pendidikan di Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, berkat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi dan penyusunan laporan yang berjudul “Kajian Kadar Protein, pH, Viskositas dan Rendemen Kecap Whey Dari Berbagai Tingkat Penggunaan Tepung Kedelai”. Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Ir. Susrini Idris, M.App.Sc selaku dosen pembimbing utama, yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari penyusunan rencana skripsi hingga laporan ini. 2. Bapak Khothibul Umam Al A., S.Pt., MSi selaku dosen pembimbing pendamping yang juga memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari penyusunan rencana skripsi hingga laporan ini. 3. Bapak dan Ibu serta kakak adikku yang selalu memberikan doa dan dukungan secara moril dan materiil. 4. Teman-teman THT 2004 atas dorongan, perhatian dan bantuannya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis berharap semoga laporan skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Malang, 14 Mei 2009
Penulis,
ABSTRACT
THE STUDY ON PROTEIN CONTENT, pH, VISCOSITY AND YIELDS OF WHEY SAUCE WITH DIFFERENT LEVEL OF SOYBEAN FLOUR
Data collected in the research was carried out at Physicochemical Laboratory, Animal Husbandry Faculty, University of Brawijaya and Food Processing st Laboratory, Agritechnology Faculty, University of Brawijaya from September 1 st until October 31 2008. The objective of the research was to know the best level of soybean flour addition in making whey sauce, to obtain a good product evaluated from the protein content, pH, viscosity and yields. The research result showed that the soybean flour usage in the whey sauce processing gave a highly significant effect (P<0.01) on the protein content and viscosity of the product, but it didn’t give significant effect (P>0.05) on the pH and yields of whey sauce.The addition of 0% soybean flour (T 0), 5% (T5), 10% (T10), and 15% (T15) had the average of protein content (%) 3.46; 4.37; 4.52 and 4.64, pH average 5.16; 5.58; 5.49 and 5.63, viscosity average (centipoises) 65; 80; 1583.33 and 1933.33, yields average (%) 49.45; 51.62; 52.76 and 54.94 respectively. The conclusion of the research was that the usage of soybean flour could increase protein content and viscosity, but it didn’t give significant effect to pH and yields of whey sauce. The usage of soybean flour could increase protein content because soybean flour had a higher protein content (31.38%) than the whey (0.85%). T15 was the best treatment with protein content 4.64%, pH 5.63, viscosity 1933.33 cp, and yields 54.94%. Based on the research result, it is suggested to add 15% soybean flour in making whey sauce to increase protein content, however it is better to conduct further research regarding to the keeping quality and organoleptic of the product. Keyword : whey sauce, soybean flour
RINGKASAN
KAJIAN KADAR PROTEIN, pH, VISKOSITAS DAN RENDEMEN KECAP WHEY DARI BERBAGAI TINGKAT PENGGUNAAN TEPUNG KEDELAI
Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisikokimia Hasil Ternak, Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya dan Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya pada tanggal 1 September sampai dengan 31 Oktober 2008. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat penggunaan tepung kedelai yang tepat dalam pembuatan kecap dari whey, agar dihasilkan produk yang baik ditinjau dari kadar protein, pH, viskositas dan rendemen. Materi yang digunakan adalah whey yang diperoleh dari Laboratorium Rekayasa dan Pengolahan Keju Teknologi Hasil Ternak Universitas Brawijaya, tepung kedelai yang dibuat sendiri dan bumbu-bumbu yang dibeli di Pasar Besar Malang. Metode penelitian yang digunakan adalah percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap dan diulang tiga kali. Percobaan dilakukan dengan penggunaan tepung kedelai dalam pembuatan kecap whey, yang terdiri dari 4 perlakuan yaitu tanpa penambahan tepung kedelai (T 0), penambahan 5% tepung kedelai (T 5), 10% tepung kedelai (T 10), dan 15% tepung kedelai (T 15). Data yang telah diperoleh dianalisa dengan Analisis Ragam dari Rancangan Acak Lengkap dan apabila menunjukkan adanya perbedaan yang nyata diantara perlakuan, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Perlakuan terbaik ditentukan dengan menggunakan Metode Index Efektifitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan tepung kedelai dalam pembuatan kecap whey memberikan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein dan viskositas kecap whey, tetapi tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap pH dan rendemen kecap whey. Perlakuan T 0, T5, T10, dan T15 memberikan rataan kadar protein (%) 3,46; 4,37; 4,52; dan 4,64, pH 5,16; 5,58; 5,49; dan 5,63, viskositas (centipoise) 65; 80; 1583,33; dan 1933,33 serta rendemen (%) 49,45; 51,62; 52,76; dan 54,94. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah perlakuan penggunaan tepung kedelai memberikan pengaruh terhadap kadar protein dan viskositas kecap whey, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pH dan rendemen kecap whey. Penggunaan tepung kedelai dapat meningkatkan kadar protein kecap whey karena tepung kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi (31,38%) daripada whey (0,85%). Perlakuan T 15 merupakan perlakuan terbaik dengan kadar protein 4,64%, pH 5,63, viskositas 1933,33 cp, dan rendemen 54,94%. Berdasarkan hasil penelitian disarankan bahwa dalam pembuatan kecap whey dapat dilakukan penambahan tepung kedelai 15% untuk meningkatkan kadar proteinnya, namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui daya simpan dan mutu organoleptik produk.
DAFTAR ISI
Halaman RIWAYAT HIDUP .................................................................................
i
KATA PENGANTAR ............................................................................
ii
ABSTRACT
.......................................................................................
iii
RINGKASAN ........................................................................................
iv
DAFTAR ISI
........................................................................................
v
DAFTAR TABEL ..................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang .................................................. ....................... 2. Rumusan Masalah .................................................................... 3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 4. Kegunaan Penelitian ................................................... ............. 5. Kerangka Pikir .................................................. ....................... 6. Hipotesis .................................................. ................................
1 3 3 4 4 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecap ....................................................................................... 2.2. Bahan Baku Kecap .................................................................... 2.2.1. Whey .................................................................................... 2.2.2. Tepung Kedelai ................................................................... 2.2.3. Bumbu-Bumbu .................................................................... 2.2.4. Gula Kelapa ................................................... ....................... 2.3. Proses Pembuatan Kecap ......................................................... 2.4. Kualitas Kecap .................................................. ....................... 2.4.1. Kadar Protein ................................................ ....................... 2.4.2. pH ..................................................................................... 2.4.3. Viskositas ............................................................................. 2.4.4. Rendemen ............................................................................
6 8 8 10 11 12 13 14 14 15 15 15
BAB III METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... .... Materi Penelitian ............................................... ....................... a. Bahan Penelitian ................................................................. b. Peralatan .............................................................................. Metode Penelitian .................................................................... a.Rancangan Percobaan .................................................................. b.Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 3.3.2.1. Formula Kecap Whey . ........................................................ 3.3.2.2. Prosedur Pembuatan Tepung Kedelai . ............................... 3.3.2.3. Prosedur Pembuatan Kecap Whey ...................................... Variabel Penelitian .................................................................... Analisis Data ............................................................................ Perlakuan Terbaik . ................................................................... Batasan Istilah ................................................... .......................
17 17 17 17 18 18 18 18 18 19 22 22 22 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.6. Pengaruh Penggunaan Tepung Kedelai Terhadap Kadar Protein Kecap Whey .............................................................................. 4.7. Pengaruh Penggunaan Tepung Kedelai Terhadap pH Kecap Whey ............................................................................. 4.8. Pengaruh Penggunaan Tepung Kedelai Terhadap Viskositas Kecap Whey ............................................................................. 4.9. Pengaruh Penggunaan Tepung Kedelai Terhadap Rendemen Kecap Whey ............................................................................. 4.5. Perlakuan Terbaik . ...................................................................
31 32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan .............................................................................. 2. Saran ........................................................................................
33 33
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
34
LAMPIRAN
39
........................................................................................
25 27 28
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Standar Mutu Kecap ................................................... .......................
7
2. Komposisi Kimia Whey ....................................................................
9
3. Komposisi Kimia Tepung Kedelai ................................................. ....
11
4. Komposisi Kimia Gula Kelapa ..........................................................
12
5. Kandungan Protein Kecap .................................................................
14
6. Formula Kecap Whey . ................................................. .......................
19
7. Rataan Kadar Protein (%) Kecap Whey .............................................
25
8. Rataan pH Kecap Whey ......................................................................
27
9. Rataan Viskositas (centipoise) Kecap Whey ......................................
29
10. Rataan Rendemen (%) Kecap Whey ..................................................
31
11. Rata-rata Nilai Perlakuan Terbaik ......................................... .............
32
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Kedelai ..............................
20
2. Diagram Alir Proses Pembuatan Kecap dari Whey dengan Memodifikasi Proses Pembuatan Kecap Air Kelapa .................................................
21
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Kadar Protein Cara Makro Kjeldahl ..................................................
39
2. Pengukuran Viskositas ............................................... .......................
41
3. Pengukuran pH .................................................. ................................
42
4. Pengukuran Rendemen ............................................... .......................
43
5. Data dan Analisa Ragam Kadar Protein Kecap Whey ......................
44
6. Data dan Analisa Ragam pH Kecap Whey ........................................
47
7. Data dan Analisa Ragam Viskositas Kecap Whey .............................
49
8. Data dan Analisa Ragam Rendemen Kecap Whey ............................
51
9. Kuisioner Pemilihan Ranking Peranan Variabel Terhadap Mutu Produk .................................................. .........................................
53
10. Pemilihan Perlakuan Terbaik .............................................................
54
11. Hasil Analisa Kadar Protein, Kadar Air, pH pada Whey dan Tepung Kedelai .................................................. .........................................
56
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Whey merupakan limbah keju yang berupa cairan berwarna kuning kehijauan
yang diperoleh dari penyaringan dan pengepresan curd selama proses pembuatan keju. Produksi whey sekitar 80 – 90% dari total susu segar yang digunakan untuk produksi keju dan kasein. Limbah whey di seluruh dunia dapat mencapai lebih kurang 118 juta ton/tahun, 66% di Eropa, 25% di USA dan 9% tersisa di negara-negara lain a
(Anonim, 2008 ). Di Indonesia banyak dijumpai industri keju dari susu sapi dengan berbagai ukuran dan kapasitas produksinya, salah satu di antaranya adalah industri keju Malang di Kecamatan Wajak Kabupaten Malang Jawa Timur, pabrik keju Natura ala Gouda di desa Sasagaran Baros Sukabumi, dan pabrik keju Tanjungsari Jawa Barat b
yang setiap harinya memproduksi kurang lebih 30 kilogram keju (Anonim, 2008 ). Permasalahan yang dihadapi dalam proses pembuatan keju adalah dihasilkannya limbah cair ( whey) sisa dari pembentukan curd yang relatif banyak. Setiap memproduksi 1 kilogram keju dari 10 liter susu akan menghasilkan 9 liter whey (Clark,1992). Menurut Spreer (1998), whey mengandung air 93-94 persen, bahan kering 66,5 persen yang terdiri dari laktosa 4,5-5 persen, total protein 0,8-1,0 persen, whey protein 0,6-0,65 persen, asam sitrat 0,1 persen dan mineral 0,5-0,7 persen. Menurut a
Anonymous (2006 ), jenis protein yang terdapat dalam whey adalah -laktoglobulin,
-laktalbumin dan serum globulin. Nutrisi yang terkandung di dalam whey masih tinggi maka whey dapat dimanfaatkan sebagai produk pangan yang memiliki nilai ekonomi. Salah satu alternatif pemanfaatannya adalah menggunakan whey sebagai bahan baku pada pembuatan kecap. Kecap merupakan salah satu jenis makanan fermentasi yang sudah lazim dikonsumsi di Indonesia, berupa produk cair yang berwarna coklat gelap mempunyai rasa manis atau asin dan digolongkan dalam makanan yang mempunyai flavour atau aroma yang khas. Kecap dapat memperkuat flavour dan memberikan warna pada daging, ikan, sayuran atau bahan pangan lain (Kuswanto dan Sardjono, 1988). Di Indonesia dikenal dua macam kecap yaitu kecap manis dan kecap asin. Pada dasarnya cara pembuatan kecap tersebut hampir sama, yang berbeda hanya pada bahan dasarnya. Kecap asin diperoleh dari filtrat hasil ekstraksi tanpa atau ditambah sedikit gula, sedangkan kecap manis diperoleh dari pengenceran dengan penambahan gula sehingga diperoleh rasa manis. Kecap merupakan salah satu bahan pangan tradisional berupa cairan berwarna hitam yang rasanya manis atau asin. Kecap pada umumnya dibuat dari kedelai hitam, tiram, kerang, siput, air kelapa dan bahan-bahan lain dengan proses fermentasi, hidrolisis dan penggunaan dua-duanya (Ridwan, 2002). Pembuatan produk kecap whey berdasarkan hasil penelitian Ernawati (2007) menunjukkan bahwa kadar protein kecap whey adalah 1,80%. Hal ini belum memenuhi standar mutu kecap yang baik menurut Anonim (2005) yaitu minimum 2,5%, sehingga perlu dilakukan modifikasi kecap whey dengan penambahan bahan pangan sumber protein seperti tepung kedelai.
Penambahan tepung kedelai diharapkan dapat meningkatkan kadar protein pada kecap whey karena tepung kedelai mempunyai kandungan protein yang tinggi daripada tepung-tepung yang lain yaitu 34,39%. Konsentrasi protein dapat mempengaruhi besarnya nilai viskositas karena kandungan kolagen dalam protein kedelai dengan pemanasan akan larut menjadi gelatin. Gelatin akan mengikat air dan membuat adonan menjadi kental. Kandungan air, dan bahan padatan yang terdapat pada tepung kedelai yaitu protein, lemak dan abu dapat mempengaruhi viskositas dan rendemen kecap. Tepung kedelai merupakan bahan yang bersifat alkalis karena tepung kedelai mempunyai pH 7,7, sehingga penambahan tepung kedelai dapat mempengaruhi besarnya nilai pH.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah pengaruh penggunaan tepung kedelai yang berbeda dalam pembuatan kecap manis dari whey, terhadap kadar protein, pH, viskositas dan rendemen.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat penggunaan tepung kedelai yang tepat dalam pembuatan kecap manis dari whey, agar dihasilkan produk yang baik ditinjau dari kadar protein, pH, viskositas dan rendemen.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan masukan, informasi dan pengembangan teknologi hasil ternak berupa produk olahan dari whey kepada masyarakat dan menghasilkan produk kecap dari whey yang berkualitas baik, yaitu produk yang memenuhi standar kualitas yang berlaku.
1.5. Kerangka Pikir
Kecap merupakan produk fermentasi kedelai, berupa cairan kental berwarna coklat tua. Produk ini digunakan sebagai bumbu atau penyedap berbagai masakan (Suyamto, 2007). Di Indonesia dikenal dua macam kecap, yaitu kecap manis dan kecap asin. Kecap manis diperoleh dari pengenceran dengan penambahan gula sehingga diperoleh rasa yang manis. Kecap manis dipermanis dengan gula kelapa dan digunakan sebagai suatu bumbu. Kecap dapat memperkuat flavour dan memberikan warna pada daging, ikan, sayuran atau bahan pangan lain (Kuswanto dan Sardjono, 1988). Viskositas dari kecap adalah kental dan sama sekali tidak asin dan mempunyai c
rasa gula berkaramel (Anonim, 2006 ). Berdasarkan jenis proses pembuatannya, kecap dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu kecap hasil fermentasi, kecap hasil hidrolisa, dan kecap hasil proses fisis atau pencampuran. Kecap yang dibuat dengan cara fermentasi dapat menghasilkan kecap tradisional dan memiliki cita rasa yang khas. Kecap dengan proses hidrolisa akan menghasilkan jenis kecap modern. Kecap modern dapat dibuat dalam waktu yang singkat atau cepat namun tidak memiliki cita rasa yang khas sehingga kurang
disukai konsumen. Kecap hasil proses fisis atau pencampuran akan menghasilkan kecap dengan kondisi yang dapat diatur (Suprapti, 2005). Whey merupakan hasil samping dari keju yang belum dimanfaatkan secara
maksimal. Whey mengandung asam amino esensial dan vitamin (Anonim, 2007). Whey mengandung asam amino di antaranya terdapat asam glutamat yang
membentuk dispersi koloid. Jenis protein yang terdapat dalam whey adalah
-
laktoglobulin, -laktalbumin, immunoglobulin dan serum globulin (Anonymous, a
2006 ). Nutrisi yang terkandung di dalam whey ini masih dapat dimanfaatkan sebagai produk pangan, salah satunya adalah sebagai bahan baku kecap (Setiawan, 2005). Tepung kedelai terbuat dari kedelai yang diolah dan digiling atau ditumbuk menjadi bentuk tepung. Penggunaan panas dalam pengolahan diperlukan untuk peningkatan rasa (Hermana, 1985). Tepung kedelai mempunyai kandungan protein sebesar 34,39% (Widodo, 2001), sehingga tepung kedelai dapat digunakan untuk meningkatkan kadar protein kecap whey yang mempunyai kadar protein minimum 2,5%.
1.6. Hipotesis
Terdapat perbedaan pengaruh penggunaan tepung kedelai yang berbeda dalam pembuatan produk kecap manis dari whey sehingga dihasilkan produk yang baik ditinjau dari kadar protein, pH, viskositas dan rendemen.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kecap
Menurut Standar Industri Indonesia (SII No. 32 th 1974), kecap adalah cairan kental yang mengandung protein yang diperoleh dari rebusan kedelai yang telah
diragikan dan ditambahkan gula, garam serta rempah-rempah (Anonim, 2006 ). SII No. 0174-1978 menyatakan bahwa kecap manis adalah produk berbentuk kental dan berwarna merah kehitaman hasil fermentasi kacang kedelai ( koji) dan fermentasi air garam (moromi), kemudian diolah dengan gula dan bumbu-bumbu serta bahan
pengawet jika diperlukan (Anonim, 2006 ). Di Indonesia dikenal dua macam kecap, yaitu kecap manis dan kecap asin. Kecap asin adalah kecap yang diperoleh dari filtrat hasil ekstraksi tanpa atau ditambah sedikit gula, sedang kecap manis diperoleh dari pengenceran dengan penambahan gula sehingga diperoleh rasa yang manis. Kecap manis dipermanis dengan gula kelapa dan digunakan sebagai suatu bumbu. Viskositas dari kecap manis adalah kental dan sama sekali tidak asin dan mempunyai rasa kaya gula berkaramel b
(Anonymous, 2006 ). Menurut Astawan (1991), kecap merupakan salah satu jenis makanan kesukaan penduduk Indonesia, bahkan penggunaannya sudah meluas sampai ke pedalaman. Pembuatan kecap di Indonesia, kebanyakan dilakukan secara tradisional yaitu dengan membiarkan kapang tumbuh secara spontan, sehingga mutu kecap yang dihasilkan pun berbeda-beda. Mutu kecap, selain dipengaruhi oleh perbedaan varietas
kedelai yang digunakan, juga dipengaruhi oleh lama fermentasi di dalam larutan garam dan kemurnian biakan kapang yang digunakan. Jenis mikroba yang digunakan, proses pengolahan yang dilakukan juga mempengaruhi mutu kecap yang dihasilkan. Standar mutu kecap dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Standar Mutu Kecap No Uraian 1 Keadaan - Bau - Rasa 2 Protein (N x 6,25) 3 Padatan terlarut 4 NaCl (garam) 5 Total gula (dihitung sebagai sukrosa) 6 Bahan tambahan makanan 1. Pengawet - Benzoat - Metil Benzoat para hidroksil benzoat - Propil para hidroksil benzoat 2. Pewarna tambahan Cemaran logam - Pb - Cu - Zn - Sn - Raksa (Hg) 8 Arsen 9 Cemaran mikroba - Angka lempeng total - Bakteri Coliform - E. coli - Kapang Sumber : Anonim (2005)
Satuan
Persyaratan
% b/b % b/b % b/b % b/b
Normal, khas Normal, khas Min. 2,5 Min. 10 Min. 30 Min. 40
mg/kg mg/kg
Maks. 600 Maks. 250
mg/kg mg/kg
Maks. 200 Sesuai SNI 01-02221995
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks. 1,0 Maks. 30,0 Maks. 40,0 Maks. 40,0 Maks. 0,5 Maks. 0,5
Koloni/g APM/g APM/g Koloni/g
Maks. 10 Maks. 10 <3 Maks. 50
7
2.2. Bahan Baku Kecap 2.2.1. Whey Whey adalah serum susu yang dihasilkan dari industri pembuatan keju setelah
proses pemisahan kasein dan lemak selama pengendapan susu . Whey telah lama dikenal sebagai limbah industri pangan, khususnya dari pengolahan keju. Whey tersebut merupakan polutan terbesar dari limbah cair dalam pembuatan keju diikuti dengan air pencuci dan air pasteurisasi. Setiap kilogram keju yang diproduksi akan menghasilkan 8-9 liter whey cair (Jenie dan Rahayu, 1993). Whey mengandung asam amino di antaranya terdapat asam glutamat yang
membentuk dispersi koloid. Jenis protein yang terdapat dalam whey adalah
-
laktoglobulin, -laktalbumin, immunoglobulin dan serum globulin (Anonymous, a
2006 ). Protein whey umumnya globuler yang disebabkan oleh gugus disulfida yang jumlahnya cukup tinggi. -laktoglobulin dan -laktalbumin merupakan protein utama dalam whey. -laktoglobulin merupakan suatu protein globuler kompleks yang mengandung gugus-gugus sulfhidril (-SH-) bebas dengan rantai polipeptida tunggal yang berperan pada flavour masak susu yang dipanaskan . -laktoglobulin kaya akan lisin, leusin, asam glutamat dan asam aspartat (De Man, 1997). Protein whey tidak mengalami pengendapan oleh pengasaman atau renneting, namun ketika susu o
dipanaskan hingga 65 C atau lebih, protein whey mulai terdenaturasi (Gordon, 1993). Laktosa, protein dan mineral merupakan tiga komponen utama dalam bahan kering whey. Laktosa yang terkandung dalam whey asam lebih rendah dibandingkan whey manis, karena sebagian laktosa dalam whey asam telah difermentasi menjadi
asam laktat. Asam laktat yang terdapat dalam whey manis akan meningkat cepat
apabila
tidak segera dipasteurisasi atau disimpan pada suhu dingin. Rata-rata
kandungan protein dalam whey manis lebih tinggi daripada whey asam sehingga lebih menguntungkan apabila dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri makanan (Clark, 1992). Berdasarkan mekanisme koagulasi kasein, Spreer (1998) membedakan whey menjadi dua yaitu whey manis (rennet whey) dan whey asam (quark whey). Whey manis diperoleh dari koagulasi kasein secara enzimatik dan umumnya bebas dari kalsium, sedangkan whey asam diperoleh dari koagulasi kasein dengan asam (proses pengasaman) dan umumnya mengandung kalsium laktat. Jenie dan Rahayu (1993) menyebut whey manis sebagai limbah cair dari produksi keju alami dan keju olahan yang menggunakan susu penuh sebagai bahan bakunya. Susu skim digunakan untuk produksi keju cottage dan quark yang akan menghasilkan whey yang disebut whey asam. Whey manis mempunyai pH sekitar 5-7, sedangkan whey asam sekitar 4-5. Menurut Spreer (1998), walaupun whey merupakan limbah, namun whey mempunyai nilai nutrisi protein dan karbohidrat sehingga dapat dimanfaatkan dalam bidang pangan. Pemanfaatan whey secara tepat akan memberikan nilai ekonomi yang tinggi, memberikan kelengkapan dan efisiensi penggunaan bahan baku susu, serta mengurangi polutan cair. Pemanfaatan whey secara komersial telah dilakukan, yaitu dengan mengolah whey menjadi bahan makanan dan minuman (Gordon, 1993). Komposisi kimia whey segar dapat dilihat pada Tabel 2. Kandungan gizi yang terdapat pada whey memungkinkan untuk diolah menjadi produk pangan.
Tabel 2. Komposisi kimia whey Nutrisi Laktosa Protein Lemak Garam mineral Air pH
Kandungan 4,5 – 5 % 0,6 – 0,8 % 0,4 – 0,5 % 8 – 10 % 83 – 87 % < 5 (whey asam) 6-7 (whey manis)
Sumber : Siso and Gonzales (1996)
2.2.2. Tepung Kedelai
Tepung kedelai sering dikenal sebagai soy flour dan grit . Bahan tersebut biasanya
mengandung
40-50%
protein,
bergantung
pada
kadar
lemaknya.
Berdasarkan kadar lemaknya, dikenal dua macam bentuk produk tepung masingmasing tepung kedelai berlemak penuh dan berlemak rendah (Winarno, 1993). Tepung kedelai berlemak penuh menggunakan bahan baku kedelai utuh, sedangkan tepung kedelai berlemak rendah umumnya menggunakan bungkil kedelai yang telah diekstrak lemaknya (Koswara,1992). Tepung kedelai terbuat dari kedelai yang diolah dan digiling atau ditumbuk menjadi bentuk tepung. Penggunaan panas dalam pengolahan diperlukan untuk peningkatan nilai gizi, daya tahan simpan dan meningkatkan rasa (Hermana, 1985). Pembuatan tepung kedelai dimulai dengan cara merendam biji kedelai yang telah kering dalam air selama 24 jam tanpa pemanasan. Biji kedelai yang telah direndam kemudian ditiriskan dan digiling halus sampai menjadi tepung kedelai, kemudian dikeringkan hingga diperoleh kadar air yang rendah (3%) (Ngantung, 2003). Komposisi kimia tepung kedelai dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi kimia tepung kedelai Komposisi Air (% bb) Protein (%) N terlarut (%) N amino (%) Lemak (%) Gula reduksi (%) Abu (%) Nilai cerna protein (%) Sumber : Widodo (2001)
Kandungan 4,873 34,390 4,607 0,056 25,530 0,123 3,720 75,490
2.2.3. Bumbu-Bumbu
Penambahan bumbu-bumbu pada masakan sangat penting, yang memiliki fungsi untuk memberikan rasa dan bau yang sedap pada masakan, serta memberi pengaruh pengawetan terhadap bahan makanan yang bersifat antimikroorganisme. Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan kecap adalah: bawang putih, lengkuas, kayu manis, kemiri, serai, salam dan pekak (Wijayakusuma, 1997). Garam yang sering dipakai dalam susunan makanan sehari-hari atau dalam pengolahan makanan adalah garam dapur yang dikenal dengan nama natrium klorida (Winarno dan Fardiaz, 1980). Garam berfungsi sebagai pengawet atau penghambat pertumbuhan mikroba, penambahan aroma dan cita rasa atau flavour . Garam akan menaikkan tekanan osmotik medium atau bahan pangan yang juga akan direfleksikan dengan rendahnya aktifitas air pada sel dan menyebabkan air dalam sel mikroorganisme akan terserap keluar sel dan dapat menyebabkan sel kekurangan air dan mati (Buckle, Edwards, Fleet and Wootton, 1987).
Penggunaan rempah-rempah tergantung dari selera, menurut Pitojo (1996), bumbu yang biasa digunakan dalam pembuatan kecap adalah bawang putih 1,2%, ketumbar 0,5%, keluwak 4%, pekak 0,05%, kunyit 0,8%, daun salam 0,6%, daun sereh 0,6%, lengkuas 1,4% dan penyedap rasa monosodium glutamate atau lebih dikenal dengan vetsin 0,5%, garam 2,25% dan gula 75% dari bahan baku.
2.2.4. Gula Kelapa
Gula kelapa merupakan hasil dari proses penguapan nira kelapa. Proses pembuatan
gula
kelapa
dilakukan
melalui
tahap
penyadapan,
penyaringan,
c
pemasakan nira dan pencetakan gula (Anonim, 2006 ). Rasa dan aroma yang khas menyebabkan gula kelapa banyak digunakan dalam pengolahan makanan baik dalam skala rumah tangga maupun industri kembang gula, dodol, kecap dan lain-lain (Suprayitno, 1993). Komposisi kimia gula kelapa dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi kimia gula kelapa Komposisi Kadar Air Kadar Karbohidrat Kadar Protein Kadar Abu Kadar Lemak c Sumber : Anonim (2006 )
Kandungan (%) 84,84 14,35 0,10 0,66 0,17
Gula kelapa yang dipanaskan menjadi karamel berwarna coklat hingga hitam yang menghasilkan aroma khas, sering digunakan sebagai pewarna makanan dan aroma rasa. Penambahan gula juga sangat berperan mempengaruhi flavour dalam produk. Larutan gula dan gula yang pekat dapat menurunkan A w serta mengakibatkan
tekanan osmotik dan menyebabkan air dalam sel mikroorganisme terserap keluar dan menyebabkan sel kekurangan air dan mati (Buckle et al., 1987).
2.3. Proses Pembuatan Kecap
Berdasarkan jenis pembuatannya, kecap dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu kecap hasil fermentasi, kecap hasil hidrolisa dan kecap hasil proses fisik atau pencampuran. Kecap yang dibuat dengan cara fermentasi dapat menghasilkan kecap tradisional dan memiliki cita rasa yang khas. Kecap dengan proses hidrolisa akan menghasilkan jenis kecap modern. Kecap modern dapat dibuat dalam waktu yang singkat atau cepat namun tidak memiliki rasa yang khas sehingga kurang disukai konsumen. Kecap hasil proses fisik atau pencampuran akan menghasilkan kecap dengan kondisi yang dapat diatur (Suprapti, 2005). Proses pembuatan kecap manis dengan cara pencampuran dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Suprapti, 2005) : 5. Bumbu seperti bawang putih, kemiri, laos, keluwak dan pekak dihaluskan. 6. Gula kelapa dikaramelkan. 7. Bahan baku kecap dipanaskan di atas kompor kemudian gula yang dikaramelkan dimasukkan, setelah itu bumbu yang telah dihaluskan dimasukkan kemudian dimasak hingga warnanya berubah menjadi kuning kecoklatan dan mulai kental.
2.4. Kualitas Kecap 2.4.1. Kadar Protein
Kadar protein bahan pangan umumnya dipakai sebagai salah satu cara untuk mengukur mutu bahan pangan karena protein adalah suatu zat yang penting bagi kehidupan manusia (Sudarmadji, Haryono dan Suhardi, 1997). Fungsi utama protein adalah untuk memelihara jaringan yang telah ada, membangun jaringan atau sel baru, pengatur dan penghasil energi (Belitz and Grosch, 1999). Protein secara kimia adalah molekul kompleks yang terdiri dari rantai asam amino yang mengandung unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen (Susanto dan Widyaningtyas, 2004). Kualitas protein ditentukan oleh komposisi asam amino, sehingga mempunyai kualitas yang beraneka ragam tergantung sampai seberapa jauh protein dapat menyediakan asam amino esensial dalam jumlah memadai (Chuzaemi, 2004). Protein yang mampu menyediakan asam amino esensial dalam perbandingan yang menyamai kebutuhan manusia mempunyai mutu yang tinggi dan sebaliknya protein yang kekurangan satu atau lebih asam amino esensial mempunyai mutu yang rendah (Winarno, 1997). Kriteria kualitas kecap berdasarkan kandungan protein menurut Kuswanto dan Sardjono (1988) seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan protein kecap Jenis Kecap Kualitas
Kadar Protein
Kecap Asin
_
Minimum 2%
Kecap Manis
No. 1
Minimum 6%
No. 2
4 – 6%
No. 3 Sumber : Kuswanto dan Sardjono (1988)
2 – 4%
2.4.2. pH
Menurut Ressang dan Nasution (1982), potensial hidrogen (pH) didefinisikan sebagai hasil pengukuran terhadap konsentrasi ion hidrogen bebas yang menyatakan ukuran keasaman atau alkalinitas suatu larutan dengan menggunakan pH meter. Bila bahan dilarutkan dalam air, perbandingan ion hidrogen terhadap ion hidroksil akan berubah. Jika jumlah ion hidrogen lebih besar daripada jumlah ion hidroksil, larutannya bersifat asam sehingga pH menjadi turun, begitu pula sebaliknya (Gaman and Sherrington, 1994). Semakin tinggi tingkat keasaman suatu bahan pada larutan +
maka semakin besar kecenderungan untuk melepaskan proton (ion H ) sehingga pH menjadi turun.
2.4.3. Viskositas
Viskositas atau kekentalan adalah suatu hambatan yang menahan aliran zat cair secara molekuler yang disebabkan oleh gerakan acak dari molekul zat cair tersebut (Susanto dan Yuwono, 2001). Viskositas bahan pangan dapat diukur berdasarkan derajat viskositas larutan terhadap cairan pelarut dengan menggunakan viskometer baik secara absolute maupun secara relative. Unit ukuran absolute adalah poise, sedangkan yang relative didasarkan atas besarnya volume yang mengalir pada waktu tertentu dan dalam waktu yang ditentukan (Fennema, 1996).
2.4.4. Rendemen
Rendemen adalah jumlah persentase sampel akhir setelah pemasakan dan dinyatakan dalam % (bobot/bobot). Rendemen juga dapat diartikan persentase rasio antara produk yang diperoleh terhadap susu yang digunakan. Rendemen diperoleh
dari terbentuknya curd sebagai hasil koagulasi kasein susu, sehingga besar kecilnya rendemen tergantung pada hasil koagulasi kasein susu. Webb, Johnson and Alford (1980) menyatakan bahwa koagulasi akan meningkat secara logaritmik bersama dengan konsentrasi bahan kering susu. Rendemen yang diperoleh, selain ditentukan oleh bahan kering susu juga dipengaruhi faktor lain seperti reaksi proteolisis dan penggunaan bahan tambahan makanan. Reaksi proteolisis yang berlanjut dapat menurunkan rendemen yang diperoleh, karena proteolisis yang berlanjut akan meningkatkan fraksi protein yang terlarut dalam whey (Muchtadi, Palupi dan Astawan, 1992). Penggunaan bahan tambahan makanan merupakan salah satu alternatif yang dilakukan untuk meningkatkan rendemen yang diperoleh dalam pembuatan produk.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan data pada penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisikokimia Hasil Ternak Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya dan Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, dimulai pada tanggal 1 September sampai dengan 31 Oktober 2008.
3.2. Materi Penelitian 3.2.1. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
whey yang
diperoleh dari Laboratorium Rekayasa dan Pengolahan Keju Teknologi Hasil Ternak Universitas Brawijaya, tepung kedelai yang dibuat sendiri, serta bumbu-bumbu yang dibeli di pasar besar Malang. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah K2SO4, HgO, H2SO4, Zn, K2S 4%, NaOH 5%, HCl 0,1% dengan merek Merck produksi Jerman, akuades dan larutan buffer .
3.2.2. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kjeldahl merk Buchi Distillation Unit K-350 untuk destilasi dan Buchi Digestion Unit K-424 untuk
destruksi, viskometer merk Rion Viscotester VT-04, pH meter merk Lutron YK-2001,
timbangan analitik merk Denver I M-310, erlenmeyer , gelas ukur, pengaduk, dan kompor.
3.3. Metode Penelitian 3.2.1. Rancangan Percobaan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap dan diulang tiga kali. Percobaan dilakukan dengan penggunaan tepung kedelai dalam pembuatan kecap whey, yang terdiri dari 4 perlakuan yaitu : T 0 (tanpa penambahan tepung kedelai), T 5 (penambahan 5% tepung kedelai), T10 (penambahan 10% tepung kedelai), T 15 (penambahan 15% tepung kedelai).
3.3.2. Pelaksanaan Penelitian 3.3.2.1. Formula Kecap Whey
Berdasarkan penelitian Ernawati (2007) didapatkan formula kecap whey yang baik yaitu dengan perbandingan konsentrasi bumbu dan gula yaitu sebesar 10% dan 60% dari bahan. Formula kecap whey dapat dilihat pada Tabel 6.
3.3.2.2. Prosedur Pembuatan Tepung Kedelai
Langkah pembuatan tepung kedelai yaitu biji kedelai dicuci sampai bersih dan ditiriskan dalam wadah sampai kering selama + 15 menit. Biji kedelai disangrai 0
dengan api kecil dengan suhu 50-60 C selama + 30 menit dan didinginkan pada suhu 0
ruang (24 C) selama 30 menit, kemudian dihaluskan dengan cara digiling. Proses pembuatan tepung kedelai secara singkat dapat dilihat pada Gambar 1.
Tabel 6. Formula Kecap Whey Komponen
T0
T5
T10
T15
100 ml
100 ml
100 ml
100 ml
60 g
60 g
60 g
60 g
-
5g
10 g
15 g
10 g
10 g
10 g
10 g
- Bawang Putih
1,2 g
1,2 g
1,2 g
1,2 g
- Ketumbar
0,5 g
0,5 g
0,5 g
0,5 g
- Keluwak
4g
4g
4g
4g
- Pekak
0,05 g
0,05 g
0,05 g
0,05 g
- Lengkuas
1,4 g
1,4 g
1,4 g
1,4 g
- Daun Salam
0,2 g
0,2 g
0,2 g
0,2 g
- Daun Serai
0,2 g
0,2 g
0,2 g
0,2 g
- Daun Jeruk
0,2 g
0,2 g
0,2 g
0,2 g
- Garam
2,25 g
2,25 g
0,2 g
0,2 g
Whey Gula Kelapa Tepung Kedelai Bumbu
3.3.2.3. Prosedur Pembuatan Kecap Whey
Jenis proses pembuatan kecap whey ini termasuk dalam jenis kecap hasil fisis atau pencampuran. Kombinasi perlakuan dapat dibuat menjadi kecap whey dengan urutan proses sebagai berikut: 1. Bumbu-bumbu dicuci dan dihaluskan. 2. Karamelisasi gula kelapa dengan 200 ml air sampai menjadi sirup gula. 3. Whey sebanyak 100 ml disaring, kemudian direbus dengan bumbu selama 5 menit dan disaring. 4. Larutan kemudian dicampur dengan sirup gula dan tepung kedelai (5%, 10%, 15% dari total whey), direbus kembali selama 15 menit. 5. Kecap yang telah direbus kemudian didinginkan.
0
Proses pembuatan kecap manis dari whey dilakukan dengan suhu (90 C) dan waktu (20 menit) yang sama untuk semua perlakuan. Proses pembuatan kecap dari whey secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 2.
Biji Kedelai
Dicuci
Ditiriskan
Disangrai
Didinginkan
Digiling
Tepung Kedelai
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan tepung kedelai (Ngantung, 2003).
Whey
Bumbu Disaring Dicuci
Gula kelapa + air 200 ml
Analisa: - kadar protein - kadar air - pH
Dihaluskan
Direbus 5 menit Dipanaskan Dihomogenkan Disaring Disaring Ampas Gula Ampas Bumbu Sirup Gula Tepung Kedelai 0%, 5%, 10%, 15%
Direbus 15 menit
Analisa: - kadar protein - kadar air - pH
Didinginkan
Kecap manis
Analisa: - kadar protein - rendemen - pH -viskositas
Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan kecap dari whey dengan memodifikasi proses pembuatan kecap air kelapa (Pitojo, 1996).
3.4. Variabel Penelitian
Variabel yang diukur pada pembuatan kecap dari whey adalah : 1. Kadar protein, menggunakan metode Makro Kjeldahl ( Association of Official Analytical Chemist (AOAC), 1990), yang prosedurnya dapat dilihat pada
Lampiran 1. 2. pH, menggunakan pH meter (Sudarmadji, 1984), yang prosedurnya dapat dilihat pada Lampiran 2. 3. Viskositas, menggunakan Viscometer (Susanto dan Yuwono, 2001), yang prosedurnya dapat dilihat pada Lampiran 3. 4. Rendemen, menurut AOAC (1990), yang prosedurnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.5. Analisis Data
Data yang telah diperoleh dianalisa dengan menggunakan Analisis Ragam Rancangan Acak Lengkap dan apabila menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dari perlakuan, maka analisa data dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Yitnosumarto, 1993).
7.6. Perlakuan Terbaik
Perhitungan dan penentuan perlakuan terbaik dilakukan menurut metode De Garmo, Sullivan and Canada (1984) menggunakan metode indeks efektifitas yang dimodifikasi oleh Susrini (2003) sebagai berikut:
1. mengurutkan (meranking) variabel berdasarkan pentingnya peranannya terhadap mutu produk dari yang tertinggi ke terendah, menurut pendapat responden yang prosedurnya dapat dilihat pada Lampiran 9. 2. menentukan bobot masing-masing variabel berdasarkan ranking yang diperoleh pada butir 1, sedemikian rupa sehingga kepentingan relatif dapat dikuantifikasi antara 0 sampai 1 (angka 1 untuk yang peranannya tertinggi). 3. menghitung bobot normal dari masing-masing variabel dengan membagi bobot tiap variabel dengan jumlah bobot variabel. Bobot normal
=
bobot masing - masing variabel jumlah bobot variabel
4. menghitung nilai efektifitas dengan rumus: Ne (Nilai efektivita s) =
Nilai perlakuan − Nilai terjelek Nilai terbaik − Nilai terjelek
Untuk variabel dengan nilai rata-rata semakin besar semakin baik (misalnya nilai mutu organoleptik), maka nilai terendah sebagai nilai terjelek dan nilai tertinggi sebagai nilai terbaik. Untuk variabel dengan nilai rata-rata semakin kecil semakin baik (misalnya kandungan mikroorganisme yang merugikan), maka nilai tertinggi sebagai nilai terjelek dan nilai terendah sebagai nilai terbaik. 5. menghitung nilai hasil (Nh) variabel yang diperoleh dari perkalian antara bobot normal masing-masing variabel dengan Ne-nya. 6. menjumlahkan semua nilai hasil (Nh) dari masing-masing perlakuan.
7. perlakuan yang memiliki nilai hasil (Nh) tertinggi ditentukan sebagai perlakuan terbaik dalam penelitian.
7.7. Batasan Istilah Whey
: Cairan hasil samping dalam proses pembuatan keju.
Kecap Whey : Produk olahan yang dibuat dari whey dengan cara pemanasan
dan
ditambah bumbu-bumbu, gula kelapa dan tepung kedelai. Rendemen
:
Banyaknya hasil yang diperoleh selama pemasakan.
Viskositas
:
Suatu hambatan yang menahan aliran zat secara molekuler yang disebabkan oleh gesekan acak dari molekul zat cair tersebut.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh Penggunaan Tepung Kedelai terhadap Kadar Protein Kecap Whey
Kadar protein kecap whey merupakan salah satu parameter yang menentukan kualitas kecap. Data dan analisa ragam kadar protein kecap whey dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan tepung kedelai memberikan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein kecap whey. Rataan kadar protein kecap whey menunjukkan bahwa rataan kadar protein terendah terdapat pada perlakuan T 0 (tanpa penambahan tepung kedelai) yaitu 3,46% dan rataan tertinggi terdapat pada perlakuan T 15 (penambahan 15% tepung kedelai) yaitu 4,64%. Rataan kadar protein kecap whey dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Kadar Protein Kecap Whey Perlakuan
Rataan (%) a
T0 3,46 + 0,3831 T5 4,37 + 0,1808 T10 4,52 + 0,3044 T15 4,64 + 0,1686 Keterangan : Superskrip a,b dari rataan kadar protein kecap whey yang mendapat perlakuan penggunaan tepung kedelai yang berbeda menunjukkan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) Tabel 7 menunjukkan bahwa rataan kadar protein kecap whey dengan perlakuan tanpa penggunaan tepung kedelai (T 0) sangat berbeda nyata dibandingkan perlakuan penggunaan tepung kedelai dengan konsentrasi 5% (T 5), 10% (T10) dan 15% (T15). Penggunaan tepung kedelai sangat berpengaruh terhadap kadar protein kecap whey.
Pada penelitian ini kadar protein pada perlakuan tanpa penambahan tepung kedelai (T 0) sudah memenuhi standar mutu kecap yang baik yaitu minimum 2,5%. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Ernawati (2007) yang menunjukkan bahwa kadar protein kecap whey tanpa penambahan tepung kedelai yaitu 1,80%. Kenaikan kadar protein kecap whey tanpa penambahan tepung kedelai pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh waktu yang digunakan pada proses pengolahan kecap whey yang berbeda dengan penelitian terdahulu. Waktu yang digunakan pada
penelitian Ernawati (2007) adalah 30 menit, sedangkan pada penelitian ini digunakan waktu 20 menit. Lama waktu proses pengolahan dapat mempengaruhi kadar protein kecap, sebagaimana yang dinyatakan oleh Poesponegoro (1974) bahwa perlakuan panas selama perebusan sangat mempengaruhi kerentanan protein. Perebusan dapat meningkatkan mutu bahan sumber protein tetapi panas yang berlebihan dapat mengurangi nilai proteinnya. Pemanasan menyebabkan terjadinya reaksi maillard antara asam amino atau protein dengan gula pereduksi yang membentuk melanoidin yaitu suatu polimer berwarna coklat. Reaksi ini dapat menurunkan nilai gizi protein dengan menurunkan c
nilai cerna dan ketersediaan asam amino (Anonim, 2008 ). Reaksi maillard dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu, aktifitas air dan pH (Johnson, 1993). Peningkatan kadar protein yang terdapat pada kecap whey disebabkan oleh penambahan tepung kedelai. Semakin tinggi tingkat penambahan tepung kedelai, maka semakin tinggi pula kadar protein kecap whey. Hal ini dikarenakan komposisi dari tepung kedelai yang mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi yaitu
sebesar 34,39% (Widodo, 2001). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kadar protein tepung kedelai yang lebih rendah yaitu sebesar 31,38% (Lampiran 11). Kadar protein kecap whey yang ideal berdasarkan perhitungan dengan Square Method adalah penggunaan tepung kedelai 5%, 10%, dan 15% sebesar 2,48%, 4,1%,
dan 5,84%. Berdasarkan hasil penelitian kadar protein kecap
whey dengan
penggunaan tepung kedelai sebesar 5%, 10%, dan 15% adalah 4,37%, 4,52% dan 4,63%. Pada hasil penelitian kadar protein terdapat peningkatan yang sangat nyata pada penggunaan tepung kedelai 5%. Kadar protein pada hasil penelitian dengan penggunaan tepung kedelai 15% lebih rendah dibandingkan kadar protein idealnya.
4.2. Pengaruh Penggunaan Tepung Kedelai terhadap pH Kecap Whey
Data dan analisa ragam pH kecap whey dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan tepung kedelai tidak memberikan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap pH kecap whey. Rataan pH kecap whey berkisar antara 5,16 sampai dengan 5,63. Rataan pH kecap whey dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan pH Kecap Whey Perlakuan T0 T5 T10 T15
Rataan 5,16 + 0,5963 5,58 + 0,1656 5,49 + 0,0929 5,63 + 0,0173
Tabel 8 menunjukkan bahwa rataan pH kecap whey yang terendah terdapat pada perlakuan T 0 (tanpa penambahan tepung kedelai) karena pada perlakuan tersebut nilai pH pada kecap hanya diperoleh dari penggunaan whey yang mempunyai pH 5,0
dan bumbu-bumbu seperti keluwak yang berasam rendah (pH 5-6), bawang putih dengan pH 7 dan garam dengan pH 7 (Anonymous, 2000) dan pH tertinggi diperoleh pada perlakuan T 15 (penambahan 15% tepung kedelai). Penambahan gula yang cukup tinggi pada pembuatan kecap whey dapat menaikkan pH kecap whey karena gula kelapa mempunyai pH yang tinggi yaitu 6. Meningkatnya nilai pH pada kecap whey juga dipengaruhi oleh penambahan bahan yang bersifat alkali seperti tepung kedelai yang mempunyai pH 7,7 (Lampiran 11). Spiegel and Huss (2001) menyatakan bahwa penambahan bahan yang bersifat alkalis dapat meningkatkan nilai pH dari kecap. Semakin rendah tingkat keasaman suatu bahan pada larutan maka semakin kecil kecenderungan untuk melepaskan proton (ion +
H ) sehingga pH naik. Asam amino yang terdapat pada tepung kedelai seperti leusin dan lisin juga dapat mempengaruhi nilai pH kecap whey. Nuringtyas (2008) menyatakan bahwa lisin dan leusin mempunyai gugus yang bersifat basa.
4.3. Pengaruh Penggunaan Tepung Kedelai terhadap Viskositas Kecap Whey
Data dan analisa ragam viskositas kecap whey dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan tepung kedelai memberikan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap rataan viskositas kecap whey. Rataan viskositas kecap whey dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan Viskositas Kecap Whey Perlakuan
Rataan (centipoise) a
T0 65 + 31,2250 a T5 80 + 60,8276 T10 1583,33 + 520,4165 T15 1933,33 + 404,1452 Keterangan : Superskrip a,b dari rataan viskositas kecap whey yang mendapat perlakuan penggunaan tepung kedelai yang berbeda menunjukkan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) Tabel 9 menunjukkan bahwa rataan viskositas kecap whey dengan perlakuan T0 dan T5 sangat berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan T 10 dan perlakuan T 10 tidak berbeda nyata terhadap perlakuan T 15. Rataan viskositas kecap whey terendah diperoleh pada perlakuan T 0 (tanpa penambahan tepung kedelai) yaitu 65 cp, karena pada perlakuan ini tidak dilakukan penambahan tepung kedelai sehingga tidak terdapat gelatinisasi tepung kedelai dan viskositas tertinggi diperoleh dari perlakuan T15 (penambahan 15% tepung kedelai) yaitu 1933,33 cp. Pada perlakuan T 15 mendapat penambahan tepung kedelai 15% yang menyebabkan terjadinya gelatinisasi tepung kedelai paling tinggi. Pada penelitian ini, semakin banyak penambahan tepung kedelai yang digunakan maka viskositas dari kecap akan meningkat. Pomeranz (1991) menyatakan bahwa konsentrasi protein mempengaruhi besarnya nilai viskositas. Kandungan kolagen dalam protein kedelai menurut Sudarmadji (1984) dengan pemanasan akan larut menjadi gelatin. Gelatin akan mengikat air dan membuat adonan menjadi kental. Selain gelatin, pati yang terdapat pada tepung kedelai juga akan mengikat air sehingga semakin tinggi penambahan tepung kedelai maka semakin meningkatkan nilai viskositas.
Viskositas kecap whey juga dipengaruhi oleh proses pembuatannya yaitu dengan pemanasan dari bahan baku kecap yang digunakan. Proses pemanasan akan meningkatkan kandungan bahan kering dalam kecap karena penguapan air, hal ini akan turut meningkatkan viskositas kecap. Kandungan yang ada pada tepung kedelai dapat berpengaruh terhadap jumlah kandungan bahan kering kecap sehingga turut berpengaruh terhadap viskositas kecap. Viskositas yang semakin meningkat ini disebabkan oleh pengikatan air oleh garam, selain itu protein yang terdapat dalam kandungan bumbu akan terdenaturasi dengan adanya pemanasan sehingga kelarutannya akan berkurang. Sebagaimana dinyatakan oleh Winarno (1993) protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Penambahan gula akan menyebabkan terikatnya air ke dalam bahan pangan, semakin meningkat konsentrasi padatan terlarut di dalam larutan maka Aw semakin rendah (Buckle et al., 1987). Penambahan gula juga berpengaruh pada gel yang terbentuk karena gula yang dicampur dengan air akan mengalami pelelehan. Protein dan gula akan mengikat air, sehingga dapat menaikkan viskositas kecap manis whey. Kekentalan larutan juga dapat dipengaruhi oleh suhu, tekanan, berat molekul, dan konsentrasi larutan serta bahan terlarut yang ada (De Man, 1997). Berdasarkan hasil penelitian, kenaikan viskositas yang sangat nyata terdapat pada penggunaan tepung kedelai 10% dan 15%. Hal ini tidak sesuai dengan kenaikan kadar protein yang tidak berbeda nyata pada penggunaan tepung kedelai 5% sampai 10%, namun kenaikan viskositas yang sangat nyata tersebut sesuai dengan kadar
protein ideal berdasarkan Square Method . Viskositas semakin rendah dengan semakin sedikitnya kandungan bahan kering dalam cairan.
4.4. Pengaruh Penggunaan Tepung Kedelai terhadap Rendemen Kecap Whey
Data dan analisa ragam kecap whey dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan tepung kedelai sampai 15% tidak memberikan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap rendemen kecap whey. Rataan rendemen kecap whey dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rataan Rendemen Kecap Whey Perlakuan
Rataan (%)
T0 T5 T10 T15
49,45 + 4,2868 51,62 + 1,4764 52,76 + 2,8214 54,94 + 2,8454
Tabel 10 menunjukkan bahwa rataan rendemen kecap whey berdasarkan hasil penelitian adalah 49,45% sampai dengan 54,94%. Rendemen terendah diperoleh pada perlakuan T 0 (tanpa penambahan tepung kedelai) dan rendemen tertinggi diperoleh pada perlakuan T 15 (penambahan 15% tepung kedelai). Pada perlakuan T 0 memiliki rendemen terendah karena pada perlakuan tanpa penambahan tepung kedelai ini hasil rendemen hanya diperoleh dari whey dan penambahan bumbu-bumbu saja, tanpa tepung kedelai. Pada perlakuan dengan penggunaan tepung kedelai dengan konsentrasi 5%, 10%, dan 15% terdapat peningkatan rendemen kecap whey. Semakin banyak penambahan tepung kedelai yang digunakan maka nilai rendemen kecap whey meningkat. Peningkatan rendemen pada kecap whey ini disebabkan oleh adanya kandungan air dalam tepung kedelai
yaitu sebesar 4,873% dan bahan padatan yang terdapat pada tepung kedelai yaitu protein sebesar 34,39%, lemak 25,53% dan abu 3,72% (Widodo, 2001). Semakin tinggi kadar protein kecap whey, maka semakin tinggi pula rendemen kecap whey. Kenaikan hasil rendemen kecap whey yang didapat menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan penambahan tepung kedelai tersebut tidak memberikan pengaruh yang terlalu besar terhadap rendemen.
4.5. Perlakuan Terbaik
Perlakuan terbaik ditentukan dengan menggunakan Metode Index Efektifitas (Susrini, 2003), dengan prosedur perhitungan seperti tercantum pada Lampiran 10. Berdasarkan perhitungan perlakuan terbaik (Lampiran 10), diketahui bahwa perlakuan penggunaan tepung kedelai 15 % (T 15) merupakan perlakuan terbaik dengan nilai hasil (Nh) 1,00 dan hal yang diperhatikan oleh responden pada produk kecap whey secara berurutan yaitu kadar protein, viskositas, rendemen dan pH. Ratarata nilai perlakuan terbaik (T 15) dapat dilihat pada Tabel 11. Namun berdasarkan hasil organoleptik didapatkan hasil perlakuan terbaik yaitu dengan penambahan tepung kedelai 10% (T 10). Uji organoleptik kecap whey dilakukan dengan metode hedonic. Pengujian yang dilakukan meliputi warna, bau dan rasa.
Tabel 11. Rata-rata Nilai Perlakuan Terbaik Parameter Kadar Protein Viskositas Rendemen pH
Rata-rata 4,64 % 1933,33 cp 54,94 % 5,63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain: 3. Perlakuan penggunaan tepung kedelai memberikan pengaruh terhadap kadar protein dan viskositas kecap whey, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pH dan rendemen kecap whey. Penggunaan tepung kedelai dapat meningkatkan kadar protein kecap whey karena tepung kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi (31,38%) daripada whey (0,85%). 4. Perlakuan T 15 (penambahan tepung kedelai 15%) merupakan perlakuan terbaik dengan nilai kadar protein 4,64%, pH 5,63, viskositas 1933,33 cp, dan rendemen 54,94%.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian disarankan bahwa dalam pembuatan kecap whey dapat dilakukan penambahan tepung kedelai 15% untuk meningkatkan kadar proteinnya, namun lebih baik dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui daya simpan dan mutu organoleptik produk.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2005. Spesifikasi Persyaratan Mutu Kecap Manis. Bkpjatim.or.id/pagesstandarisasi/kecap-kedelai.php. Bahan Pangan Propinsi Jawa Timur. Diakses 12 Desember 2007.
http://www. Ketahanan
. a _______. 2006 . Kecap Air Kelapa. Online: (http://id.wikipedia.org/wiki/Kecapair kelapa, diakses 9 Agustus 2007). b
_______. 2006 . Pengembangan Unit Produksi Alkohol Medis Berbasis Nira Lontar dan Pemanfaatan Tanaman Cajanus cajan (L) Mill. Online : (http://www.kompetitif.lipi.go.id/PortalVB/uploads/Alkohol.doc, diakses 9 Agustus 2007). c
_______. 2006 . Tradisi Masyarakat Banjar-Ciamis dalam Pembuatan Gula Kelapa secara Sederhana yang Memberikan Tambahan Pendapatan bagi Petani (Banjar, Jawa Barat). Online: (http://www.gourmetssleuth. com/equivalents.substitution.asp?index=K&tid=1776, diakses 9 Agustus 2007) _______. 2007. Tanaman Obat Indonesia. Online: (http://www.iptek.net.id/ind/ pd_tanobat/view.php/id=130, diakses 9 Agustus 2007). a
_______. 2008 . Bermula dari Kelebihan Produksi Susu, Keju Rasa Australia Buatan Margo Utomo. http://www.surya.co.id.diakses 29 April 2009. b
_______. 2008 . Pabrik Keju Pertama di Tanjungsari. http://id.wikipedia.org/wiki/produksi_keju. Diakses tanggal 29 April 2009. c
_______. 2008 . Kecap Ikan. http://id.wikipedia.org/wiki/Kecap_Ikan. Diakses tanggal 13 Januari 2008. Anonymous. 2000. Buffered Garlic Powder Produces 37 Times More Active Ingredient Than Any Other Garlic Pills. Journal of Modern Botanical Progress. Online Version Volume 1 Number 1. a
_______.2006 . Dairy Chemistry and Physics. Online: (http://foodsci. uoguelph. ca/ dairyedu/chem.html, diakses 9 Agustus 2007). _______.
b
2006 . Soy Sauce. Online: (http://en.wikipedia.org/wiki/Soy_Sauce. http://www.kompetitif.lipi.go.id/PortalVB/uploads/Alkohol.doc, diakses 9 Agustus 2007).
AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1990. Official Methods of Analysis of The AOAC, Fiftenth Edition. Arlington. Virginia. Astawan, M. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta. Belitz, H.D and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer-Verlag Berlin. Germany. Buckle, K.A., R.A. Edwards., G.H. Fleet,. and M. Wootton,. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Chuzaemi, S. 2004. Analisis Asam Amino dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC). Hand Out Mata Kuliah Teknik Laboratorium. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Universitas Brawijaya. Malang. Clark, Jr., W.S., 1992. Whey: Composition, Properties, Processing and Technology in Encyclopedia of Food Science and Technology. Vol 4. Jhon Wiley and sons,Inc. New York. De Garmo, E.P., W.G. Sullivan, and J.R. Canada,. 1984. Engineering Economy. Seventh Edition. Macmillan Publishing Company. New York. De Man, J.M. 1997. Kimia Makanan. Penerjemah: Kosasih Padmawinata. Edisi Kedua. Penerbit ITB. Bandung. Ernawati, Y. 2007. Pemanfaatan Whey dalam Pembuatan Kecap Manis (Kajian Penambahan Bumbu dan Gula Kelapa terhadap Kadar Protein, pH, Viskositas dan Rendemen). Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang. Fennema, O.R. 1996. Principles of Food Science : Food Chemistry, Third Edition. Marcel Dekker Inc. New York. Gaman, P.M and K.B. Sherrington,. 1994. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Penerjemah Gardjito, M, Naruki, S, Murdiati, A, Sardjono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Gordon, J., 1993. Dairy Products in Food Industries Manual 23 Hall. London.
rd
ed. Chapman and
Hermana. 1985. Pengolahan Kedelai menjadi Berbagai Bahan Makanan dalam Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. Bogor.
Jenie, B.S.L dan W.P. Rahayu,. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Johnson, I. 1993. Chemical and Nutritional Changes. In Extrusion Cooking. Encyclopaedia of Food Science, Food Technology and Nutrition. Edited by Macrae, R., Robinson, R.K. and Sadler, M.J. Academic Press Ltd. London. Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu . Sinar Harapan. Jakarta. Kuswanto, K.R dan Sardjono. 1988. Laporan Penelitian : Deteksi Mikotoksin pada Produk Kecap Komersial. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta. Muchtadi, D., S.R. Palupi dan M. Astawan. 1992. Enzim dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor. Ngantung, M,. 2003. Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai pada Tepung Terigu terhadap Nilai Gizi Mie Basah yang Dihasilkan. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanudin. Makassar. Nuringtyas, T.R. 2008. Asam Amino dan Protein. http://72.14.235.132./search?q=cache/asam%2520amino%2520dan%2520Pr otein.ppt+sifat+fisik+dan+kimia+asam+amino&cd=id. Diakses 29 April 2009. Diakses 29 April 2009. Pomeranz, Y. 1991. Food Analysis. The Avi Publishing Company, Inc. Westport. Connecticut. Pitojo, S. 1996. Petunjuk Pengendalian dari Pemanfaatan Keong Mas. P.T. Trubus Agrowidya. Jakarta. Poesponegoro, M. 1974. Pengaruh Faktor-Faktor Tertentu dalam Pembuatan Kecap secara Fermentasi. Proceding Seminar Teknologi Pangan III. Balai Penelitian Kimia. Departemen Perindustrian. Bogor. Ressang, A.H dan J.I. Nasution,. 1982. Pedoman Pelajaran Ilmu Kesehatan Susu. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ridwan.
2002. Kecap dari Limbah RPA. http://poultryindonesia.com/ modules.php/name=news&file=article&sid=458, diakses 22 Desember 2007.
Setiawan, A.H. 2005. Pengaruh Konsentrasi Enzim Ekstrak Daun Pepaya dan Lama Inkubasi dalam Proses Hidrolisis Enzimatis terhadap Mutu Kecap Cakar Ayam. Skripsi Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang. Siso, M. I. and Gonzalez, 1996. The Biotechnological Utilization of Cheese Whey: A Review. Journal Of Bioresource Technology .57: 1-11. Spiegel, T and M. Huss, 2001. Whey Protein Aggregation Under Shear ConditionEffect of pH-Value and Removal Calcium. International Journal of Food Science and Technology. 37: 559-568. Spreer, E., 1998. Milk and Dairy Product Technology. Marcel Dekker Inc. New York. Sudarmadji, S. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi ke-3. Liberty. Yogyakarta. , Haryono, B dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta. Suprapti, L. 2005. Kecap Tradisional. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Suprayitno, E. 1993. Mekanisme Kerja Enzim Proteolitik. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang. Susanto, H dan D. Widyaningtyas,. 2004. Dasar-dasar Ilmu Pangan dan Gizi. Akademika. Yogyakarta. Susanto, T dan S. Yuwono,. 2001. Pengujian Fisik Pangan. Unesa Press. Surabaya. Susrini. 2003. Index Efektifitas, suatu Pemikiran tentang: Alternatif untuk Memilih Perlakuan Terbaik pada Penelitian Pangan. Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang. Suyamto. 2007. Kedelai : Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Webb, B.H., A.H. Johnson, and J.A. Alford,. 1980. Fundamental of Dairy Chemistry. Avi Publishing co. Westport. Connecticut. Widodo, S. 2001. Pengaruh Suhu dan Lama Perkecambahan Biji Kedelai ( Glycine max) terhadap Mutu Kimia dan Nutrisi Tepung yang Dihasilkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Wijayakusuma, M., 1997. Kecap dan Tauco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. _________ . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. _________ dan D. Fardiaz,. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. P.T. Gramedia. Jakarta. Yitnosumarto, S., 1993. Percobaan, Perancangan, Analisa dan Interpretasinya. PT. Gramedia. Jakarta.
Lampiran 1. Analisis Kadar Protein cara Makro Kjeldahl (AOAC, 1990) :
Analisa kadar protein dengan cara makro Kjeldahl dapat diukur dengan langkah sebagai berikut: 12. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian ditambah 7,5 gram K 2S2O4, 0,35 gram HgO dan terakhir ditambah 15 ml H2SO4. 13. Semua bahan dalam labu Kjeldahl dipanaskan dalam almari asam sampai berhenti berasap. Teruskan pemanasan dengan api besar sampai mendidih dan cairan menjadi jernih. Diteruskan pemanasan tambahan kurang lebih 1 jam, matikan api pemanas dan biarkan bahan menjadi dingin. 14. Labu Kjeldahl yang berisi 100 ml akuades dan beberapa lempeng Zn, 15 ml K 2S 4% (dalam air), ditambahkan perlahan-lahan larutan NaOH 5% sebanyak 50 ml yang sudah didinginkan dalam almari es. Dipasang labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. 15. Labu Kjeldahl dipasangkan perlahan-lahan sampai dua lapisan tercampur, kemudian dipanaskan dengan cepat sampai mendidih. 16. Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang telah diisi dengan 50 ml larutan HCl (0,1%) dan 5 tetes indikator metil merah (0,2%) dilakukan destilasi sampai tertampung destilat sebanyak 75 ml. 17. Destilat yang diperoleh dititrasi dengan NaOH (0,1 N) sampai warna kuning. 18. Buat larutan blanko dengan mengganti sampel dengan akuades, lakukan destruksi, destilasi dan titrasi seperti pada bahan sampel.
Perhitungan %N : % N = ml HCl x N HCl x 14,008 x 100% g contoh x 1000 % Kadar protein = % N x faktor koreksi (6,25)
Lampiran 2. Pengukuran Viskositas (Susanto dan Yuwono, 2001) :
Viskositas diukur dengan menggunakan viskometer merk Rion Viscotester Vt04 dengan langkah sebagai berikut:
3. Sampel sebanyak 200 ml dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml. 4. Jarum spindel dipasang pada viskometer dan diatur kecepatan putarnya (6 rpm). 5. Sampel diukur viskositasnya dengan membaca skala yang ditunjukkan oleh jarum setelah jumlah putaran tertentu. 6. Perhitungan : Viskositas(centipoise)=angka pembacaan pada alat viskometer x faktor kalibrasi (10)
Lampiran 3. Pengukuran pH (AOAC, 1990) :
Pengukuran pH sampel dilakukan dengan menggunakan pH meter adalah sebagai berikut: -
Diatur test mode selective pada posisi pH.
-
Diatur knop pengatur suhu disesuaikan dengan suhu sampel yang akan diukur.
-
Bagian elektroda pH meter dimasukkan dalam larutan
buffer untuk
dikalibrasi. -
Elektroda pH meter dibilas dengan akuades, kemudian dikeringkan dengan kertas tisu.
-
Elektroda dimasukkan ke dalam sampel yang akan diuji.
-
Dicatat angka yang tertera pada layar pH meter setelah keadaan konstan.
Lampiran 4. Pengukuran Rendemen (AOAC, 1990) :
Rendemen diukur dengan langkah sebagai berikut: 7. Volume dari sampel awal sebelum pemasakan diukur menggunakan gelas ukur. 8. Volume akhir yang dihasilkan setelah proses pemasakan diukur dengan gelas ukur. 9. Persentase rendemen yang dihasilkan dihitung menggunakan rumus: Rendemen (%) =
Volume Akhir (ml) Volume Awal (ml)
x 100%
Lampiran 5. Data dan Analisa Ragam Kadar Protein Kecap Whey
Data Kadar Protein Ulangan ke 1 2 3 3,64 3,72 3,02 4,20 4,56 4,35 4,63 4,18 4,76 4,52 4,83 4,56 16,99 17,29 16,69
Perlakuan 0% 5% 10 % 15 % Total
Total
Rataan
10,38 13,11 13,57 13,91 50,97
3,4600 + 0,3831 4,3700 + 0,1808 4,5233 + 0,3044 4,6367 + 0,1686
t r Yij i 1 j 1 FK = =
=
txr
=
=
(50,97 )2 4x3 2597,9409
12 = 216,4951 t
JK Total
=
r
y
2 ij −
FK
i =1 j=1
=
3,64 2
=
219,6843 − 216,4951
=
3,1892
+
t
JK Perlakuan
=
... + 4,56 2
r Y ij j 1 =
r
i =1
=
10,38
2
+
−
FK
2
− 2
13,11
FK +
13,57
3 = 219,0832 − 216,4951 =
JK Galat
2,5881
=
JK Total - JK Perlakuan
=
3,1892 - 2,5881
=
0,6011
2
+
2
13,91
−
FK
db perlakuan = t – 1 = 4 – 1 db galat = t (r – 1) = 4 (3 – 1) = 8 db total = rt – 1 = 3.4 – 1 = 11 KT (Kuadrat Tengah) Perlakuan = JK Perlakuan / db Perlakuan = 2,5881 / 3 =0,8627 KT Galat = JK Galat/ db Galat = 0,6011 / 8 = 0,0751 Tabel Analisis Ragam SK
db
JK
KT
F Hitung
F Tabel F 0,05 F 0,01 4,07 7,59
Perlakuan 3 2,5881 0,8627 11,4874** Galat 8 0,6011 0,0751 Total 11 Keterangan : ** nilai FHitung yang lebih besar dari nilai FTabel 0,01 menunjukkan bahwa penggunaan tepung kedelai memberikan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein kecap whey.
JNT 1% = JND 1%
KT Galat r 0,0751
=
JND 1%
=
JND 1% 0,0250
=
JND 1% 0,1581
Selingan JND 1 % JNT 1 % Perlakuan 0% 5% 10 % 15 %
3
2 4,74 0,7494
3 5,00 0,7905 Rata-rata 3,4600 4,3700 4,5233 4,6367
4 5,14 0,8126 Notasi a b b b
Tabel Kadar Protein Ideal Kecap Whey berdasarkan Square Method Perlakuan Rata-rata Notasi 0% 1,80 a 5% 2,48 b 10 % 4,10 b 15 % 5,80 b
Perhitungan Kadar Protein Ideal Berdasarkan Square Method 5% Tepung Kedelai
(Kadar Protein Whey)
0,8
(Kadar Protein Tepung Kedelai) 34,39 5 100 95 100
5
95
x 34,39 = 1,72 x 0,8
=
0,76
Kadar Protein Ideal (5% Tepung Kedelai) = 1,72 + 0,76 = 2,48%
10% Tepung Kedelai
(Kadar Protein Whey)
0,8
(Kadar Protein Tepung Kedelai) 34,39 10 100 90 100
10
90
x 34,39 = 3,4 x 0,8
=
0,7
Kadar Protein Ideal (10% Tepung Kedelai) = 3,4 + 0,7 = 4,1%
15% Tepung Kedelai
(Kadar Protein Whey)
0,8
(Kadar Protein Tepung Kedelai) 34,39 15 100 85 100
x 34,39 = 5,16 x 0,8
=
0,68
Kadar Protein Ideal (15% Tepung Kedelai) = 5,16 + 0,68 = 5,84%
15
85
Lampiran 6. Data dan Analisa Ragam pH Kecap Whey Data pH Ulangan ke 1 2 3 4,52 5,70 5,26 5,60 5,74 5,41 5,60 5,45 5,43 5,62 5,62 5,65 21,34 22,51 21,75
Perlakuan 0% 5% 10 % 15 % Total
FK
=
=
=
Total
Rataan
15,48 16,75 16,48 16,89 65,60
5,1600 5,5833 5,4933 5,6300
t r Yij i 1 j 1 =
=
txr
(65,60)2 4x3 4303,36
12 = 358,6133 t
JK Total =
r
y
2 ij −
FK
i =1 j=1 =
4,52 2
=
359,8024 - 358,6133
=
1,1891
+
t
JK Perlakuan
=
... + 5,65 2
r Y ij j 1 =
r
i =1
=
15,48
2
+
−
FK
2
−
16,75
FK 2
+
16,48
3 = 359,0185 − 358,6133 =
JK Galat
0,4052
=
JK Total - JK Perlakuan
=
1,1891 - 0,4052
=
0,7839
2
+
16,89
2 −
FK
+ 0,5963 + 0,1656 + 0,0929 + 0,0173
db perlakuan = t – 1 = 4 – 1 db galat = t (r – 1) = 4 (3 – 1) = 8 db total = rt – 1 = 3.4 – 1 = 11 Kuadrat Tengah (KT) KT Perlakuan = JK Perlakuan / db Perlakuan = 0,4052 / 3 = 0,1351 KT Galat
= JK Galat/ db Galat = 0,7839 / 8 = 0,0980
Tabel Analisis Ragam SK Perlakuan Galat Total Keterangan :
db
JK
KT
F Hitung tn
tn
F Tabel F 0,05 4,07
F 0,01 7,59
3 0,4052 0,1351 1,3786 8 0,7839 0,0980 11 nilai FHitung yang lebih kecil dari nilai FTabel 0,05 menunjukkan bahwa penggunaan tepung kedelai tidak memberikan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P>0,05) terhadap pH kecap whey.
Lampiran 7. Data dan Analisa Ragam Viskositas Kecap Whey Data Viskositas Ulangan ke 1 2 3 55 40 100 150 40 50 2000 1750 1000 2300 2000 1500 4505 3830 2650
Perlakuan 0% 5% 10 % 15 % Total
FK
=
=
=
Total
Rataan
195 240 4750 5800 10985
65 + 31,2250 80 + 60,8276 1583,3333 + 520,4165 1933,3333 + 404,1452
t r Yij i 1 j 1 =
=
txr
(10985)2 4x3 120670225
12 = 10055852,0 8 t
r
y
JK Total =
2 ij −
FK
i =1 j =1 2
55
=
19643725 − 10055852,0 8
=
9587872,92
+
... + 1500
2
=
t
JK Perlakuan
=
r Y ij j 1 r
=
2
+
240
FK
2
=
i =1
195
−
2
−
FK
+
4750
2
+
5800
3 = 18766041,67 − 10055852,08 =
JK Galat
8710189,59
=
JK Total - JK Perlakuan
=
9587872,92 - 8710189,59
=
877683,33
2 −
FK
db perlakuan = t – 1 = 4 – 1 db galat = t (r – 1) = 4 (3 – 1) = 8 db total = rt – 1 = 3.4 – 1 = 11 Kuadrat Tengah (KT) KT Perlakuan = JK Perlakuan / db Perlakuan = 8710189,59 / 3 = 2903396,53 KT Galat
= JK Galat/ db Galat = 877683,33 / 8 = 109710,4163
Tabel Analisis Ragam SK
db
JK
KT
F Hitung
F Tabel F 0,05 F 0,01 4,07 7,59
Perlakuan 3 8710189,59 2903396,53 26,4649** Galat 8 877683,33 109710,4163 Total 11 Keterangan : ** nilai FHitung yang lebih besar dari nilai FTabel 0,01 menunjukkan bahwa penggunaan tepung kedelai memberikan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap viskositas kecap whey.
JNT 1% = JND 1%
KT Galat r 109710,416
=
JND 1%
=
JND 1% 36570,1388
=
JND 1% 191,2332
Selingan JND 1 % JNT 1 %
Perlakuan 0% 5% 10 % 15 %
3
2 4,74 906,4453
3 5,00 956,166
Rata-rata 65 80 1583,33 1933,33
4 5,14 982,9386
Notasi a a b b
Lampiran 8. Data dan Analisa Ragam Rendemen Kecap Whey Ulangan
Perlakuan
0%
5%
10%
15%
1
2
3
Volume awal
1210
1230
1242
Volume akhir
600
660
560
Rendemen (%)
49,59
53,66
45,09
Volume awal
1220
1270
1210
Volume akhir
610
660
640
Rendemen (%)
50
51,97
52,89
Volume awal
1252
1212
1212
Volume akhir
680
660
600
Rendemen (%)
54,31
54,46
49,50
Volume awal
1210
1180
1212
Volume akhir
690
610
680
Rendemen (%)
57,02
51,70
56,11
Data Rendemen Perlakuan 0% 5% 10 % 15 % Total
Ulangan ke 1 2 3 49,59 53,66 45,09 50 51,97 52,89 54,31 54,46 49,50 57,02 51,70 56,11 210,92 211,79 203,59
t r Yij i 1 j 1 FK = =
=
txr
=
=
(626,30)2 4x3 392251,69
12 = 32687,6408
Total 148,34 154,86 158,27 164,83 626,30
Rataan 49,4467 51,6200 52,7576 54,9433
+ 4,2867 + 1,4764 + 2,8213 + 2,8454
t
JK Total =
r
y
2 ij −
FK
i =1 j=1
=
49,59 2 + ... + 56,112
=
32808,125 - 32687,6408
=
120,4842
t
JK Perlakuan
=
r Y ij j 1 =
i =1
=
r
148,34 2
+
−
FK
2
−
FK
154,86 2
+
158,27 2
+
3 = 32734,899 − 32687,6408 =
JK Galat
=
164,83 2
−
FK
47,2582
JK Total - JK Perlakuan
=
120,4842 - 47,2582
=
73,226
db perlakuan = t – 1 = 4 – 1 db galat = t (r – 1) = 4 (3 – 1) = 8 db total = rt – 1 = 3.4 – 1 = 11 Kuadrat Tengah (KT) KT Perlakuan = JK Perlakuan / db Perlakuan = 47,2582 / 3 = 15,7527 KT Galat
= JK Galat/ db Galat = 73,226 / 8 = 9,1533
Tabel Analisis Ragam SK Perlakuan Galat Total tn Keterangan :
db
JK
KT
F Hitung tn
F Tabel F 0,05 F 0,01 4,07 7,59
3 47,2582 15,7527 1,7210 8 73,226 9,1533 11 nilai FHitung yang lebih kecil dari nilai FTabel 0,05 menunjukkan bahwa penggunaan tepung kedelai tidak memberikan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P>0,05) terhadap rendemen kecap whey.
Lampiran 9. Kuisioner Pemilihan Ranking Peranan Variabel terhadap Produk
Mutu
Pemilihan Urutan (Ranking) Pentingnya Peranan Variabel terhadap Mutu Produk
Produk
: Kecap Whey
Responden
: .....................
Saudara diminta untuk mengemukakan pendapat tentang urutan (ranking) pentingnya peranan keempat variabel berikut terhadap mutu produk, dengan mencantumkan nilai 1 - 4 dari kurang penting sampai yang terpenting. Atas partisipasi Saudara diucapkan terimakasih. Variabel
Ranking
Kadar protein
...............
pH
...............
Viskositas
...............
Rendemen
...............
CATATAN: - Berhubung ada 4 variabel, rankingnya adalah 1 - 4, dari yang peranannya kurang penting sampai terpenting. - Nomor ranking untuk variabel yang diteliti tidak boleh ada yang sama.
Lampiran 10. Pemilihan Perlakuan Terbaik Hasil Ranking Panelis Kadar protein (%) pH Viskositas (cp) 1 4 1 2 2 4 3 2 3 4 2 3 4 3 1 4 5 3 1 4 6 3 1 4 Jumlah 21 9 19 Rata-rata * 3,5 1,5 3,17 Ranking I IV II Bobot 1,00 0,43 0,91 variabel ** Keterangan: * = ( / 6) ** = Rata-rata / 3,5
Rendemen (%) 3 1 1 2 2 2 11 1,83 III 0,52
Nilai terbaik dan terjelek masing-masing variabel untuk masing-masing perlakuan Kadar protein Viskositas Rendemen Perlakuan pH (%) (cp) (%) T0 3,46* 5,16* 65* 49,47* T5 4,37 5,58 80 51,62 T10 4,52 5,49 1583,33 52,76 T15 4,64** 5,63** 1933,33** 54,94** Keterangan: * = nilai rata-rata terjelek ** = nilai rata-rata terbaik
Daftar nilai untuk menentukan perlakuan terbaik : Bobot Bobot T0 T5 Variabel Variabel Normal Ne Nh Ne Nh (BV) (BN) Kadar 1,00 0,35 0 0 0,77 0,27 Protein pH 0,43 0,15 0 0 0,91 0,14
T10
T15
Ne
Nh
Ne
Nh
0,90
0,32
1
0,35
0,70
0,11
1
0,15
Viskositas
0,91
0,32
0
0
0,01 0,003
0,81
0,26
1
0,32
Rendemen
0,52
0,18
0
0
0,39
0,60
0,11
1
0,18
Jumlah
2,86
0
0,07 0,483
0,80
1,00*
Keterangan : * T15 (penambahan 15% tepung kedelai) adalah perlakuan terbaik.
Keterangan : BV (Bobot Variabel)
BN (Bobot Normal)
=
=
Ne (Nilai efektivitas) =
Nh (Nilai hasil)
=
Rata
−
rata ranking variabel
Rata
−
rata ranking tertinggi
BV : Total BV Nilai perlakuan − Nilai terjelek Nilai terbaik − Nilai terjelek Ne x BN