2.2.1 Aspek ekonomis Pembangunan PLTU Mulut Tambang
Direktorat Pengadaan PT PLN menyelenggarakan Forum Investor yang memaparkan daftar proyek-proyek IPP yang akan dilelang pada tahun 2014. Terdapat 6 proyek p royek IPP yang akan ditawarkan kepada investor pada tahun 2014 lalu, yaitu 5 proyek PLTU dan 1 Proyek PLTG.
PLTU Mulut Tambang Sumsel 1, kapasitas 2 x 300 MW. PLTU Mulut Tambang Sumbagsel 1, kapasitas 2 x 150 MW PLTU Meulaboh 3 & 4, kapasitas 2 x 200 MW. PLTU Bengkulu, kapasitas 2 x 100 MW PLTU Jambi, kapasitas 2 x 400 MW PLTG Beban Puncak Bangka, kapasitas 100 MW.
Hal yang menarik, dari 6 pembangkit yang ditawarkan untuk dibangun swasta tersebut, 5 pembangkit diantaranya PLTU Batubara. Terdiri dari 3 PLTU Konvensional dan 2 PLTU Mulut Tambang. Pembangkit-pembangkit listrik yang ditawarkan kepada swasta tersebut diharapkan dapat beroperasi (COD) antara tahun 2018 sampai 2020. Apa yang membedakan PLTU yang konvensional atau PLTU yang sudah umum dan banyak beroperasi di Indonesia dengan PLTU Mulut Tambang ? Secara umum sebagian besar PLTU Batubara dibangun mendekati Pusat Beban, atau dekat pada jaringan transmisi yang akan menyalurkan energy listriknya ke pusat beban (konsumen). Misalnya berbagai PLTU Besar yang dibangun di Pulau Jawa. PLTU Suralaya di Banten dibangun di pinggir pantai di ujung Barat Pulau Jawa. Kapasitas total PLTU Suralaya adalah sebesar 3.400 MW yang terdiri dari 4 unit dengan kapasitas masing-masing 400 MW dan 3 unit berkapasitas 600 MW. Belakangan mulai tahun 2007 sebagai bagian dari Proyek Percepatan Pembangkit 10.000 MW, pada lokasi yang sama dibangun PLTU Suralaya unit 8 yang berkapasitas 625 MW. PLTU Suralaya unit 8 tersebut mulai beroperasi pada bulan Agustus 2011. Seperti PLTU Suralaya, berbagai PLTU yang menjadi tulang punggung system kelistrikan di Pulau Jawa dibangun sepanjang Pantai Utara yang merupakan sebaran pusat beban utama di Pulau Jawa. Misalnya PLTU Paiton di Jawa Timur, PLTU Tanjung Jati, PLTU Pelabuhan Ratu dan PLTU Pacitan. Pasokan batubara yang merupakan bahan bakar PLTU tersebut berasal dari tambangtambang batubara di Sumatra dan Kalimantan, yang diangkut dengan tongkang-tongkang. Hal tersebut karena pulau Jawa merupakan pusat beban listrik terbesar di Indonesia, namun tidak memiliki tambang batubara. Bukan hanya di Indonesia saja PLTU dibangun jauh dari lokasi tambang, di berbagai belahan dunia PLTU juga dibangun dekat dengan konsumen. Karena bahan bakar dapat didatangkan dari
daerah yang jauh, bahkan dari luar negeri. Sebagai contoh batubara Indonesia dari Sumatra dan Kalimantan banyak diekspor ke Negara lain, seperti China, Jepang, India dan Taiwan untuk memasok bahan bakar pada berbagai PLTU Negara-negara pengimpor tersebut. 2.2.2 PLTU Mulut Tambang
Sekarang, disamping PLTU konvensional yang dibangun dekat dengan pusat beban dan jaringan transmisi, juga dibangun pembangkit listrik jenis PLTU Mulut Tambang. Definisi PLTU Mulut tambang adalah PLTU dibangun berdekatan dengan tambang batubara yang menjadi sumber bahan bakarnya. Dengan dibangunnya PLTU pada lokasi yang berdekatan dengan lokasi tambang batubara maka biaya transportasi batubara lebih murah, demikian juga keandalan pasokan bahan bakar akan lebih baik. Sebenarnya, meskipun tidak sebanyak PLTU konvensional yang jauh dari tambang batubara, di Indonesia juga telah dibangun beberapa PLTU jenis Mulut Tambang, misalnya PLTU Ombilin di Sawah Lunto, Sumatra Barat dengan kapasitas 2 x 100 MW yang beroperasi sejak tahun 1996. Disamping itu juga ada PLTU Bukit Asam di Muara Enim, Sumatera Selatan kapasitas 4 x 65 MW yang beroperasi sejak 1987 (unit 1 dan 2), 1994 (unit 3) dan 1995 (unit 4).
Survey PLTU Mulut Tambang Sumsel 2011 Sekarang apa pertimbangan yang membuat pembangunan PLTU di dekat tambang batubara lebih menarik dibandingkan sebelumnya. Yang pertama adalah dengan murahnya biaya transportasi. PLTU Mulut tambang berarti batubara yang diproduksi dari tambang, langsung dipakai sebagai bahan bakar PLTU yang letaknya sangat berdekatan. efisiensi pada biaya transportasi sangat penting, khususnya jika batubara yang tersedia dari jenis kalori rendah, seperti banyak terdapat di Sumatra Selatan. Batubara kalori rendah tersebut kurang laku dijual karena tidak ekonomis jika di bawa ke lokasi PLTU yang jauh, seperti ke luar pulau atau Negara lain. Faktor lain yang paling berpengaruh sehingga dibangun PLTU Mulut Tambang adalah terdapatnya jaringan transmisi dan pusat beban yang akan menyerap produksi listrik dari PLTU tersebut. Saat ini jaringan transmisi di Sumatra Selatan telah banyak dibangun untuk menyalurkan listrik ke Sumatra bagian Tengah dan Sumatra Bagian Utara, bahkan direncanakan transmisi antara
daerah yang jauh, bahkan dari luar negeri. Sebagai contoh batubara Indonesia dari Sumatra dan Kalimantan banyak diekspor ke Negara lain, seperti China, Jepang, India dan Taiwan untuk memasok bahan bakar pada berbagai PLTU Negara-negara pengimpor tersebut. 2.2.2 PLTU Mulut Tambang
Sekarang, disamping PLTU konvensional yang dibangun dekat dengan pusat beban dan jaringan transmisi, juga dibangun pembangkit listrik jenis PLTU Mulut Tambang. Definisi PLTU Mulut tambang adalah PLTU dibangun berdekatan dengan tambang batubara yang menjadi sumber bahan bakarnya. Dengan dibangunnya PLTU pada lokasi yang berdekatan dengan lokasi tambang batubara maka biaya transportasi batubara lebih murah, demikian juga keandalan pasokan bahan bakar akan lebih baik. Sebenarnya, meskipun tidak sebanyak PLTU konvensional yang jauh dari tambang batubara, di Indonesia juga telah dibangun beberapa PLTU jenis Mulut Tambang, misalnya PLTU Ombilin di Sawah Lunto, Sumatra Barat dengan kapasitas 2 x 100 MW yang beroperasi sejak tahun 1996. Disamping itu juga ada PLTU Bukit Asam di Muara Enim, Sumatera Selatan kapasitas 4 x 65 MW yang beroperasi sejak 1987 (unit 1 dan 2), 1994 (unit 3) dan 1995 (unit 4).
Survey PLTU Mulut Tambang Sumsel 2011 Sekarang apa pertimbangan yang membuat pembangunan PLTU di dekat tambang batubara lebih menarik dibandingkan sebelumnya. Yang pertama adalah dengan murahnya biaya transportasi. PLTU Mulut tambang berarti batubara yang diproduksi dari tambang, langsung dipakai sebagai bahan bakar PLTU yang letaknya sangat berdekatan. efisiensi pada biaya transportasi sangat penting, khususnya jika batubara yang tersedia dari jenis kalori rendah, seperti banyak terdapat di Sumatra Selatan. Batubara kalori rendah tersebut kurang laku dijual karena tidak ekonomis jika di bawa ke lokasi PLTU yang jauh, seperti ke luar pulau atau Negara lain. Faktor lain yang paling berpengaruh sehingga dibangun PLTU Mulut Tambang adalah terdapatnya jaringan transmisi dan pusat beban yang akan menyerap produksi listrik dari PLTU tersebut. Saat ini jaringan transmisi di Sumatra Selatan telah banyak dibangun untuk menyalurkan listrik ke Sumatra bagian Tengah dan Sumatra Bagian Utara, bahkan direncanakan transmisi antara
Pulau Sumatra dan Pulau Jawa juga dibangun sehingga energy dari Sumatra Selatan dapat dikirim dalam bentuk listrik ke pulau Jawa. Hal tersebut akan menghemat banyak biaya transportasi batubara, yang saat ini harus diangkut dengan truk dan kereta api, dan selanjutnya harus disambung dengan tongkang.
2.2.3 Persyaratan PLTU Mulut Tambang
Berbeda dengan PLTU konvensional yang dapat dibangun di dekat pusat beban dengan berbagai alternative lokasi yang dapat dipilih yang paling cocok. PLTU Mulut Tambang harus dibangun dekat dengan lokasi tambang, sehingga hanya akan cocok dibangun dekat tambang, namun harus memenuhi persyaratan yang diperlukan oleh PLTU. Persyaratan pertama adalah tersedianya bahan bakar yang cukup, artinya pada lokasi tambang tersebut tersedia deposit batubara yang dengan jumlah dan kualitas tertentu. Misalnya jika PLTU berkapasitas 2 x 150 MW, capacity factor 0,80, nilai kalor batubara 4.000 kcal/kg, serta heat rate pembangkit 2.700 kcal/ kWH, maka dalam setahun akan membutuhkan batubara sebanyak seban yak 1,42 juta ton. Dikalikan dengan masa operasi 30 tahun misalnya, maka deposit batubara yang tersedia minimal sebanyak 42,6 juta ton. PLTU mulut tambang biasanya juga harus didesain khusus menyesuaikan dengan nilai kalori batubara yang tersedia. Jika nilai kalor batubara yang ada lebih rendah lagi, misalnya hanya 3.000 kcal/kg, maka disamping batubara yang diperlukan lebih banyak, maka desain PLTU juga harus menyesuaikan. Misalnya dengan memakai alat pengering batubara (coal drier).
Sungai Lematang PLTU juga memerlukan pasokan air pendingin serta air untuk uap dan air bersih. Dengan demikian lokasi PLTU tersebut harus dekat dengan sungai besar atau tepi laut. PLTU dengan kapasitas 300 MW misalnya harus tersedia air pendingin sebanyak 50.000 m3/jam, yang harus tersedia sepanjang tahun, baik saat musim hujan maupun kemarau. Di Sumatra Selatan, di sekitar daerah Prabumulih dan Muara Enim terdapat Sungai Lematang yang airnya cukup besar.
Terakhir sebagaimana juga pembangkit lainnya, memerlukan tersedianya jaringan transmisi untuk menyalurkan energy listrik, serta dengan mempertimbangkan aspek social ekonomi dan kelayakan lingkungan.
2.2.4 PLN Prioritaskan PLTU Mulut Tambang untuk Efisiensi Biaya Produksi
PLTU Rembang dibangun diatas lahan seluas 55 Ha, berada di Desa Leran dan Desa Trahan, Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang - pln.co.id
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) akan memprioritaskan pembangu nan pembangkit listrik tenaga uap mulut tambang karena biaya pokok produksi listrik dari pembangkit berbahan batu bara itu lebih rendah dibandingkan jenis lainnya. Saat ini, PLN sedang merampungkan penandatanganan jual beli listrik terhadap tiga pembangkit listrik tenaga uap mulut tambang yang ditargetkan selesai akhir tahun ini. Tiga pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan skema mulut tambang tersebut adalah PLTU Mulut Tambang Jambi Tahap 1 dengan kapasitas 2x300 megawatt (MW), PLTU Mulut Tambang Kalselteng 3 dengan kapasitas 200 MW, dan PLTU Mulut Tambang Kaltim 5 dengan kapasitas 500 MW. Direktur Pengadaan Strategis II PLN Supangkat Iwan Santoso mengatakan, secara keseluruhan, masalah penandatanganan jual beli listrik tersebut belum rampung karena proses negosiasi harga jual beli listrik yang belum ada titik temu. Penetapan tarif tersebut berkaitan dengan proyeksi pemerintah untuk menurunkan tarif listrik bagi konsumen.
Progress Megaproyek Pembangkit Listrik 35.000 MW
2.2.5 LEBIH MURAH
Supangkat menjelaskan bahwa pihaknya perlu mempertimbangkan harga yang efisien agar harga listrik untuk konsumsi masyarakat menjadi murah. Menurut data Kementerian ESDM, sebanyak 52,6% listrik yang dibeli PLN dari pengembang listrik swasta berasal dari PLTU. Sementara itu, harga batu bara mengambil porsi sebesar 33,5% dari rata-rata biaya pokok produksi (BPP) listrik nasional yang saat ini sebesar US$7,35 sen per kilowatt hour (kWh). Menurut data PLN, saat ini total kapasitas PLTU terpasang sebesar 28.090 MW. Angka ini mengambil 52% dari total kapasitas pembangkit sebesar 54.015 MW. Supangkat menjelaskan bahwa proses negosiasi PLTU Mulut Tambang Jambi Tahap 1 sudah hampir selesai. Namun, menurutnya, tambang batu bara tersebut belum memiliki sertifikasi internasional. Dirut PLN Sofyan Basir menambahkan, setelah merampungkan perjanjian jual beli ketiga pembangkit batu bara itu, perseroan akan merampungkan tiga unit PLTU mulut tambang lainnya yang terletak di Sumatra dan Kalimantan. Dia memperkirakan total kapasitas ketiga PLTU itu sebesar 1.500 MW. Artinya, total kapasitas dari enam PLTU mulut tambang yang akan dibangun sebesar 2.800 MW. Secara total, PLTU mulut tambang di Sumatra berkapasitas 5.390 MW dan di Kalimantan 1.600
MW. Secara rinci, berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017 — 2026, terdapat sembilan pembangkit yang akan dibangun di Sumatra. Kesembilan pembangkit tersebut, yakni Sumsel-1 berkapasitas 300 MW, Banyuasin 240 MW dan Sumbagsel-1 berkapasitas 300 MW. Selain itu, Riau-1, Sumsel-6, dan Sumatra 1 dengan kapasitas masing-masing sebesar 600 MW. Kemudian Sumset mulut tambang (ekspansi) sebesar 350 MW, Jambi 1.200 MW, dan Sumsel-8 1.200 MW. Sisanya, di Kalimantan terdapat tujuh pembangkit, yakni Kalselteng 3, Kalselteng 4, Kalselteng 5, Kaltim 3, Kaltim 5, dan Kaltim 6 dengan kapasitas masing-masing 200 MW juga Kaltim 7 sebesar 400 MW.
Perhitungan Tarif Dasar Listrik PLTU 2x7 MW
Wakil Ketua Komisi VII, Satya Widya Yudha mengatakan jika PLN harus memperhatikan efisiensi dalam negosiasi jual beli listrik dengan pengembang swasta demi menurunkan harga konsumsi listrik. Komisi VII juga meminta PLN memprioritaskan pembangkit mulut tambang lainnya sebagai PLTU yang diprioritaskan untuk penandatanganan jual beli listrik.
2.2.6 Rencana Akuisisi Belum Disepakati
PT PLN (Persero) menghadapi sejumlah hambatan dalam rencana akuisisi perusahaan tambang batu bara. PLN berniat mengakuisisi perusahaan tambang untuk menekan biaya produksi sehingga tarif listrik yang dibayar konsumen menjadi lebih murah. Direktur Pengadaan Strategis PLN Supangkat Iwan Santoso mengatakan, ada tiga poin hambatan PLN dalam mengakuisisi sejumlah tambang batu bara. Pertama, belum lengkapnya data teknis dari perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) terutama yang belum berproduksi. Kedua, sejumlah tambang batu bara belum memiliki
cadangan untuk operasi selama 25 tahun sesuai dengan kebutuhan PLN dalam memasok pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Ketiga, skema akusisi juga belum disepakati para pihak. Selain itu, IUP juga belum mendapatkan sertifikasi dari internasional juga menjadi hambatan. Menurutnya, hal ini mengganggu proses tahapan akusisi yang tengah berjalan. Ada beberapa skema yang dilakukan oleh perseroan tersebut dalam mengambil saham perusahaan tambang emas hitam. Langkah awal proses akusisi dimulai dengan melakukan kajian internal yang mencakup dokumen, seperti perizinan dan pemenuhan terhadap regulasi. Jika studi yang mencakup informasi dari tambang itu terpenuhi, selanjutnya PLN akan melaksanakan nota kesepakatan atau memorandum of undestanding (MoU) dengan pemegang IUP. Setelah itu, dilakukan aspek legal yang mendalam. Iwan melanjutkan, PLN juga akan menghitung aspek teknis dari perusahaan tambang tersebut, seperti sertifikasi dari internasional dan prediksi cadangan batu baranya. Hal ini harus dihitung apakah ekonomis sehingga menjadi efisien. Termasuk aspek keuangan dan pajak. PLN berencana melakukan akusisi tambang batu bara dengan membentuk anak usaha baru, yaitu PLN Batubara atau PLN langsung yang akan mengoperasikan PLTU mulut tambang. Sejauh ini, PLN belum menyebutkan tambang batu bara mana yang akan diakusisi. Namun, Direktur Utama PLN Sofyan Basir sempat memberi isyarat bahwa pihaknya akan mengakuisi beberapa
tambang
di
Sumatra
dan
Sulawesi.
(Gemal
A.N.
Panggabean).
PLN
akan
mempertimbangkan harga beli listrik yang efisien dari pengembang agar tarif listrik di tingkat konsumen menjadi murah.
2.2.7 PLTU Mulut Tambang Masuki Babak PPA
(PLTU) Teluk Sirih, di Padang, Sumatra Barat, Minggu (23/7). - ANTARA Proyek pembangkit listrik tenaga uap dengan skema mulut tambang atau mine to mouth akan memasuki proses penandatangan power purchase agreement pada Oktober mendatang. Sebelumnya,
masalah PPA mulut tambang terkendala karena proses negosiasi soal harga jual beli listrik yang belum ada titik temu. PLN telah menyelesaikan soal disparitas harga dengan beberapa perusahaan. Penetapan tarif tersebut berkaitan dengan proyeksi pemerintah untuk menurunkan tarif listrik bagi konsumen. PLN perlu mempertimbangkan harga yang efisien agar harga listrik untuk konsumsi masyarakat menjadi murah. Dirut Sofyan Basir mengatakan, PPA tersebut melibatkan 19 perusahaan pengembang atau independetn power producer/IPP. Total daya listrik dari proyek tersebut mencapai lebih dari 8.000 megawatt (MW). Skema mine to mouth merupakan salah satu upaya efisiensi PLN dan pemerintah. Seluruh pengembang akan menandatangani PPA.Hngga saat ini sidah 26.000 MW pembangkit listrik yang sudah menandatangani PPA. Menurut data PLN, saat ini, kapasitas PLTU terpasang sebesar 28.090 MW. Angka ini mengambil 52% dari total kapasitas pembangkit sebesar 54.015 MW. Menurut data Kementerian ESDM, sebanyak 52,6% listrik yang dibeli PLN dari IPP berasal dari PLTU. Sementara itu, harga batu bara mengambil porsi sebesar 33,5% dari rata-rata biaya pokok produksi (BPP) nasional yang saat ini sebesar US$7,35 sen per Kilowatt-Hour (KWh). Beberapa pembangkit listrik mulut tambang di Indonesia diantaranya: PLTU Mulut Tambang Jambi Tahap 1 dengan kapasitas 2x300 megawatt (MW), PLTU Mulut Tambang Kalselteng 3 dengan kapasitas 200 MW dan PLTU Mulut Tambang Kaltim 5 dengan kapasitas 500 MW. PLTU Mulut Tambang lainnya yang terletak di Sumatra dan Kalimantan. Secara total, PLTU mulut tambang di Sumatra berkapasitas 5.390 mega watt (MW) dan di Kalimantan 1.600 MW. Secara rinci, berdasarkan rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2017-2026, terdapat sembilan pembangkit di Sumatra. Kesembilan pembangkit tersebut yakni Sumsel-1 berkapasitas 300 MW, Banyuasin 240 MW dan Sumbagsel-1 berkapasitas 300 MW. Selain itu, Riau-1, Sumsel-6 dan Sumatra 1 dengan kapasitas masing-masing sebesar 600 MW. Kemudian Sumset MT (ekspansi) sebesar 350 MW, Jambi 1.200 MW dan Sumsel-8 1.200 MW. isanya, di Kalimantan terdapat tujuh pembangkit yakni Kalselteng 3, Kalselteng 4, Kalselteng 5, Kaltim 3, Kaltim 5, dan Kaltim 6 dengan kapasitas masing-masing 200 MW juga Kaltimra sebesar 400 MW. 2.2.8 Tujuh perusahaan lolos PLTU di tambang Sumsel
Pekerja di PLTU PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sudah menetapkan beberapa perusahaan yang lolos pra kualifikasi dalam tender proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Sumsel 9 berkapasitas 2 x 600 MW, dan 10 berkapasitas 1 x 600 MW. Beberapa perusahaan bahkan sudah menyiapkan rencana bisnis jika nanti bakal memenangkan proyek itu. Menurut Direktur Pengadaan Strategis dan Energi Primer PLN Amin Subekti, beberapa perusahaan yang lolos pra kualifikasi adalah PT Adaro Energy Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Baramulti Suksessarana Tbk, PT Hanson International Tbk, PT Adi Coal, International Power GDF Suez (IP GDF Suez), dan Mitsui & Co. elanjutnya, pada tanggal 18 Agustus 2015, para peserta tender PLTU Mulut Tambang Sumsel 9 dan 10 yang lolos seleksi pra kualifikasi harus sudah memasukkan proposal penawaran mereka. Setelah proposal penawaran masuk, PLN akan melakukan evaluasi atas proposal itu paling lambat selama 1,5 bulan.
Amin memperkirakan sekitar September atau Oktober 2015, PLN sudah bisa menentukan pemenang tender PLTU Mulut Tambang Sumsel 9 dan 10. Pasca penentuan kemenangan itu, PLN akan memberi kesempatan enam bulan untuk financial close, sehingga pada Semester I-2016 proyek sudah bisa jalan. Menanggapi hal itu, Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk Joko Pramono menyatakan, jika pihaknya menang lelang dua proyek itu, PTBA siap memadukan pembangunan dua proyek itu dengan pengembangan kawasan perekonomian. Hal ini merupakan perluasan dari kawasan pertambangan terpadu. Joko bilang, saat ini, dalam kawasan pertambangan terpadu itu ada zona-zona ekonomi pendukung sampai dengan pasca tambang. Zona-zona ekonomi itu adalah pembangkit listrik, perkebunan kelapa sawit dengan produk turunan baik berupa biomassa, biodiesel, jasa pertambangan, rumah sakit. PTBA juga memulai program corporate social responsibility (CSR) berupa pembangunan sentra industri kecil yang bergerak di bidang pangan, pertanian, perikanan dan industri kecil perbengkelan.
2.2.9 Fokus ke PLTU saja
Sementara itu, Direktur Utama PT Hanson Energi, Harun Setiawan Boedi mengaku belum memiliki rencana kerja khusus jika memenangkan tender pembangunan PLTU Mulut Tambang Sumsel 10. Hanson yang merupakan anak usaha PT Hanson International Tbk memang hanya mengikuti tender untuk pembangunan PLTU Mulut Tambang Sumsel 10, meskipun dalam mekanisme tender, peserta tender dibolehkan mengajukan proposal tender untuk dua PLTU, yakni Sumsel 9 dan Sumsel 10. Saat ini, PT Hanson Energi hanya fokus memenangkan tendernya terlebih dahulu. Namun yang pasti, dari hasil kajian Amdal, Harun yakin, pembangunan pembangkit listrik tersebut dengan sendirinya akan mendorong pertumbuhan aktivitas ekonomi pada kawasan sekitar pembangkit mulut tambang dan jalur-jalur yang dilalui jaringan listrik tersebut. Hal senada juga diungkapkan oleh Corporate Communication Manager PT Adaro Energy Armand Alex Siwu. Menurut dia, saat ini Adaro hanya fokus untuk memenangkan tender PLTU Sumsel 9 dan Sumsel 10 dan kemudian membangun kedua pembangkit tersebut.
2.2.10 Bukit Asam Bidik Uji Kelayakan Akuisisi Belasan PLTU
Salah satu perusahaan yang ikut andil dalam Proyek PLTU Mulut Tambang adalah PT Bukit Asam (Persero) Tbk yang berencana untuk melakukan akuisisi terhadap serangkaian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mulut tambang untuk menambah pengelolaan kapasitas pembangkit. Saat ini, perseroan tengah membidik belasan PLTU untuk dikaji kelayakannya. Aksi korporasi ini semakin mulus setelah pemerintah mengoptimalisasi penggunaan PLTU mulut tambang dengan menyetujui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) tahun 2017 hingga 2026. Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin dalam CNN mengatakan, saat ini pihaknya tengah mengkaji beberapa PLTU yang sedianya bisa diakuisisi. Sejauh ini, terdapat belasan PLTU yang tengah dibidik perusahaan untuk dikaji kelayakannya. Menurutnya, sebagian PLTU ini sudah beroperasi dan sebagian lagi telah melalui proses perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) dengan PLN. Ada kajian untuk mengembangkan mulut tambang lain di Sumatera Selatan dan di luar Sumatera Selatan dengan pola akuisisi. PTBA melihat, terdapat beberapa perusahaan yang punya potensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Kendati demikian, Arviyan Arifin tak berani menargetkan
jumlah kapasitas pembangkit hasil akuisisi yang ingin diraih perusahaan. Pasalnya, keputusan untuk akuisisi akan ditentukan setelah studi kelayakan bagi masing-masing pembangkit selesai. Akuisisi itu tidak mudah, terkadang proyek yang layak ini lebih sedikit dibanding yang tidak layak. Sehingga, Arviyan Arifin juga tidak berani menyebut nama-nama perusahaan yang PTBA tengah bidik. Menurut Arviyan, PLTU mulut tambang akan menjadi lini bisnis utama PTBA di masa depan. Untuk itu, PTBA berkomitmen untuk menambah kelolaan PLTU mulut tambang, baik dengan cara akuisisi maupun mengikuti lelang yang dibuka oleh PLN. Sejauh ini, PTBA telah mengikuti lelang PLN untuk PLTU mulut tambang di Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat. Dia pun yakin, PTBA mampu mengelola pembangkit-pembangkit tersebut. Pasalnya, cadangan batu bara perusahaan sebesar 3 miliar ton dinilai mampu menggerakkan PLTU dengan kapasitas 5 ribu Megawatt (MW) secara konsisten.
Menurut Direktur Utama PTBA, Arviyan Arifin, perusahaan pelat merah itu punya cadangan batu bara yang cukup melimpah, cukup untuk mengembangkan banyak pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) hingga kira-kira 5.000 MW. Masa depan bisnis PTBA adalah di pembangkit. Sebagai pembangkit dengan tenaga batu bara, PTBA ingin transformasi ke depan dengan pembangkit berbasis mulut tambang. Sebagai informasi, saat ini PTBA menjadi pengembang (Independent Power Producer/IPP) untuk PLTU Tanjung Enim yang berkapasitas 2x135 MW. Di samping itu, perusahaan juga tengah menanti revisi PPA untuk PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 dengan kapasitas 2x600 MW. Sementara di dalam RUPTL, pemerintah akan mengganti PLTU non-tambang menjadi mulut tambang dengan besaran 7.300 MW selama 10 tahun ke depan. Ini membuat bauran energi (energy mix) bagi batu bara mencapai 50,4 persen dengan tambahan kapasitas pembangkit sebesar 31,9 Gigawatt (GW) di periode yang sama. Mengutip laporan keuangan perusahaan, pendapatan di luar penjualan batu bara tercatat sebesar Rp402,91 miliar sepanjang tahun lalu atau meningkat 18,63 persen dari posisi tahun 2015 sebesar Rp339,64 miliar. Pendapatan ini dikontribusikan dari penjualan listrik, briket, minyak sawit mentah, inti sawit, jasa kesehatan rumah sakit dan jasa sewa.
2.2.11 Anak TOBA ajukan izin PLTU mulut tambang
Selain PTBA, perusahaan lain di Indonesia yang sedang berencana mengikuti proyek PLTU Mulut Tambang ini adalah PT Toba Bara Sejahtera Tbk melalui anak usahanya PT Trisensa Mineral
Utama yang berencana membangun proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang di Kalimantan Timur. Saat ini, perusahaan yang dirintis oleh Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan, lewat PT Toba Sejahtera tersebut sudah mengajukan izin pembangunan pembangkit setrum mulut tambang. Proyek ini bagian dari dukungan ke mega proyek 35.000 Megawatt (MW). Direktur Keuangan PT Trisensa Mineral Utama Elim Khiat mengungkapkan, saat ini pihaknya sudah mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) guna membangun PLTU Mulut Tambang. Hanya saja soal berapa kapasitas pembangkit yang akan dibangun, Elim belum mau memperincinya.
Menurut Elim, pihaknya sudah menyiapkan dana sebesar US$ 6 juta untuk studi kelayakan proyek tersebut. Adapun dana itu akan berasal dari berbagai sumber termasuk akan menggunakan dana dari kas internal. Rencananya, Trisensa Mineral bakal membangun PLTU Mulut Tambang di konsesi tambang yang mereka miliki yakni seluas 3.414 hektare (ha) di Kecamatan Loa Janan, Muara Jawa, Sanga-Sanga, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Saat ini status konsesi itu adalah izin usaha produksi, yang didapatkan sejak 14 Desember 2010 dan berlaku 13 tahun sampai dengan 14 desember 2023 mendatang. Untuk sumberdaya batubara yang dimiliki Trisensa Mineral Utama sebanyak 43 juta ton. Sementara untuk total produksi batubara Trisensa Mineral Utama pada tahun 2014 lalu sebanyak 1,4 juta ton dengan kandungan kalori batubara berkisar 4.700 kilo kalori per kilogram (kkal/kg) hingga 5800 kkal/kg. Nantinya pasokan batubara dari konsesi tersebut bakal dipasok ke PLTU Mulut Tambang. Head of Investor Relations PT Toba Bara Sejahtera Tbk Iwan Sanyoto membenarkan, jika Trisensa akan membangun PLTU Mulut Tambang. Meski demikian, belum ada rencana detail tentang pembangunan PLTU tersebut. emua perusahaan batubara pasti ingin melakukan diversifikasi usaha dengan membangun pembangkit listrik batubara, tetapi PT Toba Bara Sejahtera Tbk sendiri hingga kini belum memiliki rencana detail. 2.2.12 Produksi stagnan
Sementara itu, untuk tahun 2015 ini, PT Toba Bara Sejahterah menargetkan produksi batubara sebanyak 6 juta sampai 8 juta ton batubara. Angka ini tidak berbeda dengan produksi batubara pada tahun 2014 sebesar 8,1 juta ton.
Angka produksi yang tak banyak berubah ini sesuai dengan rencana pertambangan yang disusun oleh manajemen perusahaan dengan mengedepankan efisiensi di tengah penurunan harga batubara dunia sebagai akibat adanya over supply. Selain Trisensa, TOBA juga memiliki dua konsesi batubara yang sudah berproduksi yaitu, PT Adimitra Baratama Nusantara dan PT Indomining. Selama tahun 2015 ini, TOBA mengalokasikan belanja modal antara US$ 10 juta sampai US$ 14 juta. Dana itu akan digunakan untuk menambah fasilitas produksi, peralatan seperti conveyor dan alat berat, dan sisanya untuk kompensasi tanah. Sementara untuk realisasi belanja modal 2014 sebesar US$ 11,8 juta.
2.3.1 Standar AMDAL Nasional Hukum dan keputusan yang dikeluarkan berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 perihal Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 mewajibkan setiap kegiatan yang diprediksi mencetuskan dampak yang besar terhadap lingkungan untuk membuat AMDAL. Tugas yang berhubungan dengan analisis dampak untuk AMDAL harus mencakup: 1.
Pengumpulan data dasar kuantitatif yang komprehensif tentang konsentrasi ambien parameter dan rata-rata waktu yang konsisten dengan standar kualitas udara IndonPerusahaan yang relevan di dalam kumpulan udara yang ditetapkan yang meliputi area Proyek;
2.
Evaluasi kualitas dasar udara (degradasi/non-degradasi);
3.
Evaluasi kualitas dasar air;
4.
Bila ada asumsi yang masuk akal bahwa dalam jangka panjang pembangkit listrik akan diperluas atau sumber polusi lainnya akan meningkat secara signifikan, analisis harus mempertimbangkan dampak dari usulan disain pabrik baik langsung maupun setelah setiap ekspansi yang secara resmi direncanakan dalam kapasitas atau dalam sumber polusi lainnya.
Layak atau tidaknya pembangunan PLTU mulut tambang harus berusaha mendapatkan hasil perkembangan yang positif dalam kegiatan-kegiatan yang didukungnya di negara-negara berkembang. Standar Kinerja adalah seperangkat kriteria sosial dan lingkungan yang komprehensif untuk mencapai hasil perkembangan yang positif. Persyaratan Standar Kelayakan Tambang harus diterapkan pada proyek-proyek yang ditentukan memiliki risiko lingkungan dan/atau sosial tingkat tinggi yang sedang-sedang saja. 1.
Penilaian dan Pengelolaan Risiko dan Dampak Lingkungan dan Sosial
2.
Tenaga Kerja dan Kondisi Kerja
3.
Efisiensi Sumber Daya dan Pencegahan Polusi
4.
Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Masyarakat
5.
Pembebasan Tanah dan Pemukiman Kembali yang Diwajibkan
6.
Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Kehidupan yang Berkelanjutan
7.
Masyarakat Adat
8.
Warisan Budaya
2.3.2 Metodologi Penilaian
Tujuan utama pemeriksaan lingkungan saat ini adalah untuk: 1.
Menentukan dasar lingkungan dan sosial dengan menggunakan metode yang disetujui dengan langkah-langkah jaminan kualitas.
2.
Mengidentifikasi dan mengukur kondisi yang ada (yang tidak dapat diterima) yang mungkin perlu ditangani oleh orang lain, dalam hal sebab dan remediasi.
3.
Memberikan solusi teknik dan sosial yang menangani dampak dari pembangkit listrik yang diusulkan pada kondisi lokasi yang ada.
Pengumpulan data dasar berfokus pada informasi yang relevan dengan proyek pembangkit listrik yang diusulkan dan kemungkinan efek-efeknya pada kondisi lingkungan dan sosial. Data dasar lingkungan dan sosial yang ada dianalisis melalui pengujian lapangan dan laboratorium. Identifikasi data dasar dan risiko serta dampak potensial dilakukan melalui observasi di tempat, konsultasi dengan para ahli lokal dan pemangku kepentingan, kajian literatur, serta pengalaman dari proyek yang sama. Permodelan dampak lingkungan dilakukan untuk dampak udara, air, dan bunyi dari konstruksi dan operasi Proyek.
Studi Kelayakan mencakup seluruh metodologi untuk sampling dasar yang dilakukan untuk Proyek ini. Metodologi ini termasuk: •
Kualitas Udara
•
Kebisingan
•
Air Tanah dan Air Permukaan
•
Pembuangan Limbah Padat
•
Hidrologi dan Hidro Oseanografi
•
Survei Topografi
•
Investigasi Tanah
•
Flora dan Fauna
•
Dampak Sosial dan Sosial-ekonomi
•
Penilaian Dampak Iklim
2.3.3 Dampak Lingkungan Dan Sosial Yang Diantisipasi Serta Langkah-Langkah Mitigasi
Pada bagian ini Perusahaan mengidentifikasi dan mengevaluasi "item penting" yang memiliki potensi dampak lingkungan dan sosial yang signifikan selama tahap-tahap perkembangan dan operasional proyek. Analisis berikut ini berasal dari tempat pengamatan, analisis lapangan, konsultasi dengan ahli lokal, dan kajian literatur. Selain itu, pemodelan dampak lingkungan proyek dilakukan untuk efek yang relevan:
Pemodelan penyebaran tumpukan emisi pada atmosfer;
Model penyebaran emisi kebisingan;
Pemodelan penyebaran termal pada sirkulasi debit air; dan
Analisis Sedimentasi
Proyek ini memiliki dampak positif secara keseluruhan dengan menyediakan mode kompetitif, biaya efektif dan dapat diandalkan dari pembangkit tenaga listrik untuk memenuhi semakin meningkatnya permintaan dan menjembatani kesenjangan antara pasokan dan permintaan tenaga listrik. Hal ini akan dicapai sambil memastikan kepatuhan pada standar kualitas udara dan air, serta batas emisi kebisingan melalui desain rekayasa dan titik kontrol emisi.
2.3.3.1 Mitigasi Emisi Udara Nama Polutan Emisi udara utama dari pembakaran bahan bakar fosil termasuk nitrogen dioksida(NO2), sulfur dioksida (SO2), particulate matter (PM), karbon monoksida (CO), dan gas rumah kaca (misalnya karbon dioksida (CO2)). Emisi udara dilepaskan selama tahapan konstruksi dan operasi yang diukur dari batas garis dan data sekunder. Pengumpulan data sampling udara pada atau dekat lokasi proyek akan menggambarkan kondisi lingkungan. Data ini akan sebagian digunakan untuk memungkinkan pemodelan dan penentuan jumlah dampak setelah pabrik beroperasi (yaitu konsentrasi dasar yang dimodelkan dari dampak Proyek akan ditambahkan). tingkat total dampak kemudian dibandingkan dengan batas standar lokal dan internasional. Klasifikasi untuk aliran limbah dari emisi udara tercantum di bawah ini: •
Emisi sumber titik stasioner;
•
Daerah dan sumber emisi sementara; dan
•
Sumber emisi bergerak.
Sumber Emisi Selama Tahap Konstruksi Sumber utama emisi udara selama fase konstruksi terutama akan berasal dari peralatan konstruksi dan kendaraan. Polutan yang dilepaskan termasuk SO2, NO2, CO, VOC, dan PM beasal dari mesin diesel yang digunakan dalam mesin konstruksi dan kendaraan pengiriman. Emisi CO dan VOC dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar fosil. Sumber umum dari CO adalah dari sumber bergerak (misalnya mobil, truk, sepeda motor, dll). Pada konsentrasi yang tinggi, gas yang hambar dan tidak berbau dapat membahayakan kesehatan manusia. Emisi PM di dapat dari hasil kadar abu dalam bahan bakar, serta partikulat (jelaga, sulfat, dll) yang terbentuk selama pembakaran. Selama kegiatan konstruksi, debu akan dihasilkan di lokasi. Potensi kegiatan emisi debu meliputi: •
•
•
pengiriman dan transportasi di tempat bahan-bahan konstruksi dan peralatan menggunakan kendaraan dan truk melalui jalan tanah; operasi pemindahan tanah di lokasi Proyek (mengisi, menggali dan memindahkan bahan permukaan); dan erosi angin / suspensi debu dari penggalian dan penimbunan tanah.
Asap yang dihasilkan dari berbagai kegiatan konstruksi dan polusi udara yang dikeluarkan selama fase konstruksi dari sumber bergerak yang digunakan untuk transportasi pekerja dan bahan dapat mempengaruhi masyarakat lokal. Dampak kualitas udara selama tahap konstruksi akan dibatasi sampai pada lingkungan terdekat dan akan dibatasi selama 1 sampai 2 tahun (berdasarkan sifat kegiatan konstruksi proyek).
Upaya Mitigasi Konstruksi Tingkat emisi debu akan lebih rendah dengan peningkatan jalan berikut ini: •
•
•
•
•
•
•
Transportasi material dan penimbunan bahan harus terutama dilakukan melalui perahu guna menghindari jalan karena lalu lintas berat dan polutan; Pembangkitan emisi debu akan dikurangi menyemprotkan air selama kondisi cuaca kering;
selama
konstruksi
dengan
Akan dilakukan perbaikan jalan. Jalan akan diaspal atau diperbaiki dan diperluas untuk menghindari kelebihan debu dan kemacetan lalu lintas sehari-hari; Akses ke lokasi harus dari akses jalan barat dan dari akses jalan pesisir dan bertemu pada satu titik akses (konstruksi jalan akses); Mesin kendaraan harus dirawat dengan baik; Pemeriksaan secara berkala pada peralatan pemindahan tanah untuk memastikan peralatan beroperasi dalam keadaan baik; Pemeliharaan rumah tangga para pekerja di daerah kerja akumulasi debu; dan
untuk mencegah
•
Kecepatan kendaraan di lokasi yang melaju di jalan yang tidak dikeraskan dan pemukaan jalan akan dibatasi.
Sumber Emisi Selama Tahap Operasi Pada tahap operasi, polutan terkait dengan pembakaran bahan bakar fosil padat di boiler akan dipancarkan. Sumber emisi tambahan, tapi lebih kecil, adalah NO2 dan amonia dari sistem amonia stripping kecil. Sementara sumber emisi non-titik lain (misalnya sumber dari kendaraan bergerak dan debu sementara dari penanganan material) akan kurang signifikan jika dibandingkan dengan sumber titik stasioner, terutama boiler.
Upaya Mitigasi Emisi Operasi
Dampak Operasional Dari Pemodelan Penyebaran Udara Selain memenuhi standar tumpukan emisi, Proyek diharapkan perlu menunjukkan bahwa dampak kualitas udara ambien di sekitar proyek pembangkit dapat diterima. Dampak tersebut tidak hanya fungsi dari titik konsentrasi keluar tumpukan polutan, tetapi juga fungsi dari karakteristik penyebaran dan kondisi cuaca setempat. Karakteristik penyebaran meliputi tinggi tumpukan, kecepatan keluar kepulan asap dan suhu (yang menyediakan daya apung dan momentum tumpangan ke kepulan asap). Menurut ilmu cuaca hal itu akan mengangkut kepulan asap (tergantung pada arah angin) dan penipisan asap (tergantung pada kecepatan angin dan stabilitas atmosfer). Pertimbangan tambahan ini akan sering mempengaruhi konsentrasi tumpukan emisi kurang dari standar lokal (IndonPerusahaan) dan Internasional (Bank Dunia) jika ada masalah dengan dampak kualitas udara ambien.
Pemodelan Penyebaran Udara Untuk Pembakaran B atu Bara Teknik kuantitatif digunakan untuk menilai dampak dari emisi udara pada tahap operasi, untuk itu Gaussian dispersion, model simulasi komputer berdasarkan peraturan disetujui untuk digunakan. Pemodelan Udara dilakukan dengan menggunakan input kunci berikut ini: 1.
Karakteristik tumpukan emisi, termasuk tinggi tumpukan, diameter tumpukan, kecepatan keluar kepulan asap dan suhu, dan tingkat pencemaran emisi akan masuk ke dalam bagian untuk operasi dasar. Parameter kunci masukan lainnya termasuk tumpukan profil bangunan (tinggi, panjang dan lebar) untuk menentukan apakah kepulan asap akan keluar di bangunan induksi "kebawah", di mana cendawan asap dapat ditangkap ketika melawan arah angin yang terjadi secara dini bergolak berdampak ke tanah (sehingga dampak peningkatan jarak penipisan asap tidak memiliki kesempatan untuk terjadi).
2.
Masukan badan cuaca, termasuk (khas) dari catatan 5 tahun udara permukaan dan udara bagian atas dari rekaman data stasiun badan cuaca dianggap mewakili lokasi
Proyek (yaitu lokasi di sepanjang tinggi batas pantai, daerah pegunungan di selatan).
Masukan daerah, termasuk pengembangan reseptor jaringan listrik membentang dari batas-batas pembangkit, untuk dan di luar daerah, dampak maksimum diprediksi.
3.
Dengan masukan ini, model diperoleh dari tumpukan emisi (menggunakan karakteristik tumpukan emisi dicatat dalam butir #1 di atas, mengangkut dan mencairkan kepulan asap berdasarkan parameter badan cuaca(meteorologi) dicatat dalam butir #2 di atas dan dampak kepulan asap ke fitur daerah terdampak dicatat dalam butir #3 di atas. Dampak kualitas ambang udara disimulasikan di berbagai lokasi kemudian dibandingkan dengan standar lokal yang relevan. Pedoman EHS Umum IFC menyarankan bahwa 'standar yang relevan' sehubungan dengan kualitas udara ambien adalah standar yang diatur secara nasional, atau bila tidak ada, Pedoman Kualitas Udara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) saat ini atau sumber lain yang diakui secara internasional. Dimana standar yang diatur oleh negara tuan rumah kurang ketat daripada WHO atau sumber lain yang diakui secara internasional, IFC mengakui dapat menerima untuk menggunakan standar yang diatur secara nasional sebagai standar prinsipal yang menilai Proyek itu. Proses penilaian, dalam kasus apapun, harus ditangani sesuai dengan hukum, peraturan dan izin negara tuan rumah yang relevan yang berkaitan dengan masalah sosial dan lingkungan.
Peraturan Pemerintah Republik IndonPerusahaan Nomor 41 (1999) dan Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 8 (2001) - Standar Kualitas Udara Ambien di Provinsi Sumatera Selatan. Peraturan Menteri Negara Urusan Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Standar Kualitas Emisi Sumber Tak Bergerak untuk Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit Tenaga Listrik Thermal.
Meskipun Keputusan no.41 (1999) menetapkan standar kualitas udara ambien nasional, dalam hal ini juga dimungkinkan ditetapkannya standar yang lebih ketat untuk tingkat provinsi, sesuai Keputusan no.8 (2001) yang berlaku untuk Sumatera Selatan. Singkatnya, pemodelan ADMS diperlukan untuk menentukan tinggi tumpukan yang menentukan bahwa Proyek bisa dilanjutkan sesuai kontrak.
2.3.3.2 Pembuangan Air Akan ada dampak pada permukaan dan kualitas air tanah selama konstruksi dan tahap operasional. Kualitas air selama tahap konstruksi dapat dipengaruhi oleh sedimentasi akibat pengerukan dan pembuangan serta keluar masuknya air limbah dari kegiatan lokasi konstruksi (pembersihan, pembajakan, pengerukan, penggalian, penggalian pondasi dan penimbunan tanah). Kualitas air selama tahap operasi mungkin akan terpengaruh oleh limbah dari pembangkit listrik yang diusulkan seperti thermal debit dan air buangan limbah.
Tahap Pelaksanaan Konstruksi Pembangunan fasilitas pembangkit listrik akan membutuhkan pengerukan luas dalam laut untuk membangun dermaga, lubang pipa masuk dan lubang pipa keluar; kegiatan ini diperkirakan berdampak pada kualitas air. pembangunan tidak akan mempengaruhi kualitas air permukaan di sekitar lokasi pembangkit listrik, tapi pada dasarnya akan mempengaruhi biota perairan sekitarnya. Tabel Tabel 6-1menggambarkan dampak dan langkah-langkah mitigasi yang akan digunakan.
Tahap Operasional Sistem pendingin untuk pembangkit listrik yang diusulkan ini akan melibatkan sistem sekaligus- melalui pendinginan yang membutuhkan jumlah besar dari air laut yang kemudian dibuang kembali ke laut. Buangan air limbah sungai di pembangkit listrik thermal termasuk limbah padat daerah aliran pembuangan air, halaman penyimpanan batubara, lantai dan halaman saluran air, limbah laboratorium, dan lainnya. Sistem pengolahan air limbah akan digunakan untuk memitigasi air limbah yang signifikan dipancarkan dari pengoperasian pabrik pengolahan. Tabel di bawah menggambarkan dampak dan langkah-langkah mitigasi yang akan dikerjakan: Tabel 6-2: Air, Potensi Dampak Konstruksi, dan Mitigasi Tahap Pelaksanaan Konstruksi
Air Limbah
Deskripsi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Daerah aliran buangan air Air limbah akan dirawat di tiga pabrik pengolahan air limbah akan mencakup limbah limbah; satu pabrik akan digunakan untuk proses air padat, permukaan aliran limbah, yang kedua untuk air limpasan dari daerah pembuangan,halaman pembuangan limbah padat, dan yang ketiga untuk air penyimpanan batubara, lantai limpasan dari tempat penyimpanannya batubara sebelum dan halaman saluran air, limbah dibuang. Penggunaan pengambilan sampel harus laboratorium, dll. digunakan untuk menunjukkan batas kepatuhan. Selain itu, pH, COD (disimpulkan melalui ORP analyzer), dan Kekeruhan akan terus dipantau. Pelepasan Air laut dipanaskan dibuang Sebuah thermal model analisis dispersi 3-dimensi, Muatan kembali ke laut. Pabrik akan CORMIX, digunakan untuk menilai dampak termal dan Panas dari dirancang untuk penggunaan air potensi re-sirkulasi. Sebagai hasil dari pemodelan ini, pengolahan laut asupan dengan suhu pipa pembuangan telah dirancang dengan sistem diffuser pabrik maksimum 32° C. peraturan untuk mengoptimalkan pencampuran dengan kenaikan IndonPerusahaan melarang debit minimal yang dihasilkan suhu air laut. Berdasarkan hasil air yang lebih besar dari 40° C. pemodelan, pemisahan ini cukup untuk menghindari resirkulasi.
Penyimpanan Halaman penyimpanan batubara Berpotensi terkontaminasilimpasan air hujan dari tempat batubara dan mungkin memiliki efek pada penyimpanannya batubara dan tempat pembuangan penyimpanan kualitas air tanah karena sampah akan dikumpulkan di kolam berjajar di dekat limbah padat pengolah abu dapat daerah masing-masing, dirawat dan kemudian kembali pada kualitas mempengaruhi air. digunakan untuk penyemprot debu sebanyak mungkin. Tanah Pengolahan Jika tidak terdapat pengolah Lubang pembuangan limbah padat akan dilengkapi Abu debu bisa menyebabkan dengan koleksi pengolah debu.Sumur pemantauan air pencemaran tanah dan air tanah. tanah akan mendeteksi kebocoran dalam hal pelanggaran dari sistem kapal.
2.3.3.3 Emisi Kebisingan Proyek akan memiliki sejumlah sumber kebisingan yang berpotensi akan memiliki dampak negatif pada tempat kerja dan ambang tingkat kebisingan. Langkah-langkah berikut akan diambil untuk mengurangi emisi kebisingan. Tabel 6-3: Kebisingan, Potensi Dampak,dan Langkah-Langkah Mitigasi
Dampak
Deskripsi Dampak
Emisi kebisingan
Sumber kebisingan utama selama fase konstruksi kendaraan lalu lintas dan peralatan konstruksi.
(Selama Konstruksi)
Langkah-Langkah Mitigasi
Untuk meminimalkan dampak pada masyarakat terdekat, jadwal konstruksi telah dioptimalkan dan lalu lintas kendaraan akan dialihkan jauh dari daerah yang paling padat penduduknya. Dermaga akan digunakan untuk mengangkut sebagian besar alat berat. Ini akan minimal meninggalkan kebisingan dari kendaraan yang digunakan untuk mengangkut peralatan sepanjang jalan lokal.
Emisi kebisingan (Selama Operasi)
Selama operasi, proyek ini akan menghasilkan emisi kebisingan terutama karena operasi peralatan.
Pemodelan dilakukan untuk mengakomodasi perubahan tata letak pembangkit dan sekitarnya, revisi peralatan pabrik / komponen, dan pembaruan data suara peralatan individu. Panel isolasi kebisingan ditambahkan ke rumah mesin penghancur batubara dari desain asli untuk mengurangi emisi kebisingan operasional. kontribusi emisi kebisingan Pembangkit Tenaga Listrik di titik pengambilan sampel U1 dan U2 menjadi 52,3 dB (A) dan 45,4 dB (A), masing-masing. Kedua batas ini memenuhi batas kebisingan IndonPerusahaan dan batas kebisingan siang hari IFC. Malam hari suara dari pembangkit tersebut dalam dasar + 3dB (A) persyaratan yang ditentukan dalam pedoman IFC. Untuk mengurangi efek dari tingkat kebisingan di Pembangkit Tenaga Listrik, pekerja tidak akan terpapar lebih dari 8 jam pada Peralatan yang menghasilkan kebisingan luar biasa dan akan diberikan Alat Pelindung Diri yang tepat.
2.3.3.4 Limbah Padat Limbah padat yang dihasilkan oleh PLTU biasanya abu yang dibuang di daerah pembuangan limbah padat. Lokasi penyimpanan terletak di bagian barat daya dari lokasi Sumatera Selatan. Langkah-langkah berikut akan diambil untuk mengurangi dampak. Tabel 6-4: Limbah Padat, Potensi Dampak, dan Langkah Mitigasi Dampak
Deskripsi Dampak
Langkah Mitigasi
Limbah Padat
PLTU menghasilkan limbah padat berupa abu batubara
Kualitas Udara
Penanganan abu akan Abu akan dibasahi sebelum diangkut untuk menghindari menyebabkan penurunan penyebaran abu ke ambang udara saat berada kualitas udara. Hal ini dapat dipengangkutan ke daerah pembuangan limbah padat. terjadi selama abu yang terbangdanabu yang dibawah,diangkutke daerah pembuangan limbah padat.
Persepsi Publik pada
Limbah padat yang dihasilkan oleh PLTU biasanya abu yang
Perusahaan semen lokal telah mengajukan pernyataan minat secara tertulis untuk menangani abu. Keterbukaan
dibuang di tempat pembuangan Sampah.
yang tepat mengenai penggunaan kembali abu akan menjelaskan kepada publik bahwa abu yang diproduksi oleh pembangkit tenaga listrik akan digunakan untuk membantu perkembangan masa depan di IndonPerusahaan.
pembuangan Abu
Daerah pembuangan limbah padat akan menggunakan kapal yang sesuai dengan persyaratan peraturan. abu diratakan dan dipadatkan.
2.3.4 Dampak Flora dan Fauna Terrestrial Flora dan fauna terrestrial akan didominasi terkena dampak fase konstruksi proyek. Praktek International Terbaik mensyaratkan bahwa isu-isu keanekaragaman hayati diakui dan dikurangi untuk memastikan bahwa tidak ada kerugian bersih dari setiap spesies flora dan fauna. Efek sementara yang terkait dengan pembentukan lokasi pekerja seperti debu dan kebisingan tidak dianggap signifikan karena fakta bahwa tidak ada peternakan atau spesies lain yang bersarang dekat lokasi proyek. Oleh karena itu, efek terbatas pada hilangnya wilayah pergerakan atau wilayah pencarian makan. Tidak ada spesies endemik ditemukan di daerah proyek penelitian. Setelah masa konstruksi, daerah di lokasi yang tidak tercakup oleh struktur pembangkit listrik harus ditingkatkan untuk memberikan habitat yang cocok untuk dilindungi dan spesies yang hampir punah. Lokasi proyek dan sekitarnya sudah digunakan untuk keperluan pertanian dan dianggap
oleh habitat telah berubah. Proyek pembangkit listrik yang diusulkan tidak diantisipasi menimbulkan dampak kerugian jangka panjang untuk kawasan flora dan fauna.
Langkah-Langkah Mitigasi
Pembersihan Tanah dan Tahap konstruksi Ketika membersihkan lokasi proyek untuk persiapan lahan, langkah-langkah berikut telah diikuti untuk melindungi lingkungan: a.
Harus sensitif dalam pembebasan habitat selama musim bersarang dan musim kawin.
b.
Efisiensi memperkecil ukuran lokasi Proyek dan melestarikan kawasan hijau.
c.
Pemilihan penggunaan mesin selama kegiatan pembersihan tumbuhan.
d.
Konsultasi kepada masyarakat tentang masa panen sebelum membersihkan tumbuhan apapun.
e.
Mengikuti prosedur konservasi dari Peraturan Nomor 5 Tahun 1990 serta Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009.
Selama tahap konstruksi, proyek akan mempertimbangkan hal berikut : 1.
2.
4.
Untuk konstruksi di lokasi pembangkit listrik : a.
Menentukan lokasi semua fasilitas, peralatan, dan bahan dari blok sumber daya di satu lokasi untuk meminimalkan “jejak„‟ tanaman.
b.
Menilai pilihan dalam hal pengolahan dan pembuangan untuk bor stek maupun lumpur. Penggunaan kembali stek dan lumpur untuk tempat lain (misalnya, untuk lokasi restorasi mangrove).
Transmisi Pembangunan Jalur ROW (Right of Way (Hak Jalan)) : a.
Meminimalkan lebar koridor ROW selama konstruksi dan operasi, dan perencanaan untuk penutupan ROW semaksimal mungkin setelah selesai.
b.
Membiarkan pohon dan semak menyusun kembali diminimalkan melalui pemotongan dan pembersihan. Pemindahan selektif pohon dan semak-semak akan dipraktekkan.
c.
Kegiatan membersihkan harus peka terhadap periode migrasi satwa liar.
Langkah-langkah mitigasi tambahan untuk kegiatan lepas pantai; a. Melakukan penilaian dampak potensial penempatan hasil pengerukan : melakukan evaluasi alternative, seperti menggunakan hasil pengerukan untuk restorasi mangrove di wilayah Jawa yang memiliki masalah erosi.
b. Konsultasi dengan masyarakat lokal dan organisasi tentang pilihan yang layak. c. Melakukan sampel biota laut pada Proyek yang bersebalahan dengan biota yang dievaluasi.
Tahap Operasional Selama operasi, Proyek akan mempertimbangkan hal berikut: 1.
Peningkatan habitat sekitar yang tidak akan dikembalikan.
2.
Pemulihan daerah konstruksi kembali ke kondisi pra-proyek setelah konstruksi selesai.
Dampak sekunder juga menjadi pertimbangan saat evaluasi flora dan fauna termasuk pengenalan spesies non-pribumi. Langkah-langkah yang akan diikuti sebagai berikut :
Melarang tenaga kerja membawa hewan peliharaan, ternak, dan hewan ke daerah lainnya. Pembersihan kendaraan dan mesin yang telah digunakan di luar lokasi proyek sebelum dimulainya pekerjaan karena mereka dapat menyelundupkan benih dan binatang eksotis. Mengembangkan sistem karantina, bila perlu, yang memeriksa dan membersihkan semua perlengkapan yang masuk sebelum penggunaannya.
Program K esadaran konservasi untuk Pekerja Untuk melindungi habitat hewan dan keanekaragaman hayati di sekitar proyek PLTU selama tahapan konstruksi dan operasi, para pekerja akan diberikan petunjuk yang berkaitan dengan perlakuan terhadap binatang di sekitar area proyek. 2.3.5 Tenaga kerja dan Manajemen Influx
Sebagian besar pekerja konstruksi akan dipekerjakan oleh Kontraktor dan hal ini memungkinkan perusahaan tidak memiliki kontrol atas mereka. Hal ini akan menyulitkan menghindari masuknya pencari kerja dan migrant. Namun, adanya suatu Rencana Pengelolaan akan dilaksanakan untuk meminimalkan dampak dari masuknya migrant tersebut dan perusahaan akan berusaha untuk mengontrol dan akan mencoba untuk meminimalkan dampak negatif dari arus ini dengan memfasilitasi preferensi untuk pekerjaan dan peluang bisnis untuk masyarakat setempat.
2.3.6 Konsultasi Publik Dan Keterbukaan
Tujuan
Tujuan dari konsultasi publik adalah untuk menyebarkan kesadaran mengenai proyek. Tujuan dari konsultasi adalah untuk memastikan bahwa kepentingan pemegang saham diidentifikasi selama studi dan bahwa pandangan pemegang saham dipertimbangkan pada tahap perencanaan proyek.
Proses Tim CSR Proyek Perusahaan telah melakukan kampanye kesadaran intensif antara warga yang terkena dampak proyek untuk memberikan informasi tentang kegiatan proyek yang direncanakan, dampak yang mungkin terjadi, pemberian kompensasi dan relokasi pilihan. Kesadaran dan konsultasi telah dilakukan melalui diskusi terbuka, diskusi kelompok, dialog atau cara lain yang sesuai dengan kondisi setempat. Informasi, Kesadaran dan Konsultasi Dengar Pendapat (Public Consultation) yang diselenggarakan di masing-masing desa yang terkena dampak. Konsensus umum pada konstruksi pembangkit listrik adalah bahwa sebagian besar desa-desa adalah mendukung itu. Dilakukan audiensi lebih ke desa- desa untuk memberikan informasi tambahan dan untuk mengklarifikasi kesalahpahaman. Pertemuan Dengar Pendapat umum juga diselenggarakan untuk kecamatan Kandeman dan Kecamatan Tulis yang juga dihadiri oleh masyarakat di desadesa yang tidak terpengaruh secara langsung oleh proyek. Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Kelompok Pemangku kepentingan biasanya berperan penting untuk mensukseskan program tersebut, dan karena itu, mereka juga akan diinformasikan dan didorong untuk mengekspresikan keprihatinan mereka. Proyek ini akan melakukan kegiatan tersebut dengan bantuan dari konsultan dan kontraktor mereka. Para pemangku kepentingan yang terlibat dalam konsultasi selain warga yang terkena dampak adalah:
Dinas Pertanian; Dinas Kehutanan; Petugas Kabupaten dan Petugas Kecamatan; Pejabat Desa; Pemimpin Informal lokal; Grup Wanita lokal; dan Lembaga Swadaya Masyarakat
2.3.7 Penilaian Dampak Iklim - Gas Rumah Kaca
Gas rumah kaca (GRK) adalah gas yang memberikan kontribusi untuk efek rumah kaca (pemanasan / perubahan iklim global) dengan menyerap radiasi inframerah. Dampak perubahan iklim adalah global. CO2, bersama dengan gas rumah kaca lainnya, yang dipancarkan di seluruh dunia dari sejumlah besar sumber termasuk pembangkit
listrik, kendaraan, dan peternakan. Kontribusi emisi dari Proyek ini akan diminimalisir karena penggunaan siklus uap (USC) "Ultra Supercritical Plant" untuk meminimalkan konsumsi bahan bakar. Tenaga uap Ultra-Supercritical teknologi tampil dengan efisiensi thermal yang lebih baik, yang memungkinkan mereka untuk membakar bahan bakar sekitar 7% lebih rendah dari SubCritical Plant. Akibatnya, tingkat emisi gas rumah kaca akan lebih rendah sekitar 900.000 ton/tahun karena konsumsi bahan bakar yang lebih rendah. Emisi udara lainnya berkurang juga karena pembakaran bahan bakar yang lebih rendah.
2.3.8 Rencana Pengelolaan Dan Pemantauan Lingkungan
Akan ada perincian Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan dan Sosial yang disediakan secara terpisah dan akan menjadi bagian dari Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Sosial. Hal itu akan mencakup semua rencana khusus manajemen proyek, pemantauan rencana, prosedur, dan lainnya digunakan untuk mengelola dan mengurangi resiko dan dampak yang telah diidentifikasi. Hal ini akan diberikan secara terpisah karena akan dikembangkan, dimodifikasi, dan diperbaharui di seluruh tahapan proyek untuk memberikan pengkinian prosedur manajemen dan beradaptasi dengan dampak yang tidak teridentifikasi, risiko dan perubahan organisasi yang akan dihadapi proyek di sepanjang jalan.Pada prinsipnya, Rencana Pemantauan Lingkungan dan Sosial dipandang sebagai:
Suatu pedoman dan dasar untuk pemantauan lingkungan dan sosial yang dilakukan oleh proyek PLTU mulut tambang Sumatera Selatan; Suatu pedoman untuk proyek PLTU mulut tambang Sumatera Selatan untuk melaksanakan rencana pemantauan di sekitar Proyek selama konstruksi dan operasi; Suatu sumber informasi bagi Komite AMDAL dan sebagai pedoman dalam pengamatan dan bimbingan untuk tujuan kelestarian lingkungan dan sosial di daerah; Suatu sumber informasi bagi masyarakat setempat untuk memperoleh pemahaman tentang kegiatan proyek dari proyek PLTU mulut tambang Sumatera Selatan.
Kebijakan yang akan sesuai dengan semua lingkungan, kesehatan, dan hukum keselamatan serta peraturan yang berlaku berdasarkan Hukum IndonPerusahaan Nomor 32 Tahun 2009: Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Korporasi Keuangan Internasional (Kelompok Bank Dunia), Kinerja standar 2012 dan Praktisi Industri Internasional Terbaik dan peraturan lainnya mengenai pengelolaan lingkungan. Kebijakan lingkungan juga akan mempertimbangkan pengembangan masyarakat di daerah sekitarnya kegiatan pembangunan proyek.