VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR THIAMIN-HCl DALAM TABLET VITAMIN B1
Irawati Nurani, Latifah Nugraheni, Leonardo Caesar, M. Faisal Fadlia, M. Ilyas Ramadhani Kelompok 4, Kelas XIII-2 SMK-SMAK BOGOR ABSTRAK
Validasi metode penetapan kadar thiamin-HCl secara High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan konfirmasi pengujian dan pengadaan bukti yang objektif bahwa persyaratan atau kesesuaian metode ini memenuhi maksud khusus atau tujuan pengukuran agar dapat memberikan data analisis yang berguna pada penentuan kadar thiamin-HCl dalam sampel vitamin B1. Pengujian yang dilakukan meliputi selektifitas, uji presisi, kisaran kerja linier, limit deteksi dan akurasi. Larutan deret standar thiamin-HCl yang digunakan adalah 0-50 ppm dengan menggunakan larutan berupa campuran buffer posfat dan metanol (55:45) sebagai fase gerak dengan laju alir 0,5 ml/menit,dan detektor VWD pada panjang gelombang 254 nm. ABSTRACT
Validation of method for the determination of Thiamine-HCl with High Performance Liquid Chromatography (HPLC) is confirmation testing and procurement objective evidence that the requirements or the suitability. of this method meets the specific intent or purpose for measurement data analy ze can provide useful in determini ng levels of thiamine in a sample of vitamin B1. Parameter validation methods in the study include a test of selectivity test of precision, linear working r ange, detection limit , and accuracy test. Standard solutions of thiamine-HCl was used concentration from 0 to 50 ppm with wit h using a mixture mixt ure of buffer phosphat and methanol (55:45) solution as a mobile phase with flow rate 0,5 ml/min and Variable Wavelength Detector at a wavelength of 254 nm.
PENDAHULUAN Menurut SNI 19-17025-2000, validasi metode adalah konfirmasi pengujian dan pengadaan bukti yang objektif bahwa persyaratan tertentu untuk suatu maksud khusus dipenuhi. Sedangkan menurut Wood et al., 1998, validasi metode adalah proses penetapan kesesuaian sistem pengukuran untuk dapat memberikan data analisis yang berguna. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa validasi mengandung parameter konfirmasi secara pengujian terhadap suatu metode sehingga dapat melengkapi bukti-bukti untuk menyatakan kesesuaian metode terhadap persyaratan dan tujuan yang telah ditentukan. Pada pelaksanaannya terdapat beberapa metode yang harus divalidasi di laboratorium sebelum digunakan sebagai metode dalam analisis rutin, yaitu:
a. b. c. d.
Metode non standar Metode yang didesain atau dikembangkan oleh laboratorium Metode standar yang yang digunakan di luar rentang yang ditentukan Metode standar yang mengalami modifikasi
Menurut Wood et al, 1998, mengadaptasi validasi metode kimia analisis dari Nordic Committee on Food Analysis sebagai prosedur NMKL No. 4, 1996, parameter yang direkomendasikan dalam validasi metode analisis adalah desain protokol validasi, penetapan selektifitas dan kurva standar, presisi yang dinyatakan sebagai ripitabilitas dan reproduksibilitas, akurasi, jangkauan kerja linear, limit deteksi, limit kuantitasi, robustness (ketahanan), evaluasi, dan dokumentasi laporan. Mengadaptasi draft dokumen validasi EURACHEM, parameter-parameter yang
direkomendasikan dalam validasi metode adalah: selektifitas, limit deteksi, limit kuantitasi, recovery, jangkauan kerja linear, akurasi serta presisi sebagai ripitabilitas dan reproduksibilitas.
b.
Akurasi merupakan kedekatan antara nilai hasil uji suatu metode analisis dengan nilai sebenarnya. Akurasi sering dinyatakan sebagai persentase perolehan kembali. Uji akurasi dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan matriks di dalam contoh uji terhadap pereaksi yang digunakan atau untuk mengetahui ketepatan metode yang digunakan. Secara umum dikenal tiga cara yang digunakan untuk evaluasi akurasi metode uji, yaitu:
TINJAUAN PUSTAKA Mengadaptasi Panduan Kesepahaman Validasi Metode Analisis secara In-House yang publikasikan oleh Thompson et al, 2002, parameter kinerja yang direkomendasikan adalah applicability (lingkup penetapan), selektifitas, kalibrasi dan linearitas, akurasi (trueness), presisi, limit deteksi, limit penetapan, sensitifitas, ketahanan, kesesuaian penggunaan, variasi matriks dan pengukuran ketidakpastian. Berikut dipaparkan beberapa parameter umum yang ditentukan dalam pelaksanaan validasi metode analisis: a.
Akurasi
1.
Uji Pungut Ulang (Recovery Test). Uji dilakukan dengan mengerjakan pengujian di atas contoh yang diperkaya dengan jumlah kuantitatif analat yang akan ditetapkan.
Presisi 2. Uji Relatif terhadap akurasi metode baku. Uji dilakukan dengan mengerjakan pengujian pararel atas contoh uji yang sama menggunakan metode uji yang sedang dievaluasi dan metode uji lain yang telah diakui sebagai metode baku.
Presisi adalah derajat keterulangan suatu set hasil uji di antara hasil-hasil itu sendiri, dengan tujuan mengetahui kesalahan akibat operator. Presisi diterapkan pada pengukuran berulang yang menunjukkan hasil pengukuran individual didistribusikan di sekitar nilai rata-rata dengan mengabaikan letak nilai rata-rata terhadap nilai yang sebenarnya. 1.
2.
Uji ripitibilitas, adalah kesamaan antara pengukuran yang diulang dari contoh dengan analis, peralatan dan laboratorium yang sama pada waktu yang berdekatan. Penetapan ripitabilitas dapat dilakukan dengan analisis berulang suatu contoh oleh seorang analis, kemudian ditentukan nilai standar deviasi dan koefisien variasi contoh.
Uji reproduksibilitas, adalah kesamaan antara pengulangan pengukuran yang dikerjakan pada kondisi berbeda dalam hal laboratorium, analis, peralatan dan waktu. Penetapan dapat dilakukan dengan mengikuti uji banding antar laboratorium.
3.
c.
Uji terhadap Standard Reference Material (SRM). Uji terhadap SRM untuk mengevaluasi akurasi suatu metode uji dilakukan dengan menguji SRM dengan menggunakan metode uji yang sedang dievaluasi.
Sensitifitas Sensitifitas dari suatu prosedur analisis merupakan perubahan besaran respon magnitude sebagai akibat perubahan konsentrasi. Dalam sebuah fungsi kalibrasi sensitivitas dinyatakan sebagai kemiringan kurva (slope). Semakin besar nilai kemiringan kurva maka dikatakan metode semakin sensitif.
d.
Limit deteksi Limit deteksi adalah jumlah analat yang memberikan respon sinyal pengukuran terendah dalam suatu derajat kepercayaan statistik yang dapat diterjemahkan sebagai indikasi terdapatnya analat dalam larutan (Wood et al, 1998). Dapat juga didefinisikan sebagai kepekatan terendah dari analat dalam contoh yang masih dapat memberikan respon sinyal signifikan tanpa dipengaruhi noise alat.
e.
a.
Selektifitas Selektifitas adalah kemampuan metode analisis untuk membedakan analat yang akan ditetapkan terhadap senyawaan lain yang terdapat dalam sampel (Wood et al, 1998). Selektifitas atau spesifitas suatu metode menyatakan kemampuan penetapan secara akurat dan khusus dari komponen lain yang dicurigai dapat mengganggu kondisi pengujian. Pengujian selektifitas dapat dilakukan dengan
Umum Laboratorium harus mampu melakukan validasi metode uji dengan menetapkan parameter-parameter analisis meliputi: akurasi, presisi, selektifitas, limit deteksi, cakupan penerapan prosedur pengujian dan pengaruh zat asing terhadap penetapan. Parameter yang akan digunakan pada suatu aplikasi tertentu ditentukan oleh analis pelaksana.
b.
Metode Uji Pemilihan metode uji dilakukan dengan terlebih dahulu melihat unjuk kerja dan kesesuaian dengan melakukan perbandingan terhadap prosedur kerja yang telah mengalami validasi.
Jangkauan Kerja Linear Jangkauan kerja linear merupakan kisaran konsentrasi analat yang secara eksperimen mampu memenuhi persyaratan mutu metode uji melalui penetapan presisi, akurasi dan lineritas pengujian (Wood et al, 1998). Jangkauan kerja linear menyatakan kemampuan metode uji untuk memberikan hasil yang proporsional terhadap kepekatan analat. Jangkauan kerja linear diperoleh dengan memplot nilai hasil uji terhadap kepekatan analat. Makin lebar interval jangkuan kerja linear maka metode uji makin praktis untuk digunakan.
g.
Validasi metode analisis memiliki persyaratan umum, persyaratan metode uji dan persyaratan peralatan, yaitu:
Limit Kuantitasi Limit kuantitasi adalah konsentrasi analat terendah yang dapat ditetapkan dengan presisi atau ripitibilitas yang masih dapat diterima. Limit kuantitasi dapat ditetapkan dengan menganalisis secara berulang matriks contoh yang ditambah analat yang diketahui konsentrasinya untuk dapat mengetahui konsentrasi terendah yang dapat terdeteksi.
f.
menambahkan kepekatan senyawa pengganggu dengan jumlah yang diketahui.
c.
Peralatan Peralatan yang digunakan dalam analisis harus diperiksa kondisinya secara berkala agar selalu memberikan unjuk kerja yang memuaskan.
METODE PENELITIAN Dasar Validasi metode penetapan kadar thiaminHCl secara HPLC merupakan konfirmasi pengujian dan pengadaan bukti yang objektif bahwa persyaratan atau kesesuaian metode ini memenuhi maksud khusus atau tujuan pengukuran untuk dapat memberikan data analisis yang berguna pada penentuan kadar thiamin-HCl dalam sampel vitamin B1 Alat yang digunakan yaitu: 1. Corong 2. Labu Ukur 50 ml 3. Labu Ukur 100 ml 4. Piala Gelas 400 ml 5. Piala Gelas 800 ml
9. Buret 10. Statif 11. Mortar 12. Neraca 13. Ketas saring whatman No. 41
6. Pipet Volume 5 ml 7. Pipet Tetes 8. HPLC Agilent
14. Penyaring Milipore 15. Kertas saring Milipore 16. Vial 17. Syringe
menit, lalu dibiarkan mengendap. Disaring dengan kertas saring Whatman 41. Dipipet 5 ml filtrat ke dalam labu ukur 50 ml. Dikocok lalu disaring dengan kertas saring milipore. Filtrat siap diinjeksikan dan diukur dengan HPLC.
Penelitian yang dilakukan: Bahan-bahan yang digunakan yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Buffer Fosfat 0,04M Aquabidest Sampel vitamin B1 Standar Thiamin 1000 ppm Kertas saring Tissue
Cara Kerja: a.
b.
Pembuatan Buffer Phosfat 0,04 M Ditimbang 10,8872 ±0,0005 gram KH 2PO4, dimasukkan ke dalam labu ukur 2000 ml, diencerkan dengan aquabides, dihimpitkan, dihomogenkan, ditempatkan pada botol dan diberi label yang sesuai. Persiapan Standar 1. Pembuatan larutan induk Thiamin 1000 ppm Ditimbang 0,1000 gram Thiamin-HCl. Dilarutkan dengan buffer fosfat dalam labu ukur 100 ml, dihimpitkan dan dihomogenkan. 2.
c.
Pembuatan deret standar Thiamin (0 50 ppm) Dilakukan pengenceran dari standar induk 1000 ppm menjadi 100 ppm. Diturunkan dari buret standar induk thiamin 100 ppm sejumlah 0 ml; 2,5 ml; 5 ml; 7,5 ml; 10 ml; 15 ml; dan 25 ml ke dalam labu ukur 50 ml, diencerkan dan dihimpitkan dengan buffer fosfat, dihomogenkan. Disaring dengan kertas milipore. Filtrat siap diinjeksikan dan diukur dengan HPLC.
Persiapan contoh Ditimbang 5 tablet vitamin B1 lalu dirataratakan bobotnya. Diambil 2 tablet vitamin B1, lalu dhaluskan. Ditimbang ± 0,2000 gram contoh vitamin B1. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, lalu ditambahkan buffer fosfat sampai tanda tera. Dikocok 5
1. Selektifitas. Penetapan selektifitas dilakukan dengan membandingkan kromatogram blanko, standar, contoh dan contoh spike. 2. Ripitabilitas. Penetapan ripitibilitas dilakukan dengan melakukan penetapan sampel sebanyak 10 kali pengulangan, dihitung nilai simpangan baku dan simpangan baku relatif sampel. Ripitibilitas dinyatakan sebagai simpangan baku relatif (RSD). 3. Limit deteksi. Penetapan limit deteksi instrumen (IDL) dilakukan dengan membaca nilai area spike sampel terendah sebanyak 10 kali pengulangan. Ditetapkan nilai IDL berdasarkan 3 kali nilai simpangan baku kemudian dikonversikan sebagai konsentrasi menggunakan area standar. Penentuan limit deteksi metode (MDL) ditentukan nilai estimasi 6 kali simpangan baku. Dikonversikan nilai area menjadi konsentrasi meng-gunakan kurva kalibrasi. Dibuat deret standar dengan konsentrasi 3SD, 6SD, dan 9SD kemudian dibaca nilai area pada KCKT. Ditentukan kon-sentrasi yang memberikan pembacaan di atas area estimasi sebagai limit deteksi metode (MDL). 4. Jangkauan Kerja Linear, Jangkauan kerja linear ditentukan dengan membuat deret standar tiamina-HCl dengan konsentrasi 5; 10; 15; 20; 30; 50; 75, 100; 150; 200; 250; 300; 400 dan 500 ppm. Disaring dengan millipore, diinjeksikan pada KCKT. Ditetapkan persamaan koefisien korelasi. Ditentukan konsentrasi maksimum yang masih memberikan nilai koefisien korelasi lebih besar dari 0,9995.
5. Pengujian Spike pada Contoh Ditimbang ± 0,2000 gram contoh. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Ke dalam contoh ditambahkan larutan standar dengan konsentrasi 5 ppm dan 10 ppm dengan peng-ulangan masing-masing sebanyak 10 kali. Ditambahkan larutan larutan buffer fosfat, dikocok selama 5 menit, diimpitkan hingga tanda tera. Dibiarkan mengenap dan disaring menggunakan kertas saring Whatman 41. Dipipet 5 ml filtrat ke dalam labu ukur 50 ml, diencerkan dengan larutan buffer fosfat, diimpitkan dan dihomogenkan. Diaring larutan dengan kertas saring millipore, injeksikan sebanyak 20 μL pada alat HPLC. Dihitung kadar tiamina-HCl dalam sampel spike.
1% 0,1 % 0,01 % 10 ppm 1 ppm 10 ppb
2.
Konsentrasi (ppm) 0 5 10 15 20 30 50 75 100
A. Hasil Analisis Uji Presisi Tabel 1. Kadar thiamin-HCl dalam vitamin B1 tablet (KCKT) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata SD RSD
RSD
Kadar Thiamin (ppm) 11,68 11,80 11,80 11,92 11,83 11,79 11,74 11,67 11,74 11,84 11,78 0,0759 0,64%
SD
Rata
rata
x100%
Tabel 2. Rekomendasi Horwitz terhadap nilai RSD berdasarkan daerah konsentrasi pembacaan Konsentrasi 100 % 10 %
Ripitabilitas (% RSD) 1% 1,5 %
Kisaran Kerja Linear Tabel 3. Hubungan nilai luas area terhadap konsentrasi standar dalam penentuan daerah konsentrasi linear (KCKT)
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
2% 3% 4% 6% 8% 15 %
Luas Area 0 257,0605 497,4235 756,3652 991,2006 1457,5432 2437,9878 3323,6598 3356,3656
Koefisien Korelasi 0,99978 0,99988 0,99988 0,99978 0,99993 0,99798 0,97509
Slope = 48,5397 3.
Limit Deteksi Tabel 4. Luas area standar 10 kali pembacaan pada penetapan limit deteksi instrumen (IDL) secara KCKT Konsentrasi Standar (ppm) 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 Rata-rata SD LOD/IDL LOQ
Luas Area Pembacaan 26,14161 24,61180 23,74009 24,18138 25,25105 26,45929 26,76989 25,79672 26,34040 26,14161 25,543384 1,04448983 0,06455 0,21518
IDL
3SD
slope
LOQ
B. Pembahasan
10SD
slope
Tabel 5. Nilai pembacaan luas area pada penetapan limit deteksi metode ( MDL) secara KCKT Konsentrasi (ppm) 0,05 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 4.
Luas Area 0,00 0,00 20,00 38,71 42,20 50,65
Akurasi Tabel 5. Hasil penentuan recovery spike 60 ppm (KCKT)
Uji presisi dapat ditunjukkan dengan ripitabilitas yang dinyatakan sebagai hasil presisi dibawah perlakuan yang sama. Pengujian dilakukan dengan menghitung nilai simpangan baku (SD) dan simpangan baku relatif terhadap pengukuran 10 kali pembacaan sampel. Dengan ,enggunakan tabel ripitibilitas Horwitz pada kisaran pembacaan 10 %, persyaratan ripitabilitas pada 1,5 %. Dengan demikian 0,64 % < 1,5 %, dan metode penetapan memenuhi persyaratan nilai presisi sebagai ripitibilitas. Uji kisaran kerja linear dilakukan dengan membuat grafik persamaan regresi linear dengan maksud mendemonstrasikan hubungan linear antara sinyal analisis terhadap konsentrasinya. Koefisien korelasi yang disyaratkan adalah >0,9995. Batas konsentrasi yang memberikan puncak yang dapat dideteksi secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) untuk peralatan yang digunakan berada pada level 0,05-0,50 ppm. Pembacaan yang dihasilkan alat dihitung nilai standar deviasinya secara statistik untuk menghasilkan nilai limit deteksi instrumen (IDL). Nilai IDL didapatkan untuk penetapan secara KCKT adalah 0,5374 satuan area dari hasil 6 kali standar deviasi pengukuran area.
Tabel 6. Hasil penetuan recovery spike 5,00% (KCKT)
%Recovery
hasil perolehan
konsentrasi spike
x100%
Uji akurasi dilakukan dengan proses spike terhadap sampel dan menghitung nilai perolehan kembalinya, spike dilakukan pada dua tingkat. Menggunakan metode yang sama dengan perlakuan pada metode spektrofotometri UV-VIS, secara KCKT dilakukan spike pada tingkat 2,5% dan 5,00%. Recovery rata-rata terhadap spike 2,50% adalah 92,91% sedangkan recovery rata-rata 5,00% spike 92,37%. Menggunakan nilai konsentrasi analat yang ditambahkan sebagai sampel spike dalam kisaran 1% maka nilai batas recovery yang direkomendasikan adalah 92 – 105 %. Dengan demikian recovery penetapan terhadap spike 2,50% dan spike 5,00% masih memenuhi persyaratan nilai batas recovery.
KESIMPULAN Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, pada uji presisi didapat rata-rata sebesar 11,781 dengan SD sebesar 0,0759 dan RSD sebesar 0,64%, hasil dibandingkan dengan tabel rekomendasi Horwitz dan menunjukan nilai ripitabilitas maksimal 1,5%, hal tersebut menunjukkan bahwa presisi dari alat tersebut baik. Pada kisaran kerja linear diperoleh hasil bahwa grafik masih linear pada konsentrasi 50 ppm dan mulai konsentrasi 75-100 ppm grafik mulai tidak linear yang menunjukan bahwa deret yang digunakan berkisar 0-50 ppm. Dalam uji limit deteksi dinyatakan bahwa pembacaan luas area terkecil yang dibaca oleh alat adalah dengan luas 25,54383, nilai IDL yaitu 0,06455
sedangkan nilai LOQ yaitu 0,21518 (alat sudah dapat membaca sampel pada konsentrasi 0,2 ppm). Untuk tingkat akurasi berdasarkan penentuan recovery spike pada konsentrasi 60 ppm diperoleh hasil 92,71%. Dilihat pada konsentrasi 120 ppm diperoleh hasil 92,37%. Dilihat dari recovery rata-rata pada konsentrasi 60 ppm dan 120 ppm yang cukup akurat, maka dapat dinyatakan tingkat akurasi metode ini baik. REFERENSI Zaenal, Arifin. 2011. Verifikasi Metode Analisis Secara HPLC . Bogor: http://zonazaenal.wordpress.com/2011/01/02/ver ifikasi-metode-analisis-secara-hplc/ (30 Agustus 2014 pukul 08:33).