Volume 04, No. 04, No. 1, Edisi April 2016
ISSN 2337-8492
PolhaSains (Mp – GM) UNTUK GAIN MARGIN (Mp METODE TUNING MAXIMUM PEAK – GAIN PENGENDALI 2DoF FEEDBACK Nur Hidayah, Juwari, dan Renanto Handogo
ANALISA STRUKTUR BATUAN DARI SUNGAI ARANIO KABUPATEN BANJAR MENGGUNAKAN X-RAY X-RAY DIFRACTION DIFRACTION Dewi Amelia Widiyastuti
EVALUASI PERHITUNGAN PERKUATAN TEBING SUNGAI ANDAI BANJARMASIN Adi Susetyo Dermawan dan Rustam Heryadi
EFEKTIVITAS METODE PENGERINGAN PADA PEMBUATAN SIMPLISIA AKAR PASAK BUMI ( Eurycoma longifolia Radix) Cica Riyani
UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN KECOMBRANG
(Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith) TERHADAP BAKTERI Bacillus cereus dan Escherichia coli MENGGUNAKAN METODE DIFUSI SUMUR Eko Kusumawati
IDENTIFIKASI KERUSAKAN JALAN DAN PENANGANAN PERBAIKAN PADA JALAN TAMBANG Dewi Yuniar dan Hoirul Fatihin
DITERBITKAN OLEH UNIT PELAKSANA TEKNIS PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT POLITEKNIK HASNUR POLITEKNIK HASNUR BANJARMASIN
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
TUNI NG MAXI MAXI MUM MUM PEAK – GAIN GAIN MARGIN (Mp – GM) METODE TUNI GM) UNTUK PENGENDALI 2DoF FEEDBACK 1)
2)
Nur Hidayah , Juwari , Renanto Handogo
3)
1)
Staf Pengajar Prodi Teknik Otomotif Politeknik Hasnur Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Adhyaksa No. 7 - 8 Lantai 2 Kayu Tangi Permai Banjarmasin 70125 e-mail :
[email protected] [email protected] 2,3)
ABSTRAK
Secara umum industri kimia terdiri dari unit proses yang harus dioperasikan secara spesifik untuk memberikan keuntungan maksimal dengan tetap memperhatikan keselamatan proses dan lingkungan. Berbagai struktur pengendalian one degree of freedom dikembangkan freedom dikembangkan untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan semakin kompleknya kompleknya masalah pengendalian kemudian dikembangkanlah struktur two degree of freedom. S ayangnya ayangnya tuning untuk struktur ini masih belum belum banyak. banyak. Juwari, Badhrulhisham Badhrulhisham Abdul Aziz, Chin Sim Yee, and Rosbi Mamat(2012) telah mengembangkan metode tuning yang mengimplementasikan prinsip analisa kriteria kestabilan Maximum Peak dan Gain Margin untuk mendapatkan parameter pada 2DOF-IMC standart. Metode tersebut diujikan untuk beberapa proses parametric uncertainty pada uncertainty pada FOPDT, SOPDT serta orde tinggi dan memberikan hasil pengendalian yang sangat baik.Penelitian ini bertujuan mengimplementasikan metode tuning Mp-GM untuk struktur pengendali 2DOF PID feedback pada transfer fungsi FOPDT dengan parameter uncertainty. uncertainty. Pada kasus transfer fungsi FOPDT dengan variasi perbandingan dead time terhadap time constant secara keseluruhan penggunaan metode tuning Mp-GM Mp-GM dengan struktur 2DOF PID feedback menunjukkan menunjukkan respon yang stabil dengan IAE yang lebih kecil jika dibandingkan dengananalitycal dengan analitycal robust tuning pada tuning pada struktu pengendali PID. Kata Kunci: Two Degree of Freedom, Freedom, IMC, PID, Maximum Peak, Gain Gain Margin PENDAHULUAN
Desain struktur pengendali two degree of freedom memiliki kelebihan dibandingkan dengan system pengendali one degree of freedom. freedom . Pada desain struktur pengendali 2DOFdapat dilakukan pegendalian perubahan set point dan disturbance rejection secara terpisah sehingga proses berjalan dengan lebih maksimal. maksimal . Ada beberapa struktur pengendali yang dikembangkan berdasarkan prinsif pengendalian 2DOFseperti two degree of freedom PID (Araki dan Taguchi, 2003; Vilanova,Alvaro, danArrieta, 2011), pengendali two degree of freedom IMC
dan pengendali two degree of freedom fuzzy(Moraridan fuzzy(Moraridan Zafiriou, 1989; Juwari, Badhrulhisham, Yee, dan Rosbi, 2013; Kaya, 2004). Kendala yang cukup besar dari penggunaan sistem pengendali two degree of freedom terletak pada metode tuning nya. nya. Belum terlalu banyak research metode tuning yang dikembangkan untuk sistem pengendalianini. Salah satu metode tuning terbaru yang dikembangkan untuk sistem pengendali two degree of freedom adalah dengan menggunakan spesifikasi kestabilan Maximum peak and Gain Margin untuk mendapatkan parameter pengendalian pada
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Politeknik Hasnur
1
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
pengendali 2DOF. 2DOF. Metode tuning yang dikembangkan oleh Juwari, Badhrulhisham Abdul Aziz, Chin Sim Yee, and Rosbi Mamat (2012) ini diberi nama “ Maximum peak and gain margin (Mp-GM) tuning method”[4].Sayangnya method”[4].Sayangnya implementasi metode tuning ini masih terbatas pada struktur pengendali two degree of freedom IMC . Sehingga diperlukan kajian lebih lanjut untuk mengimplementasikan Mp-GM tuning method pada struktur pengendali two degree of freedom lainnya baik itu pada pengendali 2DOF IMC ataupun pengendali 2DOF PID METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini metode tuning Mp-GM pada struktur pengendali two degree of freedom freedom akan dievaluasi dengan menggunakan transfer fungsi first order plus dead time (FOPDT) dengan θ/τ< 1; θ/τ> 1 dengan θ dan τ kurang dari 1 ; θ/τ> 1 dengan θ dan τ lebih dari 1. 1. First Order Plus Dead Time denganθ denganθ/τ<1 Untuksimulasidenganfungsi transfer FOPDT denganθ denganθ/τ< 1 akandigunakanstudikasusdarisistem yang ditelitiolehVilanovadenganθ ditelitiolehVilanovadengan θ/τ< 1, dimana [2]:
Gp
ke
s
s 1
dan Gpm
e
s
1.5
3 s 1
Dengan parameter ketidaktepatan (uncertainty) gain proses (k), konstanta waktu (τ) dan time delay (θ) ±20% dari model; 0,8 ≤ k ≤ 1, 2 2,4 ≤ τ≤ 3,6 1,2 ≤ θ ≤ 1,8 2. First Order Plus Dead Time padaθ padaθ/τ> 1 denganθ denganθdanτ danτ< 1 Untuk simulasi dengan fungsi transfer FOPDT pada θ/τ> 1
dengan θ dan τ kurang dari 1akan digunakan studi kasus dari sistem pencampuran dengan θ/τ> 1, dimana [8]:
Gp Gpm
ke
s
0.2 s 1
18.7e
dan s
0.5
0.2 s
1
Dengan parameter ketidaktepatan (uncertainty) gain proses (k) dan time delay (θ) ±20% dari model; 14,96 ≤ k ≤ 22,44 0,4 ≤ θ ≤ 0,6 3. First Order Plus Dead Time padaθ padaθ/τ> 1 dengan θdanτ danτ> 1 Untuksimulasidenganfungsi transfer FOPDT denganθ denganθ/τ>1akandigunakanstudikas usdarisistempencampurandenganθ usdarisistempencampurandengan θ/τ > 1, dimana [9]:
Gp Gpm
ke
s
s 1
dan
0.0407
e
6.84
s
3.84 s 1
Dengan parameter ketidaktepatan (uncertainty) gain proses (k) dan time delay (θ) ±20% dari model; -0.0488 ≤ k ≤ -0.0326 3.072 ≤ τ≤ 4.608 4.608 5.472 ≤θ ≤ θ ≤ 8.208 Setelah penentuan kasus, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisa nilai parameter gain parameter gain margin dan maximum peak seperti langkah metode Mp-GM yang dikembangkan oleh Juwari [4]. Penentuan nilai parameter dilakukan dengan software Matlab. Selanjutnya untuk melihat respon pengendalian, dilakukan simulasi menggunakan software menggunakan software simulink . HASIL DAN PEMBAHASAN
Salah satu variasi yang dikembangkan Araki untuk struktur
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Politeknik Hasnur
2
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
pengendali 2DOF PID dapat dilihat pada Gambar 1. Pada struktur pengendali ini Araki menambahkan lintasan feedback dari y (keluaran) langsung menuju u (masukan) yang akan dibandingkan dengan pengendali PID conventional (C’(s)) untuk pengendali perubahan set point dan C b(s) yang disebut sebagai “feedback compensator” untuk pengendali penolakan gangguan. Dimana ’ alagoritma C (s) dan C b(s) dituliskan seperti pada persamaan (1) dan (2). Untuk variabel α dan β diasumsikan sebagai parameter pengendali 2DOF dengan kisaran nilai dari 0-1 (Vilanova,Alvaro, danArrieta, 2011). (1) (2)
Gambar 1. Diagram block tipe sistem pengendali feedback 2DOFPID
Gambar 2. Struktur pengendali 2DOF IMC Kaya
Pada tahun 2004 ibrahim Kaya mengembangkan struktur 2DOF-IMC yang dinamakan Kaya 2DOF-IMC. Struktur Kaya 2DOF IMC didesain untuk pengendalian proses terintegrasi dengan time delay yang kecil. Selain itu struktur ini juga dikembangkan untuk mendesign metode tuning pada pengendali PD (Proportional derivative) dengan menggunakan prinsif kestabilan gain dan phase margin. margin. Pada struktur 2DOF IMC Kaya, pengendali set point dan penolakan gangguan diletakkan pada struktur lintasan yang tertutup(Kaya, 2004). Tujuan dilakukannya tuning pengendalian adalah untuk menentukan parameter pengendali sehingga didapatkan parameter pengendalian yang tepat pada sistem close loop loop agar performa pengendalian yang stabil dan robust dapat tercapai. Performa pengendalian dikatakan pada kondisi stabil dan robust jika variable pengendalian selalu pada set point yang diinginkan dan gangguan yang terjadi dapat segera dihilangkan (Marlin, 2000).Ada berbagai macam metode tuning yang telah dikembangkan untuk meningkatkan performa dan kestabilan sistem pengendalian. Perkembangan metode tuning untuk pengendali 2DoF sudah dimulai sejak struktur ini mulai dikembangkan pada tahun 1984. Salah satunya adalah pengembangan metode analytical robust tuning. Pada metode analitycal robust tuning , pengendali PI dengan faktor weighting digunakan untuk mengendalikan perubahan set point dengan transfer fungsi seperti pada persamaan (3). Pengendali jenis PID parallel dengan transfer fungsi pada persamaan (2) digunakan untuk mengendalikan gangguan. (3) (4)
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Politeknik Hasnur
3
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
Dengan menggunakan fungsi transfer close loop dari struktur 2DOF PID Vilanova Vilanova,Alvaro, danArrieta, 2011). Sayangnya kebanyakan metode tuning masih dikembangkan untuk proses perfect model . Juwari, dkk.,(2012) mencoba mengembangkan metode tuning untuk struktur two degree of freedom IMC dengan parameter uncertainty menggunakan prinsip kestabilan maximum peak dan gain margin. Metode tuning yang dinamakan metode tuning maximum peak gain margin (Mp-GM) ini hanya dapat digunakan pada struktur 2DOF yang memiliki dua alat pengendali. Metode tuning ini terdiri atas tiga langkah utama, yaitu: 1. Menentukanworst case dari model uncertainty. 2. Menentukan parameter pengendalian set point (Gc1) menggunakankriteriakestabilanmaxi mum peak (Mp). 3. Menentukan parameter pengendalianpenghilangangangguan (G c2) menggunakankriteriakestabilan gain margin (GM). Pada struktur pengendali 2DOF PID feedback akan dikorelasikan dengan struktur pengendali Kaya2DOF IMC. Diagram block untuk feedback 2DOF PID yang dibandingkan dengan diagram block struktur pengendali Kaya 2DOF IMC akan memperlihatkan kemiripan jika block transfer fungsi model (G pm)dihubungkan dengan block pengendali Gc1. Dari Gambar 1, 2 dan 3 dapat diperoleh persamaan (6) dengan pendekatan matematis berdasarkan fungsi transfer tertutup struktur 2DOF PID feedback.
(5) Dengan menggunakan langkahlangkah tuning 1DOF IMC based on IMC seperti pada tuning IMC Rivera ataupun Skogestad [10]didapatkan persamaan fungsi transfer Cr (s) sebagai pengendali set point tracking . (6)
Gambar 3. Analogi 2DOF IMC Kaya ke dalam feedback 2DOF PID [5]. Transfer fungsi FOPDT dan pengendali set point tracking pada struktur pengendali 2DOF IMC diberikan pada persamaan (7) dan (8). (7) (8) Untuk fungsi eksponensial dari time delay akan didekati dengan menggunakan persamaan Pade seperti pada persamaan (9). (9) Dengan mensubstitusi persamaan (7), (8) dan (9) maka akan didapatkan bentuk pengendali C r (s) dengan persamaan (10) yang akan didekati ke dalam bentuk pengendali jenis proportional integral (PI) dengan bentuk fungsi transfer seperti pada persamaan (11) (10)
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
4
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
(11)
Sebagai pembanding untuk melihat performa tuning Mp-GM maka digunakan analytical robust tuning . Berdasarkan pendekatan matematis dari persamaan pendekatan, didapatkan nilai parameter pengendali untuk Mp-GM dan ART yang disajikan pada Tabel 1.
Dengan parameter k c dan τI
Untuk pengendali C y(s) sebagai pengendali penolakan gangguanakan digunakan bentuk pengendali PID series plus derivative filter seperti pada persamaan (12)
Pada metode ART, parameter pengendali untuk perubahan set point dan penolakan gangguan memiliki nilai yang sama. Berdasarkan Gambar 4, 5 dan 6 menunjukkan penggunaan tuning Mp-GM memberikan hasil yang yang lebih stabil dengan IAE lebih kecil dibandingkan dengan metode ART. Hal ini membuktikan bahwa metode MpGM dapat digunakan untuk proses yang mengalami penyimpangan dari permodelan prosesnya.
(12) Dengan pendekatan untuk tiap parameter pengendali adalah sebagai berikut:
Tabel 1.
Nilai parameter pengendali perubahan set point dan penolakan gangguan Set point k c τI
Mp-GM Penolakan Gangguan k c τI τD AτD
k c
τI
β
0,7
3
0,8
2,4
3,4
2,5
0,5
2,7
1
FOPDT dengan dan
0,00 09
0,2
0,05
0,2
0,7
0,7
0,0007
0,13
1
FOPDT dengan dan
-5,7
3,8
-20,5
4,6
10,9
9,83
-5,2
3,3
1
Variasi Proses FOPDT FOPDT dengan
1
pengendali feedback
Gambar 4. Perbandingan output res ponse metode tuning MpGM dan analitycal robust tuning pada kasus FOPDT dengan pada struktur
ART
2DOF
PID
Gambar 5. Perbandingan output res ponse metode tuning MpGM dan analitycal robust tuning pada kasus FOPDT dengan
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
5
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
struktur feedback
2DOF
gendali PI sepertipadapersamaan (11) sebagaipengendali Cr (s) (11)
pada PID
Dengan parameter k c dan τI dan 3.
Gambar 6. Perbandingan output res ponse metode tuning MpGM dan analitycal robust tuning pada kasus FOPDT dengan pada 2DOF PID feedback KESIMPULAN
Penggunaan metode tuning maximum peak gain margin (Mp-GM) pada struktur pengendali 2DOF-PID feedback menunjukkan hasil yang cukup bagus. Hasil simulasi menggunakan software Matlab SIMULINK memperlihatkan bahwa metode tuning ini dapat memberikan respon yang cepat, stabil serta robust pada pengendalian set point tracking dan penolakan gangguan. Adapun lan 1. Men-strukturpengendali 2DOF IMC Kaya denganmenggunakanlangkah tuning Mp-GM untukmendapatkanworst case yang akandikendalikandannilai parameter τm (time constant model) , θm(dead time model, λ 1, λ 2dan α. 2. Mensubstitusi parameter τm, θmdan λ 1 yang diperolehpadalangkahpertamakedal ampersamaan parameter k cdanτIsehinggadiperolehbentukpen
Mensubstitusi parameter τm, θm, λ 1, λ 2dan α. yang diperolehpadalangkahpertamakedal ampersamaan parameter k c, τI, τDdanAτDsehinggadiperolehbentuk pengendali PID series denganderivarive filter sepertipadapersamaan (12) sebagaipengendali Cy(s) (12) Dengan pendekatan untuk tiap parameter pengendali adalah sebagai berikut: , , dan DAFTARPUSTAKA
Araki, M. dan H. Taguchi. 2003. Two Degree of Freedom PID Controller. International Journal of Control, Automation and Systems1 (4). Juwari, A. A. Badhrulhisham, C. S.Yee, dan M. Rosbi. 2013. A New Tuning Method for Two-Degreeof-Freedom Internal Model Control under Parametric Uncertainty. Process Systems Engineering And Process Safety. Chinese Journal of Chemical Engineering 21 (9). Kaya, I. 2004. Two-degree-of-freedom IMC structure and controller design for integrating processes based on gain and phase-margin specifications. IEE Proc.-Control Theory Appl . 151 (4).
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
6
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
Marlin, T.E. 2000. Process Control:Designing Processes and Control Systems for Dynamic Performance.Chemical Engineering Series. 2nd ed. McGrawHill. Boston. Morari, M.dan E. Zafiriou. 1989. Robust Process Control .
Englewood Cliffs. Prentice – Hall. NJ. Vilanova, R., V. M. Alvaro, dan O. Arrieta. 2011. Analitycal Robust Tuning Approach for two degree of freedom. Engineering letter , 19:3.
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
7
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
ANALISA STRUKTUR BATUAN DARI SUNGAI ARANIO KABUPATEN BANJAR MENGGUNAKAN X-R AY DI F RACTI ON Dewi Amelia Widiyastuti Staf Pengajar Prodi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur e-mail :
[email protected] ABSTRAK
Pengetahuan tentang batuan merupakan dasar untuk mempelajari geologi, geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi dan merupakan kelompok ilmu yang terdiri dari mineralogi, petrologi, stratigrafi, geofisika, geologi struktur, geomorfologi, dan geokimia. Batuan mempunyai manfaat yang sangat penting bagi kehidupan manusia diantaranya sebagai bahan dasar bangunan dan pengeras jalan. Dilihat dari sifat fisiknya batuan sangat beragam, baik warna, kekerasan, kekompakan, maupun komposisi mineral pembentuknya. Batuan yang ada di bumi ini ada yang tersusun dari satu macam mineral dan ada yang tersusun oleh beberapa macam mineral. Mineral-mineral ini menjadikan batuan bentukan akan dimanfaatkan sesuai dengan fungsi dan kegunaannya. Sungai Aranio yang termasuk dalam administrasi Kabupaten Banjar memiliki banyak potensi batuan, tetapi hanya sedikit penelitian tentang batuan di daerah tersebut Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi mineral pada batuan dari Sungai Aranio, Kabupaten Banjar menggunakan X-Ray Difraction. Kata Kunci : Batuan, Mineral, X-Ray Difraction PENDAHULUAN
Menurut Sikumbang dan Heryanto (1994) keadaan geologi Desa Aranio, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan termasuk dalam komplek akresi Bobaris-Meratus, Kalimantan Selatan. Komplek akresi tersebut disusun batuan dasar berupa batuan malihan, batuan mafik-ultramafik (peridotit, gabro, basalt) yang secara tektonik ditutupi oleh produk vulkanik, magmatik kapur (Formasi Pitap), dan endapan volkanistik kapur (FormasiHaruyan/Manunggul). Secara tidak selaras diatasnya ditutupi endapan sedimen tersier dan kuarter. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Gaol dkk (2005), di daerah Karang Intan - Aranio - Riam Kanan-Pa’u yang merupakan sisi utara pegunungan Meratus terdapat batuan sedimen dan batuan metamorf yang
diperkirakan sebagai alas dari batuan beku yang tersingkap akibat erosi tektonik. Anak Sungai Riam Kanan di Desa Aranio juga terdapat batuan amfibolit yang dihasilkan dari proses metamorfisme batuan beku. Batuan yang ada di bumi ini dapat dikelompokkan berdasarkan kejadian atau cara terbentuknya, yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Batuan beku terbentuk dari magma yang mendingin dan membeku. Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk dari sedimen yang diendapkan (di darat atau dalam air) dan setelah mengalami proses geologi menjadi batuan sedimen. Sedangkan batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan karena tekanan atau suhu yang tinggi. Proses perubahan batuan – batuan ini biasa disebut daur batuan.
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
8
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
Daur batuan berawal dari magma yang mendingin dan membeku yang kemudian menjadi batuan beku, proses ini dapat terjadi di bawah maupun di atas permukaan bumi. Batuan beku di permukaan bumi bersentuhan langsung dengan atmosfir setiap saat, maka perlahan-lahan akan terdisintegrasi dan terdekomposisi. Batuan ini kemudian mengalami penyesuaian untuk mencapai kesetimbangan dengan lingkungan baru dan mengalami pelapukan. Material hasil rombakan ini, yang terlepas dari batuan induknya ditransportasi oleh berbagai media seperti gravitasi, aliran air, gletser, angin, atau gelombang dan diendapkan sebagai sedimen atau endapan ditempat yang lebih rendah sebagai lapisanlapisan mendatar. Sedimen yang terbentuk tidak hanya sebagai hasil pelapukan saja. Ada proses erosi yang juga menghasilkan sedimen, melalui proses litifikasi sedimen ini berubah menjadi batuan sedimen. Jika batuan sedimen suatu saat berada jauh di bawah permukaan bumi dan dipengaruhi oleh tekanan yang besar dan suhu yang tinggi maka batuan sedimen akan berubah menjadi batuan metamorf (Sapiie dkk, 2006). Kulit bumi bagian terluar atau kerak bumi disusun oleh zat padat yang sehari-hari kita sebut batuan. Sedangkan batuan meliputi segala macam materi yang menyusun kerak bumi, baik padat maupun lepas seperti pasir dan debu. Umumnya batuan merupakan ramuan beberapa jenis mineral. Mineral adalah suatu zat (fasa) padat dari unsur (kimia) atau persenyawaan (kimia) yang dibentuk oleh proses-proses anorganik, dan mempunyai susunan kimiawi tertentu dan suatu penempatan atomatom secara beraturan di dalamnya atau dikenal sebagai struktur kristal. Kulit bumi bagian terluar atau kerak bumi disusun oleh zat padat yang
sehari-hari kita sebut batuan. Sedangkan batuan meliputi segala macam materi yang menyusun kerak bumi, baik padat maupun lepas seperti pasir dan debu. Umumnya batuan merupakan ramuan beberapa jenis mineral. Mineral adalah suatu zat (fasa) padat dari unsur (kimia) atau persenyawaan (kimia) yang dibentuk oleh proses-proses anorganik, dan mempunyai susunan kimiawi tertentu dan suatu penempatan atomatom secara beraturan di dalamnya atau dikenal sebagai struktur kristal. Sudah banyak sekali jenis batuan yang telah dikenal dan batuan tersebut disusun oleh mineral-mineral dari mineral utama, mineral penggiring sampai mineral sekunder.Mineralmineral tersebut dapat digolongkan dalam dua golongan besar yaitu :Golongan mineral utama dan mineral sekunder. Mineral-mineral utama penyusun kerak bumi disebut mineral pembentuk batuan terutama mineral golongan silikat. Golongan mineral yang berwarna tua disebut mineral mafik karena kaya magnesium atau besi. Sedangkan mineral yang berwarna muda disebut mineral felsik yang miskin akan unsur besi atau magnesium.Mineral felsik seperti kelompok mineral plagioklas dan KFeldspar yang merupakan penyusun terbanyak dan tersebar luas dalam batuan. Kedua kelompok mineral tersebut bila terubah akan menjadi karbonat, serisit, mineral lempung dan lain-lain (Graha, 1987). Beberapa mineral hitam yang sering dijumpai, ialah olivin, augit, hornblende dan biotit. Sedangkan mineral putih yang sering dijumpai adalah plagioklas, ortoklas, muskovit, kuarsa dan leusit. Mineral sekunder adalah mineralmineral yang dibentuk kemudian dari mineral-mineral utama oleh proses
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
9
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
pelapukan, sirkulasi air atau larutan dan metamorfosa. Suatu contoh yang baik adalah mineral klorrit yang biasanya terbentuk dari mineral biotit oleh proses pelapukan. Mineral ini terdapat pada batuan-batuan yang telah lapuk dan batuan sedimen juga batuan metamorf. Daur batuan berawal dari magma yang mendingin dan membeku yang kemudian menjadi batuan beku, proses ini dapat terjadi di bawah maupun di atas permukaan bumi. Batuan beku di permukaan bumi bersentuhan langsung dengan atmosfir setiap saat, maka perlahan-lahan akan terdisintegrasi dan terdekomposisi. Batuan ini kemudian mengalami penyesuaian untuk mencapai kesetimbangan dengan lingkungan baru dan mengalami pelapukan. Material hasil rombakan ini, yang terlepas dari batuan induknya ditransportasi oleh berbagai media seperti gravitasi, aliran air, gletser, angin, atau gelombang dan diendapkan sebagai sedimen atau endapan ditempat yang lebih rendah sebagai lapisanlapisan mendatar. Sedimen yang terbentuk tidak hanya sebagai hasil pelapukan saja. Ada proses erosi yang juga menghasilkan sedimen, melalui proses litifikasi sedimen ini berubah menjadi batuan sedimen. Jika batuan sedimen suatu saat berada jauh di bawah permukaan bumi dan dipengaruhi oleh tekanan yang besar dan suhu yang tinggi maka batuan sedimen akan berubah menjadi batuan metamorf (Sapiie dkk, 2006). Penggunaan XRD biasanya untuk membedakan antara material yang bersifat kristal dengan amorf, mengukur macam-macam keacakan dan penyimpangan kristal, mengkarakterisasi material kristal, dan mengidentifikasi mineral-mineral suatu bahan.
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakanselama 3 bulan, bertempat di Laboratorium Geofisika FMIPA Unlam Banjarbaru, dan Laboratorium Pusat Survei Geologi Bandung. Tempat pengambilan sampel di Sungai Aranio, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan (030 30,867’ LS 0 0 dan 114 59,899’ BT, 03 30,973’ LS dan 114059,939’ BT). Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah palu geologi, Global Positioning System (GPS), Plastik sampel, Kaca Preparat berfungsi, Sample, dan X-Ray Difractometer . Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batuan yang berasal dari Sungai Aranio Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Batuan yang dimabil sebanyak 4 sampel yang berasal dari 2 titk dengan perbedaan ketinggian. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian yang dilakukan untuk dan menganalisa komposisi mineralpada batuandari Sungai AranioKabupaten Banjar, Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut: (1) Pengambilan sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa batuan yang berasal dari Sungai Aranio Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Sebelum sampel diambil, terlebih dahulu ditentukan titik-titiknya menggunakan Global Positioning System (GPS), kemudian didapatkan dua titik yang ditentukan berdasarkan ciri fisik batuan yang tidak bersentuhan
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
10
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
langsung dengan air sungai. Sampel diambil dalam bentuk bongkahan dengan menggunakan palu geologi. Pada penelitian ini diambil 4 sampel dengan masing-masing titik sebanyak 2 sampel, titik 1 sampel 1A dan 1B, titik 2 sampel 2A dan 2B yang kemudian akan dilakukan pemotongan sehingga membentuk ukuran standar. (2) Preparasi Sampel XRD Tahap preparasi yaitu sampel batuan dilakukan penggerusan potongan batuan terlebih dahulu untuk membuat sampel bubuk. Penggerusan dilakukan dengan menggunakan lumpang. Tingkat kehalusan butir yang disyaratkan adalah berkisar antara 5 – 10 um atau sekitar 200 mesh. Kemudian sampel yang berupa bubuk tadi diambil, diratakan dan diletakkan pada sample holder untuk kemudian siap diuji. (3). Pengolahan Data XRD Pada pengolahan data sampel yang diuji berada pada kondisi diam
(statis). Sample holder diletakkan di dalam alat X-Ray Difraction ( XRD) dan komputer dijalankan.Peralatan utama XRD akan melakukan perekaman data spektrum XRD yang sesuai dengan parameter yang telah ditentukan. Jika perekaman data telah selesai, maka akan dilanjutkan dengan sampel selanjutnya. Proses interpretasi data dilakukan dengan komputer yang ada, yaitu menganalisis spektrum yang timbul dan muncul di layar komputer dan membandingkannya dengan data pada filepowder difraction. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisa X-Ray Difraction yang telah dilakukan terhadap 4 sampel (Sampel 1A, 1B, 2A, dan 2B) batuan yang berasal dari Sungai Aranio Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, maka diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Mineral Pada Sampel Batuan Dari Sungai Aranio, Kabupaten Banjar. Sampel
Jenis Mineral
1A
Magnesiohornblende
1B
Albite, calcian, ordered Quartz Phillipsite-K Muscovite (mika) Magnesiohornblende Albite, calcian, ordered Quartz Muscovite (mika) Phillipsite-K Chlorite-serpentine
Komponen Kimia
(Ca,Na)2.26(Mg,Fe,Al)5.15(Si,Al) 8O22(OH)2 (Na,Ca)Al(Si,Al)3O8 SiO2 Ca1.64K 2Si10.67Al5.33O32(H2O)12 KAl2(Si3Al)O10 (OH,F)2 (Ca,Na)2.26(Mg,Fe,Al)5.15(Si,Al) 8O22(OH)2 (Na,Ca)Al(Si,Al)3O8 SiO2 KAl2(Si3Al)O10(OH,F) 2 Ca1.64K 2Si10.67Al5.33O32(H2O)12 (Mg,Al)6(Si,Al)4O10(OH)8
Persentasi Jenis Mineral (%) * 27 30 17 14 12 14 29 21 8 15 13
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
11
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
Keterangan * Berdasarkan perbandingan bahan yang berbentuk kristal
Tabel 1. Lanjutan [
Sampel
Jenis Mineral
2A
Magnesiohornblende
2B
Albite, calcian, ordered Quartz Chlorite-serpentine Muscovite (mika) Magnesiohornblende Quartz Chlorite-serpentine Muscovite (mika) Amfibol
Komponen Kimia
(Ca,Na)2.26(Mg,Fe,Al)5.15(Si,Al) 8O22(OH)2 (Na,Ca)Al(Si,Al)3O8 SiO2 (Mg,Al)6(Si,Al)4O10(OH)8 KAl2(Si3Al)O10(OH,F) 2 (Ca,Na)2.26(Mg,Fe,Al)5.15(Si,Al) 8O22(OH)2 SiO2 (Mg,Al)6(Si,Al)4O10(OH)8 KAl2(Si3Al)O10(OH,F) 2 Ca2Al3(SiO4)(SiO7)O(OH)
Persentasi Jenis Mineral (%) * 20 13 28 31 8 28 42 21 4 5
Keterangan * Berdasarkan perbandingan bahan yang berbentuk kristal
Dari hasil uji mineralogi dengan alat X-Ray Difractometer didapatkan bahwa sampel batuan 1A memiliki komposisi mineral yaitu magnesiohornblende 27 %, albite, calcian 30 %, kuarsa 17 %, phillipsit-K 14 % dan muscovit (mika) 12 % serta memiliki permukaan yang masih alami dan belum banyak mengalami perubahan karena pengaruh dari luar. Sampel 1B memiliki komposisi mineral magnesiohornblende 14 %, albite, calcian 29 %, kuarsa 21 %, phillipsit-K 15 % dan muscovit (mika) 8 % dan ditambah adanya mineral chloritserpentin sebanyak 13 %. Komposisi mineral untuk sampel 2A adalah magnesiohornblende 20%, albite, calcian 13 %, kuarsa 28 %, chloritserpentin 31 % dan muscovit (mika) 8 % tetapi keterdapatan clay atau tanah pada sampel batuan ini tidak sebanyak pada sampel 1B, sedangkan untuk sampel 2B memiliki komposisi mineral yaitu magnesiohornblende 28 %, kuarsa 42 %, chlorite-serpentin 21 %, muscovit
(mika) 4 %, dan ditemukan adanya mineral amfibol 5 % serta permukaan batuan yang tidak dipengaruhi oleh clay atau tanah. Hasil uji mineralogi ini menunjukkan bahwa komposisi mineral yang terdapat pada ke empat sampel batuan tidak jauh berbeda, dimana mineral magnesiohorblende, quartz, dan muscovit (mika) terdapat dalam jumlah yang cukup banyak dibandingkan mineral lainnya. Mineral magnesiohornblende merupakan mineral tambahan yang biasa terdapat pada batuan beku dan batuan metamorf, sedangkan quartz atau kuarsa dan muscovit (mika) merupakan mineral yang telah berasal dari mineral awal seperti olivin dan anortit yang terbentuk pada temperatur tinggi, karena adanya perubahan lingkungan seperti pengaruh suhu maka mineral ini kemudian menjadi mineral kuarsa dan muscovite yang terbentuk pada temperatur rendah. Pada beberapa sampel ditemukan adanya kandungan chlorite-serpentine
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
12
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
dan amfibol yang merupakan mineral yang biasa terdapat pada batuan malihan (metamorf) dan berasal dari batuan beku, dimana batuan beku tersebut mengalami serpentinisasi dan pelapukan karena pengaruh suhu dan tekanan sehingga mineralnya berubah. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah 1. Batuan yang diambil dari Sungai Aranio, Kabupaten Banjar memiliki komposisi mineral diantaranya yaitu magnesiohornblende, albite, calcian, kuarsa, phillipsit-K dan muscovit (mika). 2. Mineral pada batuan tersebut menunjukkan bahwa batuan tersebut merupakan batuan beku yang sudah mengalami perubahan menjadi batuan malihan atau batuan metamorf akibat adanya pengaruh suhu dan tekanan yang tinggi sehingga mineralnya berubah.
DAFTAR PUSTAKA
Gaol,
K.L., H. Permana, A. Kadurasman, N.D. Hananto, D.D. Wardana, dan Y. Sudrajat. 2005. Model Gaya Berat Bobaris Meratus, Kalimantan Selatan, dan Implikasi Tektoniknya. www.hagi.or.id/download/JGeofis ika/2005_2/2005_2_1.pdf Graha. 1987. Batuan Dan Mineral. Nova. Bandung. Sapiie, B., N.A. Magetsari, A.H. Harsolumakso, dan C.I. Abdullah. 2006. Geologi Fisik . ITB. Bandung. Sikumbang, N.,danR. Heryanto. 1994. Peta Geologi Lembar Banjarmasin, Kalimantan 1: 250.000. P3G. Bandung. Wiryolukito, A. 2008. Pelatihan Teknik Difraksi Sinar X dan Pengukuran Tekstur . Laboratorium Teknik Metalurgi ITB. Bandung.
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
13
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
EVALUASI PERHITUNGAN PERKUATAN TEBING SUNGAIANDAI BANJARMASIN 1)
2)
Adi Susetyo Dermawan dan Rustam Heryadi 1,2 ) Staf Pengajar Fakultas Teknik Universitas Ahmad Yani
Salah salah satu upaya dari pemerintah dalam upaya menormalisasi sungai adalah dengan pembuatan tanggul/siring pembatas sungai, sebagai dukungan atas Peraturan Daerah No 31 Tahun 2012 tentang Penetapan, Pengaturan Pemanfaatan Sempadan Sungai Dan Bekas Sungai. Tujuan penelitian untuk mengetahui model perkuatan siring yang efektif digunakan, menghitung dimensi dan stabilitas siring yang diperlukan untuk perkuatan dan pengamanan tebing sungai.Lokasi berada di daerah aliran sungai Andai, dengan pembuatan tanggul/siring (leeve revetment) tipe pondasi rendah dengan perkuatan pancangan galam, untuk mendukung perkuatan dari tanggul/siring tersebut digunakan metode yang digunakan Mayerhoff untuk menghitung stabilitas daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir pada tanah.Hasil penelitian menghasilkan perkuatan tebing sungai adalah jenis perkuatan siring berbentuk trapesium dengan dimensi tinggi 1,75m, lebar 0,3m dan 0,8m serta panjang siring 2 km dengan pondasi pancangan galam 5 bh. Perhitungan stabilitas tanggultelah memenuhi syarat yaitu stabilitas geser (sliding) adalah Ff = 73,620 N > Fh = 64,921 N, yang berarti mampu melawan geser (Aman), stabilitas guling (overturning )adalah 73,620 N > 27.0504 N , yang berarti mampu melawan guling terhadap titik A (Aman), dan stabilitas penurunan (downing) pada kedalaman pancangan galam 5m adalah 2301,1 kg >2018,55 kg, yang berarti tidak dapat menahan tekanan terhadap tanggul (tidak aman).Dengan mengetahui model dan perhitungan stabilitas siring tersebut diharapkan dapat berguna untuk studi kelayakan dari siring yang telah dibuat tersebut. Keyword: geser, guling, penurunan, tebing PENDAHULUAN
Kota Banjarmasin dikenal dengan sebutan kota seribu sungai dikarenakan banyaknya sungai besar dan sungaisungai kecil yang tersebar di seluruh Wilayah Kalimantan Selatan khususnya Kota Banjarmasin. Menurut data letak geografis Kota Banjarmasin terletak pada 3°15' sampai 3°22' Lintang Selatan dan 114°32' Bujur Timur, ketinggian tanah asli berada pada 0,16 m dibawah permukaan laut dan hampir seluruh wilayah digenangi air pada saat pasang. Kondisi Kota Banjarmasin dipengaruhi oleh pasang surut air laut Jawa, sehingga berpengaruh pada drainase kota dan memberikan ciri khas tersendiri terhadap kehidupan
masyarakat, terutama pemanfaatan sungai sebagai salah satu prasarana transportasi air, parawisata, perikanan dan perdagangan. Pesatnya pem bangunan cukup menimbulkan dampak negatif bagi keberadaan sungai yang ada di Kota Banjarmasin. Banyak sungai semakin sempit, dangkal, bahkan mati dan tidak berfungsi lagi akibat banyaknya bangunan yang menutupi badan sungai. Tidak banyak lagi sungai yang bisa menjadi jalur transportasi karena jangankan dilalui oleh klotok dan kapal barang, jukung pun tidak lagi dapat mengambang di permukaan sungai akibat pendangkalan.Oleh karena itu, pentingnya menorma-lisasikan lagi sungai-sungai alam baik itu sungai besar maupun sungai-sungai kecil yang
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
14
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
tersebar di seluruh kota Banjarmasin yang sebagian sudah mulai tertutup, dangkal dan bahkan hilang akan membuat hidup lagi aktifitas masyarakat yang dulunya menjadikan sungai sebagai alat transportasi utama dan merupakan jalur sentral dalam pergerakan roda perekonomian kota pada masa lalu. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jenis perkuatan yang yang digunakan untuk perkuatan tebing dan menganalisis perhitungan stabilitas tanggul/dinding penahan sungai agar aman dari tergeser (sliding),terguling (overturning) dan penurunan (downing). METODE PENELITIAN
Lokasi yang digunakan adalah Sungai Andai yang berada antara Sungai Awang dengan Sungai Gampa dan tembus ke arah Sungai Lokbuntar dan di teruskan ke arah sungai Alalak sebagai anak sungai dari sungai Martapura.
Pengumpulan Data Lapangan Sungai Andai dengan kategori sungai kecil, dengantanah rawa, arus sungai disana dipengaruhi oleh arus pasang surut yang berasal dari Sungai Martapura dan Sungai Barito dengan arus sedang yang mengikuti alur pasang surut sungai. Data Teknis Sungai Total panjang sungai adalah 5Km Panjang sungai yang bisa dilalui adalah 2.5 Km Lebar sungai = 18-25m Kedalaman Rata-Rata = 6m Kecepatan Minimal Arus Sungai Andai = 0.068 m/s Kecepatan Maksimal Arus Sungai Andai = 0.098 m/s Kecepatan Rata-Rata Arus Sungai Andai = 0.0831 m/s Skema kedalaman sungai disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema kedalaman sungai Analisa Data Daridata-data yang di kumpulkandapat ditarik kesimpulan jenis perkuatan dinding bantaran sungai yang cocok pada kondisi lapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkuatan dinding bantaran sungai yang cocok pada kondisi lapangan.adalah jenis dinding dengan profil trapesium siku-siku dengan bahan batu gunung, yang dipasangkan dengan pancangan.
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
15
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
Data Lapangan Skema data lapangan disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema data lapangan Detail Perencanaan Siring Penahan Detail perencanaan siring penahan disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Detail Siring Analisa Perhitungan Stabilitas Dinding Penahan Sungai Struktur dinding penahan dan batu gunung ( gravitywall ) dengan pembebanan berat sendiri dengan profiltrapesiumsiku seperti pada Gambar 3 rencana detail dindingpenahan sungai sebagai salah satu solusi untukkeadaan sebenarnya di lapanganDengan data sebagaiberikut:
Volume dinding penahan: L = P x ι
= 1,75 x 0,3 = 0,525 m2 L = ½a x t = ½ 0,5 x 1,75 = 0,4375 m2 ~ 0,525 m 2 + 0,4375 m 2 =0,9625 x 1 V prisma = 0,9625m 3 Berat jenis dari pasangan batu gunung adalah : ρ=2200 kg/m3 Jadi 0,9625m3 x2200 m3 , Berat volume dinding=2117,5 kg Skema volume dinding penahan secara sederhana disajikan pada Gambar 4.
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
16
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
= 0,00785 x 0,10 = 0,0785 m 3 Jadi Volume precast adalah 0,1550,0785 =0,0765m 3 Skema volume precast disajikan pada Gambar 5.
Gambar 4. Skema penahan
volume
dinding
Volume precast: a. V = p.l.t = 1 x 0,1 x0,25 = 0,025m 3 b. V = p.l.t = 1 x 0,1 x0,8 = 0,08m 3 c. V = p.l.t = 1 x 0,1 x0,5 = 0,05m3 Volume precast : V = p.l.t V = 0,025+0,08+0,05 =0,155m 3 luas lubang pada precast :
l
= ¼.π .D2 = 0,25 x 3,14 x 0,10 2 = 0,00785 m 2 V = l.t
Gambar 5. Skema volume precast Berat jenis dari beton bertulang adalah ρ= 2400 kg/m3 Jadi berat Volume Precast 3 3 0,0765m x 2400kg/m =1,836 kg Total berat volume bahan antara precast dan dinding penahan adalah: 2117,5 kg+1,836 kg = 2301,1 kg atauTvwall = 2,3011 ton Muatan/beban tebing disajikan pada Tabel 1.
sungai
Tabel 1. Muatan/beban tebing sungai NO KETERANGAN 1 Volume precast 2 Volume dinding penahan 3
Total berat volume bahan dinding siring
4 Massa Jenis air, 5 Kecepatan rata-rata arus sungai andai 6 Ketinggian air max pada rencana dinding penahan 7 Lebar bawah tanggul 8 Berat jenis dari beton bertulang 9 Berat jenis dari pasangan batu gunung 10 Gravitasi Sumber : Hasil perhitungan. 2015
MUATAN/BEBAN V precast =0,0765m V prisma = 0,9625m Tvwall 2,3011 ton μ = 0,4 ρair = 1000 kg/m Ʃ sungai = 0 ,0831 m/s h = 1.25m b = 0.80m ρ= 2400 kg/m3 ρ=2200kg/m3 g = 10 m/s
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
17
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
Analisa perhitungan stabilitas konstruksi sebagai berikut: 1. Stabilitas dinding tanggul terhadap gaya geser (Sliding). Besar gaya hidrostatis yang diberikan oleh air sungai adalah: Fh = ½ .ρair .Ʃ sungai . h2 Fh = ½ .1000 kg/m 3.0,0831 m/s 2. (1,25m)2 Fh = 64,921 N Dengan ukuran tanggul V prisma= 0,9625m3 maka dihasilkan gaya berat pada tanggul yang berupa gaya gravitasi dengan perumusan sebagai berikut: W = mwall .g W = Tvwall .V prisma Ʃ . sungai Jika Tvwall = 2,3011 ton, maka besar gaya gravitasinya: Gravitasi: g = 10 m/s2 W = 2,3011 . 10 3 kg/m3 . 0,9625 m3. 0,0831 m/s 2 W = 184,050 N Maka tanggul yang diberi gaya hidrostatis oleh air akan memberikan gaya reaksi berupa gaya friksi yang besarnya: Ff = µ . W Untuk Tvwall = 2,3011 ton, maka besar gaya friksinya: Ff = µ . W = 0,4 . 184,050 N Ff = 73,620 N Sehingga stabilitas dinding tanggul terhadap geser (sliding) : Seharusnya Ff ≥ Fh melawan geser Ff = 73,620 N ≥ Fh = 64,921 N melawan geser (Aman) 2.
Stabilitas dinding tanggul terhadap gaya guling(Overturning). W .½ . b > Fh .1 / 3 .h melawan guling terhadap titik A Untuk Tvwall = 2,3011 ton , stabilitas dinding tanggul terhadap guling : ~W .½ . b=184,050 N. ½ .0,8m=73,620 N
~Fh .1 / 3. h =64,921 N .1 / 3 . 1,25= 27.0504 N W .½ . b >Fh . 1 / 3 .h 73,620 N > 27.0504 N melawan guling terhadap titik A (Aman) Dapat disimpulkan tanggul akan tahan terhadap gaya guling(overturning)dan gaya geser (sliding)karena besar gaya friksinya lebih besar dari gaya hirostatis yang diterimanya. 3.
Stabilitas dinding tanggul terhadap gaya penurunan/ambles( Downing). Jika kita gunakan berat tanggul Tvwall =2301,1 kg maka berat siring haruslah lebih kecil atau sama dengan berat daya dukung tanah.
ρtanah(daya Dengan kata lain Tvwall ≤ dukung tanah) Perhitungan daya dukung tanah dengan kedalaman pancangan galam5m:
Qult =
+ + +
+
=
=
=26,16+376,8 =402,96+0,75 =403,71x5 =2018,55kg
ρtanah(daya dukung tanah) Tvwall ≤ 2301,1 kg >2018,55 kg tidak dapat menahantekanan terhadap tanggul ( tidak aman)
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
18
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
Perhitungan daya dukung tanah dengan kedalaman pancangan galam 6m: Qult =
+ + +
=
+ =26,16+439,6 =465,76+0,75 =466,51x5 =2332,55kg/m3
ρtanah(daya dukung tanah) Tvwall ≤ apat 2301,1 kg <2332,55 kg d menahantekanan terhadap tanggul (Aman) KESIMPULAN
Perkuatan yang dipakai untuk tebing sungai adalah jenis perkuatan siring berbentuk trapesium dengan dimensi tinggi 1.75m, lebar atas 0.3m dan lebar bawah 0.8m serta panjang sirng 2km dengan pondasi pancangan galam 5bh panjang 6m.Perhitungan mengenai stabilitas tanggul/siring penahan sungai telah memenuhi syarat yaitu a. Stabilitas geser (sliding)adalah Ff = 73,620 N > Fh = 64,921 N, yang
berarti mampu melawan geser (Aman). b. Stabilitas guling (overturning) adalah 73,620 N > 27.0504 N, yang berarti mampu melawan guling terhadap titik A (Aman) c. Stabilitas penurunan(downing) pada kedalaman pancangan galam 5m adalah 2301,1 kg >2018,55 kg, yang berartitidak dapat menahantekanan terhadap tanggul (tidak aman) DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. 1978. Ilmu Bangunan Air 1. A.K. A. Jakarta. Hidayat, S.T., dan Chusnul. 2015. Analisis Stabilitas Tabat Beton. Banjarmasin http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/file s/ld/2010/KotaBanjarmasin-20101,20-11-2015, 18.15PM. http://ejurnal.poliban.ac.id/index.php/po rosteknik/article/view/196,20-112015, 19.00PM. Sunggono, K.H. 1995. Buku Teknik Sipil .Penerbit Nova.Bandung. Oktaviani, D.S. 2014. Laporan Pengantar Rekayasa Dan Desain Pembuatan Tanggul . Bandung. Pemerintah Kota Banjarmasin.2012. Dinas Sumber Daya Air Dan Drainase, Peraturan Daerah Kota Banjarmasin No 31 Tahun 2012, Banjarmasin. SOMIF Borneo Perkasa.2015. Laporan Hasil Penyelidikan Tanah, Banjarmasin.
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
19
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
EFEKTIFITAS METODE PENGERINGAN PADA PEMBUATAN SIMPLISIA AKAR PASAK BUMI (E urycoma longifolia Radix) Cica Riyani Staf Pengajar Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Politeknik Muara Teweh e-mail :
[email protected] ABSTRAK
Pasak bumi( Eurycoma longifoliaJack) merupakan salah satu jenis tanaman obat. Bagian tanaman ini yang dimanfaatkan adalah akarnya. Akar pasak bumi dapat dibuat menjadi sediaan herbal berupa simplisia. Dalam membuat simplisia akar pasak bumi diperlukan proses pengeringan yang sangat berpengaruh terhadap simplisia tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pengeringan dengan metode pengeringan panas buatan (oven) dan panas matahari. Selain itu juga untuk mengetahui pengeruh pengeringan dengan panas matahari pada simplisia komersial produksi Sari akar Muara Teweh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan (eksperimen) dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Terdapat 4 (empat) perlakukan : Pengeringan oven pada suhu 40oC, 50oC, 60oC dan panas matahari (M). Hasil penelitian menunjukan metode pengeringan tidak berpengaruh pada kadar abu total simplisia namun berpengaruh nyata pada susut bobot, kadar air dan warna simplisia. Warna simplisia pada perlakuan panas buatan lebih cerah dari pada panas dengan matahari. Susut bobot simplisia lebih tinggi pada perlakuan pengeringan panas buatan (T6 42,7) dan terendah pada panas matahari (M 35,1 %). Kadar air dari perlakuan pengeringan panas buatan termasuk kedalam persyaratan simplisia (≤ 10%) yaitu T40 7,34%, T50 6% dan T60 6,34%. Sedangkan perlakuan dengan panas matahari (M) 14%. Kadar abu pada masing-masing perlakuan berturutturut T40 2%, T50 1,6 %, T60 1,8 % dan M 1,6%. Semua perlakuan termasuk dalam persyaratan MMI untuk kadar abu simplisia akar pasak bumi (≤ 3%). Untuk penelitian pada simplisia komersial produksi Sari Akar Muara Teweh, kadar ai 11 % dan kadar abu 1,6%. Kata Kunci : Pasak bumi, Simplisia, Pengeringan PENDAHULUAN
Tanaman obat adalah tanaman yang mempunyai khasiat dan dapat digunakan sebagai obat. Penggunaan tanaman obat merupakan alternatif pengobatan secara alami. Cara ini diketahui aman dan tidak berbahaya karena menggunakan bahan alami. Pemanfaatan tanaman obat terus berkembang seiring dengan pemahaman masyarakat untuk menggunakan
bahanalami (back to nature) untuk pengobatan. Tanaman obat yang berkembang di Indonesia sangat melimpah tetapi pemanfaatannya masih terbatas dikonsumsi secara segar, sehingga dibutuhkan teknologi pengolahan untuk dapat memaksimalkan pemanfaatannya. Pemanfaatan yang maksimal dari berbagai tanaman obat ini masih dirasa kurang beredar di masyarakat. Teknologi pengolahan dan penanganan untuk berbagai macam obat dengan
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
20
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
pemanfaatan tanaman obat merupakan peningkatan nilai tambah dari tanaman yang dimaksud (Rudi, 2001). Salah satu tanaman obat potensial yang terdapat di Kalimantan Tengah khusunya di Kabupaten Barito Utara adalah tanaman pasak bumi ( Eurycoma longifolia Jack). Tanaman ini yang dimanfaatkan adalah bagian akarnya. Tanaman ini mempunyai komponen kimia :Fenol, tanin, polisakarida, glokoprotein, dan mukopolisakarida. Dengan kandungan tersebut, akar pasak bumi dapat berkhasiat untuk afrodisiak, demam, tonikum, anti piretik, disentri, sakit kepala, sakit perut. Pengolahan akar pasak bumi untuk dimanfaatkan sebagai tanaman obat dapat dilakukan dengan cara yang sederhana. Bentuk sediaan yang dapat diolah adalah simplisianya. Menurut Azizah (2008), simplisiaialahbahanalamiyangdigunaka nuntukobatdanbelum mengalamiperubahanprosesapapun,dan kecualidinyatakanlainumumnya berupabahanyangtelahdikeringkan. Tahapan dalam pengolahan simplisia meliputi pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucuian, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering dan pengemasan. Dan simplisia yang dihasilkan harus diuji mutunya dan disesuaikan dengan persyaratan tanaman obat berdasarkan Meteria Medika Indonesia (MMI). Dalam membuat simplisia akar pasak bumi ( Eurycoma longifolia Radix) memerlukan proses pengeringan yang tepat sehingga memenuhi standar persyaratan untuk simplisia. Tujuanutamaprosespengeringansimplisi aialah: menurunkankadarairsehinggabahanterse buttidakmudahditumbuhikapangdanbakt eri, menghilangkanaktivitasenzimyangbisa menguraikanlebihlanjutkandunganzat
aktif, memudahkandalamhalpengelolaanprose sselanjutnya(ringkas,mudahdisimpan,ta han lama). Menurut herawati dkk (2012), bahwa simplisia yang baik memiliki kadar air ≤ 10% begitu pula menurut BPOM (2014) untuk obat herbal rajangan yang diseduh dengan air panas sebelum digunakan kadar airnya adalah ≤ 10%. Untuk memperoleh kadar air yang memenuhi standar maka perlu dilakukan penelitian metode pengeringan yang tepat untuk menghasilkan simplisia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas metode pengeringan dengan perlakuan pengeringan panas buatan dengan menggunakan oven dan pengeringan dengan panas matahari. Selain itu penelitian ini juga menguji simplisia komersial produksi Sari Akar Muara Teweh. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menentukan metode yang tepat dalam menghasilkan simplisia akar pasak bumi. METODE PENELITIAN
Bahan yang digunakan akar pasak bumi berasal dari Muara Teweh, air, dan siplisia akar pasak bumi produksi Sari Akar Muara Teweh. Peralatan yang digunakan adalah muffle furnace, oven, cawan porselin, timbangan digital, nampan, pisau, pengukur dan desikator. Rancangan Percobaan Menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Terdapat 4 (empat) perlakukan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 12 satuan percobaan. Adapun perlakuan dalam penelitian ini adalah : T40 = Panas buatan suhu 40 oC T50 = Panas buatan suhu 50 oC T60 = Panas buatan suhu 60 oC
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
21
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
M = Panas matahari Prosedur Kerja Tahapan pembuatan simplisia Akar pasak bumi yang diperoleh dari tanaman koleksi Muara Teweh dibersihkan sampai tidak terdapat kotoran yang menempel, selanjutnya dikering anginkan dan dilakukan pengecilan ukuran dengan memotong akar dengan ukuran tebal 2 mm. Potongan akar tersebut di timbang sebanyak 20 gram untuk masing-masing perlakuan. Untuk panas buatan menggunakan oven waktu pengeringan selama 8 jam sedangkan untuk panas matahari selama 3 hari selama 7 jam.
Kadar abu total Sebanyak 2 gram simplisia ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus porselen yang telah dipijarkan dan ditara, kemudian dipijarkan perlahanlahan menggunakan muffle furnace hingga arang habis, didinginkan dan ditimbang. Kadar abu total dihitung terhadap berat ekstrak, dan dinyatakan dalam % b/b.
Pengujian Simplisia Susut bobot Akar pasak bumi ditimbang sebanyak 20 gram, kemudian dikeringkan pada masing-masing perlakuan. Hasil pengeringan kemudian ditimbang kembali dan diperoleh susut bobot simplisia Warna simplisia Simplisia hasil perlakuan dari panas buatan dan panas matahari dibandingkan tingkat kecerahan warnanya. Kadar air 1 gram simplisia ditimbang seksama dan dimasukkan ke dalam krus porselen yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105 oC selama 30 menit dan telah ditara. Simplisia diratakan dalam krus porselen dengan menggoyangkan krus hingga merata. Masukkan ke dalam oven, panaskan pada temperatur 105 oC selama 3 jam, setelah waktu pengeringan selesai masukan cawan dlam desikator dan kemudian ditimbang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data hasil pengujian selanjutnya dianalisa dengan analisa ragam (anova).
Pasak Bumi Tanaman herbal yang diolah menjadi simplisia pada penelitian ini adalah pasak bumi. Pasak bumi ini diperoleh dari tanaman koleksi yang dikelola oleh masyarakat di Muara Teweh. Pasak bumi yang diolah disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Akar pasak bumi Pengolahan simplisia diawali dari pengumpulan bahan baku yang selanjutnya diolah melalui tahapan pencucian, pengubahan bentuk dan pengeringan. Untuk proses pencucian dilakukan sampai akar bersih dan tidak terdapat kotoran yang melekat pada akar. Tahap selanjutnya adalah pengubahan bentuk. Pengubahan bentuk akan berpengaruh terhadap proses pengeringan. Menurut Azizah (2008), bahwa Pada dasarnya tujuan
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
22
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
pengubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan maka proses pengeringan baku akan semakin cepat. Untuk akar pengubahan bentuk dengan pemotongan. Pada penelitian ini, akar pasak bumi dipotong dengan ukuran ketebalan 2-3 mm seperti pada Gambar 2.
Gambar 3. Ukuran simplisa akar pasak bumi Warna Simplisia Warna simplisia terlihat berbeda antara perlakuan pengeringan panas buatan (oven) dan panas matahari. Perbedaan warna terlihat dari tingkat kecerahan simplisia. Warna pada perlakuan panas buatan lebih cerah dibandingkan dengan panas matahari (Gambar 4). Dari perbedaan warna dapat diketahui bahwa pengeringan dengan panas matahari memerikan efek gelap jika dibandingkan dengan panas buatan. Hal tersebut disebabkan terdapatnya sinar UV pada panas matahari membuat warna simplisia menjadi lebih gelap.
Gambar 4. Warna simplisia berdasarkan metode pengeringan
Susut Bobot Simplisia Dari hasil penelitian, diperoleh data susut bobot simplisia (gambar 5). Data menunjukan bahwa metode pengeringan berpengaruh nyata terhadap susut bobot simplisia. Nilai susut bobot tertinggi pada perlakuan T60 (42,7%) dan terendah pada perlakuan panas matahari (M) (35,1%). Hal tersebut memberikan gambaran bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka akan semakin banyak air yang menguap dan semakin besar kehilangan bobot, hal tersebut sesuai dengan pendapat Winangsih (2013), bahwa suhu pengeringan yang digunakan mempengaruhi lama pengeringan, semakin tinggi suhu pengeringan semakin cepat proses transpirasi di dalamnya .
Gambar 5. Grafik susut bobot simplisia Kadar Air Proses pengeringan yang dilakukan pada pembuatan simplisia bertujuan untuk mengurangi kadar air dari bahan simplisia. Kadar air dapat mempengaruhi kualitas simplisia seperti mudah terkontaminasi mikroba dan fisik simplisia menjadi rusak. Menurut Ma’mun dkk (2006) bahwa ka ndungan air yang tinggi dalam suatu bahan dapat mendorong terjadinya reaksi enzimatik yang mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan kimia. Perubahan
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
23
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
komposisi kimia terutama pada senyawa-senyawa berkasiat dapat menurunkan mutu simplisia yang dihasilkan. Disamping itu kandungan air yang tinggi merupakan media bagi tumbuhnya mikroorganisme atau jamur yang dapat mencemari bahan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan pengeringan berpengaruh nyata terhadap kadar air masing-masing simplisia. Kadar Air tertinggi pada perlakuan panas matahari (M) dan terendah pada perlakuan T60 (Gambar 6). Adanya perbedaan nilai dari masingmasing perlakuan dapat disebabkan karena panas matahari tidak konstan dan panas buatan stabil dan merata. Dalam membuat simplisia, kadar air yang ditetapkan untuk menjaga mutu simplisia adalah ≤ 10 % . Menurut Katno (2008) bahwa persyaratan kadar air untuk mencegah terjadinya reaksi enzimatis dan pertumbuhan jamur dan bakteri , terutama untuk simplisia nabati adalah kurang dari 10 %. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan denan panas buatan menghasilkan nilai kadar air yang sesuai dengan persyaratan simplisia.
Gambar 6. Kadar air simplisia Sedangkan untuk kadar air simplisia komersial produksi sari akar Muara Teweh adalah 11 %. Berdasarkan informasi dari pihak
produksi bahwa metode pengeringan yang digunakan adalah dengan panas matahari yang dijemur sekitar 1 minggu dan menyesuaikan dengan kondisi suhu disetiap harinya. Untuk bahan yang diuji pada penelitian ini adalah simplisia dengan umur simpan sekitar 30hari setelah pengeringan. Tampilan dari simplisia disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Simplisia akar pasak bumi produksi Sari akar muara teweh Kadar Abu Total Penetapan kadar abu total merupakan persyaratan yang harus dilakukan dalam membuat simplisia. Penetapan kadar abu akan memberikan informasi kepada konsumen apakah simplisia ini layak atau untuk dikonsumsi. Menurut Feri (2006) bahwa kadar abu menggambarkan jumlah kandungan logam dalam tanaman. Jika simplisia yang dihasilkan kadar abunya di atas ketentuan maka simplisia dikategorikan tidak aman (tercemar). Hal tersebut telah disampaikan oleh Ma’mun dkk (2006) bahwa kadar a bu menjadi indikator terhadap cemaran bahan anorganik. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu. Perlakuan pengeringan dan panas buatan dan panas matahari menunjukan kadar abu berkisar antara 1,6 % - 2 % (Gambar 8) dan penelitian terhadap simplisia komersial produksi Sari Akar Muara
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
24
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
Teweh, diketahui kadar abu 1,6%. Menurut standar mutu Materia Medika Indonesia (MMI) bahwa kadar abu untuk simplisia akar pasak bumi adalah 3%. Hasil yang diperoleh dari semua perlakuan menunjukkan bahwa cemaran bahan anorganik yang ada relatif kecil, ini menunjukkan bahwa proses pengeringan yang dilakukan sudah cukup baik.
Gambar 8. Kadar abu simplisia KESIMPULAN
Metodepengeringan memiliki pengaruh terhadap pembuatan simplisia akar pasak bumi.Perlakuan pengeringan dengan menggunakan panas buatan dan panas matahari berpengaruh nyata pada warna, susut bobot dan kadar airsimplisia. Warna simplisia pada perlakuan panas buatan lebih cerah dari pada panas dengan matahari. Susut bobot simplisia lebih tinggi pada perlakuan pengeringan panas buatan (T6 42,7) dan terendah pada panas matahari (M 35,1 %). Kadar air dari perlakuan pengeringan panas buatan termasuk kedalam persyaratan simplisia (≤ 10%) yaitu T40 7,34%, T50 6% dan T60 6,34%. Sedangkan perlakuan dengan panas matahari (M) 14%. Untuk kadar abu total simplisia, nilainya tidak dipengaruhi oleh metode pengeringan. Kadar abu pada masing-masing perlakuan berturut-turut T40 2%, T50
1,6 %, T60 1,8 % dan M 1,6%. Semua perlakuan termasuk dalam persyaratan MMI untuk kadar abu simplisia akar pasak bumi (≤ 3%). Untuk penelitian pada simplisia komersial produksi Sari Akar Muara Teweh, kadar ai 11 % dan kadar abu 1,6%. DAFTAR PUSTAKA
Azizah, N. 2008. Produksi Tanaman Obat dan Aromatik . Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya Malang. BPOM. 2014. Persyaratan Mutu Obat Tradisional.Badan Pengawas Obat Dan Makanan. Republik Indonesia. Jakarta. Feri M. 2006. Pengaruh Cara Pengeringan Terhadap Mutu Simplisia Sambiloto. Bul. Littro. 17 (1) : 1 – 5. Herawati, D., L. Nuraida, dan Sumarto. 2012. Cara Produksi Simplisia Yang Baik . Seafast Center. Institut Pertanian Bogor. Katno. 2008. Pengelolaan Pascapanen Tanaman Obat . Balai Besar Penelitian dan Pengembangan tanaman obat dan obat tradisional. Depkes. Ma’mun, S., dkk. 2006. Teknik Pembuatan Simplisia Dan Ekstrak Purwoceng . Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik .Hal : 1-11. Rudi, T. 2001. Teknologi Pascapanen Tanaman Obat . Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Winangsih, E. Prihastanti, dan S. Parman. 2013. Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kualitas Simplisia Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum L.). Buletin Anatomi dan Fisiologi21 (1) :19-25.
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
25
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN KECOMBRANG (E tlingera elatior (Jack) R.M. Smith) TERHADAP BAKTERI Bacillus cereus DAN E scherichia coli MENGGUNAKAN METODE DIFUSI SUMUR
Eko Kusumawati Staf Pengajar Jurusan Biologi FMIPA UNMUL Samarinda ABSTRAK Penelitian uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kecombrang ( Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith) terhadap bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kecombrang terhadap pertumbuhan bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli dengan menggunakan metode difusi sumur. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak daun kecombrang yang dibuat dengan cara remaserasi menggunakan pelarut etanol 95%, DMSO sebagai kontrol negatif dan kloramfenikol sebagai kontrol positif. Uji aktivitas antibakteri dilakukan pada sepuluh konsentrasi ekstrak yaitu 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90% dan 100%. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol daun kecombrang menghasilkan diameter zona hambat pada bakteri Bacillus cereus yaitu 15 mm; 16,3 mm; 17 mm; 17,7 mm; 18,7 mm; 19,3 mm; 19,7 mm;20 mm; 20,3 mm dan 21,3 mm, untuk kontrol negatif 6 mm dan kontrol positif 31 mm. Untuk diameter zona hambat pada bakteri Escherichia coli berturut-turut adalah 15,7 mm; 16,7 mm; 17 mm; 17,3 mm; 17,7 mm; 18,3 mm; 18,7 mm; 19,3 mm; 19,7 mm dan 20,3 mm, untuk kontrol negatif 6 mm dan kontrol positif 30,7 mm. Peningkatan konsentrasi ekstrak etanol daun kecombrang menghasilkan diameter daya hambat yang semakin besar.
Kata kunci : ekstrak etanol, daun kecombrang, aktivitas antibakteri, metode difusi sumur, Bacillus cereus dan Escheria coli PENDAHULUAN
Kecombrang ( Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith) merupakan tumbuhan jenis rempah-rempah yang dikenal oleh masyarakat Indonesia secara turun-temurun digunakan sebagai bumbu masak dan sebagai obat tradisional. Kecombarang menyukai tempat-tempat yang lembab dan sedikit naungan. Dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan ketinggian antara 0-1000 meter dpl. Perbanyakan tanaman menggunakan anakan. Pemeliharaan tanaman ini sangat mudah, yakni cukup dengan menjaga kelembaban tanah dan sedikit suplai unsur hara berupa pupuk organik. (Winarto, 2003). Tanaman
tropis tahunan ini tumbuh merumpun dalam susunan tanaman yang tidak terlalu rapat. Bunga berwarna merah, tumbuh diantara rumpun, tegak di atas batang yang panjangnya 0,8-2,2 m, meyerupai gada. Buah kecombrang mirip nanas, berwarna merah muda-tua, dan tidak bermahkota. Kecombrang akan berbunga dan berbuah setelah berumur dua tahun (Lestari, 2008). Berdasarkan hasil penelitian Sukandar (2010) tentang karakterisasi senyawa antibakteri ekstrak air daun kecombrang ( Etlingera elatior), dari hasil analisa GCMS, sedikitnya ada 5 golongan senyawa utama yang terkandung dalam ekstrak air daun kecombrang, yaitu alkana, alkohol,
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
26
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
keton, amida dan fenol. Rosadi (2014) menambahkan bahwa kandungan kimia daun kecombrang adalah tanin, flavonoid dan saponin. Penelitian yang dilakukan McKeen et al., (1997) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun tanaman kecombrang ini memiliki kemampuan membunuh mikroba secara kualitatif dengan metode kertas cakram dan secara kuantitatif dengan metode dilusi cair terhadap bakteri Gram positif ( Bacillus cereus dan Bacillus dan Gram negatif megatrium) ( Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa). Menurut Madigan dkk (2009), berdasarkan sifat toksisitas selektifnya, senyawa antimikrobia mempunyai tiga macam efek terhadap pertumbuhan mikrobia yaitu 1) bakteriostatik memberikan efek dengan cara menghambat pertumbuhan tetapi tidak membunuh, ditunjukkan dengan penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik didapatkan jumlah sel total maupun jumlah sel hidup adalah tetap; 2) bakteriosidal memberikan efek dengan cara membunuh sel tetapi tidak terjadi lisis sel atau pecah sel, ditunjukkan dengan penambahan antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik didapatkan jumlah sel total tetap sedangkan jumlah sel hidup menurun; dan 3) bakteriolitik menyebabkan sel menjadi lisis atau pecah sel sehingga jumlah sel berkurang atau terjadi kekeruhan setelah penambahan antimikrobia, ditunjukkan dengan penambahan antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik didapatkan jumlah sel total maupun jumlah sel hidup menurun. Uji antibakteri adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan efisien dengan melibatkan hasil metabolisme sekunder. Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi, dilakukan dengan
mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak. Syarat jumlah bakteri untuk uji kepekaan/sensitivitas yaitu 105-108 CFU/mL (Hermawan dkk., 2007). Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan. Metode difusi dapat dilakukan dengan cara metode lubang/sumur. Metode lubang/sumur yaitu membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang diinjeksikan dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling lubang (Kusmayati dan Agustini, 2007). Berdasarkan uraian di atas, dalam rangka pengembangan senyawa yang berasal dari tanaman tradisional yang memiliki aktivitas antibakteri, maka perlu dilakukan penelitian tentang uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kecombrang ( Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith) terhadap bakteri yang berpotensi membahayakan bagi kesehatan dan bersifat patogen seperti Bacillus cereus dan Escherichia coli dengan menggunakan etanol 95% sebagai larutan penyari dan menggunakan metode yang berbeda dari penelitian sebelumnya yaitu metode difusi sumur. METODE PENELITIAN Objek Penelitian Objek penelitian adalah daun kecombrang yang akan dibuat dalam bentuk ekstrak dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90% dan 100% selanjutnya diujikan terhadap bakteri Bacillus cereus dan
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
27
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
Escherichia coli menggunakan media Nutrient Agar (NA). Sampel dan Teknik Sampling Sampel yang digunakan yaitu daun kecombrang yang berwarna hijau tua yang dipetik langsung dari pohonnya, diambil di daerah Kelurahan Air Putih, Samarinda. Panen dilakukan pada pagi hari dan dipetik dari beberapa pohon. Prosedur Penelitian Pembuatan ekstrak etanol simplisia daun Kecombrang
Daun kecombrang dicuci bersih, ditiriskan, selanjutnya dikeringkan dengan cara diangin-anginkankan selama 1 minggu. Setelah itu dirajang dan dibuat serbuk dengan cara diblender kemudian diayak dengan menggunakan ayakan mesh 40. Pembuatan ekstrak etanol serbuk simplisia daun kecombrang dilakukan secara remaserasi dengan cara menimbang simplisia serbukan daun Kecombrang sebanyak 200 g. Selanjutnya dimasukkan sampel ke dalam toples kaca, ditambahkan 1 L etanol 95% kemudian diaduk selama 6 jam pertama lalu didiamkan selama 24 jam. Disaring ekstrak yang diperoleh menggunakan kertas saring. Ampas dimaserasi kembali dengan 1 L etanol 95%, kemudian diaduk selama 6 jam pertama, lalu didiamkan kembali selama 24 jam. Ekstrak yang diperoleh disaring dengan kertas saring, kemudian ekstrak yang didapat dipekatkan dengan cara diuapkan. Ekstrak yang telah dikentalkan dimasukkan ke dalam wadah dan ditimbang. Pengujian aktivitas antibakteri Uji aktivitas penghambatan terhadap bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli dilakukan dengan metode difusi sumur. Kultur bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli
sebanyak 2-3ose dari kultur stok miring diinokulasikan ke dalam 10 mL media NB ( Nutrient Broth) dan diinkubasi selama 2 hari pada suhu 37 oC sampai jumlah sel 108 CFU/mL. Sebanyak 25 μL bakteri uji tersebut diinokulasikan ke dalam 50 mL media NA ( Nutrient Agar ) yang masih cair, dikocok merata kemudian dituangkan ke dalam cawan petri masing-masing 20 mL. Setelah agar mengeras, dibuat lubang sumur dengan diameter sekitar 6 mm menggunakan tip pipet 1 mL steril yang dibelah dua. Sebanyak 50 μL ekstrak diteteskan ke dalam lubang sumur dalam satu cawan kemudian diinkubasi dengan posisi cawan tidak terbalik pada suhu 37oC selama 2 hari. Zona bening di sekitar sumur sebagai zona penghambatan ekstrak etanol daun kecombrang terhadap bakteri uji (Schved et al ., 1993). Parameter Pengamatan Parameter pengamatan adalah ada tidaknya zona hambat. Pengukuran zona hambat antibakteri dengan beralaskan kain hitam, diukur diameter zona hambat yang terjadi pada media NA dengan menggunakan jangka sorong. Diameter zona hambat yang diukur yaitu daerah jernih sekitar kertas cakram (tidak ada pertumbuhan bakteri), diukur dari ujung yang satu ke ujung yang lain melalui tengah-tengah kertas cakram dan dihitung rata-rata zona hambatnya (Soemarno, 2000). HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menguji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kecombrang ( Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith)terhadap Bacillus cereus dan Escherichia coli dengan melihat terbentuknya diameter zona hambat. Pada penelitian ini setiap perlakuan diuji sebanyak tiga kali ulangan.
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
28
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
Etanol 95% dipilih sebagai larutan penyari karena tidak toksik dan senyawa flavonoid, saponin dan tanin dapat larut dalam pelarut yang polar sehingga senyawa aktif yang dapat memberikan aktivitasantibakteri dapat ditarik. Etanol tidak bersifat racun, tidak eksplosif bila bercampur dengan udara, tidak korosif dan mudah diperoleh (Handoko, 1995). Diameter zona hambat pertumbuhan Bacillus cereus dan Escherichia coli dalam berbagai konsentrasi ekstrak etanol daun kecombrang diuji dengan metode difusi sumur. Metode ini umum digunakan dalam uji aktivitas antibakteri karena lebih efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan zat aktif dapat berdifusi langsung tanpa penghalang
kertas cakram (seperti pada metode Kirby Bauer ). Selain itu, dengan metode ini dapat diketahui luas zona hambat. Diameter zona hambat merupakan petunjuk kepekaan bakteri uji, semakin besar zona hambat maka aktivitas antibakteri semakin besar pula (Panagan & Syarif, 2009). Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media NA ( Nutrient Agar ). Alasan penggunaan media ini karena merupakan media sederhana yang umum digunakan pada prosedur pengujian antibakteri. Media ini dibuat dari ekstrak beef, pepton dan agar. Pada pengujian aktivitas antibakteri ini diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 1. Diameter zona hambat ekstrak etanol daun kecombrang dengan berbagai konsentrasi terhadap pertumbuhan bakteri Bacillus cereus Replikasi
Diameter Zona Hambat Bakteri Bacillus cereus (mm) Ekstrak Etanol Daun Kecombrang
Kontrol (-) DMSO
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
6 6 6 6
15 15 15 15
17 17 15 16,3
18 17 16 17
19 17 17 17,6
20 18 18 18,6
20 19 19 19,3
20 19 20 19,6
20 20 20 20
20 21 20 20,3
21 21 22 21,3
1 2 3 Ratarata
Tabel 1 menunjukkan diameter zona hambat terhadap bakteri Bacillus cereus pada kelompok perlakuan kontrol negatif adalah 6 mm, sedangkan untuk kontrol positif (kloramfenikol ) menunjukkan rata-rata diameter zona
Kontrol (+) Kloram fenikol 31 32 30 31
hambat sebesar 31 mm. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa perlakuan dengan peningkatan konsentrasi ekstrak etanol kecombrang diikuti pula oleh peningkatan aktivitas antibakteri.
Tabel 2. Diameter zona hambat ekstrak etanol daun Kecombrang dengan berbagai konsentrasi terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli Replikasi
Diameter Zona Hambat Bakteri E scherichia coli (mm) Ekstrak Etanol Daun Kecombrang
Kontrol (-) DMSO
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
6 6 6 6
16 16 15 15,6
17 17 16 16,6
17 17 17 17
18 17 17 17,3
18 18 17 17,6
18 18 19 18,3
19 18 19 18,6
20 19 19 19,3
20 20 19 19,6
21 20 20 20,3
1 2 3 Ratarata
Kontrol (+) Kloram fenikol 31 31 30 30,6
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
29
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
Tabel 2 menunjukkan bahwa diameter zona hambat terhadap bakteri Escherichia coli pada kelompok perlakuan kontrol negatif adalah 6 mm, sedangkan untuk kontrol positif (kloramfenikol ) menunjukkan rata-rata diameter zona hambat sebesar 30,6 mm. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa perlakuan dengan peningkatan konsentrasi ekstrak etanol kecombrang diikuti pula oleh peningkatan aktivitas antibakteri. Berdasarkan hasil pada Tabel 1 dan Tabel 2, penggunaan DMSO sebagai kontrol negatif tidak membentuk zona hambat disekitar lubang sumur. Tidak terbentuknya zona hambat disebabkan karena DMSO tidak memiliki zat aktif yang dapat membunuh bakteri. Dimetil Sulfoksida (DMSO) adalah senyawa organosulfur, yang dapat melarutkan baik senyawa polar dan nonpolar dan larut dalam berbagai pelarut organik maupun air, selain itu DMSO tidak bersifat toksik sehingga tidak akan mengganggu pengamatan (Pratiwi, 2008). Hal ini mengindikasikan bahwa DMSO yang digunakan tidak berpengaruh pada uji antibakteri. Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah kloramfenikol. Kloramfenikol dipilih karena merupakan senyawa antibiotik sintetis yang berspektrum luas yaitu efektif untuk bakteri Gram positif dan Gram negatif serta mikroorganisme lain (Mycek, 2001). Mekanismenya dengan menghambat sintesis protein, mencegah ujung aminoasil t-RNA bergabung dengan peptidil tranferase (enzim yang menghubungkan asam amino dengan rantai peptide selama proses sintesis protein) (Olson, 2004). Berdasarkan pada hasil penelitian, aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kecombrang terhadap Bacillus cereus
dan Escherichia coli didapatkan pada semua seri konsentrasi membentuk zona hambat, dimana zona hambat terbesar terbentuk pada seri konsentrasi ekstrak etanol kecombrang 100%. Peningkatan konsentrasi ekstrak etanol akan diikuti oleh peningkatan konsentrasi zat bioaktif, sehingga aktivitas antibakteri akan semakin tinggi pula. Hal ini ditandai dengan bertambahnya diameter zona hambat di sekitar sumur. Hasil uji ekstrak etanol daun kecombrang terhadap bakteri Bacillus cereus memberikan diameter hambatan terbesar pada konsentrasi 100% sebesar 21,3 mm. Hasil ini lebih besar jika dibandingkan dengan diameter hambatan yang terbentuk pada bakteri Escherichia coli yaitu sebesar 20,3 mm meskipun sama-sama pada konsentrasi 100%. Perbedaan hasil uji daya hambat pada bakteri Gram positif dan Gram negatif dapat dihubungkan melalui perbedaan dinding sel bakteri. Umumnya bakteri Gram positif lebih peka terhadap senyawa antibakteri dibandingkan dengan bakteri Gram negatif karena dinding sel bakteri Gram positif tidak memiliki lapisan lipopolisakarida sehingga senyawa antibakteri yang bersifat hidrofilik maupun hidrofobik dapat melewati dinding sel bakteri Gram positif melalui mekanisme difusi pasif kemudian berinteraksi langsung dengan peptidoglikan pada sel bakteri yang sedang tumbuh dan menyebabkan kematian sel (Tortora et al ., 2007).
i r s e a t t i k a v i b t i k t A n A
Bacillus cereus Escherichi a coli
Konsentrasi Ekstrak Etanol
…
Gambar 1. Diagram batang aktivitas antibakteri ekstrak etanol
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
30
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
daunkecombrang dengan konsentrasi yang berbeda Gambar 1 memperlihatkan bahwa ekstrak etanol daun kecombrang terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap Bacillus cereus dan Escherichia coli ditandai dengan semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol daun kecombrang yang diberikan maka semakin tinggi pula kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Daya antibakteri ekstrak daun kecombrang ini disebabkan oleh karena adanya bahan bahan aktif yang terkandung di dalamnya yang berperan utama dalam menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli. Bahan aktif tersebut diantaranya adalah tannin, flavonoid dan saponin. Senyawatanin merupakan senyawa metabolit sekunder yang tergolong senyawa fenol terkondensasi dan banyak terdapat pada tumbuhan Angiospermae. Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambatpertumbuhan bakteri namun pada konsetrasi tinggi dapat bersifat membunuh bakteri. Tanin memiliki aktivitas antibakteri, secara garis besar mekanismenya adalah dengan merusak membran sel bakteri, senyawa astringent tanin dapat menginduksi pembentukan ikatan senyawa kompleks terhadap enzim atau substrat mikroba dan pembentukan suatu ikatan kompleks tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri (Akiyama, et al ., 2001). Selain itu, Ajizah (2004) menambahkan bahwa aktivitas antibakteri senyawa tanin adalah dengan cara mengkerutkan dinding sel atau membran sel, sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup
sehingga pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati. Senyawa-senyawa flavanoidumumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah digunakan sebagai salah satu komponen bahan baku obat-obatan. Bahwa senyawa flavanoid dan turunanya memiliki dua fungsi fisiologi tertentu, yaitu sebagai bahan kimia untuk mengatasi serangan penyakit (sebagai antimikroba) dan antivirus bagi tanaman (Robinson, 1991). Flavonoid berefek antibakteri melalui kemampuan untuk membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan protein yang dapat larut serta dengan dinding sel bakteri (Ardananurdin, 2004). Saponin termasuk dalam golongan alkaloid yang merupakan senyawa metabolit sekunder yang bersifat basa dan banyak terdapat pada tumbuhan dikotil, saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran sehingga terjadi hemolisis sel, apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri, bakteri tersebut akan pecah atau lisis (Robinson, 1991). KESIMPULAN
1. Terdapat aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kecombrang ( Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith)terhadap Bacillus cereus dan Escherichia coli sebagai perwakilan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif dengan seri konsentrasi perlakuan 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%,90% dan 100%. 2. Peningkatan konsentrasi ekstrak menghasilkan diameter daya hambat yang semakin besar.
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
31
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
DAFTAR PUSTAKA
Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonella typhimuriumTerhadap Ekstrak Daun Psidium guajava L. Jurnal Bioscientie, Vol 1 No.1. Akiyama, H. F., K. Iwatsuki, T. 2001. Antibacterial Action Of Several Tennis Agains Staphylococcus aureus. Journal of Antimicrobial Chemoterapy. Vol. 48. Ardananurdin, A. 2004. Uji Efektivitas Dekok Bunga Belimbing Wuluh ( Averrhoa bilimbi) Sebagai Anttimikroba Terhadap Bakteri Salmonella typhi Secara in vitro. Jurnal kedokteran. FK Unibraw. Malang. Handoko, T. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi Empat. Gaya Baru. Jakarta. Hermawan,A., W. Hana, dan T. Wiwiek. 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih ( Piper betle L) Terhadap PertumbuhanStaphylococcusaureu s dan Escherichiacoli dengan Metode Diffusi Disk. Unair. Surabaya. Kusmayati dan N.W.S. Agustini. 2006. Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri dari Mikroalga Porphyridiumcruentum. Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong. Biodiversitas. Vol 8 Lestari, G. 2008. Galeri Tanaman Hias. Penebar Swadaya. Jakarta. Madigan, M.T., J.M. Martinko, and J. Parker. 2009. Biology of Microorganisms. 12th ed. New York: Prentice Hall International. McKeen, M.M., A.M. Ali, S.H. ElSharkawy,M.Y. Manap, K.M. Salleh, N.H. Lajis, dan K.
Kamazu. 1997. Antimicrobial and Cytotoxic Properties of Some Malaysian Tradisional Vegetable (Ulam). Journal of Pharmaceutical Biology. Vol 35 No 3 Mycek, MJ. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi I. Widya Medika. Jakarta. Olson. J. 2004. Belajar Mudah Farmakologi. Cetakan 1. EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. Panagan, A.T., Syarif, Nirwan. 2009. Uji Daya Hambat Asap Cair Hasil Pirolisis Kayu Pelawan (Tristaniaabavata) terhadap Bakteri Escherichiacoli. JPSMIPAUNSRI. Vol 9. Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Penerbit Erlangga. Jakarta. Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke – 6. a.b. Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Rosadi, R. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Kecombrang ( Etlingeraelatior (Jack) R.M.Smith) Terhadap Bakteri Salmonellatyphi. Karya Tulis Ilmiah Akademi Farmasi. Samarinda. Schved, F., A. Lalazar, dan Y. Hens. 1993. Purification, Partial, Characterization, and Plasmids Linkage of Pediococcins SJ-1, a bacteriocins prodused by Pediococcusacidilactici. Journal of Applied Environmental Microbiology. Vol 76. No 1. Soemarno. 2000. Isolasi dan Identifikasi Bacteri Klinik. Yogyakarta. Akademi Analis Kesehatan Yogyakarta Departemen Kesehatan RI.
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
32
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
Sukandar, D. 2010. Karakteristik Senyawa Aktif Antibakteri Ekstrak Air Bunga Kecombrang ( Etlingera elatior ) Sebagai Bahan pangan Fungsional. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi,BPPT Jakarta. Tortora JG, Funke RB, Case LC. 2007. Microbiology an
Introduction. 9th ed. San Fransisco: Pearson Benjamin Cummings. Winarto, W. P dan Tim Karya Sari. 2003. Memanfaatkan Bumbu Dapur untuk Mengatasi Aneka Penyakit. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
33
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
IDENTIFIKASI KERUSAKAN JALAN DAN PENANGANAN PERBAIKAN PADA JALAN TAMBANG 1)
2)
Dewi Yuniar danHoirul Fatihin 1,2 ) FakultasTeknikUniversitas Ahmad Yani Banjarmasin ABSTRAK
Salah satu keberhasilan pencapaian target produksi sangat dipengaruhi oleh sistem pengangkutan (hauling system). Sistem pengangkutan batubara akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja, sehingga target produksi yang optimal sesuai dengan yang diharapkan dapat tercapai. Tujuan dilakukan penelitian yaitu mencari indikasi kerusakan pada jalan, menghitung tebal base course pada jalan yang rusak, menganalisa perbaikan susunan base, serta memilih material agregat untuk base course pada perbaikan kerusakan pada jalan tambang. Penelitian ini menggunakan metode Critical Strain. Hasil penelitian menyatakan bahwa indikasi kerusakan pada jalan tambang (hauling road ) hasil inspeksi URCI mingguan menunjukan nilai kondisi jalan masih kurang dari target, kecepatan rata – rata dari unit hauler adalah 14.72 km/jam dibawah standart (18 km/jam), CBR rendah akibat kondisi material timbunan yang kurang bagus dan perlu dilakukan penimbunan material OB (overburden), pada titik TDAS 31 memerlukan lapisan base course dengan ketebalan minimum 20 cm, selain itu pada titik TDAS 31 mempunyai nilai CBR paling rendah, perlu dilakukan penggalian sub base dan diganti dengan material yang lebih bagus seperti sandstone atau claystone setebal 40cm. Agregat base course yang digunakan adalah agregat dengan gradasi A, Akan tetapi jika bahan tidak masuk diantara batas gradasi A, maka terdapat 2 (dua) cara yang perlu dilakukan agar gradasi dapat memenuhi syarat yang ditentukan, yaitu mengatur diameter bukaan pada ayakan yang digunakan pada produksi crusher dan mencampur agregat pada presentase tertentu. Pada penelitian ini disarankan bahwa kondisi jalan yang rusak dititik uji TDAS 31 harus segera dilakukan perbaikan agar tidak menggangu proses produksi. Kata kunci : jalan tambang, kerusakan, perbaikan PENDAHULUAN
Tambang batubara di PT. Kalimantan Prima Persada merupakan tambang terbuka ( surface mining ) yang menggunakan metode open pit sebagai sistem penambangannya. Pengangkutan pada tambang batubara memegang penting karena berpengaruh terhadap besarnya biaya produksi. Meskipun biaya untuk pengangkutan ini bukan merupakan bagian terbesar dari biaya
produksi, tetapi dapat dapat di hemat dengan melakukan sistem pengangkutan yang cocok atau sesuai.Salah satu keberhasilan pencapaian target produksi sangat dipengaruhi oleh sistem pengangkutan (hauling system). Bagusnya sistem pengangkutan batubara akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja, sehingga target produksi yang optimal sesuai dengan yang diharapkan dapat tercapai.
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
34
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
Setiap operasi penambangan memerlukan jalan tambang sebagai sarana insfratruktur yang vital dalam lokasi penambangan dan sekitarnya. Jalan tambang berfungsi sebagai penghubung, lokasi – lokasi penting, antara lain lokasi tambnag dengan area crushing plant , pengolahan bahan galian, perkantoran dan perumahan karyawan dan tempat – tempat penting lainya di wilayah penambangan. Konstruksi jalan tambang secara garis besar sama dengan jalan angkut dikota. Perbedaannya yang khas terletak di permukaan jalannya yang jarang sekali dilapisi oleh aspal atau beton seperti jalan angkut di kota. Karena jalan tambnag sering dilalui oleh peralatan mekanis yang memakai crawler track , misalnya Bulldozer, Exavator, Crawler Rock Drill, Track Loader dan sebagainya. Seperti jalan angkut di kota, jalan angkut di tambang pun harus dilengkapi pengaliran (Drainase )yang ukurannya memadai. Sistem pengaliran pun harus mampu menampung air hujan pada kondisi curah hujan yang tinggi dan harus mampu mengatasi luncuran partikel – partikel kerikil atau tanah pelapis permukaan jalan yang terseret arus air hujan menuju penyalirannya. Apabila jalan tambang melalui sungai atau parit, maka harus di buat jembatan yang konstruksinya mengikuti persyaratan yang biasa di terapkan pada konstruksi jembatan umum di jalan kota. Parit yang di lalui jalan tambang mungkin dapat di atasi dengan pemasangan gorong – gorong (Culvert), kemudian dilapisi dengan campuran tanah dan batu sampai pada ketinggian jalan yang di kehendaki. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah mencari indikasi kerusakan pada jalan, menghitung
tebal base course pada jalan yang rusak, menganalisa perbaikan susunan base, serta memilih material agregat untuk base course pada perbaikan kerusakan pada jalan tambang. Penelitian ini menggunakan metode Critical Strain. METODE PENELITIAN
Tahap penelitian dilakukan sebagai berikut: 1. Tahap persiapan meliputi studi pustaka terhadap objek yang akan didesain untuk menentukan garis besar perencanaan tebal perkerasan dan perencanaan jadwal pekerjaan. 2. Tahap pengumpulan data meliputi data tanah untuk mengetahui daya dukung tanah (data DCP, data CBR serta data sampel material penimbunan jalan) dan data speed dari unit hauler, data grade jalan serta data URCI. 3. Pengolahan data, dilakukan dengan metode critical strain untuk mencari batas regangan maximum selanjutnya melakukan simulasi regangan (strain) dengan menggunakan software Geo studio. 4. Analisis data, dilakukan untuk mengetahui indikasi kerusakan jalan yang terjadi pada jalan tambang, mencari solusi dalam melakukan perbaikan pada kerusakan yang terjadi, melakukan perhitungan tebal layering jalan saat dilakukan penimbunan
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
35
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
HASIL DAN PEMBAHASAN Indikasi Kerusakan Jalan Prasarana jalan yang terbebani oleh volume lalu lintas yang tinggi dan berulang-ulang akan menyebabkan terjadi penurunan kualitas jalan. Sebagai indikatornya dapat diketahui dari kondisi permukaan jalan, baik kondisi 100 80 60
struktural maupun fungsionalnya yang mengalami kerusakan.Di jalan tambang Blok 09 PT. Kalimantan Prima Persada, terjadi ketidak tercapaian kecepatan pada unit hauler. Hal ini berdasarkan pada report Speed dan Grade/laporan kecepatan alat pengangkut dan grade jalan harian.
Speed (Km/h)
FRONT
40
18
27
36 41
63 57 62 53 48
69 73
Elevation (m) 93 100 82 90
80
DISPOSAL 60 40 20
0
8 0 0 5 16.017.012.011.015.012.014.015.015.014.018.017.017.014.011.09.0 - 9.0
-20
- 0% 5% 3%10%9% 9% 5% 7% 5% 4% 5% 1% 6% 4% 9% 8% 3%
-20
20
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 , 1 Speed Grade Speed
0 0 1 , 1
0 0 2 , 1
0 0 3 , 1
0 0 4 , 1
0 0 5 , 1
0 0 6 , 1
0
0 0 7 , 1
Distance (m)
Loaded Speed (AVG) = 14.72 km/j Gambar 1 . Laporan kecepatan dan grade jalan hauling PT. KPP
Gambar 2. Layout hauler
kecepatan
unit
Gambar 3 . Layout grade jalan Dari gambar 1 dan 2, dapat di lihat kecepatan rata – rata dari unit hauler adalah 14.72 km/jam. Sedangkan target dari kecepatan unit hauler
adalah 18 km/jam. Berikut perhitungan kecepatan max (rata – rata maksimum). Persamaan menghitung kecepatan max unit hauler : V max = (366.97 x HP x Eff) / ((RR x W ) + ( sin α x W ) Perhitungankecepatan: - Berat unit total, W = 163.083 kg - Power Engine, HP = 879 kw - Rolling Resistance, RR = 3 % - Grade Resistance, GR =8% - Kemiringan Jalan, α = 4.570 - EFF = 100 % - V Max = 18.02 km/h Selain itu berdasarkan gambar 3, bisa juga dilihat besarnya nilai grade jalan. Menurut laporan masih di temukan grade yang nilainya mencapai 10% padahal grade jalan maksimum yang di perbolehkan pada jalan tambang adalah 8%.
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
36
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
Selanjutnya hasil inspeksi URCI jalan blok 09 menunjukan nilai kondisi jalan masih kurang dari
target yakni 75 (nilai jalan kategori “very good”).
Tabel 1. Nilai URCI Jalan tambang Blok 09 PT. KPP – disposal Selatan TARGET URCI
STA
1+000 sd 1+100 1+100 sd 1+200 1+200 sd 1+300 1+300 sd 1+400 Sumber: perhitungan, 2015
NILAI URCI
75 75 75 75
CRITERIA
61.88 70.00 70.00 57.69
GOOD GOOD GOOD GOOD
Didasarkan pada report speed, grade dan hasil inspeksi URCI Selanjutnya dilakukan uji DCP di jalan tambang Blok 09 untuk mengertahui nilai CBR pada subgrade.
Gambar 4. Hasil grafik uji DCP di jalan tambang Blok 09 ) m m0 ( h 100 t p e 200 D
Nilai CBR (%) 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
300 400 500 600 700 800 900
1000
Grafik 1.Nilai CBR pada 31 PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
37
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
Gambar 5. Kerusakan Lokal di Lokasi T31,Menunjukan Kondisi Material yang tidak Bagus. Analisa Perbaikan Secara umum kondisi struktural hauling road blok 9 sudah mampu menahan beban berupa HD785 yang lewat di atasnya. Tetapi ada beberapa titik (T31) yang mempunyai kondisi struktur yang lemah. Pada lokasi tersebut perlu dilakukan penanganan khusus, antara lain dilihat kondisi drainase, digali sampai material jelek kemudian diganti dengan material yang lebih bagus (misal sandsome atau claystone). Jika material jelek sampai pada posisi yang cukup dalam, seperti pada titik T31, maka diperlukan penimbunan diatas jalan existing setinggi ± 40 cm, material sandstone bisa diambil dari interbuden roofer 4 dan roofer 5. Material claystoe bisa diambil dari OB di atas roofer 1 dan diawah roofer 3 serta jika langkah 1-3 sudah dilakukan, diperlukan lapisan base course seagai permukaannya. Perhitungan Tebal Lapisan Untuk mengatasi kerusakan lokal yang teradi pada titik T31 maka
perlu dilakukan penambahan tebal layering agregat base. Dengan perhitungan seagai erikut : Hauling road akan dilewati hauler DT-785 yang membawa OB sekitar 300.000 BCM/bulan. Jika kapasitas bucket DT-785 sebesar 43 BCM, maka dalam 1 bulan hauler yang akan lewat sebanyak 7.000 unit. Sehingga apabila hauling road akan digunakan selama 2 tahun, maka harus diperhitungkan terhadap hauler yang lewat sebanyak 252.000 unit, sehingga : Ɛ = 80.000/(N0,27) dimana N = Jumlah beban kendaraan yang lewat. Ɛ = 80.000 /(252.000 0,27) Ɛ = 2.700 micro-strains Langkah selanjutnya adalah melakukan simulasi regangan (strain) dengan menggunakan software GeoStudio. Data yang digunakan untuk simulasi : Modulus elastisitas, hasil konversi data CBR.
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
38
Volume 04, Nomor 1, Edisi April 2016
Asumsi berat volume material existing 18 kN/m 3, poisson ratio 0,35. Asumsi berat volume material Bagak sebagai base 23 kN/m 3; poisson ratio 0,3; CBR 100 %. Beban roda HD-785 600 kN. Tekanan ban 110 Psi atau 758 kPa. Menurut Giround, bidang sentuh antara ban dan permukaaan jalan
dapat digambarkan sebagai lingkaran dengan radius = (600/( Ɛ x 758))1/2 = 0,5 m. Jika kondisi existing mempunyai regangan dibawah batas kritis, maka menurut Visser dan Thompson (1996) ketealan base minimun adalah 20 cm.
Base course, gradasi A (ASTM), tebal ±10 cm Product ukuran 70-100 mm, tebal ±10 cm
Gambar
6.
Lapisan
perkerasan
Sumber : ASTM 1241-00
ambar 8. Tabel Gradasi sub base, base coarse dan surface layering dari ASTM 1241-00 Gambar 7. Hasil simulasi regangan (strain) dengan GeoStudio, Jl.Blok 9Disposal Selatantitik T31 Regangan maximum yang terjadi : 0,0026 strains = 2.600 micro-strains < 2.700 micro-strains. Modulus elastis (E) selain base course merupakan rerata dari kedua persamaan di bawah ini: E = 10,3 x CBR AASHTO 1993 E = 17,63 x CBR 0,64 Powell et al 1984.
Pemilihan Material Timbunan Syarat kekuatan agregat untuk base coarse yang akan di gunakan meliputi nilai keausan hasil uji abrasi < 40%, berat jenis > 2,40 t/m 3, compressive strength > 400 kg/cm2. ASTM ( American Society for Testing Materials) menerbitkan standard ASTM D 1241-00 Standard Specification for Materials for Subbase, Base and Surface Coarse, yang menyampaikan 6 buah model gradasi yang terbagi dalam dua (2) tipe gradasi yaitu: Gradasi tipe I terdiri dari gradasi A, B, C dan D, sedangkan gradasi tipe II terdiri dari gradasi E dan F.
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
39