TINJAUAN INTERAKSI OBAT ANTIDIABETIK ORAL & ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN DM TIPE 2 KOMPLIKASI HIPERTENSI DI RSUD TOTO KABILA Asri Radjak, Widysusanti Abdulkadir, Madania*) Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo
Email :
[email protected] ABSTRAK
Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drugrelated problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya interaksi obat antidiabetik oral dengan antihipertensi pada pasien DM tipe 2 komplikasi hipertensi di RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional dimana data sekunder diambil dari rekam medik. Tehnik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan jumlah pasien sebanyak 43 sampel yang memenuhi kriteria inklusi selama bulan JanuariDesember 2014, data yang diperoleh dikaji berdasarkan literature terkait (buku drug interaction facts, e-book stockley’s drug interaction dan jurnal penelitian) serta dianalisis dengan metode univariat. Hasil penelitian menunjukan bahwa signifikansi interaksi obat berdasarkan tingkat keparahan (severity) 20 interaksi moderate (46%), 11 interaksi minor (26%) dan berdasarkan dokumentasi 16 interaksi moderate established (37%), 11 interaksi minor possible (26%), 3 interaksi moderate possible (7%), 1 interaksi moderate suspected (2%). Obat antidiabetik oral yang paling banyak digunakan adalah metformin (44%) serta obat antihipertensi yang sering digunakan captopril (37). Kata Kunci : Interaksi obat, Antidiabetik Oral, Antihipertensi
*) Dr. Widysusanti Abdulkadir, M.Si., Apt, Madania S.Farm., M.Sc., Apt
PENDAHULUAN Diabetes melitus (DM) menjadi salah satu dari penyebab utama kematian pada banyak negara. Pada tahun 2000 sekitar 3,2 juta orang meninggal karena komplikasi terkait dengan diabetes (Putri, 2009). Berdasarkan data IDF diketahui bahwa pada tahun 2003 Indonesia masih menduduki posisi ke 5 dengan jumlah penduduk penderita DM terbesar di bawah Amerika. Namun terjadi peningkatan pada tahun 2005 sehingga Indonesia bergeser ke posisi ke 3. Di Indonesia penyakit DM tipe II merupakan tipe DM yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1 (Susilowati dan Rahayu, 2008). Sedangkan berdasarkan data survei dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo bahwa jumlah kasus penyakit komplikasi Diabetes Melitus dan hipertensi pada tahun 2014 termasuk dalam 10 besar penyakit terbanyak, khususnya untuk Daerah Kabupaten Bone Bolango yang menjadi lokasi RS tempat penelitian. Sedangkan data laporan RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango ditemukan bahwa penyakit komplikasi DM tipe 2 dan hipertensi merupakan 5 penyakit terbesar di RS tersebut. Komplikasi penyakit seperti ini biasanya yang memicu penggunaan obat bermacam-macam (polifarmasi) yang cenderung mendorong terjadinya pola pengobatan yang tidak rasional termasuk kejadian interaksi obat (Syarif dkk, 2007). Selain itu seringkali
dokter memberikan obat berdasarkan gejala-gejala yang dikeluhkan penderita tanpa mempertimbangkan penting atau tidaknya gejala yang dihadapi, sehingga memudahkan terjadinya interaksi obat (Utami, 2013). Interaksi Obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug related problems) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuuuh diubah oleh kehadiran suatu enzim yang berinteraksi (Piscitelli, 2005). Interaksi obat adalah suatu intekasi yang terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, obat herbal, makanan atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya. Definisi yang lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya, atau apa yang terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan yang laiinya (Baxter, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari dkk, (2008) yang berjudul analisis interaksi obat antidiabetik oral pada pasien rawat jalan di rumah Sakit ‘X’ depok, ditemukan adanya interaksi obat antara glibenklamid, glimepirid dan gliklazid (sulfonilurea) dengan ramipril dan kaptopril (ACE-inhibitor). Obat golongan biguanid (metformin) juga berinteraksi obat dengan golongan penghambat ACE-inihibitor (kaptopril dan ramipril), mengakibatkan peningkatan efek hipoglikemik
metfromin. Selain itu, hasil penelitian Mega Gustiani, (2013) dikemukakan bahwa antidiabetik oral golongan sulfonilurea juga berinteraksi dengan furosemid (loop diuretik), menurunkan toleransi glukosa dan mengakibatkan hiperglikemia pada pasien yang sebelumnya mendapat terapi sulfonilurea. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mengetahui adanya interaksi obat antidiabetik oral dengan antihipertensi Pasien DM tipe 2 komplikasi hipertensi di RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango.
jumlah sampel sebanyak 43 orang pasien rawat inap yang memenuhi kriteria inklusi di RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango selama bulan Januari-Desember 2014. Teknik Sampling Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling (non probability). Dimana pengabilan sampel berdasarkan karakteristik yang dikehendaki sesuai dengan kriteria inklusi (Setiawan, 2005). Metode penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin (Sevilla, 1960). METODELOGI PENELITIAN Teknik Pengumpulan Data Data diperoleh dari catatan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah medik pasien dengan pengumpulan Sakit Umum Daerah Toto Kabila data selama bulan januari-juni 2014 di Kabupaten Bone Bolango, pada bulan ruang rekam medik RSUD Toto juni 2015. Kabila, Kabupaten Bone Bolango. Data yang dikumpulkan antara lain : nama pasien, umur pasien, jenis kelamin, Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan obat antidiabetik oral yang digunakan, adalah deskriptif bersifat retrospektif obat antihipertensi yang digunakan dan dengan pendekatan study cross keluhan pasien. sectional, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan suatu Teknik Analisis Data keadaan secara objektif (Setiawan, Dalam penelitian ini 2005). Sumber data penelitian menggunakan analisis unvariat menggunakan data sekunder yang terhadap variabel dari hasil penelitian. diperoleh dari catatan rekam medik Analisis ini menghasilkan distribusi Rumah Sakit Umum Daerah Toto frekuensi dan persentase dari variabel Kabila, Kabupaten Bone Bolango mandiri, data yang dihitung yaitu jenis periode Januari-Desember 2014. obat antidiabetik oral, antihipertensi, dan interaksi obat yang terjadi dalam terapi. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien diabetes melitus tipe 2 dengan penyakit penyerta, dimana
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pasien 1. Distribusi psien berdasarkan jenis kelamin dan umur Karakteristik Jenis Kelamin Laki – laki Perempuan Umur (Tahun) 45 – 50 51 – 55 56 – 60 61 – 65 66 – 70 71 – 75
Jumlah N
11 32
%
26 74
7 16 9 21 11 26 10 23 2 5 4 9 Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa penderita penyakit DM Tipe II komplikasi hipertensi lebih banyak berjenis kelamin perempuan (74%) dibandingkan dengan yang berjenis kelamin laki-laki (26%). Hal ini dikarenakan perempuan dalam konteks fisik memiliki peluang peningkatan berat badan lebih besar dari pada laki-laki. Sedangkan umur pasien yang menderita penyakit DM tipe II komplikasi hipertensi ini kebanyakan merupakan pasien lansia, yang berusia 56-60 tahun (26%). Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan metabolisme karbohidrat pada usia lanjut dan mengakibatkan terjadinya resistensi insulin, hilangnya pelepasan insulin, dan peningkatan kadar glukosa (Kurniawan, 2010). 2. Distribusi Frekuensi Penggunaan Obat Antidiabetik Oral
No
Jenis Terapi
1 2 3 4
Glibenklamid Glukodex Metformin Glimepiride
Jumlah n 9
% 21
5 23 6
12 53 14
Total 43 100% Berdasarkan hasil penelitian bahwa obat anti antidiabetik oral yang paling banyak digunakan adalah metformin (53%). Berdasarkan PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) bahwa metformin merupakan antidiabetik oral pilihan pertama yang diberikan pada proses awal terapi. Karena metformin dapat mengendalikan kondisi glikemia menjadi normal kembali serta menurunkan efek toksik glukosa dan dapat memperbaiki fungsi sel β pada pankreas. Selain itu penggunaan metformin tidak dianjurkan untuk pasien yang berusia > 80 tahun, sehingga sangat cocok untuk pasien DM Tipe II yang ada di RSUD Toto Kabila yang berusia 45 – 75 tahun (Lestari, 2013). 3. Distribusi Frekuensi Penggunaan Obat Antihipertensi
No
Jenis Terapi
1
Jumlah
Amlodipine
n 10
% 23
2 3
Captopril Furosemid
13 10
30 23
4 5
Noperten Dexacap
4 2
10 5
6
Propanolol
4
9
43
100%
Total
Berdasarkan hasil penelitian Terdapat 20 pasien yang bahwa obat antihipertensi oral yang menerima terapi kombinasi yang paling banyak digunakan adalah berpotensi interaksi moderate atau golongan ACE inhibitor berupa interaksi sedang (46%), diantaranya captopril (30%). Hal ini dikarenakan adalah metformin dengan captopril, penggunaan obat captopril dianggap metformin dengan propanolol, lebih cepat memberikan efek karena metformin dengan furosemid, dan bekerja dengan menghambat system glimepiride dengan captopril. Sejumlah rennin angiotensin aldosteron yang riset penelitian mengatakan bahwa obat dapat menurunkan tekanan darah antidiabetik oral (metformin) yang (SRAA). Selain itu menurut JNC VII digunakan bersama ACEI (captopril, dijelaskan bahwa penggunaan obat noperten, lisinopril) dapat golongan ACEI direkomendasikan meningkatkan resiko hipoglikemia. untuk hipertensi dengan penyakit selain itu penggunaan bersama diabetes karena ACEI dapat captopril akan menyebabkan kadar mengurangi progresifitas menuju DM glukosa dalam darah naik 2,2 mmol/L nefropati (Saseen and Carter, 2005). setelah 24 jam serta naik menjadi 2,9 3. Distribusi Frekuensi Interaksi Obat mmol/L setelah 48 jam (Baxter, 2008). Antidiabetik Oral dan Antihipertensi Dalam hal ini, penggunaan obat (Severity) captopril bisa diganti dengan valsartan golongan ARB (angiotensin receptor Jumlah Signifikansi interaksi blocker), karena valsartan mampu (Severity) n % menurunkan tekanan darah melalui Minor 11 26 antagonis sistem renin angiotensin Moderate 20 46 aldosteron. Selain itu valsartan juga Mayor – – mampu menurunkan ekskresi albumin Tanpa interaksi obat 12 28 dalam serum, apabila terlalu banyak Total 43 100% albumin yang hilang dari darah Berdasarkan hasil penelitian menandakan kadar glukosa darah tinggi diperoleh bahwa jenis terapi selama bertahun. Sehingga hal ini dapat antidiabetik oral dan antihipertensi diatasi dengan valsartan untuk yang digunakan pada RUSD Toto menghambat sekresi albumin Kabila terdapat beberapa obat yang (Renatasari, 2009). berpotensi interaksi. Peninjauan Penggunaan metformin dengan interaksi obat ini dianalisis berdasarkan β-bloker (propanolol) dapat literatur, yakni buku drug interaction meningkatkan risiko hipoglikemia facst , situs resmi www.dugrs.com, e- (gula darah rendah). Selain itu β-bloker book stockley’s drug interaction, dan mungkin menutupi beberapa gejala didukung dengan jurnal penelitian hipoglikemia seperti tremor, palpitasi, terkait. detak jantung yang cepat, sehingga
lebih sulit untuk mengetahuinya. sulfonilurea akan sangat kecil terjadi Sedangkan gejala lain dari (Tatro, 2001). hipoglikemia seperti sakit kepala, Pasien menerima terapi pusing, mengantuk, mual, lapar, lemas kombinasi antidiabetik oral dengan dan berkeringat lebih cepat diketahui antihipertensi yang tidak berpotensi (anonim, 2015). Pengobatan metformin interaksi berjumlah 12 orang, serta dan furosemid yang diberikan secara tidak terdapat adanya interaksi mayor. bersamaan juga akan menyebabkan Interaksi obat yang terjadi ada dua, kadar metformin dalam plasma yakni menghambat aksi obat meningkat hingga 22%, tanpa antidiabetik atau menurunkan mengubah klirens metformin disertai efektifitasnya sehingga menyebabkan dengan penurunan kadar puncak dan gangguan metabolisme karbohidrat dan waktu paruh eliminasi furosemid terjadi hiperglikemia atau peningkatan hingga 31-32% (Utami, 2013). kadar glukosa dalam darah. Serta Terdapat 11 orang pasien meningkatkan efek dari obat menerima obat yang berpotensi antidiabetik oral yang menyebabkan interaksi minor (26%), diantaranya penurunan kadar glukosa dalam darah adalah kombinasi obat golongan melebihi batas normal (glukosa darah sulfonilurea dengan furosemid dan setelah makan ≥ 200 mg/dl dan glukosa sulfonylurea dengan propanolol. Obat darah puasa ≥ 126 mg/dl) sehingga diuretik yang digunakan bersama akan menyebabkan hipoglikemia. sulfonilurea dapat menurunkan Hal ini didukung oleh keluhantoleransi glukosa, menyebabkan keluhan yang timbul dari pasien seperti hiperglikemia dan gangguan pusing, sakit kepala, lemas, sesak metabolisme karbohidrat sehingga napas, dan gemetar. Gejala-gejala yang terjadi peningkatan kadar glukosa timbul seperti ini biasanya dianggap dalam darah. sebagai efek samping dari suatu obat, Kombinasi obat golongan tetapi berdasarkan analisis dengan sulfonilurea dengan β-bloker parameter literature penelitian, ini bisa (propanolol) juga akan menyebabkan saja merupakan beberapa gejala peningkatan efek dari obat sulfonilurea terjadinya penyakit hipoglikemia atau sehingga akan mengakibatkan kadar glukosa dalam darah sangat terjadinya hipoglikemia dan rendah akibat adanya interaksi obat tachycardia. Namun hal ini dapat di antidiabetik oral dan antihipertensi atasi dengan melakukan kontrol atau (Anonim, 2015 dan Tatro, 2001). pemantauan kadar glukosa darah pasien 4. Interaksi Antidiabetk Oral dan setiap saat, atau penggunaan Antihipertensi (Dokumentation) propanolol yang bisa diganti dengan bisoprolol karena efek hipoglikemik
Signifikansi interaksi
Jumlah
(Dokumentation)
n
%
Minor Possible Moderat Established
11 16
35 52
Moderat Possible Moderat Suspected
3 1
10 3
31 100% Total Berdasarkan buku drug interaction fact bahwa signifikansi interaksi obat ditinjau dari beberapa faktor salah satunya adalah dokumentation yang berupa establish, probable, possible, suspected dan unlikely. Dari hasil penelitian interaksi moderate established adalah interaksi yang paling banyak terjadi sebesar (52%), dimana obat-obat yang berpotensi interaksi tersebut berupa metformin dan captopril. Interaksi moderat established artinya interaksi sedang yang sudah terbukti terjadi dengan adanya beberapa hasil penelitian dan riset yang telah dilaporakan. Kombinasi obat metformin dan captopril dapat menyebabkan efek metformin akan meningkat dengan mekanisme interaksi yang belum diketahui, sehingga mengakibatkan terjadinya utilisasi glukosa dan sensitivitas insulin meningkat (Utami, 2013). Hal ini dapat diatasi dengan mengontrol gula darah sesering mungkin atau bahkan menyesuaikan dosis obat tersebut (Tatro, 2001 dan Baxter, 2008). Kemudian interaksi obat yang ditemukan adalah interaksi minor possible sebanyak (35%), dimana terdapat 11 pasien yang menerima
terapi kombinasi antidiabetik oral dan antihipertensi yang berupa obat golongan sulfonilurea dengan furosemid dan sulfonilurea dengan propanolol. Interaksi minor possible merupakan interaksi ringan yang kemungkinan kecil terjadi dengan mekanisme interaksi yang belum diketahui. Penggunaan kombinasi obat sulfonilurea dengan furosemid akan menyebabkan terjadinya interaksi ringan yang mungkin sangat kecil terjadi. Selain itu furosemid dapat meningkatkan kadar glukosa darah, memperburuk toleransi glukosa dan bahkan dapat mengakibatkan diabetes akut pada pasien. Kombinasi obat sulfonilurea dengan propanolol dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia, tetapi dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah efek hipoglikemia ini dapat dilemahkan atau dapat dihindari (Tatro, 2001). Selain itu dengan melakukan pemeriksaan kondisi pasien secara intensif maka akan lebih mudah diketahui gejala-gejala hipoglikemia yang timbul seperti sakit kepala, pusing, tremor, dan lemas. Hal ini sesuai dengan penelitian dimana, keluhan-keluhan pasien yang timbul sama halnya dengan gejala penyakit hipoglikemia. Oleh karena itu penggunaan kombinasi obat-obat seperti ini lebih sering diperhatikan, meskipun interaksi yang dihasilkan adalah minor possible dengan mekanisme yang tidak diketahui tetapi jika obat ini digunakan
secara terus-menerus tidak menutup Kombinasi obat glimepiride dan kemungkinan interaksi yang akan captopril yang diterima oleh 1 pasien terjadi bisa saja meningkat menjadi (3%) merupakan obat yang berpotensi minor established atau interaksi ringan interaksi moderat suspected atau yang sudah terbukti terjadi atau bahkan interaksi sedang yang diduga terjadi bisa meningkat menjadi interaksi (Anonim, 2015 dan Tatro, 2001). moderate dan mayor (Anonim, 2015 Interaksi antara obat glimepiride dan dan Baxter, 2008). captopril ini merupakan interaksi Kombinasi obat metformin dengan sedang yang diduga akan terjadi furosemid merupakan interaksi dengan mekanisme interaksi secara moderat possible dengan tingkat farmakodinamik. Sensitivtas insulin kejadian yang sangat kecil (10%), sama akan meningkat akibat adanya halnya juga dengan kombinasi obat rangsangan dari ACEI (captopril) metformin dengan propanolol. Interaksi sehingga terjadi peningkatan risiko obat ini merupakan interaksi sedang hipoglikemia (Utami, 2013). dengan kemungkinan kecil akan terjadi, serta mekanisme interaksinya KESIMPULAN pun belum diketahui. Kombinasi Berdasarkan dari data hasil penelitian metformin dengan furosemid akan obat antidiabetik oral dan antihipertensi menyebabkan kadar glukosa dalam pada pasien DM Tipe 2 komplikasi darah akan meningkat secara drastis, hipertensi di RSUD Toto Kabila karena penggunaan furosemid akan Kabupaten Bone Bolango terdapat memperburuk toleransi glukosa serta beberapi jenis obat yang potensi menyebabkan glukosaria atau bahkan berinteraksi. Sehingga dapat daibetes akut pada pasien (Baxter, disimpulkan bahwa : 2008). 1. Obat antidiabetik oral yang paling Sedangkan kombinasi metformin banyak digunakan adalah metformin dengan β-bloker (propanolol) dapat (53%). meningkatkan risiko hipoglikemia 2. Obat antihipertensi yang sering (gula darah rendah). Selain itu β-bloker digunakan adalah captopril (30%). mungkin menutupi beberapa gejala 3. Obat antidiabetik oral dan hipoglikemia seperti tremor, palpitasi, antihipertensi yang digunakan oleh detak jantung yang cepat, sehingga 43 orang pasien, terdapat 11 lebih sulit untuk mengetahuinya. kombinasi obat (26%) yang Sedangkan gejala lain dari berpotensi interaksi minor , 20 hipoglikemia seperti sakit kepala, kombinasi obat (46%) yang pusing, mengantuk, mual, lapar, lemas berpotensi interaksi moderate, dan dan berkeringat lebih cepat diketahui 12 kombinasi obat (28%) yang tidak (anonim, 2015). berinteraksi.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2013 Laporan SIRS. RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango. _______ 2015. Situs resmi. Interaksi Obat. (www.drugs.com) Baxter, K. 2008. Stockley’s Drug Interaction. 8th Ed. Published byb the Pharmaceutical Press: Great Britain. Dinkes Provinsi Gorontalo. 2014. Jumlah Kasus Baru, Kasus Lama dan Kematian Penyakit Diabetes Melitus Provinsi Gorontalo. Gorontalo. Kuniawan., I. 2010. Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut Vul. 60. Kepulauan Bangka Belitung (http://jurnal-DM-usialanjut.pdf.) Jurnal. (diakses 23 Juni 2015). Piscitelli, S., C., Rodvold, K, A., 2005. Drug Interaction in Infection Disease. Second Edition. Humana Press: New Jersey. Putri, W, K., 2009. Analisis Efektifitas Biaya Penggunaan Antidiabetik Kombinasi Pada Paisen Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Di RSU Pandan Arang Boyolali Tahun 2008. http://skrpsifarmasi23.antidiabetik oral10.com. Diakses 05 Januari 2014. Renatasari, D., A. 2009 Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Penderita Hipertensi dengan Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Ashari Pemalang Tahun 2008. Skripsi
http://skriipsi.Evaluasiterapihipert ensi//pdf. Diakses 28 Juli 2015. Sari, P, S., Jufri, M., Sari, P,D., 2008. Analisis Interaksi Obat Antidiabetik Oral pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit ‘X’ Depok. Jurnal FarmasiIndonesia. http://jfionline.org/index.jurnal/art icle. Diakses 20 November 2014. Setiawan, N., 2005. Diklat Metodologi Penelitian Sosial. Universitas Padjajaran: Parung Bogor. Sevilla, C. G. et. al. 2007. Research Methods. Rex printing Company. Quezon City. Susilowati, S., Rahayu, P, W., 2008. Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Yang Potensial Mempengaruhi Efektivitas Terapi pada Pasie Diabetes Mellitus Tipe II Rawat Inap Di SRUD Tugurejo Semarang Periode 2007 – 2008. Jurnal Farmasi. http://drps.diabetesmelitustipeII29pdf. Diakses 20 Desember 2014. Syarif, A., Estuningtyas, A., 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Fakultas Kedokteran UI: Jakarta. Tatro, D., 2001. Drug Interaction Facts. 6th Ed. Facts dan Comparisons Louis. Utami, G, M., 2013. Analisis Potensi Interaksi Obat Antidiabetik Oral pada Pasien di Instalasi Rawat Jalan Asks Rumah Sakit Dokter Soedarso Pontianak Periode Januari – Maret 2013. Naskah Publikasi Skripsi. https://potensiinteraksiobat.com. Diakses 20 November 2011.