ALWATZIKHOEBILLAH Jurnal Kajian Islam Penerbit
ISSN:-2242-384x
Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas Penaggung Jawab Dr. H. Jamiat Akadol, M.Si, MH
Mitra Bistari Dr. Anton Athoillah (UIN Sunan Gunung Djati Bandung) Dr. Rulli Nasrullah (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Dr. Aswandi (Universitas Tanjung Pura) Ketua Dewan Redaksi Dr. Kaspullah, M.S.I
Dewan Redaksi Dr. Adnan Mahdi, S.Ag, M.S.I. Dr. Hj. Eni Dewi Kurniawati, M.Pd Rusiadi, S.Pd.I, M.Ag Drs. H. Mujahidin, M.Si Oscar Hutagaluh, S.Pd, MM, M.Si Sekretaris Redaksi Suriadi, S.Pd.I, M.Ag Desain Grafis U. Ari Alrizki, S.Pd
Unit Penelitian & Publikasi Ilmiah Risa, M.Hum Nasrullah, M.Hum Alamat Redaksi Jl. Raya Sejangkung, Kawasan Pendidikan Sebayan, Sambas Kalimantan Barat
ALWATZIKHOEBILLAH Jurnal Kajian Islam
ISSN:-2242-384x
Alkadri Sistem Periwayatan Hadis Dalam Perspektif Syiah Imamiyah Dan Ahlus Sunnah, hlm. 1 – 10
Firmansyah Media Pembelajaran Dalam Proses Belajar Mengajar Menurut Hadis, hlm. 11 – 19 Henny Yusnita Sejarah Dan Perkembangan Dakwah Di Spanyol, hlm. 20 – 30 Jamiat Akadol Rekonstruksi Budaya Hukum Birokrasi Pelayanan Kesehatan Berbasis Hukum Progresif (Studi Tentang Budaya Hukum Birokrasi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Pada Puskesmas dan RSUD di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat), hlm. 31 – 49 Kamil Sketsa Pendidikan Humanis Religius, hlm. 50– 58 Rabiatul Hidayah Qaul Qadim Dan Qaul Jadid Imam Syafi’i Dalam Metode Penerapan Hukum Islam, hlm. 59 – 64 Risa Islam Di Australia Masa Modern, hlm, 65 – 74 Sri Harjanti Khalifah (Khilafah) Dalam Al-Quran, hlm. 75 – 85 Sri Wahyuni Miqdar Dan Nishob Zakat Profesi Dalam Hukum Islam, hlm. 86 – 90 Sunandar dan Husni Thamrin Melayu Sebagai Akar Tradisi Nusantara Studi Strategi Politik Kebudayaan dalam Menciptakan Melayu Palembang Emas 2018, hlm. 91 - 99
SISTEM PERIWAYATAN HADIS DALAM PERSPEKTIF SYIAH IMAMIYAH DAN AHLUS SUNNAH Alkadri *
ABSTRAK Hadis merupakan bagian terpenting dalam ajaran Islam. Fungsinya sebagai penjelasan Alquran sekaligus sebagai simbol ketauladanan Nabi yang pada masa kini tampil dalam teks berisi tentang perkataan, perilaku dan sifat nabi yang diteladani umat Islam dari generasi ke generasi dalam ruang dan waktu yang berbeda-beda. Tetapi, dalam perjalanan hadis tidak luput dari berbagai persoalan terutama terkait dengan kredibilitas rawi dan keaslian teks. Selain itu, perbedaan pandangan pada dua aliran besar Islam yaitu syiah dan ahlisunnah yang memiliki sistem dan metode tersendiri dalam menyeleksi keaslian teks hadis sehingga dalam hal ini terjadi perbedaan pandangan dan pengakuan teks hadis. Sekte syiah imamah atau Ja’fariyah dan ahlusunah merupakan sekte mayoritas yang dianut umat Islam masa kini. Akibat yang ditimbulkan masing-masing doktrin akan menimbulkan benturan pemahaman, terlebih lagi dua sekte ini memiliki gerakan dakwah yang aktif. Hal inilah bagi penulis tertarik untuk melakukan kajian syiah dan ahlussunnah, khususnya tentang sistem periwayatan dan metode masing-masing sekte dalam melakukan pembuktian keaslian teks (hadis). Hal ini perlu dilakukan sebab setiap sekte saling mengklaim lebih asli teks hadisnya, bahkan tidak saling mengakui ke-hadis-an masing-masing. Untuk itu, perlu dilakukan analisa data secara benar dan tepat agar riwayat hadis baik dalam versi syiah maupun ahlussunah sehingga dipandang perlu menggunakan teori pemahaman dan teori penafsiran agar mendapatkan informasi yang tepat terhadap berbagai teks yang dikaji, terutama terkait dengan kemunculan teks.
KATA KUNCI: Hadis, Syiah Imamah, Ahlussunah, Ahlulbait
*
Dosen Fakultas Ushuluddin & Peradaban Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 1-
IAIS Sambas PENDAHULUAN Mayoritas kaum Muslimin sepakat bahwa hadis merupakan salah satu bagian terpenting dalam ajaran Islam. Fungsinya sebagai penjelasan Alquran sekaligus seba-gai symbol ketauladanan Nabi yang pada masa kini tampil dalam teks berisi tentang perkataan, perilaku dan sifat nabi yang diteladani umat Islam dari generasi ke generasi dalam ruang dan waktu yang berbeda-beda. Tetapi, dalam perjalanan hadis tidak luput dari berbagai persoalan terutama terkait dengan kredibilitas rawi dan keaslian teks. Selain itu, perbedaan pandangan pada dua aliran besar Islam yakni syiah dan ahli sunnah yang memiliki sistem dan metode tersendiri dalam menyeleksi keaslian teks hadis sehingga dalam hal ini terjadi perbedaan pandangan dan pengakuan teks hadis. Syiah secara bahasa berarti “pengikut, penolong.” Menurut Hasyim Ma’ruf alHasani, kata syiah hanya dipakai dalam hal yang berkaitan dengan kesetiaan atau kepatuhan. (Hasyim Ma’ruf al-Hasani: 1987; 16). Dengan kata lain, Syiah hanya merujuk dalam arti khusus yaitu kelompok yang setia pada Ali beserta keturunannya dan mengakui kepemimpinan (imam) dari golongannya. (Abd al-Mun’im an-Namr: 1988; 35) Kaum Syiah berpandangan bahwa periwayatan hadis telah terjaga kemurnian sebagaimana telah dicatat oleh keluarga nabi (ahlulbait) yang disampaikan secara berantai dari generasi ke generasi. Sedangkan, kaum sunni adalah golongan yang mempertahankan tradisi kenabian (sunnah) yang muncul pada masa generasi terdahulu (mutaqddimin) dikalangan ahli sunnah sebelum dan akhir abad III H (Abu al-Hasanat Abdul Hay al-Laknawi, 1987 M: 64). Golongan ini berpandangan bahwa sistem periwayatan hadis terjadi secara alamiah dalam bentuk lisan dan cenderung tidak ditulis dari guru kepada murid secara berantai dan baru dibukukan sekitar 100 tahun pasca Nabi. Salah seorang cendikiawan Muslim masa kini melakukan pembahasan tentang
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 mazhab syiah dan ahlisunnah yaitu Nasar bin Abdullah dalam bukunya berjudul Ushul al-Mazhab ash-Shi’ah al-Imamiyah al-Isna’ashariyah; ‘ardh wa-Naqd. Buku ini membahas tentang beberapa pokok ajaran Islam tentang Alquran, hadis, hukum Islam dan akidah sehingga penulis buku ini berkesimpulan bahwa terdapat banyak perbedaan pandangan antara golongan syiah dan Ahlusunnah yang menurut penulis bahwa ajaran syiah cenderung menyimpang dari koridor Islam. (Nashir Abdullah al-Qifari, Ushul Mazhab asy-Syi’ah alImamiyah atsnâ’ash’ariyah, 1998). Mengingat, dua golongan ini merupakan mayoritas yang dianut umat Islam masa kini, terutama sekte syiah imamiyah atau Ja’fariyah yang merupakan sekte syiah yang terbesar dan masih eksis sampai kini, bahkan membentuk sebuah pemerintahan berdasarkan wilayatul fakih. Akibat yang ditimbulkan dari masing-masing doktrin tersebut menimbulkan benturan doktrin ketauhidan maupun pemahaman, terlebih lagi dua golongan ini memiliki gerakan dakwah yang aktif. Hal inilah bagi penulis tertarik untuk melakukan kajian syiah (khususnya syiah imamah) dan ahlus sunnah, khususnya tentang sistem periwayatan dan metode masing-masing sekte dalam melakukan pembuktian keaslian teks (hadis). Hal ini perlu dilakukan sebab setiap sekte saling mengklaim lebih asli, bahkan tidak saling mengakui ke-hadis-an masing-masing. Dalam hal ini penulis berkeyakinan perlu perspektif yang lebih dalam memandang dua sekte besar ini. Untuk itu, perlu dilakukan analisa data secara benar dan tepat agar riwayat hadis baik dalam versi syiah maupun ahlussunah sehingga dipandang perlu menggunakan teori pemahaman dan teori penafsiran agar mendapatkan informasi yang tepat terhadap berbagai teks yang dikaji, terutama terkait dengan kemunculan teks sampai proses penafsirannya terhadap analisis teks. Berangkat dari problem di atas, tulisan ini dimaksudkan dengan tujuan untuk
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 1-
IAIS Sambas melakukan pembacaan terhadap sistem periwayatan dan metode yang digunakan setiap golongan dalam menentukan keaslian teks hadis yang penulis anggap sebagai bagian dari sumber ajaran kedua mazhab yang di dalamnya membuat berbagai doktrin dan pemahaman ketauhidan sehingga manfaat dari penulisan ini diharapkan pada pembaca dalam melihat secara objektif akar persoalan perbedaan periwayatan tersebut sehingga dapat membuka diri atas perbedaan pandangan tersebut. Sistem Periwayatan Hadis Dalam Perspektif Syi‘Ah. Tradisi penulisan hadis bagi kaum syiah imamiyah diyakini telah berkembang sejak masa Rasulullah dan terus berlanjut ke generasi syiah berikutnya sehingga dikenal berbagai pembukuan kitab hadis versi syiah imamiyah kembali berbagai hadis yang diriwayatkan secara langsung dari guru ke murid sehingga jalur periwayatannya sampai kepada Rasulullah atau kepada imam 12 (dua belas) sebagaimana hadis-hadis yang dibukukan oleh Abu Rafi’ dalam kitab as-Sunan, al-Ahkam dan al-Qadaya. Generasi berikutnya, dibukukan lagi kitab hadis versi syiah imamiyah yang dikenal dengan empat kitab utama (al-kutub al-Arba’ah), terdiri dari: (1) alKafi karya Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub bin Ishaq al-Kulani ar-Razi, wafat 329 H/ 940 M; (2) Man la Yahduruh alFakih karya Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Babawih al- Qummi, wafat 305; (3) Tahzib al-Ahkam, Karya Abu Ja’far Muhammad bin Hasan bin Ali atTusi, lahir 385 H dan wafat; (4) Al-Ibtisar fi ma Ukhtilafa min Akhbar. Bagi golongan syiah imamiyah berpandangan bahwa sabda nabi telah terjaga kemurniannya oleh ahlulbait (Ali, Fatimah, Hasan dan Husein), sebagaimana sabda nabi, yaitu:
ﻋﻦ أم ﺳﻠﻤﺔ أن اﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﺟﻠﻞ... ﻋﻠﻰ اﳊﺴﻦ واﳊﺴﲔ وﻋﻠﻲ وﻓﺎﻃﻤﺔ ﻛﺴﺎء ﰒ ﻗﺎل
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
اﻟﻠﻬﻢ ﻫﺆﻻء أﻫﻞ ﺑﻴﱵ وﺧﺎﺻﱵ أذﻫﺐ ﻋﻨﻬﻢ اﻟﺮﺟﺲ وﻃﻬﺮﻫﻢ ﺗﻄﻬﲑا ﻓﻘﺎﻟﺖ أم ﺳﻠﻤﺔ وأ ﻣﻌﻬﻢ رﺳﻮل ﷲ ﻗﺎل إﻧﻚ إﱃ ﺧﲑ “... dari Ummu Salamah bahwa Nabi SAW telah menyelimuti Hasan, Husain, ‘Ali dan Fatimah dengan kain. Kemudian beliau bersabda, ya Allah mereka ini adalah ahlulbait (keluarga nabi) dan orang-orang terdekat-ku, maka jauhkanlah mereka dari segala kotoran dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya. Kemudian, Ummu Salamah berkata apakah aku termasuk dari golongan mereka ya, Rasulullah?, beliau menjawab engkau dalam kebaikan” (Abu ‘Isya: t.t; juz 12; 372) Indikasi penulisan hadis ini diperkuat dengan berbagai rangkaian peristiwa bahwa Nabi pernah meminta Ali mengambil kulit domba untuk menuliskan berbagai sabda beliau sehingga lembaran kulit domba tersebut hampir tidak muat (Mu`asalah al-Balaghah: 1413 H/ 1992 M; 85). Selanjutnya, setiap sabda nabi yang ditulis Ali dikenal dengan shahifah ‘Ali (lembaran Ali) berisi tentang hukum diyat, bahkan sabda nabi yang dicatat Ali yang lebih luas lagi dikenal dengan istilah aljami’ah (I.K.A Howard, terj. Arif Budarso: 2001; vol 2, No. 2; 2001). Berangkat dari sini, kaum syiah berkeyakinan bahwa setiap hadis yang diriwayatkan para imam adalah sebagai generasi penerus periwayatan sabda Nabi sehingga setiap hadis yang diriwayatkan imam syi’ah selalu bersambung, menjadikan mata rantai yang selalu bersambung di kalangan ahli syi’ah sampai masa Nabi. Ciri khas, pemahaman hadis perspektif Syi’ah imamiyah lebih cenderung dengan konsep kepemimpinan exclusive dan hanya menerima periwayatan hadis dari imam yang ma’shum saja. Di dalamnya terdapat doktrin yang bersumber dari hadis-hadis tsalaqayn bahwa para imam tidak dapat dipisahkan dari Alquran sehingga memiliki otoritas kepemimpinan
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 2-
IAIS Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
yang sah (Sayyid Muhammad Ridha Husain: 1413 H; 119). Beberapa contoh hadis tsalaqayn, di antarannya:
ﻳﻬﺎ اﻟﻨﺎس:ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ إﱐ ﺗﺮﻛﺖ ﻓﻴﻜﻢ ﻣﺎ ان أﺧﺬﰎ ﺑﻪ ﻟﻦ ﺗﻀﻠﻮا ﻛﺘﺎب ﷲ .و ﻋﱰﰐ اﻫﻞ ﺑﻴﱵ “Rasulullah bersabda: wahai manusia sesungguhnya aku meninggalkan untuk kalian (dua perkara) jika kalian berpegang teguh pada keduanya maka tidak akan tersesat, yaitu kitabullah dan ahlulbait-ku” (M. al-Baqir: cet. I, 1991; 36).
(Muhammad Husain ath-Thabathaba`i, juz II, 1391 H; 144), sebagaimana dinyatakan:
أﻣﺮ ﰲ اﻹﻧﺴﺎن اﳌﻌﺼﻮم ﻳﺼﻮﻧﻪ ﻋﻦ اﻟﻮﻗﻮع ﻓﻴﻤﺎ ﻻ .ﳚﻮز ﻣﻦ اﳋﻄﺄ و اﳌﻌﺼﻴﺔ “Perintah dalam jiwa manusia yang bebas dari sifat dosanya dan terhindar dari salah dan maksiat”. Sifat-sifat inilah yang dimiliki oleh para imam ahlul bait yang nilainya setara dengan para Nabi. Hal ini berdasarkan firman Allah, yaitu:
ْﺖ ِ ْﺲ أَ ْﻫ َﻞ اﻟْﺒَـﻴ َ ِﺐ َﻋْﻨ ُﻜ ُﻢ اﻟِّﺮﺟ َ إِﳕﱠَﺎ ﻳُِﺮﻳ ُﺪ ا ﱠُ ﻟِﻴُ ْﺬﻫ... َوﻳُﻄَ ِّﻬَﺮُﻛ ْﻢ ﺗَﻄْ ِﻬ ًﲑا
ﻓﻴﻪ اﳍﺪى واﻟﻨﻮر ﻓﺘﻤﺴﻜﻮا ﺑﻜﺘﺎب ﷲ وﺧﺬوا ﺑﻪ ﻓﺤﺚ ﻋﻠﻴﻪ ورﻏﺐ ﻓﻴﻪ ﰒ ﻗﺎل وأﻫﻞ ﺑﻴﱵ أذﻛﺮﻛﻢ ﷲ ﰲ أﻫﻞ ﺑﻴﱵ ﺛﻼث ﻣﺮات
“...sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa di antara kalian, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”. Ayat inilah yang menjadi dasar argumen mazhab syi’ah untuk menilai para imam bebas dari segala dosa (ma’sum). Makna innama pada ayat di atas sebatas pembatas kesucian untuk ahlul bait tapi bukan pada kelompok lainnya. Sedangkan, kata al-rijs secara spesifik di diarahkan pada makna kotoran secara lahir dan batin, tampil dalam bentuk pelanggaran dan dosa.
(Ad-Darimi: juz 2, 1407 H; 524) “… dari Zaid bin Arqam berkataL berdiri Rasulullah SAW pada sutau hari saat berpidato dengan mengucapkan puji syukur pada Allah kemudian mengatakan wahai sekalian manusia sesungguhnya saya menyampaikan bahwa “aku merasa utusan Tuhan-ku (malaikat Izrail), akan segera datang, aku pun segera menjawabnya. Sesungguhnya telah aku tinggalkan untuk kalian dua buah peninggalan agung (tsaqalain) yang pertama kitabullah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Kemudian, ahlibait-ku. Aku akan ingatkan kalian pada kalaian ahlibait-ku disebutkan sebanyak tiga kali”. Kemudian, konsep bebas dari dosa (itsma) adalah suatu keadaan jiwa yang terlepas dari sifat salah dan dosa
Konsep Ketersambungan Sanad Umumnya, di kalangan ahli syiah imamiyah mengakui kriteria ketersambungan sanad sebagaimana layaknya sanad tersambung dalam kaidah ilmu Hadis yang dibangun di kalangan ahli sunni, sebagai salah satu prasyarat mutlak untuk memutuskan kualitas suatu Hadis. Akan tetapi, makna ketersambungan sanad dalam perspektif Syi’ah dan sunni berbeda. Dalam perspektif syiah, makna ketersambungan sanad dapat dipahami sebagai diterimanya informasi (berita) yang bersumber dari Nabi dan juga bersumber dari iman yang bersumber dari iman yang ma’shum maupun tidak ma’shum. (Ja’far ash-Shubhani: 1418 H; 66-67). Dalam hal ini terdapat istilah musnad ditujukan untuk para imam yang tersambung. Sebaik-
Hadis dalam disebutkan:
versi
yang
lain
ﻗﺎم رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ: ﻋﻦ زﻳﺪ ﺑﻦ أرﻗﻢ ﻗﺎل... ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ ﻳﻮﻣﺎ ﺧﻄﻴﺒﺎ ﻓﺤﻤﺪ ﷲ وأﺛﲎ ﻋﻠﻴﻪ ﰒ ﻗﺎل أﻳﻬﺎ اﻟﻨﺎس إﳕﺎ ا ﺑﺸﺮ ﻳﻮﺷﻚ ان ﺗﻴﲏ رﺳﻮل رﰊ ﻓﺄﺟﻴﺒﻪ وأﱐ رك ﻓﻴﻜﻢ اﻟﺜﻘﻠﲔ أوﳍﻤﺎ ﻛﺘﺎب ﷲ
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 3-
IAIS Sambas nya, dalam perspektif ahli sunnah umumnya dikenal dengan istilah marfu’ yaitu jalur periwayatan yang tersambung dari rawi murid ke guru sampai bersumber kepada Nabi. Argumentasi yang dibangun kaum syiah untuk membenarkan kesucian imam-nya melalui beberapa premis, di antaranya: (a) dilihat dari esensi dari makna kata imam yang secara bahasa berarti “yang mengikuti yang didalamnya terkandung makna bebas dari dosa (itsma). Maksudnya, jika para imamnya melakukan kesalahan, maka boleh diikuti sebab sudah mendapat legitimasi dari Tuhan, sebab para imam ini dianggap pembawa syariat kenabian dari Tuhan untuk disampaikan pada umat manusia, (b) para pemimpin yang menjadi imam tidak layak dianggap sebagai pemimpin ketika sudah dicela pengikutnya dan ketidakpatuhan pengikutnya terhadap iman. Inilah yang menjadi penyebab keharusan untuk tidak mencela dan mengangap ma’shum para imam menjadi sesuatu yang harus diterima (Al-Huli, dalam Ahmad al-Waili, cet. II, 1981 M; 145). Bagi kaum syiah para imam memiliki otoritas khusus dari Allah melalui pesan dari Nabi Muhammad sebagai penerus maupun penyampaian pesan Allah yang diperoleh melalui ilham atau melalui perjuangan dengan imam sebelumnya, sehingga segala sesuatu yang bersumber dari para imam ini diklaim sebagai sunnah. Kondisi ini tercermin dari wasiat imam Ali. Sebagaimana pernyataan imam Ja’far yang disampaikan Ali bin Abi talib (Abu Ja’far: 1411 H / 1990 M; 80), yaitu:
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 “Hadis-ku adalah hadis ayahku, hadis ayahku adalah hadis kakekku, adalah Hadis husain, adalah hadis hasan, adalah hadis amirul mukminin Ali, hadis amirul mukminan adalah hadis Rasulullah SAW dan hadis Rasulullah SAW adalah firman Allah SWT”. Selain itu, juga terdapat Hadis dalam riwayat Tirmizi, yaitu:
ﻋﻦ ﺟﺎﺑﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﷲ ﻗﺎل رأﻳﺖ رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ... ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﰲ ﺣﺠﺘﻪ ﻳﻮم ﻋﺮﻓﺔ وﻫﻮ ﻋﻠﻰ ﻗﺘﻪ اﻟﻘﺼﻮاء ﳜﻄﺐ ﻓﺴﻤﻌﺘﻪ ﻳﻘﻮل أﻳﻬﺎ اﻟﻨﺎس إﱐ ﻗﺪ ﺗﺮﻛﺖ ﻓﻴﻜﻢ ﻣﺎ إن أﺧﺬﰎ ﺑﻪ ﻟﻦ ﺗﻀﻠﻮا ﻛﺘﺎب ﷲ وﻋﱰﰐ أﻫﻞ ﺑﻴﱵ
، ﺣﺪﻳﺚ ﺟﺪﱐ، و ﺣﺪﻳﺚ اﰊ،ﺣﺪﺛﲏ ﺣﺪﻳﺚ اﰊ
“… dari Jabir bin ‘Abdullah berkata saya melihat Rasulullah melaksanakan Haji pada hari ‘Arafah dan dia berkhotbah maka didengarkan dengan mengatakan, wahai manusia, sesungguhnya telah aku tinggalkan pada kalian suatu peninggalan yang tidak akan tersesat selama kalian berpegang tegh padanya, yaitu Alquran dan ithrah ahlulbait-ku”. Hadis ini menunjukkan adanya kesetaraan kedudukan Alquran dengan ahlul bait yang memiliki makna yang sangat dalam yaitu status Alquran yang ma’shum, terjaga dari segala kesalahan dan pertentangan yang nilainya setara dengan ahlulbait dan Nabi SAW. Keberadaan dalil yang mengantarkan keyakinan kaum syiah untuk percaya bahwa Nabi bebas dari segala dosa dan kesalahan, hal ini juga telah mengantarkan dirinya (kaum syiah) percaya bahwa keterpeliharanya para imam tanpa ada pembedaan.
و ﺣﺪﻳﺚ اﳊﺴﲔ،ﺣﺪﻳﺚ ﺟﺪﱐ ﺣﺪﻳﺚ اﳊﺴﲔ و اﳊﺪﻳﺚ اﳊﺴﻦ اﳊﺪﻳﺚ اﻣﲑ،اﳊﺪﻳﺚ اﳊﺴﻦ اﳊﺪﻳﺚ اﻣﲑ اﳌﺆﻣﻨﲔ و اﳊﺪﻳﺚ اﻣﲑ،اﳌﺆﻣﻨﲔ
Konsep ‘Adil Dan Dhabit Bagi kaum syi’ah, makna ke-‘adil-an didefinisikan oleh Ash-Shubhi (AshShubhi: 1418; 118), sebagai berikut:
اﳌﺆﻣﻨﲔ اﳊﺪﻳﺚ رﺳﻮل ﷲ و اﳊﺪﻳﺚ رﺳﻮل ﷲ ﻗﻮل .ﷲ ﻋﺰو ﺟﻞ Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 4-
IAIS Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
ﻣﻠﻜﺔ ﻧﻔﺴﻴﻪ راﺳﺨﺔ ﻋﺜﺔ اﻟﺘﻘﻮي و ﺗﺮك ارﺗﻜﺎب اﻟﻜﺒﺎﺋﺮ وﻋﺪم اﻹﺻﺮار ﻋﻠﻰ اﻟﺼﻐﺎر و ﺗﺮك ارﺗﻜﺎب .ﻣﻨﺎﻓﻴﺎت اﳌﺮوءة
َﺎل َ ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗ َ ﱠﱯ ِّ ِ… َﻋ ْﻦ أَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮةَ َﻋ ْﻦ اﻟﻨ َﱴ إِذَا َﻋَﺮﻓْـﺘُـ ُﻬ ْﻢ َﺧَﺮ َج َر ُﺟ ٌﻞ ِﻣ ْﻦ ﺑـَْﻴـﻨَﺎ أََ ﻗَﺎﺋِ ٌﻢ إِذَا ُزْﻣَﺮةٌ ﺣ ﱠ َِﺎل إ َِﱃ اﻟﻨﱠﺎ ِر وَا ﱠ َ ْﺖ أَﻳْ َﻦ ﻗ ُ َﺎل َﻫﻠُ ﱠﻢ ﻓَـ ُﻘﻠ َ ﺑـَﻴ ِْﲏ َوﺑـَْﻴﻨِ ِﻬ ْﻢ ﻓَـﻘ
“Karakter yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorong untuk selalu konsisten dengan ketakwaan dengan cara meninggalkan segala dosa besar dan kecil, serta menghindari dari segala perbuatan yang merudak kewibawaanya”. Menurut al-Hakim an-Naisaburi. Indikasi keadilan rawi, terdiri dari: (a) Muslim; (b) tidak melakukan sesutau yang bid’ah [mengada-ada]; (c) tidak melakukan sutau perbuatan yang menggugurkan keadilannya. Umum, bagi kaum syiah keadilan rawi hanya dapat diketahui berdasarkan hasil rekomendasi dari seorang imam maupun pakar hadis dari golongan yang memuji kredibiltas, kualitas keilmuan, kejujuran dan bertakwa-nya. Secara khusus penilaian terhadap keadilan sahabat. Kaum syiah tidak menerima semua sahabat adil, Hal ini merujuk pada dalil yang diajukan kaum syiah untuk mendukung premisnya (meskipun dalilnya sama yang diajukan kaum sunni), diantaranya; Pertama, firman Allah: (at-taubah: 9 ayat 101.
َك َﻋﻠَﻰ َ َﺎل إِﻧـﱠ ُﻬ ْﻢ ْارﺗَﺪﱡوا ﺑـَ ْﻌﺪ َ ْﺖ َوﻣَﺎ َﺷﺄْﻧـُ ُﻬ ْﻢ ﻗ ُ ﻗـُﻠ َﱴ إِذَا َﻋَﺮﻓْـﺘُـ ُﻬ ْﻢ َﺧَﺮ َج أَ ْد َ ِرِﻫ ْﻢ اﻟْ َﻘ ْﻬ َﻘﺮَى ﰒُﱠ إِذَا ُزْﻣَﺮةٌ ﺣ ﱠ َﺎل إ َِﱃ َ ْﺖ أَﻳْ َﻦ ﻗ ُ َﺎل َﻫﻠُ ﱠﻢ ﻗـُﻠ َ َر ُﺟﻞٌ ِﻣ ْﻦ ﺑـَﻴ ِْﲏ َوﺑـَْﻴﻨِ ِﻬ ْﻢ ﻓَـﻘ َك َ َﺎل إِﻧـﱠ ُﻬ ْﻢ ْارﺗَ ﱡﺪوا ﺑـَ ْﻌﺪ َ ْﺖ ﻣَﺎ َﺷﺄْﻧـُ ُﻬ ْﻢ ﻗ ُ اﻟﻨﱠﺎ ِر وَا ﱠِ ﻗـُﻠ
ْﻞ اﻟْ َﻤﺪِﻳﻨَ ِﺔ ِ َاب ُﻣﻨَﺎﻓِﻘُﻮ َن َوِﻣ ْﻦ أَﻫ ِ وَﳑِﱠ ْﻦ ﺣ َْﻮﻟَ ُﻜ ْﻢ ِﻣ َﻦ ْاﻷَ ْﻋﺮ َﺎق َﻻ ﺗَـ ْﻌﻠَ ُﻤ ُﻬ ْﻢ َْﳓ ُﻦ ﻧـَ ْﻌﻠَ ُﻤ ُﻬ ْﻢ َﺳﻨُـ َﻌ ِّﺬﺑـُ ُﻬ ْﻢ ِ َﻣَﺮُدوا َﻋﻠَﻰ اﻟﻨِّﻔ َاب َﻋﻈِﻴ ٍﻢ ٍ َﲔ ﰒُﱠ ﻳـَُﺮدﱡو َن إ َِﱃ َﻋﺬ ِ ْ َﻣﱠﺮﺗـ “Di sekitar kalian ada orang-orang Arab Badwi, ada orang-orang munafik dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.” Kemudian sabda Nabi, yaitu:
ُﺺ ِﻣْﻨـ ُﻬ ْﻢ إﱠِﻻ ِﻣﺜْﻞ ُ َُﻋﻠَﻰ أَ ْد َ ِرِﻫ ْﻢ اﻟْ َﻘ ْﻬ َﻘﺮَى ﻓ ََﻼ أُرَاﻩُ ﳜَْﻠ ََﻞ اﻟﻨﱠـ َﻌ ِﻢ ِﳘ “… dari Abu Hurairah berkata dari Nabi SAW bersabda: saat aku berdiri, muncullah segerombolan orang yang kukenal dan seorang laki-laki muncul dihadapan kami. Lai-laki itu berkata: ayo hendak ke mana, ia menjawab ke neraka. Demi Allah, aku bertanya, ada apa dengan mereka. Ia menjawab, mereka telah berbalik setelah engkau wafat. Dan aku tidak melihat keikhlasan diwajah mereka (mereka berjalan) seperti gerombolan unta tan gembala.” Selain dalil di atas, konflik internal sahabat dalam peristiwa perang siffin dan jamal menjadi penyebab oleh kelompok syiah untuk menolak sebagian sahabat dan tidak menerima semua sahabat berstatus ‘adil, kecuali keluarga nabi tertentu yang tergolong ahlul bait. Kemudian, tentang kekuatan daya hapal sahabat (dhabit). Bagi kaum kalangan syiah, terdapat perbedaan pandangan. Menurut Husain bin Abdul Samad bahwa kekuatan hafalan perawi merupakan salah satu syarat mutlak ke-sahih-an hadis yang secara rinci dapat digambarkan dengan ketersambungan sanad, rawinya adil yang bberasal dari golongan imamah, kuat daya hafal sehingga jalur periwayatannya sampai kepada imam yang ma’shum serta tidak terdapat kejanggalan atau catat dalam periwayatannya. Sedangkan, bagi sebagian kalangan syiah lainnya, tidak menyebutkan kriteria kuat hafalan dalam menentukan
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 5-
IAIS Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
kualitas hadis, sebab sudah masuk dalam status keadilan perawi. Periwayatan Hadis Dalam Perspektif Sunni Esensi Hadis melalui kajian teori sistem dari periwayatan (riwâyat), dipahami melalui unsur-unsurnya yang terdiri dari unsur rawi, sanad dan matan. Rawi adalah orang yang meriwayatkan Hadis, yaitu orang yang menerima, memelihara dan menyampaikan Hadis, mulai dari rawi sahabat, tabi’in dan selanjutnya sampai rawi terakhir, yaitu mudawin yang menghimpun Hadis pada diwan. Sanad adalah sandaran Hadis atau sumber pemberitaan Hadis, yaitu keseluruhan rawi yang meriwayatkan Hadis yang dilacak mulai dari mudawin, gurunya begitu selanjutnya sampai pada rawi pertama yang menerima Hadis dari Nabi Muhammad Saw. Sedangkan matan Hadis adalah redaksi (lafaz atau teks) Hadis. Jadi, ketiga unsur tersebut yang terdiri dari rawi, sanad dan matan disebut arkan yang menunjukkan eksistensi Hadis dan keseluruhan Hadis pada kitab Hadis. Sistem periwayatan sangat menentukan kualitas hadis. Ketika suatu hadis diklaim shahih dengan kriteria yang rawinya âdil dan sempurna ingatannya, sanadnya bersambung, matannya marfu’, tidak ada cacat dan tidak janggal Burhanuddin al-Abnasi: 1998 M – 1418 H, cet.I; 66). Sedangkan, secara definisi Hadis Shahih adalah:
ﺼﻞُ اﻟ ﱠﺴﻨَ ِﺪ ﻣ َْﺮﻓـُﻮْع َﻏْﻴـ ُﺮ ِ ْﻂ ُﻣﺘﱠ ِ ﻀﺒ ْل َ مﱞ اﻟ ﱠ ٌ ﻣَﺎ ﻧـُ َﻘﻠَﻪُ َﻋﺪ ُﻣ َﻌﻠ ِﱠﻞ وََﻻ ﺷَﺎ ٍذ “Hadis yang dinukil atau diriwayatkan oleh rawi-rawi yang âdil, sempurna ingatan, sanad, bersambung-sambung, marfu’ tidak ber-`illat dan tidak janggal.” Indikator dari masing-masing kriteria tersebut, terdiri dari: (a) rawinya bersifat âdil maksudnya dinilai baik, bertaqwa dan berwibawa sehingga lepas dari tuduhan yang tidak baik; (b) rawi tâmm dhâbith yaitu sempurna ingatannya, terpelihara catatan maupun kitabnya dan termasuk diantaranya juga tidak pelupa, (c) sanad
bersambung, antara rawi guru dan rawi murid bertemu disebabkan hidup sezaman setempat, dan seprofesi, (d) matannya marfu’, yaitu disandarkan pada Nabi, (d) tidak ada ‘illat yaitu suatu penyakit yang samar-samar yang bisa mempengaruhi kua-litas hadis yang diriwayatkannya. Seperti meriwayatkan Hadis secara muttashil terhadap Hadis mursal, munqathi’ atau berupa sisipan matan Hadis, (e) tidak syâdz artinya tidak janggal. Indikator kejanggalan Hadis terlihat dari perlawanan dengan Hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih kuat. Dan tidak bertentangan dengan Alquran dan akal sehat. Sedangkan, hadis hasan adalah:
ﺼ ُﻞ اﻟ ﱠﺴﻨَ ِﺪ َﻏْﻴـ ُﺮ ُﻣ َﻌﻠ ِﱠﻞ ِ ْﻂ ُﻣﺘﱠ ِ ﻀﺒ ْل ﻗَﻠِْﻴ ُﻞ اﻟ ﱠ ٌ ﻣَﺎ ﻧـُ َﻘﻠَﻪُ َﻋﺪ وََﻻ ﺷَﺎ ٍذ “Hadis yang dinukil atau diriwayatkan oleh rawi-rawi yang âdil, tidak begitu kuat ingatannya, sanad bersambung-sambung, tidak ber-`illat dan tidak janggal.” Hadis Hasan hampir sama dengan Hadis Shahih. Perbedannya adalah pada persoalan ke-dhâbith-an rawi. Hadis Shahih rawinya tâm dhâbith, sedangkan Hadis Hasan rawinya qalîl dhâbith. Maksudnya adalah agak dhâbith, yang diukur dengan kapasitas daya hapalannya. Sedangkan, hadis dha’if, yaitu hadis yang tertolak untuk dijadikan hujah, secara istilah, adalah semua hadis yang tidak termasuk dari sifat hadis shahih dan sifat hadis hasan. Definisi hadis dha’if adalah:
ْﺢ اَ ِو ِ ﱠﺤﻴ ِ ْط اﻟﺼ ِ ﻣَﺎ ﻓَـ َﻘ َﺪ ﺷ َْﺮﻃًﺎ ا َْو اَ ْﻛﺜَـَﺮ ِﻣ ْﻦ ُﺷﺮُو اْﳊَ َﺴ ِﻦ “Hadis yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat Hadis Shahih atau Hadis Hasan.” Dalam hal ini, rawinya tidak ‘âdil atau tidak dhâbith meliputi rawi yang mendustakan Nabi Muhammad Saw (maudhu’), pendusta (matruk), fasik dan lemah hapalan (munkar), waham, syak dan ragu-ragu (mu’allal), menukar rawi (mudhtharib), mengubah syakal (muharraf), memutar-
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 6-
IAIS Sambas balik (maqlub), mengubah titik (mashahhaf), majhul tidak dikenal (mubham), bid’ah (mardûd), tidak baik hapalannya karena sering berbeda-beda (syâdz), karena tua dan sakit (mukhtalif), Hadis Dha’if karena sanadnya tidak muttashil yaitu munfashil karena terputus pada rawi pertama disebut mursal, terputus pada guru mudawin disebut mu’allaq, putus pada satu rawi disebut munqathi’, putus dua rawi berturut-turut disebut mu’dhal. Sedangkan Hadis Dha’if karena matannya tidak marfu’ adalah matannya idhafah pada sahabat disebut mauquf, dan matannya yang idhafat pada tabi’in disebut maqthu’ (Endang Soetari: 2008; 19-21). Kaidah tashih tersebut merupakan kaidah dasar, sementara terdapat pula kaidah kenaikan kualitas hadis. Hadis shahih dengan syarat dan kriterianya dinamakan Hadis shahih lidzatihi, begitu juga dengan Hadis Hasan dengan kriterianya dinamai hasan lidzatihi. Selain yang lidzatihi, terdapat pula hadis shahih lighairihi dan hasan lighairihi. Hadis shahih lighairihi yaitu hasan lidzatihi yang dikuatkan oleh muttabi’ dan atau syahid. Muttabi’ adalah sanad lain atau sanad yang lebih dari satu alur dalam periwayatan suatu hadis. Syahid adalah matan lain atau matan yang lebih dari satu untuk suatu hadis dalam materi yang sama. Hadis hasan lighairihi ialah hadis dha’if yang dikuatkan oleh muttabi’ dan atau syahid, jika kualitas dha’ifnya tidak termasuk maudhu’, matruk dan munkar. Berdasarkan kaidah tersebut dapat dipahami, bahwa bisa terjadi kenaikan kualitas hadis dari hadis hasan menjadi hadis shahih lighairihi dan hadis dha’if menjadi hadis hasan lighairihi. Praktek menentukan kualitas Hadis dengan tashih adalah menilai rawi dari segi ‘âdil dhâbith-nya dengan hasil kajian ilmu jarh wa ta’dîl yang sudah dikoleksi dalam kitab seperti Tahdzîb al-Tahzdîb karya Ibnu Hajar Al-Asqalani. Menilai persambungan sanad menggunakan kitab bidang Rijâl, Tarîkh al-Ruwât dan
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 Thabaqat yang sudah dihimpun dengan melihat lahir wafat dan thabaqat rawi. Tentang idhafah matan Hadis bisa dilihat dari pengantar matan, sedangkan tentang `illat dan syâdz dinilai dengan menggunakan kitab hasil kajian ilmu matan. Analisis Sistem Periwayatan Hadis Perspektif Syiah Dan Ahlusunah Faktor terpenting mengkaji teks hadis adalah membuktikan keaslian sumber hadis dengan melihat aspek fisik dokumen sebagaimana dinyatakan M.M. ‘Azami bahwa dalam beberapa kasus ditemukan kekeliruan melalui data historis, pengecekan dokumen, jenis kertas, dan tinta yang dipakai untuk menulis. Proses ini digunakan oleh ahli hadis tetapi tidak menjadi sebagai sebuah metode yang umum sebab seseorang tidak dapat mengungkap integritas moralitas ulama dengan cara ini (M.M. ‘Azami: 977; 59). Konsep periwayatan hadis dalam perspektif ahlisunnah berbeda dengan syiah. Dalam perspektif ahlisunnah tidak dikenal dengan istilah imam tetapi setiap perawi kedudukan dan penilaiannya sama berdasarkan kredibilitasnya sehingga dikenal dengan beberapa istilah seperti mauquf yaitu periwayatan hadis yang jalur rawinya tidak sampai kepada nabi. marfu’ yaitu periwayatan hadis yang jalur rawinya sampai kepada nabi. Bagi kaum sunni, pembagian hadis terjadi pada abad ke III, sudah dikenal kualitas hadis yang diterima berupa sahih, hasan, da’if. Hal ini dapat dipahami telah muncul di era ulama ahli sunnah wal jama’ah era ulama generasi terdahulu. Sedangkan, bagi kaum syiah pada masa generasi terdahulu. Hadis dibagi menjadi dua yaitu hadis mu’tabar dan ghair mu’tabar. Pembagian ini didasarkan atas kriteria internal seperti integritas perawi dan kriteria eksternal seperti kemu’tabarah-an hadis yang dapat dijadikan sandaran hukum. Sebaiknya, jika hadis
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 7-
IAIS Sambas tidak dapat memenuhi kriteria di atas, maka dianggap tidak bisa digunakan. Sering perjalanan waktu ulama syiah generasi terakhir membagi kualitas hadis menjadi empat jenis yaitu shahih, mutawathaq (andal), hasan dan dha’if. Klasifikasi ini dimulai sejak abad ke VII yaitu ada masa Ahmad bin Tawus al-Hilli (w. 673 H). Adapun argumentasi yang dibangun masing-masing golongan antara ahlulsunnah dan syiah sebagai syarat ke-shahih-an hadis bahwa para sahabat yang diklaim berkhianat (munafik) tidak diterima periwayatannya. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam QS. al-Hujurat ayat 6, yaitu:
َﺎﺳ ٌﻖ ﺑِﻨَـﺒٍَﺈ ﻓَـﺘَـﺒَـﻴﱠـﻨُﻮا أَ ْن ِ َ أَﻳـﱡﻬَﺎ اﻟﱠﺬِﻳ َﻦ آ َﻣﻨُﻮا إِ ْن ﺟَﺎءَ ُﻛ ْﻢ ﻓ ﺼﺒِ ُﺤﻮا َﻋﻠَﻰ ﻣَﺎ ﻓَـ َﻌ ْﻠﺘُ ْﻢ َ ِدﻣِﻲ ْ ُﺗُﺼِﻴﺒُﻮا ﻗـ َْﻮﻣًﺎ ﲜَِﻬَﺎﻟٍَﺔ ﻓَـﺘ “Hai orang-orang yang beriman, jika daang kepadamu orang fisik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu men yesal atas perbuatanmu itu.” Firman Allah dalam QS. Ath-Thalaq ayat 2, yaitu:
ُوف أ َْو ﻓَﺎ ِرﻗُﻮُﻫ ﱠﻦ ٍ ْﺴﻜُﻮُﻫ ﱠﻦ ﲟَِْﻌﺮ ِ ﻓَِﺈذَا ﺑـَﻠَ ْﻐ َﻦ أَ َﺟﻠَ ُﻬ ﱠﻦ ﻓَﺄَﻣ َْل ِﻣْﻨ ُﻜ ْﻢ َوأَﻗِﻴ ُﻤﻮا اﻟ ﱠﺸﻬَﺎ َدة ٍ ُوف َوأَ ْﺷ ِﻬ ُﺪوا ذ ََو ْي َﻋﺪ ٍ ﲟَِْﻌﺮ ﻆ ﺑِِﻪ َﻣ ْﻦ ﻛَﺎ َن ﻳـ ُْﺆِﻣ ُﻦ ِ ﱠِ وَاﻟْﻴـَﻮِْم ْاﻵ ِﺧ ِﺮ ُ ِﱠِ ذَﻟِ ُﻜ ْﻢ ﻳُﻮ َﻋ َوَﻣ ْﻦ ﻳـَﺘ ِﱠﻖ ا ﱠَ َْﳚ َﻌ ْﻞ ﻟَﻪُ ﳐََْﺮﺟًﺎ “Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” Pada surah al-Hujurat ayat 6 terdapat kalimat yang berarti “periksalah dengan
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah.” Sedangkan, pada surah AthThalaq ayat 2 terdapat kaliamat yang berarti “persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu, Ayat ini menegaskan bahwa para sahabat harus teliti dan integritas ke-‘adilan-nya diakui. Meskipun demikian, syarat ke-‘adil-an rawi dalam periwayatan hadis antara golongan syi’ah imamah dengan ahlussunah terdapat kesamaan dan perbedaan dari kedua belah pihak. Perbedaan yang signifikan, khususnya terkait dengan ke-‘adil-an sahabat selaku saksi dan pelaku sejarah yang berhadapan langsung dengan Nabi bagi ahlisunnah bahwa semua sahabat adil dan dhabit, tanpa terkecuali. Sedangkan, bagi golongan syiah hanya sahabat tertentu yang diterima periwayatannya. Hal ini berangkat dari dalil yang digunakan. Firman Allah. QS. Ali Imran ayat 110, yaitu:
ُوف ِ ﱠﺎس َْ ُﻣﺮُو َن ِ ﻟْ َﻤ ْﻌﺮ ِ َﺖ ﻟِﻠﻨ ْ ُﻛْﻨـﺘُ ْﻢ َﺧْﻴـَﺮ أُﱠﻣ ٍﺔ أُ ْﺧ ِﺮﺟ َوﺗَـْﻨـﻬ َْﻮ َن َﻋ ِﻦ اﻟْ ُﻤْﻨ َﻜ ِﺮ َوﺗـ ُْﺆِﻣﻨُﻮ َن ِ ﱠِ َوﻟ َْﻮ آ َﻣ َﻦ أَ ْﻫ ُﻞ َﺎب ﻟَﻜَﺎ َن َﺧْﻴـﺮًا ﳍَُْﻢ ِﻣْﻨـ ُﻬ ُﻢ اﻟْ ُﻤ ْﺆِﻣﻨُﻮ َن َوأَ ْﻛﺜَـ ُﺮُﻫ ُﻢ ِ اﻟْ ِﻜﺘ َﺎﺳﻘُﻮ َن ِ اﻟْﻔ “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” Menurut Qurthubi bahwa pad akalimat khairunnas dapat dipahami sebagai bentuk perjuangan sahabat dalam menyebarkan ajaran dengan memikul beban, cobaan dan tantangan masa awal Islam yang sangat sulit (Bassam bin Abdul Mubdi: 1980, juz 1: 267). Sedangkan imam Suyuthi menyatakan bahwa kata “kuntum khaira ummatin” adalah semua para sahabat (As-Suyuthi: 1423/2002M; 214). Kemudian firman Allah QS. AlBaqarah ayat 143, yaitu:
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 8-
IAIS Sambas
ِﻚ َﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎ ُﻛ ْﻢ أُﱠﻣﺔً َو َﺳﻄًﺎ ﻟِﺘَﻜُﻮﻧُﻮا ُﺷ َﻬﺪَاءَ َﻋﻠَﻰ َ َوَﻛ َﺬﻟ ُﻮل َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ َﺷﻬِﻴﺪًا َوﻣَﺎ َﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎ ُ ﱠﺎس َوﻳَﻜُﻮ َن اﻟﱠﺮﺳ ِ اﻟﻨ ُﻮل َ ْﺖ َﻋﻠَْﻴـﻬَﺎ إﱠِﻻ ﻟِﻨَـ ْﻌﻠَ َﻢ َﻣ ْﻦ ﻳـَﺘﱠﺒِ ُﻊ اﻟﱠﺮﺳ َ اﻟْ ِﻘْﺒـﻠَﺔَ اﻟ ِﱠﱵ ُﻛﻨ َﺖ ﻟَ َﻜﺒِ َﲑةً إﱠِﻻ َﻋﻠَﻰ ْ ِﺐ َﻋﻠَﻰ َﻋ ِﻘﺒَـْﻴ ِﻪ َوإِ ْن ﻛَﺎﻧ ُ ﳑِﱠ ْﻦ ﻳـَْﻨـ َﻘﻠ َاﻟﱠﺬِﻳ َﻦ َﻫﺪَى ا ﱠُ َوﻣَﺎ ﻛَﺎ َن ا ﱠُ ﻟِﻴُﻀِﻴ َﻊ إِﳝَﺎﻧَ ُﻜ ْﻢ إِ ﱠن ا ﱠ َﺣﻴ ٌﻢ ُِوف ر ٌ ﱠﺎس ﻟََﺮء ِ ِﻟﻨ “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang kepada manusia. Ayat memberitakan bahwa umat Muslim adalah umat terbaik dengan predikat wasathan berarti terbaik dan ‘adilan yaitu adil. Meskipun ayat ini bersifat umum, namun maknanya bersifat khusus yaitu para sahabat nabi.
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 disebabkan berbagai redaksi ayat dan hadis menunjukkan adanya ketidaksetaraan antar sahabat. Sebaliknya, ahlussunah menerima keadilan sahabat secara umum; (4) konsep imamah bagi golongan syiah adalah ciri khas mazhab ini yang secara khusus diarahkan pada Ali dan keluarga serta 12 imam generasi berikutnya. Saran Melalui tulisan ini dapat dipahami bahwa sumber hukum sekte syiah dengan ahlussunah sama-sama mengakui Alquran dan hadis sebagai sumber otoritatif ajaran Islam, meskipun dalam batasan tertentu bagi kum syiah imamah hanya mengakui riwayat-riwayat yang bersumber dari imam yang dipandang ma’shum oleh golongan syiah sendiri sebagai hujjah. Adanya perbedaan pandangan kedua sekte ini idealnya tidak diklaim sebagai pertentangan, namun sebagai keragaman dan kekayaan intelektual dalam khasanah Islam melalui semangat persatuan dan persaudaraan.
KESIMPULAN Berdasarkan berbagai uraian di atas kesimpulan dari tulisan ini, di antaranya: (1) terjadi perbedaan pemahaman terhadap berbagai teks ayat antara syiah dengan ahlussunah; (2) kaum syiah tidak sependapat generalisasi keadilan sahabat, hal ini
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 9-
IAIS Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
DAFTAR PUSTAKA Abu ‘Isya, sunan at-Tirmizi, Dar al-Ihya’at-Turasi, Bairut, t.t As-Suyuthi, Tadrib ar-Rawi, Dar al-Hadits, Kairo, juz II, 1423 H/2002 M, 214). Ad-Darimi, Sunan Darimi, Dar al-kitab, Bairut, juz 2, 1407 H. Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub al-Kulani, Ushul al-Kafi, Dar at-Ta’aruf, Bairut, 1411 H / 1990 M. Bassam bin Abdul Mubdi, Mukhtasah Tafsir al-Qurtubi, Dar at-Ta’aruf, Bairut, 1980 Burhanuddin al-Abnasi, Al-Syâdz al-Fatayâh min ‘Ulûm Ibn. al-Shalâh, Maktabat alRusy, Riyadh, cet.I, 1998 M – 1418 H. Endang Soetari, 2008, Syarah dan Kritik Hadits dengan Metode Takhrij, Bandung: Amal Bakti. Husni, Hasyim Ma’ruf, Ushul Tasyayyu’: ‘Ardun wa Dirâsatun, Dar al-Qalam, Barut, Lebanon, 1987. Al-Huli, al-Alfain fi Imammah Amir al-Mu`mnin ‘Ali, dalam Ahmad al-Waili, Huwiyat at-Tasyayyu’ (Mu`assasah ahl al-Bait, Bairut, cet. II, 1981 M. Ash-Shubhi, Ushul al-Hadits wa Ahkamuhu, Mu`assasah al-Nashr al-Islami, Qum, 1418. I.K.A Howard, “al-Kafi by al-Kulani, Man lâ Yahduruhu al-Faqih by ash-Shuduq, Tahzib al-ahkam and al-Istibsar by Tusi,” terj. Arif Budarso dalam al-Serat, vol 2. No. 2, 1967, Jurnal Ulumul Qur’an, Vol 2, No. 4, 2001 Ja’far ash-Shubhani, Ushul al-Hadits wa Ahkamuhu fi ‘Ilm ad-Dirayah, Mu`assasah anNashr al-Islami, Qum, 1418 H. Laknawi, Abu al-Hasanat Abdul Hay, ar-Raf’u wa at-Takmil fi al-Jarh wa at-Ta’dil, Dar al-Aqsha, Bairut, 1407 H – 1987 M. Namr, Abd al-Mun’im, al-Mahdi Tarikh wa Watsâiq, Dar al-Huriyah, Kairo, Mesir, cet. II, 1988. Nashir Abdullah al-Qifari, Ushul Mazhab asy-Syi’ah al-Imamiyah Atsnâ’ash’ariyah, Dar ar-Ridha, Jizah, cet. III, 1998. Mu`asalah al-Balaghah: Lajnah Ta’rif, Ahl al-Bait: Maqâmuhum, Manhajuhum, Masâruhum: al-Majma’ al-‘Alami li ahl al-bait, Teheran, 1413 H/ 1992 M. M.M. ‘Azami, Studies in Hadits Methodogy, Islamic Theacing Center, Indianapolis, 1977. Sayyid Muhammad Ridha Husain, Tadwin as-Sunnah ash-Sharifah, Dar al-Hadi, Libanon, 1413 H M. al-Baqir, Mutiara Nahjul Balaghah, Mizan, Bandung, cet. I, 1991. Muhammad Husain ath-Thabathaba`i, al-Mizan fi Tafsir al-Quran, Mu`assah al-‘Alami, Bairut, juz II, 1391 H.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 10-
MEDIA PEMBELAJARAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR MENURUT HADIS Firmansyah*
ABSTRAK Mengajar merupakan profesi yang sangat mulia, amal jaariah yang tak akan terputus pahalanya sampai akhir zaman. Agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan dinamis, maka seorang guru dalam menyampaikan pesan perlu adanya media untuk mempermudah bagi yang disampaikan sehingga tujuan dan maksud dari apa yang disampaikan terserap dengan baik. Begitupun Nabi Saw. ketika menyampaikan ilmu (hadis) kepada sahabat juga terkadangang menggunakan media baik manusia, benda ataupun peristiwa yang terjadi.
KATA KUNCI: Media, Pembelajaran, Hadis
*
Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Mempawah
IAI Sambas PENDAHULUAN Media merupakan alat bantu yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, keberadaanya merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Guru merupakan elemen terpenting dalam menyampaikan pesan-pesan dari bahan ajar kepada anak didik, oleh karena itu untuk menunjang kesempurnaan guru dalam menyampaikan materi kepada anak didik tentu-nya tidak sempurna tanpa adanya media. Media pendidikan sebagai salah satu sumber belajar ikut membantu memperkaya wawasan anak didik. Aneka macam bentuk dan jenis media pendidikan yang digunakan oleh guru menjadi sumber peng etahuan bagi anak didik. Dalam menerang kan suatu benda, guru dapat membawa bendanya secara langsung kehadapan anak didik dikelas. Dengan menghadirkan bendanya sering dengan penjelasan mengenai benda itu, maka benda itu dijadikan sebagai sumber belajar. Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan pengajaran. Hal ini dilandasi dengan keyakinan bahwa prosses belajar mengajar dengan bantuan media mempertinggi kegiatan anak didik dalam tenggat waktu yang cukup lama. Itu berarti kegiatan anak didik dengan bantuan media akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik dari pada bantuan media. Setiap materi pelajaran tentu memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi, pada satu sisi ada pelajaran yang tidak memerlukan alat bantu, namun disisi lain ada ada pelajaran yang memang harus memerlukan alat bantu agar anak didik lebih cepat dalam memahami materi seperti globe, peta, gambar, grafik dan lain-lain. Bahan pelajaran dengan tingkat kesukaran yang tinggi tentu sukar diproses oleh anak didik yang kurang menyukai bahan pelajaran yang disampaikan guru. Pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam misal dalam beberapa materi tersebut penggunaan media pembelajaran sangat diperlukan sekali untuk
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 memberikan pemahaman kepada anak didik sehingga apa yang disampaikan oleh guru dapat dipraktekkan seperti gerakkan shalat, manasik haji, atau pengurusan jenazah baik media visual atau audio visual. Dalam proses pembelajaran kepada para sahabat, Rasulullah Saw. Menjadikan pribadinya sebagai media, melalui ucapan, sifat, dan prilaku beliau. Para sahabat dapat memahami ajaran Islam dan mampu pula mengamalkannya dengan baik. Dalam konteks ini, Rasulullah mengajukan pertanyaan kepada para sahabat dan ketika di perlukan beliau memerlukan organ tubuhnya sebagai media. Akhirnya dapat dipahami bahwa media adalah alat bantu dalam proses belajar mengajar. Dan gurulah yang mempergunakannya untuk membelajarkan anak didik demi tercapainya tujuan pengajaran. PENGERTIAN MEDIA Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata me dium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Metode adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Arief S. Sadiman dkk, 2014: 6). Gerlach dan Ely (dalam Bukhari Umar, 2015: 150), mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengertahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini; guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Dengan demikian, media pendidikan dan pengajaran itu terdiri dari manusia, dan bukan manusia. Menurut Arsyad, 2002; Sadiman, dkk, 1990 (dalam Gusdanela. Blogspot / com / 2014 / 02 / pengertian – media –menurut – beberapa-ahli. html? m=1), mengatakan bahwa media (bentuk jamak dari kata medium), merupakan kata yang berasal dari kata latin medius, yang secara harfiah berarti ‘ tengah’, ‘perantara’, atau pengan-
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 11-
IAI Sambas tar. Oleh karena itu, media dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepenerima pesan. Media dapat berupa suatu bahan (software) dan atau alat (hardware). Syaiful Bahri Djamrah dan Aswan Zain (2013: 120), menyebutkan di dalam bukunya Strategi Belajar Mengajar kata media berasal dari kata latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harfiah berarti “perantara atau Pengantar. Dengan demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Bila media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Dari beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media ada lah alat, sarana, perantara, dan penghubung untuk menyebar, menyampaikan sesuatu pesan (message) dan gagasan kepada penerima. Sedangkan media pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan sehingga dapat meransang pikiran, perasaan, perbuatan, minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar terjadi pada diri siswa (Gusdanela. Blogspot / com / 2014 / 02 / pengertian–media–menurut–beberapa -ahli. html? m=1). KLASIFIKASI MEDIA Media yang kita kenal dewasa ini tidak hanya terdiri dari dua jenis, tetapi lebih dari itu. Klasifikasinya bisa dilihat dari jenisnya, daya liputnya, dan dari bahan serta pembuatannya (ibid). Saiful Bahri Djamrah dan Aswan Zain (2013: 124-126) menjelaskan klasifikasi media terbagi menjadi tiga macam: 1. Dilihat dari jenisnya a. Media Auditif Media auditif adalah media yang mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, cassette recorder, piringan hitam. Media ini tidak co-
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 cok untuk orang tuli atau mempunyai kelainan dalam pendengaran. b. Media Visual Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra penglihatan. Media visual ini hanya ada yang menampilkan gambar diam seperti strip (film rangkai) slides (film bingkai) foto, gambar atau lukisan, dan cetakan. Adapula media visual yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu, dan film kartun. c. Media Audiovisual Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini memiliki kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan kedua. Media ini dibagi lagi kedalam: 1) Audiovisual diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound slides), film rangkai suara, dan cetak suara. 2) Audiovisual Gerak, yaitu media yang menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti suara dan video-cassette. Pembagian lain dari media ini adalah: 1) Audiovisual Murni, yaitu baik unsur suara maupun unsur gambar seperti film bingkai suara yang unsur gambarnya bersumber dari slides proyektor dan unsur suaranya bersumber dari tape recorder. 2) Audiovisual Tidak murni, yaitu yang unsur suara dan unsur gambarnya berasal dari sumber yang berbeda, misalnya film bingkai suara yang unsur gambarnya bersumber dari slides proyektor dan unsur suaranya yang bersumber dari tape recorder. Contoh lainnya adalah film strip suara dan cetak suara. 2. Dilihat dari daya liputnya
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 12-
IAI Sambas a. Media dengan daya liput luas dan serentak Penggunaan media ini tidak terbatas oleh tempat dan ruang serta dapat menjangkau jumlah anak didik yang banyak dalam waktu yang sama. Contoh: radio dan televisi. b. Media dengan daya liput yang terbatas oleh ruang dan tempat media ini dalam penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat membutuhkan ruang dan tempat yang khusus seperti film, sound slide, film rangkai, yang harus menggunakan tempat yang tertutup dan gelap. c. Media untuk pengajaran individu Media ini penggunaannya hanya untuk seorang diri. Termasuk media ini adalah modul berprogram dan pengajaran melalui komputer. 3. Dilihat dari bahan pembuatannya a. Media Sederhana Media Seperti ini bahan dasarnya mu dah diperoleh dan harganya murah, cara pembuatannya mudah, dan peng gunaannya tidak sulit. b. Media Kompleks Media ini adalah media yang bahan dan alat pembuatannya sulit diperoleh serta harganya mahal, sulit mem buatnya, dan penggunaannya memer ulukan keterampilan yang memadai. Berdasarkan sifat kebendaannya, media pembelajaran atau pendidikan dibedakan menjadi dua, yakni: 1. Media yang bersifat benda Menurut Zakiah Darajat, alat pendidikan yang berupa benda adalah: a. Media tulis (Al-Qur’an, hadis, Tauhid, dll) jika kondisi belajar didalam ruangan. b. Benda-benda alam (hewan, manusia, tumbuhan, dll), dilingkungan. c. Gambar-gambar yang dirancang (gra fik) d. Gambar yang diproyeksikan (vidio, dll) e. Audio Recording (kaset, dll)
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 2. Media pendidikan yang bukan benda, yakni: a. Keteladanan b. Perintah atau larangan c. Ganjaran atau hukuman MANFAAT MEDIA PEMBELAJARAN
Media pendidikan merupakan salah satu sumber belajar ikut membantu guru memperkaya wawasan anak didik. Aneka macam bentuk dan jenis pembelajaran yang digunakan oleh guru menjadi sumber ilmu pengetahuan bagi anak didik. Dalam menerangkan suatu benda, guru dapat membawa bendanya secara langsung kehadapan anak didik dikelas. Dengan menghadirkan benda seiring dengan penjelasan mengenai benda itu. Arif S. Sadiman dkk (2014: 8-17), dalam bukunya media pendidikan mejelaskan manfaat media sebagai berikut: 1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan saja). 2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti misalnya: a. Objek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realita, gambar, film bingkai, film, atau model; b. Objek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film, atau gambar; c. Gerak yang terlalu lambat atau cepat, dapat dibantu dengan timelapse atau high-speed photoghraphy; d. Kejadian atau pristiwa yang terjadi dimasa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bing-kai, foto maupun secara verbal; e. Objek yang telalu kompleks (missalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model diagram, dan lain-lain, dan f. Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lainlain) dapat divisualkan dalam bentuk film, film bingkai, gambar dan lainlain.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 13-
IAI Sambas 3. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk: a. Menimbulkan kegairahn belajar; b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik, dengan lingkungan dan kenyataan; c. Memungkin anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya. 4. Dengan sifat yang unik pada setiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikanditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan bilamana semua itu harus diatasi sendiri. Hal ini akan lebih sulitbila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu dengan kemampuannya dalam: a. Memberikan perangsang yang sama; b. Mempersamakan pengalaman; c. Menimbulkan persepsi yang sama. Secara khusus tentang manfaat media, Kemp dan Dayton (dalam Arif S. Sadiman dkk, 2014: 73) mengidentifikasikan: 1. Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan; 2. Proses pembelajaran menjadi lebih luas dan menarik; 3. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif; 4. Efesiensi dalam waktu dan tenaga; 5. Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa; 6. Memungkinkan proses belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. 7. Media dapat menumbuhkan sikap positif terhadap materi dan proses belajar; 8. Mengubah peran guru kearah yang lebih positif produktif Dari identifikasi yang dikemukakan oleh Kemp dan Dayton tentang manfaat media, bahwa media memberikan sikap
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 positif bukan hanya bagi siswa tapi juga membantu guru dalam menyampaikan pesan yang lebih produktif, sehingga pada akhirnya menjadikan suasana pembelajaran yang lebih dinamis. Media Pembelajaran Menurut Hadis 1. Media Organ Tubuh (Isyarat tubuh)
ْل ﷲ ﺻَﻠﻰ ﷲ ُ َﺎل َرﺳُﻮ َ ﻗ.َﺎل َ ﻋﻦ اَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮةَ َر ِﺿ َﻲ ﷲ َﻋﻨْﻪُ ﻗ ﻻَ ﲢََﺎ َﺳﺪُوْا َوﻻَ ﺗَـﻨَﺎ َﺟ ُﺴﻮْا َوﻻَ ﺗَـﺒَﺎ َﻏﻀُﻮْا: َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ْﺾ َوﻛ ُْﻮﻧـُﻮْا ِﻋﺒَﺎدَﷲ ٍ ﻀ ُﻜ ْﻢ َﻋﻠَ َﻰ ﺑـَْﻴﻊ ﺑـَﻌ ُ َوﻻَﺗَﺪَاﺑـَﺮُوْا َوﻻَ ﻳَﺒِ ْﻊ ﺑـَ ْﻌ َُﳛ ِﻘُﺮﻩ َْ اِ ْﺧﻮَا ً اَﻟْ ُﻤ ْﺴﻠِ ْﻢ أﺧُﻮ اﻟْ ُﻤ ْﺴﻠِِﻢ ﻻَ ﻳَﻈْﻠِ ُﻤﻪُ َوﻻَ ﳜَْ ُﺬﻟُﻪُ َوﻻ َﺐ ا ْﻣ ِﺮ ٍئ ِ ﱠات( ﲝَِﺴ ٍ ث َﻣﺮ َ ﺻ ْﺪ ِرﻩِ ﺗ ََﻼ َ ِﱃ ََ ُﺸْﻴـُﺮ ا ِ اَﻟﺘﱠـ ْﻘﻮَى َﻫ ُﻬﻨَﺎ ) َوﻳ ُِﻣ َﻦ اﻟّ ﱠﺸ ِﺮ أَ ْن َْﳛ ِﻘَﺮ اَﺧَﺎﻩُ اﳌُ ْﺴﻠِ َﻢ ُﻛ ﱡﻞ ُﻣ ْﺴﻠِ ِﻢ َﺣﺮَامٌ دَا ُﻣ ْﻪ َوﻣَﺎﻟُﻪ ( ﺿﻪُ ) رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ ُ َوﻋ ِْﺮ “Dari Abu Hurairah RA. Rasulullah Saw. Bersabda janganlah kalian saling mendengki, saling menipu, saling membenci, saling membelakangi, dan janganlah sebagian dari kalian membeli barang yang sudah dibeli oleh orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak boleh menzaliminya, berbohong kepadanya, dan acuh kepadanya. Takwa itu disini, (beliau sambil menunjuk kedadanya hingga tiga kali) cukuplah seseorang dikatakan jelek jika ia menghina saudaranya sesama Muslim. Darah, harta, dan kehormatan setiap Muslim haram bagi Muslim yang lain.” ( HR. Muslim ) (dalam Abi Zakaria Yahya bin Syaraf Al Nawawi, 1994: 60) 2. Media Bulan dan Bintang (Alam)
ﺖ ِ َﺎل َﻛ َﺸ َﻔ َ ْﺖ اﻟْ ُﻤﻐِْﻴـَﺮةَ ﺑْ ِﻦ ُﺷ ْﻌﺒَﺔَ ﻗ ُ َﺎل َِﲰﻌ َ َﻋ ْﻦ زَِ دَاﺑْ ِﻦ ﻋ َِﻼﻗَﺔ ﻗ س ُ َﺎل اﻟﱠﻨﺎ َ َﺎت اِﺑْـ َﺮِﻫﻴْﻢ ﻓَـﻘ َ ﺲ َﻋﻠَﻰ َﻋ ْﻬ ِﺪ َرﺳُﻮِْل ﷲ ﻳَﻮَم ﻣ ُ اﻟﱠﺸ ْﻤ ﺻﻠﱠﻰ ﷲ َ ْل ﷲ ُ َﺎل َرﺳُﻮ َ ﻓَـﻘ. ْت اِﺑْـﺮَا ِﻫﻴْﻢ ِ ﺲ ﻟِﻤَﻮ ُ َﺖ اﻟﱠﺸ ْﻤ ِ َﻛ َﺸﻔ َت ﷲ ﻻ ِ ََْﺲ وَاﻟْ َﻘ َﻤَﺮ أﻳـَﺘَﺎ ِن ِﻣ ْﻦ أ َ َﻋﻠَﻴْﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ اِ ﱠن اﻟﱠﺸﻤ ْت أَ َﺣ ٍﺪ َوﻻَ ﳊَِﻴَﺎﺗِِﻪ ﻓَﺎِذَا َرأَﻳْـﺘُ ْﻢ وا ْدﻋُﻮْاﷲ ) رواﻩ ِ َﺸﻔَﺎ ِن ﻟِﻤَﻮ ِ ﻳـَْﻨﻜ ( اﻟﺒﺨﺎري
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 14-
IAI Sambas “Dari Ziad bin Ilaqah berkata, saya mendengar Mughirah bin Syu’bah berkata, telah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah pada hari wafatnya Ibrahim, maka orang-orang berkata terjadi gerhana matahari disebabkan wafatnya Ibrahim. Maka Rasulullah Saw. bersabda sesungguh nya matahari dan bulan dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana disebabkan wafat atau dilahirkannya seseorang. Maka apabila kalian melihat keduanya mengalami gerhana berdoalah kepada Allah dan shalatlah hingga terang kembali.” (H.R. Bukhari) (dalam Al-Imam Abi Abdillah Muhammadbin Ismail Al Bukhari, 1994: 228). 3. Media benda yang ada disekitar
ﺻﻠﱠﻰ ﷲ َ أَﺗَﻰ اﻟﻨِﱠﱯﱡ: َﺎل َ َو َﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ َﻣ ْﺴﻌُﻮْد َر ِﺿ َﻲ ﷲ َﻋﻨْﻪ ﻗ ت ُ َﱐ أَ ْن أَﺗِﻴَﻪُ ﺑِﺜَﻼَﺛَِﺔ أَ ْﺣﺠَﺎ ٍر ﻓَـ َﻮ َﺟ ْﺪ ْ ِﻂ ﻓَﺄََﻣﺮ َ َِﻋﻠَﻴْﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ اﻟْﻐَﺎﺋ ).ٌَﺣ َﺠَﺮﻳْ ِﻦ َوَﱂْ أ َِﺟ ْﺪ َ ﻟِﺜﺎً ﻓَﺄَﺗَـْﻴـﺘُﻪُ ﺑِﺮَْوﺛٍَﺔ َوﻗَﺎ ََل إِ ﱠن َﻫﺬَا ِرْﻛﺰ ( أﺧﺮﺟﻪ اﻟﺒﺨﺎري “Dari Ibnu Mas’ud Ra. berkata Nabi Saw. ingin buang air besar maka beliau memerintahkanku untuk mengambil tiga batu krikil maka aku temukan dua batu saja dan tidak menemukan batu yang ketiga maka akupun memberikan kotoran yang kering kepada beliau kemudian beliau mengatakan sesungguhnya ini adalah najis”. (Hadis dikeluarkan Imam Bukhari). Penjelasan Hadis Pesan yang terdapat pada hadis pertama, adalah (a) motivasi untuk berakhlak mulia, (b) meninggalkan sifat-sifat tercela dan perbuatan yang menyebabkan pertikaian, (c) petunjuk kepada keistimewaan dalam menjaga hati, (d) keutamaan takwa, (e) larangan memusuhi sesama Muslim, dan (f) anjuran rendah diri (As Sayyid Alwi Al Maliki Al Hasani, tt: 169). Hadis pertama yang diriwayatkan Abu Hurairah menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. melarang ummatnya untuk saling hasud, saling menipu, saling membenci, saling membelakangi, dan membeli barang yang
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 sudah dibeli oleh orang lain, karena semua itu akan menimbulkan permusuhan. Pendidikan lain yang beliau sampaikan juga adalah bahwa setiap Muslim itu bersaudara tehadap Muslim yang lain maka tidak boleh menelantarkannya, membohonginya, dan merendahkannya. Dalam menyampaikan hadis kepada sahabat Rasulullah Saw. menggunakan media bagian tubuh beliau yaitu jari yang ditunjukkan kedada beliau sebanyak tiga kali ketika beliau mengisyaratkan takwa itu disini. Rasulullah mengatakan At-takwa ha huna sambil memberikan isyarat dengan menunjukkan jari kedada beliau artinya bahwa takwa itu tempatnya dihati, beliau tampa berbicara hanya cukup dengan memberikan isyarat karena waktu berlalu dengan cepat. Jari yang digunakan oleh Rasulullah kedada beliau sebagai isyarat bahwa takwa itu ada dihati dengan mengulang-ulang sebanyak tika kali sebagai taukid (penguat) dan taudhih (penjelas) serta sebagai pembelajaran dari beliau tentang pentingnya kita menjaga hati. Lanjutan dari hadis tersebut cukuplah seseorang dikatagorikan jelek apabila seorang Muslim menghina sesama Muslim yang lain maka haramlah baginya darah, harta, dan kehormatannya. Hadis kedua menjelaskan bahwa matahari dan bulan adaah benda langit yang dapat disaksikan oleh manusia dengan jelas karena keduanya menggunakan keduanya sebagai media dalam pembelajaran. Informasi yang terkandung dalam hadis di atas adalah (a) telah terjadi gerhana matahari pada saat kematian Ibrahim, putra Rasulullah Saw., (b) sahabat menduga bahwa gerhana itu terjadi sebab kematian Ibrahim. (c) Rasulullah Saw. menegaskan bahwa gerhana matahari dan bulan merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT. dan (d) peristiwa gerhana itu tidak ada hubungannya dengan kematian atau kelahiran seseorang (Bukhari Umar, 2015: 162). Ibnu Hajar Menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. menegaskan bahwa peristiwa
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 15-
IAI Sambas gerhana matahari dan bulan itu merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT. yang di kirimkannya untuk menakuti manusia (Ibnu Hajar Al-Asqalani, 1993: 66). Tepatnya pada waktu terjadinya peristiwa gerhana matahari, beliau menjadikannya sebagai media untuk menanamkan keimanan kepada para sahabat sekaligus membersihkan aqidah mereka dari unsur-unsur khurafat. Hadis ketiga penggunaan media yang digunakan Rasulullah Saw. Adalah tiga batu kerikil yang ada disekitar Ibn Mas’ud yang ketika itu diperintahkan oleh Rasullullah Saw. Untuk didijadikan alat beritisnya (bersuci) ketika Rasul buang air besar, namun sahabat Ibn Mas’ud hanya mendapatkan dua batu krikil dan mengambil satu kotoran binatang yang sudah kering, tetapi Rasul menolak kotoran itu untuk dijadikan alat beristinja kemudian Rasul mengatakan kepada Ibn Mas’ud bahwa kotoran binatang yang kering itu adalah najis. Dapat di simpulkan dari penjelasan beberapa hadis diatas maka pesan yang disampaikan Nabi kepada sahabat merupakan implementasi penggunaan media. Karena secara luas me dia juga dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa, dengan terjadinya peristiwa tersebut menambah wawasan dan ilmu para sahabat. Media Dalam Proses Pembelajaran Media pembelajaran merupakan media yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam meng ajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar kepenerima pesan belajar (siswa). Sebagai penyaji dan penyalur pesan, media pembelajaran dalam hal-hal tertentu bisa mewakili guru dalam menyajikan informasi belajar kepada siswa. Jika media pembelajaran didesain dan dikembangkan secara baik, maka peran guru dapat diperankan oleh media pembelajaran meskipun tanpa kehadiran guru. Keberadaan media pembelajaran akan menjadi materi pembelajaran yang bersifat abstrak menjadi lebih kongkrit. Siswa menjadi
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 aktif dan memperoleh pengalaman langsung melalui media pembelajaran (Mufaesa. Blogspot. com /2013/05/mediapembelajaran-pendidikanagama.html?m=1). Pada hakekatnya pembelajaran (belajar mengajar) merupakan proses komunikasi antara guru dan siswa yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media dan penerima pesan adalah komponen-komponen proses komunikasi. Komunikasi pada proses pembelajaran adalah siswa sedangkan komunikator nya adalah guru dan siswa. Jika siswa menjadi komunikator terhadap siswa lainnya dan guru sebagai fasiltator, akan terjadi proses interaksi dengan kadar pembelajaran yang tinggi. Pesan yang akan dikomunikasikan ada lah isi ajaran atau didikan yang ada dalam kurikulum. Sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain ataupun penulis buku dan produser media. Salurannya adalah media pendidikan dan penerima pesannya adalah ssiswa atau juga guru (Mufaesa. Blogspot. com /2013/05/ media-pembelajaran- pendidikan-agama.html? m=1). Seorang guru harus menyadari bahwa proses komunikasi tidak dapat berjalan dengan lancar, bahkan proses komunikasi dapat menimbulkan kebingungan, salah pe ngertian, bahkan salah konsep. Kesalahan komunikasi bagi seorang sebagai penghambat pembelajaran (Hamdani, 2011: 72). Media pengajaran adalah suatu alat bantu yang tidak bernyawa, alat ini bersifat netral. Perannya akan terlihat jika guru pandai memanfaatkannya dalam belajar mengajar. Media apa yang akan dimanfaatkan oleh guru? Kapan pemanfaatannya? Dimana pemanfaatannya? Bagaimana cara pemanfaatannya? Adalah serentetan pernyataan yang perlu diajukan dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan media pengajaran dalam proses belajar mengajar (ibid: 133-134). Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi siswa. Selain itu, merangsang siswa mengingat apa yang sudah di-
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 16-
IAI Sambas pelajari, selain memberikan rangsangan be lajar baru. Media yang baik akan mengaktifkan siswa dalam memberikan tanggapan umpan balik, dan mendorong siswa untuk melakukan praktik-praktik yang benar. Omar Hamalik (dalam Hamdani, 2011: 165), mengemukakan bahwa pemakaian media dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan, minat, dan motivasi bahkan membawa pengaruhpengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pada tahap orientasi akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan. Media juga dapat membantu menyajikan data yang menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, serta memadatkan informasi sehingga pemahaman siswa meningkat. Sejalan dengan uraian tersebut Mahmud Yunus mengungkapkan, bahwa media memiliki pengaruh yang paling besar terhadap indra dan lebih dapat menjamin pemahaman. Orang yang mendengarkan saja tidaklah sama tingkat pemahamannya dan lama bertahannya dibandingkan dengan mereka yang melihat, atau melihat dan mendengarkannya. Dalam proses belajar mengajar mungkin saja terdapat ketidakjelasan materi dan dengan adanya media sebagai perentara dapat membantu dalam menyampaikan materi. Jadi, dalam proses tersebut kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Kerumitan materi yang akan disampaikan kepada peserta didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu diucapkan gurumelalui kata-kata, bahkan keabstrakan materi dapat dikongkretkan dengan kehadiran media. (ibid: 120). Dengan demikian, anak didik lebih mudah mencerna materi dari pada tanpa bantuan media. Sementara Abdul Halim Ibrahim menjelaskan betapa pentingnya media pembelajaran. Menurutnya media pembelajaran membawa dan membangkitkan rasa senang murid-murid. Semangat mereka pun terbaharui sehingga membantu memantap-
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 kan pengetahuan pada benar para mereka serta menghidupkan pelajaran. Jelas sekali bahwa media dalam proses pembelajaran merupakan bagian terpenting dalam menciptakan pembelajaran yang efektif, kreatif bagi siswa maupun guru, media juga membantu kekuatan siswa mengingat pesan yang telah disampaikan oleh guru, sehingga proses pembelajaran tidak hanya didominasi ceramah dari guru saja, dan tidak membuat belajar mengajar menjadi bosan, tetapi siswa dapat mengamati, melakukan, dan mendemonstrasikan. Contoh sederhana, guru akan mengajarkan kaifiyah memandikan jenazah. Ia menggunakan media seperti boneka, kain basahan, ember dan air. Setelah itu guru menjelaskan tekhnis, ia lalu menggunakan alat yang tersedia dan siswa memperhatikan dengan sungguhsungguh. Hal ini akan jauh lebih menarik daripada hanya mendengarkan ceramah guru tentang kaifiyah tersebut. Kesimpulan Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perentara atau pengantar. Medoe adalah perentara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perentara. Kerumitan yang disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabsahan barang dapat dikonkretkan dengan kehadiran media. Pada zaman Rasulullah Saw. Media yang disampaikan kepada para sahabat ketika menyampaikan hadis menggunakan alat yang ada disekitar beliau, isyarat tubuh, atau alam yang dijadikan media sebagai penjelas pesan beliau kepada yang
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 17-
IAI Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
diajak bicara atau yang diajari. Seiring berkembangnya zaman dan tekhnologi tentu media yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan pesan kepada anak didiknya berbeda dengan zaman dahulu, alat yang digunakanpun tergolong canggih dan moderen, seperti radio, foto, gambar, film dll.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 18-
IAI Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
DAFTAR PUSTAKA
Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al Bukhari, Shahih Al Bukhari, Bairut, Dar Al Fikr, 1414H/1994M. Abi Al Husain Muslim bin Al Hajjaj Al Qusyairi Al Naisaburi, Shahih Muslim, Bairut, Dar Al Fikr, 2005 M-1425H. Arief S. Sadiman dkk, Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2014. As Sayyid Alwi Al Maliki Al Hasani, Fathu Al Qarib Al Mujib ‘Ala Tahzib Al Targhib Wa Al Tarhib, tt. Bukhari Umar, Hadis Tarbawi Pendidikan dalam Perspektif Hadis, Jakarta, Sinar Gafika Offset, 2015. Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, Bandung, Pustaka Setia, 2011. Heri Jauhari, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Bandung, Pustaka Setia, 2015. Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath Al-Bari Bi Syarh Shahih Bukhari, Beirut: Dar Al-Fikr, 1414/1993M, juz VI. _____,Jurnal Al-Astar, Vol 1, Nomor 1, Maret 2015. Muhammad bin Abdullah Al-Jardani Al-Dimyati, Al-Jawahir Al-Lu’luiyyah fi Al-Syarh Al-Arbain Al Nawawiyyah, Bairut, Al Yamamah, 1998 M-1419 H. Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya, Arkola, 1994. S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta, Bumi Aksara, 2015. Syaiful Bahri Djamrah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka Cipta, 2013. Gusdanela. blogspot/com/2014/02/pengertian-media-menurut-beberapa-ahli.html?m=1. Blogspot.com/2013/02/ media-pembelajaran-menurut-hadis.html?m=1 Mufaesa.blogspot.com/2013/05/media-pembelajaran-pendidikan-agama.html?m=1 http://www.google.co.id/imgres?imgurl
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 19-
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN DAKWAH DI SPANYOL Henny Yusnita*
ABSTRAK Spanyol berjaya sebagai sebuah wilayah yang makmur secara perekonomian serta menjadi barometer kekuatan intelektual dan peradaban. Spanyol adalah sebuah negara yang pernah mengalami masa kejayaan di bawah kekuasaan pemerintahan Islam. sPada waktu itu namanya masih Andalusia. Ketika masih bernama Andalusia, posisi Spanyol adalah sebagian salah satu provinsi yang menjadi bagian dari kekuasaan pemerintahan Islam, tepatnya berada di bawah pemerintahan Bani Umayyah (756-1031 M), ibukotanya adalah Cordova. Ketika kekuasaan Islam di Andalusia jatuh dan tampuk pemerintahan dikuasai oleh bangsa Romawi yang beragama Kristen, nama Andalusia kemudian diganti menjadi Asbania.
KATA KUNCI: Sejarah, Perkembangan, Dakwah.
*
Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas
IAI Sambas PENDAHULUAN Pada abad ke VII M ketika Nabi Muhammad SAW, memulai dakwahnya di Jazirah Arab, wilayah Eropa, Asia, dan Afrika Utara di sepanjang Laut Tengah, merupakan daerah yang sebagian besar sudah beragama Kristen, selebihnya beragama Yahudi dan Manichaesme (Samsul Munir Amin, 2014: 121). Islam berkembang dengan begitu pesat sampai ke tanah Eropa khususnya Spanyol, hal ini terjadi pada tahun 711 M. Bangsa Arab yang berdakwah ke Spanyol, ternyata membawa keberuntungan bagi Bangsa Spanyol, karena Bangsa Spanyol mengemasi masa kegemilangan di abad pertengahan. Pengaruh Islam menembus daratan Eropa dan sekitarnya melalui Provence, yang melahirkan kesusastraan dan kebudayaan baru. Akhirnya para cendekiawan Eropa menerima warisan filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani yang kemudian mendorong terjadinya masa Renaissance (Thomas W. Arnold, 1981: 118). Pertama kali kaum Muslim membawa agama Islam ke Spanyol, kaum Muslim melihat bahwa agama Kristen Khatolik sangat kuat setelah dapat menaklukkan faham Arianisme. Agama Khatolik menjadi agama yang sangat berpengaruh di Spanyol, bahkan masuk dalam ranah berpolitikan dan pemerintahan. Semua raja bersumpah tidak akan menganut agama selain agama Khatolik, apabila tidak mematuhi dan mempersoalkan gereja dan keuskupan Khatolik, lembaga Evangelic, defenisi tentang Pater, dekrit-dekrit gereja dan perjamuan Suci, maka akan dipenjarakan dan penyitaan harta bagi orang yang ti-dak menyetujuinya. Bahkan para penguasa gereja dengan kekuasaan yang dimiliki menekan kaum Yahudi, dan menyiksa secara brutal orang yang menolak dibabtis. Permasalah di atas, merupakan salah satu alasan Islam datang ke daerah Spanyol. Perlakuan yang sangat baik diperlihatkan oleh kaum Muslim membawa jalan terang bagi masyarakat Spanyol. Melihat hal tersebut, masyarakat Spanyol meman-
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 dang bangsa Arab sebagai kaum pembebas yang akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat Spanyol. Masyarakat yang menyambut baik kehadiran kaum Arab ini didominasi oleh kaum budak. Kaum Muslim juga menerima sambutan kelompok bu dak yang selama ini sangat menyedihkan nasibnya di bawah kekuasaan Gothik. Kaum budak inilah merupakan orang yang pertama kali masuk Islam, kemudian disusul oleh penduduk yang menyembah berhala, bangsawan Kristen, rakyat jelata dan golongan menengah. Pada waktu kaum Muslim menaklukkan Spanyol, kebudayaan Gothik telah mengalami kemunduran, bergelimang dengan maksiat dan penyelewengan. Sehingga, dengan datangnya Islam dianggap sebagai balasan dari Tuhan buat orang yang Spanyol yang sesat dan durhaka. Dalam perkembangan selanjutnya Spanyol yang dipimpin oleh pendeta yang tidak bermoral dan pendeta yang korup berusaha untuk mencari nilai-nilai moral dan aspritual yang lebih serasi didalam ajaran Islam. Perkembangan Islam di Spanyol selanjutnya sangat berkembang dengan pesat. ada beberapa faktor yang menyebabkan hal itu terjadi, salah satunya adalah sikap toleransi agama Islam terhadap Kristen. Sikap toleransi pemerintah Islam terhadap penduduk Kristen di Spanyol, dan kebebasan pergaulan antara penganut kedua agama ini. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya asimilasi. Beberapa bentuk yang terjadi di Spanyol ialah perkawinan, seperti yang terjadi pada perkawinan antara Abdul Aziz bin Musa dengan Raja Roderic, banyak orang Kristen yang menggunakan nama-nama Arab, meniru cara hidup kaum Muslimin seperti: khitanan, dan menu makanan dan minuman meniru orang-orang pagan yang tidak dibaptis (Thomas W. Arnold, 1981: 122). Perkembangan Spanyol setelah hadirnya Islam memberikan dampak positif yang sangat besar dan bahkan meningkatkan peradaban Eropa pada umumnya teru-
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 20-
IAI Sambas tama Spanyol pada khususnya. Eropa bang kit dari keterbelakangan, dan mampu menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan ini tentu saja tidak dapat dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol, yang memberikan pengaruh pada peradaban Eropa khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan yang bisa disejajarkan dengan peradaban di Baghdad. Spanyol berjaya sebagai sebuah wilayah yang makmur secara perekonomian serta menjadi barometer kekuatan intelektual dan peradaban. Ketika masih bernama Andalusia, posisi Spanyol adalah sebagian salah satu provinsi yang menjadi bagian dari kekuasaan pemerintahan Islam, tepatnya berada di bawah pemerintahan Bani Umayyah (756-1031 M). Ibu kotanya adalah Cordova. Luas wilayahnya adalah 13,727 kilometer persegi. Sementara jumlah penduduknya kurang lebih sebanyak 782.999 jiwa (Adiba A. Soebachman, 20 14: 37-38). Tetapi ketiak kekuasaan Islam di Andalusia jatuh dan tampuk pemerintahan dikuasai oleh bangsa Romawi yang beragama Kristen, nama Andalusia kemudian diganti menjadi Asbania. PEMBAHASAN 1. Sejarah Singkat Penguasaan Islam atas Spanyol Sebelummenaklukkan Spanyol, umat Islam terlebih dahulu menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari Dinasti Bani Umayah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara terjadi pada zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Afrika Utara dipimpin oleh seorang gubernur, yaitu Husna Ibn Nu’man, kemudian diganti oleh Musa bin Nusyair. Ternyata tujuan umat Islam menguasai Afrika Utara adalah membuka jalan untuk mengadakan ekspedisi lebih besar ke Spanyol. Akhirnya melalui Afrika Utara ekspedisi ke Spanyol lebih mudah dilakukan. Ekspansi umat Islam ke Spanyol terjadi pada masa pemerintahan khalifah Al-
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 Walid (705-715 M). Al-Walid mengizinkan Gubernurnya untuk mengirimkan pasukan militer ke Spanyol. Pada awalnya, Musa bin Nusyair mengutus Tharif bin Malik untuk memimpin pasukan ekspedisi yang bertujuan menjajaki daerah-daerah sasaran. Musa bin Nusyair menugaskan Thariq bin Ziyad untuk memimpin pasukan tentara sebanyak 7.000 orang. Tentara tersebut sebagian besar terdiri atas orang Barbar. Pada tahun 711 M, Thariq berlayar melalui Laut Tengah menuju daratan Spanyol dan berhasil mendarat di sebuah bukit yang kemudian diberi nama Gibraltar (Jabal Thariq). Ketika Roderick mengetahui bahwa Thariq dengan pasukannya telah memasuki negeri Spanyol, Roderick mengumpul kan pasukan penangkal sejumlah 25.000 tentara. Menyadari jumlah musuh yang jauh berbeda, Thariq meminta bantuan kepada Musa bin Nusyair, akhirnya Thariq mendapat tambahan pasukan sebanyak 12.000 tentara. Pada tanggal 19 Juli 711 M, kedua pasukan bertemu di mulut sungai Barbate di pesisir Laguna Janda.Tentara Thariq dalam pertempuran itu mendapat bantuan dari pasukan Roderick yang membelot, Thariq kemudian meneruskan penaklukan ke Ecija, Toledo. Kemudian Arkidona, Elvira dekat, kemudian Granada dapat ditundukkan, dan satu detasemen yang dipimpin oleh Mughtir Ar-Rumi dapat menaklukan kota Cordova yang kemudian dijadikan ibukota pemerintahan Islam (Philip K. Hitti, 2005: 629-630). Kedatangan Islam membawa kultur baru yang memperkaya Spanyol pada umumnya. Oleh karena itu, akhirnya Spanyol (Andalusia) menjadi salah satu pusat peradaban dunia, mengimbangi kejayaan Dinasti Umayah di Damsyik (Damaskus) dan Dinasti Abbasiyah di Baghdad.Tidak salah apabila dikatakan Andalusia turut berperan merintis jalan menuju zaman Renaisans di Eropa. Setelah Spanyol dengan kota-kota pentingnya jatuh ke tangan umat Islam,
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 21-
IAI Sambas sejak saat itu secara politik Spanyol berada di bawah kekuasaan khalifah Bani Ummayah. Dan untuk memimpin wilayah baru tersebut, pemerintah pusat yang berpusat di Damaskus mengangkat seorang wali (gubernur).Dalam melakukan ekspansi di Spanyol, umat Islam dengan mudah dapat meraih berbagai kemenangan sehingga dalam waktu yang relatif singkat, umat Islam dapat menguasai Spanyol.Menurut Dedi Supriyadi (2008: 117-119) ada beberapa faktor yang mendukung proses penguasaan umat Islam atas Spanyol yaitu: 1. Sikap penguasa Ghotic atau yang biasa disebut sebagai kerajaan Visighotie yang tidak toleran terhadap aliran agama yang berkembang saat itu. 2. Perselisihan antara Raja Roderick dengan Witiza (Walikota Toledo) di satu pihak dan Ratu Julian di pihak lain. 3. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa tentara Roderick tidak mempunyai semangat perang. 2.
Masuknya Islam di Spanyol Spanyol diduduki umat Islam pada zaman khalifah Al Walid (705-715 M), yang merupakan khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadi kan salah satu provinsi dari Dinasti Bani Ummayah. Penguasaan Khalifah Abdul Malik (685-705M). Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan Bin Nu’man. AlGhassani menjadi Gubernur di daerah itu. Pada masa khalifah Al-Walid, Hasan bin Nu’man digantikan oleh Musa bin Nushair. Musa memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko serta menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Bar-bar di pergunungan, dengan menyatakan setia dan berjanji tidak membuat kekacauan. Pada proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin pasukan ke wilayah Spanyol seperti Tharif
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 bin Malik, thariq bin Ziyad dan Musa bin Nushair. Dengan dikuasainya daerah tersebut, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Ba’kah Raja Roderick dapat dikalahkan. Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Abd Al-Aziz tahun 99H/717 M. Kali ini sasaran ditujukan untuk menguasai daerah disekitar pegunungan Pyrenia dan Prancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada As-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan As-Samah sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya pim pinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman bin Abdullah Al-Ghafiqi. Dengan pasukannya Abdurrahman menyerang kota Bordesu, Poiter, dan dari sini Abdurahman mencoba menyerang kota Tourus. Akan tetapi, di antara kota Poiter dan Tours itu Abdurrahman ditahanoleh Charles Martel, sehingga penyerahan ke Prancis gagal dan tentara yang dipimpinannya mundur kembali ke Spanyol. Selama Islam berkuasa di Spanyol, banyak terdapat penguasa negeri yang memerintah, diantaranya adalah: 1. Amir Bani Umayyah. 2. Khalifah Bani Umayyah. 3. Daulah Ziriyah di Granda. 4. Daulah Bani Hamud di Malaga. 5. Daulah Bani Daniyah. 6. Daulah Bani Najib dan Bani Hud di Saragosa 7. Daulah Aniriyah di Valesia 8. Daulah Bani Ubbad di Silivia 9. Daulah Juhuriah di Cardova 10. Daulah Bani Zin-Nun di Toledo 11. Daulah Bani Ahmar di Spanyol Dunia Islam di Spanyol mengalami kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan, semenjak diperintah oleh para Amir Keturunan Bani Umayyah yang berdiri sendiri terpisah dari pemerintahan Bani Abbasiyah di Baghdad, dimulai dari Abdurrahman Ad-Dakhil. Pada tahun 758 M, kekayaan pengetahuan dan intelektual Islam di Spanyol sangat besar pengaruh-
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 22-
IAI Sambas nya di Eropa, baik filsafat, sains, fiqih, musik, kesenian, bahasa, sastra maupun pembangunan fisik (Samsul Munir Amir, 2010: 161-166). Penaklukan Islam atas Andalusia mem beri dampak positif yang luar biasa, Andalusia dijadikan tempat ideal dan pusat perkembangan budaya. Ketika peradaban dan kehancuran, obor Islam menyinari seluruh Eropa melalui Andalusia, kepada bangsa Vandal, Goth, dan Berber, dan Islam menegakkan keadilan yang belum dikenal sebelumnya. Rakyat jelata tertindas dan hidup dalam kegelapan mendapat sinar keadilan, memiliki kemerdekaan hidup dan menentukan nasibnya sendiri (Abdul Karim, 2009: 233-234). 3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Dakwah Mudah Diterima Kemenangan yang dicapai umat Islam tampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan. Faktor eksternal berasal dari kondisi negeri Spanyol sendiri, sedangkan faktor internal adalah kondisi kaum Muslimin. Faktor eksternal dan internal ini dapat diuraikan berikut ini: a. Faktor Eksernal Pada masa penaklukan Spanyol, kondisi sosial, politik dan ekonomi negeri ini sangat buruk. Spanyol terbagi ke dalam beberapa wilayah kecil. Bersamaan dengan itu kerajaan Gothia tidak menoleransi agama Monofisit dan Yahudi, rakyatnya dipaksa memeluk agama Khatolik, jika menolak maka akan dibunuh. Perekonomian juga lumpuh dan tingkat kesejahteraan masyarakat sangat rendah. Kondisi buruk yang dialami Spanyol disebabkan ke kacauan politik dan keadaan itu memburuk pada masa pemerintahan Raja Roderik. b. Faktor Internal Faktor internal di sini terikat dengan keadaan kaum Muslimin yang terlibat dalam upaya penaklukan Spanyol baik itu pimpinan maupun pasukan. Kaum Muslim semua adalah orang yang berani dan sabar
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 dalam menghadapi berbagai cobaan. Di samping itu kaum Muslim menunjukkan sikap yang sangat baik terhadap penduduk setempat dan hal itulah yang menyebabkan kedatangan Islam begitu disambut (Samsul Munir Amin, 2014: 125). 4. Perkembangan Islam di Andalusia (Spanyol) Wilayah Andalusia, yang sekarang disebut Spanyol di ujung Selatan benua Eropa, masuk ke dalam kekuasaan dinasti Bani Umayyah semenjak Tharif bin Ziad, bawahan Musa ibn Nushair guburnur Qairwan, mengalahkan pasukan Spanyol pimpinan Roderik raja bangsa Gothia tahun 92 H/711 M. Kemenangan ini menjadi awal bagi Thariq untuk menaklukan kota-kota lain di semenanjung Iberia (Andalusia) tanpa banyak kesulitan (Musyripah Sunanto, 2003: 120). Penguasaan umat Islam terhadap Andalusia dapat dibagi menjadi beberapa periode yaitu: a. Periode Pertama (711-755 M) Pada periode ini, Spanyol berada dibawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai sempurna, berbagai gangguan masih terjadi baik yang datang dari luar maupun dari dalam. b. Periode Kedua (755-912 M) Pada periode ini Spanyol berada di bawah pemerintahan khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol, tahun 138 H/755 M dan diberi gelar Abdurrahman Ad-Dakhil. Abdurrahman Ad-Dakhil adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbasiyah ketika Bani Abbasiyah berhasil menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya Ad-Dakhil berhasil mendirikan Dinasti Umayyah di Spanyol. Saat periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan baik dalam bidang politik maupun peradaban.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 23-
IAI Sambas c.
Periode Ketiga (912-1013 M) Pada periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar An-Nasir sampai munculnya rajaraja kelompok. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar khalifah. Pada periode ini umat Islam di Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi Daulah Abbasiyah di Baghdad. Abdurrahman An-Nashir mendirikan Universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki ratusan ribu buku. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran yang tinggi. d.
Periode Keempat (1013-1086 M) Pada masa ini Spanyol sudah terpecah pecah menjadi beberapa negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu. Bahkan pada periode ini Spanyol terpecah menjadi lebih dari 30 negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau AlMulukuth Thawaif yang berpusat di suatu kota seperti Sicilia, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Pada periode ini umat Islam di Spanyol kembali memasuki pertikaian intern. Namun demikian, kehidupan intepektual terus berkembang pada periode ini. e.
Periode Kelima (1086-1248 M) Pada periode ini Islam di Spanyol masih terpecah dalam beberapa negara tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan yakni kekuasaan Dinasti Murabitun dan Dinasti Muwahhidun. Dinasti Murabitun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf bin Tasyifin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M Yusuf berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Dan akhirnya dapat memasuki Spanyol dan menguasainya. Dalam perkembangan selanjutnya pada periode ini kekuasaan Islam Spanyol dipimpin oleh penguasa-penguasa yang lemah, sehingga mengakibatkan beberapa wilayah Islam dapat dikuasai oleh kaum Kristen dan Sicilia jatuh pada tahun 1248 M. Hampir seluruh wilayah Islam di Spanyol lepas dari tangan penguasa.
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 f.
Periode Keenam (1248-1492) Pada periode ini Islam hanya berkuasa di Granda di bawah Dinasti Ahmar. Paradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman An-Nasir. Akan tetapi secara politik dinastiini hanya berkuasa di wilayah kecil. 5. Kemajuan Dakwah di Spanyol Kemajuan dakwah di Spanyol sangat menonjol dalam berbagai bidang, baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan arsitektur. Puncak kemajuan Islam dapat dilihat di Spanyol yang berdampak bagi kemajuan Eropa.Kemajuan tersebut tidak lain karena keberhasilan dakwah yang dilakukan oleh para da’i dalam menyebarkan agama Islam. Kemajuan-kemajuan itu diantaranya; a. Kemajuan di Bidang Pengetahuan Perkembangan filsafat di Andalusia terjadi pada abad 8 hingga 10 M. Manuskrip-manuskrip Yunani diteliti dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Pada masa khalifah Abbasiyah yaitu Al-Mansur (754755 M), telah di mulai aktivitas penterjemahan. Aktivitas ini berlanjut hingga masa khalifah Al-Makmun (813-833 M). Pada masa itu banyak filsafat karya Aristoteles yang diterjemahkan.Filsuf Arab Spanyol yang utama adalah Abu Bakar Muhammad bin As-Sayigh yang dikenal dengan Ibn Bajjah. Masa yang dikemukakannya bersifat etis dan ektologis. Maknum opusnya adalah Tadbir Al-Mutawahhid. Filsuf selanjutnya adalah Abu Bakar bin Tupail dengan karyanya yang berjudul Hayy bin Yaqzhan. Filsuf lainnya adalah Ibnu Rusyd dari Cardova yang merupakan pengikut aliran Aristoteles. Di samping sebagai filsuf Ibnu Rusyd juga dikenal sebagai ulama fiqih yang menulis Bidayah AlMujtahid. Selain itu, Ibnu Rusyd juga menulis buku kedokteran yang berjudul Al-Kulliyyah fi Ath-Thibb(Samsul Munir Amin, 2014: 128). Ilmu pengetahuan ini terbagi kedalam beberapa hal, yaitu: 1) Sains Sains diantaranya terdiri atas ilmu kedokteran, fisika, matematika, astronomi,
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 24-
IAI Sambas kimia, biologi, geografi dan farmasi. Ilmu ini berkembang dengan sangat baik. Berikut ini adalah para ilmuan di bidang sains. 1. Astronomi seperti Abbas bin Farnas, Ibrahim bin Yaya An-Naqqasah, ibnu Safar dan Al-Birtuji. 2. Farmasi seperti Ahmad bin Iyas, Ibnu Juljul, Ibnu Hazm dan Ibnu Abdurrahman bin Syuhaid. 3. Kedokteran seperti Ummu Al-Hasan binti Abi Ja’far (dokter wanita). 4. Georafi seperti Ibnu Jubar, Ibnu Batutah dan Ibnu Khaldun. 2) Bahasa dan Sastra Para ahli bahasa Arab di Spanyol diantaranya adalah Ibnu Syayidih, Muhammad bin Malik pengarang Alfiah (tata bahasa Arab), Ibnu Khuruf, Ibnu Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan bin Usfur dan Abu Hayyan Al-Gharnathi. Sementara dalam bidang sastara banyak bermunculan karya seperti Al’Aqd AlFarid karya Ibnu Abdi Rabbiah, AdzDzakirih fi Mahasin Ahl Al-Jaziriah karya Ibnu Bassam dan Kitab Al-Qala’id karya Al-Fath bin Khaqan. 3) Kesenian Kesenian banyak memperoleh apresiasi dari pada penguasa istana. Tokoh kesenian yang termasyhur diantaranya adalah Al-Hassan bin Nafi yang mendapat gelar Zaryab. Al-Hasan juga dikenal sebagai pencipta lagu. b. Kemajuan di Bidang Ilmu Pengetahuan agama. 1) Tafsir Salah satu mufasir yang terkenal di Spanyol adalah Al-Qurthubi. Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar bin Farh AlAnshari Al-Khazraji Al-Andalusia. Karyanya adalah Al-Jami’li Ahkam Al-Qur’an, kitab tafsir yang terdiri atas 20 jilid dan dikenal dengan nama Tafsir Al-Qurtubi. 2) Fiqih Spanyol dikenal menganut mahzab Maliki. Orang yang memperkenalkannya adalah Ziyad bin Abdurrahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibnu
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisman bin Abdurrahman. Fuqaha lainnya adalah Abu Bakar bin Al-Quthyah, Muniz bin Sa’id Al-Baluthi, Ibnu Rusyd, AsySyatibi dan Ibnu Hazm. c. Kemajuan di Bidang Aristektur Menurut Samsul Munir Amin (2014: 130), bangunan di Spanyol memiliki nilai arsitektur yang tinggi. Berikut ini adalah kota-kota yang didalamnya terdapat bangunan dengan arsitektur yang memukau seperti: 1) Cordova Cordova adalah ibu kota Spanyol sebelum dikuasai Bani Umayyah. Kota ini kemudian dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-taman juga dibangun untuk menghiasi kota tersebut. Pohon-pohon didatangkan dari Timur. Di sekeliling ibu kota berdiri istana megah tersebt. Pohon-pohon didatangkan dari Timur. Di sekeliling ibu kota berdiri istana-istana megah yang diberi nama tersendiri, diantara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah mesjid Cordova. Kota ini memiliki 491 mesjid. 2) Granada Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol. Keindahan aristektur bangunannya sangat dikenal di seluruh Eropa. Bangunan-bangunan yang memiliki arsitektur yang megah, diantaranya adalah Istana Al-Hambra, instana AlZahra, Istana Al-Gazar dan menara Girilda. 3) Sicilia Kota Sicilia dibangun pada masa pemerintahan Dinasti Al-Muwahhidun dan pernah menjadi ibu kota kerajaan. Semula kota ini adalah rawa-rawa. Pada masa Romawi, ini bernama Romula Agusta kemudian diubah menjadi Asyibiliyah (Sicilia). Sicilia berada dibawah kekuasaan Islam selama sekitar lima ratus tahun. Salah satu bangunan mesjid yang didirikan pada tahun 1171 M pada pemerintahan Sultan Yusuf Abu Ya’kub, kini telah
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 25-
IAI Sambas menjadi gereja dengan nama Santa Maria de la Sede. (Misbahuddin, 2015: 32-33). 4) Toledo Toledo merupakan kota penting di Spanyol sebelum dikuasai Islam. Ketika Romawi menguasai kota Toledo, kota ini jadikan ibu kota kerajaan. Sementara itu ketika Tahriq dan Ziyad menguasai Toledo pada 712 M kota ini dijadikan pusat kegiatan umat Islam, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan penerjemahan. Setelah kekuasaan Islam melemah. Raja Alfonso VI dari Castilia merebut Toledo dan sejumlah bangunan mesjid dirubah menjadi gereja (Samsul Munir Amin, 2014: 131). Banyak faktor pendukung kemajuan Islam di Spanyol. Diantaranya adalah karena adanya penguasa-penguasa yangkuat dan berwibawa seperti Abdurrahman AdDakhil, Abdurrahman Al-Wasith, Abdurrahman An-Nashir. Ketiga penguasa tersebut mampu mempersatukan kekuatan umat Islam. Keberhasilan penguasa tersebut juga ditunjang oleh kegiatan-kegiatan ilmiah. Disamping penguasan menoleransi agama Kristen dan Yahudi, para non Muslim ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Islam di Spanyol (Samsul Munir Amin, 2014: 132). 6.
Pengaruh Peradaban Islam di Eropa Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini telah berhutang budi kepada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik. Banyak saluran yang menyebabkan peradaban Islam mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia dan Perang Salib, tetapi salah satu saluran terpenting adalah Islam di Spanyol. Spanyol merupakan tempat yang utama bagi Eropa untuk menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik sosial, maupun perekonomian, dan peradaban antar negara. Masyarakat Eropa menyaksikan menyaksikan
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 sebuah kenyataan bahwa Spanyol saat berada di bawah kekuasaan Islam telah berhasil berkembang pesat meninggalkan negara-negara tetangganya di Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains disamping bangunan fisik. Salah satu pemikiran terpenting yang hingga kini masih dianut dan dikagumi adalah pemikiran Ibnu Rusyd (1120-1198 M). Ibnu Rusyd telah berhasil melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan kebebasan berpikir. Ibnu Rusyd mengulas pemikiran Aristoteles dengan cara yang memikat sehingga banyak orang yang tertarik untuk berpikiran bebas. Ibnu Rusyd mengedepankan sunnatullah menurut pengertian Islam dari pada ajaran pantheisme dan antropomorpheisme Kristen. Besarnya pengaruh Islam di Eropa, sehingga muncul gerakan Averroism (Ibnu Rusydisme) yang menuntut kebebasan berpikir. Meskipun begitu, pihak gereja tetap bersikeras menolak pemikiran rasional yang dibawa gerakan Averroisme ini. Gerakan Averroisme di Eropa telah melahirkan gerakan reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M. Buku-buku Ibnu Rusyd dicetak di Venisia tahun 1481, 1482, 1483, 1489, dan 1500 M. Karya-karyanya juga diterbitkan pada abad ke-16 M di Napoli, Bologna, Lyonms, dan Strasbourg, dan diawal abad ke-17 M di Jenewa. Dengan begitu, pikiran Ibnu Rusyd semakin populer dan telah menjadi salah satu paham utama bagi masyarakat Eropa. Setelah pulang ke negerinya, gerakan Averroisme mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas Paris didirikan pada tahun 1231 M, 30 tahun setelah wafatnya Ibnu Rusyd.Di akhir zaman pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah universitas.Ilmu yang diperoleh dari universitas-universitas Islam, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti, dan filsafat, diajarkan diUniversitas Paris. Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran al Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd. Pengaruh ilmu
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 26-
IAI Sambas pengetahuan Islam di Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M, menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) peninggalan pemikiran Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa muncul melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin. Walaupun Islam akhirnya harus pergi meninggalkan negeri Spanyol dengan cara yang menyakitkan, Islam telah membidangi gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani Klasik (renaissance) pada abad ke-14 M yang ber mula di Italia, kemudian gerakan reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M, serta disusul dengan pencerahan (Aufklarung) pada abad ke-18 M (Badri Yatim, 1994: 108-110).Dengan demikian, peran Islam tetap terasa meski tidak lagi dalam bentuk sebuah agama melainkan dalam bentuk peradaban yang tinggi (Badri Yatim, 1994: 56-57). 7. a.
Dakwah di Spanyol Arti dan Definisi Dakwah Sejarah dakwah berasal dari dua kata yaitu sejarah dan dakwah. Sejarah berasal dari bahasa Arab syajarah yang berarti pohon, mengandung konotasi geneologi, yaitu pohon keluarga, yang menunjuk kepada asal usul suatu marga. Sedangkan dakwah secara etimologis berasal dari kata da’a, yad’u, da’watan. Kata da’a mengandung arti menyeru, memanggil, dan mengajak. Dakwah artiya seruan, panggilan dan ajakan. Dengan demikian, sejarah dakwah berarti sebagai peristiwa masa lampau umat manusia dalam upaya menyeru, memanggil dan mengajak umat manusia kepada Islam serta bagaimana reaksi umat yang diseru dan perubahan apa yang terjadi setelah dakwah digulirkan, baik langsung, maupun tidak langsung (Wahyu Illahi dan Harjani Hefni, 2015: 12).
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 Dakwah dalam kamus ilmiah populer berarti penerangan agama Islam (Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, 2001: 99). Dakwah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti mengamalkan ajaran agama Islam (Suharso dan Ana Retnoningsih, 2011: 114). Dakwah dilihat dari segi asal kata/etimologis, berasal dari bahasa Arab, da’watan bentuk masdar dari kata da’aa-yad’uu yang berarti memanggil, mengajak. Mengundang dan mempengaruhi. Orang yang berdakwah disebut da’i, dan orang yang menerima dakwah atau orang yang didakwahi disebut dengan mad’u (Wahidin Saputra, 2011: 1). Selanjutnya ada beberapa pengertian dakwah yang diutarakan oleh Masyhur Amin dalam Munawar (2013: 7) yang memberikan pengertian dakwah sebagai berikut: 1. Dakwah berarti mengharapkan dan berdoa kepada Allah Swt. 2. Dakwah berarti memanggil dengan suara lantang. 3. Dakwah berarti mendorong seseorang untuk memeluk suatu keyakinan tertentu. Ketiga pengertian diatas, merupakan sinonim kata dakwah yang berasal dari bahasa Arab, dalam bahasa Indonesia yang berarti mendorong, memanggil, mengundang, mengajak, berdoa, dan menyuruh seseorang agar senantiasa melaksakan perintah Allah Swt. demikian juga sebaliknya dakwah senantiasa mampu menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang dan diharamkan Allah SWT (Munawar, 2013: 5-7). b. Cara Dakwah di Spanyol 1) Kemajuan Intelektual a) Filsafat Perkembangan filsafat di Andalusia dimulai sejak abad ke 8 hingga abad ke10. Manuskrip-manuskrip Yunani telah diteliti dan diterjamahkan kedalam bahasa Arab. Pada masa khalifah Abbasiyah AlMansur telah dimulai aktivitas penerjemahan hingga masa khalifah Al-Makmun.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 27-
IAI Sambas Pada masanya banyak filsafat karya Aristoteles yang diterjemahkan. b) Sains Sains yang terdiri dari ilmu-ilmu kedokteran, fisika, matematika, astronomi, kimia biotani, zoologi, geologi, ilmu obatobatan juga berkembang dengan baik. c) Bahasa dan Sastra Pada masa Islam di Spanyol banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab. Dalam bidang sastra banyak bermunculan, seperti Al-Aqd Al- Farid karya Ibn Abd Rabbiah, Adz-Dzakirah fi Mahasin Ahl AlJazariah karya Ibn Bassam, Kitab AlQalaid karya Al-Fath bin Khaqan dan lain-lain. d) Musik dan Kesenian Musik dan kesenian pada masa Islam di Spanyol sangat manyur. Musik dan kesenian banyak memperoleh apresiasi dari para tokoh penguasa istana. 2) Kemajuan di Bidang Ilmu Agama a) Tafsir Salah satu mufasir yang terkenal dari Andalusia adalah Al-Qurtubi. Adapun karya dalam bidang tafsir adalah Al-Jami’u li Ahkam Aqur’an, kitab tafsir yang terdiri dari 20 jilid ini dikenal dengan nama tafsir Al-Qurtubi. Fiqih Bidang fiqih Islam di Spanyol dikenal sebagai pusat penganut mazhab Maliki. Adapun yang memperkenalkan mazhab ini di Spanyol adalah Ziyad bin Abd ArRahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisam bin Abdurrahman. Para fiqih lainnya adalah Abu Bakr bin AlQuthiyah, Muniz bin Sa’id Al-Baluthi, Ibnu Rusyd, penulis kitab Bidayah AlMujtahid wa Nihayah Al-Muqtasid, AsySyatibi, penulis buku Al-Muwafaqah fi Ushul Asy-Syari’ah dan Ibnu Hazam. 3) Kemajuan di Bidang Arsitektur Kemegahan bangunan fisik Islam Spanyol sangat maju dan mendapatkan perhatian umat dan penguasa. Umumnya bangunan-bangunan di Andalusia memiliki
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 nilai aristektur yang tinggi. Jalan-jalan sebagai alat transportasi dibangun pasar-pasar dibangun untuk membangun ekonomi. Demikian pula dam-dam, kanal-kanal, seluruh air dan jembatan-jembatan (Samsul Munir Amir, 2010: 173-174). 8.
Penyebab Kemunduran dan Kehancuran Spanyol Suatu kebudayaan tentu akan mengalami pasang surut sebagaimana berputarnya sebuah roda, kadang di atas dan kadang di bawah. Demikian juga dengan kekuasaan sebuah imperium, satu saat akan muncul, berkembang pesat, lalu jatuh dan hilang. Kekuasaan Islam di Spanyol telah banyak memberikan sumbangan yang tidak ternilai harganya bagi peradaban dunia saat ini. Tetapi imperium yang begitu besar akhirnya mengalami nasib yang sangat memilukan. Menurut Dedi Supriyadi, (2008: 123-124) ada beberapa faktor penyebab kemunduran yang akhirnya mem bawa kehancuran Islam di Spanyol, diantaranya adalah: a. Konflik Islam dan Kristen Para penguasa Islam tidak melakukan asimilasi secara sempurna, karena para peng uasa Islam sudah merasa puas dengan upeti yang diberikan oleh kerajaan-kerajaan Kristen takluknya dan membiarkan kerajaan Kristen mempertahankan hukum dan adat kerajaan Kristen, termasuk posisi hirarki tradisional, asalkan tidak ada perlawanan bersenjata. Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah membuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen terganggu. Hal itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islamsedang mengalami kemunduran. b. Tidak Ada Ideologi Pemersatu Kalau di tempat-tempat lain, para mualaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, di Spanyol sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, para mualaf diperlakukan
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 28-
IAI Sambas berbeda.Hal ini terjadi sampai abad ke 10 M, para mualaf disebut dengan istilah ibad dan muwalladun, ini adalah suatusebutan yang dinilai merendahkan. Akhirnya kelompok-kelompok etis non-Arab yang ada sering menggoroti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negara tersebut. Hal ini menunjukan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan, disamping kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu. c. Kesulitan Ekonomi Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer. d. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan Hal ini menyebabkan perebutan kekua saan diantara ahli waris. Bahkan karena ini lah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Dinasti Muluk Al-Thawif muncul. Granda yang merupakan pusat kekuasaan Islam ter akhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, hal ini disebabkan karena tidak adanya kejelasan sistem peralihan kekuasaan Islam di Spanyol. e. Keterpencilan Islam di Spanyol bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Islam di Span yol selalu berjuang sendiri tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen Katolik (Badri Yatim, 2010: 107108).
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
PENUTUP Keberadaan Islam di Spanyol berangkat dari keberadaan Islam di Afrika Utara yang semakin kuat, sehingga perlu melakukan perluasan ke Semenanjung Iberia. Spanyol adalah daerah terdekat dari Afrika Utara dan kerajaan Gothic merupakan penguasa daerah Spanyolyang sedang mengalami kemunduran. Tiga tokoh penting Islam yakni Tharif Ibnu Malik, Thariq Ibnu Ziyad, dan Musa Ibnu Nushair telah melakukan ekspansi wilayah kekuasaan Islam pada waktu yang tepat. Ekspansi yang dilakukan paling jauh hanya mencapai Afrika Utara, yaitu saat Abdul Malik menjadi Khalifah dari Dinasti Umayyah. Saat Islam menguasai Spanyol, Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dalam bagian dunia lainnya, seperti Dinasti Bani Abbas dan Dinasti Fatimiyah, namun juga dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan dalam bidang ilmu dan tek nologi inilah yang mendukung keberhasilan politik di Eropa pada umumnya, dan terkhususnya daerah Spanyol. Kemajuankemajuan Eropa tersebut tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol. Dari daerah Spanyol, masyarakat Eropa banyak menimba ilmu. Kehadiran Islam di Spanyol hampir tidak pernah luput dari bidikan para sejarawan.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 29-
IAI Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2010. ------------------------, Sejarah Dakwah, Jakarta: Amzah, 2014. Arnold Thomas W, Sejarah Dakwah Islam, terj. A. Nawawi Rambe, Cet. Kedua, Jakarta: PT. Bumirestu, 1981. Hitti, Philip K, History of the Arab, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005. Illahi,
Wahyu dan Harjani Prenadamedia, 2015.
Hefni,
Pengantar
Sejarah
Dakwah,
Jakarta:
Karim, Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2009. Misbahuddin, Sicilia: Jembatan Transmisi Keilmuan Islam ke Eropa, dalam Jurnal Khatulistiwa, Vol. 5 No. 1, Pontianak: Pengelola Jurnal Khatulistiwa IAIN Pontianak, 2015. Partanto, Pius A dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 2001. Saad, Munawar M., Dasar-dasar Ilmu Dakwah, Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2013. Saputra, Wahidin, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011. Soebachman, Adiba A, Jejak-jejak Islam, Yogyakarta: Syura Media Utama, 2014. Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Semarang: CV Widya Karya, 2011. Sunanto, Musyripah, Sejarah Islam Klasik, Bogor: Kencana, 2003. Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2008. Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994. ---------------, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 30-
REKONSTRUKSI BUDAYA HUKUM BIROKRASI PELAYANAN KESEHATAN BERBASIS HUKUM PROGRESIF (Studi Tentang Budaya Hukum Birokrasi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Pada Puskesmas dan RSUD di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat) Jamiat Akadol*
ABSTRAK Budaya hukum birokrasi dalam pelayanan kesehatan sangat penting dan menentukan. Budaya hukum birokrasi yang diharapkan adalah berkeadilan bagi masyarakat, maka pelayanan kesehatan akan memuaskan dan diterima oleh masyarakat. Begitu pentingnya budaya hukum birokrasi dalam pelayanan kesehatan menjadi alasan penelitian ini dilakukan. Penelitian dengan fokus studi pada budaya hukum birokrasi dalam pelayanan kesehatan Ibu dan bayi (anak). Penelitian ini mengungkap bahwa birokrasi pelayanan kesehatan menerapkan model weberian dan marxian yang mempengaruhi budaya hukum birokrasi yang berakibat pada pelayanan kesehatan. Hak-hak masyarakat untuk mendapatkan keadilan dalam pelayanan kesehatan terabaikan karena faktor ekonomi dan kekuasaan yang sinergi dengan budaya paternalistik dan patron-klien, serta faktor hukum yang tidak berpihak pada rakyat kurang mampu dan daerah perbatasan. Prinsip-prinsip hukum progresif telah dilaksanakan dalam pelayanan kesehatan, tetapi belum dihayati dan dilaksanakan secara konsisten untuk membentuk budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan. Oleh karena itu perlu merekonstruksi budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan dengan prinsip-prinsip hukum progresif.
KATA KUNCI: Budaya hukum birokrasi, pelayanan kesehatan dan hukum progresif
*Dosen
Fakultas Syariah Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas
IAIS Sambas PENDAHULUAN Pelayanan kesehatan adalah salah satu dari jenis pelayanan publik yang mendapat perhatian serius dari berbagai kalangan, ba ik praktisi, akademisi, maupun para pemerhati pelayanan public dan masalah ketidakadilan karena pelayanan kesehatan di Indonesia dinilai sangat rumit, prosedural, berbelit-belit, lama, boros atau tidak efisien dan efektif serta menyebalkan. Faktanya terbukti dari masih rendahnya kualitas pelayanan public yang dilaksanakan oleh birokrasi tersebut mendapat predikat terburuk kedua di Asia setelah Indis dalam hal efisiensi pelayanan publik dan investasi asing. Hal yang sama dibuktikan dari hasil penelitian oleh Governance Assessment Survey menunjukkan bahwa akses masyarakat di bidang kesehatan, pendidikan dan permodalan masih sangat rendah. Meskipun pelayanan kesehatan sebagai salah satu pelayanan public yang diserahkan menjadi kewenangan wajib daerah, yaitu jenis pelayanan publik yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah, tetapi ternyata pelayanan kesehatan yang ada saat ini belum memuaskan masyarakat. Diskriminasi pelayanan kesehatan sangat dirasakan, oleh masyarakat terlebih lagi bagi masyarakat miskin yang tidak ada pilihan lain, selain memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dari pemerintah dan pemerintah daerah melalui Puskesmas dan RSUD/RSUP. Seiring dengan desentralisasi pelayanan kesehatan berbagai kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pelayanan keseha-tan telah dibuat, namun ternyata target MDGs terutama upaya meningkatkan kesehatan ibu dan bayi tidak tercapai yang sangat berpengaruh pada upaya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Berbagai penelitian telah dilakukan mencari penyebab dari rendah atau buruknya mutu pelayanan kesehatan di Indonesia diantaranya adalah pada aspek budaya birokrasi dan terkait dengan tidak dilaksanakannya berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan atau hukum diduga
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 penyebabnya adalah budaya hukum. Sehubungan dengan hal tersebut di atas aspek budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan dianggap sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan yang perlu diteliti lebih lanjut. Fokus Studi Dan Permasalahan Penelitian ini difokuskan pada rekonstruksi budaya hukum birokrasi pelayanan keseeehaaatan ibu dan bayi dalam upaya mengurangi kematian ibu dan bayi berbasis hukum progresif. Fokus penelitian (studi) ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan, yaitu: (a) bahwa birokrasi pemerintah adalah unsur utama dan penting dalam pelayanan kesehatan, (b)budaya hukum birokrasi sangat urgen untuk diteliti selain belum dijumpai oleh penulis suatu penelitian tentang hal ini, juga penting dikaitkan dengan upaya mempercepat terlaksananya sasaran birokrasi di Indonesia, dan dan (c). Fokus pelayanan kesehatan ibu dan anak terkait erat dengan upaya mengatasi kegagalan Indonesia dalam men capai target MDGs 2015, dan AKI dan AKB di Kabupaten Sambas cenderung meningkat yang ber-pengaruh pada penilaian IPM Kabupaten Sambas serta (d). Hukum progresif dianggap dapat dijadikan sarana untuk merekonsturksi budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan karena pada prinsipnya antara lain bahwa proresif pro rakyat dan pro keadilan. Beranjak dari latar belakang dan fokus penelitian di atas, masalah penelitian ini adalah: (a). Bagaimana konstruksi budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan saat ini ? dan (b). Mengapa budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan belum mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat? Serta (c). Bagaimana konstruksi ideal budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan berbasis hukum progresif, sehingga mencerminkan rasa keadilan masyarakat? Proses Dan Lokasi Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif terhadap budaya hukum birok-rasi
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 31-
IAIS Sambas pelayanan kesehatan berbasis hu-kum progresif. Karena penelitian ini mengkaji aspek hukum dengan memanfaatkan ilmu sosial, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosial-legal dengan paradigma konstruk-tivisme dan paradigm kritis. Penelitian ini dilaksanakan pada Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Pilihan lokasi penelitian didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, Kabupaten Sambas adalah suatu daerah di Kalimantan Barat yang unik atau spesifik karena sebagai salah satu daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, Malaysia (Sarawak). Fokus pada pembangunan perbatasan terkait erat dengan kebijakan NAWACITA ketiga yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Disamping itu, kawasan pertabatasan menjadi se makin penting dibangun terkait pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang telah dimulai pada tanggal 31 Desember 2015 karena ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan satu kesatuan basis produksi yang akan menjadi aliran bebas barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terampil antar negara ASEAN. Hal ini adalah peluang sekaligus tantangan yang perlu disikapi oleh bangsa Indonesia. Kabupaten Sambas adalah salah satu daerah pilot project reformasi birokrasi di Indonesia yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 96 Tahun 2013 tentang Pene-tapan Pilot Project Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah. Sebagai pilot project tentunya diharapkan sasaran dan tujuan reformasi birokrasi, terutama pelayanan publik (termasuk pelayanan kesehatan) memuaskan masyarakat. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Sambas terendah di Kalimantan Barat, padahal terdapat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) sebanyak 2 (dua)
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 buah, yaitu daerah di Kalimantan Barat yang paling banyak memiliki RSUD. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebagai salah satu kriteria penilaian Angka Harapan Hidup (AHH) dan indi-kator penilaian IPM ternyata di Kabu-paten Sambas cenderung meningkat, yaitu AKI dari 15 kasus (2011), menjadi 17 kasus (2012), 15 kasus (2013) dan 13 kasus (2014) serta 21 kasus (2015). Sementara itu AKB dari 98 kasus (2012) menjadi 108 kasus (2013) dan 111 kasus (2014) serta 114 kasus (2015). Kemudian tercatat cakupan persalinan yang ditolong oleh dukun bayi ternyatan cukup tinggi, yaitu 27,25 persen (2011), 34,28 persen (2012) dan 20,08 persen (2013). Selain itu, tercatat hanya 55,98 persen desa di Kabupaten Sambas yang memiliki akses kemudahan terhadap rumah sakit dan 87,77 persen desa yang memiliki kemudahan akses terhadap Puskesmas, serta hanya 77,17 persen desa yang memiliki kemudahan akses terhadap praktik dokter. Konstruksi Budaya Hukum Birokrasi Pelayanan Kesehatan 1. Derajat Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan Kasus kematian ibu semula terjadi penurunan yang cukup baik yaitu sekitar 11,7 % dari 17 kasus pada tahun 2012 menjadi 15 kasus pada tahun 2013 dan pada tahun 2014 terjadi penurunan kasus sebesar 15,4% menjadi 13 kasus. Kemudian meningkat drastis pada tahun 2015 menjadi 21 kasus atau hampir 100% dari tahun 2014. Mengacu pada kriteria WHO, maka 13 kasus kematian ibu pada tahun 2014 dari 10.463 kelahiran hidup, atau sekitar 120 AKI per 100.000 kelahiran hidup berarti rendah dari AKI Kalimantan Barat pada tahun yang sama sebesar 240 per 100.000 kelahiran hidup dan lebih rendah dari AKI nasional sebanyak 259 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara itu, kasus kematian bayi (AKB) di Kabu-
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 32-
IAIS Sambas paten Sambas meningkat dari 88 kasus (2012), menjadi 108 kasus (2013) dan 111 kasus (2014) serta 135 kasus pada tahun 2015 (sekitar 12 AKB dari 1000 kelahiran hidup). AKB di Kabupaten Sambas meskipun cenderung meningkat setiap tahunnya, tetapi dibandingkan dengan AKB Kaliman tan Barat sebanyak 31 per 1000 kelahiran hidup dan AKB nasional pada tahun 2012 sekitar 32 per 1000 kelahiran hidup, maka AKB Kabupaten Sambas tergolong rendah menurut kriteria WHO, yaitu dibawah atau kurang dari 20 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan analisis data sekunder, da pat dipahami bahwa telah terjadi penurunan capaian SPM kesehatan karena dari 22 indikator SPM kesehatan, hanya 10 indikator yang dapat dicapai pada tahun 2013, memang lebih baik dari capaian SPM pada tahun 2012 yaitu sebanyak 8 indikator. Pada tahun 2014 hanya 5 indikator yang tercapai. Caku-pan kunjungan ibuhamil K4 yang ditar-getkan dalam SPM sebesar 95% ternyata hanya dicapai 41% (2012), 95,97% (2013) dan 90,98 (2014). Cakupan kom-plikasi kebidanan yang ditangai yang di-targetkan 100% dalam SPM, ternyata hanya 70% (2012), 76,02% (2013) dan 76,11% (2014). Sementara itu cakupan pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan yang ditargetkan 90%, semula dapat dicapai yaitu sebesar 92,20% (2012), menurun menjadi 91,46% (2013) dan 86,33% (2014). Persentase persalinan yang dittolong tenaga media di daerah perkotaan sebanyak 90,5% (2012) dan 92,8% (2014), se-mentara di wilayah pedesaan (hampir 90% wilayah Kabupaten Sambas), pertolongan tenaga medis hanya 59,1% (2012) dan 67,8% (2014). Selanjutnya pelayanan nifas yang ditargetkan dalam SPM kesehatan 90% tidak pernah terea-lisir, yakni 86% (2012), 86,88% (2013) dan 83,12% (2014). Demikian pula cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani yang ditargetkan sebesar 85% ternyata tidak pernah terealisir, bahkan sangat jauh dari target, yaitu 58% (2012), 56,01% (2013) dan 51,55% (2014). Cakupan kunjungan
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 bayi ke fasilitas pelayanan kesehatan yang ditargetkan 94% juga tidak pernah tercapai, yaitu 63% (2012), 82,52% (2013), dan 84,41% (2014). Pelayanan balita masih sangat jauh dari target 95%, yaitu hanya mampu dicapai sebesar 32% (2012), 44,68% (2013) dan 43,38% (2014). Lebih parah lagi adalah cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan keluarga miskin tidak tercapai, yaitu 0% (2012), 81,22% (2013), dan 0% (2014). Hanya cakupan balita gizi buruk yang mencapai target 100% dalam tiga tahun terakhir. Mencermati data di atas dapat disarikan bahwa pelayanan kesehatan ibu dan bayi/anak di Kabupaten Sambas dalam tiga tahun terakhir sangat tidak memuas kan, padahal sudah ditetapkan kebijakan penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) pada RSUD Pemangkat dan RSUD Sambas sejak tahun 2012 dan seluruh Puskesmas (27 buah) dari 28 Puskesmas yang ada di Kabupaten Sambas sejak tahun 2013. Selain kebijakan penerapan PPK-BLUD pada fasilitas kesehatan, juga telah ditetapkan kebijakan: 1) Percepatan Peningkatan IPM Kabupaten Sambas sejak tahun 2012 hingga saat ini. Penetapan Roadmap Reformasi Birokrasi dengan Peraturan Bupati Sambas Nomor 35 Tahun 2013 yang telah diubah dengan Peraturan Bupati Nomor 43 Tahun 2014 tentang Roadmap Reformasi Birokrasi Tahun 20152019, Keputusan Menteri Pendayagunaan. 2) Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 96 Tahun 2013 ten tang Penetapan Kabupaten Sambas sebagai Pilot Project Reformasi Birokrasi di Daerah. 3) Penetapan Peraturan Bupati Sambas Nomor 44 Tahun 2012 tentang Persalinan Aman, Inisasi Menyusui Dini dan Pemberian ASI Ekslusif
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 33-
IAIS Sambas 4) Pencanangan pemasangan bendera berwarna pink pada rumah tangga yang istrinya hamil. 5) Melakukan lokakarya mini (lokmin) di tingkat kecamatan dan kabupaten secara berkala dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat 6) Kemitraan bidan desa dengan dukun bayi dalam upaya mengurangi Kematian ibu melahirkan dan mera-wat bayi. 7) Merekrut Sarjana Pendamping Percepatan Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (SP3 IPM) untuk ditempatkan di setiap desa di Kabupaten Sambas guna mendata, meng analisis dan menyusun program prio ritas tiap-tiap desa sebagai upaya percepatan peningaktan IPM di desa tersebut. 8) Menetapkan beberapa Puskesmas PONED (Pelayanan Obsetri Neonatal Emergensi Dasar) dan RSUD PONEK (Pelayanan Obsetri Neonatal EmerGensi Komprehensif) untuk meningkatkan pelayanan melahirkan dalam kondisi gawat darurat 9) Membentuk Multi Stakeholder Forum (MSF) bidang kesehatan, yaitu kelompok masyarakat yang diinisiasi untuk mewakili masyarakat dalam mendata, membahas dan menye pakati kebijakan pelayanan kesehatan. 10) Menetapkan janji layanan kesehatan yang dibahas dan disepakati antara penyelenggara pelayanan kesehatan dan MSF di masing-masing wilayah kerja Puskesmas dan RSUD sebagai bukti komitmen tentang pelayanan kesehatan yang akan diberikan kepada masyarakat. Meskipun berbagai kebijakan baik di tingkat nasional maupun daerah tentang upaya peningkatan pelayanan kesehatan ternyata budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan dilokasi penelitian belum banyak berubah. Budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan masih berorientasi pada kekuasaan bukan pada pelayanan
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 kepada masyarakat. Fakta ini menggambarkan bahwa birokrasi pelayanan kesehatan masih cenderung melaksanakan birok rasi weberian dan mar xian, padahal undang-undang pelayanan publik, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 telah mengadopsi prinsip good governance dan New Public Service. Budaya Hukum Birokrasi Pelayanan Kesehatan Yang Tidak Mencerminkan Rasa Keadilan Bagi Masyarakat 1. Budaya Hukum Birokrasi dan Kepentingan Ekonomi Pertimbangan ekonomi dalam pelayanan kesehaan oleh tenaga kesehatan di daerah perbatasan pada dasarnya adalah rasional karena tenaga kesehatan terutama dokter yang tugas di daerah perbatasan lebih kecil peluang insentif ekonominya dibandingkan jika tingkat di wilayah perkotaan. Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Keseha-tan hanya memberikan atau menjanjikan kenaikan pangkat istimewa bagi tenaga kesehatan yang bertugas di daerah perbatasan, tertinggal dan terluar. Tidak ada isentif ekonomi dan non ekonomi lainnya. Sehubungan dengan itu, maka pilihan yang rasional tenaga kesehatan apabila insentif ekonomi paling dominan yang mereka pilih. Pilihan tersebut oleh Posner disebut sebagai opportunity cost, yaitu suatu pilihan dari alternative, umumnya dua alternative, umumnya dua alternatif yang sama-sama menarik dengan biaya (cost) yang harus dikeluar-kan sama besarnya. Hanya satu dari beberapa alternatif yang harus dipilih karena tidak mungkin memilih semua alternatif yang disediakan karena kesempatan untuk mendapatkan pilihan itu hanya pada saat itu. Hal yang sama juga berlaku pilihan itu oleh masyarakat terhadap pelayanan kesehatan (melahirkan). Rendahnya pertolongan pelayanan melahirkan oleh tenaga kesehatan diwilayah pedesaan karena alasan eko-nomi. Karena alasan ekonomi, antara lain: biaya persalinan lebih besar dengan bidan desa
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 34-
IAIS Sambas dari pada dengan dukun bayi. Masyarakat lebih memilih dibantu persalinannya oleh dukun bayi karena biaya kecil dan sisa biaya persalinan dapat digunakan untuk biaya selamatan bayinya dari pada seluruh biaya untuk persalinan dengan bidan desa, sementara untuk sematan tidak ada. Selamatan untuk selamatan tidak ada. Selamatan bayi yang baru lahir bernilai tinggi dan sakral bagi masyarakat desa dan apabila tidak dilakukan diyakini akan mendapat sanksi sosial dan pertanda tidak baik bagi kelangsungan hidup bayi tersebut. 2.
Budaya Hukum Birokrasi dan Kekuasaan Faktor kekuasaan dalam birokrasi pelayanan kesehatan sangat terasa dalam pro ses penyusunan Anggaran pen-dapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini berawal dari kebijakan pemerintah daerah dan DPRD sepakat untuk mempercepat peningkatan IPM Kabupaten Sambas dengan prioritas membangun sarana dan prasarana pelayanan kesehatan. Ditindaklanjuti dengan penyusunan an garan dan ternyata anggota DPRD bersang kutan bahwa fungsi anggaran sebagai kewenangan DPRD sebagaimana tertuang da lam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2010 (sekarang Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3) yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 dan diatur lebih lan jut dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pemban-unan Nasional dan Peraturan Peme-rintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengeendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah adalah DPRD berwenang mengajukan anggaran sebagai pokok-pokok pikiran DPRD. Akibatnya, dana yang sudah dialokasikan ke SKPD terkait pelayanan kesehatan dan diakui sebagai dana aspirasi DPRD yang pelaksanannya harus dibicarakan secara pribadi
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 dengan anggota DPRD tersebut, maka timbul permasa-lahan yang mana SKPD bidang keseha-tan merasa adanya tekanan yang sangat berpengaruh pada pelayanan kesehatan. Tindakan oleh oknum anggota DPRD tersebut di atas adalah berpotensi sebagai suatu perbuatan penyalahgunaan wewenang. Menurut Agus Dwiyanto jabatan dalam birokrasi paternalistik dilihat sebagai fungsi dari kepercayaan atasan, sedangkan dalam birokrasi rasional, jabatan adalah fungsi dari prestasi kerja. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam dijelaskan bahwa dalam birokrasi paternalistik, loyalitas dan se-nioritas menjadi kriteria yang dianggap lebih penting dari prestasi kerja. Sebaliknya bagi birokrasi rasional, prestasi kerja yang lebih penting daripada loyalitas. Faktanya memang terjadi dalam birokrasi bahwa apapun tindakan staf selalu minta pertimbangan dan persetujuan pimpinan, misalnya dalam benuk disposisi “mohon arahan”. Seharusnya staf memberikan saran, pertimbangan dan alternatif untuk di-ambil sebagai putusan pimpinan. Sering kali terjadi dan masih terjadi adalah pimpinan sudah memutuskan terlebih dahulu, tugas staf hanya menyiapkan administrasi yang sejalan dengan kepu-tusan pimpinan. Apabila staf yang ber-buat seperti ini, maka dikatakan bahwa staf tersebut “loyal” dan berdedikasi tinggi karena di sana tidak ada kesan dan bukti bahwa pimpinan yang memerintah kan berbuat sesuatu kepada staf. Jika terjadi masalah hukum, maka yang pasti bersalah adalah staf bukan pimpinan. Tipe birokrasi seperti ini menurut Nonet dan Selznick sebagai tipe pra birokratik atau tipe campuran weberian dan marxian. 3. Hukum Yang Tidak Berpihak Kepada Kepentingan Khusus Wilayah Perbatasan. Terdapat beberapa peraturan hukum yang tidak berpihak pada rakyat terutama rakyat perbatasan, yakni:
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 35-
IAIS Sambas 1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741/Menkes/Per/VII/2008 tentang standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten atau Kota. 2. Ketentuan agar pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan 90% pada tahun 2015. Ketentuan ini ditafsirkan bahwa suatu waktu, nanti tidak ada lagi pertolongan persalinan oleh selain tenaga kesehatan. Kiranya betul seperti ini keiinginan pembuat peraturan, maka peraturan ini dapat dianggap tidak bermoral karena mengabaikan kearifan lokal dan nilai-nilai gotong-royong di pedesaan. Dukun bayi adalah simbol kearifan lokal, budaya patron klien yang masih ada dan dijunjung tinggi oleh masyarakat pedesaan dan perbatasan. Sementara bidan desa adalah symbol modern dan kapitalis karena jasa mereka dihargai dengan uang. Benturan kepentingan ini meresahkan masyarakat. Langkah positif pemerintah Kabupaten Sambas menganaisis kemitraan antara bidan desa dan dukun bayi dalam upaya menyelamatkan ibu melahirkan dan bayi dengan cara berbagi peran dan kerja sama (bekerja dalam sebuah tim). 3. Ketentuan Pasal 37 ayat (2) UndangUndang Nomor 29 Tahun 2004ten-tang Praktik Kedokteran yang mem-berikan kebebasan praktik dokter maksimum 3 lokasi diniai tidak adil oleh masyarakat, meskipun ketentuan ini dinyatakan tidak bertentangan dengan konstitusi oleh Mahkamah Konstitusi. 4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas dinilai tidak memperhatikan perkembangan masyarakat di daerah perbatasan karena tidak sejalan dengan kebijakan pembangunan perbatasan yang sudah ditetapkan dalam RPJMN tahun 2004-2009 dengan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005, dan RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan dengan Perpres Nomor 5 Tahun 2010 dan RPJMN tahun 20152019 yang ditetapkan dengan Perpres
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 Nomor 2 Tahun 2015. Dalam RPJMN tersebut bahwa daerah perbatasan di Kabupaten Sambas telah ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Strategi Nasional (PKSN). Hendaknya Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tersebut sejalan dengan kebajikan nasional dengan membuat kriteria Puskesmas perkotaan yang kualitas sarana prasarana dan sumber daya tenaga kesehatan setingkat Rumah Sakit tipe C. 5. Peraturan BPJS Kesehatan terkait kepesertaan sebagai anggota mandiri BPJS dinilai tidak adil oleh masyarakat karena peraturan pemberlakuannya yang berubah-udah dalamwaktu singkat dan tidak disosialisasikan secara intensif. Sementara itu, Peraturan BPJS No. 2 Tahun 2015 tentang Norma Penetapan Besaran Kapasitas dan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama berbenturan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas. Benturan dimaksud antara lain terkait dengan jumlah dokter minimum sebagai dasar pembayaran kapitalis sebesar Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) apabila memiliki dokter paling sedikit 3 (tiga) orang dengan perbandingan1 (satu) orang dokter berbanding dengan paling banyak 5000 (lima ribu) peserta. Ketentuan Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 mensyaratkan dokter pada Puskesmas di daerah terpencil tidak rawat inap paling sedikit 2 (dua) orang dan rawat inap paling sedikit 3 (tiga) orang. Kenyataannya, tenaga dok ter yang mau bertugas di perbatasan sangat kurang meskipun sudah diberikan intensif oleh pemerintah daerah. Kemudian, rasio dokter di Kabupaten Sambas adalah 1 (satu) dokter berbanding 11.000 (sebelas ribu) penduduk dan 1 (satu) dokter spesialis berbanding lebih dari 100.000 (seratus ribu) penduduk.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 36-
IAIS Sambas 6. Ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan jabatan struktural yang hingga saat ini masih berlaku, bertentangan dengan Pasal 34 ayat (1) UndangUndang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Menurut PP Nomor 100 Tahun 2000 bahwa seorang pejabat fungsional yang diangkat dalam jabatan struktural, maka jabatan fungsionalnya dicabut. Ketentuan ini dapat diartikan bahwa seorang dokter (tenaga fungsional) yang diangkat sebagai pejabat stu ktural, maka yang bersangkutan tidak dapat diberikan izin praktik dokter. Sementara itu, untuk dapat diangkat sebagai direktur RSUD berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit harus tenaga medis (dokter). Kalau dipersyaratkan harus dokter untuk direktur RSUD, padahal jabatan struktural pada dasarnya berkualifikasi manajemen, maka bagi Kabu-paten Sambas yang kekurangan te-naga dokter yang apabila diangkat sebagai pejabat struktural, maka jabatan fungsionalnya dicabut, tidak boleh praktik dokter, tentu saja dinilai tidak adil bagi masyarakat dan bagi petugas pelayanan kesehatan. Konstruksi Baru Budaya Hukum Birokrasi Pelayanan Kesehatan Berbasis Hukum Progresif 1. Praktik Budaya Hukum Birokrasi Pelayanan Kesehatan Yang Progresif Penerapan PPK-BLUD pada fasilitas kesehatan merupakan tindak lanjut dari ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pe-
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 doman Teknis Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Penerapan PPK-BLUD merupakan suatu kebijakan pengelolaan keuangan sebagai pengecualian yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam me lakukan kegiatannya didasarkan pada prin sip efisiensi dan pola bisnis. PPK-BLUD adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksi-belitas berupa keleluasaan untuk menetapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umumdan mencerdaskan kehidupan bangsa. PPK-BLUD dilaksa-nakan sebagai koreksi atas pola penge-lolaan keuangan daerah yang ada dan ternyata menghambat pelayanan publik. Menurut Mediya Lukman, bahwa ke-datangan BLUD sebagai sebuah bentuk penyelenggaraan layanan publik yang baru telah mendobrak dan menentang bentuk sistem birokrasi weberian dan administrasi publik tradisional. Kebijakan penerapan PPK-BLUD dalam pelayanan kesehatan adalah kebijakan mematahkan peraturan yang ada bersifat umum (rule-breaking) yang dinilai sudah sangat tidak memuaskan masyarakat, sekaligus membentuk peraturan yang baru (rule-making) yang ber sifat khusus atau pengecualian apabila telah ditetapkan untuk penerapan PPK-BLUD dan diatur sendiri tata cara pengelolaan keuangan BLUD yang beda dengan ketentuan pengelolaan keuangan yang bersifat umum. Akibatnya langsung yang dirasakan baik oleh masyarakat maupun petugas pelayanan kesehatan dengan merubah birokrasi pelayanan kesehatan tersebut, antara lain: (1). Masyarakat puas dengan pelayanan kesehatan sejak penerapan PPKBLUD pada Puskesmas dan RSUD yang dibuktikan dari hasil survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) oleh peme-
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 37-
IAIS Sambas rintah kabupaten Sambas pada tahun 2013 dan 2015. (2). Masyarakat terlibat aktif dalam berbagai kebijakan pelayanan kesehatan meskipun harus diakui bahwa peran serta masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatan masih rendah. Keterlibatan mas yarakat dalam pembangunan kesehatan di Kabupaten Sambas antara lain: (a). Terben tuknya Multi Stakehol-ders Forum (MSF) bidang kesehatan di seluruh kecamatan dan tingkat Kabupaten Sambas, (b). Masyarakat terlibat dalam menyusun dan mene tapkan janji layanan kesehatan di seluruh Puskes-man dan RSUD Sambas dan RSUD Pemangkat (c). Masyarakat terlibat aktif dalam lokakarya mini (lokmin) bidang kesehatan terutama pada upaya meng urangi AKI dan AKB serta gizi buruk , (d). Masyarakat terlibat aktif dalam pemasangan bendera bewarna pink pada keluarga yang terdapat ibu hamil (e). Masyarakat mulai aktif dalam menim-bang bayi setiap bulan di posyandu. Kemitraan bidan desa dengan dukun bayi diinisiasi oleh pemerintah daerah bersama masyarakat dan difasilitasi oleh USAID-Kinerja dan PKBI Kabupaten Sambas dan Kalbar, contoh lain penetapan hukum progresif dalam pelayanan ke sehatan di Kabupaten Sambas. Kemudian dilanjutkan oleh pemerintah daerah yang difasilitasi oleh PKBI Kabupaten Sambas sejak tahun 2012 sampai sekarang. Tujuan utama kemitraan ini adalah ingin mengurangi AKI dan AKB yang masih cukup tinggi di Indonesia dan di Kabupaten Sambas. Berdasarkan laporan BPS Kabupa-ten Sambas bahwa hasil Survei Susenas tahun 2012, cakupan persalinan di Indonesia oleh dukun bayi sebesar 34,28%, bidan 56,94%, dokter 4,84% dan tenaga medis lainnya sebanyak 3,94%. Demikian pula cakupan persalinan oleh dukun bayi di Kabupaten Sambas masih cukup tinggi yaitu 27,25% (2011), 34,38% (2012), 20,08% (2013), dan 13,67% (2014) padahal jumlah bidan de-sa
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 di Kabupaten Sambas terus diupayakan ditambah sehingga rasio bidan terus meningkat, yaitu 43,04 (2012), menjadi 59,36 (2013) dan 127,02 (2014). Kebijakan kemitraan bidan desa dengan dukun bayi sebagai kebijakan yang menerapkan prinsip-prinsip hukum proresif, yaitu suatu kebijakan yang merubah pola pikir positivistik tenaga kesehatan. Pola pikir positivistik dimaksud bahwa mereka selalu mempersalahkan adanya praktik dukun bayi dan beranggapan bahwa merekalah (bidan desa) yang boleh praktik karena dibenarkan oleh aturan yang berlaku. Faktanya masyarakat masih menggunakan jasa dukun bayi dalam persalinan. Kemitraan bidan dan dukun bayi adalah wujud nyata praktik New Public Service (NPS) dalam pelayanan kesehatan, terutama terkait dengan adanya kolaborasi antara petugas pelayanan kesehatan dan masya rakat dalam menyusun dan membuat ke bijakan meningkatkan derajat kese hatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan bayi. 2.
Konstruksi Baru Budaya Hukum Birokrasi Pelayanan Kesehatan Berbasis Hukum Progresif Pada pembahasan sebelumnya dijelaskan bahwa praktik birokrasi pelayanan kesehatan masih menggunakan cara pandang lama. Konstruksi budaya hukum birokrasi cara pandang lama: a. Nilai-nilai dimiliki oleh birokrasi pelayanan kesehatan saat ini adalah: 1) Nilai kekuasaan, yaitu birokrasi adalah sebagai penguasa, yaitu yang serba tahu, orang yang paling diperlukan. Masyarakat adalah orang yang lemah yang tidak meng-erti apa yang harus dilakukannya. Nilai ini tertanam dalam birokrasi pelayanan kesehatan, sehingga menjadi budaya birokrasi dan terkait dengan pembua tan dan penegakan hukum, sudah ter tanam dalam pikiran dan resepsi biokrasi bahwa hukum dapat dilaksanakan bahwa hukum dapat dilak-
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 38-
IAIS Sambas sanakan atau tidak tergantung penafsiran dan kepentingan birokrasi. Apapun yang dilaksanakan oleh birokrasi untuk pelayanan public, masyarakat harus mengikutinya karena birokrasi adalah agen pembangunan. Paham ini ada lah paham birokrasi pra birokratis atau dapat juga disebut sebagai paham birokrasi administrasi lama (old public administration). 2) Nilai ketaatan pada hukum yang berlaku. Hukum diberlakukan jika menguntungkan baik secara ekonomi maupun kelangsungan jaba-tan atau posisi dalam status sosial. Ketaatan pada pimpinan lebih tinggi nilainya dari pada ketaatan pada hukum. 3) Nilai kepedulian pada masyarakat miskin dan tidak berkemampuan. Orientasi ekonomi dan kekuasaan menyebabkan kepedulian pada warga masyarakat miskin dan tidak mampu dikesampingkan. Akibatnya, masyarakat miskin dan kuran mampu hanya dianggap sebagai beban, sementara sebagian masyarakat yang berkecukupan dianggap sebagai sum ber penghasilan yang perlu diberikan penghasilan yang perlu diberikan perhatian maksimal agar puas dan menjadi pelanggan. Terhadap teman sejawat, diperlukan dengan bila mana diperlukan dengan orientasi saling menguntungkan. b. Sikap birokrasi pelayanan kesehatan selama ini dapat digambarkan sebagai berikut: 1) Sikap menunggu perintah pemerintah baru mau bekerja. Sikap menunggu pemerintah atau menunggu arahan adalah sebagai konsekuensi masuknya budaya paternalistik dan atau patronklien dalam birokrasi selain budaya birokrasi weberian yang hierarkis dan birokrasi marxian yang menegaskan bahwa birokrasi adalah bagian dari kekuasaan. Staf pelak-
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 sana pelayanan public tidak berani mengambil inisiatf sendiri melakukan tindakan, kecuali atas perintah atau arahan pimpinan. Kewenangan me mutuskan hanya ada pada pimpinan. Akibatnya pelayanan menjadi lambat dan berbelit-belit, padahal staf di bawah berhadapan langsung dengan masalah yang dihadapi masyarakat. 2) Sikap melayani hanya pada pimpinan bukan pada masyarakat. Sikap ini tertanam dalam perilaku birokrasi yang dapat dilihat dari penghormatan nya pada pejabat yang menghampirinya. Sikap yang berbeda jika birok rasi berhadapan dengan masyarakat. Sering kali dikeluhkan bahwa birok rasi atau petugas pelayanan kesehatan tidak ramah, bahkan seringkali pula pasien/keluarga pasien di-marah apabila pasien minta segera dilayani. Sebaliknya, petugas kesehatan akan begitu ramah dengan pasien yang berpengaruh karena jabatannya atau karena kekayaan-nya. 3) Sikap superior atau senioritas atas yang lainnya. Dokter adalah seseorang yang ahli, oleh karena itu diposisikan pada tempat terhormat dan jasa layanannya harus lebih banyak dari pada tenaga kesehatan lainnya, termasuk manajemen. Sikap merasa paling penting dan paling diperlukan ini, menyebabkan seringkali dokter datang terlambat dan pulang lebih awal, padahal mungkin saat ini pasien masih ada dan sangat memerlukan pertolongan dokter. c. Harapan dari birokrasi pelayanan kesehatan saat ini, terutama dari pihak petugas pelayanan kesehatan di daerah perbatasan adalah: 1) Bahwa ada pengecualian dalam peraturan perundang-undangan bidang pelayanan kesehatan dan pegawai negeri sipil yang bertugas di daerah perbatasan. Missalnya bidan dan perawat dapat diizinkan
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 39-
IAIS Sambas praktik melayani masyarakat yang sakit 2) Diharapkan adanya kebijakan pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan insensif bagi tenaga kesehatan yang tugas di daerah perbatasan. Isentif tersebut antara lain berupa tambahan penghasilan, dan insentif mendapatkan prioritas untuk mendapatkan pelatihan teknis secara berkala dan pendidikan kejenjang profesi lainnya. Juga diharapkan dibangunnya sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang berkualitas Internasional. Konstruksi baru budaya hukum pelayanan kesehaan berbasis hukum progresif adalah nilai-nilai, sikap dan harapan birokrasi pelayanan kesehatan yang berkeadilan adalah sebagai berikut: a. Nilai-nilai yang harus dimiliki oleh birokrasi pelayanan kesehatan adalah : 1) Nilai tanggung jawab menyelamatkan manusia lebih utama dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya, seperti orientasi ekonomi yang meng anggap pasien sebagai sumber peng hasilan. Tanggung jawab menyelamatkan manusia di atas peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya, meskipun dilarang oleh peraturan, tetapi demi menyelamatkan manusia, maka laksana saja sesuatu yang diyakini dapat dilakukan. Hal ini terkait dengan nilai dalam hukum progresif bahwa hukum itu pro rak yat dan pro keadilan dan hukum untuk kebahagiaan. Apalagi di wilayah perbatasan yang sarana dan prasarana serta infrastruktur dan sumber daya manusia terbatas, maka masyarakat sangat berharap pertolongan petugas pelayanan kesehatan jika mereka sakit, terlebih kalau dalam kondisi gawat darurat. 2) Nilai kebersamaan dengan semangat gotong royong harus dibang-un dan dikembangkan karena pelayanan kesehatan bukan tugasnya
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 tenaga kesehatan semata, tetapi perlu bantuan orang lain, SKPD lain dan terlebih lagi bantuan masyarakat. b. Sikap yang harus dibangun dan dikembangakn untuk meningaktkan budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan yang melayani adalah, sikap yang : 1) Memandang pasien dan keluarganya sebagai manusia yang sempurna sama dengan tenaga kesehatan, mereka adalah mitra yang dapat diajak untuk berdiskusi dalam mencari solusi mengobati penyakitnya. Tenaga kesehatan, mereka adalah mitra yang dapat diajak untuk berdiskusi dalam mencari solusi mengobati penyakitnya. Tenaga kesehatan dengan ilmu yang dimilikinya hanyalah orang biasa yang juga tidak luput dari kekeliruan dalam mendiaknosis dan me mutuskan mengobati pasien. 2) Sikap lain yang dianggap penting ada dalam budaya baru birokrasi pelayanan kesehatan adalah sikap melayani dengan tulus ikhlas, sebagai amal yang baik yang jika dilaksanakan akan dapat pahala dari Allah SWT. 3) Sikap tidak sombong karena keahlian yang dimiliki yang menganggap orang lain rendah dan bodoh. Sikap tidak sombong akan diikuti dengan sikap merendah diri, sikap menghormati orang lain dan sikap toleransi dengan orang lain sehingga mudah untuk berkolaborasi dan bekerja sama dengan orang lain. 4) Harapan yang dianggap perlu dimiliki oleh birokrasi pelayanan kesehatan adalah bahwa ke depan apabila pelayanan kesehatan semakin baik dan memuaskan masyarakat, maka masyarakat akan semakin sehat karena pelayanan kesehatan preventif dan telah didukung sepenuhnya oleh masyarakat. Menurut hemat penulis, terdapat dua jenis rekonstruksi yang perlu diusulkan
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 40-
IAIS Sambas dalam perbaikan budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan, yakni: a. Rekonstruksi cara berpikir irokrasi pelayanan kesehatan yang progresif, b. rekonstruksi cara kerja birokrasi pelayanan kesehatan yang progresif. Agar konstruksi baru budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan dengan baik, maka perlu dilakukan perubahan cara berpikir (mind sets) pelayanan kesehatan yang progresif dan cara kerja (culture sets) pelayanan kesehatan yang progresif. 1. Rekonstruksi Cara Berpikir (Mind Sets) Progresif Rekonstruksi pandangan dasar atau cara berpikir (mind sets) birokrasi pelayanan kesehatan sudah saatnya dilakukan mengingat cara berpikir lama sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan saat ini. Birokrasi pelayanan kesehatan yang ada saat ini mengikuti cara berpikir positivistik. Cara berpikir positivistik, hukum diidentikkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, proses hukum berjalan sesuai prosedur yang ditetapkan, tidak boleh diubah, kecuali diubah oleh peraturan yang sama oleh pejabat berwenang. Apapun yang tertera dan tertulis dalam peraturan tidak boleh diubah, harus dilaksanakan. Jadi, hukum adalah sebuah perintah dari negara (pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah) yang diberlakukan bagi mas yarakat, dan masyarakat wajib mengikutinya. Penyimpangan atau penolakan dalam melaksanakan hukum bearti perbuatan melanggar hukum dan harus dihukum. Hukum progresif menolak cara-cara berhukum positivistik yang kaku, yaitu cara berpikir bahwa hukum yang tertulis yang dibuat oleh penguasa dalam bentuk peraturan perundang-undangan adalah paling benar. Hukum progresif tidak berarti menolak hukum positif, jika hukumnya adil, dapat diterima, tetapi jika hukumnya tidak membawa rasa keadilan bagi masyarakat maka hukum tersebut diabaikan. Hukum progresif bu kan sekedar menetap kan aturan dan hanya untuk memenuhi
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 prosedur, me-lainkan hukum yang harus dilihat sebagai persoalan manusia secara utuh. Hukum progresif adalah hukum yang dipergunakan untuk manusia, baik dalam berinteraksi sesama manusia maupun antara manusia dengan alam semesta. Hukum progresif dengan demikian, ke tika menilai apakah hukum dilaksanakan atau tidak, dasar pertimbangannya atau adalah apakah hukum itu memiliki rasa keadilan substantif atau tidak dan bukan menurut pertimbangan pribadi. Untuk mengetahui apakah hukum itu berkeadilan atau tidak adalah melalui pandangan atau pendapat dan harapan masyarakat tentang hukum tersebut. Pendapat dan harapan tersebut merupakan hasil dialog yang inten sif dengan masyarakat (berkolaborasi). Selanjutnya cara berpikir non-positivistik para birokrasi pelayanan kesehatan adalah bahwa hukum yang ada dilaksanakan jika menguntungkan baik secara ekonomi, maupun menguntungkan secara sosial. Tidak dilaksanakan jika sebaliknya. Cara pandang atau cara berpikir terhadap hukum yang demikian itu adalah keliru dan dapat dianggap melawan hukum. Contoh nyata, masih banyak RSUD dan Puskesmas di daerah yang tidak menetap kan PPK-BLUD, padahal kebijakan tersebut adalah kebijakan yang berorientasi pada peningkatan pelayanan publik, pro rakyat dan pro keadilan. Kebijakan BLUD adalah rule-breaking terhadap peraturan pengelolaan keuangan dan aset yang selama ini dianggap sebagai penghambat pelayanan publik. Kebijakan BLUD adalah kebijakan progresif, yaitu kebijakan mematahkan birokrasi terhadap hukum yang ada, selanjutnya ditetapkan hukum bar u dengan aturan yang sama yaitu Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri. Contoh lainnya hasil penelitian dari cara berpikir non-positivistik birokrasi pelayanan kesehatan yang dapat digolongkan sebagai praktik budaya hukum adalah bahwa petugas tidak segera melayani pasien yang kondisi kesehatan nya
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 41-
IAIS Sambas sangat lemah yang perlu pertolo-longan dengan alasan belum mendaftar pada loket pendaftaran. Juga ditemukan adanya dokter tidak mau melayani pasien yang gawat darurat dengan alasan tidak bertugas saat itu, padahal dia melihat kejadian itu dengan alasan melang gar kode etik. Dilain pihak, banyak kasus di pedesaan, seorang perawat dan bidan, melakukan praktik (menolong pasien) terhadap penyakit yang seharusnya ditangani dokter umum atau dokter spesialis. Praktik tersebut dilakukan dengan alasan menolong warga yang butuh pertolongan. Cara berpikir birokrasi yang selama ini bahwa hanya negara yang berwenang membuat hukum. Kenyataannya, masyarakat pun bisa membuat hukum yang berlaku bagi masyarakat tersebut. Contoh nyata hasil penelitian, yaitu adanya kesepakatan perikatan atau perjanjian antara petugas pelayanan kesehatan dengan MSF dalam bentuk “janji layanan”. Janji layanan tersebut dibuat tertulis dan disepakati untuk dilaksana-kan. Janji layanan adalah hukum bagi para pihak yang mengikatkan perjanjian tersebut karena kalau dilanggar akan mendapat sanksi. Sanksinya adalah sanksi berupa teguran, bahkan sampai dimutasi dari jabatan dan atau diberitahukan tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri. Contoh lain yang dapat dijadikan bahan untuk merekonstruksi cara berpikir birokrasi adalah kemitraan bidan desa dengan dukun bayi dalam hal mengurangi AKB dan AKI di lokasi penelitian. Cara berpikir kreatif dengan mengadopsi prinsip-prinsip hukum pro gresif yang dilakukan melalui kemitraan tersebut adalah suatu sikap yang lebih mengutamakan kepentingan manusia atau keselamatan manusia dari pada kepentingan peraturan. Bidan dan dukun bayi bermitra atas dasar mengedepan kan keselamatan manusia (ibu dan anak) dari pada kepentingan pribadi mereka (kepentingan ekonomi, sosial, harga diri dan sebagainya). Mereka yang bermitra merasa setara dan saling mendukung dalam se-
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 buah tim yang bekerja sama untuk kebaikan menyelamatkan nyawa manusia. Cara berpikir positivistik dalam praktik birokrasi pelayanan kesehatan sangat dominan. Cara berpikir positivistik dalam berhukum, maka hukum diidentikan dengan peraturan perundang-undangan yang ha-rus dilaksanakan menurut prinsip-prinsip prosedural dan rasional, dan undangundang yang dianggap mampu dan dasar untuk menertibkan masyarakat. Hukum dianggap telah ditegakan apabila prosedur yang dilaksanakan menurut substansi hukum yang berlaku. Tidak dipermasalahan, apakah hukum yang dilaksanakan secara logika dan prosedural yang dibuat oleh lembaga yang berwenang tersebut berkeadilan atau tidak. Paham hukum positivistik tidak meandung nilai kemausian karena hukum bukan untuk manusia, tetapi untuk hukum itu sendiri. Hukum positivistik yang prosedural tersebut memang dirancang sebagai upaya yang logis yang diterima oleh masyarakat umum (universal), sebagai upa ya untuk mewujudkan adanya kepastian hukum. Hukum dinilai telah memenuhi unsur keadilan (keadilan formil) apabila telah dilaksanakan sesuai substansi hukum dan prosedur melaksanakan hukum telah dipenuhi. Hal itu, berarti pula telah memenuhi unsur kepastian hukum. Sementara hukum progresif beranjak dari cara berpikir yang lain, yaitu hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya manusia untuk hukum. Hukum dengan demikian harus bermanfaat dan berkeadilan bagi manusia karena hukum dibuat untuk mengatur manusia supaya tertib dan sejahtera. Hukum yang berorientasi pada kepentingan manusia adalah hukum yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan substantif bukan keadilan formal. Dominannya cara berpikir positivistik pada birokrasi pelayanan kesehatan, selain karena tipe birokrasi Indonesia yang dinilai masih prabirokratik menuju birokratik juga praktik penegak hukum yang positistik ikut mempengaruhi cara berpikir birok-
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 42-
IAIS Sambas rasi. Unsur kekuasaan juga masih sangat dominan mempengaruhi praktik birokrasi dalam pelayanan publik, termasuk dalam pela-yanan kesehatan. Disamping itu, telah di buatberbagai peraturan dan prosedur pelayanan publik, termasuk pelayanan kesehatan sebagai ciri bahwa pelayanan kesehatan mengarah pada tipe birokratik. Begitu banyaknya peraturan terkait pelayanan kesehatan, menyebabkan birokrasi pelayanan kesehatan semakin kaku, tidak fleksibel dalam praktisi mem berikan pelayanan kesehatan. Petugas pelayanan kesehatan tidak berani bertindak menyimpang dari aturan yang ada, padahal sering kali mereka diha-dapkan untuk bersikap toleran terhadap peraturan karena mereka sering kali berhadapan dengan pasien miskin dan tidak berkemampuan yang dalam pan-dangan mereka patut dilayani dengan baik. Ketika petugas pelayanan kesehatan mengambil sikap menyimpang dari ketentuan yang berlaku, padahal dengan niat me nolong warga yang tidak mampu, misalnya menggratiskan atau tidak memungut biaya dari pasien miskin, dipastikan tindakan tersebut akan ditegur pimpinan dan disalahkan atau dinyatakan bersalah oleh pemeriksa. Sering kali diminta pertanggung jawaban materi (dibayar sendiri oleh petugas dari uang sen diri) oleh aparat pengawas dan penyidik. Hal ini berarti, cara ber piker yang positivistik adalah cara paling aman dari aspek hukum, meskipun bertentangan dengan hati nurani petugas itu sendiri untuk menolong nyawa manusia. Jadi, birokrasi pelayanan kesehatan yang positivistik yang diatur oleh negara dalam berbagai produk perundang-undangan telah membuat birokrasi pelayanan kesehatan tidak manusiawi atau tidak berhati nurani. Sebenarnya, UUD 1945 telah mengamankan bahwa pelayanan kesehatan adalah salah satu bentuk hak asasi manusia yang harus diwujudkan oleh birokrasi (negara). Implikasi cara berpikir progresif yang menolak cara berpikir positivistik adalah
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 akan adanya perubahan cara berpikir baik secara filosofis, maupun secara hukum dalam pelayanan kesehatan. Secara filosofis artinya akan terjadi pergeseran cara berpikir petugas pelayanan kesehatan dari semula budaya menunggu perintah undang undang (hukum) baru bertindak menjadi kreatif dan inovatif. Artinya, para penyelenggaraan pelayanan kesehatan hendaknya mampu memenuhi fakta bahwa pelayanan hendaknya mampu meme-nuhi fakta bahwa pelayanan kesehatan ibu dan anak adalah bagian dari tindakan mewujudkan hak-hak asasi manusia yang harus dilaksanakan (aspek ontologi) dan pelaksanaannya harus dengan cara-cara yang mahasiswa dan konstitusional (aspek epistemologi dan aspek dan aspek aksiologi). Kreativitas akan timbul karena dalam pikiran petugas yang selalu ingin memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Mereka selalu berusaha mencari informasi dengan masyarakat, apa yang terbaik bagi masyarakat. Hal itu tidak akan pernah berhenti, selalu ingin memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Implikasi lebih lanjutnya adalah birokrasi pelayanan kesehatan akan selalu diubah dan diperbaiki, disesuaikan dengan kepentingan atau keinginan masyarakat yang dituangkan dalam produk peraturan perundang-undangan tentang pela-yanan kesehatan. 2. Rekonstruksi Cara Kerja (Culture Sets) Progresif Rekonstruksi cara kerja dimaksudkan sebagai dasar menentukan sikap atau tindakan bekerja. Cara kerja berangkat dari nilai yang dimiliki oleh petugas yang bera sal dari sikap petugas terhadap pelayanan yang akan dilakukannya. Seseorang yang sebelum bekerja orientasi kerjanya adalah untuk mendapatkan uang sebanyakbanyaknya, tidak peduli dengan kesulitan orang lain, maka cara kerjanya kaan berbeda di antara suatu unit kerja yang tidak berpotensi mendapat uang banyak dengan tempat tertentu yang berpotensi dapat uang banyak.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 43-
IAIS Sambas Orientasi kerja mendapatkan uang bukan dilarang, tetapi kalau orientasi kerja hanya atau semata-mata untuk mendapakan uang adalah tidak adil bagi masyarakat uang adalah tidak adil bagi masyarakat jika kita bekerja sebagai petugas pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan adalah pekerjaan unik yaitu pekerjaan yang penuh dengan nilai-nilai kemanusiaan karena mereka yang ingin mendapatkan layanan adalah orang sakit dan kebanyakan orang miskin. Hasil penelitian, ditemukan beberapa ibu melahirkan meninggal dunia karena tidak ditolong oleh tenaga kesehatan atau kalaupun ditolong tidak dilakukan secara maksimal karena orang (pasien) yang ditolong adalah pasien miskin yang apa bila ditolong tidak banyak dapat jasa layanannya (jasa medis) atau mungkin setleah ditolong dia minta digratiskan dengan alasan tidak punya uang. Tidak ditolong oleh petugas pelayanan kesehatan (ditolong dukun bayi) karena alasan tidak ada biaya bila ditolong persalinannya oleh bidan yaitu dengan biaya sekitar Rp. 600.000 (enam ratus ribu rupiah). Persalinan dengan pertolongan dukun bayi tidak dipu ngut biaya seperti halnya ditolong oleh bidan. Orientasi kerja yang demikian itu adalah orientasi ekonomi, yaitu orientasi yang hanya ingin mendapatkan uang dalam memberikan pelayanan. Selanjutnya, seseorang berorientasi pa da ekonomi dalam bekerja, maka apabila tidak menguntungkan secara ekonomi, katakanlah pasien yang dilayani adalah orang miskin pemegang kartu BPJS kelas III, ma ka cara kerjanya akan berbeda apabila pasien adalah orang kaya dan pasien umum, menginap di VIP. Perilaku yang demikian itu harus diubah (rekonstruksi) melalui cara bahwa tugas utama pelayanan kesehatan adalah menyelamatkan manusia, bukan yang lainnya. Hukum progresif mengajarkan bahwa hukum harus dijalankan berdasarkan cara-cara yang bermoral, yaitu berhati nurani yang berlandaskan nilai spritual, yaitu nilai-nilai yang sudah berakar kuat dalam budaya bangsa, yaitu nilai kea-
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 dian substantif. Keadilan substantif dalam birokrasi pelayanan pelayanan dapat diwujudkan apabila orientasi beramal. Orientasi beramal menurut hemat penulis adalah contoh konkret atau praktik nyata pelaksanaan prinsip berhukum yang berhati nurani dalam hukum progresif. Konstruksi baru cara kerja dalam birokrasi pelayanan kesehatan yang ber basis hukum progresif akan berpeng-rauh pada tindakan nyata budaya kerja (culture sets) sebagaimana diamanatkan dalam sasaran reformasi birokrasi. Jadi secara filosofis konstruksi baru cara kerja dalam praktik birokrasi progresif akan memacu pejabat dan petugas pelayanan kesehatan untuk bekerja dengan baik melalui peningkatan disiplin kerja, berperilaku baik dalam bekerja (ramah, sopan dan beretika) dan melayani dengan hati (atas dasar ketulusan, ikhlas membantu orang lain dalam kesulitan). Selanjutnya, mereka akan berupa menyusun dan membentuk hukum pe layanan kesehatan yang kontekstual jika hu-kum yang ada dinilai tidak adil bagi masyarakat. Hal ini dilakukan sejalan dengan prinsip otonomi daerah yaitu melayani masyarakat dan mensejahterakan masyarakat. SIMPULAN Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulka dari penelitian sebagai berikut: Pertama, budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan saat ini masih cenderung berciri birokrasi weberian dan marxian dalam praktisi penyelenggaraan pelayanan kesehatan karena: (1). praktik birokrasi pelayanan kesehatan yang masih menggunakan cara-cara lama, yang menganggap dirinya sebagai penguasa bukan sebagai pelayan masya-rakat, (2). praktik birokrasi yang masih menggunakan cara lama adalah praktik yang sengaja menutupi kekurangannya dengan berbagai cara antara lain bahwa prosedur (SOP) tentang pelayanan yang lama dan berbelit-belit adalah sudah sesuai aturan, padahal SOP
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 44-
IAIS Sambas dibuat atas dasar rekayasa pribadi tidak tertulis dan tidak berlandaskan hukum yang dapat dipertanggung jawabkan, (3). praktik birokrasi yang tidak disiplin dalam melaksanakan tugasnya yang datang ke kantor sesuka hatinya, (4). Praktisi birorasi yang lebih mengutamakan pada hirearki kewenangan, sehingga petugas pelayanan yang langsung berhadapan dengan masyarakat tidak mempunyai kekuasaan untuk memutuskan sendiri jika berhadapan dengan masalah yang dihadapi secara konkret, (5). Praktik birokrasi yang menganggap bahwa pasien adalah orang lemah yang tidak mengerti apa yang harus dilakukan dan hanya bantuan tenaga kesehatan yang diharapkan, (6). praktik birokrasi yang berorientasi ekonomi untuk kepentingan diri sendiri, (7). praktik birokrasi ya ng bekerja sendiri-sendiri tanpa perlu bantuan profesi atau orang lain, (8). Praktisi bi rokrasi bahwa hukum dapat dilaksanakan juga dapat tidak dilaksana kan (plastis) tergantung pada pendapat pribadi dan arahan pimpinan. Hukum dilaksanakan jika meng utamakan secara ekonomi dan kepentingan jabatan, (9). praktik birokrasi pelayanan kesehatan yang meskipun disusun secara rasional, hierarkis dan diatur secara tertulis dapat dikalahkan oleh penguasa pembina ASN dengan perintah lisan karena ala san loyalitas dan serba salah yang dipengaruhi oleh masih kuatnya budaya paternalistik dan patron-klien dalam birokrasi pemerintahan. Kedua, hak-hak masyarakat mencari keadilan dalam pelayanan kesehatan terabaikan oleh: (1). Kepentingan ekonomi petugas pelayanan kesehatan yang sangat dominan dari pada kepentingan melayani dan menyelamatkan pasien, (2). kepentingan politik atau kekuasaan para pimpinan pemerintahan dan para anggota DPRD, memaksa birokrasi harus mempertanggung jawabkan kepentingan mereka. Pejabat birokrasi, tidak bisa keluar dari ika tan patron-klien dalam birokrasi pemerintah. Pimpinan sebagai patron, dan pejabat dan petugas pelayanan kesehatan sebagai
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 klien, (3). faktor hukum yang tidak berpihak kepada rakyat juga berpengaruh pada budaya hukum birokrasi dalam pelayanan kesehatan. Faktor hukum dimaksud adalah hukum pelayanan kesehatan yang tidak memberikan insentif bagi petugas pelayanan kesehaan yang berada di daerah perbatasan, kecuai hanya isentif kenaikan pangkat istimewa. Ketiga, adalah konstruksi baru budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan yang berdasarkan nilai-nilai tanggung jawab dan nilai kebersamaan didukung dengan sikap menghormati orang lain sebagai mitra dan manusia yang mempunyai kemampuan untuk bekerja sama serta sikap tidak sombong ata keahlian yang dimiliki, sehingga akan diikuti dengan sikap toleransi, sikap tolong menolong yang berakibat pada dukungan yang baik dari berbagai pihak untuk mewujudkan derajat kesehatan yang semakin baik bagi masyarakat. REKOMENDASI Agar hasil penelitian ini bermanfaat bagi peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, terutama masyarakat perbatasan, disaran kan: 1. Kepada pemerintah daerah di wilayah perbatasan dengan negara tetangga untuk memanfaatkan hasil penelitian ini dengan melakukan langkah kebijakan antara lain: 1) Menyusun dan menetapkan kebijakan perbaikan budaya hukum birokrasi pelayanan public, khususnya pelayanan kesehatan sebagai bagian dari kebijakan reformasi birokrasi di daerah. 2) Mensosialisasikan kebijakan tersebut di atas kepada seluruh ASN, khususnya penyelenggara pelayanan kesehatan dengan tujuan agar seluruh pegawai ASN memahami hukum pelayanan kesehatan, melaksanakan dan menegegakan agar masyarakat puas. 3) Menindaklanjuti kajian, analisis dan saran yang dimuat dalam tulisan ini, didukung dengan tersedianya dana dan sumber daya manusia yang memadai
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 45-
IAIS Sambas 2. Kepada pemerintah pusat, disarankan untuk: 1) Membuat kebijakan pelayanan kesehatan di wilayah perbatasan yang bersifat khusus yang tidak sama dengan kebijakan di daerah lain. 2) Jika jumlah dokter tetap dipertahankan tersedia di Puskesmas sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesman, maka pemerintah pusat harus membuat kebijakan insentif bagi dokter dan tenaga kesehatan lainnya tidak hanya insentif kenaikan pangkat istimewa sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang tenaga Kesehatan, insentif dimaksud terkait dengan: (a). Diprioritaskan untuk mendapatkan pendidikan pada jenjang lebih tinggi dan dibiayai oleh pemerintah pusat, (b). diberikan sarana pelayanan kesehatan yang lengkap, dan (c). Diberikan kesempatan untuk mengikuti berbagai pelatihan teknis.
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 3) Sejalan dengan kebijakan Nawacita, yaitu pembangunan dari pinggir dan daerah tertinggal, terluar dan terisolir, maka disarankan untuk membuat kebijakan pembangunan kesehatan di daerah perbatasan antar negara yang diren canakan dan dikelola langsung oleh pemerintah pusat. Kebijakan pembanungan kesehatan di wilayah perbatasan tersebut didukung oleh seluruh sektor terkait di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten perbatasan. 4) Melaksanakan kebijakan pembangunan kesehatan di wilayah perbatasan yang didukung oleh dana APBN, yaitu berupa (a). Pembangunan Rumah Sakit Umum Pemerintah Pusat dan (b). Pembangunan Perguruan Tinggi Negeri yang mendukung pembangunan ke sehatan.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 46-
IAIS Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ainur Rohman,dik, Press.Malang, 2010.
Reformasi
Pelayanan
Publik.Averoes
Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Gajahmada University Press.Yogyakarta, 2008. Reformasi Yogyakarta, 2015. Agus
Kontekstual.
Gajahmada
University
Press.
Pramusinto dan Wahyudi Kumorotomo, Governance Reform di Indonesia: Mencari Arah Kelembagaan Politik Yang Demokratis dan Birokrasi Yang Profesional.Gava Media.Yogyakarta, 2009.
Aminuddin Ilmar.2014. Hukum Tata Pemerintahan. Prenada Media. Jakarta, 2014. Azhari, Mereformasi Birokrasi Publik Indonesia (Studi Banding Intervensi Pejabat Politik terhadap Pejabat Birokrasi di Indonesia dan Malaysia).Pustaka Pelajar.Yogyakarta, 2011. Denhardt, Janet V. and Denhardt, Robert B. The New Public Service : Serving, not Steering.M.E.Sharpe. New York, 2003. Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas.2015.Profil Kesehatan Kabupaten Sambas Tahun 2014. Esmi Warassih, Pranata Hukum : Sebuah Telaah Sosiologis. UNDIP. Semarang, 2011. ,dkk (editor), Refleksi dan Rekonstruksi Ilmu Hukum di Indonesia, 2012. Friedman,Lawrence M. The Legal system : A Social Science Perspective.Russell Sage Foundation. New York, 1975. . , American Law.W.W.Norton and Company.Inc.New York. Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat.2009.Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik. Nuansa.Bandung, 1984. Kausar, Sistem Birokrasi Pemerintah Daerah dalam Bayang-Bayang Budaya Patron-Klien.Alumni.Bandung, 2009. M. Mas’ud Said, Birokrasi di Negara Birokrasi : Makna, Masalah dan Dekonstruksi Birokrasi Indonesia.UMM Press.Malang, 2007.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 47-
IAIS Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
Mahfud, MD, dik, Dekonstruksi dan Gerakan Pemikiran Hukum Progresif. Thafa Media dan Konsorsium Hukum Progresif UNDIP. Yogyakarta, 2013. Mediya Lukman, Badan Layanan Umum Korporasi.PT.Bumi Aksara.Jakarta, 2013.
Dari
Birokrasi
Menuju
Miftah Thoha, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi.Kencana Prenada Media Group. Jakarta, 2009. ,Birokrasi dan Persada.Jakarta, 2010.
Politik
Moleong, Lexi J, Metodologi Rosdakarya.Bandung, 2012.
di
Indonesia.PT.
Penelitian
Rajagrafindo
Kualitatif.PT.
Remaja
Mustopadidjaya,dkk. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance. LAN-BPKP. Jakarta. Nonet, Philippe dan Philip Selznick, Hukum Responsif, terjemahan oleh Raisul Muttaqin. Nusa Media. Bandung, 2013. Posner, Richard A.1998.Economic Company.New York.
Analysis
of
Law.A
Wolter
Kluwer
Ratminto dan Atik Septi Winarsih.2010.Manajemen Pelayanan : Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal.Pustaka Pelajar.Yogyakarta. Romli Atmasasminta.2010.Globalisasi dan Kejahatan Bisnis.Kencana Prenada Media Group.Jakarta. Satjipto Rahardjo.2009.Hukum Progresif: Indonesia.Genta Publishing.Yogyakarta.
Sebuah
Sintesa
Hukum
.2006.Membedah Hukum Progresif.Kompas.Jakarta. .2010.Penegakan Hukum Progresif.Kompas.Jakarta. Suteki.2015.Masa Depan Hukum Progresif.Thafa Media.Yogyakarta. Syamsudin.2012.Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum Progresif. Kencana Prenada Media Group.Jakarta. Thabrany Hasbullah, dkk. 2009. Sakit, Pemiskinan dan MDGS. Kompas. Jakarta.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 48-
IAIS Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
Titon Slamet Kurnia.2015.Interpretasi Hak-Hak Asasi Manusia oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, the Jimly Court 2003-2008.CV.Mandar Maju.Bandung.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 49-
SKETSA PENDIDIKAN HUMANIS RELIGIUS Kamil*
ABSTRAK The principle of education humanistic make from progressivism, namely child centered education. The teacher has a democratic and cooperative role, participation in student activity. Learning process and activity based student, it is a problem solving. Education is not only with target to humanistic but need transcendental target. Morality become is very important in this educational model, how created someone can meaningfulness it self and another. Education can build morality and capacity to realization living goal is it a style education humanism religious. Finally all person in this live can taste comfortable to ibtigha’a mardlatillah and radliyatan mardliyyah.
KATA KUNCI: Education, Humanism, and Religious.
*
Dosen Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas
IAI Sambas PENDAHULUAN Di negara kita, pendidikan diharapkan bersifat humanis-religius dimana pengembangan kehidupan (ilmu pengetahuan) tidak terlepas dari nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan.Masyarakat di negara ini menghargai nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan sebagai sumber membangun kehidupan yang harmonis di antara bermacam-macam etnik, kelompok, sosial, agama, dan daerah.Nilai keagamaan dan kebudayaan merupakan nilai inti bagi masyarakat yang dipandang sebagai dasar untuk mewujudkan cita-cita kehidupan yang bersatu, bertoleransi, berkeadilan, dan sejahtera.Hal ini menjadikan nilai takwa haruslah dipahami sebuah inklusifisme dalam kehidupan yang sarat keberagaman seperti di Indonesia sehingga tercipta sebuah tatanan kehidupan bermasyarakat yang berdampingan dengan penuh damai (peaceful coexistence) (Abdurrahman Mas’ud, 2003: 156). Nilai keagamaan bukan dipandang sebagai nilai ritual yang sekadar digunakan untuk menjalankanupacara keagamaan dan tradisi, tetapi diharapkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dan kegiatan kehidupan untuk memenuhi kebutuhan kesejahteraan material, sosial, harga diri, intelektual, dan aktualisasi diri. Masyarakat mengharapkan kehidupan material dan sosial tidak dipisahkan dari nilai keagamaan sehingga kemakmuran material yang ingin diwujudkan tidak menjadi wujud pemenuhan keserakahan material yang dapat dihancurkan kemanusiaan. Kehidupan yang didominasi oleh pemenuhan kebutuhan material akan mendorong kehidupan yang penuh dengan konflik ketidakadilan, kesenjangan sosial yang menghancurkan dan menjauhkan hubungan persaudaraan yang harmonis dan persamaan. Manusia dihinggapi dengan ka rakter persaudaraan yang harmonis dan per samaan. Manusia dihinggapi dengan karakter pemilikan (having character) yang membahayakan bagi orang lain dan juga bagi
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 diri sendiri. Etika sosial menjadi penting untuk dijaga sebagai tanggung jawab sosial serta tugas menjaga kemaslahatan di atas bumi.Berbicara mengenai etika sosial haruslah didahului dengan landasan etika perorangan.Atau dalam halini ajaran Islam tentang manusia yang dianggap versus anggapan (ajaran) al-akhlaq al-karimah dalam masyarakat Islam (A. Qodri Azizy, 2003: 88-89). Kehidupan yang penuh persaingan dan konflik antarumat manusia lebih dipicu oleh karakter dan sikap pemilikan material yang berlebihan. Perebutan sumbersumber alam melampaui batas-batas wilayah sehingga mendorong untuk terjadi pro ses ekspansi kekuasaan politik dan ekonomi untuk sekadar memperoleh keuntungan material yang lebih banyak. Konflik dan peperangan antar manusia, masyarakat bahkan antarbangsa masih selalu terjadi karena karakter keserakahan material yang melekat pada diri manusai. Pendidikan yang selama ini berkembang lebih menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang disertai dasar kuat pegembangan karakter manusia yang memiliki hati nurani mulia. Penguasaan technical know lebih menonjol daripada pengembangan nilai- nilai dan sikap untuk membangun manusia yang arif dan bijak. Kondisi realistis seperti diuraikan di atas menjadi alasan yang kuat untuk membangun pendidikan yang lebih baik dengan di arahkan pada tujuan pembangunan manusia seutuhnya. Pendidikan dituntut untuk menjadi bagian dari pengembangan kehidupan keberagamaan, dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah (sekuler) dari kehidupan keberagaman masyarakatnnya. Penetapan dan perumusan Pancasila sebagai dasar untuk menyelenggarakan kehiduap bernegara dan bermasyarakat, maka lima sila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan atau musyawarah dan keadilan sosial merupakan nilai-nilai dasar yang seharusnya menjadi nilai inti bagi pengembangan
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 50-
IAI Sambas kehidupan masyarakat, dan juga pengembangan kehidupan dan budaya sekolah. Nilai keutuhan dan kemanusian mengisyaratkan bahwa aktivitas kehidupan dan pen didikan harus bersifat humanis dan religius dimana kegiatan pendidikan harus bertujuan pada pengambangan nilai-nilai kema nusian dan religiusitas (keberagaman) peserta didiknya. Sedangkan sila ketiga mengisyaratkan pada pengembangan nilai-nilai kebangsaan (persatuan) dibangun di atas pondasi nilai keberagamaan dan kemanusiaan. Sila keempat mengisyaratkan pengambangan nilai demokrasi yang dibangun berdasarkan pada nilai keberagamaan, kemanusiaan, dan kesatuan untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang berkeadilan dan sejahtera. Sila kelimà mengisyaratkan bahwa pengembangan masyarakat yang berkeadilan dan sejahtera menjadi wujud masyarakat yang dicita-citakan, masyarakat yang humanis-religius, bersatu secara nasional dan demokratis. Tuntutan dari kondisi realistis yang masih berkembang dan bangunan filosofis (pandangan hidup) bermasyarakat dengan Pancasila sebagai dasar pendidikan di negara kita lebih dituntut untuk membangun pendidikan yang humanis religius. Citacita membangun pendidikan yang humanis dan religius sudah tersurat dalam nilainilai perumusan Pancasila sebagai dasar bagi penyelenggaraan kehidupan ber-bang sa dan bernegara. Pendidikan Humanis-Religius Istilah pendidikan humanis-religius mengandung dua konsep pendidikan yang ingin diintegrasikan, yaitu pendidikan humanis dan pendidikan religius. Pengintegrasian dua kosep pendidikan ini dengan tujuan untuk dapat membangun sistem pendidikan yang dapat mengintegrasikan keduanya. Pendidikan humanis yang menekankan aspek kemerdekaan individu diintegrasikan dengan pendidikan religius agar dapat membangun kehidupan individu (sosial) yang memiliki kemerdekaan, tetapi dengan tidak mening-
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 galkan (sekuler) nilai-nilai keagamaan yang diikuti masyarakat atau menolak nilai ketuhanan (ateisme) PEMBAHASAN Pendidikan Humanis Pendidikan humanis sebagai pemikiran pendidikan telah berkembang dengan mengadopsi prinsip-prinsip pendidikan dari dua aliran, yaitu progresivisme dan eksistensialisme.Tetapi pendidikan humanis juga memperoleh dukungan dari ahli psikologi humanistic dan ahli pendidikan kritis. (George R. Knight, 1982: 21). Prinsip- prinsip pendidik humanis yang diambil dari prinsip progresivisme adalah prinsip pendidikan yang berpusat pada anak (child centered), (Imam Berdib, 1996: 29) peran guru yang tidak otoriter, fokus pada keterlibatan dan aktivitas siswa dan aspek pendidikan yang demokratis dan kooperatif. Prinsip-prinsip pendidikan ini adalah sebagai reaksi terhadap pendidikan tradisional yang menekankan pada metode pengajaran formal yang kurang memberi kebebasan pada siswa sehingga siswa men jadi tidak kreatif yang sekedar mengikuti program pendidikan yang ditetapkan oleh orang dewasa. Prinsip-prinsip pendidikan tradisional yang ditolak humanis adalah (1) guru yang otoriter, (2) metode pengajaran yang menekankan pada buku teks semata, (3) belajar pasif yang menekankan mengingat data atau informasi yang diberikan guru, (4) pendidikan yang membatasi pada ruang kelas sehingga terasing dari realita kehidu pan sosial, (5) penggunaan hukuman fisik atau rasa takut sebagai bentuk pembangun disiplin. Sebagaimana sejalan dengan prinsipprinsip pendidikan yang telah disebutkan di atas maka para pendidik humanis (George R. Knight, 2007: 148-153) memiliki pandangan tentang pendidikan sebagai berikut:
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 51-
IAI Sambas 1. Tujuan pendidikan dan proses pendidikan berasal dari anak (siswa). Oleh karenanya kurikulum dan tujuan pendidikan menyesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan prakarsa anak. 2. Siswa adalah aktif bukan pasif. Anak memiliki keinginan belajar dan akan me lakukan aktivitas belajar apabila mereka tidak difrustaskan belajarnya, oleh orang dewasa atau penguasa yang memaksakan keinginannya. 3. Peran guru adalah sebagai penasihat, pembimbing, teman belajar bukan peng uasa kelas. Tugas guru ialah membantu siswa belajar sehingga siswa memiliki kemandirian dalam belajar. Guru berperan sebagai pembimbing dan yang melaukan kegiatan mencari dan menemukan pengetahuan bersama siswa. Tidak boleh ada pengajaran yang bersifat otoriter, di mana guru sebagai penguasa dan murid menyesuaikan. 4. Sekolah sebagai bentuk kecil dari masyarakat luas. Pendidikan seharusnya tidak sekadar dibatasi sebagai kegiatan di dalam kelas dengan dibatasi empat dinding sehingga terpisah dari masyarakat luas. Karena pendidikan yang bermakna adalah apabila pendidikán itu dapat dimanfaatkan dalam kehidupan masyarakat. 5. Aktivitas belajar harus berfokus pada pemecahan masalah, bukan sekadar mengajarkan matapelajaran. Pemecahan masalah adalah bagian dari kegiatan kehidupan.oleh karenanya, pendidikan harus membangun kemajuan siswa untuk memecahkan masalah. Kegiatan pendidikan bukan sebagai pemberian informasi atau data dari guru kepada siswa, yang terbatas sebagai aktivitas mengumpulkan dan mengingat kembali peng etahuan statis. 6. lklim sekolah harus demokratis dan koo peratif karena kehidupan di masyarakat selalu hidupbersama orang lain, maka setiap orang harus mampu membangun kooperasi dengan orang lain. Namun,
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 dalam realita pendidikan tradisional sering siswa dilarang untuk berbicara, berpindah tempat atau kerja sama dengan siswa lain. Iklim demokratis dalam kelas dibutuhkan agar siswa dapat hidup secara demokratis di masyarakat. Prinsip-prinsip pendidikan humanis yang diambil dari pandangan progresivisme (Imam Bernadib dan Sutari Imam bernadib, 1996: 62) di atas lebih menekan kan individu sebagai satuan sosial (anggota masyarakat). Sedangkan prinsip pendidikan humanis yang diambil dari pandangan eksistensialisme adalah menekankan pada keunikan siswa sebagai individu. Setiap siswa dipandang sebagai individu yang memiliki keunikan yang berbeda dengan siswa lain. Perbedaan keunikan individu siswa dalam kegiatan pendidikan dan belajar harus dapat tampak dan dihargai oleh pendidik atau guru. Pandangan eksis tensialis yang diambil oleh pendidik humanis adalah adanya kemerdekaan atau kebebasan dalam diri individu untuk memilih apa yang dianggap benar bagi dirinya untuk dapat membangun dirinya menjadi (to become) seperti apa yang diinginkan. Kelahiran sebagai wujud keberadaan atau eksistensi individu di dunia adalah titik awal bagi bagi individu untuk mengembangakn esensi dirinya. Esensi diri manusia dibangun melalui proses kehidupan dimana individu memiliki kebebasan untuk memilih dan dia harus bertanggung jawab terhadap apa yang telah dipilih. Individu akan terbentuk menjadi apa adalah sesuai dengan pilihan bebas yang diambil, yang selanjutnya terbentuk menjadi siapa dirinya, sebagai dokter, insinyur, atau guru adalah sebagai akibat dan pilihan bebas yang dia lakukan. Nilai-nilai keagamaan berada dalam diri individu yang memperoleh pemaknaan oleh individu masing-masing, tidak ada otoritas di luar diri individu yang dapat memberikan makna. Apabila individu melakukan perubahan makna akan pengetahuan, nilai-nilai atau keagamaan maka hal itu dilakukan oleh dirinya dengan rasa
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 52-
IAI Sambas sukarela dan bukan karena paksaan dan otoritas di luar dirinya. Oleh karenanya, komunikasi atau dialog menjadi instrumen penting bagi perubahan pemaknaan akan pengetahuan, nilai-nilai, maupun keagamaan. Dalam model pendidikan tradisional, komunikasi atau dialog yang bersifat interaksi dua arah dari guru pada siswa, dan siswa pada guru, telah diubah menjadi bentuk perintah atau penyampaian informasi yang satu arah. Dalam hal ini, hakhak siswa sebagai individu yang memiliki kebebasan atau otoritas atas dirinya telah dirampas oleh guru. Pengetahuan dan nilai yang ditangkap siswa menjadi tidak orsinil atau tidak memiliki makna bagi individu dan kehidupannyan. Hanya dengan metode dialog maka pengetahuan dan nilai-nilai yang dijadikan materi (isi) dialog tersebut dapat membantu mengubah pengetahuan subjektif menjadi pengetahuan objektif. Dalam metode dialog terjadi proses komunikasi yang setara antara individu satu dengan individu lain, tidak ada unsur pemaksaan sehingga memberi kebebasan bagi setiap individu untuk mengambil atau tidak mengambil pengetahuan dan nilai-nilai. Hal ini juga sesuai dengan prinsip belajar yang disampaikan Rogers, yaitu situasi belajar yang paling efektif meningkatkan belajar yang bermakna adalah apabila (1) situasi yang mengancam diri siswa dikurangi seminimal mungkin, (2) perbedaan persepsi terhadap objek pemahaman diizinkan atau difasilitasi. Paulo Freire (1972: 35), menjelaskan dialog adalah sebagai cara yang menusiawi untuk memaknai dunia, dalam arti juga untuk memahami dan memaknai pengetahuan dan nilai-nilai. Dia mengatakan “dialog adalah pertemuan antar orang (manusia), diperantarai oleh dunia, agar manusia memaknai dunia”. Apabila ini diterapkan pada situasi belajar maka dialog adalah per jumpaan antara guru dan siswa, diperantarai oleh materi (isi) pelajaran, agar dapat memahami (memaknai) materi pelajaran.
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 Dialog tidak akan terjadi di antara mereka, di mana yang satu merampas hak orang la in (penindas) dan yang lain dirampas haknya (tertindas). Atau dengan bahasa lain bahwa dialog tidak akan terjadi antara guru yang telah merampas hak kebebasan siswa dengan siswa yang telah dirampas hak kebebasannya oleh guru. Terakhir, Friere mengatakan dialog ti dak mungkin terjadi apabila tidak melibat kan berfikir kritis. Manusia dan dunianya sebagai unsur yang tidak terpisahkan, sebagaimana guru dan murid dengan materi pelajaran sebagai unsur yang tidak terpisah kan. Pemahaman atau pemaknaan terhadap dunia atau materi pelajaran dengan tujuan untuk melakukan perubahan kehidupan tidak dapat dilakukan tanpa berpikir kritis. Dalam proses pendidikan atau belajar dengan tujuan untuk perubahan kehidupan maka guru dan sisiwa harus melakukan pemahaman atau pemaknaan dengan meng gunakan pemikiran kritis. Pendidikan Religius Pendidikan atau belajar pada awalnya cenderung merupakan bagian dari kegiatan kehidupan keberagaman dan kebudayaan. Manusia dalam kehidupan bermasyarakat di samping menciptakan organisasi untuk mengatur kerja sama sebagai alat untuk mencapai tujuan bersama, juga mengembangkan aturan-aturan untuk mengatur perilaku diantara warga masyarakat. Keyakinan dan nilai-nilai keagamaan adalah inti yang menjadi dasar bagi pengembangan aturan masyarakat. Selama ini kebanyakan umat Islam disibukkan oleh aktivitasaktivitas keilmuan yang tidak untuk membuktikan bahwa Islam itu dinamis, kreatif, akomodatif, pluralistik, berwawasan ke depan (prospektif), berorientasi kepada kualitas dan kemajuan, melainkan sebalik nya umat Islam sibuk mengkaji Islam yang yang berwawasan kerdil, kuno, mundur, terbelakang, dan kurang maju (Imam Suprayogo, 2007: 63-64). Walaupun dalam kehidupan modern sumber nilai bergeser lebih ke arah penggu-
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 53-
IAI Sambas naan nilai keilmuan yang lebih objektif seperti kemanusiaan dan demokrasi, tetapi nilai keagamaan tetap tidak dapat dipisahkan dari perilaku nyata kehidupan individu dan masyarakat. Nilai-nilai keagamaan sering secaratidak sadar tetap menjadi kekuatan yang laten bagi pilihan tindakan atau perilaku manusia dan masyarakat. Karenanya, pandangan keagamaan memancarkan tatanan kehidupan sosial seperti keadilan, keterbukaan, dan demokrasi. Sebagaimana fenomena yang bisa kita baca dalam referensi klasik maka kita akan menemukan keadaan Islam yang mendekati ideal. Oleh karena itu, memahami masa klasik adalah cara terbaik (Nurcholish Madjid, 2000: 113). Pendidikan keagamaan secara klasik cenderung memiliki tujuan untuk
membangun dalam diri manusia suatu kondisi moralitas yang baik atau karakter yang mulia. Ungkapan-ungkapan dalam ajaran agama memberikan gambaran akan hal tersebut, seperti ungkapan: Tidak kami utus kamu Muhammad, kecuali untuk memperbaiki akhlak. Secara umum, para nabi dilahirkan dalam kondisi masyarakat jahiliyah, yaitu masyarakat yang warganya mengalami kerusakan karakter sehingga kehidupan penuh dengan perilaku buruk, penghancuran hak-hak manusia, penindasan atau perampasan secara semena- mena, pengkhianatan dan kedengkian dalam hubungan, arogansi yang berkuasa (kaya) dan keter- tindasan yang lemah dan miskin. Tujuan diangkatnya kenabian secara umum adalah memperbaiki moralitas atau akhlak manusia yang terjadi pada zamannya. Dalam kehidupan modern, tujuan pendidikan lebih dirumuskan menggunakan nilai-nilai keilmuan yang bersifat ilmiah. Seperti gambaran rumusan tujuan pendidikan yang disampaikan oleh Maslow (tokoh psikologi humanistik) yang merumuskan tujuan pendidikan sebagai pencapaian aktualisasi diri,10 yaitu suatu kondisi di mana individu dapat menggunakan potensi-potensi (bakat,
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 talenta, kapasitas) dirinya secara penuh sehingga dapat mengembangkan kehidupannya yang lebih produktif. Ibaratnya sebatang pohon yang tumbuh dan berkembang, mulai dari biji yang tumbuh dari dalam tanah, kemudian tumbuh batang dan daun yang subur, selanjutnya pohon berbunga indah dan menarik, dan pada akhirnya menghasilkan buah-buah yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia maupun binatang. Mungkin dapat dikatakan pohon itu telah beraktualisasi diri pada waktu pohon itu berbuah.Rumusan tujuan pendidikan Maslow tersebut apakah bertentangan atau berbeda dengan rumusan tujuan pendidikan keagamaan yang klasik seperti di atas telah disampaikan? Teori pendidikan Maslow, memang tidak lepas dan teori kebutuhan hidup manusia yang dibangunsecara ilmiah atau berdasarkan nilai-nilai dan pengetahuan (value of science).Berdasarkan nilai-nilai pengetahuan dia merumuskan kebutuhan manusia bersifat hirarkis atau berbentuk piramida, berangkat dari kebutuhan dasar yang bersifat umum bagi semua menusia dan juga binatang, yaitu kebutuhan akan kehidupan fisik (material). Setiap manusia atau juga binatang secara alamiah membutuhkan kebutuhan hidup seperti makan, minum, udara segar, istirahat, tempat tinggal, bahkan juga seksual. Pemenuhan kebutuhan dasar ini yang menjadi dorongan dasar bagi manusia untuk dapat menjaga eksistensinya atau memenuhi kelangsungan hidupnya.Karena begitu pentingnya kebutuhan fisik (material) untuk memenuhi kelangsungan hidup manusia, maka kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan melebihi segala-galanya. Menurut Maslow manusia juga memiliki kebutuhan lain, yaitu kebutuhan rasa aman dan juga kasih sayang (sosial), tetapi kebutuhan ini dikatakan baru dibutuhkan untuk dicapai apabila kebutuhan dasar fisik (material) sudah dapat dicukupi (dipenuhi).
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 54-
IAI Sambas Sebaliknya apabila kebutuhan dasar fisik belum dapat terpenuhi maka kebutuhan rasa aman dan kasih sayang tidak akan dapat dipenuhi. Begitu juga kebutuhan manusia yang lebih tinggi harga diri, berkembang dan pencapaiannya sangat tergantung pada kebutuhan dapat atau tidaknya kebutuhan di bawahnya dipenuhi. Aktualisasi diri sebagai kebutuhan tertinggi bagi kehidupan manusia merupakan harapan atau cita-cita semua manusia untuk dapat hidup produktif, tetapi belum tentu semua manusia dapat mencapainya. Rumusan tujuan pendidikan yang ditarik dari nilai-nilai pengetahuan (seperti Maslow) cenderung diwarnai oleh pengajaran kebutuhan material lebih dulu, walau pun pada akhirnya bertujuan pencapaian kebutuhan lebih tinggi, yaitu aktualisasi diri.Aktualisasi diri apabila diartikan sekedar kemampuan menggunakan potensi, talenta atau kapasitas diri secara optimal sehingga menjadi individu yang produktif mungkin belum menyentuh nilai-nilai spri tual yang bersifat transendental. Tetapi apabila aktualisasi diri diartikan sebagai pencapaian nilai kemanusiaan yang tertinggi ibarat sebatang pohon yang berbuah dimana buahnya dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia atau binatang, diluar kebutuhan pohon itu sendiri, maka tujuan aktualisasi diri bersifat tujuan moral, yaitu berbuat kebaikan atau ikhsan terhadap orang lain, yaitu perwujudan dan konsep akhlakul karimah sebagaimana telah menjadi tujuan pendidikan agama. Banyak ahli yang tidak puas dengan bangunan teori kebutuhan Maslow, seperti Danah Zohar dan Ian Marshal (2005:134), keduanya lebih tertarik dan percaya bahwa kebutuhan spiritual harus menjadi dasar bagi pengembangan hidup manusia yang lebih adil dan sejahtera. Mereka menulis buku yang berjudul “Spiritual Capital” (SC) yang menjadi bestseller dan tulisan itu memiliki visi yang mulia untuk memperbaiki sistem kehidupan masyarakat kapitalistik yang sering mendorong keselarasan material. Perjalanan kehidupan masy
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 arakat kapitalistik bersifat membahayakan bagi terwujudnya kehidupan yang berkeadilan, harmoni, dan sejahtera. Zohar dan Marshall menganjurkan sistem sosial, kemasyarakatan, ekonomi lebih didasarkan pada modal spiritual (nilai-nilai spiritual sebagai modal) sehingga masyarakat lebih berkembang ke arah tujuan kebaikan atau ikhsan seperti yang diajarkan dalam ajaran agama. Dari uraian di atas, pendidikan keagamaan dengan tujuan untuk membangun ma nusia yang berakhlak mulia adalah tidak bertentangan dengan rumusan tujuan pendidikan yang dirumuskan berdasar nilainilai dan ilmu pengetahuan. Bahkan, dalam kehidupan pascamodern manusia mera sakan pentingnya nilai-nilai spiritual transedental manjadi dasar bai aktualisasi diri mereka dan kehidupan sehari-hari mereka sehingga kehidupan yang produktif memiliki makna kebaikan (ikhsan) bagi sesama manusia yang lain. Uraian di atas juga menggamarkan bahwa tujuan pendidikan tidak cukup sekedar pencapaian tujuan humanis, tetapi lebih jauh membutuhkan pencapaian tujuan kebutuhan spiritual transendental (religius). Pencapaian tujuan kebutuhan spiritual transendental secara umum menjadi tujuan pendidikan keagamaan (religius). Sebagaimana di depan telah disampaikan bahwa hampir semua agama meletakan tujuan pendidikan adalah untuk pengembangan moral manusia agar manusia dapat berkemang menjadi berkarakter baik sehingga hidupnya dapat berguna bagi orang lain dan dirinya sendiri. Dapat dikatakan pendidikan yang dapat membangun moral manuisa yang baik dan membangun kapasitas (kemampuan) untuk merealisasikan tujuan kehidupan secara produktif adalah pendidikan yang bersifat humanis religius. Sebagaimana tujuan manusia hidup adalah untuk menggapai ridla Allah, ibtigha’a mardlatillah. Jika kita berusaha memperoleh ridla-Nya, maka apapun yang diberikan Tuhan kepada kita, kita akan menerimanya dengan
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 55-
IAI Sambas ridla (senang) pula, ridla dan diridlai, radliyatan mardliyyah, (Ahmad Mubarok, 2005: 159). Pengembangan Pendidikan HumanisReligius Secara umum, realisasi praktik pendidikan masih dari pemikiran pendidikan humanis-religius. Pendidikan tradisional dalam realisasinya di sekolah masih cenderung berorientasi pada buku dan guru, dan penyampaian informasi atau data tentang kehidupan secara statis. Murid diposisikan sekadar penerima pengetahuan dari nilainilai secara pasif sehingga pengetahuan dan nilai-nilai tidak memiliki arti dinamis bagi perubahan kehidupan murid atau mas yarakat. Pengetahuan dan nilai-nilai sekedar menjadi objek pasif yang seolah-olah dapat diberikan atau dipindahkan pada orang lain, yang terlepas (terasing) dan maknanya yang dinamis bagi perubahan kehidupan manusia. Pendidikan dalam realitanya masih menderita dehumanisasi karena pengetahuan nilai-nilai masih diartikan sebagai objek pemilikan (having) bukan menjadi pengetahuan dan nilai yang membangun perubahan diri (being). Ada keterpisahan antara pengetahuan dan nilai-nilai dengan diri manusianya, dan karena keterpisahan itu manusia mengalami proses dehumanisasi, dan manusia mengalami penurunan martabatnya menjadi serendah binatang yang serakah. Pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan dibangun manusia sebenarnya adalah sebuah konstruksi, kreasi (ciptaan), atau penciptaan kembali yang berada dan melekat dalam diri manusia (seseorang) dan digunakan untuk memecahkan masalah kehidupan untuk mewujudkan tujuan kehisupan yang mulia.Namun, dalam realita yang dilakukan di sekolah tradisional pengetahuan dan nilai berubah menjadi sekadar kata-kata, ucapan-ucapan kosong yang bersifat verbalistik. Pengetahuan dan nilai-nilai kehilangan makna tindakan, yaitu pengetahuan dan
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 nilai-nilai yang diamalkan bagi perubahan kehidupan. Pengetahuan dan nilai-nilai yang secara benar mengandung keduanya, yaitu ide kreasi dan tindakan untuk melakukan perubahan atau pengembangan diri. Manakala pengetahuan dan nilai-nilai kahilangan muatan keduanya (keduanya dilupakan) atau mengalami keterpisahan maka pengetahuan dan nilai akan berubah menjadi atribut-atribut sosial, atau sekadar menjadi bentuk ritual-ritual yang kurang menyentuh pada perubahan kualitas diri. Dalam hal ini pengetahuan dan nilai bukan berfungsi untuk mendorong perubahan kehidupan, tetapi cenderung untuk melestarikan kondisi statis atau tidak mengalami perubahan. Pendidikan di sekolah tradisional dan juga pendidikan keagamaan di lembaga pendidikan agama masih banyak mengalami dehumanisasi. Pengetahuan dan nilainilai keagamaan yang bersifat ciptaan atau ide-ide kreasi yang dinamis telah terpasang menjadi ucapan verbalistik yang tidak memiliki artibagi perubahan kehidupan. Seolah-olah dapat dikatakan pengetahuan dan nilai keagamaan telah mengalami kematian. Bukankah ini merupakan kesalahan dan pengingkaran terhadap tujuan pengetahuan dan nilai agama untuk mengangkat derajat kehidupan manusia? Bahkan, dalam ajaran agama banyak peringatan akan hal ini, seperti ayat-ayat yang mengatakan: Sia-sialah shalatmu dan ibadahmu apabila melupakan untuk mengamalkan bagi perubahan kehidupan. Atau sia-sialah shalatmu dan ibadahmu apabila melupakan membantu kehidupan mereka yang menderita (yatim, fakir, miskin). PENUTUP Pendidikan menuntut adanya perubahan, dan pendidikan yang otoriter yang mematikan ide-ide kreasi siswa untuk diubah menjadi pendidikan yang demokratis, di mana siswa memiliki kesempatan untuk dapat menciptakan ide- ide kreatif.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 56-
IAI Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
Pendidikan yang berpusat pada guru dituntut untuk diubah menjadi pendidikan yang berpusat pada siswa, di mana siswa secara aktif dapat berpartisipasi dalam penciptaan pengetahuan dan nilai-nilai. Pendidikan yang tidak mengijinkan kerja sama dalam memahami pengetahuan dituntut untuk diubah menjadi pendidikan yang kooperatif, di mana dalam proses pemahaman pengetahuan dan nilai-nilai siswa diberi kesempatan untuk bekerja bersama. Di samping tuntutan terhadap proses pendidikan, pandangan terhadap pengetahuan dan nilai-nilai juga seharusnya dituntut untuk mengalami perubahan. Penge tahuan dan nilai-nilai yang sering dijadikan sebagai materi statis yang sekedar diteriama dan diingat harus diubah pemahamannya sebagai suatu konsteks pemikiran, ide-ide kehidupan yang dinamis untuk dapat dilakukan dalam kehidupan dan bagi tujuan perbaikan kehidupan. Guru dan siswa harus menyadari dan memahami hakikat pengetahuan dan nilai bagi peruba han kehidupan kehidupan sehingga mereka
membangun kerja sama. Membangun Pengetahuan nilai, dan keterampilan bagi tujuan perubahan atau perbaikan martabat kehidupan manusia. Namun, pendidikan yang memberi kebebasan pada individu siswa untuk dapat menggunakan seluruh potensinya secara penuh sehingga menjadi manusia yang produktif, tetapi tetap harus berpegang pada sisi lain pengembangan karakter manusia yang mulia (akhlakul kharimah) sehingga kemuliaan karakter dapat mengarahkan kehidupannya yang produktif dan membawa kebaikan (rahmah) bagi orang lain dan diri sendiri. Dengan demikian, akan tercipta kehidupan yang penuh dengan hubungan persaudaraan, keadilan dan persamaan, keharmonisan, dan sejahtera dalam kehidupan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mahmud, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Gama Media, 2007. Azizy, A. Qodri, Pendidikan untuk Membangun Etika Sosial: Mendidik Anak Sukses Masa Depan: Pandai dan Bermanfaat, Semarang: Aneka Ilmu, 2003. Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 57-
IAI Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
Barnadib, Imam, Dasar-dasar Kependidikan: Memahami Makna dan Perspektif Beberapa Teori Pendidikan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996. Barnadib, Imam dan Sutari Imam Barnadib, Beberapa Aspek Substansial Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: Andi Offset, 1996. Freire, Paulo, Pedagogy of the Oppressed. Auckland N.Z.: Penguin Books Ltd, 1972. Knight, George R., Issues and Alternatives in Educational Philosophy, Michigan: Andrew University Press, 1982. Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan,Kemanusiaan, dan Kemodernan.Jakarta: Paramadina, 2000. Mas’ud, Abdurrahaman, Menuju Paradigma Islam Humanis, Yogyakarta: Gama Media, 2003. Mubarok, Ahmad, Psikologi Keluarga: dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga Bangsa. Jakarta: BinaRena Pariwara, 2005. Suprayogo, Imam, Quo Vadis Madrasah: Pengajaran Iman menuju Madrasah Impian. Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2007. Zohar, Danah and lan Marshall, Spiritual Capital. Terj. Bandung: Mizan, 2005.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 58-
QAUL QADIM DAN QAUL JADID IMAM SYAFI’I DALAM METODE PENERAPAN HUKUM ISLAM Rabiatul Hidayah*
ABSTRAK Mazhab Syafi’i dibangun oleh Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin Idris bin alAbbas bin Syafi’i , dari suku Quraisy, bertemu nasabnya dengan Rasulullah Saw pada Abd Manaf. Diantara perubahan produk ijtihad yang paling populer dikalangan ulama fiqih adalah pembahasan fatwa hukum yang dikeluarkan oleh mazhab Syafi’i dengan qaul qadim ketika berada di lingkungan Iraq, dan qaul jadid ketika beliau berdomisili di Mesir. Fatwa imam syafi’i di Baghdad di sebut dengan qaul qadim dan fatwa imam syafi’i ketika berada di Mesir di sebut qaul jadid. Latar belakang adanya qaul qadim dan qaul jadid Imam Syafi’i adalah perbedaan lingkungan sosial-kultural Baghdad dan Mesir yang menjadikan penyebab pembahasan fatwa Imam Syafi’i terdapat pada dua qaul yakni qadim dan jadid. Tidak semua qaul jadid menghapus qaul qadim. Jika tidak ditegaskan penggantiannya dan terdapat kondisi yang cocok, baik dengan ''qaul qadim'' ataupun dengan ''qaul jadid'', maka dapat digunakan salah satunya. Dengan demikian dalam penerapannya terdapat beberapa keadaan yang memungkinkan kedua qaul tersebut dapat digunakan, dan keduanya tetap dianggap berlaku oleh para pemegang Mazhab Syafi'i. Ringkasnya qaul qadim dan qaul jadid dapat berlaku sesuai dengan keadaan sosial kultural masyarakat itu sendiri.
KATA KUNCI: Qaul Qadim, Qaul Jadid, Metode Penerapan Hukum Islam
*
Dosen Jurusan Syariah STAIN Mempawah
IAI Sambas PENDAHULUAN Metode dapat difahami sebagai suatu cara yang teratur dan terpikir dengan baik untuk mencapai suatu tujuan atau maksud tertentu. Kajian metode hukum islam biasanya berkaitan dengan teori klasik tentang sumber hukum islam, baik dari kalangan dari hukum islam maupun para pakar hukum barat. Oleh karena itu, suatu metode tidak dapat dipisahkan, bahkan dipengaruhi oleh sifat-sifat sumber hukum sendiri. Mazhab Syafi’i dibangun oleh Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin Idris bin al-Abbas bin Syafi’i, dari suku Quraisy, bertemu nasabnya dengan Rasullullah Saw pada Abd Manaf. Imam Syafi’i lahir di Gaza pada tahun 150 H dan wafat di Mesir tahun 209 H. ibunya keturunan Yaman dan kabilah Azdi dan memiliki jasa yang besar dalam mendidik Imam Syafi’i. Ayahnya meninggal dunia ketika beliau masih dalam buaian, hidup dalam kemiskinan dan ketika ibunya takut nasabnya anaknya hilang sehingga hilanglah betapa hak yang dapat menjauhkannya dan sulitnya ujian hidup. Kemudian ibunya membawa beliau ke Mekah ketika berumur sepuluh tahun agar dapat hidup bersama orang-orang Quraisy, bertemu dengan nasabnya yang tinggi (Lahmuddin Nasution, 200: 4-5). Imam Syafi’i mendapatkan ilmunya dari banyak guru yang tersebar di seluruh negeri Islam dan para fuqaha yang tersebar dinegeri itu. Di Madinah beliau belajar di Muslim bin Khalid Az-Zanji seorang mufti Mekkah, di Madinah Imam Syafi’i belajar dengan Imam Malik. Beliau juga belajar dengan Muhammad bin Al-Hasan AsySyaibani, sahabat Imam Abu Hanifah. Dalam menetapkan fiqihnya, Imam Syafi’i menggunakan lima sumber sebagai berikut: 1. Nash-nash yakni Al-Qur’an dan Sunah 2. Ijma’ 3. Pendapat para sahabat
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 Imam Syafi’i mengambil pendapat para sahabat dalam dua mazhab jadid dan Qadimnya. 4. Qiyas (Romli, 1999: 100) Ada dua pokok bahasan penting yang akan dibahas yakni pendapat Syafi’i sebelum tinggal di Mesir dan dikenal dengan istilah “mazhab lama atau mazhab Qadim dan pendapat-pendapat setelah menetap di Mesir yang populer dengan subutan “mazhab baru” atau mazhab jadid, yang dihubungkan dalam metode penerapan hukum islam. PEMBAHASAN 1. Qaul Qadim dan Qaul Jadid Imam Syafi’i: Kajian Sejarah Sosial Hukum Islam. Perbedaan pola dan produk ijtihad itu terjadi, bukan hanya antara satu pribadi dengan pribadi lain, tetapi tidak jarang itu terjadi dalam satu pribadi dalam kurun waktu yang berlainan. Tidak kurang dari Abu Bakar dalam soal jam’u mushaf AlQur’an, Ali bin Abi Thalib dalam soal warisan minbariyyah, begitu juga yang menimpa Umar bin Khattab dalam soal Himariyyah qiyas kolektif sebagaimana yang diusulkan Ali. Semua perubahan itu terjadi dengan faktor-faktor yang beragam, yang secara umum terjadi setelah frekuensi tambahan dalam melakukan interaksi dengan pihak lain (hasil diskusi, gugatan dan lain-lain) (Dedi Supriyadi, 2007: 137). Diantara perubahan produk ijtihad yang paling populer dikalangan ulama fiqih adalah pembahasan fatwa hukum yang dikeluarkan oleh mazhab Syafi’i dengan qaul qadim ketika berada di lingkungan Iraq, dan qaul jadid ketika beliau berdomisili di Mesir. Ketika berada di Baghdad Imam Syafi’i telah mengeluarkan fatwa hukum tentang kasus-kasus yang dimintakan fatwa kepadanya, demikian juga ketika berada di Mesir, beliau juga berfatwa. Dalam hal inilah terjadi adanya fatwa yang berbeda dalam satu kasus tertentu atau topik tertentu. Beberapa ahli mengemukakan bahwa perbe-
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 59-
IAI Sambas daan lingkungan sosial-kultural baghdad dan Mesir merupakan faktor yang menjadikan penyebab pembahasan fatwa Imam Syafi’i. Preseden ini dapat diartikan sebagai indikasi adanya potensi perubahan dan sifat dinamis hukum Islam dalam pemikiran Imam Syafi’i (Jaih Mubarok, 2002: 9). Dikatakan oleh Sya’ban Muhammad Ismail bahwa Imam Syafi’i tinggal di Irak pada masa pemerintahan al-Amin dan ia sempat belajar dan banyak mengambil pendapat ulama Irak yang termasuk Ahli Ra’yi. Sedangkan ketika berada di Mesir ia bertemu, berdiskusi, dan beragam pada para ulama Mesir sedangkan ulama tersebut umumnya bermazhab Maliki yang tergolong ahli hadits. Dari interaksi inilah barangkali bermula sifat moderasi pendapat dan mazhabnya (Jaih Mubarok, 2002: 223225). Diantara pendapatnya yang merupakan qaul qadim ketika berada di lingkungan Irak, dan qaul jadid ketika berdomisili di Mesir adalah: 1. Tentang meminang perempuan yang telah dipinang orang lain. Dalam hal pinangan itu berupa formal dan sarih (jelas), tidak ada masalah, tetapi ketika pinangan itu berupa kinayah atau metaforis, ternyata ada perbedaan dalam dua qaul Imam Syafi’i. Dalam qaul qadim, meminang orang yang dipinang secara metaforis pun dilarang dengan landasan hadits riwayat Ibn Umar yang melarang menawar barang yang sedang ditawar orang lain dan meminang orang yang dipinang orang lain. Tetapi dalam qaul jadid, hal itu tidak dilarang karena pinangan metaforis itu diqiyaskan dengan sikap sukut (diam), (Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, 2007: 257). 2. Tentang talbiyah selain di Mekah, mina dan Arafah. Pengucapan talbiyah dianjurkan dilaksanakan di Mesjid Mekah, Mina dan Arafah. Apakah selain ditempat tersebut disunahkan? Dalam qaul dan qadim, Imam Syafi’i berpendapat bahwa pengucapan tarbiyah disunnahkan selain di masjid Mekkah, Mina
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 dan Arafah. Karena masjid adalah tempat melaksanakan shalat sebagaimana tiga masjid tersebut. Imam Syafi’i, baik dalam qaul qadim maupun qaul jadid tentang talbiyah selain di masjid Mekkah, Mina dan Arafah tidak menjadikan hadits sebagai argument, beliau hanya menggunakan ra’yu sebagai argumen, (Ahmad Hafidh, 2001: 170). Serta masih banyak lagi contoh tentang qaul qadim dan qaul jadidnya Imam Syafi’i. Ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan fatwa itu, seperti perbedaan pilihan penggunaan nas, perbedan wajh, al-istidlal, perbedaan pandangan tentang adanya ijma’ dikalangan sahabat dan perbedaan dalam memandang batas asl dan illat (Ahmad Abdul Majid, 1990: 72). Semua faktor-faktor itu merupakan cerminan perkembangan intellectual capacity pada seorang mujtahid. Pendapat qadim, yang di Iraq tersebut telah dibukukan dalam sebuah kitab yang diberi nama dengan Al-Hujjah dan telah diriwayatkan oleh sebagian besar imamimam Masykur diantaranya: Imam Ahmad bin Hambal, Imam Za’farani, Imam AlKarabisyi, dan Imam Abu Tsaur. Dan pendapatnya yang baru (jadid) yang telah dikeluarkan di Mesir juga telah dibukukan pada tahun 199 dalam sebuah kitab yang masyhur diberi nama dengan Al-Umm, pendapat baru (jadid) tersebut juga telah diriwayatkan oleh imam-imam besar dari pengikut beliau yang masyhur diantaranya: Imam Abu Ya’kub, al-Buaithi, Imam Ibrahim Al-Muzni, Rabi’ bin Silaiman, Imam Harmalah, Imam Rabi’ al-Jaizi, Imam Abdullah bin Zubair. Pendapat Imam Syafi’i di mesir ini, bukan saja hanya dibukukan dalam kitab Al-Umm tetapi banyak tercermin dalam karangan-karangan beliau dalam berbagai cabang ilmu, seperti dalam kitab-kitab ushul, yang dikenal dengan Ar-Risalah sebuah kitab yang pertama ditulis tentang kaidah Istimbath hukum, sehingga dengan adanya ilmu tersebut maka cara-cara
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 60-
IAI Sambas melakukan ijtihad dan pengambilan alasan hukum Islam sudah ditentukan jalannya untuk menghadiri adanya kekacauan dan kesimpangsiuran (Ahmad Nahrowi dan Abdus Salam, 2008: 383-384). 2. Fase Peluncuran Dan Pengenalan Mazhab Qadim Imam Syafi’i mulai menyebarkan pemikirannya sejak kunjungan ke Baghdad yang kedua pada tahun 195 H, sampai dengan kedatangannya ke Mesir pada tahun 199 H. Imam Syafi’i mencitrakan diskursus islam dengan pemikiran-pemikiran yang baru dan pendapat-pendapat Fiqhiyah dalam gambaran yang sempurna. Ia mulai menyebarkan pemikirannya di ibu kota pemerintahan Islam dan pusat kekuasaan fiqih rasional. Fiqih yang di sebarkan adalah fiqih universal bukan parsial yang didukung dengan kaidah-kaidah universalushul fiqih yang sistematis dan dasar-dasar fiqih yang terstandarisasi dengan jelas. Imam Syafi’i berhasil menempatkan dirinya sebagai tokoh yang mengungguli ulama-ulama Irak dalam setiap perdebatan dan diskusi keagamaan. Namanya sering disebut-sebut oleh berbagai pihak, bahkan para ulama dan para ahli fiqih mengakui keutamaannya. Karena itu, tidak heran apabila ia mendapatkan posisi terhormat dikalangan para penguasa dan masyarakat umum. Banyak juga para ulama yang meninggalkan mazhab lamanya, lalu beralih mengikuti mazhab fiqih dan metodologi fiqihnya, seperti Ab Tsaur dan lainnya. Banyak pula para penuntut ilmu agama yang tidak lagi berguru kepada para syaikhnya yang lama agar dapat menuntut ilmu kepada imam Syafi’I, karena mereka melihat Imam Syafi’i menguasai ilmuilmuu yang tidak dikuasai oleh para ulama lainnya (Ahmad Nahrowi dan Abdus Salam, 2008: 385). 3. Fase Penyempurnaan Dan Pengukuhan Mazhab Jadid Fase ini berlangsung selama sisa hidup Imam Syafi’i, yaitu sejak datang di
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 Mesir pada tahun 199 H sampai akhir hayatnya pada tahun 204 H. fase ini terhitung sangat singkat, namun termasuk fase yang teramat penting sepanjang sejarah hidup dan perkembangan fiqihnya, bahkan fase ini dianggap sebagai masa kesuksesan, kematangan, kegemilangan dan prosuk tifitas yang tinggi, ditandai semakin berkembangnya ilmu produk hukum dan pengadilan hukum ala Syafi’i, juga diwarnai dengan banyaknya karya tulis dan bukubuku Syafi’i yang mengusung nama besarnya menjadi lebih harum lagi. Pada masa ini, Imam Syafi’i sukses meluncurkan karya-karya intelektual yang merekam pemikiran-pemikiran dan pendapat-pendapat fiqihnya, ia juga melakukan revisi terhadap sebagian pendapatnya yang dikemukakan di Irak. Karena adanya sebab-sebab tertentu yang mengharuskan melakukan pembahasan ijtihad fiqih, pada masa ini pula, fiqih Syafi’i telah terformu lasikan sebagai suatu mazhab dalam bentuk yang sempurna. Mazhab fiqinya itu dianggap sebagai fiqih yang bersifat pragmatis dan dinamis, sehingga bisa dijadikan sebagai acuan dimasa sekarang dan yang akan datang. Karena itu, para pengikut Imam Syafi’i hanya berkesempatan untuk memantapkan dan mengukuhkan mazhab baru dengan cara verifikasi dan otentifikasi. 4. Keunggulan Mazhab Qadim Terhadap Mazhab Jadid Para ulama masih berbeda pendapat mengenai jumlah masalah yang dimenang kan mazhab qadim terhadap mazhab jadid. Intinya, pendapat mazhab qadim lebih unggul dari pada mazhab jadid. Sehingga pendapat mazhab qadim lebih layak untuk difatwakan. Menurut sebagian ulama, jum lahnya tidak lebih dari 3 masalah. Ulama lain berpendapat, jumlahnya 14 masalah. Ada juga yang menyatakan bahwa jumlah nya lebih dari 20 masalah. Pada dasarnya, setiap masalah hampir diperdebatkan antara mazhab qadim dan mazhab jadid. Demikian pula dalam keung-
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 61-
IAI Sambas gulannya menurut para pemuka mazhab Syafi’i. Sebagian ulama mengunggulkan pendapat visi mazhab qadim dan sebagian lainnya cenderung mengutamakan pendapat versi mazhab qadim. Ada juga sebagian ulama yang mengutip pendapat lain sebagai pendapat versi mazhab jadid, yang sebenarnya pendapat itu sejalam dengan versi mazhab qadim. Sehingga pengalaman pendapat itu disebut sebagai pengamalan terhadap pen dapat mazhab jaded, bukan mazhab qadim. Dengan demikian, permasalahannya bersifat nisbi dan tidak begitu esensisal, dengan kata lain mayoritas pemuka mazhab Syafi’i mengemukakan satu pendapat, lalu pendapat itu ditentang oleh minoritas ulama. Imam Nawawi menjelaskan, “sejumlah pemuka mazhab Syafi’i mengecualikan 20 masalah dan mereka berfatwa dengan mazhab Qadim, mengenai jumlah tepatnya masih diperdebatkan. Dalam kitab Ab-Nihayah, tepatnya pada “bab al-Miyah” (pembahasan tentangair dan bab azan (pembahasan azan). Imam Haramain menjelaskan bahwa dalam dua pembahasan itu, ada 3 pendapat mazhab jadid yang lebih unggul dibandingkan dengan mazhab qadim yaitu: (1) masalah tatswib pada azan shubuh, versi mazhab qadim menyunahkan bacaan ini, (2) masalah penghilangan najis pada air yang banyak, versi mazhab qadim tidak disyari’atkan. Pada pemuka generasi mazhab Syafi’i menyebutkan, ada 14 masalah yang difatwa kan berdasarkan pendapat mazhab qadim, yaitu masalah (1) dan (2) sebagaimana telah disebutkan di atas. (3) bersuci dengan batu, versi mazhab qadim memperbolehkannya, (4) menyentuh wanita yang berstatus mahrom versi mazhab qadim tidak membatalkan wudhu, (5) air yang mengalir versi mazhab qadim, tidak akan menjadi najis. Masalah-masalah di atas sebenarnya masih diperdebatkan dikalangan pemuka mazhab Syafi’i, bahkan ada sebagian ulama yang menganggap bahwa versi mazhab jadid lebih unggul, sementara itu ada juga sebagian ulama yang mengutip pendapat lain sebagai versi mazhab jadid, yang sebenarnya pendapat itu juga sejalan versi pendapat maz
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 hab qadim, sehingga pengalaman pendapat itu disebut pengalaman terhadap mazhab jadid, bukan mazhab qadim (Ahmad Nahrowi dan Abdus Salam, 2008: 531-533). 5. Sikap Imam Syafi’i dan Para Pengikutnya terhadap Mazhab Qadim, serta Hukum Mengamalkannya Pendapat Imam Syafi’i dalam versi mazhab jadid bukan berarti menganulir (nasikh) terhadap pendapat mazhab qadim. Pendapat-pendapat itu merupakan perpanjangan ide dan perkembangan pada pemikiran yang sesuai dengan hukum kausalitas dalam pembentukan suatu mazhab, karena pada saat Imam Syafi’i datang dan tinggal di Mesir, ia baru menemukan dalildalil fiqih yang sebelumnya tidak dipikirkan olehnya. Ia juga banyak mendengar hadist-hadits lain yang belum pernah di dengar sebelumnya. Hal inilah yang mendorongnya melakukan revisi dan perbaikan terhadap pendapat-pendapat fiqihnya yang di bingkai dalam versi mazhab qadimnya. Atas dasar ini, setiap pendapat mazhab qadim yang tidak disampaikan dalam versi mazhab jadid atau tidak bertentangan dengan pendapatnya yang baru, maka pendapat itu menjadi bagian dari mazhab Syafi’i yang bisa diamalkan dan di fatwa kan. Karena pendapat itu benar-benar telah disampaikan oleh Imam Syafi’i dan ia telah melakukan revisi terhadap pendapat lamanya. Sebaliknya, pendapat mazhab qadim yang bertentangan dengan mazhab jadid, maka tidak disebut sebagai bagian dari mazhabnya, karena pendapat itu telah direvisi dan dianulir. Pendapat itu tidak boleh dikatakan sebagai mazhab qadim. Misalnya, disebutkan adanya keterangan bahwa Imam Syafi’i merujuk kembali pada pendapat lamanya itu. Pendapat mazhab qadim yang telah dianulir, tidak boleh diamalkan dan difatkwakan atas nama mazhab Syafi’i. Tetapi bukan berarti tidak boleh mengamalkan, bagi ulama yang telah melakukan ijtihad dan ijtihadnya itu sesuai dengan mazhab qadim, maka ia boleh mengamalklannya, berdasarkan pen-
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 62-
IAI Sambas dapatnya sendiri, bukan berdasar pada maz hab Syafi’i. Dari paparan tentang kontroversi antara mazhab qadim dan mazhab jadid, serta keunggulan mazhab qadim terhadap mazhab jaded dalam beberapa masalah, kita da pat melihat para pemuka mazhab Syafi’i, ada yang mengunggulkan pendapat mazhab qadim atas mazhab jadid, mereka juga menfatwakan pendapat mazhab qadim itu. Jika tarjih terhadap mazhab qadim han ya didasarkan pada hasil ijtihad masingmasing ulama, maka tarjih itu tidak dianggap sebagai mazhab Syafi’i, karena Imam Syafi’I telah menarik kembali pendapat lamanya, sehingga mazhab qadim itu bukan termasuk mazhabnya. Tetapi, lebih tepat disebut sebagai pendapat dan ijtihad para ulama yang sesuai dengan pendapatnya dalam versi mazhab qadim. Dengan demikian, pendapat itu tidak boleh disampaikan dengan menyebutkan sebagai mazhab Syafi’I, kecuali jika ada catatan bahwa Imam Syafi’i kembali mengikuti pendapat mazhab qadimnya itu. Adapun jika proses tarjih terhadap mazhab qadim dilakukan dengan cara meneliti kesahihan hadits, lebih-lebih peneliti terhadap hadits-hadits yang masih ditang guhkan perilakunya oleh imam Syafi’i dan mazhab jadidnya, maka pendapat itu disebut sebagai mazhab Syafi’i, boleh diamal kan dan boleh difatwakan dengan mengatasnamakan mazhab Syafi’i. Karena hal ini sesuai dengan prinsip imam Syafi’i bahwa apabila hadits itu sahih, maka itulah maz-
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 hab Syafi’i (Ahmad Nahrowi dan Abdus Salam, 2008: 543-544). KESIMPULAN 1. Fatwa imam syafi’i di Baghdad di sebut dengan qaul qadim dan fatwa imam Syafi’i ketika berada di mesir di sebut qaul jadid. 2. Latar belakang adanya qaul qadim dan qaul jadid Imam syafi’i adalah perbedaan lingkungan sosial-kultural Baghdad dan Mesir yang menjadikan menjadikan pembahasan fatwa Imam Syafi’i terdapat pada dua qaul yakni qadim dan jadid. 3. Tidak semua qaul jadid menghapus qaul qadim. Jika tidak ditegaskan penggantinya dan terdapat kondisi yang cocok, baik dengan ''qaul qadim'' ataupun dengan ''qaul jadid'', maka dapat digunakan salah satunya. Dengan demikian terdapat beberapa keadaan yang memungkinkan kedua qaul tersebut dapat digunakan, dan keduanya tetap dianggap berlaku oleh para pemenang Mazhab Syafi'i.Ringkasnya qaul qadim dan qaul jadid dapat berlaku sesuai dengan keadaan sosial kultural masyarakat itu sendiri.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 63-
IAI Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Abdul Majid, Fiqih Islam dari Masa Kemasa, cet 1, Pasuruan: Garoeda Buana Indah, 1990. Ahmad Hafidh, Meretas Nalar Syari’ah, cet. I. Yogyakarta: Teras, 2001. Ahmad Nahrawi, Abdus Salam, Ensiklopedia Imam Syafi’i Publika, 2008.
cet I. Jakarta: Mizan
Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam.Bandung: CV Pustaka Setia, 2007. Ibnu Mas‘ud dan Zainal Abidin,Fiqih Mazhab Syafi’i, Bandung: CV Pustaka Setia, 2007. Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Study tentang Qaul Qadim dan Qaul Jadidi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. Lahmuddin Nasution, Pembaharuan Hukum Islam dalam Mazhab Syafi’i. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001. Romli. Muqaranah Mazhab Fil Ushul, Jakarta:Gaya Media Pratama,1999.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 64-
ISLAM DI AUSTRALIA MASA MODERN Risa*
ABSTRAK Australia merupakan benua imigran yang salah satunya menjadi tempat tujuan imigran Muslim. Meskipun Muslim di Australia masih tergolong minoritas, namun mereka diberikan ruang untuk membuktikan eksistensi mereka. Kualitas hubungan Muslim dan non Muslim berubah setelah peristiwa pengoboman gedung WTC tanggal 11 September 2001. Umat Muslim mulai mendapat perlakuan diskriminasi salah satunya dilakukannya sweeping terhadap komunitas Islam. Meskipun demikian, sebenarnya kekuataan politik di Australia juga melandasi pesamaan hak-hak komunitas Muslim dan jaminan hidup sesuai dengan prinsip welfare state, misalnya pemerintah memberikan subsidi kepada lembaga-lembaga pendidikan dan kemasyarakatan Islam. Tantangan kedepan umat Muslim agar tetap eksis di Australia adalah berusaha membangun kepercayaan bahwa Islam adalah agama yang damai. Selain itu, sesama umat Muslim yang beragam karakter diharapkan tidak menonjolkan karakter Islam lokal negara asal mereka, tetapi lebih membaur menjadi Islam Australia.
KATA KUNCI: Islam, Australia, Modern
*
Dosen Fakultas Adab dan Ushuluddin Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas
IAI Sambas PENDAHULUAN Australia sering disebut sebagai benua imigran, karena terdapat banyak sekali imigran termasuk imigran Muslim yang terdiversifikasi dalam banyaknya etnis minoritas yang berasal berbagai negara dan hidup tersebar di negara bagian Australia. Peningkatan jumlah imigran memunculkan kekhawatiran bagi kelangsungan hidup kulit putih yang didominasi oleh budaya Anglo Saxon, sehingga muncullah kebijakan White Australia Policy, (David Ewdward Lawson, 2010: 199).Tujuan utama kebijakan tersebut adalah untuk membatasi jumlah imigran yang semakin besar. Kebijakan yang berbau rasisme tersebut kemudian dihapus karena dinilai tidak sesuai dengan konteks masyarakat Australia yang plural, terdapat lebih dari 140 suku bangsa dari berbagai negara yang saling berinteraksi. Pemerintah Australia kemudian memberlakukan kebijakan yang disebut multiktuturalisme. Multikulturalisme merupakan kebijakan yang lebih menekankan pada keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan dan menjunjung tinggi perbedaan (Sandy Tieas Rahmana Poetrie, 2013: 11). Meskipun sebenarnya pemerintah Australia tetap menekankan asimilasi nilai budaya Barat dalam kebudayaan Islam, namun minoritas Muslim masih diberikan ruang untuk mengekspresikan keberadaannya. Kualitas hubungan Muslim dan non Muslim mulai menurun sejak peristiwa pengeboman gedung WTC tanggal 11 September 2001, terutama setelah dikeluarkan doktrin global war on terrorism oleh pemerintah Amerika Serikat yang merupakan sekutu Australia. Doktrin memerangi ancaman terorisme international tersebut membuat umat Islam di Amerika Serikat, Eropa dan Australia tersudutkan (Azyumardi Azra, 2007: 180). Kodisi itu semakin diperparah dengan peristiwa bom Bali tanggal 12 Oktober 2002 yang korbannya mayoritas turis asing asal Australia, (Chusnul Mar’iyah, 2005: 51).
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 Beberapa tahun berikutnya terjadi beberapa peledakan bom seperti peledakan bom JW Marriot tahun 2003, peledakan bom di depan kedutaan besar Australia tahun 2004 dan bom Bali II tahun 2005. Serangkaian aksi teror tersebut dikaitkan dengan sekolompok orang Islam sehingga memunculkan stigma negatif atas kaum Muslim tidak terkecuali Muslim di Australia. Stigma yang dimaksud adalah semacam islamphobia yang membuat kehidupan Muslim semakin sulit, karena secara langsung maupun tidak langsung Muslim tidak dianggap orang yang berada dalam konstruksi sosial masyarakat Australia, (Saleh Yucel, 2011: 104). Di sisi lain, tantangan terhadap kaum Muslim di Australia juga berasal dari kaum Muslim itu sendiri. Kebanyakan mereka selama ini masih bersifat komunal yang mengedepankan karakter etnis-agama, yaitu berkekompok sesuai etnis masing-masing. Meskipun demikian, terdapat suatu fakta menarik tentang Islam di Australia, yang mana Islam menjadi agama paling berkembang dilihat dari jumlah pemeluknya yang semakin bertambah dari 170.000 orang pada tahun 1982 menjadi 340.392 pada tahun 2006 atau 1,71 % dari jumlah penduduk Australia, lebih dari sepertiganya lahir dan dibesarkan di Australia, (Peta Stephenson, 2010: 10). Jumlah tersebut sekaligus menunjukkan eksistensi Muslim di Negara Australia. Oleh karena itu, kajian ini berusaha mendeskripsikan tentang dinamika Islam di Australia masa modern. Adapun masa modern di sini mengikuti rentang waktu yang digunakan Harun Nasution yakni dari 1800-sekarang, (2005: 86). Beberapa permasalahan yang diuraikan mencakup: bagaimana imigrasi Muslim dan kontribusinya terhadap Australia, bagaimana kebijakan pemerintah Australia terhadap minoritas Muslim dan apa saja tantangan masyarakat Muslim di Australia masa modern.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 65-
IAI Sambas PEMBAHASAN Kondisi Geografis, Sosial Dan Ekonomi Australia merupakan benua terkecil di dunia, memiliki geografis strategis yakni terletak diantara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, serta diapit oleh kepulauan Asia Tenggara dan daratan Kutub Selatan. Samudra Hindia yang mengapit dua sisi barat negeri tersebut yang merupakan jalur transporasi penghubung Australia dengan benua Afrika, anak samudra Hindia dan kawasan Asia Tenggara. Bagian timurnya dikelilingi oleh Samudra Pasifik yang menghubungkan Negara itu dengan bagian utara dan selatan benua Amerika. Australia juga memiliki garis pantai sepanjang 36.735 km dan saling berbagi lautan dengan tetangga-tetangganya yang terdekat, yakni Indonesia dan Papua Nugini, (Hendra Jureza Kusuma, 2014: 25). Benua Australia hanya memiliki satu negara sehingga sering disebut negara benua, dengan luas 7.682.300 km2 dan merupakan negara terbesar keenam di dunia lebih kecil dibandingkan dengan Negara Rusia, Kanada, Cina, Amerika Serikat dan Brasil. Australia merupakan benua terkering di dunia, dengan hampir 20% daratan Australia diklasifkasikan sebagai gurun. Rata-rata curah hujan tahunan rendah, dengan intensitas curah hujan yang tinggi di area tropis daratan Australia (yakni North Territory dan Queensland) dan beberapa daerah pesisir, (Tim Penulis, 2015: 7). Negara Australia dihuni pertama kali oleh orang Aborigin. Mereka berasal dari ras Australoid, dengan ciri-ciri fisik: kulit bewarna coklat, rambut ikal bergelombang muka dan tubuh ditumbuhi oleh bulu-bulu yang lebat, dahi sempit atau mundur, rongga mata dalam, alis menonjol, mulut besar, tulang tengkorak tebal, tinggi badan rata-rata 5 kaki dan 5/6 inci. Mereka diperkirakan datang 42.000 dan 48.000 tahun lalu, melalui jembatan-jembatan yang menghubungkan daratan atau lintasan laut yang sekarang dikenal sebagai Asia Tenggara, (http:// file. upi.
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJA RAH). Setelah datangnya orang berkulit putih, suku asli merasa terdesak, mereka tidak mampu bertahan dan akhirnya musnah. Pada perkembangannya Australia men jadi tempat tujuan imigran dari berbagai negara sebagaimana disebutkan sebelumnya, sehingga Australia dikenal sangat plural salah satunya dalam hal keagamaan. Agama penduduk Australia berdasarkan sensus dari tahun 1996-2006 dapat dilihat pada tabel di bawah ini, (David Ewdward Lawson, 2010: 238). Kristen Budha Islam Hindu Yahudi Tidak Beragama Tidak Melapor
1996 12.582.764 199.812 200.885 67.279 79.805
2001 12.764.342 357.813 281.578 95.473 83.993
2006 12.685.836 418.756 340.392 148.119 88.831
2.948.888
2.905.993
3.706.555
1.550.585
1.835.598
2.223.957
Berdasarkan sensus tersebut dapat dilihat bahwa jumlah Muslim mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan penambahan 139.507 orang selama 10 tahun. Namun jumlah yang tidak beragam atau yang tidak melapor lebih tinggi. Selanjutnya dari segi pemerintahan, kepala negara Australia dipimpin oleh Gubernur Jenderal mewakili Ratu Inggris dan pemerintahnya berupa sistem parlementer dipimpin seorang perdana menteri. Sistem pemerintahannya hampir mirip dengan yang ada Amerika yaitu dikuasai oleh 2 Partai besar yaitu Partai Buruh Australia (ALP) dan Partai Liberal. Masalah keamanan dan keselamatan negara merupakan kepentingan nasional yang paling utama bagi setiap negara, masalah ini menjadi landasan bagi setiap negara yang akan membuat suatu kebijakan politik luar negeri terhadap negara lain. Australia menganut sistem ekonomi kapitalis dan termasuk Negara maju dengan kondisi perekonomian yang relatif kuat dan stabil, DGP perkapita sekitar US$ 40,000.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 66-
IAI Sambas Perekonomian Negara mengandalkan hasil produksi perindustrian, pertambangan, per dagangan, dan Jasa. Australia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, terisolasi dan berpenduduk jarang, dan sangat bergantung pada perdagangan dan akses pasar-pasar internasional yang jauh. Adapun pasar-pasar tujuan ekspornya bervariasi dan jauh dari negerinya yaitu Eropa Barat, Amerika Utara dan Asia terutama Jepang, (Zulkifli Hamid, 1999: 387). Dibidang penguasaan sain dan teknologi, Australia dapat disejajarkan dengan negara-negara maju di Eropa, Amerika Serikat dan Jepang. Kemajuan sain teknologi telah menjadi kehidupan keseharian warga Australia dengan kondisi demikan membawa pengaruh yang sangat besar dan terbuka bagi kaum Muslim di Australia untuk belajar dan berkembang dalam penguasaan sain teknlogi. Migrasi Orang-Orang Islam Ke Australia Para pedagang Arab merupakan Muslim pertama yang datang di pantai Australia terutama setelah abad ke-10. Kemudian setelah abad ke-16 para pelaut atau nelayan Makasar secara teratur berlayar ke perairan Australia bagian utara dan berhubungan langsung dengan suku asli, Aborigin. Kehadiran Muslim Bugis yang berkelana dengan perahu layar untuk mengumpulkan tripang yang menjadi bahan campuran untuk sop di Cina, (David Ewdward Lawson, 2010: 241) dari teluk Carpentaria selama abad ke-17, secara tidak langsung juga telah memperkenalkan Islam ke wilayah yang mereka kunjungi. Para pelaut Makasar memanfaatkan angin muson barat laut yang membantu pelayaran dari wilayah Indonesia ke Australia. Ketika angin berubah arah, yakni pada awal musim muson tenggara memungkinkan mereka kembali berlayar ke Indonesia. Meskipun kehadiran para nelayan tidak untuk bermukim, namun aktivitas nelayan tersebut terus berlanjut dibuktikan oleh Mathew Flinders ketika ia
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 mengunjungi pantai barat-laut Australia tahun 1802, menemukan nelayan Muslim dari Pulau Timor dan Sulawesi, (M. Ali Kettani, 2005: 309). Buktikehadiran mereka tampak pada lukisan di gua Aborigin yang menggambarkan perahu khas orangorang Makasar dan artefak-artefak yang ditemukan dipemukiman Aborigin bagian utara, (Abdullah Saeed, 2004: 7). Abad ke-19 Australia disebut dengan “surga kaum buruh”, sehingga menjadi sasaran para imigran dari Eropa, Cina, Jepang dan India, (Tim Program SBS, 2011: 147). Imigrasi awal orang Muslim ke Australia yakni Muslim Afghan yang dibawa oleh Inggris ke Australia dalam rangka mengurus unta pada tahun 1860 an, (Saleh Yucel, 2011: 100). Pada puncaknya ada sekitar 3000 pekerja Muslim Afghan yang bekerja sebagai pengawal unta. Unta masa itu digunakan sebagai pengangkut barang-barang, air, dan makanan di daeahdaerah yang sulit. Mereka juga diberdayakan untuk membangun jalur telegraf yang menghubungkan Australia dengan London lewat India dan jalur kereta yang disebut Ghan Train, (Indriana Kartini, 2006: 91). Kehidupan komunitas Muslim Afghan masa awal belum begitu baik bahkan dapat dikatakan tidak mengalami pertumbuhan. Kebanyakan mereka datang bukan atas kemauan mereka sendiri. Mereka selalu dicurigai dan termarginalkan baik secara ekonomi, agama, maupun sosial. Mereka diperlakukan seperti budak, dijadikan target bebas pemurtadan orang Kristen. Mereka juga tidak diizinkan membawa kaum wanita, akibatnya mereka terpaksa menikah dengan wanita malang seperti suku Aborigin atau istri yang ditinggal oleh suaminya. Selain itu, mereka juga menghadapi masalah yang sulit dalam cara pernikahan. Sebagian memilih tidak menikahi wanita non Muslim, sementara yang lainnya berusaha mengislamkan wanita putih atau Aborigin dan menikahi mereka dengan secara islami. Namun ada juga yang menikah tanpa memikirkan masa
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 67-
IAI Sambas depan keturunan mereka dengan menikahi sembarang wanita, (Munjin, 2009: 143). Pada tahun 1870-an melalui perjanjian dengan Belanda didatangkan pula Melayu Muslim untuk dipekerjakan sebagai penyelam mutiara di Australia Barat dan wila yah. Pada tahun 1875, ada 1.800 orang pen yelam Melayu yang bekerja di Australia Barat. Sejak 1860 Air dari Broome di Australia Barat, melalui Darwin di daerah Utara ke Thursday Island di Queensland menghasilkan sampai 8% mutiara dunia. Kehidupan penyelam mutiara tidak jauh berbeda dengan kehidupan Muslim Afghan. Meskipun mereka diizinkan membawa istri, namun keturunan mereka berada dalam tahap pembauran yang parah dan sedikit sekali dari mereka yang mengidentifikasi dirinya sebagai Muslim, (M. Ali Kettani, 2005: 314). Selanjutnya dari tahun 1879, terjadi gelombang migrasi orang Islam dari India ke kepulauan Fiji dan ke Queensland Australia. Besarnya arus imigran memunculkan kekhawatiran terhadap kelangsungan hidup kulit putih, maka dilakukan pembatasan terhadap imigran yang masuk ke Australia dengan diberlakukannya kebijakan Immigration Restriction Act atau yang dikenal dengan sebutan White Australia Policy pada tahun 1901. Pengetahuan imigran non kulit putih itu, menyebabkan penurunan imigran dari Timur Tengah ke Autralia, (Saed Abdullah, 2003: 6). Setelah Perang Dunia I dimulai 19201930, terjadi imigrasi orang-orang Albania ke Australia sebagai pekerja perkebunan tebu di North Queensland dan petani buah di Victoria. Setelah Perang Dunia II, dimulai tahun 1948-1960, bergabung pula Muslim Yugoslavia dan Turki dari Siprus dalam upaya mencari penghidupan baru. Akhirnya Muslim dengan jumlah yang besar menetap di Australia setelah tahun 1960, terutama Muslim yang berasal dari Turki dan Lebanon yang diterima sebagai pekerja pabrik tahun 1968. Sedangkan dari Indonesia sebenarnya baru tahun 1960-an
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 banyak mahasiswa yang mendapat beasiswa ke Australia, (Munjin, 2009: 143). Melihat fakta semakin banyak imigran masuk maka pemerintah menganggap kebijakan White Australia Policy tidak sesuai, sehingga tidak dihapus sama sekali lagi sejak tahun 1972. Untuk mengakomodir masyarakat Australia yang plural maka diperlukan kebijakan yang lebih toleran terhadap segala perbedaan yang disebut dengan kebijakan multikulturalisme. Kebijakan Pemerintah Terhadap Minoritas Islam Di Australia Australia selain sebagai negara penganut prinsip multikulturalisme juga menerapkan sistem hukum sekuler serta sistem demokrasi parlementer yang memberikan ruang bagi Muslim mengekspesikan keberadaannya sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Hal itu dikarenakan, Australia menjadikan kebebasan bagi setiap orang untuk berpikir dan memiliki hak untuk menjadi ‘beda’ sebagai dasar demokrasinya. Kebijakan tersebut sangat membantu sikap toleransi masyarakat non Muslimter hadap masyarakat Muslim, salah satunya pemahaman mereka akan pemakaian jilbab dan menutup aurat adalah bagian dari identitas Muslim. Setiap Muslim juga bebas menjalankan ibadah seperti shalat, puasa dan haji. Keharmonisan minoritas Muslim dan non Muslim juga terbina yang ditunjukkan dari keikutsertaan Muslim pada pemilu (walaupun yang dipilih adalah non Muslim), hidup berdampingan dengan non Muslim, berbelanja di toko non Muslim, bekerja di perusahaan non Muslim, memperkerjakan warga non Muslim pada usaha yang dipunyai oleh warga Muslim, serta menjalani kehidupan sebagaimana yang lazim dilakukan oleh kaum mayoritas. Berdasarkan realitas tersebut dapat dikatakan bahwa hubungan antara minoritas Muslimdan non Muslim di Australia sesungguhnya terjalin dengan baik. Dengan demikian pelaksanaan dakwah islamiyah secara efektif sangat dimungkinkan, sebab undang-undang Australia menjamin menjamin kebebasan beragama dan terdapat
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 68-
IAI Sambas pula aturan yang jelas tentang perizinan mendirikan tempat-tempat beribadah, sesuai dengan aturan-aturan yang ada pada masing-masing agama. Masjid pertama didirikan di Marree di South Australia pada tahun 1861. Selanjutnya di Brisbone juga didirikan mesjid pada tahun 1907 arsitek Sharif Abosi dan Ismeth Abidin. Di Canberra terdapat satu mesjid, yang dibangun bersama oleh Kedutaan Besar Indonesia, Malaysia dan Kedutaan Besar Pakistan, diresmikan pada tahun 1961. Pada tahun 1976 telah berhasil dibangun masjid Imam Ali di Lakemba ser ta masjid al-Zahra di Arncliff pada tahun 1983, (Munjin, 2009: 143).Di Victoria terdapat 7 masjid, yang terbesar adalah masjid Umar bin Khattab, dilengkapi dengan kantor, perpustakaan, ruang pertenuan, ruang belajar dan ruang serba guna. Masjid yang ada di kota Australia Barat yaitu Masjid Afghanistan (Perth), Masjid Turki dan Masjid Islamic Council. Muslimdi Autralia juga mendirikan beberapa organisasi sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhannya salah satunya menyediakan pendidikan dasar bagi anakanak mereka. Beberapa organisasi yang didirikan oleh pendatang baru diantaranya: organisasi orang-orang Cyprus Turki di Melbourne (1948) dan di Sydney (1952), perkumpulan Muslim Albania di Mareeba, Queenslan (1953), sheparton, Victoria (1956) dan Melbourne, Victoria, (M. Ali Kettani, 2005: 318-319). Muslim Indonesia datang ke Australia melanjutkan studinya dan membentuk organisasi Indonesian Muslim Community pada tahun 1960-an. Namun sampai awal 1960-an sebenarnya belum ada bentuk organisasi nasional yang menyatukan komunitas Muslim, mengkoordinir persoalan mereka dan menggabungkan mereka dalam satu komunitas Muslim Australia yang dinamis. Suatu peristiwa mendorong bersatunya Muslim yakni peristiwa yang dialami Imam Ahmad Skaka yang mengalami penolakan dari pemerintah Federal Australia untuk menyelenggarakan perkawinan Muslim di
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 Adelaide. Peristiwa itu merupakan penghinaan bagi komunitas Muslim yang membangkitkan semangat komunita-komunitas Muslim di Australia melakukan pertemuan yang diwakili oleh perwakilan organisasi Muslim pada tahun 1963, kemudian terben tuklah Australian Federation of Islamic Society (AFIS) sebagai payung organisasi nasional dengan presiden pertamanya, Dr. Abdul Khaliq Kazi (M. Ali Kettani, 2005: 320-321). Kemudian organisasi tersebut berubah strukturnya untuk mengakomodasi kebutuhan berkembangnya komunitas Muslim di masing-masing negara bagian dengan cara membentuk perwakilan Islam di masingmasing negara bagian tersebut. Pada perkembangan selanjutnya, dibentuklah organisasi perwakilan Australia pada level nasional maupun internasional yang disebut Australian Federation of Islamic Councils (AFIC) pada tahun 1976, dengan kantor pusatnya di Sydney. Salah satu hal yang diinginkan AFIC adalah memberikan identitas baru bagi Muslim dan menganggap Australia sebagai rumah mereka yakni pengakuan oleh pemerintah Australia. Selain itu mereka merencanakan untuk mendaapatkan bantuan keuagan untuk men jalankan lembaga-lembaga Islam, memperoleh imam-imam untuk semua kominitas Muslim yang terorganisasi dan mengorganisasikan kelompok-kelompok Muslim yang tidak terorganisasi, (M. Ali Kettani, 2005: 323). AFIC merupakan organisasi yang peduli dengan isu-isu kehidupan beragama dan bertindak sebagai kelompok lobbi yang mempengaruhi dinamika hubungan Muslim dengan penduduk Australia. Tugas AFIC adalah melaksanakan koordinasi dan kerjasama dakwah Islam di Australia, mendapat bantuan dana dari beberapa negara Arab, khususnya Arab Saudi dalam rangka membayar gaji Imam yang diangkat oleh AFIC dan kegiatankegiatan lainnya. Demikian halnya dibidang pendidikan sebagian besar pembangunan sekolah juga disponsori oleh dona-
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 69-
IAI Sambas tur dari luar negeri, tetapi untuk berkelanjutan disokong sepenuhnya oleh pemerintah Australia. Salah satu perguruan tinggi Islam yang terkenal adalah King Khalid Islamic College (KKIC) yang didirikan tahun 1983 di Mellbourne, kemudian disusul di Victoria, New South Wales, Queensland, dan Australia Utara, (Munjin, 2009: 144).Sampai saat ini AFIC masih mengusahakan diakuinya beberapa hukum Islam dan hari libur untuk hari-hari besar Islam.Di samping AFIC terdapat pula organisasi mahasiswa Islam yang disebut Australian Students Organisation, dengan fokus kegiatan di daerah kampus. Namun kehidupan Muslim Australia mengalami perubahan pasca serangkaian terorisme mulai 2001, diperparah pemberitaan media yang berlebihan dan sensasional serta kepanikan sendiri dari masyarakat Australia, telah menciptakan stigmatisasi dan generalisasi terhadap kaum Muslim secara keseluruhan. Hal itu berdampak pada perlakuan diskriminatif terhadap minoritas Islam di Australia, seperti dilakukannya sweeping terhadap komunitas Islam Australia pasca peledakan bom tersebut. Orang-orang Islam dipandang sebagai ancaman dan dibenci bahkan muncul ketidakpercayaan orang kulit putih Australia terhadap keturunan Arab dan Muslim secara umum. Hal tersebut dimungkinkan menjadi penyebab terjadinya penyerangan terhadap orang-orang yang dianggap keturunan Arab di pantai Sidney pada tanggal 11 Desember 2005. Sedangkan sikap masyarakat Australia terhadap perempuan Muslim berjilbab di Australia pasca bom Bali dan WTC agak menaruh curiga. Namun pemerintah Australia curiga. Namun pemerintah Australia juga sempat memperlihatkan itikad baik dalam menjamin hak-hak keagamaan maupun hak lain dari kaum Muslim Australia. Hal tersebut ditunjukkan dengan festival seni budaya Islam yang melibatkan berbagai etnis agama Islam di tahun 2006, (http://kelaspolpemaustralia 2010.blogspot.co.id). Selain itu, dibidang
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 pendidikan munculnya semangat anakanak muda Muslim dalam mempelajari aga manya. Pengamat pendidikan menyebutnya peningkatan jumlah mahasiswa yang mempelajari Islam dan Arab mencapai lebih dari 200% sejak 2008. Di Institusi pendidikan juga tersedia bagi mahasiswa Muslim untuk melaksanakan ibadah shalat, (Tim Penulis, 2015: 33). Sebenarnya kebijakan pemerintah terhadap moniritas Muslim berjalan dalam ruang politik dikuasai oleh kekuatan konservatif dan progresif, yang sama-sama konsisten menjalankan prinsip sekulerisme dan praktik pemerintahan Westminster. Pada praktiknya kegiatan-kegiatan sosial politik masyarakat harus dipisahkan dari kegiatan-kegiatan keagamaan. Oleh karena itu, komunitas Muslim tidak boleh menggunakan identitas keagamaan dalam pergaulan kemasyarakatan. Kesepakatan lainnya antara kedua par tai besar yang diwakili oleh partai liberal dan partai buruh yakni semua undangundang harus bersumber pada aspirasi rakyat dan tidak boleh mengambil rujukan keagamaan. Sehingga mereka cenderung melakukan liberalisasi komunitas Muslim guna menanamkan nilai-nilai liberal dan peradaban Barat. Hal itu, kemudian mendasari dilakukannya pengawasan secara ke tat terhadap kelompok-kelompok sosial Islam yang dituduh teroris. Sebagai contoh sering dilakukan razia di tahun 2012 oleh aparat polisi saat melewati jalur tententu di wilayah Victoria terhadap komunitas Muslim asal Afrika, (Sandy Tieas Rahmana Poetrie, 2013: 12-14). Meskipun demikian, kekuataan politik juga melandasi persamaan hak-hak komunitas Muslim dan jaminan hidup sesuai dengan prinsip welfare state, misalnya pemerintah memberikan subsidi kepada lembaga-lembaga pendidikan dan kemasyarakatan Islam, (Indriana Kartini, 2006: 93).
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 70-
IAI Sambas Tantangan Kehidupan Muslim Australia Eskistensi Muslim di Australia ditujukan oleh terlaksananya pendidikan dan organisasi Muslim. Pasca tragedy peradaban bom yang memicu perselisihan membuat umat Islam harus bekerja keras dalam membangun kepercayaan terhadap kaum mayoritas bahwa Islam adalah agama damai dan anti kekerasa, dan membuktikan bahwa segala aksi terror tidak ada hubungannya dengan Islam (Peta Stephenson, 2010: 3). Peristiwa teror tersebut juga menumbuhkan kesadaran umat Muslim ten tang pentingnya dialog antar umat beragama guna membangun kerjasama. Tantangan lain dalam menjaga eksistensi Islam juga bersumber dari dalam komunitas Islam itu sendiri. Dimana pluralitas keberagamaan dan kebudayaan imigran menyebabkan karakter Islam yang kompleks, sehingga pembauran sedikit mengalami hambatan. Sebagaimana Humphrey memandang bahwa komunitas Muslim di Australia lebih banyak bicara dengan istilah-istilah etnis mereka ketimbang berbicara soal Islam yang lebih lokal. Artinya, perujukan kepada akar etnis sebagai basis lahirnya Islam, lebih banyak mereka kedepankan,(http://www.wawasanpendidi kan.com). Oleh karena itu, penting lebih ditingkatkan sikap saling menghargai perbedaan agar terpelihara hubungan harmonis antar sesame Muslim di Australia. Sikap tersebut, akan berpengaruh pada pemahaman ajaran Islam yang semakin luwes. Meskipun belum secara keseluruhan, sikap saling menghargai mulai tampak pada pemahaman Islam yang fleksibel, terutama mencakup tiga bagian yaitu lapis pertama, core value atau tanpa interpretasi meliputi keimanan, nilai-nilai universal, dan syari’ah. Contohnya setiap Muslim wajib melaksanakan shalat, semua sepakat dan tanpa reserve. Lapis kedua interpretation area, misalnya bagaimana cara melaksanakan shalat, dimana sebagian orang sepakat dengan satu cara tertentu, sedangkan
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 sebagian lainnya. Lapisan ketiga, cultural manisfestation, bagian ini sangat dipengaruhi oleh kondisi sosiogeografi, misalnya model pakaian yang dipakai untuk shalat. Muslim Australia sepakat bulat pada ajaran lapis pertama dan bisa jadi sangat berbeda pada ajaran lapis ketiga, (Munjin, 2009: 143-144). Pemahaman yang luwes itu, tidak terlepas dari upaya reinterpretasi ajaran Islam. Sehingga umat Muslim tidak lagi merasa terpisah atau terasing dari Australia. Hal itu setidaknya tampak dari generasi muda yang tidak memisah antara menjadi Muslim dan menjadi Australia yang baik karena mereka lebih senang mengidentifikasikan diri mereka sebagai Muslim Australia, (Peta Stephenson, 2010: 4). Dengan demikian harmonisasi antara Muslim dan non Muslim serta antara sesama Muslim akan selalu terjaga di negara Australia. PENUTUP Islam di Australia diperkenalkan oleh pedagang Arab setelah abad ke-10 dan orang Makasar pencari tripang setelah abad ke-16. Namun kedatangan Muslim dalam rangka menetap baru terjadi pada tahun 1860-an yaitu Muslim Afghan bekerja sebagai pengurus unta. Sedangkan Melayu Muslim penyelam mutiara pada tahun 1870-an dan imigrasi Muslim India mulai tahun 1879. Setelah Perang Dunia I terjadi imigrasi Muslim Albania. Sedangkan setelah Peran Dunia II, bergabung pula Muslim Yugoslavia dan Turki dari Siprus di Australia. Akhirnya Muslim dengan jumlah yang besar menetap di Australia setelah tahun 1960, terutama Muslim yang berasal dari Turki dan Lebanon tahun 1968. Sedangkan dari Indonesia baru tahun 1960-an. Dengan demikian karakter Muslim di Australia sangat beragam. Sebelum aksi teror yang melibatkan kelompok Islam, kehidupan umat Muslim mulai membaik. Mereka memiliki kebebasan menunjukkan identitasnya seperti men jalankan ibadah, mendirikan mesjid, membangun organisasi yang tidak didapat
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 71-
IAI Sambas oleh imigran awal. Namun setelah peristiwa teror 11 September 2001 dan serentetan aksi teror lainnya, terlebih seruan memerangi terorisme internasional, membuat kehidupan umat Islam semakin tersudutkan. Meskipun demikian, itikad baik pemerintah tampak pada jaminan hidup yang di berikan pada kaum Muslim, misalnya pemerintah tampak pada jaminan hidup yang diberikan pada kaum Muslim, misalnya pemerintah memberikan subsidi kepada lembaga-lembaga pendidikan dan kemasyaraktan Islam. Oleh karena itu, tantangan kaum Muslim agar mereka tetap eksis dan keberadaan mereka tidak lagi dianggap
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 ancaman di Australia adalah dengan membangun kepercayaan kepada masyarakat mayoritas bahwa Islam adalah agama damai dan anti kekerasan. Selain itu, Islam juga mampu menyesuaikan diri dengan budaya tempat mereka tinggal. Tidak menonjolkan Islam lokal, tetapi Islam yang melebur menjadi Islam khas Australia, sehingga keharmonisan hidup tetap terpelihara.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 72-
IAI Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Problem Pembauran Muslim Australia, http://www.wawasanpendidikan.com, diakses tanggal 27 Maret 2016.
dalam
Azra, Azyumardi, Jejak-Jejak Jaringan Kaum Muslim: dari Australia hingga Timur Tengah, Jakarta: Hikmah, 2007. Hamid, Zulkifli, Sistem Politik Australia, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999. http://kelaspolpemaustralia2010.blogspot.co.id/2010/11, diakses tanggal 15 Maret 2016. Kartini, Indriana, “Minoritas Muslim di Australia dan Inggris”, Jurnal Penelitian Politik, Vol. 3 No. 1, 2006. Kettani, M Ali, Mioritas Muslim di Dunia Dewasa Ini., terj. Zarkowi Soejoeti, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005. Kusuma, Hendri Jureza, “Hubungan Perdagangan Indonesia dengan Australia Pasca Bom Bali II Periode 2005-2007, Skripsi, Jakarta: Fak. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah, 2014. Lawson, David Ewdward, “Indegenous Australians and Islam: Spiritual, Cultural, and Political Alliances”,Thesis, Australia: School of Social Work and Human Services, Faculty of Health, Quesnsland University of Technology, 2010. Mar’iyah, Chusnul, Indonesia-Australia Tantangan dan Kesempatan dalam Hubungan Politik Bilateral, Jakarta: Granit, 2005. Munjin, Muslim Minoritas dan Wacana Gender di Australia, Yin Yang, Vol. 4 No 1, 2009. Nasution, Harun, Islam: Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta: UI-Press, 2005. Poetrie, Sandy Tieas Rahmana, Diskriminasi Imigran Kulit Putih Berwarna dalam Masa Kebijakan Multikulturalisme Pasca Penghapusan White Australia Policy, Lokon: Jurnal Kajian Sastra dan Budaya, Vol.1, No. 2, 2013. Saeed, Abdullah, Muslim Australians: Their Belief, Practices and Institutions A Partnership Under the Australians Government’s Living in Harmony Initiative, Australia: Department of Immigration and Multicultural and Indigenous Affairs and Australian Multicultural Foundation is Association with the University of Melbourne, 2004. Stephenson, Peta, Home-Growing Islam: The Role of Australian Muslim Youth in Intra –and inter-Cultural Change, NCEIS Research Paper, Vol. 3, No. 6, 2010.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 73-
IAI Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
Tim Penulis, Buku Pintar PPI Australia: Buku Petunujuk Praktis tentang Studi dan Hidup di Australia, Australia: tt, 2015 Tim Program BSB, Sekilas Sejarah Dunia, Bali: Yayasan Gemah Ripah bekerjasama dengan Penerbit Buku arti, 2011. Yucel, Saleh, Is Islam Part of The Problem or Solution: An Australian Immigrant Experience, TJP Turkish Journal of Politict, Vol.2, No. 1, 2011.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 74-
KHALIFAH (KHILAFAH) DALAM AL-QURAN Sri Harjanti*
ABSTRAK Manusia sebagai wakil Allah SWT di dunia ini, tidak menunjukan bahwa Allah SWT tidak mampu dalam mengurus dunia ini secara sendirian, tetapi sebagai suatu ketetapan khusus untuk kehidupan manusia bahwa mereka diciptakan dengan satu tugas yang sangat spesifik, yaitu selain menyembah dan beribadah kepada-Nya, manusia juga memiliki tugas sebagai khalifah sebagaimana yang Allah SWT jelaskan dalam al-Quran. Manusia dalam kedudukannya sebagai khalifah pada dasarnya mengemban tugas pokok, yaitu untuk mewujudkan kemakmuran di bumi agar tercipta kondisi kehidupan yang sejahtera, aman, tenteram dan bahagia sebagi tugas rangkap. Khalifah harus bekerja dan beraktivitas dalam kapasitas dirinya sebagai penguasa di muka bumi berdasarkan mandat dan amanat dari Allah SWT. Se cara khusus manusia juga dipertanggungjawabkan untuk memelihara dunia dan seluruh isinya berdasarkan prinsip yang ditentukan oleh Allah SWT. Manusia dalam melaksanakan amanat yang diberikan Allah SWT harus menggunakan akalnya bagi kemaslahatan manusia itu sendiri serta makhluk Allah lainnya secara serasi dan seimbang. Untuk itu manusia senantiasa dimotivasi untuk lebih banyak menyingkap rahasia alam semesta dengan kekuatan akalnya untuk mendapatkan nilai kebaikan.
KATA KUNCI: Khalifah, Manusia, Al-Quran
*Dosen
Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas
IAIS Sambas PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan alam semesta dan menentukan fungsi-fungsi dari setiap elemen alam ini. Mata hari hanya fu ngsi, bumi punya fungsi, udara, dan seterusnya, bintang seterusnya hingga makhluk yang paling kecil masing-masing memiliki fungsi dalam kehidupan. Begitu juga dengan manusia yang Allah SWT cipta-an dengan tugas dan fungsi tertentu. Se-lain untuk beribadah manusia jugamemiliki tugas sebagai khalifah sebagai-mana yang Allah SWT jelaskan dalam al-Quran. Manusia dipilih sebagai khalifa-tulllah, sebagaimana diuraikan di atas, karena kelebihan yang dianugerahkan Allah kepada manusia berupa ilmu pengetahuan, yang tidak diberikan kepada makhluk Allah yang lain termasuk malaikat. Manusia dikatakan pengganti Allah adalah dimana manusia diberi tangung jawab pengelolaan alam semesta untuk kesejahteraan umat manusia itu sendiri, karena alam semesta memang dicipta-kan Allah untuk manusia. Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan al-Quran terhadap lingkungan bersumber dari fungsi ma-nusia sebagai khalifah, yang sebagaimana Allah SWT telah memberikan man dat kepada manusia menjadi penguasa untuk mengatur bumi dan segala isinya. Kesemua ini merupakan kekuasaan dan wewenang yang bersifat umum yang di-berikan Allah kepadanya sebagai khali-fah untuk memakmurkan kehidupan di bumi. Oleh karenanya, tanggung jawab moral manusia untuk mengelola dan memanfaatkan seluruh sumber yang tersedia di alam ini guna memenuhi keperluan hidupnya. Namun, kewenangan manusia untuk memanfaatkan alam semesta harus didasarkan kepada garis yang telah ditetapkan Allah SWT dan tidak boleh menyalahinya. Dengan mencermati secara mendalam tenang khalifatullahdalam al-Quran yang dilihat dalam perspektif tafsir, memberikan inspirasi penulis untuk lebih jauh mengungkap tentangdalam al-Quran.
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 PEMBAHASAN PENGERTIAN KHALIFAH Kata khalifah dalam bahasa Arab adalah kata jadian yang berimbang dengan kata fa’iilah. Kata plural feminim dari kata khalifah adalah khalaa’if sebagaimana kata karaa’im dan shahaa’if dalam gramatikal bahasa Arabnya. Kata berimbangan dengan kata faa’ilah tidak bisa dipluralkan dengan kata fu’alaa’. Namun kata khalifah memiliki makna maskulin, hingga ia pun bisa dipluralkan menjadi khulafa’. Sesungguhnya kata khulafaa’ adalah bentuk kata plural dari kata khalif/padanan kata maskulin dari kata khalifah. (Ahzami Samiun Jazuli, 2006 : 35). Abul A’la Maududi berpendapat, khalifah menurut kamus bahasa arab berarti perwakilan. (Lihat Abdul Qadir Djaelani, 1995: 153). Sedangkan pengertian khalifah menurut pandangan Qamarudin Khan, jika dilihat dari akar kata yang berasal dari kata khalafa, berarti menggantikan tempat seseorang sepeninggalnya. Karena itu, khalif atau khalifah berarti seorangpengganti dengan inilah kata khulafa dan Khalidsebagai bentuk plural dari kata khalifah telah digunakan dalam al-Quran. (Uci Sanusi dan Rudi Ahmad Suryadi, 2015 : 125). Khalifah juga diartikan sebagai sulthan Allah fi Ardhihi (Kekuasaan Tuhan di Bumi-Nya), yang berarti kon-sep khalifah dipandang sebagai mandat dari Allah dan bukan dari manusia atau sekedar pelanjut Nabi Muhammad sebagaimana maknanya pada masa Nabi Muhammad dan Khulafa al-Rasyidin. (M. Nur Kholis Setiawan dan Djaka Soetapa, 2010 : 119). Menurut Ibnu Katsir (2000: 359), khalifah yaitu suatu kaum yang sebagainya menggantikan sebagian yang lain silih berganti, abad demi abad, dan generasi demi generasi. Kata khalifah memiliki dua makna. Pertama, adalah pengganti, yaitu pengganti Allah SWT untuk melaksanakan titah-Nya di muka bumi. Kedua, manusia adalah pemimpin yang kepadanya diserahi tugas untuk memimpin diri dan makhluk lainnya serta memakmurkan dan mendaya
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 75-
IAIS Sambas gunakan alam semesta bagi kepentingan manusia secara keseluruhan. (Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, 2005 : 18). Sehingga secara umum khalifah didefinisikan sebagai makhluk yang dicipakan oleh Allah sebagai pengganti Allah yang diberikan amanat untuk menjaga dan mengatur seisi alam dengan berbagai potensi yang dianugerahi Allah dengan sebaik mungkin, sehingga akan terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan di bumi maupun di akhirat kelak. Tugas Dan Fungsi Khalifah Di Muka Bumi Allah berkehendak untukmenciptakan khalifah-Nya di muka bumi dengan tugas memakmurkan alam dan mengembangkan amanat risalah serta menegakan segala amal yang mengandung kemaslahatan, kebaikan dan kebenaran. Pemberian tugas khaliga ini disrtai bekal potensi yang diciptakan Allah. Seseorang khalifah yang ditugaskan untuk senantiasa menjalankan syariat Allah dan mengemban tanggungan yang dibeban-kan, maka ia telah mengikuti hawa napsu nya dan menjadi perusak di muka bumi. (Sanusi, 2015: 128). Manusia sebagai wakil Allah SWT di dunia ini, tidak memperlihatkan bahwa Allah SWT tidak mampu dalam mengurus dunia ini secara sendirian, tetapi sesuatu ketetapan khusus untuk khusus untuk kehi dupan manusia bahwa mereka dicipakan dengan satu tugas yang sangat spesifik, yaitu selain menyembah dan beribadah kepada-Nya, secara khusus manusia juga dipertanggung jawabkan untuk memelihara dunia dan selu-ruh isinya berdasarkan pada prinsip yang ditentukan oleh Allah SWT. Untuk melaksanakan tanggungjawab dan amanah yang cukup besar dan berat ini Allah SWT telah memberikan ilmu pengetahuan yang secukupnya kepada manusia, sehingga malaikat sujud kepada manusia dengan kelebihan tersebut. Berjaya atau gagalnya seseorang manusia itu disisi Allah SWT adalah diukur berdasarkan sejauh mana mereka percaya kepada kese-
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 satan-Nya dan menaati perinah-Nya serta dapat melaksanakan tugas khalifah dengan cemerlang ketika hidupnya di dunia, menurut prinsip dan peraturan yang telah ditentukan oleh Allah SWT sendiri. (Ahmad Shukri Mohd. Nain dan Rosman Md. Yusoff, 2003: 102). Sehingga dapat disimpulkan manusia dalam kedudukannya sebagai khalifah pada dasarnya mengemban tugas pokok, yaitu untuk mewujudkan kemakmuran di bumi agar tercipta kondisi kehidupan yang sejahtera, aman, tentram dan bahagia sebagai tugas pengabdian itu, maka manusia diberikan status terhormat yakni sebagai khalifah Allah di muka bumi lengkap dengan kerangka dan program kerjanya yang secara simbolis digambarkan melalui proses penciptaan Adam As. Oleh karena itu, ma-nusia menduduki peran yang penting dan strategis di alam raya ini. Manusia bukan hanya merupakan salah satu ba-gian dari alam ataupun hanya sebagai makhluk yang diberi kesempatan untuk menggunakan serta memanfaatkan alam melainkan juga untuk memelihara dan mengayomi seluruh makhluk guna mencapai tujuan penciptaannya masing-masing. (Jalaludin, 2002 : 234-235) Dari kutipan di atas, dapat dipahami bahwa dalam melaksanakan amanat yang diberikan Allah SWT manusia harus meng gunakan akalnya bagi kemaslahatan manusia itu sendiri serta makhluk Allah lainnya secara serasi dan seimbang. Untuk itu, manusia senantiasa dimotivasi untuk lebih banyak menyikap rahasia alam semseta dengan kekuatan akalnya untuk mendapat kan nilai-nilai kebaikan. Untuk merealisasikan tugas dan fungsinya itu, dapat ditem puh manusia lewat pendidikan. Dengan me dia ini diharapkan, manusia mampu mengemban akal yang diberikan Allah SWT secara optimal, bagi kepentingan seluruh alam semesta, baik untuk jangka pendek yaitu untuk kehidupan manusia di dunia maupun jangka panjang yaitu kehidupan di akhirat.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 76-
IAIS Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
Khalifah Dalam Al-Quran Manusia adalah makhluk yang dimuliakan Allah di dunia ini dibandingkan dengan makhluk lain. Kemuliaan ini bukan saja dapat dilihat dari segi penciptaan-Nya saja, melainkan status dan tugas manusia juga adalah lebih istimewa dan mulia daripada makhluk Allah yang lain. Salah satu pesan Allah dalam alQuran yang dianggap penting berhubungan dengan eksistensi manusia adalah konsep khalifah. Doktrin kekhalifahan dalama pandangan Nurchalish Majid, dapat dipandang sebagai landasan filosofis dari konsep taskhir, yaitu doktrin memahami bahwa Allah menjadikan alam ini lebih rendah daripada manusia. Doktrin ini menurutnya, juga mengandung arti bahwa alam tercipta untuk dimanfaatkan manusia sekaligus objek kajiannya dalam rangka menemukan transendensi Tuhan dalam alam. Oleh karena itu, doktrin ini sebenarnya mengajarkan manusia untuk bersikap proporsional terhadap alam, seperti tidak eksploitatif terhadap alam, menghancurkan ciptaan yang lain, atau bahkan menindas sesama manusia. (Sanusi, 2015 : 133). Kata khalifah, berdasarkan peneli-tian Quraish Shihab, dalam bentuk tung-gal terulang dua kali dalam al-Quran, yaitu dalam al-Baqarah ayat 30 dan Shad ayat 26. Ada dua bentuk plural yang digunakan oleh al-Quran, yaitu: (1) Khalaif yang terulang sebanyak empat kali, yakni pada surah al-An’am: 165, Yunus: 14, 73, dan Fathir 39; (2) Khulafa’ terulang sebanyak tiga kali pada surah al-A’raf: 69, 74, dan al-Naml: 62. (2015: 128). Kata khalifah dalam al-Quran memiliki tiga dimensi makna yakni:
Artinya: Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan, (Q.S. Shaad: 26). 2. Kekhalifahan Adam. Hal ini tampak dalam firman Allah. ْ ِ ٱ ۡ َ ِض َ ِ َ ٗ ۖ َ ُ ٓاٞ ِ َ ِّ ِ ۡذ َ َل َر َ ِ ۡ َ َ ِ َ ِ إ ُ ِ ّ َ ُ ُ ۡ َ ُ ۡ ِ ُ ِ َ َو َ ۡ ِ ُ ٱ ّ ِ َ ٓ َء َو
َ
َ ِ ُ َ َۡ َ
َِ َ ۡ ِكَ َو ُ َ ّ ُِس َ َ ۖ َ َل إ ِ ِّ ٓ أَ ۡ َ ُ َ َ َ ۡ َ ُ ن
1. Kekhalifahan Nabi. Hal ini terlihat dalam firman Allah SWT, َ ٰ َ اوُۥ ُد إ ِ َ َ ۡ َ ٰ َ َ ِ َ ٗ ِ ٱ ۡ َ ِض َ ۡ ُ َ ۡ َ ٱ ِس
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan ber-firman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"(Q.S. al-Baqarah: 30). Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi…”, yakni Allah hendak men jadikan Adam sebagai satu khalifah di muka bumi guna menegakkan hukumhukum-Nya dan juga melaksanakan semua perintah-Nya. Demikian pula dengan kalimat Allah, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”, bukan bermakna khalifah dijadikan Allah di surga kemudian dile-takan di bumi, tetapi bermakna bahwa Allah menjadikan khalifah di bumi. (Agus Haryo Sudarmojo, 2009: 120).
َ ِ ُ ۢ ِ َ َ ُ ا ْ َ ۡ َم
3. Khalifah yakni penduduk. Hal ini tampak dalam firman Allah.
َ ِ َ ِ ِ ٱ ِۚ إ ِن ٱ
َ
َ
ِ ُ َ ِٰ ۡ َ ّ ِ َو َ َ ِ ِ ٱ ۡ َ َى
َٞ ِ ِ ٱ ِ َ ُ ۡ َ َاب
َ
ََ ِ ن
ب ِ َ ِۡ ٱ
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 77-
IAIS Sambas ِ ۡ َ َ ۚ َ َل ِ ۡ ُ
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
َ ِ ۡ َ ۢ ِ َ ۡ ِ أَن َ ۡ ِ َ َ َو
َ ِ ۡ َ ۡ َ َ ُ و ُ ۡ َو
ِ
َ ِ ۡ ُ ُ ۡ أَن
َ َِ ُ ٓا ْ أُوذ
َ َ ٰ َر
َٱ ۡ َ ِض َ َ ُ َ َ ۡ َ َ ۡ َ ُ ن Artinya: Kaum Musa berkata: "Kami telah tertindas (oleh Fir´aun) sebelum sebelum datang kepada kami dan sesudah kamu datang. Musa menjawab: "Mudahmudahan Allah membinasakan musuh-mu dan menjadikan kamu khalifah di bumiNya, maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu. (Q.S. al-A’raaf: 129). “….Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi (Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu”. Menjadikan khalifah atau mem-bantu menjadi penduduk di muka bumi. (Jazuli, 2006: 35). Menurut M. Dawam Raharjo, istilah khalifah dalam al-Quran mempunyai tiga makna. Pertama, Adam yang merupakan simbol manusia sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa manusia berfungsi sebagai khalifah dalam kehidupan. Kedua, khalifah berarti pula generasi penerus atau generasi pengganti; fungsi khalifah diemban secara kolektif oleh suatu generasi. Ketiga, khalifah adalah kepala negara atau pemerintahan. Khalifah sebaga turunan dari kata khalifah, menurut Abu al-Maududi, merupakan teori Islam tentang negara-negara dan pemerintahan. Ada pun menurut Ibnu Khaldun dalam bukunya Muqad-dima, khalifah adalah kepemimpinan. Istilah ini berubah menjadi pemerintahan berdasarkan kedaulatan. Khalifah ini masih bersifat pribadi, sedangkan pemerintahan adalah kepemimpinan yang te-lah melembaga ke dalam suatu sistem kedaulatan. (Sutisna, 2014: 5). Penafsiran Ayat-Ayat Al-Quran Tentang Khalifah Kekuasaan dan kewenangan khalifah terbatas dalam kerangka umum negara Islam yaitu negara Islam adalah negara pemikiran dan prinsip memperbaiki kehidupan umat manusia. Khalifah harus bekerja
dan beraktivitas dalam kapasitas dirinya se bagai penguasa di muka bumi berdasarkan mandat dan amanat dari Allah SWT. Menurut Quraish Shihab, (1996: 422423), masing-masing makna dari ka ta itu mengiringi atau sesuai dengan konteksnya. Seperti misalnya ketika Allah menguraikan pengangkatan Nabi Adam sebagai khalifah, digunakan kata tunggal (Q.S. AlBaqarah (2): 30), sedangkan ketika berbicara tentang pengangkatan Nabi Daud digunakan bentuk jamak (Q.S. Shad (38): 26). 1. Q.S. al-Baqarah: 30 2. ْ ِ ٱ ۡ َ ِض َ ِ َ ٗ ۖ َ ُ ٓاٞ ِ َ ِّ ِ ۡذ َ َل َر َ ِ ۡ َ َ ِ َ ِ إ ُ ِ ّ َ ُ ُ ۡ َ ُ ۡ ِ ُ ِ َ َو َ ۡ ِ ُ ٱ ّ ِ َ ٓ َء َو
َ
َ ِ ُ َ َۡ َ
َِ َ ۡ ِكَ َو ُ َ ّ ُِس َ َ ۖ َ َل إ ِّ ٓ أَ ۡ َ ُ َ َ َ ۡ َ ُ ن Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: sesung-guhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: “sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. (Q.S. al-Baqarah: 30). Konsepsi manusia dalam surah alBaqarah ayat 30 yang disebut khalifah. Kata khalifah berasal dari kata (kha la fa) artinya mengganti. Secara harfiah diterjemahkan wakil Tuhan di muka bumi, yang diberi mandat kekuasaan dan kemam puan untuk melaksanakan rencana-Nya yakni mengelola bumi dan langit dengan segala isinya sebagai bentuk penghambaan kepada-Nya (ibadah). Pengelolaan ini mencakup spektrum kegiatan yang sangat luas, tapi bisa diringkas ke dalam pemeliha raan, pemanfaatan, pengembangan, dan perbaikan. Tidak dikenal disini, dan bahkan merupakan perbuatan yang sangat di benci dan bertenta-ngan dengan pengertian khalifah, apapun dari keputusan dan tindakan manusia yang merusak bumi dan
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 78-
IAIS Sambas isinya. Surah al-Baqarah ayat 30 menegaskan bahwa menjadi khalifah merupakan panggilan kosmik (cosmic vocation) kepada manusia. Dengan peran itu, setiap orang dengan keunikannya masing-masing mewujudkan yang absolut di dalam ruang dan waktu (sejaran), mengaktualisasi-kan pola-pola ketuhanan dan perintah-Nya di dalam dirinya, orang lain, dan lingkungannya. Makna dan arti menjadi manusia hanya relevan sejauh peran ini dijalankan dengan penuh tanggung jawab. (Sinerya Hendrawan, 2009: 94). Sesungguhnya setiap nabi adalah khalifah Allah yang mengemban amanat untuk dapat menegakkan hukum syariat di muka bumi dan melaksanakan kehendak-Nya untuk dapat membangun dan mengelola bumi ini. Merkalah para delegasi Allah yang tidak mewakili kepen-tingan Allah, namun lebih mewakili ke-pentingan para generasi setelahnya mereka mendapatkan perintah langsung dari Allah tanpa perantara. Dengan menginterpretasikan kata khalifah adalah Adam, maka hal itu sudah cukup mewakili keturunannya. Sebagaimana bila dikatakan kaum Nadhir, maka keturunan kaum Nadhir masuk dalam cakupannya. Sesungguhnya kata khalifah yang Allah maksudkan tidak spesifik hanya kepada Adam a.s. Namun yang dimaksud dari firman-Nya adalah jenis manusia. Pen dapat di atas menjadi titik penting dalam pembahasan ini dan juga merupakan pendapat yang lebih unggul. Hal ini bisa dilihat dari teks al-Quran yang secara eksplisit menggambarkan adanya regenerasi kepemimpinan. (Jazuli, 2006: 37). Ketahuilah bahwa Allah menjaga alam dengan kekhalifahan sebagaimana dia menjaga manusia dengan seorang pimpinan yang pada setiap eranya hanya seorang saja. Kekhalifahan diawali oleh Nabi Adam a.s. dan diakhiri oleh Muhammad SAW. Hikmah kehalifahan ialah agar Allah tidak terus menerus melimpahi manusia dengan rahmat-Nya tanpa perantara. Perantara itu amatlah suci dan bersih,
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 sedangkan penerima, tenggelam dalam kaitan-kaita yang hina, seperti makan, dan sebagainya, serta kaitan-kaitan yang bersifat watak, seperti sifat-sifat yang tercela. Peristiwa pemberian dan penerimaan hanya berhasil melalui perantaraan dua pihak, pihak yang tidak membutuhkan (pemberi) dan pihak yang bergantung (penerima). Itulah yang terjadi pada khalifah di mana pun. Oleh karena itu Allah tidak pernah meminta keteangan kepada malaikat, sebab Allah telah mengetahuinya. Manusia, kecuali Nabi, tidak dapat menjadikan malaikat sebagai perantara karena mereka berbeda jenis. Tidakkah anda memikirkan bahwa tat-kala tangan tidak mampu menjangkau makanan, kemudian Allah meletakan sendi-sendi diantara tulang-tulang hingga manusia dapat menjangkau apa saja. Dan juga seorang raja pasti mengangkat menteri untuk dijadikan perentara antara dirinya dengan rakyatnya, karena men teri lebih dekat dan lebih dapat diterima daripada raja. Dan juga bisa dilakukan menempatkan kayu bakar yang kering diantara api dan kayu bakar yang basah. (Ismail Haqiqi al-Buruswi, 1995: 324). Dalam menafsirkan Q.S. Al-Baqarah ayat 30, Hamka (2005: 207), mengambil kesimpulan bahwa dalam penciptaan ma nusia sebagai khalifah Allah telah meleng kapinya dengan potensi yang dapat digunakan untuk menunjang fungsi kekha lifahnya itu. Adapun potensi yang dimaksud dalam ayat ini adalah potensi yang berupa ilmu atau pengetahuan. Menurut penjelasannya, manusia di samping diberi potensi-potensi sebagaimana makhluk lain, ia telah dianugerahi potensi yang tidak dimiliki oleh makhluk lain, yaitu akal. Akal inilah yang menjadi pembeda pembeda dari makhluk lain termasuk malaikat. Dengan akalnya itu manusia bisa mengembangkan ilmunya dan menciptakan teknologi bahkan dengan akalnya itu manusia bisa menguak rahasia-rahasia alam dengan seizin Allah. Sejak awal pembaiatan kepada Nabi Adam a.s. yang mengemban tugas sebagai
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 79-
IAIS Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
khalifah pertama di muka bumi, langsung diberikan beban mengemban tugas atas kekhalifahannya untuk mengenali dan menghafal seluruh (kullaha) nama-nama komponen alam sebagai ekosistemnya. Kewajiban berikutnya ia harus mengajarkan kepada para malaikat tentagn apa yang pernah diperolehkannya dari Allah.
ka bumi dan Kami jadikan kamu pelaksana hukum di antara rakyat. Kamu mempunyai kerajaan dan kekuasaan, sedang mereka wajib mendengar dan taat tanpa boleh menyalahi satu pun perintahmu dan tidak boleh menegakan tongkat di depan wajahmu.(Ahmad Musthafa al-Maraghi, 1993: 205).
3. Q.S. Shaad: 26 َ ِ َ ٗ ِ ٱ ۡ َ ِض َ ۡ ُ َ ۡ َ ٱ ِس
Asbab An-Nuzul Suarah Al-Baqarah Ayat 30 Dan Surah Shaad Ayat 26
َ ِ َ ِ ِ ٱ ِۚ إ ِن ٱ
َ ِ ُ ۢ ِ َ َ ُ ا ْ َ ۡ َم
َ
َ
َ َٰ ۡ َ َ
ِ َ ٰ َ اوُۥ ُد إ
ِ ُ َ ِٰ ۡ َ ّ ِ َو َ َ ِ ِ ٱ ۡ َ َى
َٞ ِ ِ ٱ ِ َ ُ ۡ َ َاب
َ
ََ ِ ن
ب ِ َ ِۡ ٱ Artinya: Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan, (Q.S. Shaad: 26). Imam Syafi’i berkata, “Dengan demikian Allah SWT mengajari Nabi-Nya bahwa wajib baginya, para nabi sebelumnya, dan semua manusia, memutuskan per-kara adil, yakni dengan mengikuti hu-kum yang diwahyukan Allah SWT. (Syaikh Ahmad Musthafa al-Farran, 2007: 339). Setelah Allah SWT menceritakan ten tang Daud dan dua orang yang bersengketa, maka dilanjutkanlah dengan menerangkan bahwa Allah SWT menyerahkan kepada Daud kekhalifahan di muka bu-mi, dan berwasiat kepadanya agar mem beri hukum diantara manusia secara benar dan jangan mengikuti hawa nafsu, sehingga tidak tersesat dari jalan Allah, maka dia akan mendapat azab yang pedih dan tempat kembali yang buruk, karena berarti dia melupakan hari hisab dan pembalasan. “Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi”. Hai daud, sesungguhnya Kami mengangkatmu jadi khalifah dimu
1.
Q.S al-Baqarah ayat 30; Kisah, atau dialog yang terjadi an-tara Allah SWT dengan para malaikat-Nya, ini adalah semacam perumpamaan, dengan menampilkan makna-makna abstrak atau ringkasan dalam bentuk hal-hal yang kasat mata agar lebih mudah dipahami akal manusia. Dalam kisah ini dijelaska betapa tingginya Allah memuliakan manusia, yaitu dengan dipilihnya Adam sebagai khalifah di muka bumi serta diajarinya bahasa-bahasa yang tidak diketahui oleh para malaikat. Hal ini mengharuskan manusia beriman kepada sang Pencipta yang Mahamulia ini. Siapa pun tidak patut ingkar dan menentang. Kisah ini masih merupakan lanjutan ayat-ayat sebelumnya yang berisi celaan terhadap orang-orang kafir dan mengingatkan mereka akan karunia-karunia Allah kepada mereka. Ayat ini turun dikarenakan keingin tahuan kaum Muhammad SAW tentang bagaimana penciptaan nenek moyang mereka. Wahai Muhammad, tuturkan kepada kaummu tentang kisah penciptaan kakek moyang mereka: Adam, Ingat lahketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat,“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi yang akan menempati, mendiami dan mengelolanya, melaksanakan hukumhukum-Ku terhadap umat manusia di sana, dan generasi demi generasi setelahnya akan akan bergantian melaksanakan semua misinya hingga alam menjadi
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 80-
IAIS Sambas berpenghuni.” Mereka, para malaikat bertanya-tanya dengan penuh rasa heran dan ingin tahu, bukan sebagai protes dan ungkapan rasa dengki, berkata, apakah eng kau hendak menjadikan mengangkat khalifah ini, padahal di antara keturunannya nanti ada orang yang merusak di bumi dengan berbuat maksiatdan menumpahkan darah (membunuh) secara lalim di sana? Perbuatan mereka timbul atas dorongan kehendak dan pilihan mereka sendiri, mereka pun diciptakan dari tanah liat, dan bahan ini menjadi bagian dari diri mereka; dan siapa pun yang keadaannya demikian maka dia lebih dekat kepada kesalahan. Mereka kalangan pelaku maksiat dan bukannya dari kalangan yang senantiasa taat, padahal Engkaulah Tuhan Yang Maha Bijaksana, Yang hanya melakukan yang terbaik, dan Yang hanya menghendaki yang terbaik? Para malaikat mengetahuinya karena telah diberitahu Allah atau atau mereka mengetahuinya dari catatan Lauhul Mahfuzh, atau sudah tertanam dalam pengetahuan mereka bahwa hanya para malaikatlah makhluk yang maksum sedangkan semua makh-luk selain mereka tidak memiliki sifat seperti mereka, atau mereka mengiaskan manusia pada jin yang dulu mendiami lalu membuat kerusakan di sana sebelum ditinggali para malaikat, sedang kan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu dan menaatiMu?”, MakaDiaAllah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya aku mengetahui apamas lahat di balik pemilihan dirinya sebagai khalifah meskipun maslahat itutersembunyi bagi kalian. Akumengetahui bagaimana bumi diperbaiki dan dihuni serta siapa yang paling cocok menghuni-nya. Dalam menciptakan makhluk Aku punya hikmah yang tidak kamu ketahui. Persaingan yang muncul diantara sesame manusia untuk memperoleh keuntungan, bertentangan mereka dalam mempertahan kan kelangsungan hidup, serta egoisme mereka merupakan faktor paling kuat yang akan memajukan alam. Dengan adanya
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 kebaikan dan kejahatan dunia akan menjadi baik. Dengan ini akan tampak hikmah pengutusan para rasul, pengujian manusia dan jihad melawan nafsu. Agar ayat-ayatNya nampak jelas bagi makhluk-Nya serta dapat dilakukan ibadah yang tidak bisa dilakukan selain oleh kalangan manusia seperti jihad dan lainnya, diuji-Nya mereka (manusia) akankah mereka mau ta’at kepada-Nya dengan kecenderungan yang ada dalam diri mereka ke arah kebaikan dan keburukan, demikian juga agar semakin jelas mana wali-Nya dan mana musuhnya, siapa yang berhak menempati surga-Nya dan siapa yang berhak menempati neraka-Nya, agar dan agar keihatan jelas apa yang disembunyikan oleh Iblis berupa keburukan serta hikmah-hikmah lainnya. Firman ini mengimbau para malaikat agar menyadari bahwa perbuatan perbuatan Allah Ta’ala sangat dalam hikmahnya dan sangat sempurna. (Error! Hyperlink reference not valid., diakses pada 28 April 2016, jam 11:37). 2.
Q.S Shaad ayat 26; ini merupakan perintah dari Allah SWT kepada para penguasa agar mereka memutuskan perkara di antara manusia dengan kebenaran yang diturunkan dari sisi-Nya, dan janganlah mereka menyim pang darinya, yang berakibat mereka akan sesat dari jalan Allah. Allah SWT telah me ngancam orang-orang yang sesat dari jalan-Nya dan yang melupakan hari perhitungan, yaitu dengan ancaman yang tegas dan azab yang keras. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam Ibnu Khalid, Telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Marwan Ibnu Janah, Telah menceri takan kepadaku Ibrahim alias Abu Zar’ah yang pandai membaca kitab-kitab terdahulu, bahwa al-Walid Ibnu Abdul Malik pernah bertanya kepadanya, “Apakah khalifah juga mendapat hisab? Kuajukan pertanyaan ini kepadamu karena kamu telah
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 81-
IAIS Sambas membaca kitab-kitab terdahulu, juga telah membaca al-Quran serta memahaminya.” Aku (Abu Zar’ah) menjawab, “Wahai Amirul Mu-minin, saya hanya berpesan kepadamu, hen-daklah engkau berdoa semoga berada didalam keamanan dari Allah. “Ku katakan lagi, “Hai Amirul Muminin, apakah engkau lebih mulia bagi Allah ataukah daud a.s.? Sesungguhnya Allah telah menghimpunkan baginya diantara kenabian dan kekhalifahan (kekuasaan), tetapi sekalipun demikian Allah mengan-camnya melalui firman-Nya sebagaimana yang disebutkan didalam alQuran; Hai Daud, sesungguhnya Kami Menjadikan Kamu khalifah (penguasa) di muka Bumi, maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (Shad: 26) hingga akhir hayat. (http://www.ibnukatsironline.com/2015/10 /tafsir-surat-shad-ayat-26.html,diakses pada 28 April 2016. Jam 22:21). Manusia Dalam Perspektif Kekhalifahan Awal mula penciptaan manusia merupakan pengetahuan pertama yang diperoleh Adam a.s. sehingga ia mendapatkan keistimewaan dibanding dengan semua Makhluk ciptaan Allah. (Abbas Mahmud Al-Aqqad, 1993: 13). Keistimewaan ini bisa dilihat dari sisi penciptaan fisik maupun personalitas karakternya. Karena keistimewaannya itu, manusia memiliki tugas dan kewajiban yang berbeda dengan makhluk yang lain. Keistimewaan dan kelebihan manusia, diantaranya berbentuk daya dan ba-kat sebagai potensi yang memiliki pe-luang begitu besar untuk dikembangkan. Dalam kaitannya dengan pertumbuhan fisiknya, manusia dilengkapi dengan potensi berupa kekuatan fisik, fungsi organ tubuh dan panca indera. Kemudian dari aspek mental, manusia dilengkapi dengan potensi akal, bakat, fantasi maupun gagasan. Di luar itu manusia juga dilengkapi unsur lain, yaitu
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 kalbu. Dengan kalbunya ini terbuka kemungkinan manusia untuk menjadi dirinya sebagai makhluk bermoral, merasakan keindahan, kenikmatan beriman dan kehadiran Ilahi secara spiritual. (Jalaludin, 2002: 13-14). Hal yang sama juga dikemukakan oleh M. Qutb (1993: 127), bahwa dalam perspektif Islam eksistensi manusia yang merupakan perpaduan antara ketiga un-sur tersebut merupakan satu kesatuan yang terpadu dan saling berkaitan, badan yang bersifat materi tidak bisa dipisahkan dengan akal dan ruh yang bersifat immateri. Masing-masing dari ketiga unsur tersebut memiliki daya atau potensi yang saling mendukung dan melengkapi dalam perjalanan hidup manusia. Menurut Harun Nasution (1995: 37), unsur materi manusia mempunyai daya fisik seperti mendengar, melihat, merasa, meraba, mencium dan daya gerak. Sementara itu unsur immateri mempunyai dua daya, yaitu daya berfikir yang disebut akal dan daya rasa yang berpusat di kalbu. Untuk membangun daya fisik perlu dibina melalui latihan-latihan keterampilan dan panca indera. Sedang kan untuk melatih daya akal dapat dipertajam melalui proses penalaran dan berfikir. Sedangkan untuk mengembang kan daya rasa dapat dipertajam melalui ibadah seperti shalat, puasa dan lainlain, karena intisari ibadah dalam Islam adalah taqarrub ilallah, mendekatkan diri kepada Allah. Yang Maha Suci hanya dapat didekati melalui ruh yang suci dan ibadah adalah sarana latihan strategis untuk mensucikan ruh atau jiwa. Uraian di atas memberi gambaran bahwa Islam memiliki cara pandang yang utuh terhadap diri atau eksistensi manusia, yang mana dalam pandangan Islam eksistensi manusia itu ada tiga unsur penting, diantaranya yaitu ruh, akal dan badan. Islam menolak pandang-an yang parsial sebagaimana yang telah dilakukan materialisme dan spritualis-me yang hanya menonjolkan satu aspek unsur manusia.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 82-
IAIS Sambas PENUTUP Berdasarka paparan di atas dapat disimpulkan bahwa manusia dalam kedudukannya sebagai khalifah pada dasar nya mengemban tugas pokok yaitu untuk mewujudkan kemakmuran di bumi agar tercipta kondisi kehidupan yang sejahtera, aman, tenteram dan bahagia sebagai tugas rangkap. Sejalan dengan tugas pengabdian itu maka manusia diberikan status terhormat aitu sebagai khalifah Allah di muka bumi lengkap dengan kerangka dan program kerjanya yang secara simbolis digambarkan melalui proses penciptaan Adam As. Oleh karena itu, manusia menduduki peran yang penting dan strategis di alam raya ini. Manusia bukan hanya merupakan salah satu bagian dari alam ataupun hanya sebagai makhluk yang diberi kesempatan untuk menggunakan serta memanfaatkan alam, melainkan juga untuk memelihara dan mengayomi seluruh makhluk guna mencapai tujuan penciptaannya masing-masing. Manusia dalam melaksanakan amanat yang diberikan Allah SWT harus menggunakan akalnya bagi kemaslahatan manusia itu sendiri serta makhluk Allah lainnya secara serasi dan seimbang. Untuk itu, manusia senatiasa dimotivasi untuk lebih banyak menyingkap rahasia alam semesta dengan kekuatan akalnya untuk mendapatkan nilai kebaikan. Untuk merealisasikan
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 tugas dan fungsinya itu, dapat ditempuh manusia lewat pendidikan. Dengan media ini, diharapkan manusia mampu mengembangkan akal yang diberikan Allah SWT. secara optimal, bagi kepen-tingan seluruh alam semesta, baik untuk jangka pendek yaitu untuk kehidupan manusia di dunia maupun jangka panjang yaitu kehidupan di akhirat.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 83-
IAIS Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
DAFTAR PUSTAKA Abbas Mahmud Al-Aqqad, Manusia Diungkap Quran, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993. Cet. III. Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal menurut Konsepsi Islam, Surabaya: Bina Ilmu, 1995. Agus Haryo Sudarmojo, Perjalanan Akbar Ras Adam: Sebuah Interpretasi Baru alQuran dan Sain, Bandung: Mizan, 2009. Ahmad Musthafa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, jilid 23, Penerjemah, Bahrun Abubakar, Hery Noer Aly, dan K. Anshori Umar Sitanggal, Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 1993. Ahmad Shukri Mohd. Nain dan Rosman Md. Yusoff, Konsep, Teori, Dimensi dan Isu Pembangunan, Johor Darul Ta’zim: Universiti Teknologi Malaysia, 2003. Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan al-Quran, Penerjemah: Sari Narulita, dkk. Jakarta: Gema Insani Press, 2006. Al-Imam Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tafsr Ibnu Kasir Juz I, Penerjemah: Bahrun Abu Bakar, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000. Al-Rasyidin, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis danPraktis, Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005, Cet. II. Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah, Bandung: Diponegoro, 2006, cet. X. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz. I, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 2005. Harun Nasution, Islam Rasional, Bandung: Mizan, 1995. http://www.ibnukatsironline.com/2015/10/tafsir-surat-shad-ayat-26.html,diakses pada 28 April 2016. Jam 22:21. https://pahamiquran.wordpress.com/2014/01/30/tafsir-al-baqarah-ayat-30-39/, diakses pada 28 April 2016 , jam 11:37. Ismail Haqiqi al-Buruswi, Terjemahan Tafsir Ruhul Bayan Juz I, Penerjemah: Syihabudin dan Herry Noer, Bandung: Diponegoro, 1995. Jalaludin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002, Cet. II. M. Nur Kholis Setiawan dan Djaka Soetapa, Meniti Kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kunci dalam Islam dan Kristen, Jakarta: Gunung Mulia, 2010. M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, Bandung: Mizan, 1996.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 84-
IAIS Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
M. Qutb, Sistem Pendidikan Islam, Penerjemah, Salman Harun, Bandung: AlMaarif, 1993. Sinerya Hendrawan, Spiritual Management: From Personal Enlightenment Towards God Corporate Governance, Bandung: Mizan, 2009. Sutisna, Pemilihan Kepala Negara: Perspektif Hukum Islam dan Hukum Indonesia, Yogyakarta: Deepublish, 2014. Syaikh Ahmad Musthafa al-Farran, Tafsir Imam Syafi’i: Menyelami Kedalaman Kandungan al-Quran, Jilid 3, Penerjemah: Imam Ghazali Masykur, Jakarta: Almahira: 2007.. Uci Sanusi dan Rudi Ahmad Suryadi, Kenali Dirimu: Upaya Memahami Manusia dalam al-Quran, Yogyakarta: Deepublish, 2015.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 85-
MIQDAR DAN NISHOB ZAKAT PROFESI DALAM HUKUM ISLAM Sri Wahyuni *
ABSTRAK Berdasarkan pembahasan yang dilakukan diperoleh bahwa: 1).Sebagian besar ulama fuqoha dan lembaga-lembaga islam mewajibkan zakat profesi dengan alasan: a.prinsip keadilan, b. Perintah untuk mengeluarkan infak dari kasab yang dikaruniakan oleh Allah kepada manusia sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 267, c.Peringatan Allah terhadap orang yang menumpuk emas dan perak dan tidak membelanjakan di jalan Allah, dalam surat At Taubah ayat 342).Dalam pengeluaran zakat profesi tidak berlaku adanya nishob,tetapi dikeluarkan kapan saja saat mendapatkan penghasilan yang melebihi kebutuhan sehari-hari .Dengan kadar ukuran 2,5% dari penghasilan yang diperoleh seta tidakberlaku haul.
KATA KUNCI: Miqdar, Nishob, Zakat Profesi dalam Hukum Islam
*
Dosen Jurusan Syariah STAIN Mempawah
IAI Sambas PENDAHULUAN Dalam kitab-kitab fiqih klasik, terdapat ketentuan bahwa harta yang wajib dizakati (zakat mal) hanya lima macam yaitu ternak, emas dan perak, tanaman (hasil tanaman), buah-buahan dan barang dagangan. Ketentuan tersebut apakah merupakan ketentuan buku atau ketentuan yang dapat dikembangkan karena memandang bahwasannya ketentuan tersebut berlaku pada masa penyusunan kitab fiqh tersebut. Dalam pekerjaan dibidang pertanian, peternakan dan perdagangan aturan zakat pun sudah ada sejak dulu dalam kitab-kitab klasik, itu karena pekerjaan-pekerjaan itu sudah ada sejak dahulu (Arif Hidayat, 2002: 8). Namun pada masa kini, penghasilan bulanan para karyawan di perusahaanperusahaan besar atau para profesional dibidang teknik, administrasi, kedokteran dan lain sebagainya sering kali mencapai jumlah amat besar, jauh melampaui nisab harta-harta lainnya yang wajib dizakati (M. Baghir al-Habsyi, 1999: 301). Karena itulah orang-orang ini terlihat mendapat penghasilan besar dari kerja profesinya, sehingga kemudian lahirlah istilah zakat profesi (Nourou Zaman Shiddiqi, 1997: 203). Dalam judul “Miqdar dan Nisob Zakat Profesi dalam Hukum Islam” berusaha mengupas persoalan yang sebenarnya.Bagaimana hukum zakat profesi menurut hukum islam.Berapa miqdar dan nishob zakat profesi dalam hukum islam. PEMBAHASAN 1. Pengertian Zakat Profesi Zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun yang dilakukan bersama dengan orang atau lembaga lain yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi hisab (batas minimum untuk menyalurkan zakat) (Didin Hafidhudin, 1998: 103). Pendapat atau
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 penghasilan semacam ini dalam istilah fiqih disebut dengan al-mal al mustafad. Adapun kegiatan profesi, menurut fatwah ulama yang dihasilkan pada mu’tamar Internasional pertama tentang zakat di Kwait tanggal 30 April 1984 adalah satu satu kegiatan yang menghasilkan kekuatan bagi manusia dan menghasilkan amal yang bermanfaat baik yang dilakukan sendiri seperti kegiatan dokter, maupun secara bersama-sama seperti karyawan atau pegawai yang semua itu menghasilkan pendapatan atau gaji (Didin Hafidhudin, 2001: 94). 2. Landasan Hukum, Miqdar dan Nishob Zakat Profesi Zakat penghasilan tersebut di atas termasuk masalah pemikiran (ijtihad) yang perlu dikaji dengan seksama menurut pandangan hukum syari’ah dengan memperhatikan hikmah zakat dan dalildalil syar’i yang berkaitan dengan masalah zakat. Semua macam penghasilan tersebut wajib zakat. Allah SWT berfirman:
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 86-
IAI Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. Dalam zakat profesi terdapat beberapa kemungkinan dalam menentukan nishab, kadar dan waktu mengeluarkan, diantaranya ada yang mengatakan 85 gram emas yakni 20 misqal (Yusuf Qardhawi, 2002: 482), ada yang menetapkan nisab zakat profesi sebesar 96 gram (Ensiklopedi Islam, 1994: 4), 93,66 gram dan 94 gram. Penetapan tersebut terdapat perbedaan dalam mengkonversikan ukuran mitsqal, dinar dan dirham. Disamping berdasarkan penemuan dinar, perhitungan nisab zakat profesi dengan menggunakan standar emas, juga berdasarkan pada ketentuan, bahwa uang dikeluarkan secara bertahap sebagai tanda terima yang menunjukkan nilai emas atau logam lain yang disimpan (yakni disimpan sebagai titipan agar aman atau dimasukkan ke bank) (Gerardo P. Sicat, 1991: 229). Tetapi lama-kelamaan uang yang dikeluarkan tidak lagi berdasarkan pada jumlah uang emas yang disimpan di dalam bank tersebut (Sadono Sukirno, 1999: 197). Pertimbangan kemasyarakatan dan tujuan- tujuan integral syariat itulah yang membuat pertimbangan sebagian ulama kontemporer seperti Syeikh Abdul Wahhab Khallaf, Syeikh Abu Zahrah, Yusuf Qaradhawi, Didin Hafidhuddin, Quraisy Syihab, Majelis Tarjih Muhammadiyah, MUI (Majelis Ulama Indonesia) mewajibkan adanya zakat terhadap penghasilan profesi dengan berlandaskan pada pemahaman terhadap Al-quran surah Al- Baqarah ayat 267.
Bahwa kata “maa kasabtum” yang terdapat pada ayat 267 dalam surah AlBaqarah tersebut merupakan kata umum yang mencakup segala macam usaha yaitu perdagangan, pekerjaan dan profesi. Oleh karena itu, tidak perlu diragukan pemakaian ayatnya sebagai landasan hukum wajibnya zakat profesi. Bila Allah menyatukan penghasilan yang diterima seorang muslim dengan hasil yang dikeluarkan Allah dari tanah dalam satu ayat, yaitu ”Hai orang-orang yang beriman, keluarkanlah sebagian penghasilan kalian dan sebagian yang Kami keluarkan untuk alian dari tanah”. Mengapa harus dibeda-bedakan dua masalah yang diatur dalam satu aturan, sedangkan kedua-duanya adalah rizqi dan nikmat dari Allah. Memang benar nikmat Allah berupa hasil tanaman dan buahbuahan dalam ayat di atas lebih kentara, namun demikian tidak berarti bahwa salah satu dari penghasilan tersebut secara tegas dikatakan wajib zakat, sedangkan yang satunya lagi tidak. Banyak jenis harta yang pada zaman Nabi saw. sudah ada dan hingga kini tetap ada. Tetapi, tidak ditemukan ketentuan zakat tentangnya. Misalnya, mutiara, marjan (permata), yang baik dulu maupun sekarang nilai atau harganya sudah lebih mahal daripada emas dan perak yang ada ketentuan zakatnya; binatang seperti kuda, keledai, dan ayam, sudah ada dan dipelihara, semuanya berbeda dengan unta, sapi dan kambing yang ada ketentuan zakatnya; serta ujrah (upah) dari pekerjaan atau profesi juga sudah ada, bahkan dalam hal penyerahan upah Nabi saw bersabda: “Berikanlah kepada pekerja upahnya sebelum keringatnya kering” (HR Ibnu Majah). Tetapi, tidak ada ditemukan ketentuan zakat dari Nabi bagi mereka yang mendapat ujrah tersebut. Sebagaimana uraian tentang hukum zakat profesi pada pembahasan sebelunnya penulis lebih cendrung bahwa penghasilan dari profesi adalah terkena wajib zakat dengan alasan jika profesi
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 87-
IAI Sambas dimasa lalu memang telah ada, namun kondisi sosialnya berbeda dengan hari ini. yang menjadi acuan dasarnya adalah kekayaan seseorang. orang-orang yang kaya dan memiliki harta saat itu masih terbatas seputar para pedagang, petani dan peternak. Tentang miqdar dan nishobnya yang wajib dikeluarkan menjadi bagian dari ijtihad ulama kontemporer. Mengingat Islam tidak mewajibkan atas seluruh harta benda sedikit atau banyak, tetapi mewajibkan atas harta benda yang mencapai nishab, bersih dari hutang, serta lebih dari kebutuhan pokok. Sebagaimana yang telah penulis paparkan tentang seputar Miqdar dan nishob zakat profesi menurut sebagian ulama kontemporer, mereka mengungkapkan berbagai macam pendapat tentang miqdar dan nisab zakat profesi yang wajib untuk dikeluarkan, diantara pendapat mereka adalah: 1. Al-Qardhawi menganalogikan zakat penghasilan profesi ini dengan zakat uang. Sehingga jumlah nishob yang menjadi ukurannya adalah 85 gram emas serta besarnya prosentasi zakatnya disamakan dengan zakat uang yaitu 2,5% dari sisa pendapatan bersih setahun, yaitu pendapat kotor dikurangi jumlah pengeluaran untuk kebutuhan pokok hidup layak, makan, pakaian, serta cicilan rumah setahun jika ada. 2. Pendapat Syekh M. Al-Ghazali yang menganalogikan dengan zakat hasil pertanian, baik dalam nishob maupun prosentase zakat yang wajib dikeluarkan, yaitu 10% dari sisa pendapatan bersih, atau pendapatan kotor dikurangi biaya yang diperlukan untuk kebutuhan hidup secara layak.Dengan ukuran nishob yang telah mencapai 815,758 kg gabah. 3. Pendapat mazhab imamiyah yang menetapkan zakat profesi sebesar 20% dari hasil pendapatan bersih, sama seperti dalam laba perdagangan serta setiap hasil pendapatan lainnya.
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 Pendapat ini berdasarkan pemahaman terhadap QS Al Anfal 841 tentang ghonimah.Dengan ukuran nishob yang telah mencapai 77,50 gram emas (Syekh Ali Gomah, 2013: 91). Dari pendapat-pendapat para ulama kontemporer tentang miqdar dan nishob zakat profesi, Penulis lebih cendrung untuk tidak memasukkan nishob sebagai syarat dalam pengeluaran harta zakat profesi dan harta zakat lainnya. Sehingga, semua harta wajib dikeluarkan zakatnya meskipun belum mencapai nishob asalkan harta tersebut melebihi dari kebutuhan hidup. Penulis berlandaskan pada Alquran surat al-baqarah 219 dan Alquran surat Adz Dzariyat 19. Dalam kedua ayat tersebut menyebutkan bahwa setiap harta ada haknya orang yang miskin dan harta yang dizakatkan adalah harta yang lebih. Oleh karena itulah penulis cendrung bahwa setiap harta wajib dizakatkan meskipun tidak mencapai nishob. Secara logika pun, jika zakat harus mencapai nishob, sedangkan kita tau bahwa sifat manusia pada dasarnya selalu merasa kurang puas dan selalu merasa kekurangan, sehinggga dengan hutang pun mereka akan lakukan demi memenuhi kebutuhan sekunder bukan primer yang itu tidak terlalu penting. Maka menurut penulis ,adanya hutang pun tidak menggugurkan kewajiban seseorang untuk melaksanakan wajibnya zakat. Zakat profesi dikeluarkan kapan saja ketika memperoleh penghasilan. Tidak menunggu setahun, sehingga dalam zakat profesi tidak berlaku adanya haul. KESIMPULAN 1. Mengenai status hukum zakat profesi, sebagian besar ulama fuqoha dan lembaga-lembaga Islam mewajibkan adanya zakat atas penghasilan profesi dengan mengemukakan alasan-alasan: a. Prinsip keadilan. b. Perintah untuk mengeluarkan infak dari kasab yang dikaruniakan oleh
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 88-
IAI Sambas Allah kepada manusia sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 267. c. Peringatan Allah terhadap orang yang menumpuk emas dan perak dan tidak membelanjakan di jalan Allah, dalam surat At Taubah 34. 2. Mengenai nishob dan miqdar zakat atas penghasilan profesi, maka dalam pengeluaran zakat profesi tidak berlaku nishob. Sehinggga dalam pengeluaraan zakat atas penghasilan profesi dapat dilakukan kapan saja saat memperoleh penghasilan. Asalkan penghasilan
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 tersebut melebihi dari kebutuhan hidup. Dengan kadar ukuran 2,5% yang harus dikeluarkan atas penghasilan profesi. Dan juga tidak berlaku haul.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 89-
IAI Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
DAFTAR PUSTAKA
Al-Habsyi, M. Baghir, Fiqih Praktis: Menurut al-Qur’an, Sunah dan Ulama, Surabaya: Mizan, 1999.
Pendapat Para
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam (peny) Ensiklopedi Islam, jilid V, Jakarta: Ichtiar Bam Van Houve, 1994. Gomah, Syekh Ali, Kamus Istilah-istilah Takaran dan Timbangan Dalam Syariat Islam, cet.1, Malang: Pustaka Azhar Syarif, 2013. Hidayat, Arif, Zakat Profesi apa itu? Harian Bangsa, kolom 2, 2002. Hafidhudin, Didin Panduan Praktis tentang Zakat, Infak, Sedekah Jakarta: Gema Insani Press, 1998. -------------, Zakat dalam Perekonomian Modern, cet. 1, Jakarta Gema Insani Press, 2001. Shiddiqi, Nourouz Zaman Fiqih Indonesia: Pengagas dan Gagasannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997. Sicat, P. Gerardo. Economics, alih bahasa, Nirwono, Ilmu-ilmu Ekonom untuk kontes Indonesia cet. 1. Jakarta: LP3ES, 1991. Sukirno, Sadono, Pengantar Teori Makro Ekonom, cet II, Edisi X Grafindo, 1999.
Jakarta: Raja
Qardhawi, Yusuf, Hukum Zakat, Alih Bahasa Lama, Salman dkk., Jakarta: PT. Lentera Nusantara, 2004.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 90-
MELAYU SEBAGAI AKAR TRADISI NUSANTARA Studi Strategi Politik Kebudayaan dalam Menciptakan Melayu Palembang Emas 2018 * Sunandar dan Husni Thamrin†
ABSTRAK Paper ini membahas tentang kehidupan Melayu dipandang dari segi kesejarahannya yang dijadikan sebagai acuan guna memberikan strategi pengembangan kebudayaan Melayu dalam lingkup masyarakat Kota Palembang. Bahasannya dibagi dalam empat bahasan utama, dimulai dari memotret kehidupan orang Melayu dimasa lampau, Islam dalam sejarah dan kebudayaan Melayu, tradisi politik orang Melayu dan bagian terakhir membahas tentang strategi politik kebudayaan kota Palembang. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sejarah dan antropologi yang berguna melihat proses dan perubahan masyarakat yang terjadi dari masa ke masa.
KATA KUNCI: Melayu, Islam, Politik, Kebudayaan dan Palembang.
*
Makalah ini dibacakan oleh Pemerintah Kota Palembang pada acara Seminar Internasional dengan tema “Budaya Melayu Sebagai Akar Tradisi Nusantara” yang diselenggarakan oleh Yayasan Alam Melayu Palembang bekerjasama dengan Lembaga Kajian Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia pada tanggal 8 Juni 2015 di Benteng Kuto Besak Palembang. Makalah ini telah disesuaikan tanpa mengurangi substansinya. † Sunandar (Dosen Fakultas Adab dan Ushuluddin IAI Sambas) Husni Thamrin (Ketua Yayasan Alam Melayu Sriwijaya Palembang)
IAI Sambas PENDAHULUAN Berbicara mengenai Melayu tentu saja akan terlihat di dalamnya Islam. Karena ke duanya merupakan bagian yang tak dapat dilepaskan. Ibarat dua sisi mata uang, Melayu tidak akan memiliki makna berarti bahkan tidak bisa disebut Melayu sekiranya Islam jauh atau dijauhkan atau munkin dihilangkan darinya. Begitu juga dengan Islam (terutama dalam wilayah kepulauan Melayu) tidak akan dapat eksis dan berkembang sekiranya tidak dapat melakukan ‘kompromi’ dengan Melayu. Karena dimasa awal kedatangan Islam di wilayah Nusantara ternyata terlebih dahulu memasuki wilayah Melayu di Pulau memasuki wilayah Melayu di pulau Sumatra, kemudian berkembang sepanjang pesisir di kepulauan Nusantara. Makalah ini mencoba menghadirkan tiga topik utama, yaitu mengenai konsep kehidupan Melayu dalam kacamata budaya dan sejarah, Islam dalam sejarah dan kebudayaan Melayu dan tradisi politik Melayu. Penulis berupaya memposisikan Melayu dalam kacamata sejarah, budaya dan politik dengan harapan memberikan sebuah formula ditengah kehidupan yang semakin komplek akhir-akhir. Identitas sebagai Melayu menjadi sangat penting dalam pencaturan politik arah kebijakan pemerintah dalam membangun daerah. Kebijakan politik melalui Undangundang otonomi daerah memberikan ruang kepada setiap daerah untung mengembang kan potensi daerah sesuai dengan karakter yang dimilikinya. Daerah-daerah kepulauan Melayu termasuk Palembang sangat penting memanfaatkan momen ini, walau sebetulnya kebijakan politik yang berorien tasi pada pengambangan budaya Melayu sudah kita lakukan, peningkatan kuantitas dan kualitas pengembangan daerah tentu akan terus kita lakukan kedepan. 28 Oktober 1928 kita peringati sebagai hari Sumpah Pemuda, namun, jika kita telaah ulang, hari tersebut bukan hanya sekedar pernyataan terhadap tiga konsensus bertanah air berbahasa, dan berbangsa
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 yang satu, akan tetapi merupakan sebuah langkah politik yang sangat berpihak pada kebudayaan Melayu, yaitu dijadikannya Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan yang kemudian disebut sebagai Bahasa Indonesia. Hal ini bukan sekadar kebetulan semata, akan tetapi merupakan suatu bukti bahwa, Melayu dengan peradabannya telah mampu menjawab persoalan zaman, menjadi identitas pemersatu dan menjadi arah kebijakan politik selanjutnya. Capaian tersebut tentu saja disebabkan oleh pengalaman panjang bangsa Melayu, sehingga ia tidak hanya sebagai entitas etnis, bangsa, atau budaya semata, melainkan suatu peradaban yang sangat luhur, sehingga dapat mencerahkan bangsa ini. PEMBAHASAN Kehidupan Orang Melayu Kehidupan orang Melayu sebagaimana diungkap oleh Valentijn (1712 M da lam Isjoni, 2007: 29) bahwa sebenarnya orang Melayu sangat cerdik, pintar, dan manusia yang sangat sopan di seluruh Asia. Juga sangat baik, lebih pembersih dalam cara hidupnya dan pada umumnya begitu rupawan sehingga tidak ada manusia lain yang bisa dibandingkan dengan mereka.Dalam kontek seperti ini, Valentijn melihat bahwa bangsa Melayu merupakan bangsa yang istimewa jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain yang pernah ia temui di sepanjang Asia. Tidak hanya karena bentuk fisik yang sempurna, akan tetapi lebih ditekankan pada aspek moral dan kultur Melayu itu sendiri. Pandangan yang diberikan oleh Valen tijn tersebut, tentu saja sangat beralasan, karena bangsa Melayu adalah bangsa yang sangat lentur terhadap akomodasi budaya luar yang lebih tinggi, sehingga Melayu tidak hanya sebagai bagian entitas suku beradasarkan bentuk fisik (warna kulit, raut muka dan sebagainya), akan tetapi memiliki makna sebagai bangsa dengan karakter sikap bagaimana yang disampaikan oleh Valentijn tersebut. Melayu jika ditinjau dari sudut pandang bahasa berasal
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 91-
IAI Sambas dari kata ‘laju’ yang bermakna cepat, deras, dan tangkas. Makna orang Melayu itu bersifat tangkas dan cerdas, segala tindak tanduk mereka cepat dan deras. Demikian, kecerdasan merupakan bagian penting sebagai ciri atau karakter Melayu itu sendiri. (Sunandar, 2013: 27-28). Akomodasi terhadap budaya yang lebih tinggi tersebut dikarenakan oleh orang Melayu itu sendiri yang tanpa henti melakukan hubungan dengan bangsa-bangsa yang terdapat di wilayah Nusantara bahkan hingga ke daerah yang sangat jauh terutama daerah India, Arab, dan Persia. Pertemuan mereka dengan bangsa lain dalam kacamata antropologi akan sangat memungkinkan terjadinya difusi budaya, yaitu penyebaran budaya dari kelompok masyarakat tertentu ke kelompok lainnya. Friedrich Ratzel umpamanya yang melihat item budaya cenderung menyebar, sedangkan seluruh budaya yang kompleks (sifat yang menonjol pada budaya yang terkait dalam kelompok) disebarkan melalui migrasi (Aland Barnand, 2000: 50).Teori difusi kebudayaan dimaknai sebagai persebaran kebudayaan yang disebabkan adanya migrasi manusia. Perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, akan menularkan budaya tertentu. Hal ini akan semakin tam pak dan jelas kalau perpindahan manusia itu secara kelompok dan atau besar-besaran, di kemudian hari akan menimbulkan difusi budaya yang luar biasa. Setiap ada persebaran kebudayaan, di situlah terjadi penggabungan dua kebudayaan atau lebih. Difusi budaya tersebut tidak harus melulu melalui proses migrasi suatu kelompok masyarakat tertentu ke daerah lain, akan tetapi melalui proses perdagangan yang pernah dilakukan oleh Bangsa Melayu juga merupakan bagian yang patut dipertimbangkan. Sejarah telah mencatat, bahwa bangsa Melayu merupakan bangsa ‘penakluk’ dan orang yang berhasil ‘meme ritah’ suku-suku lainnya di Nusantara (Isjoni, 2007: 28).Hal tersebut berlangsung melalui proses yang sangat panjang, yaitu peranan Bangsa Melayu dalam perdagang-
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 an Internasional dan antar pulau, setidaktidaknya mulai abad ke-5 (V.I. Braginsky: 1998: 2). Dalam masyarakat Melayu Palembang, jika kita inventarisir, maka kita akan menemukan banyak sekali varian budaya yang telah mengalami difusi tersebut, misalnya Wayang Palembang yang berasal dari pulau Jawa, bebaso atau sering disebut bahasa Keraton, bahasa Bari, atau bahasa KuloIki, juga dalam bentuk budaya yang lain seperti makanan dan sebagainya. Jika dilihat dinamika Kerajaan Melayu yang terdapat dalam sejarah tersebar di seluruh wilayah pesisir dan maritime based. Dua Kerajaan Melayu yang besar di dalam sejarah, Funan dan Sriwijaya di awal-awal abad Masehi merupakan Kerajaan maritim, bukan Kerajaan yang agraria based atau yang land-based (Isjoni, 2007:29). Dalam dunia Melayu, yang sangat menyolok adalah perkembangan Kota Maritim yang tumbuh menjadi kota-kota raksasa, terutama yang terletak di tepi muara sungai besar (Sartono Kartodirdjo, tt: 2). Dengan sifatnya yang maritim based ini telah mengantarkan kerajaan-kerajaan Melayu sebagai kota metropolis di masanya. Kemerosotan yang diamami oleh kerajaan Sriwijaya pada sekitar tahun 1325 membawa pengaruh dalam kemunculan daerahdaerah kecil yang sebelumnya tidak berperan daalam pencaturan perdagangan Internasional melalui laut. Kemunculan Malaka menjadi pusat perniagaan baru menemukan momentumnya. Awalnya daerah tersebut merupakan sebuah tempat nelayan kecil yang tak berarti. Pada abad ke-14 sebagaimana dijelaskan Prajudi Atmosudirdjo (1957: 41) bahwa tempat tersebut mulai berarti buat perdagangan, dan dalam waktu yang pendek saja menjadi pelabuhan yang terpenting di pantai Selat malaka. Kehidupan masyarakat Melayu sangat erat kaitannya dengan pelayaran dan perdagangan, sehingga dari sini sangat dimungkinkan akan terjadinya difusi budaya sebagaimana dimaksud, walau kemudian pada akhirnya akan memberikan nuansa
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 92-
IAI Sambas tersendiri bagi kita dalam mengkaji dan mencari akar budaya melayu itu sendiri, karena telah tercampur dan mengalami perkembangan budaya berdasarkan daerah yang pernah mereka datangi. Sisi lain menunjukan bahwa pertualangan dan pelayaran masyarakat Melayu inilah yang pada akhirnya memperkaya budaya bangsa dan bahkan menjadi jati diri Bangsa Indonesia. Tidak hanya berhenti disitu saja, Martin van Bruinessen (1995:41) mencatat bahwa di antara semua bangsa yang berada di Makkah, orang Jawi (Asia Tenggar) merupakan salah satu kelompok terbesar sejak tahun 1860, bahasa Mela-yu merupakan bahasa kedua di Makkah. Mereka yang bermaksud untuk menuntut ilmu, setelah melaksanakan ibadah haji biasanya menetap diMakkah untuk beberapa tahun lamanya (Shaleh Putuhena, 2007: 343). Disinilah mereka menjadi tra smitter utama tradisi intelektual-keagamaan tradisi Islam dari pusat-pusat keilmuan Islam di Timur Tengah ke Nusantara (Azyumardi Azra, 1998: 17) yang pada akhirnya memberikan pengaruh luar biasa dalam pengembangan dan pengamalan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sosial keagamaan hingga kita rasakan saat ini, walau pada masa itu wilayah nusantara masih merupakan wilayah yang terkotakkotak oleh kekuasaan lokal atau kerajaan (Sunandar, 2013: 41-42). Pencapaian kehiduapan Melayu, tidak hanya lekat dengan Islam saja, melainkan sebuah pencapaian yang sangat komplek, melalui perdagangan yang membentuk dan menyebarkan budaya, hingga menjadi bangasa penakluk daerah-daerah lain. Pencapaian ini tentu saja tidak hanya kita maknai sebagai sebuah peristiwa sejarah yang hanya untuk dikenang dalam memoir atau seminar-seminar, melainkan kita posisikan sebagai sejarah bangsa yang dapat mengin spirasi masyarakat sekarang untuk membangun masa depan bangsa sebagaimana ungkapan Hang Tuah yang terkenal: Tuah sangki hamba negeri, Esa hilang dua terbilang,
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 Patah tumbuh hilang berganti, Takkan Melayu hilang di bumi. Penafsiran terhadap peristiwa sejarah merupakan sebuah keharusan, sehingga intisari dari peristiwa sejarah dapat kita resapi dan maknai dalam kehidupan, dapat membangun peradaban yang lebih agung untuk kesejahteraan umat manusai. Dalam sudut pandang agama, sikap mengambil pe lajaran terhadap periwtiwa sejarah menjadi salah satu bagian penting dalam berkehidupan, dalam sudut pandang Islam sesungguhnya Allah SWT memberikan sinyal hukum kesejarahan (historical law atau sunnah tarikhiyah) yang berlaku di alam atau dalam masyarakat. Dalam al-Qur’an surah Ali Imran: 137-138: ْ َ ِ ُوا ْ ِ ٱ ۡ َ ِض َ ُ ُ واٞ َ ُ ۡ ُ ِ ۡ َ ِ ۡ َ َ ۡ َ ن ّ ِ ِس َو ُ ٗ ىٞ َ َ َ ٰ َا
َ ِ ِ ّ َ ُ ۡ َ نَ َ ٰ ِ َ ُ ٱ
ََۡ
َ ِ ُ ۡ ِ ّ ٞ َ ِ ۡ َ َو Artinya: “sungguh telah berlalu aturanaturan (hukum-hukum) Allah sebelum kamu. Maka mengembaralah di muka Bumi, dan lihatlah bagaimana akhir orangorang yang mendustakan. Ini adalah penjelasan bagi manusia, petunjuk dan pelajaran bagi orang yang bertaqwa” (Qs, Ali Imran: 137-138). Islam Dalam Sejarah Dan Kebudayaan Melayu Meminjam sub judul yang digunakan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas (1990: 40) dalam sambutan pelantikan gelar Profesornya pada tahun 1972 di Universitas Kebangsaan Malaysia, ia dengan gambling memaparkan bagaimana pencapaian yang telah di raih oleh Bangsa Melayu dalam menggerakkan peradaban umat Islam di wilayah nusantara, terutama Indonesia. Dalam kontek ini, ia melihat perkembangan sejarah Islam ke daerah kepulauan ini memiliki hubungan yang sangat penting dengan perkembangan serta penyebaran bahasa Melayu, sehingga baginya kesimpulan terpentingnya ialah tentang keutamaan daerah-daerah Melayu dalam proses peng-Islaman. Kerajaan-
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 93-
IAI Sambas kerajaan Melayulah, seperti Sumatra yaitu Pasai dan Aceh, dan Semenanjung Tanah Melayu yaitu Malaka, bukan Jawa yang mengambil peranan utama dalam penyebaran agama dan teologi serta filsafat Islam ke seluruh bagian Kepulauan MelayuIndonesia. Mungkin sebagian orang, bahkan diantara kita terjebak pada persoalan Islamisasi yang terjadi di tanah air ini bermuara pada betapa pentingnya peran para Da’i yang berasal dari Pulau Jawa, karena mereka mempunyai Wali yang sangat bijaksana yaitu wali songo (sembilan wali) yang begitu bijaksana dan gigih dalam menjalankan peran kewaliannya dalam mendakwahkan Islam kepada masyarakat yang masih diliputi oleh ‘kegelapan’ajaran nenek moyang mereka. Argumen itu sangat memungkinkan kita untuk berupaya melakukan penelaahan ulang dengan meng hadirkan fakta sejarah mengenai betapa pentingnya peranan kerajaan-kerajaan Mealyu tersebut. Tidak hanya itu, pengaruh Bangsa Melayu masih tetap kita rasakan dalam membidani semangat nasionalisme melawan kelonialisme bangsa asing di negara kita, Alfian umpanya mengatakan salah satu akar kebudayaan nasional ialah kebudayaan Melayu sesuai dengan fungsi kebudayaan nasional, yaitu sistem gagasan nasional dan perlambang yang memberi identitas kepada warga negara Indonesia serta alat komunikasi dan memperkuat solidaritas (Suwardi MS, 2008: 124). Suatu kesilapan besar dalam pemikiran sejarah telah terjadi apabila hasil penyelidikan ilmiah Barat, yang cenderung kepada penafsiran berdasarkan keagungan nilai kesenian dalam kehidupan manusia, telah meletakkan serta mengukuhkan kedaulatan kebudayaan dan Peradaban Jawa sebagai tilik permulaan kesejarahan kepulauan Melayu-Indonesia, dan anggapan seperti inilah hingga dewasa ini masih merajalela tanpa gugatan dalam pemikiran sejarah kita (Attas, 1990: 40-41). Hal yang perlu di ingat dalam konteks sejarah
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 adalah bahwa sejarah selalu melukiskan gambaran zaman/masanya. Demikian juga kedatangan Islam di Kepulauan melayuIndonesia menurut Attas (1990: 38) harus kita lihat sebagai mencirikan zaman baru dalam sejarahnya. Dengan demikian, maka ciri-ciri dan pengaruh Islam dalam suatu bangsa harus digali tidak hanya berdasarkan sesuatu yang hanya nampak dipermukaan saja, akan tetapi kajian yang harus dilakukan adalah lebih koprehensif lagi hingga pada setiap aspek yang tersembunyi, yang tidak terlihat oleh mata telanjang. Konsepsi mengenai kedalam berfikir ini sesungguhnya telah diajarkan oleh nenek moyang kita Bangsa Melayu seperti “Bahasa menunjukan Bangsa yang dapat kita artikan sebagai pemikiran suatu bangsa dapat dilihat sebagai pemikiran suatu bangsa dapat dilihat dari bahasa yang mereka gunakan. Kedekatan Islam dan Melayu ibarat dua mata uang yang tak dapat dipisahkan, satu bagian tidak akan memiliki arti jika tidak ada bagian yang lain. Seseorang dikatakan sebagai Melayu jika ia beragama Islam. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Islam merupakan pembeda antara Melayu dan non-Melayu. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari mereka mungkin kurang memperhatiak ajaran-ajaran Islam atau bahkan mengabaikannya, Islam tetap menjadi jati diri mereka. Kesultanan Palembang Darussalam adalah kerajaan dengan Islam telah mengantarkan Melayu Palembang menjadi kesultanan yang sangat berpengaruh dalam percaturan politik dan budaya tanah air kemudian, dari daerah ini, terdapat ulama yang menjadi guru bagi para penuntut ilmu agama yang terdapat di Haramayn (Makkah dan Madinah) dan di kepulauan Melayu Nusantara hingga menyebarkan semangat perlawanan terhadap kolonialisme Belanda yaitu Syeh Abdul Samad AlFalimbangi (1704 – 1789M), hingga dalam perkembangan selanjutnya Palembang menjadi kota yang sangat religius, malah disebut dalam Laporan Tahunan Residen
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 94-
IAI Sambas Palembang, masyarakat Muslim Palembang dilaporkan bersifat ‘fanatik’ terhadap Islam. Laporan ini menggambarkan kehidupan sosial keagamaan dalam se-tahun 1880-dengan ungkapan “untuk 60.000 pen duduk kota fanatik yang mengaji Koran (Qur’an) dengan suara keras” (Jeroen Peeters, 1997: 6). Pertumbuhan Kota Palembang, dalam masa keemasan tersebut tentu saja tidak dicapai dengan sendirinya, masa-masa kemaharajaan Sriwijaya dalam abad-abad sebelumnya juga mengambil andil yang besar dalam pencapaiannya kemudian, kejayaan Palembang adalah suatu keniscayaan yang telah dipahatkan oleh nenek moyang kita, berlanjut di masa Kesultanan Palembang Darussalam (1550-1823), termasuk kedatangan kelompok Alawiyin di Palembang semakin memperkaya budaya dan keIslaman daerah ini. Kejayaan yang pernah diraih pada masa lalu harus menjadi semangat kita untuk membangun daerah ini, barometernya adalah sebagai pusat perdagangan Internasional pada satu sisi dan ber kembangnya Islam pada sisi lain, yang diikuti oleh harmonisasi antara budaya lokal dan budaya-budaya luar termasuk, Arab, Jawa, Cina dan sebagainya. Sebuah catatan perjalanan yang dilakukan oleh Misionaris Belanda A. Korten horst dalam Peeters (1997: 7) menggambar kan kondisi kota Palembang dalam awal abad ke-20 sebagai berikut: Orang sebenarnya cenderung menyamakan sungai Musi dengan pasar terapung. Pasar sebenarnya ada di darat, dan di sana siang hari pada saat tertentu sibuk dan ramai, sehingga orang, bila melupakan bau aneh, dan perubahan lingkungan akan mengira berada di pusat perdagangan di Eropa. Para pejalan kaki, hampir tidak mungkin melalui massa, terutama pada hari Jum’at, hari suci untuk orang Islam. Kelompok besar haji berjubah panjang dengan warna putih, hijau atau merah dan memakai serban tradisional di kepala dan tasbih ditangan, menuju ke
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 Masjid untuk sembahyang dan menjelang tengah hari mendengarkan khotbah Penghulu. Bagaimana pun, orang Palembang di ibu kota, dan orang Arab yang banyak tinggal di sana, patuh kepada hukum Islam, seperti terbukti oleh Mesjid (Agung), salah satu Masjid yang terindah di HindiaBelanda, dan jumlah jamaah yang besar, yang dari sana bertolak untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah untuk kemudian kembali sesudah memperoleh gelar haji. Apakah hati orang Kristen tidak dalam keadaan murung, jika dilihatnya jumlah pengikut nabi yang palsu? Gambaran aktifitas keagaam yang terjadi di kota Palembang dalam awal abad ke-20 tersebut memperlihatkan fungsi Mas jid Jami’ sebagai pusat kegiatan keagamaan, sehingga menciutkan hati para misionaris Kristen. Sumber-sumber catatan sejarah sangat banyak tersedia yang berbicara mengenai kondisi kehidupan sosial ke agamaan masyarakat Palembang hingga masa kemerdekaan, akan tetapi minat kajian kearah tersebut masih sangat terbatas. Melalui sumber tersebut, sangat berguna dalam mengungkap dinamika kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya Palembang. Tradisi Politik Orang Melayu Pada bagian ini, saya akan berangkat dari catatan yang menunjukkan tempat daerah Melayu, dengan maksud memperhatikan bagaimana tradisi politik orang Melayu kemudian. Var der Worm memberikan komentar terhadap kitab ini, ia mengatakan bahwa “Barang siapa yang berminat dalam bahasa Melayu, hendaklah belajar sebuah kitab yang berjudul Sulâlat al Salâtînatau penurunan segala raja-raja, bukan saja karena bahasanya, juga karena bahasanya, juga karena isinya yang menceritakan asal-usul keturunan raja-raja Melayu serta nasib kerajaan Melayu hingga kedatangan orang Portugis” (Liaw Yock Fang, 2011: 440). Dalam kitab ini,
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 95-
IAI Sambas kita akan menjumpai daerah asal Melayu, dikisahkan bahwa asal usul Melayu berasal dari Bukit Siguntung Mahameru Palembang sebagai berikut: Alkisah maka tersebutlah perkataan sebuah negeri di tanah Andalas, Palembang namanya; nama rajanya Demang Lebar Daun, asalnya daripada anak cucu Raja Sulan juga. Adapun negeri Palembang itu, Palembang yang ada sekarang inilah. Muara Tatang nama sungainya, di hulunya itu ada se buah sungai, Melayu namanya. Adalah dalam sungai itu ada satu bukit bernama Bukit Si Guntang; di hulunya Gunung Mahamiru, di daratnya ada satu padang bernama Padang Penjaringan (A. Samad Ahmad, 2008: 19). Kisah asal muasal Melayu sebagaimana tertuang dalam Sulalatus Salatin tersebut sesungguhnya telah mencampur adukan antara fakta dan mitologi. Misalnya disebutkan bahwa kepemimpinan Melayu berasal dari seorang raja besar yang menguasai dunia, yaitu Iskandar Zulkarnain atau Alexander the Great (Suwardi MS, 2008: 17, Ahmad, 2008: 49). Seterusnya disebutkan pula Raja Sulan sebagai penguasa yang memerintah di wilayah Palembang tepatnya di Bukit Siguntung. Cerita ini secara turun temurun dipercayai sebagai dasar pijakan untuk mengetahui asal usul Melayu, bahkan disebutkan pula bahwa ketika bangsa Eropa memuat sumber-sumber asal usul Melayu pada abad ke-17 dan 18 masih tetap menyebutkan bahwa “negeri asal” Melayu adalah Sumatera (pantai timur bagian tengah atau bagian selatan) dan kemudian menyebar ke Tanah Semenanjung. Tiga di antara penulis itu adalah Petrus van der Worm, Valentijn dan W. Marsden (Isjoni, 2007: 20, Fang, 2011: 440-442). Jika kita lihat kebelakang, dalam bahasan saya di awal telah memperlihatkan bagaimana peran Melayu dalam panggung sejarah, hingga menjadi suatu kekuatan politik di nusantara, posisi pelabuhanpelabuhan di kesultanan Melayu Nusantara
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 menjadi sentral dan utama dalam perwujudan kekuatan politik tersebut, mulai dari penyebaran Islam hingga kompleksitas masalah kehidupan sosial yang mengitarinya. Kerajaan-kerajaan Islam yang tumbuh subur pada abad ke-13 tidak hanya sebagai simbol kekuatan politik, akan tetapi satu kekuatan intelektual keagamaan juga muncul pada sisi lainnya. Kini, budaya politik Melayu berada dipersimpangan jalan. Seakan-akan kekuatan intelektual keagamaan yang telah tumbuh dan berkembang dalam diri orang Melayu kembali dipertanyakan. Persoalan ini tentu saja akan ditanggapi dengan beragam dan reaksi yang bermacam-macam. Slogan ‘tak kan Melayu hilang di telan Bumi’ perlu kita dudukkan sebagai persoalan bersama. Tentu saja buka didasarkan pada sikap skeptis, pesimis dan sebagaimananya. Kejayaan yang pernah kita raih sebagai bangsa Melayu sangat pantas kita jadikan sebagai dasar pijakan dalam aksidan reaksi intelektual terhadap persoalan umat saat ini, Percaturan politik di tanah air, sebagaimana kita saksikan akhirakhir ini seolah-olah telah kehilangan ruh dan semangat dalam mensejahterakan rakyatnya, pertikaian politik yang diikuti dengan tindak pidana korupsi oleh elit-elit politik di negeri ini menjadi berita harian, sehingga terkesan menjadi hal biasa dan wajar. Padahal, tradisi politik orang Melayu yang telah dipraktekkan oleh para founding father negeri Melayu telah jelas menempatkan kesejahteraan rakyat menjadi prioritas utama, sebagaimana wasiat Bendahara Paduka Raja Melaka dalam kitab Sulâlat al Salâtîn: Hendaklah kamu semua tuliskan kepada hatimu pada berbuat kebaktian kepada Allah Ta’ala dan Rasulullah sallâllahû alayhi wasallam; dan janganlah kamu sekalian melupai daripada berbuat kebaktian; karena pada segala hukum, bahwa raja-raja yang adil itu dengan Nabi sallâllahû alayhi wasallam umpama dua buah permata pada sebentuk cincin; lagi pula raja itu
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 96-
IAI Sambas umpama ganti Allah dimuka bumi, karena ia zillu ‘llah fil’alam. Apabila kamu berbuat kebaktian kepada raja, serasa berbuat kebaktian akan Nabi, apabila berbuat kebaktian akan Nabi Allah, serasa berbuat kebaktian akan Allah Ta’ala...(Azyumardi Azra, 2006: 96). Seorang penguasa sangat dituntut untuk berbuat adil dalam kepemimpinannya, posisinya sangat sakral dalam tradisi politik Melayu, diibaratkan ‘dua permata pada sebentuk cincin’, dekat dengan Nabi Muhammad, sikap kepemimpinan Nabi Muhammad menjadi model yang tidak boleh pudar, keadilan, kesejahteraan, perlindungan terhadap kaum yang lemah dan sebagainya harus benar-benar terlaksana dalam kepemimpinan penguasa. Model kepemimpinan seperti ini, juga kita temui dalam undang-undang kesultanan Melayu di seluruh Nusantara. Penguasa atau Raja dan hamba atau masyarakat harus berjalan pada rel masing-masing, penguasa menjalankan kepemimpinannya sebagai amanah yang dijalankan sesuai dengan ketentuan Allah, begitu pula hamba harus patuh dan taat kepada pemimpin. Ancaman yang diberikan bagi mereka yang ingkar juga dituliskan dalam kitab Sulâlat al Salâtîn sebagai berikut: “dan tiada akan sentosa kerajaannya; karena raja-raja itu umpama api, segala menteri itu umpama kayu; karena api tiada akan nyala, jikalau tiada kayu; seperti kata Farsi, ar’ayatu juan bakhasta sultan khasad (sic), yakni rakyat itu umpama akar dan raja itu umpama pohon; jikalau tiada akar niscaya pohon tiada akan berdiri. Demikianlah raja itu dengan segala rakyat. Hai anakku, hendaklah engkau turut seperti amanatku ini; supaya engkau beroleh berkat diberi Allah Sbhanahu wa ta’ala” (Azra, 2006: 99). Demikian pula ‘janji’ politik yang diberikan oleh penguasa, harus di tepati sebagaimana yang tertuang dalam Sulâlat al Salâtîn:
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 “Jikalau raja Melayu itu mengubahkan perjanjian dengan Hamba Melayu, dibinasakan Allah negerinya dan takta kerajaannya. Itulah dianugerahkan Allah subhanahu wa taala pada segala raja-raja Melayu, tiada pernah memberi aib kepada segala hamba Melayu, jikalau sebagaimana sekalipun besar dosanya, tiada diikat dan tiada digantung, difadihatkan dengan kata-kata yang keji hingga sampai pada hukum mati, dibunuhnya. Jikalau ada seorang raja-raja Melayu itu memberi aib seseorang hamba Melayu, alamat negerinya akan binasa”. (Ahmad, 2008: 26). Kesetiaan menepati janji dalam politik Melayu menjadi salah satu syarat penting dalam mensejahteraan dan membawa warganya kepada kondisi yang lebih baik. Pesan moral yang tertuang dalam kitab Sulâlat al Salâtîn menjadi penting dalam percaturan politik daerah kita. Kitab Sulâlat al Salâtîn adalah salah satu contoh pedoman yang telah dijalankan dalam perpolitikan kesultanan Melayu tempo dulu, sehingga di daerah kesultanan Melayu kita temukan masyarakatnya yang hidup dalam kesejahteraan hingga kesultanan tersebut memasuki masa keemasan. Strategi Politik Kebudayaan Palembang Dalam gerakan pembangunan yang berlansung pada banyak negara, khususnya dalam negara-negara maju, maka kita akan menemukan suatu pemahaman dan kesepakatan yang mereka lakukan adalah menempatkan kebudayaan sebagai bingkai bagi pembangunan yang mereka laksanakan. Jepang adalah sebuah contoh, khususnya setelah kehancuran ekonomi dan politik pasca perang dunia II. Hingga kini meski Jepang telah berdiri sebagai pilar ekonomi dunia dan menjadi negara tehnologi terdepan, kebudayaan tetap inheren didalamnya. Bangunan kebudayaan yang telah tertanam dalam jati diri warga dan pemerintah Jepang telah benar-benar menjadikannya sebagai negara yang kuat. Kita bisa menyak
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 97-
IAI Sambas sikannya lagi, pasca Tsunami yang memporakporandakan kotanya tahun 2011 lalu, Jepang dengan cepat bangkit dari kondisi terpuruk itu, hal itu terjadi karna memang mereka tidak meninggalkan kebudayaan mereka. Begitu pula dengan negara-negara lain, tidak hanya di Asia seperti Korea Selatan dan Cina, di Eropa misalnya kebudayaan Yunani dengan semangat Hellenisme merupakan sumber utama dalam pembingkai bagi pembangunan yang mereka lakukan. Semangat-semangat kebudayaan itulah pada abad pertengahan yang memicu terjadinya pencerahan menjadi pelatuk Renaisasnce dan Humanisme, atau Aufklarung di Jerman. Masyarakat Kota Palembang jika kita lihat dalam lintasan sejarah, sesungguhnya merupakan masyarakat yang kaya akan nilai-nilai budaya, sejak masa kemaharajaan Sriwijaya, Kesultanan Palembang Darussalam, hingga kini. Dalam masa Sriwijaya kita telah menyaksikan daerah ini adalah salah satu pusat peradaban terpenting di Asia, catatan sejarah telah memperlihatkan bahwa Sriwijaya adalah kota pelabuhan dunia Melayu yang ramai dikunjungi oleh para pedagang, bahkan sebelum Islam menjadi agama resmi kerajaan, daerah ini sudah menjadi kota pelabuhan yang banyak dikunjungi oleh pedagang yang banyak dikunjungi oleh pedagang asing, seperti I-Ching seorang Biksu pengembara China dalam abad ke-7 telah singgah di wilayah sumatra yang dikenal dengan Sriwijaya yang berpusat di Palembang. Dalam kunjungannya ke Sriwijaya, ia mencatat tentang adanya seribu orang biarawan Budha di Sriwijaya, dan menasihati para musafir sebangsanya yang hendak belajar di India agar singgah dan belajar kepada para guru yang terdapat di Sriwijaya (Braginsky, 1998: 31). Dalam Misi Pemkot Palembang 20142019 dalam poin ke 6 sudah jelas bahwa Pemerintah Kota bertekad Melanjutkan pembangunan Kota Palembang sebagai Kota metropolitan bertaraf internasional,
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016 Ber-adat dan Sejahtera. Kita bertekad melanjutkan misi ini hingga Palembang benar benar menjadi kota Melayu yang berperadaban tinggi dengan nilai-nilai kemelayuannnya. Peraturan Daerah (Perda) yang me ngarah pada penggalian nilai-nilai budaya kita sudah ditetapkan sejak tahun 2009 yang lalu, yaitu Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pemberdayaan, Pelestarian dan Pengambangan Adat istiadat serta Pembentukan Lembaga Adat. Perda ini harus kita apresiasi dan kita laksanakan untuk terus meng gali nilai-nilai budaya Melayu yang terdapat di daeah Palembang. PENUTUP Kebudayaan Islam itu tercakup pula dalam tradisi dan pengalaman sejarah kaum Muslimin. Jika seorang Muslim membuang tradisi dan pengalaman sejarahnya serta hanya menyimpannya di bawah sadarnya, maka kesempatan untuk membangun suatu masyarakat yang kukuh dimasa kini dan mendatang akan menjadi sia-sia. Konsep hidup masyarakat Melayu berakar pada nilai-nilai agama Islam yang di dasarkan pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi, begitu juga dengan adat, dimana ia harus berasaskan Islam. Langkah awal yang dapat kita lakukan dalam mewujudkan Palembang Emas 2019 tidak lain adalah dengan mengembalikan kejayaan Melayu yang memiliki moral dan semangat dalam menjalankan syariat Islam dalam kehidupan kita. Langkah kedua, adalah dengan mempersiapkan Sumber Daya Manusianya, dan yang kemudian adalah dengan melestarikan warisan nenek moyang kita dalam membangun bangsa Melayu.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 98-
IAI Sambas
Vol. II No. 2 Juli – Desember 2016
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A. Samad Sulatus Salatin, Sejarah Melayu Edisi Pelajar, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, 2008. al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, cet. 4, Bandung: Mizan, 1990. Atmosudirdjo, Prajudi, Sejarah Ekonomi Indonesia dari Segi Ekonomi Sampai Akhir Abad XIX, Jakarta: Pradnya Paramita, 1957. Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, cet.4, Bandung: Mizan, 1998. Azra, Azyumardi, Renaisans Islam Asia tenggara: Sejarah Wacana dan kekuasaan, cet. Ke-3, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006. Barnand, Aland Historyand Teori in Antropology, United Kingdom: Cambridge University Press, 2000. Braginsky, V.I. Yang Indah, Berfaedah dan Kamal: Sejarah Sastra Melayu dalam Abad 7-9, terj. Hersri Setiawan, Jakarta: INIS, 1998. Bruinessen, Martin van, Kitab Kuning; Pesantren dan Tarekat, Bandung: Mizan 1995. Fang, Liaw Yock Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, Jakarta: YOI, 2011. Isjoni, Orang Melayu di Zaman yang Berubah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Kartodirjo, Sartono, (ed), Masyarakat Kuno dan Kelompok-kelompok Sosial, tk: tp, tt. Peeters, Jeroen, Kaum Tuo – Kaum Mudo: Perubahan Religius di Palembang 18211942, terj. Sutan Maimoen, Jakarta: INIS, 1997. Putuhena, Shaleh, Historiografi Haji Indonesia, Yogyakarta: LKiS, 2007. Sunandar, Peran Maharaja Imam Muhammad BasiuniImran Dalam Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat Kerajaan Al-Watzikhoebillah Sambas 1913-1976, Tesis, Tidak diterbitkan, Program Pascasarjana: UIN SunanKalijaga Yogyakarta, 2013. Suwardi MS, Dari Melayu ke Indonesia: Peranan Kebudayaan Melayu dalam Memperkokoh Identitas dan Jati Diri Bangsa, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2008.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)
- 99-