iii " Islam dan Dakwah
1 " Islam dan Dakwah
Prof. Toha Jahja Omar, M. A., Ilmu Dakwah, (Jakarta: Widjaya Jakarta), 1983, h. 1.
M. Munir, S.Ag., dkk, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media), 2003, h. xv.
Fakhrurozi, Aktivitas Dakwah Hasan Al-Banna, (Semarang: Usulan Skripsi), 2009, h. 15-16. Kutipan dari Barmawie Umary dalam bukunya yang berjudul "Azas-azas Ilmu Dakwah", (1980: 55).
Muhammad Munir, S.Ag., MA dan Wahyu Ilaihi, S.Ag., MA., Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana), 2006, h. 22. Kutipan dari H. M. S. Nasaruddin Lathief dalam bukunya yang berjudul "Teori dan Praktik Dakwah Islamiyah", halaman 20.
Mustafa Malaikah, Manhaj Dakwah Yusuf Al-Qordhowi Harmoni antara Kelembutan dan Ketegasan, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar), 1997, h. 18.
Dr. Abdul Karin Zaidan, Dasar-dasar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Media Dakwah), 1980, h. 112-114.
Muhammad Munir, S.Ag., MA dan Wahyu Ilaihi, S.Ag., MA., Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana), 2006, h. 24. Kutipan dari "Ensiklopedia Tematis Dunia Islam" (2002: 9-11) "Akidah ('aqidah) secara harfiah berarti "sesuatu yang tersimpul secara erat atau kuat" yang mengandung pengertian "Pandangan pemahaman, atau ide (tentang relitas) yang diyakini kebenarannya oleh hati." Yakni, diyakini kesesuaiannya dengan realitas itu sendiri. Apabila suatu pandangan, pemahaman, atau ide diyakini kebenarannya oleh hati seseorang, maka berarti pandangan paham, atau ide itu telah terikat di dalam hatinya. Dengan demikian, hal itu sering disebut sebagai akidah bagi pribadinya. Hubungan apa yang diyakini oleh hati seseorang dan apa yang diperbuat (amalnya) bersifat kualitas; akidah menjadi sebab dan amal perbuatan menjadi akibat."
A. Rosyid Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta:Bulan Bintang), 1993, h. 123.
Hanif yaitu lurus atau condong, sehingga agama yang hanif adalah agama yang lurus menuju Tuhan.
Fakhrurozi, Aktivitas Dakwah Hasan Al-Banna, (Semarang: Usulan Skripsi), 2009, h. 73
Muhammad Munir, S.Ag., MA dan Wahyu Ilaihi, S.Ag., MA., Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana), 2006, h. 74.
Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag., Ilmu Dakwah, (Surabaya: Kencana), 2008, h. 348-349.
Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag., Ilmu Dakwah, (Surabaya: Kencana), 2008, h. 355-356.
Muhammad Munir, S.Ag., MA dan Wahyu Ilaihi, S.Ag., MA., Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana), 2006, h. 8-9. Kutipan dari Toto Asmara dalam bukunya yang berjudul "Komunikasi Dakwah" (1997:43)
Hikmah ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
Hikmah secara harfiyah mengandung makna kebijaksanaan.
Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag., Ilmu Dakwah, (Surabaya: Kencana), 2008, h. 392. Kutipan dari M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul "Tafsir Al-Mishbah" (2001: VII: 386)
M. Munir, S.Ag., dkk, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media), 2003, h. xvii.
Ibid, h. 17-18.
Ibid, h. 20.
Yaitu "Tak ada paksaan dalam agama, kebenaran telah nyata, Barangsiapa menghendaki biarlah dia beriman: Barangsiapa tidak menghendaki, biarlah dia kafir, maka yang beruntung adalah dirinya sendiri dan barangsiapa menolaknya maka yang celaka adalah dirinya sendiri." (QS. 2: 225, Lihat. QS. 18:29, 39:41)
M. Munir, S.Ag., dkk, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media), 2003, h. 95-96.
Asmuni Syukir, 1983, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: al-Ikhlas), 1983, h. 163.
http://dakwah.info/utama/bekal-dakwah/gambaran-pejuang-dakwah/ diambil pada 29 Desember 2012.
Abu Suhud, dkk, Islam, Dakwah, dan Kesejahteraan Sosial, (Yogyakarta: Jurusan PMI Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta bekerja sama dengan IISEP – CIDA), 2005, h. 124-125.
Ibid, h. 165-167.
ISLAM DAN DAKWAH
Diajukan sebagai salah satu syarat Ujian Akhir Semester (UAS) Ganjil/I (satu) Mata Kuliah Pengantar Studi Islam T.A. 2012-2013
LILIS MUSLICHA
12214210410
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TARBIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
2012 M / 21 Shafar 1434 H
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh.
Segala puji bagi Allah SWT., atas berkat, rahmat dan limpahannya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang patut kita jadikan pegangan bagi seluruh umat manusia.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan dan semangat motivasinya dalam membuat makalah ini dari awal hingga selesai. Berkat dorongan itulah, yang membuat saya semakin terdorong untuk menyelesaikannya walaupun jauh dari target awal.
Makalah yang berjudul "Islam dan Dakwah" ini diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pengantar Studi Islam yang diajar oleh dosen bapak Auladi Rahman.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi, penulisan maupun kata-kata yang digunakan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan makalah ini lebih lanjut, akan saya terima dengan senang hati.
Terima kasih. Wassalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh.
04 Januari 2013
Lilis Muslicha
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
BAB II PEMBAHASAN
Dakwah 3
Manajemen Dakwah 7
Metode Dakwah 12
Kode Etik Dakwah 19
Media Dakwah 21
Tokoh Dakwah 21
Merealisasikan Dakwah 23
BAB III PENUTUP
Kesimpulan 25
Saran-saran 25
Penutup 26
DAFTAR PUSTAKA 27
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Islam adalah sebuah agama yang rahmatan lil'alamiin, yang akan memberikan keberuntungan bagi kehidupan manusia karena Islam yang berupa teori besar tentang kehidupan ini menyiapkan tatanan, arahan dan sousi hidup dimana manusia berada. Kemudian, melahirkan konsep kehidupan bagaimana kehidupan ini harus dijalani. Setelah konsep itu terlahirkan, maka harus didakwahkan, disosialisasikan untuk kemudian diaplikasikan dalam kehidupan nyata agar bisa diamalkan sesuai dan pas dengan lingkungan dimana manusia berada dan sesuai pula dengan kebutuhan yang dirasakan. Dari kondisi yang demikian ini Islam akan melahirkan kesejahteraan dan kedamaian bagi kehidupan penganutnya dan masyarakat sekitarnya.
Dakwah merupakan sesuatu yang tidak mudah. Perlu perjuangan, tetes darah, keringat dan air mata dalam menjalankannya. Sangat diperlukan jiwa kesabaran dalam meneruskan estafet dakwah Rasulullah SAW. Tapi kita sebagai manusia tidak boleh terus berkeluh kesah dan putus asa dalam melainkan harus bangkit dan berjuang dalam menjalankannya. Karena bila kita telah berjuang dengan bersungguh-sungguh, insya Allah kita akan diberi jalan kemudahan oleh Allah SWT dan kita akan terasa mudah dalam meneruskan estafet dakwah Rasulullah SAW.
Dakwah adalah keniscayaan yang telah dibuktikan oleh generasi ke generasi terbaik umat ini. Sebagaimana kisah kepahlawanan para sahabat hasil didikan Rasulullah panutan umat. Dakwah pula yang mengubah dunia dari seonggok akhlaq sampah menjadi sebuah tatanan akhlaq indah dan karimah. Dakwah ini menjadi sumber energi yang harus hadir sedini mungkin sebagaimana musuh Allah pun menyiapkan generasi sejak dini agar menjadi penghambat dakwah dan peruntuh cahaya ilahiyah. Dakwah adalah sebuah telaga yang menyejukkan bagi yang memandangnya dan yg meminum airnya. Dakwah pula layaknya lebah yang memberikan seutuhnya manfaat untuk manusia bukan untuk dirinya. Dan dengan dakwah itu pula yang akan menjadi saksi keimanan, ketaqwaan, dan yang menyelamatkan kita di suatu masa yang menjadi jalan akhir kehidupan.
Bila kita membandingkan dakwah yang kita lakukan dengan dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW beserta sahabatnya, masih jauh perjuangan kita dibandingkan perjuangan Rasulullah SAW karena beliau beserta sahabatnya telah mempertaruhkan harta dan jiwanya dalam menegakkan dakwah. Namun, percayalah bahwa manisnya perjuangan dakwah akan terasa setelah berlelah-lelah maka kita akan memiliki sifat bersyukur, sabar serta tawakal dalam menjalaninya.
BAB II
PEMBAHASAN
Dakwah
Definisi Dakwah
Kata dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti: ajakan, seruan, panggilan, undangan. Jadi, definisi Ilmu Dakwah secara umum ialah: Suatu ilmu pengetahuan yang berisi cara-cara dan tuntutan, bagaimana menarik perhatian manusia untuk menganut, menyetujui, melaksanakan suatu ideologi, pendapat, pekerjaan yang tertentu.
Adapun definisi Ilmu Dakwah menurut Islam ialah: Mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat.
Urgensi Dakwah
Meskipun diakui adanya perbedaan, tidak bisa kita pungkiri adanya titik-titik temu yang menghubungkan budaya Islam secara universal. Salah satu titik temu itu berupa komitmen masing-masing pribadinya pada kewajiban menjalankan setiap usaha untuk menciptakan masyarakat yang sebaik-baiknya di muka bumi ini. Oleh karena itu, urgensi dakwah semakin diperlukan tatkala manusia modern semakin lupa tujuan hidupnya. Mereka hanya menjadikan dunia sebagai orientasi dan tujuan, suatu yang sangat terbatas. Jauh dari yang dipesankan agama, kehidupan di kemudian hari yang kekal abadi.
Hakikat dan Ruang Lingkup Dakwah
"Mengajak manusia kepada kebaikan dan petunjuk, dan menyuruh berbuat baik dan mencegah berbuat munkar untuk mencapai kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat."
Dari ungkapan di atas dapatlah dipahami bahwa dakwah pada hakikatnya adalah segala aktivitas dan kegiatan yang mengajak orang untuk berubah dari satu situasi yang mengandung nilai kehidupan yang bukan Islami kepada nilai kehidupan yang Islami. Aktivitas dan kegiatan tersebut dilakukan dengan mengajak, menyeru, tanpa tekanan, dan paksaan, dan bukan pula dengan bujukan dan rayuan pemberian sembako, dsb.
Tujuan Dakwah
Tujuan program kegiatan dakwah dan penerangan agama tidak lain adalah untuk menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengalaman ajaran agama yang dibawakan oleh aparat dakwah atau penerang agama. Sedangkan Barmawie Umary merumuskan tujan dakwah adalah memenuhi perintah Allah SWT dan melanjutkan tersiarnya syari'at Islam secara merata karena dakwah bertujuan untuk mengubah sikap mental dan tingkah laku manusia yang kurang baik menjadi lebih baik atau meningkatkan kualitas iman dan Islam seseorang secara sadar dan timbul dari kemauannya sendiri tanpa merasa terpaksa oleh apa dan siapa pun.
Tujuan berdakwah dalam Al-Qur'an yaitu untuk menghidupkan hati yang mati, agar manusia mendapat ampunan dan menghindarkan azab dari Allah, untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya, untuk menegakkan agama dan tidak terpecah-belah, mengajak dan menuntun ke jalan yang lurus, dan untuk menghilangkan pagar penghalang sampainya ayat-ayat Allah ke dalam lubuk hati masyarakat.
Unsur-unsur Dakwah
Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah da'I (pelaku) dakwah, mad'u (penerima) dakwah, maddah (materi) dakwah, wasilah (media) dakwah, dan atsar (efek) dakwah.
Pertama, Da'I (pelaku) Dakwah. Da'I adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan, maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok, atau lewat organisasi/lembaga. Adapun sebagai da'I harus memiliki ilmu pengetahuan yang luas, keyakinan yang teguh dan mempunyai hubungan terus menerus dengan Allah SWT. Akhlak yang dimilikinya pun harus sesuai dengan Islam seperti yang diterangkan Allah SWT di dalam Al-Qur'an dan dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam sunnahnya, serta dipraktekkan oleh para sahabat dalam amal perbuatan mereka.
Nasaruddin Lathief mendefinisikan bahwa da'i adalah muslim dan muslimat menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi tugas ulama. Ahli dakwah adalah wa'ad, mubaligh mustama'in (juru penerang) yang menyeru, mengajak, memberi pengajaran, dan pelajaran agama Islam. Da'I juga harus mengetahui cara menyampaikan dakwah tentang Allah, alam semesta, dan kehidupan, serta apa yang dihadirkan dakwah untuk memberikan solusi, terhadap problema yang dihadapi manusia, juga metode-metode yang dihadirkannya untuk menjadikan agar pemikiran dan perilaku manusia tidak salah dan tidak melenceng.
Kedua, mad'u (penerima) Dakwah. Mad'u adalah seluruh umat manusia karena agama Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah agama yang terakhir dan bersifat universal. Seluruh umat manusia dituntut untuk menerimanya selama dia berakal, apakah dia laki-laki atau perempuan, tanpa memandang kepala kebangsaan warna kulit, pekerhaan, daerah tempat tinggalnya. Oleh karena itu, dakwah Islam tidak tertuju kepada bangsa tertentu, tingkatan tertentu, golongan tertentu, melainkan Al-Qur'an yang menjadi dasar dakwah itu sendiri hanya menyebutkan manusia saja. Itu tandanya, yang belum beragama Islam dakwah bertujuan untuk mengajak mereka mengikuti agama Islam, sedangkan kepada yang beragama Islam dakwah bertujuan untuk menngkatkan kualitas iman, islam dan ihsan.
Hak mad'u atau penerima dakwah ialah agar mereka ditemui dan diajak, yaitu juru dakwah harus datang menemuinya dan menyerunya ke jalan Allah SWT dan tidak patutlah seorang da'I hanya tinggal diam atau menanti kedatangan mereka dirumah. Tugas Rasulullah SAW adalah menyampaikan, dalam penyampaiannya kadang-kadang memaksa Rsul berpindah ke tempat yang dikehendakinya karena kemungkinan dakwahnya belum sampai ke daerah itu atau telah sampai namun belum ada perhatian untuk menerimanya. Oleh karena itulah, Rasul harus mengunjungi tempat-tempat itu untuk menyampaikan dakwah. Kecintaan Rasul kepada ummat manusia dan keinginannya untuk menghindarkan mereka dari kekufuran iulang yang memaksanya pergi ke tempat-tempat dan rumah-rumah penerima dakwah untuk menyampaikan dakwah. Untuk itulah, para da'I hendaknya mengikuti jejak para Rasul untuk mengunjungi daerah dan damping penerima dakwah untuk menyampaikan dakwahnya dan alangkah baiknya jika para da'I selalu bertebaran di setiap lorong dan kampong untuk menyampaikan dakwah.
Ketiga, maddah (materi) dakwah. Maddah adalah isi pesan atau materi dakwah yang disampaikan da'I kepada mad'u dan yang menjadi maddah dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri. Materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu masalah akidah (keimanan), masalah syariah, masalah mu'amalah, dan masalah akhlak.
Keempat, wasilah (media) dakwah. Wasilah adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah berupa ajaran Islam kepada mad'u. untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah. Medianya bisa berupa lisan, tulisan, lukisan, audiovisual (dapat merangsang indra manusia), akhlak (melalui perbuatan-perbuatan nyata).
Kelima, atsar (efek) dakwah. Dalam setiap aktivitas dakwah pasti akan menimbulkan reaksi artinya jika dakwah telah dilakukan oleh seorang da'I dengan materi dakwah, maka akan timbul respons dan efek pada mad'u. efek itu sendiri bisa timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan yang meliputi segala apa yang berhubungan dengan emosi, sikap serta nilai. Selain itu juga merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku.
Manajemen Dakwah
Manajemen dakwah merupakan sebuah pengaturan secara sistematis dan koordinatif dalam kegiatan atau aktivitas dakwah yang dimulai dari sebelum pelaksanaan sampai akhir dari kegiatan dakwah. A. Rosyid Shaleh mengartikan manajemen dakwah sebagai proses perencanaan tugas, mengelompokkan tugas, menghimpun dan menempatkan tenaga-tenaga pelaksana dalam kelompok-kelompok tugas dan kemudian menggerakkan kea rah pencapaian tujuan dakwah.
Secara klasik, manajemen muncul ribuan tahun yang lalu ketika manusia berusaha untuk melakukan sebuah pengorganisasian dan pengendalian kegiatan-kegiatan manusia. Manajemen ini dimulai sejak pada zaman prasejarah (sebelum 1 Masehi). Perkembangan ilmu administrasi termasuk di dalamnya ilmu manajemen, telah tumbuh dan berkembang bersamaan dengan peradaban manusia yang dipengaruhi oleh agama-agama besar dunia. Sementara itu, sejarah perkembangan manajemen dunia tumbuh dan berkembang pesat karena dibutuhkan untuk mengatur dan bekerja sama secara simbiosis dalam dunia industri, pertanian, pendidikan, dan lain-lain.
Dalam sejarah perkembangannya, manajemen telah dipengaruhi oleh agama, tradisi, adat istiadat, dan sosial-budaya. Maka Islam dalam memandang manajemen berdasarkan teologi, yakni pada dasarnya manusia itu memiliki potensi positif yang dilukiskan dengan istilah hanif. Sebagaimana diketahui bahwa ilmu manajemen itu berkembang sepanjang perkembangan dan perjalanan manusia yang terus akan berubah. Keterkaitan antara manajemen dan watak hanif adalah watak hanif akan menyebabkan manusia cenderung untuk memilih yang baik dan benar dalam seluruh kehidupannya tergantung latar belakang kehidupannya. Sedangkan standar penilaian tentang baik dan benar itu dapat diukur dengan latar belakang pendidikannya dan pengalamannya. Manajemen yang didasari oleh jiwa tauhid akan melahirkan kesadaran diri yang sangat kuat sehingga mereka mampu mengendalikan diri, mampu mendayagunakan seluruh potensinya secara tepat pada tempatnya ia harus menempatkannya, dan mampu melakukan pilihan-pilihan dengan memaknai tolok ukur kebenaran yang diyakininya. Maka, setiap keputusan yang dipilih akan membawa konsekuensi pertanggungjawaban, tidak hanya di dunia, melainkan di akhirat pun harus dipertanggungjawabkan atas segala sikap dalam perilakunya.
Potret Manajemen dalam Kehidupan Rasulullah SAW dalam menjalankan dakwahnya yang ditujukan kepada orang-orang yang serumah dengannya, kepada orang-orang yang bersahabat dengannya, dan kepada orang-orang yang agak dekat dengan beliau. Setelah itu barulah secara terbuka Nabi Muhammad berdakwah kepada masyatakat luas, yaitu kaum Quraisy dan masyarakat Mekkah pada umumnya. Dilihat dari objek dakwahnya, mengandung gambaran berlangsung secara bertahap dan menunjukkan sebuah pemikiran yang cermat dalam mencapai sasaran yang dikehendaki. Mula-mula secara tersembunyi akan tetapi setelah mendapatkan pengikut yang kuat, disiplin dan militan, baru kemudiam menyebarkan dakwah secara terbuka.
Rasulullah saw telah mendakwahkan Islam dengan cara-cara atau metode yang sangat tepat, sebab dakwah beliau itu merupakan manifestasi ajaran Islam yang sangat tepat, sebab dakwah beliau itu merupakan manifestasi dari pada ajaran Islam dan mendapatkan tuntunan dan petunjuk dari Allah. Cara-cara dakwah rasul itu jauh lebih sempurna dari metode yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern, sehingga tidak mengherankan jika dakwah rasul tidak habishabisnya diselidiki hingga sekarang.
Dari sudut pembinaan masyarakat Islam, pertama-tama yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah membentuk pribadi muslim dengan roh dan jiwa tauhid. Pada periode Mekkah yang berlangsung sekitar sepuluh tahun, prioritas utama dakwahnya adalah perubahan seorang Arab menjadi seorang muslim. Setelah pasca-Mekkah atau yang lebih dikenal dengan periode Madinah barulah dilakukan masyarakat Islam.
Muhammad Abdul Jawal dalam bukunya "Menjadi Manajer Sukses" mengemukakan bahwa secara umum tindakan Rasulullah SAW dalam menjakankan dakwahnya berupa, mengatur tingkatan dakwah, mengatur dan menata pakaian, mengatur dan menata makanan, mengangkat pemimpin dalam setiap kelompok, mengatur jalannya kehidupan, mengatur waktu, mengatur cara penyampaian dakwah, mengatur langkah-langkah strategi berdakwah, dan mengatur penempatan orang secara tepat. Semua kebijakan yang diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW tidaklah berjalan secara alamiah saja, melainkan melalui proses panjang yang memerlukan pemikiran, perencanaan, serta pengorganisasian yang tepat dan cermat dalam pencapaian tujuan. Maka tak heran jika pada akhirnya dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dapat mencapai sukses yang gemilang.
Kehidupan berdakwah Rasulullah SAW dan para sahabatnya, dalam seluruh dinamikanya, termasuk keberhasilan mereka memunculkan masyarakat madani di Madinah, yang merupakan koreksi terhadap masyarakat Yastrib yang jahil, adalah contoh konkret keberhasilan berdakwah dalam pengertian yang komprehensif. Dan itu semua tidak berlaku begitu saja, melainkan membutuhkan sebuah serangkaian perjuangan yang panjang yang tidak lepas dari apa yang sekarang biasa disebut dengan 'amaliyyah al 'idaariyyah (aktivitas manajerial) sebagai usaha mewujudkan tujuan-tujuan dakwah dengan mempergunakan tenaga dan memanfaatkan sumber-sumber yang ada.
Adapun peranan manajemen dakwah saat ini, yaitu masyarakat dunia berada dalam era modern yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan yang paling menonjol di bidang teknologi adalah dengan lahirnya teknologi dan informasi yang canggih. Mengingat pengertian dan lapangan dakwah sangat luas dan tentu tidak dapat dilaksanankan secara sendiri-sendiri, maka aktivitas dakwah harus dikelola secara baik dalam sebuah organisasi dakwah agar dapat berjalan efektif dan mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam sebuah organisasi dakwah peranan manajemen sangat memengaruhi seluruh proses aktivitas dakwah. Sedangkan istilah peranan manajemen secara umum merujuk kepada kategori-kategori tertentu dalam tingkah laku manajerial.
Namun, untuk mencapai sebuah manajeman bagi pengembangan lembaga dakwah yang sukses maka dibutuhkan sarana-sarana yang mendukung proses aktivitas dakwah. Sarana tersebut, yaitu tersedianya informasi, adanya kemudahan komunikasi antara bawahan dan atasan, adanya intensif yang dapat memotivasi para aktivis dakwah, kepercayaan yang timbal balik antara da'I dan mad'u yang kemudian menimbulkan hubungan persaudaraan secara ekstern dan sedangkan secara intern dibutuhkan disiplin yang patuh di antara para aktivis dakwah dengan spirit kerjasama, mengetahui potensi-potensi yang dimiliki para da'I dan mengembangkannya sesuai dengan potensinya, dan menentukan keahlian dan otoritas, sehingga pelaksanaan aktivitas dakwah tidak tumpang-tindih, baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek.
Metode Dakwah
Metode lebih penting daripada pesannya, sebagaimana pepatah Arab:
"Teknik lebih penting daripada materinya."
Betapa pun sempurnanya materi, lengkapnya bahan dan aktualnya isu-isu yang disajikan, tetapi bila disampaikan dengan cara yang semberono, tidak sistematis, maka akan menimbulkan kesan yang tidak menggembirakan. Tetapi sebaliknya, walaupun materi kurang sempurna, bahan sederhana dan isu-isu yang disampaikan kurang aktual, namun disajikan dengan cara yang menarik dan menggugah, maka akan menimbulkan kesan yang menggembirakan. Untuk itu dakwah haruslah dikemas dengan cara dan merode yang tepat dan pas. Dakwah harus tampil secara aktual dalam arti memecahkan masalah yang kekinian dan hangat di tengah masyarakat, faktual dalam arti konkret dan nyata, dan konstektual dalam arti relevan dan menyangkut problema yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Yang harus dilakukan dalam metode dakwah, yaitu:
Pertama, pendekatan dakwah. Yaitu sudut pandang kita terhadapa proses dakwah. Umumnya, penentuan pendekatan di dasarkan pada mad'u atau penerima dakwah dan suasana yang melingkupinya. Maka, dalam pendekatan dakwah tersebut melibatkan semua unsure dakwah, bukan hanya mitra dakwah saja. Terdapat dua pendekatan dakwah, yaitu pendekatan yan terpusat pada pendakwah dan pendekatan dakwah yang terpusat pada mitra dakwah.
Pendekatan yang pertama (terpusat pada pendakwah) bertujuan pada pelaksanaan kewajiban dakwah yaitu menyampaikan pesan dakwah hingga mitra dakwah memahaminya. Pemahaman mitra dakwah terhadap pesan dakwah lebih ditekankan daripada sikap dan tingkah laku. Fokusnya terletak pada kemampuan pendakwah. Targetnya adalah kelangsungan berdakwah. Hukum berdakwah pada pendekatan ini fardhu 'ain artinya setiap muslim wajib berdakwah sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Sedangkan pendekatan yang kedua (terpusat pada mitra dakwah) memfokuskan unsur-unsur dakwah pada upaya penerimaan mitra dakwah. Tidak hanya pada tingkatan pemahaman, tetapi lebih dari itu, yaitu mengubah sikap dan perilaku mitra dakwah. Maka semua unsur dakwah harus menyesuaikan kondisi mitra dakwah. Karena tidak semua orang bisa melakukan pendekatan ini, hukum berdakwah yaitu fardhu kifayah artinya hanya wajib bagi orang-orang yang telah memiliki kemampuan.
Kedua, strategi dakwah. Yaitu perencanaan yang berisi rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan dakwah tertentu. Adapun tujuan tersebut yaitu agar mitra dakwah melakukan perubahan sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam.
Penentuan strategi dakwah bisa berdasar surat al-Baqarah ayat 129 dan 151, al-Imran ayat 164, dan al-Jumu'ah ayat 2. Ketiga ayat ini memiliki pesan yang sama yatiu tentang tugas para Rasul sekaligus bisa dipahami sebagai strategi dakwah.
"Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah: 129 dan 151)
"Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS. Al-Imran:164.
"Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS. Al-Jumu'ah: 2)
Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan tiga strategi dakwah, yaitu strategi tilawah, stratetgi tazkiyah, dan strategi ta'lim. Strategi tilawah (membacakan ayat-ayat Allah SWT) yaitu mitra dakwah diminta mendengarkan penjelasan pendekatan pendakwah atau mitra dakwah membaca sendiri pesan yang ditulis oleh pendakwah, yang demikian ini merupakan transfer pesan dakwah dengan lisan dan tulisan, dan dapat mengenal dan memperkenalkan Allah SWT melalui keajaiban ciptaan-Nya serta lebih kepada indra penglihatan dan pendengaran. Strategi tazkiyah (menyucikan jiwa) yaitu melalui aspek kejiwaan yang sasarannya jiwa yang kotor artinya jiwa yang dapat dilihat dari segala jiwa yang tidak stabil, keimanan yang tidak istiqomah seperti akhlak tercela lainnya seperti serakah, sombong, kikir, dan sebagainya. Strategi ta'lim (mengajarkan al-Qur'an dan al-hikmah) yaitu mentransformasikan pesan dakwah yang bersifat mendalam, dilakukan secara formal dan sistematis, yang demikian ini berarti hanya dapat diterapkan pada mitra dakwah yang tetap, dengan kurikulum yang telah dirandang, dilakukan secara bertahap, serta memiliki target dan tujuan tertentu.
Ketiga, metode dan teknik dakwah. Yaitu cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da'I (komunikator) kepada mad'u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan orientasi manusia yang menempatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia.
Metode Ceramah. Telah dipakai oleh semua Rasul Allah dalam menyampaikan ajaran Allah hingga sekarang pun masih dipakai dan yang paling sering digunakan oleh para pendakwah walaupun media yang sudah modern telah tersedia di berbagai kalangan. Biasanya, ceramah ini dipergunakan untuk memperbaiki sesuatu keadaan tertentu dengan mengemukakan dalil dan bukti serta menyebutkan pandangan orang lain dalam suatu masalah dan mengemukakan pendapat yang benar. Ceramah yang sukses ialah ceramah yang terarah kea rah tujuan dan sasarannya jelas dan nyata, serta diikuti dengan keterangan yang cukup dan lengkap. Dalam menyampaikan uraiannya, penceramah mempergunakan kalimat-kalimat yang tepat, bukan hanya berbicara saja, tetapi yang mudah dimengerti maksud dan tujuanny.
Teknik penyampaiannya yaitu mengemukakan mukoddimah, melukiskan latar belakang masalah, mengisahkan cerita faktual ataupun fiktif, menyampaikan materi yang dibahas, mengemukakan ikhtisar ceramah, menyatakan kembali gagasan dengan kalimat yang singkat dan bahasa yang berbeda, mengakhiri dengan memberikan dorongan untuk bertindak dalam menegakkan perubahan.
Metode mentoring. Yaitu mendorong mitra dakwah untuk bertukar pikiran tentang suatu masalah keagamaan sebagai pesan dakwah antar beberapa orang dalam tempat tertentu. Biasanya, peserta mad'u atau mitra dakwah antara 5 sampai 15 orang dalam satu kelompok dan kegiatan mentoring diadakan seminggu sekali. Dalam mentoring, pasti ada dialog yang tidak hanya sekadar bertanya, tetapi memberikan sanggahan atau usulan dan dapat dilakukan dengan komunikasi tatap muka ataupun komunikasi kelompok.
Da'I atau mentor dalam diskusi mentoring dan perdebatannya dengan mad'u, kadang-kadang sampai kepada tuduhan-tuduhan yang menyatakan mentor itu orang yang tersesat. Oleh karena itu, mentor jangan heran dari tuduhan tersebut, jangan pula menyebabkan timbul kegelisahan dan perasaan marah terhadap mereka. Bahkan sebaliknya, tuduhan itu disambut dengan tenang yaitu dengan kata-kata yang penuh mengandung rasa kasih sayang.
Kelebihannya yaitu sarana dakwah akan tampak hidup karena semua mitra dakwah dapat mencurahkan perhatiannya kepada masalah yang sedang didiskusikan, diharapkan akan menimbulkan sifat-sifat yang positif pada mitra dakwah seperti toleransi, musyawarah, berpikir sistematis dan logis, serta materi akan dapat dipahami secara mendalam.
Teknik dalam metode mentoring antara lain da'I atau mentor membuat persiapan yang matang sebelum bertukar pikiran dengan membaca dan memikirkan mengenai materi yang akan disampaikan dan dibahas, memberikan suatu kisah atau cerita yang terkait dengan materi yang akan disampaikan dan dibahas, memberitahukan tema materi lalu dilanjut dengan membahas materi yang telah dipersiapkan, mengajukan pertanyaan kepada mad'unya jika ada yang ingin didiskusikan, mengemukakan ikhtisar atau kesimpulan dari keseluruhan materi, diakhiri dengan qodoya atau tanya kabar mengenai aktivitas perminggunya.
Pemahaman Metode Dakwah dalam Surat An-Nahl: 125
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. An-Nahl: 125)
Ayat ini menjelaskan tiga cara dalam dakwah, yakni metode hikmah, metode mau'izhah dan metode mujadalah.
Metode hikmah. Yaitu metode yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia bebas dari kesalahan. Dapat juga diartkan sebagai sesuatu yang bila digunakan atau diperhatikan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau lebih besar, serta menghalangi terjadinya kerugian atau kesulitan yang besar atau lebih besar. Moh. Natsir menetakan bahwa hikmah merupakan lebih dari semata-mata ilmu karena ia ilmu yang sehat, yang mudah dicernakan yaitu yang berpadu dengan rasa perisa, sehingga menjadi daya penggerak untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat dan berguna, jika dibawa ke bidang dakwah tujuannya untuk melakukan sesuatu tindakan yang berguna dan efektif.
Metode mau'izhah. Yaitu ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan positif yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Jadi, metode ini akan mengandung arti kata-kata yang masuk ke dalam kelbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan yaitu yang tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah-lembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman.
Metode mujadalah. Yaitu tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.
Kode Etik Dakwah
Para pendakwah dalam menyeru Islam terdapat aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam berdakwah terdapat bebarapa etika yang merupakan rambu-rambu etis pendakwah, sehingga dapat dihasilkan dakwah yang bersifat responsif. Maka, seorang pendakwah dituntut untuk memiliki etika-etika yang terpuji dan menjauhkan diri dari perilaku-perilaku yang tercela. Dan sumber dari rambu-rambu etis dakwah bagi seorang pendakwah adalah Al-Qur'an seperti yang dicontokan oleh Nabi Muhammad SAW karena pada dirinyalah figure teladan bagi kehidupan yang diinginkan oleh Allah SWT. Adapun rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam etika dakwah yaitu tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan, tidak melakukan toleransi agama, tidak menghina sesembahan non-Muslim, tidak melakukan diskriminasi sosial, tidak memungut imbalan, tidak berteman dengan pelaku maksiat, dan tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui.
Karakteristik dari etika dakwah adalah etika Islam itu sendiri, dimana cakupannya terdiri dari sumber moral dakwah, standar yang digunakan untuk menentukan baik buruknya tingkah laku sang da'I, dan pandangan terhadap naluri. Sebagai sumber moral yang menjelaskan baik buruknya suatu perbuatan adalah Al-Qur'an dan Sunnah, kedua dasar inilah yang menjadi landasan dan sumber ajaran Islam secara keseluruhan sebagai pola hidup dan menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk dalam menjalankan segala aktivitas dakwah. Selain kedua sumber tadi, maka akal dan naluri berpendirian sebagai akal dan naluri merupakan anugerah Allah SWT, akal dan pikiran manusia terbatas sehingga pengetahuan manusia tidak akan mampu memecahkan seluruh permasalahan yang ada tapi hanya akal yang dipancari cahaya Al-Qur'an yang bisa menempatkan pada tempatnya, dan naluri yang mendapatkan pengarahan dari petunjuk Allah SWT yang dijelaskan dalam kitabnya.
Media Dakwah
Media dakwah ialah alat yang menjadi perantara penyampaian pesan dakwah kepada mitra dakwah. Banyak alat yang dapat dijadikan media dakwah dan alatnya pun tergantung tujuannya dalam berdakwah. Dapat berfungsi secara efektif bila ia dapat menyesuaikan diri dengan pendakwah, pesan dakwah, dan mitra dakwah. Sekalipun media dakwah bukan penentu utama bagi kegiatan dakwah, akan tetapi media ikut memberikan andil yang besar untuk kesuksesan dakwah. Pesan dakwah yang penting dan perlu segera diketahui semua lapisan masyarakat, mutlak memerlukan media seperti media eletronik, media tulisan, media komunikasi langsung, ataupun yang lainnya. Pendakwah pun harus memerhatikan kondisi mitra dakwah ketika media dakwah digunakan karena alat yang sangat tepat dengan mitra dakwah akan menimbulkan kesan yang baik dan juga agar pesan dakwah yang gratis tinggal mendengarnya saja mudah ditangkap dan diterima dengan baik.
Tokoh Dakwah
Hasan Al-Banna sebagai sorang ulama yang tidak pernah lupa dengan tugasnya, yaitu mengamalkan ilmu yang dimiliki. Ia melaksanakan dakwahnya menggunakan beberapa media dakwah. Menurut Asmuni Syukir, media dakwah adalah segala sesuatu yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah dan alat ini dapat berupa barang (material), orang, tempat, kondisi tertentu, dan sebagainya.
Sebagian dari ciri-ciri pribadi sebagai berikut.
Pertama, menjadikan dakwah sebagai tumpuannya. Imam Hasan Al-Banna menyebut "Aku dapat menggambarkan pribadi pejuang adalah sorang yang dalam keadaan mempersiapkan dan membekalkan diri, berpikir tentang keberadaannya pada segenap relung hatinya, senantiasa berpikir untuk meningkatkan kemampuannya, berwaspada dan senantiasa dalam keadaan siap siaga, bila diseur maka ia menyambut seruan itu, waktu pagi dan petangnya ia persiapkan diri untuk-Nya, dan tidak melakukan sesuatu kecuali memenuhi misinya yang memang telah meletakkan hidup dan kehendaknya di atas misinya yaitu berjihad di jalan-Nya. Adapun seorang pejuang yang tidur sepenuh kelopak matanya, makan seluas mulutnya, tertawa selebar bibirnya, dan menggunakan waktunya untuk bermain dalam kesia-siaan, maka mustahil termasuk orang-orang yang menang dan mustahil tercatat dalam golongan para mujahidin.
Kedua, bergerak karena Allah SWT. keadaan sorang peuang yang berlari memohon kesyahidan kepada Allah SWT di saat melakukan tugas dakwah kepada Allah sebagaimana syahidnya 'Urwah bin Mas'ud ats-Tsaqafi ra. yang mendakwahkan kaumnya kepada Islam. Ketika ia menyatakan dirinya masuk Islam, sekaligus mendakwahkan kaumnya kepada Islam, tombak dan anak panah bertubi-tubi datang dari segala arah merobek tubuhnya hingga ia syahid.
Ketiga, memiliki semangat yang tinggi dan memegang teguh janjinya. Seorang pejuang dakwah mesti memiliki semangat yang tinggi sebagaimana semangat Rabi'ah bn Ka'abal al-Aslami ra. yang pernah diceritakan oleh Ibnul Qayyim: "Bila kamu ingin melihat tahap semangat, lihatlah semangat Rabi'ah bn Ka'abal al-Aslami ra. Rasulullah SAW berkata: "Mintalah kepadaku." Rabi'ah mengatakan: "Aku ingin menjadi pendampingmu di syurga." Sementara orang lain ada yang meminta dan pakaian. Dan seorang pejuang dakwah pun harus menepati janjinya sebagaimana firman Allah ta'ala yang artinya "Di antara orang-orang mu'min ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya." (QS Al-Ahzab : 23)
Ciri-ciri yang lain yaitu seimbang dalam semua keadaan, komitmen terhadap petunjuk nabawi, sabar, dan pemberi infaq yang tidak kikir terhadap dakwahnya. Dari semua ciri-ciri dan sifat seorang pejuang dakwah di atas dapat dipahami bahwa mereka yang memiliki keyakinan besar dalam berdakwah dan dilengkapi dengan ilmu, keahlian, penuh tanggungjawab dan amanah. Jika mereka mengalami situasi sulit, maka mereka akan bersabar. Mereka tidak akan rela sehingga dakwah yang ia jalani berhenti begitu saja melainkan mereka selalu berusaha agar mencapai tujuannya. Meskipun mereka perlu memeras seluruh kemampuan dan pemikiran mereka habis-habisan.
Merealisasikan Dakwah
Zakat sebagai Sarana Dakwah
Zakat memiliki saham besar dalam dakwah dan jihad yang mutlak menghajatkan harta. Urgensi keterkaitan antara dakwah dan harta tercermin secara implisit dalam kitabullah. Menunaikan zakat termasuk dakwah bil hal, yaitu amalan yang paling utama dibandingkan dakwah bil lisan (ucapan) dan dakwah bil qolb (mendoakan). Dikatakan zakat sebagai sarana dakwah bil hal karena ia langsung menampakkan dampak positif setelah dikeluatkan. Bagi para pemberi zakat mereka telah melakukan dakwah model ini karena telah membantu masyarakat yang tidak mampu sekaligus yang berhak menerimanya. Dakwah bil hal melalui zakat, shodaqoh maupun infaq mengajarkan tentang sikap kedermawanan dan sikap ini sangat penting dalam kehodupan sosial kemasyarakatan, Rasulullah SAW sendiri mencontohkan sikap kedermawanan ini sepanjang kehidupannya.
Tahlil sebagai Media Dakwah dan Partisipasi
Disamping ada nilai religi, tahlilan memiliki nilai sosial berupa energy sosial dan modal sosial bagi kehidupan komunitas, dan modal sosial merupakan kekuatan yang mampu membangun masyarakat dan komunitas yang dapat meningkatkan pengembangan partisipasi. Dalam prosesi tahlilan terjadi dua hal penting yaitu pertama Dakwah, merupakan syiar agama Islam oleh pemimpin dan anggota kelompok tahlilan yang dilakukan seccara rutin. Kedua Partisipasi, yang datang dari dua sumber pertama dari pemimpin dan anggota. Dari dua hal di atas maka lahirlah dakwah partisipasi yaitu kegiatan dakwah dimana setiap jamaah menyadari bahwa dirinya perlu melakukan perbaikan dan sekaligus membantu anggota yng lain melakukan hal yang sama, inilah artinya dakwah dengan do'a (membantu orang lain dengan do'a melakukan dakwah untuk dirinya dengan mengolah dan menata hati).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dakwah adalah keniscayaan yang telah dibuktikan oleh generasi ke generasi terbaik umat ini. Sebagaimana kisah kepahlawanan para sahabat hasil didikan Rasulullah SAW panutan umat. Dakwah pula yang mengubah dunia dari seonggok akhlaq sampah menjadi sebuah tatanan akhlaq indah dan karimah.
Dalam dakwah pun banyak yang perlu diperhatikan, mulai dari pendakwahnya, kondisi mitra dakwahnya, metode dalam berdakwah, kode etik dalam berdakwah, dan media yang diperlukan dalam berdakwah.
Oleh karena itulah, dakwah sangat dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat agar pesan dakwah diterima dengan mudah dan dipahami oleh semua mitra dakwah.
Saran-saran
Meskipun pemaparan dari keseluruhan isi makalah memiliki banyak kekurangan dan kelebihan, tapi kelebihan itulah yang dapat menjadi pedoman dalam berdakwah untuk memperjuangkan agama Allah.
Penutup
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan ridhanya pula tulisan ini dapat diangkat dalam bentuk makalah. Penulis menyadari bahwa di sana-sini terdapat kesalahan dan kekurangan baik dalam paparan maupun penulisannya. Karenanya dengan sangat menyadari, kritik dan saran membangun dari pembaca menjadi harapan peneliti. Semoga Allah SWT meridhainya. Wallahu a'lam.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Aziz, Moh. 2008. Ilmu Dakwah. Surabaya: Kencana.
Fakhrurozi. 2009 Aktivitas Dakwah Hasan Al-Banna. Semarang: Usulan Skripsi.
http://dakwah.info/utama/bekal-dakwah/gambaran-pejuang-dakwah/ Diambil pada 29 Desember 2012.
Jahja Omar, Toha. 1983. Ilmu Da'wah. Jakarta: Widjaya Jakarta.
Munir, M., dkk. 2003. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana.
Munir, Muhammad, Wahyu Ilaih. 2006. Manajemen Dakwah. Jakarta: Kencana.
Malaikah, Mustafa. 1997. Manhaj Dakwah Yusuf Al-Qordhowi Harmoni Antara Kelembutan dan Ketegasan. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Rosyid Shaleh, A. 1997. Manajemen Dakwah Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Suhud, Abu, dkk. 2005. Islam, Dakwah, dan Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta: Jurusan PMI Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta bekerja sama dengan IISEP – CIDA.
Syukir, Asmuni. 1983. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: al-Ikhlas.
Zaidan, Dr. Abdul Karim. 1980. Dasar-dasar Ilmu Dakwah. Jakarta: Media Dakwah.