I. Pendahuluan
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan keadaan umum yang terjadi pada kehamilan. Hal ini diakibatkan oleh perubahan yang signifikan pada fungsi atau struktur saluran kemih dan normal terjadi pada kehamilan, sehingga meningkatkan risiko terjadinya ISK. 1 ISK dapat memberikan berbagai manifestasi klinis namun dapat juga tanpa gejala sehingga sulit menentukan diagnosis ISK. Sebagai dokter spesialis obstetri dan ginekologi perlu mengenal ISK dalam kehamilan karena ISK merupakan kasus yang sering ditemukan dalam praktik sehari-hari dan dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal. 2
II. Definisi
ISK adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri dalam saluran kemih. Organisme yang menyebabkan ISK dalam kehamilan adalah flora normal, dan Escherichia coli coli sebagai penyebab tersering (90%).1 Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan urinalisa dengan menemukan bakteri (bakteriuria) sebanyak >10 5 colony forming units units (cfu/ml). Bakteriuria tanpa disertai gejala klinis disebut bakteriuria asimptomatik sedangkan bakteriuria yang disertai gejala klinis disebut bakteriuria simptomatik.2
III. Epidemiologi
Secara umum, seorang wanita hamil memiliki risiko sebesar 2-10% terhadap infeksi saluran kemih.3 Sekitar 20% ISK dapat menimbulkan komplikasi dan menyebabkan penularan infeksi vertikal dari ibu ke janin yang dikandungnya. 4,5 Pada wanita hamil, 20-40% kasus merupakan bakteriuria asimptomatik, 1-4% kasus sistitis akut, dan 0,5-2% kasus pielonefritis. Kasus pielonefritis akut umum ditemukan pada trimester kedua, komplikasi yang diakibatkan dapat berupa kelahiran prematur, bayi berat badan lahir rendah, preeklampsia, hipertensi, gagal ginjal dan kematian janin. 6
Prevalensi ISK pada kehamilan berkaitan dengan faktor sosial ekonomi. 10 Dilaporkan bahwa wanita tingkat sosio ekonomi rendah memiliki insiden 5 kali lebih tinggi daripada populasi tingkat sosio ekonomi menengah keatas.
1
IV. Etiologi
Bakteri yang paling sering menyebabkan ISK adalah bakteri gram positif ( Escherichia Coli sekitar 80 – 90%), bakteri gram negatif lain ( Klebsiella Pneumoniae dan Proteus Mirabilis). Bakteri lainnya yang dapat ditemukan yaitu Staphylococcus Saprophyticus, Staphylococcus Aureus dan Mycobacterium Tuberculosis.2
Penyebab lainnya (selain bakteri) antara lain Chlamydia dan Candida Albicans. Kolonisasi Streptococcus B merupakan penyebab tersering ketuban pecah dini dan penyebab sepsis pada neonatus.2
V. Faktor Risiko
Seorang klinisi harus mampu mengenali faktor-faktor risiko untuk terjadinya ISK, agar dapat mencegah komplikasi pada kehamilan. 7 Faktor-faktor risiko yang dapat meningkatkan ISK pada kehamilan, antara lain: 1. Perubahan morfologi pada kehamilan Dilatasi pelvis renal dan ureter, terutama setelah kehamilan 20 minggu. Dilatasi tersebut dapat disebabkan akibat dekstrorotasi uterus, posisi kolon sigmoid, dilatasi ureter kanan dan akibat peningkatan hormon progesteron ( menyebabkan kelemahan otot detrusor kandung kemih dimana penampungan urin meningkat namun daya pengosongan menurun sehingga terdapat sisa urin). Dilatasi menyebabkan kondisi statis pada saluran kemih dan menyebabkan rentan terhadap kolonisasi bakteri. 2 2. Riwayat ISK Wanita dengan riwayat ISK sebelumnya memiliki risiko lebih tinggi, pada penelitian Pastore dkk mengidentifikasi dua prediktor terkuat terjadinya bakteriuria, yaitu pemeriksaan ISK antepartum sebelum perawatan prenatal dan riwayat UTI pada kehamilan sebelumnya. 3. Kelompok sosial – ekonomi rendah Studi mendapatkan bahwa frekuensi ISK lebih tinggi pada kelompok sosial ekonomi rendah di Arab Saudi, yang memiliki angka 14,2 %. 8 Demikian pula, kejadian ISK pada wanita hamil di Nigeria dilaporkan sebesar 23,9 %. Tingginya Infeksi Saluran Kemih di Nigeria ini mempunyai hubungan dengan higienitas. Hal dapat
2
disimpulkan bahwa standar hidup yang lebih tinggi di dunia industri memiliki hubungan erat dengan rendahnya kejadian infeksi saluran kemih. 4. Aktifitas seksual Faktor risiko terjadinya infeksi saluran kemih pada kehamilan ini juga disebabkan oleh aktifitas seksual. Hubungan sanggama dapat menyebabkan trauma pada lapisan epitel saluran uretra sehingga terjadi invasi bakteri.2 Daerah perineum merupakan penghubung antara bakteri saluran pencernaan yang kemudian berkembang dan menyebabkan ISK. 8 5. Penggunaan alat – alat medis Infeksi saluran kemih pada kehamilan umumnya terjadi akibat pemakaian alat-alat medis. Penggunaan kateter merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya ascending infeksi.2 VI. Patofisiologi
Faktor predisposisi infeksi traktus urinarius pada ibu hamil dipengaruhi oleh faktor anatomi, traktus urinarius dan fungsi fisiologis dari organ traktus urinarius itu sendiri. Faktor lain yang berpengaruh adalah keseimbangan antara host dan agresifitas bakteri. Sesuai dengan berkembangnya kehamilan, traktus urinarius juga mengalami perubahan morfologi dan fisiologi yang berubah sesuai dengan kebutuhan. Perubahan ini kembali normal setelah melahirkan.9
Selama kehamilan terjadi pembesaran ginjal sekitar 1-1.5cm sesuai dengan peningkatan berat badan. Aliran plasma ginjal meningkat 50% pada saat melahirkan, terjadi hiperplasia otot kaliks ginjal dan meningkatnya kapasitas ginjal. Modifikasi utama pada ureter selama kehamilan adalah hidroureter dengan peningkatan diameter, hipomobilitas, hipotonisitas lapisan otot-otot. Selain itu juga terjadi dilatasi pelvis renalis dan dilatasi kaliks. Edema dan hipertrofi otot-otot dimulai saat pertengahan kehamilan, pada beberapa kasus dimulai pada awal kehamilan. Perubahan ini terjadi pada 90% pasien dan 86% terjadi pada ureter kanan. Hidroureter maksimal terjadi pada 6 bulan masa kehamilan. Urin yang tersisa pada ureter bervariasi dari 50-200 ml.
Beberapa hipotesa dapat menjelaskan fenomena hidroureter pada ureter kanan, yaitu: uterus dekstrorotasi dan membesar mengakibatkan kompresif ureter kanan; efek bantalan kolon
3
sigmoid sepanjang ureter kiri; ovarium dan pembuluh darah iliaka menyeberangi ureter kanan pada sudut kanan dan menekannya. Penurunan tonus ureter dan peningkatan volume saluran kemih pada urin yang stasis akan menyebabkan retensio urin. Retensio urin dan refluks vesikoureteral menyebabkan terjadinya ISK dan pielonefritis akut.
Teori hormonal berdasarkan
perubahan otot uretral disebabkan oleh perubahan hormon
progesteron yang menyebabkan hipotoni. Selama kehamilan urotelium terbendung akibat hiperplasia dan peningkatan vaskularisasi. Tonus vesika menurun dan kapasitas vesika meningkat antara 9-20 cm H 2O. Peningkatan hormon progestin dan estrogen pada saluran kemih dapat menyebabkan penurunan kemampuan dari saluran kemih bagian bawah untuk melawan bakteri yang masuk. Hal ini disebabkan oleh tonus ureter yang menurun dan 70% wanita hamil mengalami glikosuria, yang menyebabkan pertumbuhan bakteri dalam urin. 8,10
Saat ini terdapat konsep patogenesis ISK yang baru, yang dijelaskan dalam beberapa konsep. Pertama, konsep infeksi asending yang dimediasi reseptor. Escherichia coli (E. coli) adalah penyebab paling umum dari infeksi saluran kemih pada perempuan hamil dan tidak hamil. Beberapa serogrup E.coli memiliki faktor virulensi, seperti fimbria atau vili yaitu struktur seperti rambut, yang meningkatkan perlekatan sel-sel vagina dan uroepitelial yang dapat memfasilitasi proses asendens ke parenkim ginjal, dimana uropatogen dari flora tinja berkolonisasi dengan introitus vagina dan distal uretra, naik ke kandung kemih, dan berinteraksi dengan faktor biologis. 9 Proses asending mengikutsertakan faktor host dan faktor bakteri, yang disebut reseptor jaringan dan ekspresi faktor penempelan bakteri.
Kedua, konsep jaringan yaitu interaksi antara bakteri dan host sangat kompleks. Kedua host dan patogen dapat mengekspresikan beberapa adhesin dan reseptor. Host mengekspresikan beberapa reseptor yang berbeda pada traktus urinarius Contohnya reseptor kandung kemih mengandung mannose berbeda dengan yang pada ginjal ataupun intertiti um ginjal. 1,2
Terdapat mekanisme defensif host untuk mencegah infeksi. Pertama, yang paling utama adalah host haruslah sering mengosongkan kandung kemih untuk mengelakkan terjadinya infeksi.4 Ini merupakan mekanisme penting dalam mempertahankan sterilitas kandung kemih dan faktor lain yang mengubah keadaan ini akan mengurangi efektifitas. Contohnya pemasangan kateter vesika yang tidak steril dan pasien yang pernah melakukan operasi pada
4
traktus urinarius. Sistem pengumpulan urin tertutup akan mengurangi resiko ISK pada penggunaan kateter.
Kedua, membran protein uroplakin dan lapisan musin proteoglikan (glycosaminoglycans) yang melapisi urothelium membatasi permeabilitas terhadap invasi bakteri dan mencegah perlekatan bakteri, khususnya E. coli.2 Aktifitas fagosit yang dikembangkan oleh makrofag dan epitel urinarius merupakan modulasi yang lebih penting daripada mencegah infeksi. Selain itu substansi urin seperti urea dan mucoprotein menghambat proliferasi bakteri. 8
Ketiga, IgA, IgG dan protein yang larut melindungi kandung kemih dengan mengikat dan menangkap bakteri E. coli.10,11 IgA diproduksi pada uretra posterior dan dinding vesika yang berperan untuk menghalangi perlekatan bakteri. Jika mikroorganisme melekat pada epitelium maka reseptor diaktifkan dan menginisiasi pathway sehingga sel yang terinfeksi tereksfoliasi. Kemudian, kolonisasi laktobasilus pada vagina, khususnya pada wanita premenopause, memproduksi asam laktat, yang mempertahankan PH rendah dan menghambat pertumbuhan bakteri.11
Bakteri patogen memiliki karakteristik yang memungkinkan kelangsungan hidup dan kolonisasi pada kandung kemih. Perlekatan terhadap uroepitelium seperti E. coli dibantu oleh vili atau fimbria. Penelitian menunjukkan bahwa E. coli dapat tetap bertahan sehingga membuat mereka sulit untuk dieradikasi oleh terapi antimikrobial. Terdapat korelasi antara patogenisitas bakteri dengan beberapa faktor, seperti kapasitas bakteri untuk mendegradasi musin, untuk memproduksi toksin dan hemolisin, dan resistensi terhadap substansi dengan menghambat aksi pada urin.8
VII Manifestasi Klinis
1.
Uretritis biasanya memperlihatkan gejala:
Mukosa memerah dan edema
Terdapat cairan eksudat yang purulent
Ada ulserasi pada urethra
Adanya rasa gatal yang menggelitik
Adanya nanah awal miksi
Dysuria (nyeri waktu berkemih)
5
2.
Nyeri pada abdomen bagian bawah (supra pubic)
Cystitis biasanya memperlihatkan gejala:
Dysuria (nyeri waktu berkemih)
Peningkatan frekuensi berkemih
Sering kencing pada malam (nocturia)
Keinginan kuat untuk berkemih (urgency)
Kencing yang susah dan disertai kejang otot pinggang (stranguria)
3.
Nyeri pinggang bawah atau suprapubic Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah
Pielonefritis akut biasanya memperlihatkan gejala:
Demam
Menggigil
4.
Kesulitan memulai kencing, kurang deras dan berhenti sementara miksi(prostatismus).
Nyeri pinggang
Mual sampai muntah
“Irritative voiding symptoms” (sering miksi, mendesak dan dysuria)
Tanda penting: nyeri ketok pada pinggang (ginjal) yang terkena
Pielonefritis kronik mungkin memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut,
tetapi dapat juga menimbulkan hipertensi dan akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal.
VII Pemeriksaan Penunjang dan Pemeriksaan Fisik
. 1.
Bakteriuria Asimptomatik
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 100.000 organisme/ml dalam spesimen urin tengah. 1 Prevalensi bakteriuria asimptomatik pada kehamilan mencapai 10%. Maka pada tahun 2012, ACOG merekomendasikan pemeriksaan skrining bakteriuria pada kunjungan antenatal pertama.2
6
Pemeriksaan terbaik dan tepat yaitu kultur bakteri namun memerlukan waktu yang lama (minimal 24-48 jam) dan mahal. Metode lain yang lebih cepat yaitu dengan dipstik leukosit esterase, urinalisis dan pewarnaan gram.20,27 Penelitian Banu dkk mendapatkan pemeriksaan nitrit mempunyai spesifitas yang tinggi (97%) dengan sensitivitas rendah (42.1%), dan pemeriksaan leukosit esterase mempunyai sensitifitas 69.9% dengan nilai prediktif positif 39.2%. Dapat disimpulkan bahwa urinalisis dipstik merupakan pemeriksaan skrining yang cukup berguna.
Pemeriksaan kultur urin perlu diulang pada trimester ketiga, hal ini karena pengobatan pada awal trimester tidak menjamin bahwa urin akan steril selama sisa kehamilannya. Rekomendasi ACOG adalah pemeriksaan kultur urin pada usia kehamilan 12 dan 16 minggu.
2.
Sistitis Akut
Sistitis akut berbeda dengan bakteriuria asimptomatik yaitu dengan gejala disuria, urgensi, dan frekuensi disertai dengan afebril tanpa adanya bukti penyakit sistemik. Pada pemeriksaan dapat ditemukan adanya hematuria mikroskopik dan gross hematuria bila terjadi sistitis hemoragik.1
3.
Pielonefritis Akut
Infeksi ini sering terjadi pada trimester 2, biasanya unilateral dan biasanya pada ginjal kanan. Diagnosis pielonefritis ditegakkan dengan bakteriuria disertai dengan gejala dan tanda sistemik seperti demam, meriang, mual, muntah, nyeri ketok kostovertebra dan flank pain. 1,2 Sekitar 40% wanita hamil dengan pielonefritis diawali oleh gejala infeksi traktus urinarius bagian bawah. Pada sedimen urin ditemukan banyak leukosit dan bakteri. Bakteri E.Coli 7080% ditemukan pada isolasi urin dan darah.
VIII. Penatalaksanaan
Secara umum dapat diberikan antibiotik intravena (diberikan sesuai hasil kultur urin dan sensitifitas antibiotik), biasanya terapi diberikan selama 7 hari, meningkatkan asupan cairan untuk meningkatkan hidrasi, dan menilai pengosongan kandung kemih. Terapi spesifik sesuai dengan patogen penyebab, antara lain: 1.
Bakteriuria asimptomatik (tanpa gejala)
Wanita hamil perlu skrining bakteri dengan kultur urin setidaknya satu kali pada awal kehamilan, dan seharusnya diobati jika hasilnya positif (IaA). Pengobatan seharusnya
7
berdasarkan tes sensitivitas antibiotik dan biasanya membutuhkan waktu 5-7 hari antibiotik (IIIB). Kultur follow up sebaiknya dilakukan 1-4 minggu setelah pengobatan setidaknya satu kali lagi sebelum persalinan (IIaB). Terapi Antimikroba -
Tergantung pada hasil sensitifitas bakteri
-
Hindari trimetoprim pada trimester satu dan pada wanita hamil dengan defisiensi
folat, asupan asam folat rendah atau wanita yang sedang minum obat antagonis asam folat.
Infeksi akibat E coli
12
Nitrofurantoin 100 mg oral dua kali sehari untuk 5 hari
Atau
Trimethoprim 300 mg oral setiap hari untuk 5 hari
Atau
Amoxycillin+clavulanate 500 + 125 mg oral, dua kali sehari untuk 5 hari (pada < 20 minggu umur kehamilan)
Bakteri gram negatif (Klebsiella, proteus, enterobacteriaceae, pseudomonas) -
Norfloxacin 400 mg oral dua kali sehari untuk 5 hari
-
Ulangi pemeriksaan urin porsi tengah 48 jam setelah terapi komplit.
Streptokokus grup B sebagai organisme tunggal -
Penicillin V 500 mg oral dua kali sehari untuk 5 hari
-
Streptokokus grup B membutuhkan pencegahan benzylpenicillin IV pada saat inpartu.
Berikan benzylpenicillin 3 g IV loading dose secepat mungkin, kemudian 1.2 g IV setiap 4 jam. -
Jika alergi dengan penicillin, alternatifnya adalah lincomycin 600 mg IV setiap 8 jam,
atau azithromycin 500 mg IV sekali sehari.
2.
Sistitis akut
Peningkatan asupan cairan per oral dianjurkan sebagai terapi lini pertama pada wanita hamil dengan gambaran infeksi saluran kemih yang simptomatik.
Analgetik ringan untuk menurunkan gejala nyeri suprapubik dan disuria.
8
Pada beberapa kasus, terapi antimikroba secara empiris diberikan sebelum hasil kultur urin didapatkan. Sangat penting untuk evaluasi kembali terapi empiris saat hasil kultur telah diketahui dan menyesuaikannya.
Fosfomycin trometamol (3g dosis tunggal) atau sefalosporin oral generasi II dan I II perlu dipertimbangkan untuk terapi jangka pendek yang efektif (IIaB). 1,2
Bagaimanapun juga terapi konvensional dengan amoxicillin, nitrofurantoin direkomendasikan. Kultur urin follow up dapat dil akukan setelah terapi untuk menunjukkan eradikasi bakteriuria. Seperti pada wanita tidak hamil, tidak ada manfaatnya untuk meningkatkan dengan profilaksis jangka panjang kecuali pada kasus infeksi berulang. Nitrofurantoin (50 mg) pada malam hari direkomendasikan sebagai profilaksis terhadap infeksi berulang jika ada indikasi (IIaB).
Terapi antimikroba yang sesuai selama 7-10 hari cukup untuk menghilangkan infeksi. Pemberian di bawah dosis terapi akan menyebabkan infeksi yang persisten dan progresi ke arah pielonefritis.
Terapi antimikroba.12
Nitrofurantoin 50 mg oral, setiap 6 jam untuk 5-7hari
atau
Amoxycillin+clavulanate 500 + 125 mg oral, dua kali sehari untuk 5-7hari (pada umur kehamilan < 20 minggu)
3.
Pielonefritis Pada umumnya wanita pielonefritis membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Penatalaksanaan rawat jalan dan pemberian obat antimikroba per oral bisa dipikirkan pada wanita dengan gejala minimal. Berikan cairan intravena, perhatikan urin output, antipireti ka untuk mengurangi demam, perhatikan tanda-tanda prematuritas dan berikan terapi yang sesuai, terapi prenatal dilanjutkan sampai wanita bebas demam minimum 24 jam. Terapi awal selalu spektrum luas, yang kemudian dilanjutkan terapi spektrum sempit jika hasil kultur dan tes sensitivitas sudah didapatkan.
9
Terapi tunggal ampicilin tidak menjadi pilihan karena tingginya angka resistensi. Regimen pilihan adalah ampicilin dan gentamicin atau cefazolin dan ceftriaxone yang efektif. Rekomendasi antibiotik sefalosporin generasi II atau I II, aminoglikosida.
Terapi antimikroba12
Gentamicin 5 mg / kg (maximum initial dose 480 mg) IV sehari sekali untuk 3 hari, atau sampai hasil sensitifitas ada dan
Ampicillin atau amoxycillin 2 g IV inisial dosis kemudian 1g IV setiap 4 j am untuk 3 hari
atau
Cefazolin 1-2 g IV setiap 6 sampai 8 jam selama 3 hari
atau
Ceftriaxone 1 g IV sekali sehari selama 3 hari
atau
Cefotaxime 1 g IV setiap 8 jam selama 3 hari
Setelah 3 hari: Trimethoprim 300 mg oral setiap hari untuk 10 hari (Hindari trimetoprim pada trimester satu dan pada wanita hamil dengan defisiensi folat, asupan asam folat rendah atau wanita yang sedang minum obat antagonis asam folat) atau Amoxycillin+clavulanate 500 + 125 mg oral dua kali sehari untuk 10 hari (pada umur kehamilan < 20 minggu)
4.
Infeksi Saluran kemih Berulang
Berikan terapi sesuai dengan hasil kultur dan sensitifitas, ulangi pemeriksaan urinalisa setiap kunjungan dan singkirkan adanya kecurigaan anomali traktus urinarius. ISK berulang pada kehamilan beresiko untuk berkembang menjadi pielonefritis.
Antimikroba pada kehamilan Pada kehamilan Glomerular Filtration Rate (GFR) meningkat, yang mengakibatkan peningkatan eliminasi obat yang diekskresikan melalui ginjal. Ditambah dengan peningkatan
10
volume plasma, secara efektif akan menurunkan konsentrasi obat pada serum dan memiliki efek pada bioavaibilitas.
Ini adalah masalah utama pada antibiotik beta laktam, termasuk penisilin dan sefalosporin. Poliuria dan frekuensi menurunkan konsentrasi obat dan therapeutic window pada saluran kemih. Oleh karena itu, mungkin diperlukan peningkatan dosis atau meresepkan obat yang bersifat hidrofilik untuk memastikan efikasi obat.
IX Prognosis
ISK bawah akut (sistitis akut)
Prognosis pada ISK bawah akut dapat sembuh sempurna, kecuali bila terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan
ISK bawah kronis (sistitis kronis)
Prognosis pada ISK bawah kronis baik bila diberikan - antibiotik yang intensif dan tepat - faktor predisposisi mudah dikenal dan diberantas
ISK atas akut (pielonefritis akut)
Prognosis pielonefritis baik bila memperlihatkan penyebuhan klinis maupun bakteriologis terhadap antibiotik
ISK atas kronis (pielonefritis kronis)
Bila diagnosis pielonefritis kronis terlambat dan kedua ginjal telah menyusut pengobatan konserfatif semata-mata untuk mempertahankan faal jar ingan ginjal yang masih utuh
11
Daftar Pusaka
1.
Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Spong CY, Dashe J. Renal and Urinary Tract Disorders. Williams Obstetrics 24/E: McGraw-Hill Education; 2014: 1051. 2. McCormick T, Ashe RG, Kearney PM. Urinary tract infection in pregnancy. The Obstetrician & Gynaecologist 2008; 10(3): 156-62. 3. Lee M, Bozzo P, Einarson A, Koren G. Urinary tract infections in pregnancy. Can Fam Physician 2008; 54: 853-4. 4. Bahadi A, Kabbaj DE, Elfazazi H, Abbi R, Hafidi MR, Hassani MM. Urinary tract infection in pregnancy. 2010. 5. Jolley JA, Wing DA. Pyelonephritis in pregnancy: an update on treatment options for optimal outcomes. Drugs 2010; 70: 1643-55. 6. Hill JB, Sheffield JS, McIntire DD, Wendel GD, Jr. Acute pyelonephritis in pregnancy. Obstetrics and gynecology 2005; 105(1): 18-23. 7. Sharma P, Thapa L. Acute pyelonephritis in pregnancy: A Retrospective Study. Australia N Z J Obstetri Gynaecology 2007; 47: 313-5. 8. Haider G, Zehra N, Munir AA, Haider A. Risk factors of urinary tract infection in pregnancy. J Pak Med Assoc 2010; 60(3). 9. Amiri FN, Rooshan MH, Ahmady MH, Soliamani MJ. Hygiene practices and sexual activity associated with urinary tract infection in pregnant women. East Mediterr Health J 2009; 15(1): 104-10. 10. Santos J, Ribeiro R, Rossi P, et al. Urinary Tract Infections in Pregnant Women. International Urogynecology Journal 2002; (13): 204-9. 11. Dason S, Dason JT, Kapoor A. Guidelines for the diagnosis and management of recurrent urinary tract infection in women. Canadian Urological Association journal = Journal de l'Association des urologues du Canada 2011; 5(5): 316-22. 12. Government, Australia S. Urinary tract infections in pregnancy. South Australian Perinatal Practice Guidelines 2013: 1-9.
12