INVESTASI DALAM EFEK DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DANA
Dibuat untuk memenuhi mata kuliah Pengantar Manajemen Keuangan Dosen Pengampu Dean Subhan Shaleh SE. MM
Kelompok
Kelas
: 1. Winda Yayu Nurseha
NIM 030215548
2. Rita Rizkia
NIM 030215583
3. Ahmad Arif Arfan
NIM 030215644
: Manajemen Pagi
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI DR. KHEZ MUTTAQIEN Jl. Kol. K. Singawinata No. 83 Telp./Fax. (0264) 217612 Purwakarta Purwakarta 41111 PURWAKARTA 2017
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah
SAW.
Berkat
limpahan
dan
rahmat-Nya
kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Manajemen Keuangan. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata kuliah, guna menjadi menjadi acuan dalam bekal bekal pengalaman bagi kami kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.
Purwakarta, 17 Maret 2017
Penulis
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah
SAW.
Berkat
limpahan
dan
rahmat-Nya
kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Manajemen Keuangan. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata kuliah, guna menjadi menjadi acuan dalam bekal bekal pengalaman bagi kami kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.
Purwakarta, 17 Maret 2017
Penulis
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR........................... PENGANTAR................................................. ............................................ .......................................... ....................
I
DAFTAR ISI....................................... ISI............................................................. ............................................ ............................................ ........................ ..
Ii
BAB I PENDAHULUAN..... PENDAHULUAN........................... ............................................ ............................................ ....................................... .................
1
A.
Latar Belakang......................................... Belakang............................................................... ............................................ ................................... .............
1
B.
Rumusan Masalah........................ Masalah.............................................. ............................................ ............................................ .......................... ....
1
C.
Tujuan................................... Tujuan......................................................... ............................................ ............................................ ................................ ..........
2
BAB II PEMBAHASAN..................... PEMBAHASAN........................................... ............................................ ............................................ ........................ ..
3
INVESTASI DALAM EFEK A
Pengertian dan Tujuan Investasi dalam Efek............................................ Efek................................................... .......
3
B
Penetuan “Rate Of Return” dan “Nilai” dari Efek Jangka Panjang.................. Panjang..................
3
PEMENUHAN KEBUTUHAN DANA
A
Cara Pemenuhan Kebutuhan Dana........................................ Dana................................................................ ........................... ...
11
B
Pemenuhan
12
Kebutuhan Kebutuhan
Dana
Ditinjau
Dari
Sudut
Likuiditas
dan
Rentabilitas............................................... Rentabilitas......................... ............................................ ............................................ ................................... ............. C
Pemenuhan Kebutuhan Dana Dana di Tinjau dari Sudut Solvabilitas Solvabilitas dan
17
Rentabilitas............................................... Rentabilitas......................... ............................................ ............................................ ................................... ............. D
Pemenuhan Kebutuhan Dana Ditinjau Dari Pertimbangan Kekuasaan
22
terhadap Perusahaan......................... Perusahaan............................................... ............................................ ........................................... ..................... BAB III PENUTUP
27
A
Kesimpulan...................................... Kesimpulan............................................................ ............................................ ............................................ ........................ ..
27
DAFTAR PUSTAKA................................ PUSTAKA...................................................... ............................................ .......................................... ....................
28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Manajemen kauangan merupakan keseluruhan aktivitas perusahaan yang bersangkutan dangan usaha mendapatkan dana yang diperlukan dengan biaya minimal dan syarat-syarat yang paing menguntungkan beserta usaha untuk menggunakan dana tersebut seefisien mungkin. Manajer keuangan berkepentingan dengan penentuan jumlah aktiva yang layak dari investasi pada berbagai aktiva dan pemilihan sumber-sumber dana untuk membelanjai aktiva-aktiva tersebut. Untuk membelanjai kebutuhan dana tersebut, manajer keuangan dapat memenuhinya dari sumber yang berasal dari luar perusahaan dan dapat juga yang berasal dari dalam perusahaan. Sumber dari dalam perusahaan berasal dari penyisihan laba perusahaan (laba ditahan), cadangan, maupun depresiasi. Sumber dari luar perusahaan berasal dari pasar modal, yaitu pertemuan antara pihak membutuhkan dana dan pihak yang dapat menyediakan dana. Dana yang berasal dari pasar modal ini dapat berbentuk hutang (obligasi) atau modal sendiri (saham). Perusahaan dapat menggunakan kelebihan dananya untuk membeli efek atau surat-surat berhaga. Pembelian efek dilakukan dengan tujuan untuk penjagaan likuiditas atau tujuan mendapatkan pendapatan dari dana yan ditanamkan dalam efek tersebut. Dalam pemenuhan kebutuhan dana, perusahaan harus ditinjau dari sudut likuiditas, solvabilitas, rentabilitas dan kekuasaan terhadap perusahaan. B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan tujuan investasi dalam efek ? 2. Bagaimana penetuan Rate Of Return dan Nilai dari efek jangka panjang? 3. Bagaimana cara pemenuhan kebutuhan dana ? 4. Bagaimana pemenuhan kebutuhan dana ditinjau dari s udut likuiditas dan rentabilitas ?
5. Bagaimana pemenuhan kebutuhan dana ditinjau dari sudut solvabilitas dan rentabilitas ? 6. Bagaimana pemenuhan kebutuhan dana ditinjau dari perimbangan kekuasaan terhadap perusahaan ? C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan tujuan investasi dalam efek. 2. Untuk mengetahui penentuan Rate Of Return dan Nilai dari efek jangka panjang. 3. Untuk mengetahui cara pemenuhan kebutuhan dana 4. Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan dana ditinjau dari sudut likuiditas dan rentabilitas. 5. Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan dana ditinjau dari sudut solvabilitas dan rentabilitas. 6. Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan dana ditinjau dari perimbangan kekuasaan terhadap perusahaan.
BAB II PEMBAHASAN INVESTASI DALAM EFEK A. Pengertian dan Tujuan Investasi dalam Efek
Efek atau dalam istilah bahasa inggris disebut security adalah merupakan suatu surat berharga yang bernilai serta dapat dip erdagangkan. Perusahaan dapat menggunakan kelebihan dananya untuk membeli efek atau surat-surat berharga (securities). Pembelian efek dilakukan dengan tujuan untuk penjagaan likuiditas atau tujuan mendapatkan pendapatan dari dana yan ditanamkan dalam efek tersebut. Pembelian efek untuk penjagaan likuiditas merupakan investasi sementara (temporary investment) dan pengelompokan aktiva dalam neraca, efek tersebut digolongkan dalam aktiva lancar dan biasanya disebut “marketable securities” atau “temporary investment”. Adapun efek yang dibeli untuk tujuan mendapatkan pendapatan dan efek tersebut akan dipertahankan untuk jangka waktu yang panjang, merupakan investasi jangka panjang, dan golongan efek ini tidak termasuk dalam kelompok aktiva lancar, melainkan diasukkan dalam golongan aktiva tersendiri yang sering disebut “permanent investment” atau cukup dengan sebutan “investment”. Cara penilaian antara kedua golongan efek tersebut dalam neracapun berbeda. Penilaian “marketable securities” dalam neraca didasarkan pada har ga mana yang lebih rendah antara harga beli atau harga pasar (the lower of cost-ormarket valuation), sedangkan golongan efek yang termasuk dalam “permanent investment” penilaiannya didasarkan pada cost (valuation at cost).
B. Penetuan “Rate Of Return” dan “Nilai” dari Efek Jangka Panjang
Bentuk – bentuk efek dalam rangka investasi jangka panjang adalah : 1. Obligasi
Obligasi adalah surat pengakuan utang yang dikeluarkan oleh pemerintah atau perusahaan atau lembaga – lembaga lain sebagai pihak yang berutang yang mempunyai nilai nominal tertentu dan kesanggupan untuk membayar bunga secara periodik atas dasar persentase tertentu
yang tetap. Tujuan utama dari analisa efek dalam penilaian obigasi adalah “rate of return” atau “yield” yang diharapkan dari obligasi tersebut. Rate of return dan nilai obligasi relatif mudah ditentukan selama obligasi tersebut diperkirakan tidak akan gagal dalam pembayaran bunga secara periodik dan pembayaran modal pokonya (principal). Discount rate yang digunakan dalam penentuan nilai masing-masing obligasi adalah berbeda-beda tergantung kepada besarnya tingkan risiko tidak terbayarnya bunga dan principalnya.
Penentuan Besarnya “Rate Of Return”
Besarnya “rate of return” atau “yield” dari obligasi yang akan dipertahankan sampai hari jatuhnya (yield to maturity) dapat dihitung dengan menggunakan rumus jalan pintas (shortcut formula) atau dengan menggunakan present value.
C+ Yield to maturity = Dimana :
c = bunga tahunan dalam rupiah f = harga nominal dari obligasi atau jumlah yang akan dterima pada akhir umurnya p = harga pasar n = umur obligasi Contoh : Suatu obligasi ynag bernominal Rp10.000,00 yang mempunyai harga pasar Rp9.000,00 mempunyai umur 5 tahun dan membayarkan coupon (bunga obligasi) sebesar 6% setiap tahunnya. Tentukan besarnya “rate of return” dari obligasi tersebut apabila obligasi itu akan dipertahankan sampai hari jatuhnya (yield to maturity) ? Jawab :
C+ Yield to maturity =
.. . .
6% (.) +
= =
6+2 9.
= 8, 42 %
Penentuan Nilai Obligasi
Pada prinsipnya nilai obligasi didasarkan pada tingkat bunga yang sedang berlaku. Apabila obligasi itu tidak mempunyai hari jatuh (perpetuity) maka nilainya ditentukan dengan mengkapitalisasaikan bunga tahunannya atas dasar tingkat bunga yang berlaku pada waktu itu. Dengan demikian, nilai dari obligasi tersebut dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut : Nilai =
bunga tahunan discount rate
=
R i
Contoh : Suatu obligasi yang tidak mempunyai hari jatuh, mempunyai nilai nominal Rp20.000,00 dan membayarkan bunga Rp1.000,00 setiap tahunnya. Berapa nllai obligasi tersebut berdasarkan kondisi pasar pada waktu ini di mana tingkat bunga yang berlaku adalah 4% ? Berdasarkan rumus tersebut di atas nilai dari obligasi itu adalah : Nilai =
R i
=
Rp., ,4
= Rp25.000,00
Apabila tingkat bunga yang berlaku di pasar naik menjadi 5% maka nilai obligasi tersebut akan turun menjadi : Nilai =
Rp., ,
= Rp20.000,00
Sebaliknya kalau tingkat bunga yang berlaku turun menjadi 2% maka nilai obligasi tersebut akan naik menjadi : Nilai =
Rp., ,2
= Rp50.000,00
Untuk obligasi yang mempunyai hari jatuh, cara perhitungannya adalah berbeda. Pada prinsipnya penentuan obligasi semacam ini adalah dengan menggunakan tabel present value. Contoh : Suatu obligasi yang mempunyai nilai nominal Rp20.000,00 dan mempunyai umur 3 tahun. Bunga tahunan yang dibayarkan adalaah Rp1.000,00. Tingkat bunga yang berlaku pada waktu ini adalah 4% . berapa nilai dari obligasi tersebut berdasarkan kondisi pada waktu ini ? Berdasarkan konsep P.V maka nilai dari obligasi tersebut dapat ditentukan sebagai berikut : Tahun
Penerimaan
D.F (4%)
P.V
1
Rp 1.000,00
0,962
Rp
62,00
2
Rp 1.000,00
0,925
Rp
925,00
3
Rp 1.000,00
0,889
Rp18.669,00
Rp20.000,00
Nilai obligasi
Rp20.556,00
Berapa nilai obligasi tersebut apabila umurnya lima tahun ? Besarnya niali obligasi tersebut adalah : 4,453 x Rp1.000,00
= Rp 4.452,00
0,822 x Rp20.000,00 = Rp16.440,00
Nilai obligasi
= Rp20.892,00
2. Saham Preferen
Saham preferen (preferred stock) adalah saham yang disertai dengan preferensi tertentu di atas saham biasa dalam hal pembagian dividen dan pembagian kekayaan dalam pembubaran perusahaan. Saham prefersn ini biasanya memberikan dividend yang tetap setiap tahunnya seperti halnya obligasi. Pada umumnya saham preferen ini tidak mempunyai hari jatuh (perpetuity). Rate of return dari saham preferen ini dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Rate of return =
dividen per lembar saham preferen harga pasar
Contoh : Suatu saham preferen mempunyai harga nominal Rp1.000,00 dan membayarkan dividen tahunan sebesar Rp50,00 dengan harga pasar Rp750,00. Berapa besarnya rate of return dari saham preferen tersebut ? Jawab : Rate of return =
7
= 6,67 %
Menentuka nilai dari saham preferen dividend preferen
Nilai =
discount rate
Contoh : Beberapa tahun yang lalu suatu perusahaan mengeluarkan saham preferen yang bernomin Rp1.000,00 membayarkan dividend tahunan sebesar Rp75,00. Pada waktu itu tingkat bunga yang berlaku adalah 7,5%. Pada waktu itu perusahaan tersebut telah berkembang dan tingkat bunga yang berlaku pada saat ini adalah 5%. Berdasarkan daata tersebut tentukan berapa nilai saham preferen itu pada waktu ini ? Jawab : Nilai =
Rp7, ,
= Rp1.500,00
3. Saham Biasa
Penetuan besarnya rate of return dan nilai dari saham biasaa (common stock) lebih sukar dibandingkan dengan obligasi dan saham preferen, karena ; a) Forecasting dari pendapatan, dividend dn harga saham diwaktu yang akan datang adalah sukar b) Tidak seperti halnya dengn bunga dan devidend preferen, pendapatan dan dividend saham biasa diharapkan meningkat setiap tahunnya, dan tidak tetap konstan.
Nilai investasi dari selembar saham biasa tergantung kepada jumlah pendapatan dalam rupiah yang diharapkan akan diterima oleh seorang investor kalau dia membeli saham tersebut. Dengan demikian maka nilai dari suatu saham ditentukan oleh besarnya dividend yang diterima oleh investor selama dia mempertahankan saham tersebut plus penerimaan hasil penjualan kalau dia menjual saham tersebut. Jadi harga akhir (ending price) dari saham biasa adalah sama dengan permulaan ditambah dengan “capital gains” atau dikurangi dengan “capital losses”. Capital gain akan diperoleh kalau harga pada waktu dia menjual saham lebih tinggi daripada harga pada waktu dia membelinya dan menderita “capital losses” kalau harga pada waktu menjual sahamnya lebih rendah daripada harga pada waktu dia membelinya.
D+P− P
Return yang diharapkan =
P
Dalam formula di atas, D1 adalah dividen yang diharapkan pada akhir tahun pertama, P1 adalah harga saham yang diharapkan pada akhir tahun pertama dan P0 adalah harga saham pada waktu ini. Contoh : Suatu saham biasa dibeli dengan harga Rp10.000,00. Pemodal mengharapkan cas-dividend tahun depan sebesar Rp500,00 dan mereka juga mengharapkan bahwa pada akhir tahun pertama saham tersebut akan dapat dijual dengan harga Rp10.400,00. Berdasarkan data tersebut dapat ditentukan besarnya rate of return yang diharpakan dari saham tersebut adalah : Jawab : Return yang diharapkan
=
Rp, + (Rp.4, − Rp.,) Rp.,
= 9% Atau r =
Rp, .,
+
Rp.4, − Rp.,
= 5% + 4% = 9%
Rp.,
Rate of return yang diharapkan dari saham sebesar 9% tersebut terdiri dari dua unsur, yaitu unsur pendapatan berasal dari dividend sebesar 5% dan unsur pendapatan dari perbedaan kur (capital gain) sebesar 4%. Penentuan besarnya harga saham pada waktu ini, yaitu dengan menggunakan rumus :
P0 = D1 + P1 1+r
Contoh : Kita telah mendapatkan informasi bahwa suatu saham akan memberikan cash dividend tahun depan sebesar Rp500,00 dan diperkirakan harga saham pada akhir tahun depan adalah Rp10.400,00 sedangkan rate of return yang diharapkan pemodal adalah 9%, maka harga saham pada waktu ini adalah ? Jawab : P0 =
+ .4 + ,9
= 10.000
Jika kita meramalkan suatu trend pertumbuhan dividend dengan tingkat pertumbuhan yang konstan, maka dalam menentukan present value atau harga saham pada waktu ini dapat digunakan rumus : P0 =
D r− g
Anggapan yang penting adalah adanya tingkat pertumbuhan (g), dan r adalah rate of return yang diharapkan. Memang r harus lebih besar daripada g kalau pertumbuhan itu akan berlangsung secara kontinyu, sehingga : r =
D P
+ g
Anggapan yang penting disini ialah bahwa dividend perlembar s aham akan meningkat atau tumbuh dengan tingkat g secara kontinyu.
Contoh : Berapa harga pasar suatu saham pada waktu ini yang akan memeberikan dividend pada akhir tahun pertama sebesar Rp3.000,00 dan mempunyai laju pertumbuhan dividen sebesar 6% per tahun, sedangkan tingkat pendapatan yang diinginkan untuk saham tersebut 16% ? Jawab : P0 =
D r− g
=
Rp3., ,6−,6
= Rp30.000,00
Contoh : Berapa rate of return dari suatu saham yang akan memeberikan dividend pada akhir tahun pertama sebesar Rp2.000,00 dan harga pasar saham tersebut pada waktu ini sebesar Rp20.000,00 dan dividen tersebut mempunyai laju pertumbuhan sebesar 6% per tahun ? Jawab : r =
D P
+ g =
Rp2., Rp2.,
+ 6% = 16%
PEMENUHAN KEBUTUHAN DANA
A. Cara Pemenuhan Kebutuhan Dana
Pemenuhan kebutuhan dana pada dasarnya dapat dibedakan antara cara pemenuhan kebutuhan dana secar sendiri-sendiri sesuai dengan kebutuhan masing-masing aktivayang akan dibiayai, dan cara pemenuhan kebutuhan dana secara keseluruhan dengan memandang semua kebutuhan sebagai satu kesatuan atau satu kelompok. Apabila dalam memenuhi kebutuhan dana itu kita mendasaarkan pada kebutuhan masing-masing aktiva secara individuil dikatakan bahwa kita menggunakan sistem pembelanjaan partiil . Dengan demikian, sistem pembelanjaan
partill
adalah
sistem
pemenuhan
kebutuhan
dana
yang
mendasarkan pada perputaran dan waktu terikatnya dana pada masing-masing aktiva secara individuil. Sistem ini menggunakan prinsip bahwa kebutuhan dana untuk setiap aktiva atau setiap macam kebutuhan, harus dibiayai dengan dana sendiri-sendiri yang sesuai dengan jumlah dana dan lamanya kebutuhan. Dengan demikian, ini berarti bahwa jumlah dana yang digunakan oleh perusahaan terdiri dari beberapa macam dana atau kredit yang berbeda-berbeda baik dalam jumlah, lama waktunya, maupun dalam saat kapan kredit tersebut harus dibayar kembali. Adapun cara lain, yaitu menggunakan sistem pembelanjaan total, adalah sistem pemenuhan kebutuhan dana yang mendasarkan pada perputaran dana yang ditanamkan dalam kelompok aktiva atau keseluruhan aktiva sebagai suatu kesatuan. Dalam hal yang demikian, akan nampak bahwa ada sebagian dana yang sifatnya permanen, tertanam dalam aktiva dan ada sebagian dana lainnya yang bersifat variabel, yang berubah-ubah jumlahnya dari waktu ke waktu. Bagian dana yang merupakan “inti permanen” atau bagian dana yang sifatnya konstan itu disebut “modal konstan”. Adapun daana yang berubah-ubah jumlahnya di atas inti permanen tersebut disebut “modal variabel”. Pengertian modal konstan hendaknya jangan dikacaukan dengan pengertian modal tetap meskipun ditinjau dari waktunya kedua-duanya merupakan dana yang diinvestasikan untuk jangka panjang. Demikian pula, modal variabel hendaknya jangan dikacaukan dengan pengertian modal lancar.
Faktor konstan dan variabel ini terdapat baik dalam aktiva lancar maupun dalam aktiva tetap.
B. Pemenuhan Kebutuhan Dana Ditinjau Dari Sudut Likuiditas dan Rentabilitas
Pada waktu suatu perusahaan akan menarik dana yang dibutuhkan haruslah diketahui ledih dahulu untuk berapa lama dana itu akan digunakan di dalam perusahaan. Ditinjau dari sudut likuiditas, penarikan dana yang dibutuhkan didasarkan kepada ketentuan bahwa dana yang dibutuhkan itu hendaknya ditarik untuk jangka waktu yang sesuai dengan jangka waktu penggunaan tersebut di dalam perusahaan, atau jangka waktu terikatnya dana dalam aktiva yang akan dibiayai dengan dana tersebut. Apabila menggunakan sistem pembelanjaan partiil di mana kita memandang masing-masing aktiva secara individuil, sehingga untuk masingmasing aktiva tersebut diperlukan kredit sendiri-sendiri yang sesuai dengan cara dan lama perputarannya, maka dalam hal ini dapat dikemukakan pedoman pembelanjaan sebagai berikut ; 1) Untuk aktiva lancar hendaknya dibaiayai dengan kredit jangka pendek yang umumnya tidak lebih pendek daripada terikatnya dana dalam aktiva lancar. 2) Untuk aktiva tetap yang tidak berputar (misalnya tanah), pada prinsipnya dibiayai dengan modal sendiri, karena untuk jenis aktiva ini tidak diadakan depresiasi. 3) Untuk
aktiva
tetap
yang
berputar
secara
berangsur-angsur
(gedung,mesin) dapat dibiaya dengan kredit jangka panjang atau modal sendiri. Apabila menggunakan sistem pembelanjaan total, di mana keseluruhan dana yang ditanamkan dalam perusahaan sebagai satu kompleks. Maka dapat dikemukakan pedoman jika ditinjau dari sudut likuiditas, yaitu : 1) Kebutuhan dana yang permanen (modal konstan) pada prinsipnya harus dibiayai dengan modal sendiri atau kredit jangka panjang.
2) Kebutuhan dana yang berubah-ubah jumlahnya di atas inti konstan (moda variabel) pada prinsipnya dibiayai dengan kredit jangka pendek, yang jangka waktu atau umurnya tidak lebih pendek daripada sebelumnya. Dalam memenuhi kebutuhan dana, perusahaan harus mengadakan perimbangan antara berbagai faktor misalnya antara likuiditas dan rentabilitas, antara rentabilitas dan risiko dan sebagainya. Demikian pula dalam pemenuhan modal kerja, perusahaan harus mengadakan keseimbangan antara tujuan likuiditas dan tujuan rentabilitas. Apabila hanya mendasarkan pada pertimbangan likuiditas saja, maka semakin panjang umur kredit yang ditarik adalah makin baik, karena makin panjangnya kesempatan untuk memperoleh aliran kas masuk, yang ini berarti makin besarnya kemampuan untuk membayar kembali utangnya. Jika ditinjau dari sudut rentabilitas, pembiayaan modal kerja dengan kredit jangka panjang akan memperbesar biayanya, karena akan ada waktu-waktu atau periode di mana dana yang pinjam itu akan mengganggur, sedangkan perusahaan tetap harus membayar bunganya. Dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian maka dalam memenuhi kebutuhan modal kerja, harus mengadakan kombinasi yang optimal antara pemenuhan dengan kredit jangka panjang dan kredit jangka pendek, yang dalam lieratur pembelanjaan disebutkan sebagai masalah optimum modal. Masalah optimum modal adalah menyangkut masalah pemenuhan kebutuhan dana, mana yang lebih menguntungkan antara pemenuhan dengan kredit jangka panjang atau dengan kredit jangka pendek, atau suatu kombinasi berapa bagian dan yang dipenuhi dengan kredit jangka panjang.kombinasi dana yang digunakan adalah didasarkan pada kombinasi biayanya yang paling kecil. Untuk mengetahui besarnya modal optimum perlulah lebih dahulu menetapkan jangka waktu kri ti . Jangka waktu kritis adalah jangka waktu di mana biaya untuk kredit jangka panjang sama besarnya dengan kredit jang pendek. Dalam hubungan ini J.L.Meij mengemukakan rumus sebagai berikut : Jangka waktu kritis = 365
P − Pc Pk −Pc
x 1 hari
P1 = tingkat bunga dari kredit jangka panjang Pc = tingkat bunga kalu kita menyimpan uang di bank Pk = tingkat bunga dari kredit jangk pendek Dengan syarat = Pk > P1 > Pc Contoh : Suatu perusahaan merencanakan kebutuhan modal kerja sementara untuk satu tahun. A : 1 januari s/d 31 maret sebesar
Rp100.000,00
B : 1 april s/d 31 mei sebesar
Rp150.000,00
C : 1 juni s/d 31 agustus sebesar
Rp250.000,00
D : 1 september s/d 31 oktober sebesar
Rp200.000,00
E : 1november s/d 31 desember sebesar
Rp175.000,00
Kebutuhan modal tersebut dapat dipenuhi dengan kredit jangka panjang dengan tingkat bunga 10% setahun, atau dengan kredit jangka pendek dengan tingkat bunga 15% setahun. Apabila ada kelebihan modal yang sementara tidak digunakan dapat disimpan di bank dengan mendapat bunga 5% setahun. Tentukan berapa bagian yang dipenuhi dengan kredit jangka pendek ? Jawab : Jangka waktu kritis = 365
− −
x 1 hari = 182,5 hari = 183 hari
Berdasarkan perhitungan di atas, maka dapat dikatakan bahwa apabila kita membutuhkan kredit yang penggunaanya lebih lama dari 183 hari adalah lebih menguntungkan dengan pengambilan kredit jangka panjang, sebaliknya apabila penggunaanya lebih pendek atau kurang dari 183 hari, lebih menguntungkan dengan pengambilan kredit jangka pendek. Kebutuahan modal tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
A
B
C
D
E
(1/1 sd 31/3)
(1/4 sd 31/5)
(1/6 sd 31/8)
(1/9 sd 31/10)
(1/11sd31/12)
Keb.Modal
Rp100.000,00 Rp150.000,00 Rp250.000,00 Rp200.000,00
Rp175.000,00
Gol.Modal 1
Rp100.000,00 Rp100.000,00 Rp100.000,00 Rp100.000,00
Rp100.000,00
Gol.Modal
0
Rp50.000,00
Rp150.000,00
Rp100.000,00
Rp75.000,00
II
Rp50.000,00
Rp50.000,00
Rp50.000,00
Rp50.000,00
Gol.Modal
0
Rp100.000,00
R50.000,00
Rp25.000,00
III
Rp25.000,00
Rp25.000,00
Rp25.000,00
Gol.Modal
Rp75.000,00
Rp25.000,00
IV
Rp25.000,00
Rp25.000,00
Gol.Modal
Rp50.000,00
0
V
Rp50.000,00 0
Dari perhitungan tersebut di atas dapatlah dinyatakan sebagai berikut : Golongan modal I sebesar
Rp100.000,00 dibutuhkan dari (1/1 sd 31/12) =
365 hari
Golongan modal II sebesar Rp50.000,00 dibutuhkan dari (1/4 sd 31/12) =
275 hari
Golongan modal III sebesar Rp25.000,00 dibutuhkan dari (1/6 sd 31/12) =
214 hari
Golongan modal IV sebesar Rp25.000,00 dibutuhkan dari (1/9 sd 31/10) =
153 hari
Golongan modal V sebesar Rp50.000,00 dibutuhkan dari (1/11sd31/8) =
92 hari
Jangka waktu kritis
=
183 hari
Berdasarkan jangka waktu kritis tersebut dapatlah ditetapkan pemenuhan kebutuhan modal kerja sebagai berikut : Modal yang dibutuhkan lebih lama dari 183 hari akna dipenuhi dengan kredit jangka panjang, yaitu : Modal I
sebesar
Rp100.000,00
Modal II
sebesar
Rp 50.000,00
Modal III
sebesar
Rp 25.000,00
Jumlah kredit jangka panjang =
Rp175.000,00
Modal yang dibutuhkan kurang dari 183 hari akan dipenuhi dengan kredit jangka pendek, yaitu :
Modal IV
sebesar Rp25.000,00
Modal V
sebesar Rp50.000,00
Jumlah kredit jangka pendek
Rp75.000,00
Jumlah “modal optimum” adalah sebesar Rp175.000,00 yaitu bagian dari modal yang apabila dipenuhi dengan kredit jangka panjang biayanya lebih murah daripada dipenuhi dengan kredit jangka pendek. Hal ini dapat dibuktikan dengan cara perhitungan sebagai berikut : Apabila dipenuhi kredit jangka pendek , maka besarnya bunga yang harus dibayarkan dapat dihitung sebagao berikut : (bunga 15%) Modal I
=
Modal II
=
x 100.000
27 36 24
Modal III =
36
x
x
= Rp15.000,00
x 50.000
= Rp 5.650,00
x 25.000
= Rp 2.198,63
Jumlah bunga yang harus dibayar untuk modal I, II, III = Rp22.849,31 Apabila dipenuhi dengan kredit jangka panjang (bunga 10%) selama 1 tahun
=
Modal I
=
Modal II
= bunga 1 tahun (10% x 50.000) = Rp 5.000,00
x 100.000
=
Rp10.000,00
Disimpan di bank selama (bunga 5%) : 365 hari – 275 hari = 90 hari 9 36
x
x Rp50.000,00
= Rp
616,44 Rp 4.383,57
Modal III
= bunga 1 tahun (10% x 25.000) = Rp2.500,00
Disimpan di bank selama (bunga 15%) : 365 hari – 214 hari = 151 hari 36
x
5 100
x
Rp25.000,00 = Rp 517,12 Rp 1.982,88
Jumlah modal yang harus dibayar untuk modal I, II, III
Rp16.366,45
Dari perhitungan di atas, nampak jelas bahwa pemenuhan kebutuhan modal I, II, III dengan kredit jangka panjang lebih murah daripada pemenuhan
dengan kredit jangka pendek. Sebagaimananampak di atas, jumlah bunga kredit jangka panjang untuk pemenuhan kebutuhan modal I, II, III yang harus dibayar adalah sebesar Rp16.366,45 sedangkan jumlah bunga kredit jangka pendek sebesar Rp22.849,45.
C. Pemenuhan Kebutuhan Dana di Tinjau dari Sudut Solvabilitas dan Rentabilitas
Dalam rangka usaha untuk dapat menarik dana yang di butuhkan, perusahaan selain mendasarkan pada “keinginan” juga harus memperhatikan “kemungkinan”-nya untuk mendapatkan dana tersebut. Dengan kata lain dapatlah di katakan bahwa kita harus mengusahakan adanya persesuaian atau keseimbangan antara “keinginan” dan “kemungkinan”. Keinginan
ditinjau
dari
sudut
kepentingan
perusahaan
yang
membutuhkan dana. Dan “kemungkinan” setelah di hubungkan dengan kepentingan dari pihak pemberi modal. Masalah pembelanjaan itu tidak hanya merupakan masalah bagi perusahaan yang membutuhkan dana saja. Melainkan juga menyangkut kepentingan para pemberi modal. Sehingga dengan demikian para pemberi modal pun mempunyai kepentingan langsung terhadap masalah tersebut. Prof.Doc.Njoo Hong Hwie mengadakan pembagian golongan pemberi modal sebagai berikut : 1. Golongan Pesimis Tulen Golongan ini merupakan golongan yang pesimis pembawaannya. Dengan demikian golongan ini menghendaki adanya kepastian atau jaminan yang cukup besar untuk modal yang akan di berikan atau di tanamkan. Berhubung dengan itu golongan preditur ini hanya akan menanamkan modalnya pada usaha-usaha yang tidak banyak mengandung resiko. Meskipun keuntungannya tidak besar, yang merupakan dasar pertimbangan baginya adalah adanya “keamanan” dan modal yang di tanaminya. 2. Golongan Pesimis Biasa Golongan ini merupakan golongan orang-orang yang pada dasarnya adalah pesimis pembawaannya, tetapi karena tertarik oleh gelombang
konjungtur yang baik, maka golongan ini berani bertaruh mananamkan modalnya. Jadi mereka ini mengunakan kesempatan yang di pandangnya baik dan akan memberikan hasil padanya. 3. Golongan Optimis Tulen Golongan
ini
merupakan
golongan
orang-orang
yang
optimis
pembawaannya, dan golongan orang-orang ini berani menanggung resiko besar, asal mereka melihat adanya kemungkinan mendapatkan keuntungan yang besar. Dengan demikian mereka selalu bersedia mananamkan modalnya, meskipun mengandung resiko yang besar, asal ada kemungkinan mendapatkan keuntungan yang besar pula. 4. Golongan Optimis Biasa Golongan ini merupakan golongan yang kadang-kadang pesimis, dan golongan ini merupakan golongan optimis pembawaannya, tetapi karena kerugian, konjungtur yang buruk atau karena telah banyak menderita kerugian, sehingga mereka lebih hati-hati lagi dalam menanamkan modalnya. Mereka kehilangan kepercayaan pada diri sendiri dalam hal meraba-raba masa depan yang tidak pasti. Di antara empat golongan tersebut di atas yang paling banyak terdapat pada masyarakat adalah golongan 2 dan 4, yaitu pesimis biasa dan optimis biasa. Suatu perusahaan yang membutuhkan modal yang besar yang tidak dapat di penuhi hanya dari satu golongan pemberi modal saja. Haruslah menghubungi semua golongan kreditur tersebut. Apabila suatu perusahaan menerima modal dari bermacam-macam golongan pemberi modal tersebut. Maka haruslah diadakan pemisahan atau penggolongan penggolongan berdasarkan kepastian atau jaminan daripada modal. Dalam hubungan ini Prof.Doc.Njoo Hong Hwie mengemukakan semua pembelanjaan ditinjau dari sudut solvabilitas sebagai berikut: 1. Modal dari golongan “pesimis tulen” akan dapat di tarik hanya dengan memberikan “hak preferen” atas barang-barang tertentu dari perusahaan. Baik secara hipotik atau gadai. Kreditur dengan hak preferen ini di sebut golongan “kreditur preferen”.
Dengan demikian maka modal dari golongan ini hanya akan dapat di tarik dengan mengolongkan mereka sebagai “kreditur preferen”. 2. Golongan “pesimis biasa” atau golongan dari orang-orang yang kadangkadang optimis, adalah berdiri di antara kedua golongan yang ekstrim tersebut. Modal dari golongan ini dapat di tarik dengan menemptkan mereka sebagai kreditur, tetapi yang tidak di sertai denga n “hak preferen”. Dengan demikian maka golongan tersebut dapat di golongkan debagai kreditur konkuren. 3. Modal dari golongan “optimis tulen” dapat di tarik dengan cara supaya mereka turut mengambil bagian di dalam perusahaan (menjadi pemilik perusahaan) yang tidak mempunyai hak preferen. Golongan ini di sebut peserta biasa, yang penting baginya adalah keuntungan, sedangkan faktor resiko adalah hal sekunder. 4. Modal dan golongan “optimis biasa” dapat di tarik dengan cara supaya mereka turut mengambil bagian di dalam perusahaan, tetapi yang di sertai dengan hak preferen. Ditinjau dari sudut preferensi penagiahan piutang, maka golongan ini berada di bawah golongan pesimis biasa (kreditur konkuren) dan di atas golongan optimis tulen (peserta biasa).
Apabila golongan optimis biasa ini dapat ditarik sebagai peserta yang disertai dengan hak preferen
(piutang yang di dahulukan), maka golongan
peserta yang demikian itu disebut “peserta preferen”. Dengan demikian maka preferensinya secara yuridis urutannya adalah sebagai berikut: 1. Kreditur preferen (golongan pesimis tulen) 2. Kreditur konkuren (golongan pesimis biasa) 3. Peserta preferen (golongan optimis biasa) 4. Peserta biasa (golongan optimis tulen)
Ditinjau dari sudut perusahaan yang menerima modal, maka modal yang diperoleh dari golongan pesimis (pesimis tulen maupun pesimis biasa) yang dalam perusahaan tersebut berkedudukan sebagai kreditur, merupakan “modal asing”, sedangkan modal yang diperoleh dari golongan optimis(optimis tulen
maupun optimis biasa) yang dalam perusahaan tersebut berkedudukan sebagai peserta, merupakan ”modal sendiri”. Perimbangan antara besarnya Modal Asing dan Modal Sendiri akan mempunyai efek terhadap tingkat solvabilitas perusahaan yang bersangkutan. Setiap tambahan modal asing akan selalu menurunkan tingkat solvabilitasnya, dan setiap penambahan modal sendiri akan selalu menaikkan tingkat solvabilitasnya. Berhubung dengan itu maka apabila suatu perusahaan dalam memenuhi kebutuhan modalnya hanya mendasarkan pada pertimbangan solvabilitasnya saja, maka pemenuhan modalnya haruslah selalu dipenuhi dengan modal sendiri. Karena
makin
besarnya
modal
sendiri
berarti
makin
tinggi
tingkat
solvabilitasnya, dan makin tinggi tingkat solvabilitasnya berarti makin besar jaminan bagi kreditur. Apabila dalam uraian dimuka kita meninjau masalah pembelanjaan hanya dari sudut pandang solvabilitas saja, maka sekarang akan dihubungkan dengan pertimbangan rentabilitas. Sebeb setiap tambahan modal sendiri yang selalu dibenarkan menurut pertimbangan solvabilitas, belum tentu mempertinggi tingkat rentabilitas modal sendiri. Tambahan modal sendiri yang selalu mempunyai efek mempertinggi tingat solvabilitas pada suatu keadaan tertentu dapat menaikkan rentabilitas modal sendiri, tetapi dapat pula menurunkan tingkat rentabilitas tersebut. Bagaimana hubungan antara “Solvabilitas” dengan “Rentabilitas Modal Sendiri” dalam masalah penarikan modal? Dalam hubungan solvabilitas dengan rentabilitas modal sendiripun terdapat keadaan dimana suatu keadaan tertentu kepentingan solvabilitas adalah “sesuai” dengan kepentingan rentabilitas modal sendiri, dan pada keadaan lain kepentingan solvabilitas “bertentangan” dengan kepentingan rentabilitas modal sendiri. Hal ini adalah tergantung kepada 2 faktor, yaitu: 1. Earning power dari tambahan Modal tersebut, dan 2. Tingkat bunga dari Modal Asing Apabila Earning power dari tambahan modal lebih kecil daripada tingkat bunga, maka tambahan modal itu akan lebih menguntungkan apabila dipenuhi
dengan
Modal sendiri daripada dengan Modal Asing. Dalam hal ini
penambahan Modal Sendiri akan dibenarkan oleh pertimbangan solvabilitas (karena akan mempertinggi tingkat solvabilitas) dan juga akan dibenarkan menurut pertimbangan rentabilitas modal sendiri (karena rentabilitas Modal Sendiri dengan Modal Sendiri akan lebih besar daripada rentabilitas Modal Sendiri dengan tambahan Modal Asing). Sebagai contoh dari perusahaan RINA dimana laba usaha yang diharapkan akan diperoleh pada tahun 1986 sebesar Rp.500.000,00 dan bunga modal asing adalah 15% setahun. Potential Earning Power dari tambahan modal untuk tahun 1986 sebesar 121/2 %, sebagaimana cara perhitungannya telah dijelaskan dalam Bab 3.3. Tingkat bunga adalah 15% yang berarti lebih besar daripada earnig power, sehingga dalam hal ini lebih menguntungkan pemenuhan tambahan modal tersebut dengan modal sendiri. Hal ini dapat dijelaskan dengan cara sebagai berikut: Dengan Tambahan
Dengan Tambahan
Modal Asing (M.A)
Modal Sendiri (M.S)
Laba Usaha
Rp500.000,00
Rp500.000,00
Bunga 15%
420.000,00
120.000,00
Rp80.000,00
Rp380.000,00
40.000,00
190.000,00
Rp40.000,00
Rp190.000,00
Jumlah M.A
Rp2.800.000,00
Rp800.000,00
Jumlah M.S
Rp1.200.000,00
Rp3.200.000,00
3,33%
5,94%
Pajak penghasilan (50%)
Keuntungan neto sesudah pajak
Rentabilitas modal sendiri
Dari
perhitungan
diatas
nampaklah
bahwa
penambahan
modal
sendiriadalah lebih menguntungkan daripada penambahan dengan modal asing. Hal ini disebabkan karena rentabilitas modal sendiri engan tambahan modal asing (3.33%) lebih kecil dari rentabilitas modal sendiri dengan tambahan modal sendiri (5.94%).
Dengan demikian maka dalam keadaan semacam ini penambahan modal sendiri dibenarkan baik menurut pertimbangan solvabilitas, maupun menurut pertimbangan rentabilitas modal sendiri. Sebaliknya apabila tingkat bunga lebihkecil
dibandingkan
dengan
“potential
earning
power” -nya,
maka
penambahan modal dengan modal asing akan mempunyai efek yang lebih menguntungkan bagi rentabilitas modal sendiri. Dalam keadaan yang demikian penambahan modal asing dibenarkan oleh pertimbangan rentabilitas, tetapi tidak dibenarkan oleh pertimbangan solvabilitas. Dari uraian diatas nampak bahwa kalau dalam pemenuhan kebutuhan dana kita hanya mendasarkan pada tujuan rentabilitas saja maka ada tendensi bahwa setiap kebutuhan dana akan dipenuhi dengan modal asing selama tingkat bunganya atau biaya utangnya (cost of debt) lebih rendah daripada earning power dari penggunaan dana tersebut. Sebaliknya kalau kita hanya mendasarkan pada satu tujuan solvabilitas saja, akan ada tendensi bahwa setiap kebutuhan dana akan dipenuhi dengan modal sendiri. Dengan demikian kita harus berusaha untuk mengadakan keseimbangan yang optimal antara pemenuhan dengan modal endiri dan dengan modal asing. Pertimbangan yang optimal antara modal asing dan modal sendiri (optimum debt ratio) akan mencerminkan adanya “struktur modal optimum” (optimum capital structur). Struktur modal optimum adalah struktur modal yang dapat meminimumkan biaya modal rata-ratanya (average cost of capital), atau dengan kata lain dapat dikatakan struktur modal yang mempunyai biaya modal rata-rata yang terendah.
D. Pemenuhan Kebutuhan Dana Ditinjau Dari Pertimbangan Kekuasaan terhadap Perusahaan
Salah satu pertimbangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dana adalah keinginan dari pemilik modal sendiri (pemegang saham biasa) utuk dapat tetap menguasai perusahaannya atau mempertahankan “control” terhadap perusahaannya. Sebagaimana diketahui kreditur tidak mempunyai hak suara dalam pemilihan manajemen , demikian pula pemegang saham preferen. Dengan demikian kalau setiap kebutuhan dana dipenuhi dengan modal asing atau dalam preferen, pemegang saham lama tidak akan kehilangan atau berkurang
kekuasaannya terhadap perusahaannya, yang ini berarti tidak akan mengganggu perimbangan kekuasaannya. Tetapi apabila kebutuhan dana dipenuhi dengan pengeluaran atau emisi sahambiasa baru, hal ini akan berpengaruh terhadap pertimbangan kekuasaan pemegang saham lama terhadap perusahaan. Apabila pemegang saham lama tidak menambah pemiliknya terhadap saham baru yang dikeluarkan secara proporisonil, “control” mereka terhadap perusahaannya akan dapat berkurang atau hilang sama sekali, sehingga akan mengubah perimbangan kekuasaan terhadap perusahaan. Dengan demikian kalau pemegang saham lama ingin tetap mempertahankan “control”-nya terhadap perusahaannya, maka setiap kebutuhan dana akan dipenuhi dengan mengeluarkan obligasi, mencari kredit atau mengeluarkan saham preferen. Tetapi kalau setiap kebutuhan dipenuhi dengan modal asing, hal ini akan mengganggu solvabilitasnya dan pada suatu ketika para kreditur tidak mempunyai kepercayaan lagi terhadap perusahaan tersebut. Demikian pula pemenuhan kebutuhan dana dengan saham preferen ada batasnya. Ini berarti bahwa pada suatu ketika perusahaan harus mengeluarkan saham baru untuk memenuhi kebutuhannya. Betapa besarnya pengaruh saham biasa sebagai alat untuk menguasai perusahaan dapatlah diberikan contoh sebagai berikut: Ada 4 perusahaan berbentuk PT yaitu, A, B, C dan D yang sahamnya dijualbelikan dalam pasar modal. Setiap lembar saham mempunyai hak suara suatu (one share one vote). Masing-masing
perusahaan
mempunyai
kebijaksanaan
untuk
menanamkan sebagian dananya dalam saham suatu P.T. sebagai “permanent invesment”. Semua perusahaan itu merupakan P.T. terbuka kecuali “D” yang merupakan P.T. tertutupdan tidak menjual sahamnya dalam pasar modal. Misalkan mula-mula berdiri P.T. “A” dengan jumlah aktiva Rp1.000 juta yang dibiayai dengan obligasi Rp500 juta, dan modal saham Rp500 juta. Kemudian P.T. “B” membeli saham P.T. “A” sebesar Rp255 juta. Jumlah aktiva keseluruhannya misalkan Rp300 juta dan untuk membiayai keseluruhan aktivanya, P.T. “B” mengeluarkan obligasi sebesar Rp150 juta dan saha m biasa Rp150 juta.
Selanjutnya P.T. “C” menginvestasikn dananya pada saham P.T. “B” sebesar Rp76 juta. Aktiva lainnya sebesar Rp74 juta sehingga jumlah aktivanya Ro150 juta. Aktiva ini dibiayai dengan mengeluarkan obligasi Rp70 juta dan saham biasa Rp80 juta. Yang terakhir adalah P.T. “D” yang merupakan P.T. tertutup yang tidak menjual sahamnya di pasar modal. P.T. “D” ini menginvestasikan dananya pada saham P.T. “C” sebesar Rp41 juta, aktiva lainnya sebesar Rp29 juta, sehingga jumlah aktivanya Rp70 juta. Untuk membiayai aktivanya dikeluarkan obligasi Rp35 juta dan saham biasa sebesar Rp35 juta dikuasai oleh management P.T. “D” sendiri. Neraca dari masing-masing perusahaan tersebut akan nampak sebagai berikut: (dalam jutaan rupiah)
P.T. “A”
Aktiva
Rp 1.000
Obligasi Saham
Rp 1.000
Rp 500 500 Rp 1.000
P.T. “B”
Investasi P.T. “A” Aktiva lain
Rp 255 45 Rp 300
Obligasi Saham
Rp 150 150 Rp 300
P.T. “C”
Investasi P.T. “B” Aktiva lain
Rp 76 74
Obligasi Saham
Rp 150
Rp 70 80 Rp 150
P.T. “D”
Investasi P.T. “C” Aktiva lain
Rp 41 29
Obligasi Saham
Rp 70
Rp 35 35 Rp 70
Dalam rapat umum pemegang saham P.T. “A”, yang mempunyai “control” terhadap P.T. tersebut adalah wakil dari P.T. “B” karena mempunyai 51% dari keseluruhan hak suara. Seterusnya dalam rapat umum pemegang saham P.T. “B” yang berkuasa adalah wakil dari P.T. “C” karena menguasai lebih dari 51% dari keseluruhan hak suara. Dalam rapat umum pemegang saham P.T. “C” yang merupakan mayoritas adalah wakil dari P.T. “D” karena menguasai lebih dari 51% dari keseluruhan hak suara. Dengan demikian maka manajer P.T. “D” yang harus mempunyai modal sendiri sebesar Rp35 juta dapat menguasai P.T. “A” yang mempunyai kekayaan Rp1.000 juta dengan melalui penguasaan sahamnya secara tidak langsung. P.T. “D” dapat mengendalikan P.T. “C” dan “C” (praktis orang-orang D) dapat mengendalikan perusahaan “B”. Wakil dari “B” (yang dikendalikan oleh “C” dan “C” dikendalikan oleh “D”) dapat mengendalikan P.T. “A”. Dengan demikian secara teoritis P.T. “A” ini dikendalikan oleh P.T. “D” secara tidak langsung.
Dengan demikian maka pada akhirnya perlulah dalam pemenuhan kebutuhan dana, kita harus mengadakan keseimbangan antara berbagai faktor, yang terutama yaitu perimbangan antara tujuan likuiditas-rentabilitas, tujuan solva bilitas rentabilitas, tujuan ”control” dan solvabilitas, dan pertimbangan antara berbagai faktor-faktor lainnya.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Efek atau dalam istilah bahasa inggris disebut security adalah merupakan suatu surat berharga yang bernilai serta dapat dip erdagangkan. Perusahaan dapat menggunakan kelebihan dananya untuk membeli efek atau surat-surat berharga (securities). Pembelian efek dilakukan dengan tujuan untuk penjagaan likuiditas atau tujuan mendapatkan pendapatan dari dana yan ditanamkan dalam efek tersebut. Pemenuhan kebutuhan dana pada dasarnya dapat dibedakan antara cara pemenuhan kebutuhan dana secar sendiri-sendiri sesuai dengan kebutuhan masing-masing aktivayang akan dibiayai, dan cara pemenuhan kebutuhan dana secara keseluruhan dengan memandang semua kebutuhan sebagai satu kesatuan atau satu kelompok. Kemudian pemenuhan dana ditinjau dari sudut likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan perimbangan kekuasaan terhadap perusahaan.