Inisiasi 8 Keunggulan Biaya dan Difrensiasi : Analis Statis dan Dinamis Tiga macam strategi bersaing generik yang memiliki kecenderungan diterapkan pada level unit usaha strategis atau produk (dan jasa) yang dihasilkan perusahaan, yakni: (1) keunggulan biaya, (2) diferensiasi, dan (3) fokus. Ketiga strategi tersebut dikembangkan oleh Porter (1980, 1985) dan kemudian dikembangkan lebih jauh oleh D'Aveni (1994). Modul ini hanya memberikan penjelasan secara detail pada dua macam strategi yang disebut terlebih dahulu : keunggulan biaya dan diferensiasi. 1. Keunggulan Biaya dan Diferensiasi
Michael Porter menerbitkan buku Competitive Strategy pada tahun 1980 dan Competitive Advantage Advantag e pada tahun 1985. Berdasar kedua karya Porter tersebut dikenal apa yang disebut
dengan strategi bersaing generik (generic competitive strategy). Teori strategi bersaing generik tersebut menguraikan tentang strategi bersaing perusahaan berdasarkan kedalaman pasarnya (market scope), yakni luas (broad) atau lebih terfokusterbatas (focus) dan sekaligus sumber keunggulan bersaing yang dimiliki oleh perusahaan, yakni biaya (cost) atau diferensiasi (differentiation). Porter, 1990 : 37- 40) mengatakan bahwa "There are two types of competitive advantage: lower cost and differentiation." Sedangkan strategi Fokus hanya dilihat sebagai salah satu f irm's target within its industry". kategori " ... competitive scope , or the breath of the firm's
Kebanyakan implementasi strategi diferensiasi hampir selalu terkait dengan segmentasi pasar (Grant, 1995: 207). Diferensiasi bertanya soal bagaimana perusahaan bersaing, sedangkan segmentasi hanya bertanya soal di mana tempat. Sejak tahun 1980 itulah sumbangan Porter dalam strategi tidak lagi diragukan, bahkan dinyatakan sebagai"... unquestionably among the most substantial dan influential contributions that have been made to the study of strategic behavior in organizations (Campbell-Hunt, 2000: 127). A. Keuanggulan Biaya.
Dalam strategi keunggulan biaya, perusahaan berusaha menawarkan barang yang dijual dengan harga yang lebih rendah dibanding barang yang sejenis yang berada dalam satu
kelompok industri tertentu. The first strategy, ... is to achieve overall cost leadership in
an industry through a set of functional policies aimed at this basic objective (Porter, 1980: 35). In 35). In it, a firm sets out to become the lowest cost producers in its industry (Porter, 1985: 12). Untuk keperluan itu, perusahaan harus mampu menghasilkan barang dengan tingkat biaya yang amat rendah, paling rendah dibanding barang sejenis yang menjadi pesaing. Untuk menerapkan strategi keunggulan biaya, perusahaan dituntut menguasai pangsa pasar yang relatif besar dan memiliki keunggulan bersaing pada efisiensi biaya, yang terjadi misalnya sebagai akibat dari besarnya skala ekonomi, ragam produk yang dihasilkan, keunggulan proses produksi, dan penguasaan bahan mentah. Salah satu negara yang berhasil dengan strategi biaya ini adalah Jepang. Mereka bukan hanya mampu menciptakan barang murah, tetapi juga berkualitas. Hal ini bisa dilihat dalam industri otomotif. Jepang mampu menaklukan pasar Asia dan Amerika karena mobil Jepang harganya murah, bahan bakar lebih hemat dan kualitas baik, sementara mobil Amerika dan Eropa dari sisi kualitas memang baik tetapi tetapi harganya mahal dan dan boros bahan bakar. Belakangan ini, China berhasil dalam keunggulan biaya, sehingga hasil produksinya jauh lebih murah dibanding negara lain, meskipun masalah kualitas masih ada kelemahan, tetapi untuk pasar bawah, produk China bisa diterima karena mereka hanya mampu membeli pada harga tersebut meskipun mereka tau umur penggunaan produknya tak akan terlalu lama.
B. Diferensiasi
Dalam strategi ini, perusahaan berusaha memproduksi memproduksi dan memasarkan barang dengan karakteristik tertentu yang khas yang pada akhirnya mengakibatkan barang tersebut dianggap unik dan bahkan ekslusif oleh konsumen. "The second generic strategy is one of differentiating the product or service offering of the firm, creating something that is perceived industrywid industrywide e as being unique" (Porter, 1980: 37). Lebih jauh ia (Porter,
1985: 14) menyatakan bahwa ... "In differentiation strategy, a firm seeks to be unique units industry along some dimensions that are widely valued by buyers. "
Perusahaan berusaha memilih salah satu atau beberapa atribut barang (dan pelayanan) yang dianggap penting oleh konsumen, dan memposisikan barang seiring dengan atribut barang yang dianggap dianggap penting tersebut. Manajemen memiliki banyak pilihan pendekatan pendekatan (dan teknik) dalam menerapkan strategi diferensiasi, antara lain melalui: rasa, desain, citra dan prestis, reputasi, teknologi, pelayanan konsumen, jaringan distribusi, ketersediaan suku cadang, cadang, kualitas, dan keragaman jenis barang. Akan tetapi nampaknya nampaknya strategi diferensiasi hanya dapat menjadi keunggulan bersaing dalam waktu yang relatif panjang jika didasarkan didasarkan pada kualitas, teknologi, dan pelayanan konsumen. konsumen. Pendekatan yang lain hanya memiliki siklus kehidupan yang relatif pendek. Penerapan strategi diferensiasi juga mengandung risiko. Pertama, sekiranya pembeli tidak melihat keunikan yang signifikan pada barang tersebut, strategi diferensiasi amat dengan mudah dapat ditandingi oleh strategi harga murah. Kedua, strategi diferensiasi juga tak hendak menghasilkan keuntungan yang optimum jika imitasi terhadap barang tersebut dapat dengan mudah dan cepat dilakukan. Dengan demikian, diferensiasi hampir selalu menuntut keunikan keunikan yang berkelanjutan yang berjangka berjangka relatif panjang. Disamping itu, pilihan strategi diferensiasi juga mengandung risiko yang inheren terhadap kemungkinan kecilnya pangsa pasar yang dikuasai. Terakhir, strategi diferensiasi juga tak mudah diterapkan jika perbedaan antara harga premium yang ditawarkan dengan harga barang pesaing yang menggunakan strategi keunggulan biaya terendah terendah terlampau jauh. jauh. Pembeli bukan tak mungkin mungkin bersedia kehilangan kepuasan karena memutuskan tak membeli barang yang terdiferensiasi sebagai akibat kemungkinan penghematan yang bisa dilakukan karena membeli barang lain yang jauh lebih murah. Kesalahan ini lebih mudah terjadi karena perusahaan melakukan diferensiasi secara berlebihan. Selain itu penerapan strategi diferensiasi juga memiliki peluang keberhasilan yang lebih besar. Diferensiasi amat tepat diterapkan jika pasar menyediakan kemungkinan penerapan berbagai teknik diferensiasi. Pembeli memiliki kebutuhan keunikan barang dan oleh karenanya menyadari manfaat yang hendak diperoleh dari barang yang terdiferensiasi, sekalipun harus membeli dengan harga yang lebih mahal. Strategi
diferensiasi juga amat tepat diterapkan jika hanya tersedia kemungkinan yang kecil bagi pesaing untuk segera mengikuti. C. Terperangkap Di Tengah
Posisi terperangkap di tengah (stuck in the middle) dapat terjadi ketika perusahaan gagal menerapkan salah satu dari tiga kemungkinan strategi bersaing generik: keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus secara ajek. Perusahaan tidak mampu menjual barang dengan harga yang murah dengan mengandalkan besarnya pangsa pasar yang dikuasai dan penerapan strategi pemasaran massal. Perusahaan juga gagal menerapkan praktik harga premium karena tidak mampu menawarkan barang dengan tingkat diferensiasi (keunikan) yang memadai. Perusahaan juga tak berhasil mengarahkan bidikan sasaran pada segmen pasar yang tepat. Akibatnya perusahaan hanya mampu menjual barang tanpa terdiferensiasi dengan harga yang relatif tinggi dibanding dengan yang ditawarkan oleh pesaing. Pada umumnya kegagalan ini terjadi karena perusahaan tidak atau tidak mampu (bersedia) memilih salah satu pilihan pil ihan strategi secara tegas. Posisi terperangkap di tengah sering dilihat sebagai posisi yang amat tidak strategis. Perusahaan tidak mampu mengembangkan pangsa pasar yang dikuasai dan tidak mampu melakukan akumulasi modal yang diperlukan untuk memperbaiki posisi. 2. Analisis Dinamis A. Kritik Pendekatan Statis
Pendekatan statis beranggapan bahwa perusahaan setidaknya memiliki kemungkinan yang lebih dari cukup, untuk mempertahankan mempertahankan keunggulan bersaing yang dimiliki di miliki secara berkelanjutan (sustainable competitive advantage). menemukan
satu
keunggulan
tertentu,
Sekali perusahaan mampu
perusahaan
berusaha
dan
dapat
mempertahankan keunggulan tersebut untuk jangka waktu yang lama. Dalam merumuskan strategi bersaingnya, perusahaan tersebut hanya mendasarkan diri pada analisis lingkungan bisnis dan profil perusahaan pada satu moment (waktu) tertentu saja (one point in time).
B. Arena dan Eskalasi Persaingan
Pendekatan dinamis mengenal empat macam arena persaingan yang jika disederhanakan dengan sedikit berlebihan dapat berupa urutan tangga (eskalasi) persaingan. Empat macam arena (tangga utama) persaingan tersebut, menurut D'Aveni (1994: 25-6) adalah: 1. Harga dan kualitas, 2. Waktu dan pengetahuan pengetahuan/teknologi, /teknologi, 3. Penciptaan halangan memasuki pasar, dan 4. Ketangguhan keuangan perusahaan.
Secara sederhana, dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar Arena dan Eskalasi Persaingan
Arena persaingan harga dan kualitas (cost-quality advantage) terdiri dari tujuh anak tangga yang menggambarkan dinamika dan tahapan persaingan internal dalam satu arena. Ketujuh anak tangga tersebut adalah: perang harga, pencarian posisi harga dan kualitas, posisi jalur tengah, pengisian seluruh ceruk pasar, mengepung dengan pengisian ceruk tertentu, menuju keunggulan kualitas yang prima, dan pengulangan siklus perssaingan. per pengetahuan (timing and knowhow advantages) yang lebih mendasarkan diri pada kemampuan manajemen dalam mengeksploitasi keunikan kompetensi sumber daya manusia dan kekayaan tidak berwujud lainnya (intangible assets) terdiri dari enam anak tangga. Keenam anak tangga tersebut adalah: pemanfaatan keunggulan pemasar pertama, imitasi dan perbaikan (improvement), pembatasan imitasi, mengatasi pembatasan imitasi, transformasi keunggulan bersaing, dan integrasi vertikal ke hil ir. Arena bersaing melalui penciptaan halangan memasuki pasar (barriers to entry) yang ditujukan untuk membangun kekokohan penguasaan pasar (stronghold) terdiri dari delapan anak tangga. Kedelapan anak tangga tersebut adalah: pembangunan halangan memasuki pasar, penggarongan terhadap pembangun halangan memasuki pasar, retaliasi jangka pendek, penundaan retaliasi, penghancuran halangan memasuki pasar, retaliasi jangka panjang, retaliasi besar-besaran, dan ketidakseimbangan kekuatan antarpemain di pasar. Arena bersaing terakhir yang bertumpu pada kekuatan keuangan perusahaan (deep pocket advantage advantage)) terdiri dari lima anak tangga. Kelima anak tangga tersebut adalah:
penyingkiran pesaing keluar dari pasar, retaliasi pesaing kecil melalui mekanisme hukum dan politik, retaliasi perusahaan besar melalui penggagalan undang-undang anti trust, netralisasi perusahaan kecil, dan penggalangan kekuatan konsumen dan pemasok. C. Anak Tangga Persaingan Harga dan Kualitas.
Dalam arena persaingan harga dan kualitas barang, setidaknya dikenal ada 7 (tujuh) macam anak tangga, yakni: perang harga, perubahan posisi relatif, posisi di jalur tengah, pengisian seluruh ceruk pasar, mengepung pada posisi ekstrem dan mengisi sisa ceruk, keunggulan harga dan kualitas, dan pengulangan siklus persaingan (D'Aveni, 1994: 39-70).
1. Perang Harga
Anak tangga pertama dari model dinamis persaingan harga dan kualitas adalah perang harga. Jika satu perusahaan tertentu memutuskan menggunakan penurunan harga sebagai salah satu strategi bersaing pokoknya, maka hampir dapat dipastikan akan diikuti dengan strategi serupa yang dilancarkan oleh pesaing. Strategi perang harga baru berlaku jika perusahaan (dan konsumen) tidak memberikan perhatian pada kualitas barang.
Strategi Perang Harga 2. Perubahan Posisi Relatif
Untuk menghindari perang harga, perusahaan berusaha membedakan diri dengan cara melakukan perubahan posisi secara relatif terhadap harga dan kualitas barang yang dihasilkan.
Strategi Harga dan Kualitas
3. Berposisi di Jalur Tengah Cara yang paling sederhana untuk menyiasati perus peru sahaan yang berada pada posisi D atau L adalah membuat posisi perusahaan bergeser (bergerak) menuju (menempati) posisi di tengah, yakni titik M, Pilihan strategi ini telah amat lama dikenal dan oleh karena itu sering dikategorikan sebagai pilihan yang tradisional dan konservatif. Biasanya dipilih oleh perusahaan berskala menengah.
Posisi Jalur Tengah
Perlu diingat bahwa posisi di jalur tengah (M) tidak sama dengan posisi terperangkap di tengah (stuck in the middle) yang terletak pada titik SM.
4. Pengisian Semua Ceruk
Jika perusahaan berposisi D atau L merupakan perusahaan besar, biasanya akan segera memutuskan penerapan strategi baru mengisi seluruh ceruk pasar yang tersedia, sebagai serangan balik. Cukup banyak perusahaan mobil yang menerapkan strategi ini, misalnya General Motor dengan merek Chevy, Pontiac, Buick/Old, dan Cadillac yang masing-masing merek diarahkan untuk segmen (ceruk) pasar tertentu.
Pengisian Semua Ceruk 5. Mengepung Pada Posisi Ekstrim dan Sisa Ceruk
Perusahaan berskala kecil dan menengah masih memiliki kesempatan untuk melakukan rekayasa strategi tandingan baru. Perusahaan tersebut mencoba mengimbangi dengan menempatkan diri pada kedua posisi ekstrem, yakni menjual barang dengan kualitas amat rendah dengan harga amat murah (titik LE) atau sekaligus menjual barang dengan kualitas luar biasa tinggi dengan harga yang juga amat tinggi (titik HE).
Strategi Mengepung
6. Keunggulan Harga dan Kualitas
Perusahaan berusaha meningkatkan meningkatkan nilai yang ditawarkan kepada konsumen, dengan menurunkan harga, meningkatkan kualitas atau keduanya. Dalam terminologi ekonomi, situasi pasar yang demikian sering disebut dengan situasi yang sudah amat dekat dengan pasar persaingan sempuma. Hampir semua - kalau tak bisa disebut seluruh pemain berusaha menurunkan harga yang ditawarkan dan di saat yang sama meningkatkan kualitas barang yang dijual. Dalam keadaan demikian, tidak ada satu pun pemain yang merasa memiliki keunggulan bersaing yang menentukan.
Keunggulan Harga dan Kualitas
7. Pengulangan Siklus Persaingan
Ketika semua perusahaan telah menawarkan barang dengan kualitas prima dan dengan harga yang semurah-murahnya, perusahaan tidak lagi mampu mendapatkan laba ekonomis, sekedar laba akuntansi (laba normal). Bahkan mungkin juga tak mendapatkan laba akuntansi dan akhirnya meninggalkan pasar. Di saat yang bersamaan, intensitas persaingan sudah amat tajam. Perusahaan yang masih tersisa berusaha mempertahankan mempertahankan posisi yang dimiliki pada lahan bisnis yang semakin kecil. Dalam situasi yang sudah serba terbatas ini, perusahaan berusaha menghindar dengan memilih berbagai kemungkinan yang tersisa. Perusahaan berusaha tak sepenuhnya menjadi perusahaan yang menawarkan harga serendah-renda serendah-rendahnya hnya atau menawarkan keunikan (dan keunggulan) barang. Perusahaan juga dapat mencoba mengubah persepsi kualitas yang dimiliki oleh konsumen. Perusahaan juga dapat menawarkan jasa (tambahan) sebagai keunggulan bersaing baru. Di samping itu, perusahaan juga dapat memanfaatkan praktik pemasaran mikro. Akan tetapi semua pilihan yang masih tersisa tersebut akan berujung pada pengulangan model (dan anak tangga) persaingan harga dan kualitas. Oleh karena itu, pilihan keunggulan bersaing yang lebih memungkinkan sudah berada di luar jangkauan harga dan kualitas, yakni menuju pada tangga kedua: keunggulan waktu dan pengetahuan.