BAB I PENDAHULUAN
Studi epidemiologi terbanyak dilakukan untuk menyelidiki hubungan antara faktor dan penyakit, yang lebih disukai adalah eliminasi (atau kontrol) efek dari faktor faktor-fa -fakto ktorr lain. lain. Uji penggabu penggabunga ngan n banyak banyak dibent dibentuk uk sejala sejalan n dengan dengan statis statistik tik infe infere rens nsi. i. Namu Namun n gabu gabunga ngan n yang yang dite ditemu muka kan n pada pada beber beberapa apa stud studii tida tidak k dapat dapat langsu langsung ng dikata dikatakan kan sebaga sebagaii kumpul kumpulan an penyeba penyebab. b. Invest Investiga igator tor akan akan meyaki meyakinkan nkan pembaca, dengan beragam pembuktian dan gabungan yang ditemukan nyata dan dapat dapat menj menjadi adi suat suatu u gabun gabungan gan penye penyeba bab b denga dengan n memp memper erti timb mban angk gkan an krit kriter eria ia penyebab spesifik. Dengan Dengan menggun menggunaka akan n statis statistik tik infere inferensi nsi,, adanya adanya suatu suatu gabunga gabungan n adalah adalah refleksi dari suatu kondisi variasi faktor yang berhubungan un tuk (dapat menjelaskan) variasi kejadian penyakit, kemungkinan adanya peran lain. Hal ini biasa dikenal sebaga sebagaii asosia asosiasi si statis statistik tik.. Pada Pada era teknol teknologi ogi komput komputer er ini perhit perhitung ungan an peluan peluang g (kemun (kemungki gkinan, nan, probab probabili ilitas tas)) tidak tidak hanya hanya diform diformula ulasik sikan an tetapi tetapi juga juga disimu disimulas lasii (mengulang sampel dari populasi yang terkenal). Kesimp Kesimpula ulan n kausal kausal sangat sangat pentin penting g secara secara fundam fundament ental al untuk untuk memaju memajukan kan pengetahuan ilmiah. Pendirian Popper adalah dalam sifat akhirnya, setiap teori itu tentatif. Setiap teori dapat secara potensial dapat dijatuhkan oleh data yang tidak cocok cocok yang tidak tidak mungki mungkin n dijadi dijadikan kan pertan pertanyaa yaan. n. Maka Maka berbag berbagai ai sudut sudut pandang pandang,, pengetahuan ilmiah dan kemajuannya selalu melalui beragam percobaan untuk menyangkal teori-teori yang telah ada.
Dengan memperhatikan isu-isu dalam kesimpulan kausal dalam epidemiologi, walaupun, walaupun, akan sangat berguna untuk membuat pembedaan pembedaan antara kesimpulan kesimpulan yang ditu dituju juka kan n untuk untuk mendi mendiri rika kan n etio etiolo logi gi dan dan kesim kesimpul pulan an yang yang ditu dituju juka kan n untuk untuk mendap mendapatk atkan an keputus keputusan an tindak tindakan an atau atau keputus keputusan an tidak tidak ada tindak tindakan. an. Pendiri Pendirian an Popper Popper kurang kurang bisa bisa diapli diaplikas kasika ikan n dalam dalam kesimp kesimpula ulan n kausal kausal untuk untuk menduku mendukung ng pembuatan-keputusan, karena pentingnya tindakan sesuai dengan waktu. Walaupun keputusan individual dan kolektif seringkali didasarkan pada konsiderasi selain dari pengetahuan ilmiah, dan bahkan tanpa data kausal valid sekalipun, kesimpulan kausal sang sangat at funda fundame ment ntal al dala dalam m pembua pembuata tan-k n-kep eput utus usan an.. Lebi Lebih h jauh jauh lagi lagi,, peni penila laia ian n kausali kausalitas tas-ak -akhir hirnya nya oleh oleh kewenan kewenangan gan pemeri pemerinta ntah h dan publik publik yang lebih lebih besarbesarmeru merupak pakan an basis basis krit kritis is untu untuk k reso resolu lusi si dari dari isuisu-is isu u kont kontro rove vers rsia ial, l, misa misaln lnya, ya, pembatasan produk-produk seperti tembakau, saccharin, kopi, kontrasepsi oral, senjata genggam; kontrol polusi dan seterusnya. Semua Semua kerja kerja ilmia ilmiah h itu tidak tidak lengka lengkap-ap p-apakah akah itu itu eksper eksperime imental ntal ataupun ataupun observasio observasional. nal. Semua kerja ilmiah ilmiah itu berkemungkinan berkemungkinan untuk ditumbangkan ditumbangkan atau dimodifikasi oleh pengetahuan yang lebih maju. Yang mana tidak memberikan kita kebebasan untuk mengabaikan pengetahuan yag telah kita miliki, atau menangguhkan tindakan yang tampaknya dibutuhkan setiap waktu. Konsep dari kausal dan inferensi kausal telah diajarkan secara meluas pada pengalaman belajar mandiri. Model dari kausasi yang menjelaskan penyebab dalam sufficient cause dan komponennya komponennya mengilumina mengiluminasi si prinsip-pr prinsip-prinsi insip p penting penting seperti seperti dalam hal multikausal, hubungan kekuatan dari komponen penyebab pada prevalensi dari komponen penyebab pelengkap dan interaksi antara komponen penyebab.
Para filosof menyetujui bahwa proporsi kausal tidak dapat dibuktikan, dan menemu menemukan kan aturan aturan dari dari pembat pembatasa asan n pada semua semua filoso filosofi fi dari dari infere inferensi nsi kausal kausal.. Meskipun, aturan logika, kepercayaan dan penelitian dalam mengevaluasi proporsi kausal tidak tetap. Inferensi kausal dalam epidemiologi lebih baik dalam mengukur suatu efek daripada proses criteria untuk menentukan apakah terdapat efek atau tidak. Apa Apa yang yang dima dimaks ksud ud denga dengan n kaus kausas asi? i? Wa Wala laup upun un dian dianta tara ra mere mereka ka yang yang mempelajari kausasi sebagai objek kerja, konsepnya diajarkan secara meluas, dan dicobled bersama dari pengalaman terdahulu. Sebagai generasi muda, setiap orang berkembang dan menguji sebuah penemuan pen emuan dari penjelasan kausal yang telah ada dan memicu untuk lebih mengontrol kejadian tersebut. Sedangkan yang dimaksud dari epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari penyakit dan status kesehatan pada populasi manusia. Tujuan riset epidemiologi adalah: (1)
Mendeskrips Mendeskripsikan ikan keadaan keadaan penyakit penyakit dan status status kesehatan kesehatan pada populas populasii dengan cara cara meng menghi hitu tung ng frek frekuen uensi si peny penyaki akitt dan dan penye penyeba bara rann nnya ya pada pada berb berbag agai ai kelompok individu/populasi, tempat, dan waktu;
(2)
Menjel Menjelask askan an etiolo etiologi gi penyaki penyakitt dengan dengan cata cata mengid mengident entifi ifikas kasii faktor faktor-fa -fakto ktor r “penyebab” penyakit;
(3)
Meramalkan kejadian penyakit dan status kesehatan pada populasi; dan
(4)
Mengend Mengendali alikan kan distri distribus busii penyaki penyakitt pada populasi populasi dengan dengan cara cara menceg mencegah ah kejadian baru, memberantas kasus yang ada, memperpanjang hidup penderita penyakit, dan meningkatkan status kesehatan penderita penyakit. Baga Bagaim iman anaa
tuju tujuan an-t -tuj ujua uan n
rise risett
ters terseb ebut ut
dapa dapatt
dica dicapa pai? i?
Baga Bagaim iman anaa
epistemologi (filosofi pengetahuan) yang mendasari riset epidemiologi modern? Apa prosedur dan metode yang digunakan dalam riset epidemiologi? Bagaimana metode inferensi kausal dalam riset etiologi? Bagaimana konsep kausalitas? Kita akan segera mengupas pokok-pokok bahasan tersebut.
BAB II INFERENSI KAUSAL DALAM EPIDEMIOLOGI II.1 II.1..
FILO FILOSO SOFI FI DAN DAN INF INFER EREN ENSI SI ILM ILMIA IAH H
Filosofi adalah penyelidikan bebas dari keterbatasan pengetahuan manusia sert sertaa kate katego gori risa sasi si umum umum penga pengala lama man n dan real realit itas as.. Filo Filoso sofi fi sepa sepanj njan ang g seja sejara rah h mencakup dua hal pokok yang berkaitan: keyakinan agama dan moral di satu pihak, dan penyelidikan pengetahuan positif di lain pihak. Cabang filsafat yang berurusan dengan teori, hakikat, dan lingkup pengetahuan disebut epistemologi. Abad Abad ketuju ketujuh h belas belas merupak merupakan an era konflik konflik religi religi.. Teolog Teologii Kriste Kristen n harus harus mempertahankan diri dari pembantahan dan penyanggahan dalam segala bentuknya. Doktrin di Eropa Barat mengalami disintegrasi. Pada saat yang sama penyelidikan pengetahuan positif memasuki tahapan baru dan semangat baru. b aru. Bidang-bidang baru ilmu pengetahuan dibuka oleh Galileo, Copernicus, Kepler, dan masih banyak lagi. Secara bertahap menjadi jelas, proses di alam harus diterangkan dengan hukumhukum alam yang diekspresikan secara kuantitatif. Kunci pemahaman alam diperoleh melalu melaluii penerap penerapan an matema matematik tikaa dan metode metode penguku pengukuran ran yang yang telit teliti. i. Konsep Konsep alam alam Aristotel Aristoteles es tentang tentang system system dan hirarki hirarki benda-benda benda-benda alam berdasarkan berdasarkan pembedaan pembedaan kualit kualitati atiff mulai mulai dipanda dipandang ng tidak tidak memada memadaii lagi. lagi. Galile Galileo o dikutu dikutuk k gereja gereja karena karena menyangkal teori ortodoks Aristoteles tentang gerak benda. Keyakinan kosmologik Kristen abad pertengahan makin digoyang dengan temuan Copernicus dan Kepler mengen mengenai ai system system tata tata surya, surya, yang yang menent menentang ang keyakin keyakinan an pada pada zaman zaman itu bahwa bahwa manusia di bumi adalah pusat alam dan d an moral. Epidemiologi sebagai sebuah disiplin ilmu terapan sangat dipengaruhi oleh
dua aliran filosofi: rasionalisme dan empirisme. Aliran rasionalisme menggunakan logika logika dedukti deduktif, f, yaitu yaitu bahwa bahwa perkem perkemban bangan gan ilmu ilmu penget pengetahua ahuan n dimula dimulaii dengan dengan aksi aksiom omaa
yang yang ber bersifa sifatt
dike dikemb mban angk gkan an menj menjad adii
umum umum dan dan
kit kita
angg anggap ap sebag ebagai ai bena benar, r, kem kemudi udian
kesi kesimp mpul ulanan-ke kesi simp mpul ulan an yang yang lebi lebih h
spes spesif ifik ik,,
dise disert rtai ai
argumentasi yang kuat bahwa tiap-tiap langkah logik itu tidak bertentangan dengan aksioma yang sudah dianggap benar. Faham rasionalisme yang telah dirintis oleh Plato (427-347 SM) di jaman Yunani Kuno dan mencapai puncaknya pada abad ketujuh belas yang disebut Era Penalaran (The (The Age Reason), Reason), dengan filsuf antara lain Descartez, Galileo, Hobbes, Spinoz Spinozaa dan Liebni Liebnizz (Hamps (Hampshir hire, e, 1962). 1962). Rene Rene Descar Descartez tez (1596(1596-1650 1650)) diangga dianggap p sebagai filsuf rasionalis modern pertama yang berhasil membebaskan diri dari cara berfikir Yunani Kuno, Romawi dan Abad Pertengahan. Descartez adalah filsuf sekaligus matematisi, dan lebih suka menyendiri agar dapat berfikir jernih ketimbang melibatkan diri kepada urusan-urusan politik dan kemasyarakatan. Sebagai seorang Katolik yang loyal, ia tidak melihat perlunya mempertentangkan agama dan ilmu pengetahuan modern. Salah seorang sahabatnya adalah matematisi besar di jamannya, yait yaitu u Ferma Fermat. t. Desc Descar arte tezz memb member erik ikan an cont contoh oh mate matema mati tika ka sebag sebagai ai para paradi digm gmaa pengetahuan yang dibangun dengan jelas dan pasti (“clari (“clarity ty and distinctn distinctness ess”). ”). Menuru Menurutt Descar Descartes tes,, pengeta pengetahuan huan berkem berkembang bang langka langkah h demi demi langkah langkah dari dari sebuah sebuah konkl konklus usii tak tak terb terbant antah ahkan kan ke konkl konklus usii lain lainny nya. a. Suat Suatu u rumu rumuss baru baru mate matema mati tik k dikata dikatakan kan sahih, sahih, sebab sebab tidak tidak berten bertentan tangan gan dengan dengan aksiom aksiomaa yang yang telah telah dikata dikatakan kan benar. Sampai Sampai kini kini rasion rasionali alisme sme masih masih diguna digunakan kan dalam dalam epidem epidemiol iologi ogi,, untuk untuk
mengembangkan teori-teori tentang penyakit. Fenomena dipelajari melalui abstraksiabstraksi, abstraksi, menggunakan model matematik. matematik. Eksistensi Eksistensi epidemiologi epidemiologi teoritik teoritik yang meng menggu guna naka kan n
logi logika ka dedu dedukt ktif if itu itu
diak diakui ui seba sebaga gaii
sebu sebuah ah subd subdis isip ipli lin n
ilmu ilmu
epidemiologi (Kleinbaum et al., 1982). Karl Karl Popper Popper (1902(1902- ), filsu filsuff abad ke duapul duapuluh uh berali beraliran ran rasion rasionali aliss kritis kritis,, bahkan “melestarikan” elemen-elemen rasionalisme dalam konsep pemikirannya yang disebut hipotetiko-deduktif. Dalam bukunya The Logic of Scientific Scientific Discovery (1968), Popper menegaskan syarat-syarat pertumbuhan pengetahuan dimulai dengan merumuskan hipotesis melalui pemikiran deduktif dan imajinasi kreatif, lalu hipotesis itu itu diuj diujii denga dengan n kera kerass dan disa disang nggah gah;; penya penyang nggah gahan an itu itu dipe diperg rgun unaka akan n untu untuk k merumuskan hipotesis baru dan teori baru. Jadi pengamatan empirik ditujukan untuk membuktikan kesalahan (refutation (refutation,, falsification) falsification) teori dan gagasan, bukannya untuk memb memben enar arka kan n teor teorii dan dan gaga gagasa san n ( justification, justification, corroboration, corroboration, confirmation). confirmation). Fals Falsif ifik ikas asii
teor teorii
sela selanj njut utny nyaa
digu digunak nakan an
untuk untuk
meru merumu musk skan an
hipot hipotes esis is
baru baru,,
menyempurnak menyempurnakan an pengetahuan, pengetahuan, dan pengujian pengujian hipotesis hipotesis baru. Demikian Demikian seterusnya. seterusnya. Jadi, menurutPopper, tujuan pengulangan riset (replikasi) adalah untuk menambah bukti-bukti kesalahan hipotesis, dan bukanyya untk memperkuat bukti-bukti kebenar kebenaran an hipote hipotesis sis.. Hanya Hanya dengan dengan demiki demikian an peneli peneliti ti dapat dapat menyem menyempur purnaka nakan n hipote hipotesis sis dan membua membuatt general generalisa isasi si dari dari temuantemuan-tem temuan uannya nya untuk untuk membang membangun un pengetahuan baru (Buck, 1975). Pengeta Pengetahua huan n yang yang dikemb dikembang angkan kan hanya hanya berdas berdasark arkan an akal, akal, persep persepsi si dan argume argumenta ntasi si abstra abstrak k manusi manusiaa terhad terhadap ap fenome fenomena na alam alam menimb menimbulk ulkan an skepti skeptisme sme diantara para filsuf modern. Maka lahirlah doktrin empirisme yang dirintis olehh
Francis Bacon, John Lock, David Hume, John Stuart Mill, dan Immanuel Kant. Menurut doktrin empirisme, ilmu pengetahuan tidak akan memiliki kaitan dengan duni duniaa real realit itas as jika jika hany hanyaa dike dikemb mban angk gkan an berd berdas asar arka kan n pena penala lara ran n akal akal.. Ilmu Ilmu pengetahuan harus memiliki hubungan dengan dunia nyata melalui inferensi induktif temuan temuan-te -temua muan n empiri empirik. k. Ciri-c Ciri-cir irii aliran aliran empiri empirisme sme adalah adalah penggun penggunaan aan logika logika induktif. Suatu inferensi disebut induktif bila bertolak dari pengamatan-pengamatan partikular/tunggal, untuk dapat dibuat suatu kesimpulan yang bersifat universal. Karya Francis Bacon berjudul ““ Novum Novum Organum” Organum” (1620) dan “ Advancement of Learni Learning ng ” (1605) (1605) telah telah menjad menjadika ikan n filsu filsuff Inggri Inggriss itu simbo simboll metode metode logika logika induktif. Filsuf yang menggemari persepsi warna dan benda konkrit itu tidak melihat rele releva vans nsii
argu argume ment ntas asii
abst abstra rak k
untu untuk k
mema memaha hami mi
alam alam..
Untu Untuk k
memb memben entu tuk k
pengetahuan, ia tidak menggunakan logika yang dipakai Descartez, Spinoza dan Lieb Liebni niz, z, teta tetapi pi meng menggu guna naka kan n
meto metode de yang yang dise disebu butt
empi empiri rism smee
murn murnii
dan dan
eksperimentasi. Bacon tidak menggunakan penalaran priori untuk mencari kebenaran pasti. Pengetahuan dibentuk melalui pengamatan-pengamatan benda dan peristiwa khusus, lalu bergerak menuju generalisasi yang makin luas. Pernyataan-pernyataan umum tidak seperti matematika, dapat dibuktikan salah melalui eksperimen. Dengan demikian generalisasi yang dibuat masih bersifat mungkin. Astronomi adalah contoh ilmu pengetahuan yang berkembang menurut aliran empirisme. Dalam astronomi, pengamatan terhadap perubahan posisi benda langit digunakan untuk memprediksi jarak benda langit itu terhadap bumi. Kecintaannya kepada alam menyebabkan Bacon lebih dipandang sebagai naturalis ketimbang filsuf. John John Lock Lock memp mempubl ublik ikas asik ikan an karyan karyanya ya berj berjud udul ul “ Essay”. Essay”. Ia memb membaw awaa
empirisme yang telah dikembangkan Bacon, menyeberang selat Channel ke Eropa Daratan, sehingga aliran itu menjadi doktrin penting di abad kedelapanbelas di benua itu. Hume dan Kant berhasil mempengaruhi sebagian besar filsuf Inggris dan Amerika Amerika Serikat Serikat bahwa metafisika metafisika deduktif deduktif bersifat bersifat kosong. Menurut Menurut mereka, mereka, tidak ada satu kesimpulan kesimpulanpun pun tentang tentang sifat sifat benda dapat dituntaskan dituntaskan hanya berdasarkan berdasarkan argume argumenta ntasi si a priori priori.. Namun Namun demiki demikian, an, Hume Hume melont melontark arkan an autokr autokrit itik ik tentan tentang g empirisme empirisme.. Ia mengingatkan mengingatkan,, bahwa logika dalam membuat kesimpulan kesimpulan induktif tidaklah sekuat logika dalam membuat kesimpulan deduktif. Proses logika induktif sendiri, lanjut Hume, tidak akan pernah mampu memapankan hubungan antara sebab akibat. Pengalaman dan hasil pengamatan empirik tunggal saja tidak cukup untuk membuat kesimpulan fundamental dan universal tentang hubungan kausal, meskipun pengamatan tungal itu diulangi berkali-kali dengan hasil yang konsisten. Sebagai contoh, contoh, perist peristiwa iwa A diikut diikutii perist peristiwa iwa B pada suatu suatu kesemp kesempata atan. n. Dari Dari kenyat kenyataan aan tersebut tidak dapat ditarik kesimpulan logik bahwa peristiwa A akan diikuti oleh peristiwa B lagi pada kesempatan lain. Kesimpulan serupa tak bisa ditarik dari dua pengamatan semacam itu – tidak pula dari dua puluh pengamatan atau bahkan dua ribu ribu pengam pengamata atan n serupa serupa (Tarya (Taryadi, di, 1991). 1991). Kekura Kekurangan ngan logika logika indukt induktif if ini dikenal dikenal sebagai “problem Hume”. Dari situ Hume menyimpulkan, konstitusi psikologik kita sedemikian rupa sehingga tidak bisa tidak kita berfikir menurut prinsip induksi, tetapi memang tidak mungkin membuktikan validitas prosedur induktif. Keabsahan fondasi semu semuaa ilmu ilmu yang yang tida tidak k dapa dapatt ditu ditunj njuk ukka kan n deng dengan an pros prosed edur ur indu indukt ktif if tela telah h menyebabkan filsuf empirik menjadi skeptik, irasional, atau bahkan mistik.
Popper Popper mengak mengakui ui kekuat kekuatan an skepti skeptisis sisme me Hume. Hume. Para Para verif verifika ikasio sionis nis atau atau indukt induktivi iviss memang memang akan akan bersus bersusah ah payah payah dalam dalam kesiakesia-sia siaan an untuk untuk menemu menemukan kan argume argumen n positi positiff yang yang sah untuk untuk menduku mendukung ng keyaki keyakinan nan mereka. mereka. Dengan Dengan teori teorinya nya yang disebut metode pengujian deduktif (deductive (deductive method of testing ), ), atau oleh Rothman (1986) disebut metode hipotetiko-deduktif, Popper mengajukan beberapa solusi solusi atas problem Hume. Pertama, yang penting penting bukan mengejar kepercayaan kepercayaan atau keyakinan keyakinan teori melalui induksi empirik, empirik, melainkan melainkan pilihan pilihan (preferensi (preferensi)) yang kritis, kritis, dan problem kita adalah bagaimana menemukan teori yang lebih baik dan yang lebih berani
daripada
sebelumnya.
Kedua,
mengawinkan
elemen-elemen
penting
rasion rasionali alisme sme dan empiri empirisme sme,, Ia menegas menegaskan kan pentin pentingnya gnya logika logika dedukti deduktiff untuk untuk merumuskan hipotesis sebaik-baiknya, sekaligus menempatkan riset empirik sebagai penambah bukti-bukti kesalahan hipotesis yang berbeda dengan sebelumnya, bukanya untuk mengulang-ulangi pembenaran hipotesis. Popper menegaskan pentingnya penyempurnaan (refinement ) teori teori dan hipote hipotesis sis,, melalu melaluii mekani mekanisme sme penyingkiran kesalahan (error elimination). elimination). Ketiga, hipotesis itu sendiri tidak harus memili memiliki ki substa substansi nsi empiri empirik k untuk untuk dapat dapat dikata dikatakan kan sahih. sahih. Keterg Ketergant antung ungan an para para induktivis induktiviskepada kepada logika logika induktif-m induktif-menurut enurut Popper-diseb Popper-disebabkan abkan pencampuradu pencampuradukan kan antara antara psikol psikologi ogi pengeta pengetahua huan n dan logika logika pengeta pengetahua huan. n. Psikol Psikologi ogi penget pengetahua ahuan n berurusan dengan fakta empirik, sedang logika pengetahuan hanya memperhatikan hubunga hubungan-h n-hubun ubungan gan yang yang logik. logik. Popper Popper ingin ingin memera memerangi ngi psikol psikologi ogisme sme dalam dalam epistemologi, yang mengintroduksi problem Hume itu. Maka, pernyataan hipotetik tanpa substansi empirik, dan oleh karena itu tidak bisa dianggap tidak valid, dan tidak harus diuji secara empirik (Rothman, 1986; Taryadi, 1991).
Fils Filsaf afat at Popp Popper er menya menyada dark rkan an kita kita tent tentang ang pent pentin ingn gnya ya peru perumu musa san n dan dan penyempurnaan hipotesis dalam riset empirik. Tidak jarang peneliti terjebak dalam problem-problem berikut: (1) (1)
Repl Replik ikas asii
penel penelit itia ian n
yang yang berle berlebi biha han n
(redudancy) redudancy)
tanp tanpaa
memb member erik ikan an
penjelasan baru tentang kesalahan hipotesis; (2)
Pengandalan berlabihan kepada teknologi komputer yang “canggih”, sehingga yang diperoleh adalah rumusan hipotesis hipotesis yang “kering” dan tentu saja bukan yang terbaik;
(3)
Hipotesis Hipotesis yang terlal terlalu u luas atau terlalu terlalu sempit sempit sehingga sehingga sulit diuji diuji dengan metode epidemiologi;
(4)
Peneliti yang cepat puas dan tidak berusaha berusaha mengumpulkan mengumpulkan data empirik baru tatkala temuannya membenarkan hipotesis.
II.2.
METODE ILMIAH
Baik Baik alir aliran an rasi rasion onal alis isme me maup maupun un empi empiri rism smee
digu diguna naka kan n
dala dalam m
rise risett
epidemiologi modern. Teori epidemiologi yang dibangun melalui abstraksi model mate matema mati tik k mema memang ng penti penting ng untu untuk k memp mempel elaj ajar arii feno fenome mena na,, namun namun elim elimin inas asii kesala kesalahan han untuk untuk menyem menyempur purnaka nakan n penget pengetahua ahuan n tentan tentang g kejadi kejadian an dan etiolo etiologi gi penyakit
tidak
mungkin
dilakukan
tanpa
adanya
hubungan
(link )
yang
membandingkan produk model deduksi dengan pengamatan-pengamatan. Lantas bagaimana filosofi itu diterjemahkan dalam metode ilmiah? Kerangka konsep metode ilmiah perlu dibuat. Sebab hanya dengan kerangka konsep yang jelas, maka epidemiologi dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dan melakukan
evalua evaluasi si tentan tentang g hasil hasil riset riset satu satu dengan dengan lainny lainnya. a. Kleinb Kleinbaum aum et al. (1982) (1982) telah telah membuat konsep metode ilmiah yang cocok digunakan untuk riset epidemiologi. Perhatikan Gambar 1. tentang konsep metode ilmiah untuk studi epidemiologi. Untuk menjaw menjawab ab pertan pertanyaa yaan n peneli penelitia tian, n, pertam pertama-t a-tama ama peneli peneliti ti merumu merumuska skan n hipote hipotesis sis konseptual. Hipotesis konseptual dirumuskan melalui dua jalan: (1)
Deduks Deduksii teori, teori, penget pengetahua ahuan, n, aksiom aksioma; a; atau atau
(2)
Rekons Rekonsept eptual ualisa isasi si dan penyem penyempur purnaa naan n hipotesi hipotesiss sebelum sebelumnya. nya. Agar dapat diuji (testable (testable)) melalui riset empirik, maka hipotesis konseptual
perlu perlu dioperasionalisasikan menjadi hipotesis operasional. Berbeda dengan hipote hipotesis sis konsept konseptual ual yang yang masih masih bersif bersifat at abstra abstrak, k, pernyat pernyataan aan dalam dalam hipote hipotesis sis oper operas asio iona nall haru haruss konkr konkrit it,, teru terukur kur,, dan terk terkai aitt denga dengan n ranc rancang angan an penel penelit itia ian. n. Rancang Rancangan an penelit penelitian ian adalah adalah perenca perencanaa naan n spesif spesifik ik tentan tentang g metode metode empir empirik ik yang digunakan digunakan untuk menerjemahkan menerjemahkan hipotesis hipotesis konseptual menjadi hipotesis yang dapat diuji diuji.. Contoh: Contoh: jika jika hipote hipotesis sis konsept konseptual ual menyat menyataka akan: n: “Kontr “Kontrase asepsi psi oral oral (OC) (OC) meningkatkan risiko terkena infark otot jantung (MI)”, maka salah satu hipotesis operasionalnya mungkin sebagai berikut: “Wanita berumur 15-49 tahun, yang tinggal di propin propinsi si A, yang dengan kuisio kuisioner ner tahun tahun 1995 1995 diketa diketahui hui memaka memakaii OC, akan memili memiliki ki kemungk kemungkina inan n lebih lebih besar besar untuk untuk mengal mengalami ami MI dalam dalam waktu waktu 10 tahun tahun berikutnya daripada wanita yang tidak memakai OC”. Peran rancangan studi sangat krusial dalam riset epidemiologi. Rancangan studi studi harus harus mampu mampu menghi menghilan langkan gkan kesenj kesenjanga angan n antara antara hipote hipotesis sis konsept konseptual ual dan hipotesis operasional. Oleh karena itu karakter dan kelemahan setiap rancangan studi perlu diketahui dengan baik. Sebab hanya dengan demikian bisa dicegah distorsi
antara antara apa yang diinte diinterpr rpreta etasik sikan an dalam dalam hipote hipotesis sis operasi operasiona onal. l. Pada umumny umumnya, a, dist distor orsi si akiba akibatt ranc rancan angan gan stud studii yang yang dire direnc ncan anak akan an denga dengan n buruk buruk tida tidak k dapa dapatt diperbaiki dengan analisis statistik. Setel Setelah ah meto metode de rise risett dite ditent ntuk ukan an denga dengan n jela jelas, s, taha tahap p beri beriku kutn tnya ya adala adalah h mengumpulkan data, sesuai dengan protokol. Data mentah diolah dalam format yang siap siap digunak digunakan, an, dirang dirangkum kum selayak selayaknya nya,, dan dianal dianalisi isiss dengan dengan cara cara penguji pengujian an hipotesis operasional. Dengan manggunakan hasil riset dan kriteria inferensi kausal, kita membuat inferensi kausal untuk menyanggah dan menyempurnakan hipotesis dan teori teori yang yang berlak berlaku u sebelu sebelumny mnya, a, atau atau merumu merumuska skan n hipote hipotesis sis baru. baru. Jadi Jadi riset riset empirik menghasilkan hipotesis baru, dan hipotesis baru diuji kebenarannya melalui riset riset empiri empirik k beriku berikutny tnya. a. Demiki Demikian an seteru seterusny snyaa siklus siklus metode metode ilmiah ilmiah dalam dalam riset riset epidemiologi.
Teori/Pengetahuan/Aksioma
Eliminasi kesalahan teori/ penyempurnaan hipotesis hipotesis
Deduksi teori/aksioma/ teori/aksioma/ penyempurnaan hipotesis hipotesis
Kesimpulan dan interpretasi
Hipotesis konseptual
Penarikan inferensi
Rancangan studi
Temuan-temuan empirik
Hipotesis operasional
Pengumpulan data: Observasi sistematik, eksperimentasi
Analisis data
Data/hasil observasi
Gambar 1. siklus konsep metode ilmiah untuk studi epidemiologi (hibridisasi metode ilmiah Kleinbaum et al., 1982, dan pemikiran Popper dalam bukunya The Logic of Scientific Discovery, Discovery, 1968).
II.3 II.3..
METO METODE DE DAN DAN PROSE ROSED DUR
Riset epidemiologi adalah riset empirik kuantitatif. Oleh karena itu dilakukan tiga jenis kegiatan kuantifikasi, yaitu: (1) (1)
Pengu Pengukur kuran an vari variab abel el (aca (acak) k);;
(2) (2)
Esti Estima masi si para parame mete terr popul populas asi; i;
(3)
Uji statis statistik tik terh terhada adap p sebuah sebuah atau atau lebi lebih h hipote hipotesis sis dan dan
(4)
Membua Membuatt perb perbandi andingan ngan antar antar kelo kelompo mpok/p k/popul opulasi asi..
PENGUKURAN. Pengukuran adalah pemberian nilai ataukategori variabel kepada
suatu unit observasi (yakni, subyek penelitian). Variabel itu tentunya adalah variabel yang menjad menjadii perhat perhatian ian peneli penelitia tian. n. Variab Variabel el dalam dalam riset riset epidem epidemiol iologi ogi lazimn lazimnya ya diukur dalam skala yang “sederhana:, yakni dikotomi (misalnya, sakit dan tidak sakit; terpapar dan tak terpapar). Tujuan profil simplisitas itu adalah agar temuan-temuan penelitian bisa diukur, dianalisis, dan diterjemahkan dalam implikasi praktis dengan mudah dan jelas, serta untuk menghindari misinterpretasi. Oleh karena itulah data pengamatan.pengukuran lazimnya disajikan dalam tabel “standar” 2 x 2. meskipun demikian, variabel dalam riset epidemiologi bisa juga diukur dalam skala kontinu (misalnya, umur) Tergan Tergantun tung g tujuan tujuan dan desain desain penelit penelitian ian,, variab variabel el indepe independen nden dalam dalam riset riset epidemiologi epidemiologi merupakan paparan, paparan, perlakuan, perlakuan, atau intervensi intervensi.. Tergantung Tergantung konteks konteks bahasan, variabel independen secara silih berganti disebut juga faktor penelitian, “penyebab”, prediktor, variabel bebas, dan variabel pengaruh. Faktor penelitian dapat berasal dari orang (psikologik, perilaku, biologik, atau genetik), ge netik), atau dari lingkungan (fisik, kimia, atau sosial). Sedang variabel dependen yang menjadi perhatian dalam riset epidemiologi adalah penyakit atau status kesehatan. Variabel dependen secara silih berganti disebut juga akibat, variabel hasil, variabel kesudahan, variabel respons, variabel tak bebas, variabel terikat, variabel terpengaruh, atau resultante.
Estimasi si parame parameter ter populas populasii adalah adalah menaks menaksir ir parame parameter ter populas populasii ESTIMASI . Estima
dengan suatu nilai rangkuman. Parameter yang ditaksir misalnya frekuensi penyakit pada suatu populasi dengan ukuran insidensi kumulatif (IC); laju penyakit pada suatu populasi dengan ukuran laju insidensi (ID); risiko relatif (RR) untuk un tuk terjangkit antara populasi yang terpapar dan tak terpapar; beda risiko (RD) untuk terjangkit penyakit antara populasi yang terpapar dan tak terpapar; dan sebagainya. Contoh: Menaksir laju insidensi Ca buli-buli di sebuah industri selama tahun 1996, atau perbedaan laju insidensi antara dua industri.
UJI STATISTIK STATISTIK . Uji statis statistik tik menil menilai ai sejauh sejauh mana mana peran peran peluang peluang (kesal (kesalahan ahan
pencuplikan) mempengaruhi temuan-temuan kita sebagaimana terlihat pada penaksir. pena ksir. Statistik Statistik uji dihitung dihitung dari data, lalu dibandingkan dibandingkan dengan distribusi distribusi teoritik yang memuat karakter statistik uji pada hipotesis nol (yakni, tidak ada perbedaan antar kelompok studi). Hasilnya lazim dinyatakan dalam kemaknaan statistik, yang artinya probabilitas menolaj hipotesis nol yang sesungguhnya benar. Contoh: Menguji apakah laju insidensi Ca buli-buli di sebuah industri zat pewarna (misalnya, auramin, magenta) magenta) berbeda berbeda secara secara bermakna bermakna daripada daripada laju insidensi pada populasi populasi indonesia, indonesia, atau berbeda daripada laju insidensi di industri lainnya. Meskipun bukan satu-satunya pijakan, epidemiologi banyak mengandalkan teori probabilitas/teori statistik statistik untuk menganalisis dan menafsirkan hubungan kausal. Penerapan teori statistik sangat membantu dalam riset epidemiologi yang bersifat empiri empirik. k. Tetapi Tetapi,, penggun penggunaan aan teori teori stati statisti stik k juga juga ada batasn batasnya. ya. Sebaga Sebagaii contoh: contoh: Dengan riset etiologi Ca buli-buli kita dapat meramalkan banyaknya kasus yang akan terjadi pada karyawan yang terpapar zat pewarna pada suatu industri dalam satu
tahun, tetapi tidak dapat memastikan karyawan mana diantara yang terpapar akan benar-benar menderita Ca buli-buli. Dengan keterbatasan teori probabilitas, maka hubungan faktor dan penyakit harus dipelajari pula dengan model lain, misalnya model determinisme.
PERBANDINGAN .
Met Metode ode
lainn ainnya ya yang yang juga uga
khas khas epi epidem demiolog ologii
adal adalah ah
penggunaan perbandingan antar kelompok studi, antar waktu, dan antar studi. Perban Perbandin dingan gan itu dilaku dilakukan kan untuk untuk menget mengetahu ahuii besarn besarnya ya dan menguj mengujii hubungan hubungan statisti statistik k antara antara faktor yaang dicurigai penyebab dan penyakit. penyakit. Faktor yang dicurigai dicurigai sebagai penyebab, selanjutnya akan kita sebut faktor penelitian, paparan, perlakuan, intervensi, prediktor, atau variabel independen. Faktor penelitian berasal dari orang (psikologik, perilaku, biologik, atau genetik), atau dari lingkungan (fisik, kimia, atau sosial sosial). ). Sedang Sedang akibat akibat yang yang dihipo dihipotes tesisk iskan an disebu disebutt penyaki penyakit, t, atau atau variab variabel el hasil, hasil, variabel respons, atau variabel dependen.
II.4 II.4..
RIWA RIWAYA YAT T ALAM ALAMIA IAH H PENY PENYAK AKIT IT
Seorang Seorang yang yang sehat sehat kemudi kemudian an menjad menjadii sakit sakit akan mengal mengalami ami peruba perubahanhan perubahan patologik didalam tubuhnya. Lamanya perubahan patologik hingga orang terseb tersebut ut keliha kelihatan tan sakit sakit bervar bervarias iasii antara antara satu satu penyaki penyakitt dengan dengan penyaki penyakitt lainnya lainnya.. Demikian pula akibat yang dialami seseorang setelah ia sakit bervariasi antara satu penyakit dengan penyakit lainnya. Ada yang sembuh dengan sendirinya, ada yang caca cacat, t, ada ada yang yang meni mening ngga gal. l. Perj Perjal alana anan n peny penyaki akitt yang yang alam alamii (art (artin inya ya,, tanp tanpaa pengobatan apapun) apapun ) sejak dari keadaan yang sehat hingga timbulnya akibat penyakit,
dinamakan riwayat ilmiah penyakit. Tiap penyakit membutuhkan riwayat alamiah masing-masing Meskipun tiap penyakit mempunyai riwayat alamiah, namun kerangka konsep yang bersifat umum perlu dibuat untuk mendeskripsikan riwayat perjalanan penyakit pada umumnya. Perhatikanlah Gambar 2. tentang riwayat alamiah penyakit. Berdasarkan kerangka umum riwayat alamiah penyakit, kita dapat membagi lingkup riset epidemiologi kedalam tiga kategori: (1) (1)
Rise Risett etio etiolo logi gik k bert bertuj ujua uan n mene menemu muka kan n fakt faktor or-f -fak akto torr peny penyeb ebab ab peny penyak akit it,, hubungan satu dengan lainnya, dan besarnya pengaruh terhadap penyakit;
(2)
Riset Riset prognos prognostik tik bertuj bertujuan uan mempela mempelajar jarii faktor-f faktor-fakt aktor or yang berpera berperan n dalam meng menguba ubah h penya penyaki kitt menuj menuju u term termin inal al penya penyaki kit, t, dan mera merama malk lkan an dura durasi si menuju terminal penyakit; dan
(3)
Riset Riset interve intervensi nsi bertuju bertujuan an mengevalu mengevaluasi asi efikas efikasii atau atau efekti efektivit vitas as interven intervensi, si, baik yang sifatnya pencegahan primer, pencegahan sekunder, atau pencegahan tersier.
Riwayat alamiah penyakit terdiri dari empat fase (Rothman, 1981; Mausner dan Kramer, 1985): (1) Fase rentan; (2) Fase presimtomatik; (3) Fase klinik; (4) Fase terminal.
FASE RENTAN . Fase rentan adalah tahap berlangsungnya proses etiologik, dimana
faktor faktor penyeba penyebab b pertam pertamaa untuk untuk pertam pertamaa kaliny kalinyaa bertem bertemu u dengan dengan pejamu pejamu.. Disini Disini faktor penyebab pertama belum menimbulkan penyakit, tetapi telah mulai meletakkan
dasar-dasar bagi berkembangnya penyakit nantinya. Contoh: kolesterol LDL (low (low density density lipoprotei lipoprotein n) yang tinggi tinggi mengak mengakiba ibatka tkan n kemungk kemungkina inan n kejadi kejadian an penyaki penyakitt jantung koroner (PJK); kebiasaan merokok meningkatkan probabilitas kejadian tuberkulosi tuberkulosiss klinik; klinik; paparan paparan radiasi radiasi sinar-X sinar-X meningkatka meningkatkan n kemungkinan kemungkinan kejadian kejadian leukemia; dan sebagainya. Faktor penyebab pertama diatas termasuk faktor risiko. Faktor risiko adalah faktor faktor yang kehadirannya kehadirannya meningkatkan meningkatkan probabilit probabilitas as kejadian kejadian penyakit, penyakit, sebelum sebelum penyakit tersebut mencapai fase ireversibilitas. Suatu faktor yang mempunyai hubungan kausal dapat dikatakan faktor risiko, meski hubungan itu tidak langsung atau belum diketahui mekanismenya. Karena hasil-hasil riset kita tentang penyebab penyakit pada umumnya masih bersifat mungkin, maka pada umumnya para epidem epidemiol iolog og lebih lebih menyuka menyukaii menggun menggunakan akan kata kata faktor faktor risiko risiko ketimb ketimbang ang faktor faktor penyebab (kausa) untuk menerangkan suatu variabel yang meningkatkan probabilitas indivi individuu duuntu ntuk k mengal mengalami ami penyaki penyakitt (Klein (Kleinbau baum m et al., al., 1982). 1982). Contoh: Contoh: umur umur dan merokok dikenal luas sebagai determinan penyakit belum dimengerti dengan jelas. Sebali Sebaliknya knya,, membaw membawaa korek korek api bukan bukan merupak merupakan an faktor faktor risiko risiko bagi bagi Ca paru, paru, meskipun dapat dianggap sebagai faktor pengganti (yang tidak tepat) tentang status kebiasaan merokok. Faktor Faktor risiko risiko dapa berubah berubah atau atau tetap. tetap. Jenis Jenis pekerj pekerjaan, aan, kebiasa kebiasaan an makan, makan, kebiasa kebiasaan an merokok merokok,, dan peril perilaku aku seksua seksuall adalah adalah faktor faktor-fa -fakto ktorr risiko risiko yang yang dapat dapat berubah. Sehingga seorang perokok dapat dibujuk untuk menghentikan kebiasaan merokok, agar terhindar dari kemungkinan menderita Ca paru; orang yang aktivitas seksua seksualny lnyaa tinggi tinggi dianju dianjurka rkan n menera menerapka pkan n seks seks aman aman untuk untuk mengur mengurangi angi risiko risiko
kejadi kejadian an AIDS; AIDS; dan sebagai sebagainya nya.. Sedang Sedang faktor faktor umur, umur, gender gender,, ras dan riwaya riwayatt keluar keluarga ga adalah adalah faktor faktor-fa -fakto ktorr risiko risiko yang pentin penting, g, tetapi tetapi tidak tidak dapat dapat berubah berubah.. Identifikasi faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah tetap diperlukan, agar dapat dilakukan tindakan-tindakan pengawasan medik secara lebih ketat dan pembuatan kebijakan kebijakan yang dibutuhkan untuk melindungi melindungi orang-orang orang-orang yang memiliki faktorfaktor risiko itu. Dewasa ini perhatian utama para epidemiolog adalah penelitian etiolo etiologi gi penyaki penyakit, t, yaitu yaitu meneli meneliti ti kemung kemungkin kinan an pengaru pengaruh h faktor faktor-fa -fakto ktorr biolog biologik, ik, lingkungan, dan perilaku manusia terhadap kejadian penyakit. Perlu diketahui, adanya hubungan statistik yang kuat antara sebuah faktor risiko dan penyakit tidak dapat ditafsirkan bahwa semua orang memiliki faktor risiko tersebut pasti mengalami penyakit. Keterbatasan kemampuan kita mengidentifikasi semua faktor-faktor yang meningkatkan risiko penyakit menyebabkan keterbatasan kemamp kemampuan uan kita kita merama meramalka lkan n dengan dengan tepat, tepat, apakah apakah seseor seseorang ang akan mender menderit itaa penyakit tersebut atau tidak. Ada sejuml sejumlah ah faktor faktor yang yang kehadi kehadiran rannya nya justru justru menuru menurunkan nkan probabi probabilit litas as kejadian penyakit, faktor-faktor itu disebut faktor protektif. Contoh: kebiasaan makan ikan laut (yang mengandung klesterol HDL) menurunkan probabilitas kejadian PJK.
FASE PRESIMTOMATI PRESIMTOMATIK K . Tahap Tahap presim presimtom tomati atik k adalah adalah tahap tahap berlan berlangsu gsungny ngnyaa
proses perubahan patologik yang diakhiri dengan keadaan ireversibel (yaitu, manifestas manifestasii penyakit penyakit tidak dapat dihindari dihindari lagi). lagi). Disini Disini belumterj belumterjadi adi manifestas manifestasii penyakit, tetapi telah terjadi tingkat perubahan patologik yang siap untuk dideteksi tanda dan gejalanya pada tahap berikutnya. Contoh: perubahan aterosklerosis arteria
korona koronaria ria sebelu sebelum m seseor seseorang ang memper memperli lihat hatkan kan tanda tanda dan gejala gejala PJK; PJK; peruba perubahan han malignansi jaringan yang ireversibel; dan sebagainya.
FASE KLINIK . Fase klinik adalah tahap dimana perubahan patologik pada organ
telah cukup banyak, sehingga tanda dan gejala penyakit mulai dapat dideteksi. Disini telah terjadi menifestasi klinik penyakit. Mausner dan Kramer (1985) menganjurkan pembagian yang lebih rinci lagi tahap ini, agar manajemen kasus dan riset epid epidem emio iollogi ogi
dapa dapatt
dila dilaku kuka kan n
dnga dngan n
lebi ebih
akur akurat at..
Terga ergant ntun ung g
kepa kepada da
jenispenyakitnya, subklasifikasi dapat dilakukan berdasarkan aspek morfologik, fungsi, atau terapetik. Dewasa ini masih banyak penyakit yang belum diketahui dengan jelas riwayat alaiahnya, terutama pada tahap klinik. Sebagai contoh, apa sebabnya ada orang yang mempunyai sejumlah faktor risiko, tetapi tidak mengalami manifestasi klinik. Agar dapat memahami sebabnya dengan lebih jelas, akhir-akhir ini banyak epidemiolog melakukan riset tindak lanjut ( follow follow up) up) pada keompok besar subyek penelitian sela selama ma beber beberapa apa wakt waktu. u. Denga Dengan n ranc rancan angan gan rise risett long longit itudi udina nall dan dan pros prospek pekti tif f sede sedemi miki kian an itu itu maka maka penel penelit itii dapat dapat meng mengam amat atii dan dan meng menguku ukurr peru peruba bahan han dan perkembangan penyakit yang terjadi dengan lebih baik.
FASE TERMINAL . Fase terminal adalah tahap dimana mulai terlihat akibat dari
penyakit. Akibat penyakit mungkin sembuh spontan, sembuh dengan terapi, remisi (kam (kambuh buh), ), peru peruba bahan han berat beratny nyaa peny penyaki akit, t, keca kecaca cata tan, n, atau atau kema kemati tian an.. Cont Contoh: oh: poliomyelitis tipe paralitik membawa akibat paralisis, tipe bulber membawa akibat
kematian, dan sebagainya. Beberapa konsep dan parameter yang perlu dikenal dalam riwayat alamiah penyakit adalah : (1)
Masa inkub kubasi;
(2)
Fase in induksi;
(3)
Fase pr promosi;
(4)
Promotor;
(5)
Fak Faktor de deteksi;
(6)
Durasi peny penyaakit;
(7) (7)
Fakt Faktor or prog progno nost stik ik;;
(8)
Kronisitas;
(9)
Pencegahan.
Masa inkubasi (masa laten) adalah periode waktu sejak masuknya penyebab awal pada pejamu hingga timbulnya manifestasi klinik. Masa inkubasi terdiri dari dua fase fase:: (1) (1) Fase Fase induk induksi si;; dan dan (2) (2) Fase Fase prom promos osi. i. Fase Fase indu induks ksii berl berlang angsu sung ng seja sejak k bertemunya faktor penyebab awal dengan pejamu, hingga proses patologik yang irever ireversib sibel el hinga hinga timbu timbulny lnyaa tanda tanda dan gejala gejala klinik klinik.. Dalam Dalam prakte praktek, k, peruba perubahanhan perubahan yang ireversibel berlangsung cepat dan sulit diketahui, sehingga kedua fase ini sering disatukan sebagai masa inkubasi. Untuk penyakit menahun, masa inkubasi biasanya disebut masa laten (Fox et al., 1970; Rothman, 1981; Kelsey et al., 1986). Faktor-faktor yang sejak proses patologik yang ireversibel secara etiologik
berperan penting untuk menimbulkan tanda dan gejala klinik, disebut promotor. Sedang faktor-faktor yang dikenal sejak proses patologik yang ireversibel hingga terd terdet etek eksi siny nyaa
peny penyak akit it seca secara ra klin klinik ik,,
teta tetapi pi
tida tidak k
berp berper eran an pent pentin ing g
untu untuk k
menimbulkan tanda dan gejala klinik, disebut faktor deteksi (Kleinbaum et al., 1982). Jadi promotor mempercepat (atau memperlambat, inhibitor) proses penyakit yang sesungguhnya; sedang faktor deteksi hanya mengubah probabilitas kasus. Durasi penyakit adalah periode waktu sejak penyakit terdeteksi secara klinik hingga timbulnya akibat penyakit (MacMahon dan Pugh, 1970). Konsep yang peting berkaitan dengan durasi penyakit pen yakit adalah faktor prognostik. Faktor prognostik adalah faktor-faktor yang diyakini mempunyai hubungan dengan probabilitas kasus untuk berkembang menjadi betuk terminal penyakit, baik sembuh, sekuela, tambah berat, cacat, atau meninggal (Kleinbaum et al., 1982). Riset yang mempelajari peran faktorfaktor prognostik dan peramalan durasi penyakit disebut riset prognostik, misalnya analisis kesintasan. Karena dikenal konsep masa laten dan durasi, maka kronisitas penyakit memiliki dua pengertian, yaitu panjangnya masa laten di satu pihak dan durasi penyakit di pihak lain. Tujuan riset intervensi adalah mengevaluasi efikasi atau efektivitas intervensi, yang dapat berupa pencegahan primer, pencegahan sekunder, atau pencegahan tersier (Caplan, 1967). Pencegahan primer adalah mencegah atau menunda kejadian baru penyakit. Intervensinya adalah deteksi dini penyakit dan pengobatan segera. Pencegahan tersier adalah memperingan akibat penyakit, mencegah disfungsi sisa, mengurangi kecacatan, atau memperpanjang hidup. Inetrvensinya adalah pengobatan dan rehabilitasi. Ketiga tujuan riset intervensi disajikan pada Gambar 2.
Riset Etiologik
Riset Prognostik Periode Laten
Induksi
Durasi
Promosi
Ekspresi
Fase Rentan
Fase Presimtomatik
Fase Klinik
Fase Terminal
Diperkenalkannya faktor penyebab sebagai penyakit pertama
Dimulainya proses patologik (penyakit menjadi ireversibel)
Penyakit terdeteksi secara klinik (tampak tanda dan gejala)
Akibat penyakit (perubahan status atau kematian)
Pencegahan Primer
Pencegahan Sekunder
Pencegahan Tersier
Riset Intervensi
Gambar 2. Riwayat alamiah penyakit
II.5. II.5.
INFE INFERE RENS NSII KAUS KAUSAL AL DAN DAN MOD MODEL EL KAU KAUSAL SALIT ITAS AS
Dewasa ini perhatian utama para epidemiolog ditujukan kepada riset etiologi. Riset Riset etiolo etiologi gi adalah adalah riset riset epidem epidemiol iologi ogi yang yang bertuj bertujuan uan menget mengetahui ahui penyeba penyebabb penyebab penyakit, hubungan satu penyebab peny ebab penyakit dengan penyebab lainnya, serta besarnya pengaruh pen garuh terhadap penyakit. Untuk membuat kesimpulan tentang penyebab penyakit, pertama-tama kita perlu mengklasifikasikan arti “kausalitas” dalam epidemiologi. KONSEP KAUSASI . Riset tentang hubungan kausal sangat penting perannya bagi
kese keseha hata tan n masy masyar arak akat at dan dan kedo kedokt kter eran. an. Anju Anjura ran n untu untuk k tida tidak k mero meroko kok k dibu dibuat at berdasarkan temuan ratusan riset yang membuktikan bahwa merokok adalah
penyebab Ca paru. Para dokter memberikan obat berdasarkan hasil uji klinik yang menemukan bahwa obat tersebut memang memperbaiki kondisi pasien. Perencana keseha kesehatan tan merenc merencanak anakan an penemp penempata atan n fasil fasilita itass pelayan pelayanan an keseha kesehatan tan pada suatu suatu komunitas komunitas dengan asumsi, asumsi, bahwa fasilitas fasilitas tersebut tersebut akan menyebabkan menyebabkan perbaikan status kesehatan komunitas yang dilayani. Pada prinsipnya terdapat dua pendekatan untuk mengetahui hubungan sebabakibat antara faktor yang diteliti dan penyakit, yaitu: (1) Pendekatan determinisme; dan (2) Pendekatan probabilitas. Dalam pendekatan determinisme, hubungan antara variabel variabel dependen dependen (penyakit) (penyakit) dan variabel variabel independen independen (faktor (faktor penelitian) penelitian) berjalan semp sempur urna na,, pers persis is denga dengan n yang yang diga digamb mbar arkan kan pada pada mode modell mate matema mati tik. k. Disi Disini ni diasumsikan tidak terdapat satu jenis kesalahan (error (error ) pun yang mempengaruhi sifat hubungan kedua variabel itu. Contoh: Postulat Henle-Koch. Pendekatan probabilitas, di lain lain pihak, pihak, member memberika ikan n ruang ruang terhada terhadap p kemungk kemungkina inan n terjad terjadiny inyaa kesala kesalahanhankesa kesala lahan han,, baik baik yang yang bers bersif ifat at acak acak ( sampling sampling error ), ) , bias bias,, maupu maupun n keran kerancua cuan n (confounding ). ) . Dala Dalam m pende pendeka kata tan n prob probab abil ilit itas as digu diguna nakan kan teor teorii stat statis isti tik k unuk unuk meyaki meyakinkan nkan apakah apakah terdapa terdapatt hubunga hubungan n yang yang valid valid antara antara faktor faktor peneli penelitia tian n dan penyakit. Penaksiran hubungan yang valid adalah penaksiran hubungan yang telah memperhiungkan faktor peluang, bias dan kerancuan. Contoh: dalam mempelajari hubungan antara tekanan darah dan umur, orang-orang yang seumur belum tentu memiliki tekanan darah yang sama. Tetapi dengan metode statistik yang layak, kita dapat dapat menyim menyimpul pulkan kan bahwa, bahwa, secara secara rata-r rata-rata ata,, tekanan tekanan darah darah mening meningkat kat dengan dengan bertambahnya umur. Dengan model statistik bahkan kita dapat meramalkan tekanan darah untuk suatu umur tertentu.
Apakah Apakah hubunga hubungan n yang valid valid dapat dapat dikata dikatakan kan hubunga hubungan n kausal? kausal? Tidak. Tidak. Betapapun bermaknanya hubungan secara statistik, dan bahkan betapapun validnya hubungan itu, tidak dengan sendirinya dapat dikatakan hubungan sebab-akibat. Untuk sampai pada keputusan kausalitas harus dilakukan pertimbangan-pertimbangan yang matang. Bagaimana caranya? Caranya adalah mengevaluasi hasil riset kita dengan bukti-bukti
riset
lainnya,
nonep nonepid idem emio iolo logi gik. k.
Bradf Bradfor ord d
baik
yang
bersifat
epidemiologik
Hill Hill (197 (1971) 1) meru merumu musk skan an
maupun
krit kriter eria ia umum umum yang yang
memungk memungkink inkan an para para peneli peneliti ti menguj mengujii sejauh sejauh mana mana buktibukti-bukt buktii itu menduk mendukung ung hubungan kausal. Dalam Modern Epidemiology, Epidemiology, Rothma Rothman n dan Greenl Greenland and mengil mengilust ustras rasika ikan n proses pemahaman terhadap penyebab dengan deskripsi dari seorang bayi yang belajar menggerakkan tombol yang menyebabkan lampu menyala. Tetapi apa yang kami kami ambi ambill seba sebagai gai penye penyeba bab b terg tergant antun ung g pada pada ting tingka katt dima dimana na kita kita menca mencari ri pemahaman atau konstituensi yang kami perlihatkan. Karena itu: •
Seorang Ibu yang mengganti bola lampu yang terbakar mungkin akan melihat bahwa tindakannya adalah penyebab adalah penyebab dari menyalanya lampu, bukan karena dia menolak fakta bahwa hal tersebut adalah efek dari dipasangnya tombol lampu pada posisi menyala, tetapi karena fokus yang diamatinya berbeda.
•
Seorang ahli yang meng menggan ganti ti sirk sirkui uitt yang yang rusa rusak k mung mungki kin n akan akan ahli listrik listrik yang menyatakan bahwa hal tersebut adalah penyebab adalah penyebab dari menyalanya lampu, bukan karena dia menolak fakta pentingnya tombol lampu dan bola lampu, tetapi karena fokus yang diamatinya berbeda.
•
Seorang ahli kabel yang memperbaiki transformer yang menyebabkan lampu mati mati mungki mungkin n akan akan menyat menyataka akan n bahwa bahwa penyeba penyebab b dari dari menyal menyalany anyaa lampu lampu adalah karena dia membetulkan transformer tersebut.
•
agen layana layanan n sosia sosiall yang Seorang agen yang mengat mengatur ur pembay pembayara aran n tagiha tagihan n listr listrik ik
mungkin akan menganggap bahwa pembayaran tersebut adalah penyebab adalah penyebab dari menyalanya lampu, karena jika listrik diputus, maka tombol, sirkuit dan bola lampu akan tidak berarti. •
Seorang pegaw menilaii bahwa bahwa pegawai ai peru perusah sahaa aan n listri listrik k , pejabat pejabat politik politik menila perusahaan, para investor yang memasukkan dana, Bank Pemerintah Pemerintah yang menurunkan menurunkan tingkat suku bunga, politisi yang memotong pajak, dan penyedia menyumbangkan pengembangan pengembangan proses proses kelahiran kelahiran layanan kesehatan kesehatan yang menyumbangkan yang aman dan kesehatan mungkin akan menganggap bahwa tindakan mereka adalah penyebab adalah penyebab dari menyalanya lampu. Slogan Slogan dari dari Nation National al Rifle Rifle Associ Associati ation on “Senjat “Senjataa tidak tidak membunu membunuh h orang, orang,
oranglah yang membunuh orang lain” bukan merupakan pernyataan kesehatan, tetapi memberi ilustrasi atas kompleksitas dari memproporsikan ka usasi. Mervyn Mervyn Susser Susser mengaj mengajuka ukan n bahwa bahwa untuk untuk hubunga hubungan n kausal kausal,, epidem epidemiol iologi ogi memiliki atribut-atribut sebagai berikut: asosiasi, urutan waktu, dan arah. Sebuah kausa adalah sesuatu yang diasosiasikan dengan efeknya, yang muncul sebelum atau paling tidak pada saat yang bersamaan dengan efek tersebut, dan da n bertindak terhadap efekny efeknya. a. Dalam Dalam prinsi prinsipnya pnya,, sebuah sebuah kausa kausa dapat dapat diharuskan -tanpanya efek tidak akan muncul-dan/atau memadai -dengannya efek akan muncul walaupun tidak ada
atau ada faktor lain yang terlibat di dalamnya. Dalam prakteknya, bagaimanapun, akan selalu mungkin untuk mendapatkan faktor-faktor lain yang ada atau tidak ada yang mungkin dapat mencegah efek, karena, seperti contoh tombol lampu di atasasumsi-asumsi akan selalu bermunculan. Kegagalan dalam membangun lima tahapan sepert sepertii di atas atas mungki mungkin n akan akan menjad menjadii penyeba penyebab b yang yang memada memadaii untuk untuk kemati kematian. an. Tetapi tetap dapat disanggah bahwa kematian tidak akan terjadi jika ada pencegahan sebelumnya. Roth Rothma man, n, tela telah h meri merinci ncika kan n komp kompone onenn-ko komp mpone onen n model model kaus kausal al yang yang mencob mencobaa untuk untuk mengak mengakomo omodas dasika ikan n semua semua multi multipli plisit sitas as faktor faktor terseb tersebut, ut, yang yang berkontribusi dalam munculnya hasil. Dalam model Rothman tersebut, penyebab penyebab yang memadai diperlihatkan d iperlihatkan dalam lingkaran penuh penu h (kue kausal), segmensegmen memperlihatkan komponen penyebab. Ketika semua komponen penyebab muncul muncul,, maka maka kausa kausa yang memadai memadai telah telah lengkap lengkap dan hasil hasil akan akan muncul muncul.. Ada kemungkinan dari munculnya lebih dari satu penyebab yang memadai (misalnya ling lingka kara ran n penuh penuh)) untu untuk k hasil hasil,, maka maka hasi hasill akan akan munc muncul ul dala dalam m banya banyak k jalu jalur. r. Kompone Komponen-k n-komp omponen onen penyeba penyebab b yang yang merupak merupakan an bagian bagian dari dari setiap setiap kausa kausa yang memadai juga dianggap sebagai penyebab. Periode induksi untuk sebuah kejadian didefinisikan melalui relasi terhadap setiap komponen khusus kausa, pada saat waktu yang dibutuhkan bagi komponen kausa yang tersisa juga memunculkan diri. Maka, kompone komponen n kausa kausa terakhi terakhirr yang memili memiliki ki period periodee induks induksii nol. nol. Model Model ini sangat sangat berguna untuk mengilustrasikan sejumlah konsep-konsep epidemiologis, khususnya dalam hubungan dengan “sinergisme “sinergisme”” dan “modifikasi “modifikasi efek”, dan kita akan kembali kembali lagi pada bab kemudian.
KONSEP PENYEBAB
Terdapat Terdapat 2 tipe penyebab: Necessary Necessary cause dan Sufficient Sufficient cause. Necessary Necessary cause mengacu kepada faktor-faktor yang harus ada dari suatu penyakit dan tidak ada bila tidak terkena penyakit tertentu. Sufficient cause adalah faktor itu sendiri yang dapat menimbulkan penyakit, dengan tidak memperdulikan adanya faktor-faktor lain.
Necessary dan sufficient
Faktor yang harus ada pada suatu penyakit dan tidak ada bila tidak terkena penyakit pada seseorang. Penyakit
A
Tidak ada penyakit
Tidak ada A
Necessary tapi bukan sufficient
A sendir sendirii tidak tidak dapat dapat menim menimbul bulkan kan penyaki penyakit. t. Namun Namun kekuran kekurangan gan A tidak tidak akan menimbulkan penyakit sebagaimana mestinya. A
+
B
+
C
Penyakit
Sufficient tapi bukan necessary
Terdapat beberapa faktor yang mungkin mencetuskan penyakit yang sama dan A adalah salah satunya. A Penyakit
B C
Bukan Sufficient ataupun Necessary
A
+
B
C
+
D
E
+
F
Penyakit +
G
Tiap-tiap dari A, B, C, sampai G disebut komponen penyebab. Sebagian Sebagian besar penyakit penyakit adalah: adalah: Kanker paru, CHD, tuberkulosi tuberkulosis, s, atau problem problem kesehatan lain seperti kecelakaan,dll.
Evaluasi faktor-faktor penting yang dicurigai
Metode epidemiologi yang dilakukan untuk mengevaluasi bagaimana peran faktor yang yang dicu dicuri riga gaii dala dalam m meny menyeba ebabk bkan an penya penyaki kitt yang yang khas khas sanga sangatl tlah ah suli sulitt untu untuk k mendapatkan efek nyata pada faktor tunggal, khususnya pada penyakit-penyakit yang multi faktorial. Anggap Anggaplah lah suatu suatu penyaki penyakit, t, misaln misalnya ya X adalah adalah suatu suatu penyaki penyakitt multif multifakt aktori orial al dan disebabkan oleh faktor yang berbeda dalam situasi yang berbeda pula. Sebagai contoh dengan adanya A + B + C + D dapat menimbulkan X. Namun, kombinasi lain seperti A + B + C + E, atau A + E + G + H lebih berat menimbulkan X. Secara sederhana, dapat diasumsikan bahwa peran tiap-tiap faktor dalam menimbulkan penyakit adalah cukup penting dan tidak ada overlapping dari bentuk penyebab yang berbeda pada
populasi yang sama.
Sufficient cause I A
B
C
D
Penyakit X
Sufficient cause II A
E
B
C
Penyakit X
Sufficient cause III A
F
G
H
Penyakit X
Dapat kita lihat bahwa A adalah necessary, tapi tidak sufficient, sedangkan faktor lain tidak necessary ataupun sufficient. Idealnya, jika kita tahu tentang seluruh kombinasi ini, perubahan pada A akan merubah pula penyakit tersebut pada semua situasi. Angg Anggap apan an ters terseb ebut ut dala dalam m komuni komunita tas, s, pola pola penye penyeba babny bnyaa dise disebu butt pola pola tipe tipe I. Sayangnya D adalah paparan yang jarang, sedangkan A, B dan C seringkali terjadi. Bila Bila studi studi kita kita menghub menghubungk ungkan an faktor faktor-fa -fakto ktorr terseb tersebut ut dengan dengan penyaki penyakitt X dalam dalam komunitas ini, kita akan menumukan bahwa D merupakan faktor yang kuat dalam meimbulkan penyakit X, sedangkan A, B dan C tidak menunjukkan faktor yang lebih kuat. Alasannya adalah pada kelompok non penyakit (kontrol), terdapat tiga faktor
yang yang mung mungki kin n ada ada dan dan kare karena na komb kombin inas asii dari dari keti ketiga gany nyaa tida tidak k cuku cukup p untu untuk k meimbulkan meimbulkan penyakit, maka keberadaan D menjadi menjadi pencetus pencetus terjadinya terjadinya penyakit. Jadi, Jadi, kita kita dapat dapat mengam mengambil bil suatu suatu kesimp kesimpula ulan n bahwa bahwa D merupa merupakan kan faktor faktor yang bermakna terhadap timbulnya penyakit dan mungkin pada saat tersebut, faktor A, B dan C tidak diketahui (kontras terhadap fakta adalah A merupakan necessary cause dan sufficient cause ketika D tidak).
Dengan an mode modell dete determ rmin inis isme me murn murni, i, MODE MODEL L DETE DETERMI RMINIS NISME ME MURN MURNII . Deng hubunga hubungan n kausal kausal antara antara faktor faktor X (agen) (agen) dan faktor faktor Y (penyak (penyakit) it) digamb digambark arkan an memiliki bentuk yang konstan, unik, satu lawan satu, sehingga satu faktor dapat memprediksi kejadian satu faktor lainnya dengan sempurna. Perhatikan Gambar 3. yang memperlihatkan model kausasi tunggal. Dengan model kausasi tunggal, sebuah agen X dikatakan sebagai penyebab penyakit Y, jika hubungan X dan Y memiliki spes spesif ifis isit itas as
akib akibat at,,
dan dan
spesi pesifi fisi sita tass
peny penyeb ebab ab..
Deng Dengan an
spes spesif ifis isit itas as
akib akibat at
dimaksudkan, penyakit Y adalah satu-satunya akibat dari agen X. dengan spesifisitas penyebab dimaksudkan, hanya dengan adanya agen X dapat terjadi penyakit Y (disebut, necessary necessary cause); cause); dan dan cuku cukup p deng dengan an agen agen X dapat dapat terj terjad adii peny penyaki akitt Y (disebut, sufficient (disebut, sufficient cause). cause).
Faktor X
Penyakit Y
Gambar 3. Model kausasi tunggal
Model determinisme determinisme pertama kali diperagakan diperagakan oleh Jacob Henle. Pada tahun 1840, atau kurang lebih 40 tahun sebelum para mikrobiolog berhasil mengisolasi dan menumbuhkan bakteri dalam kultur untuk pertama kali, ia membuat model kausasi yang melibatkan relasi antara sebuah agen sebagai penyebab dan sebuah hasil sebagai akibat. Model kausal itu dilanjutkan muridnya, Robert Koch pada tahun 1882, untuk menjelaskan hubungan basil tuberkulosis dan penyakit tuberkulosis. Model kausalitas itu dinyat dinyatakan akan dalam dalam tiga tiga postul postulat at yang terkena terkenall sebaga sebagaii Postul Postulat at HenleHenle-Koc Koch h (Rivers, 1973). Suatu agen adalah penyebab penyakit apabila ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) (1)
Agen Agen ters terseb ebut ut selal elalu u diju dijump mpai ai pada pada seti setiap ap kasu kasuss peny penyak akit it yang yang dite diteli liti ti (necessary cause), cause), pada keadaan yang sesuai;
(2)
Agen tersebut tersebut hanya mengakibatka mengakibatkan n penyakit penyakit yang diteliti, diteliti, tidak mengakibatkan mengakibatkan penyakit lain ( spesifitas spesifitas efek ); );
(3)
Jika Jika agen diisola diisolasi si sempur sempurna na dari tubuh, tubuh, dan berulan berulang-u g-ulan lang g ditumbuhk ditumbuhkan an pada kultur yang murni, ia dapat menginduksi terjadinya penyakit sufficient (sufficient cause). cause).
Apakah model model kausasi kausasi MODEL DETERMINISME DETERMINISME DENGAN DENGAN MODIFIKASI MODIFIKASI . Apakah tungga tunggall dapat dapat ditera diterapka pkan n pada pada semua semua penyaki penyakit? t? Mari Mari kita kita kaji kaji dengan dengan bebera beberapa pa contoh. Spesifisitas penyakit mudah dijumpai pada penyakit-penyakit tumor yang langka langka.. Angios Angiosark arkoma oma hati, hati, misaln misalnya, ya, sebegi sebegitu tu jauh jauh diketa diketahui hui terjad terjadii hanya hanya dan cukup bila terdapat paparan dengan vinil klorida. Demikian pula, adenokarsinoma vagina vagina pada pada anak anak peremp perempuan uan terjad terjadiny inyaa hanya hanya dan cukup cukup bila bila ibunya ibunya terpap terpapar ar hormon DES (diethylstilbestrol (diethylstilbestrol ) sewaktu hamil. Sekarang bagaimana dengan etiologi
penyakit-penyakit lain pada umumnya? Tampaknya syarat spesifisitas penyebab dan spesifisitas efek terlalu sulit untuk dipenuhi pada sebagian besar penyakit.
PENYEBAB PENYEBAB MAJEMUK MAJEMUK . Telah Telah banyak banyak bukti bukti empiri empirik k dan keyakin keyakinan an teorit teoritik ik
bahwa pada umumnya u mumnya penyakit pen yakit memiliki lebih dari sebuah penyebab. pen yebab. Pada penyakit non-infeksi, tak ada satu faktorpun dapat mengakibatkan penyakit secara sendiri. Jika seseorang ingin terkena Ca paru, maka ia tidak dapat mewujudkannya dengan hanya merokok. merokok. Demikian Demikian pula dengan penyakit penyakit infeksi. infeksi. Kehadiran agen-agen mikroba mikroba ternyata tidak selalu disertai dengan tanda dan gejala yang merupakan ciri-ciri cari penyakit tersebut (Dubos, 1965). Ini berarti, sebuah agen tidak menyebabkan perubahan patologik dengan sendirinya. Pengaruh agen sangat tergantung kepada beberapa faktor lainnya, termasuk defisiensi gizi, paparan bahan racun, stres emosional, dan bahkan lingkungan sosial yang lebih kompleks. Perhatikan Gambar 4. Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh infeksi basil tuberkulosa dalam tubuh manusia. Tatapi Tatapi infeksi infeksi oleh basil tuberkulosi tuberkulosiss tidak selalu menghasilkan menghasilkan tuberkulosis tuberkulosis klinik. klinik. Hanya sedikit proporsi orang yang terinfeksi oleh basil mengalami penyakit secara klinik. Artinya, basil tuberkulosis merupakan necessary cause, cause, tetapi bukan sufficient bukan sufficient cause. cause. Ada Ada seju sejuml mlah ah fakt faktor or lain lain yang yang bers bersam amaa-sa sama ma deng dengan an basi basill ters terseb ebut ut menciptakan keadaan yang mencukupi terjadinya tuberkulosis klinik. Faktor-faktor tersebut adalah nutrisi yang buruk, keadaan lingkungan yang buruk, umur, dan faktor genetik. Faktor-faktor tersebut menjalankan peranyya menginduksi dan mempromosi terjadinya tuberkulosis klinik. Keadaan yang dibutuhkan untuk terjadinya penyakit, disebut necessary necessary condition condition;; seda sedang ng keada keadaan an yang yang cuku cukup p memb membuat uat terj terjadi adinya nya
penyakit disebut sufficient disebut sufficient condition. condition.
Infeksi dengan Mycobacterium tuberculosa + Gizi buruk + Umur
Reaksi pada tingkat seluler
Tuberkulosis klinik
+ Faktor genetik? + Keadaan lingkungan
Gambar 4. model kausasi majemuk kumulatif. Contoh: Con toh: etiologi tuberkulosis klinik.
Peran faktor-faktor penyebab dalam model kausalitas majemuk diatas bersifat kumulatif, di mana keadaan yang mencukupi terjadinya tuberkulosis klinik hanya bisa diciptakan secara bersama-sama. Jadi, masing-masing faktor merupakan necessary cause, cause, tetapi tidak sufficient tidak sufficient cause. cause. Peran faktor-faktor penyebab dapat juga bersifat independen/alternatif. Gambar 5. memperlihatkan, penyakit A disebabkan faktor 1, faktor 2, faktor 3, secara sendiri. Artinya, masing-masing faktor itu bersifat necessary cause, cause, sekaligus sufficient sekaligus sufficient cause. cause.
Faktor 1
Faktor 2
Reaksi pada tingkat seluler
Penyakit A
Gambar 5. Model kausasi faktor majemuk alternatif
EFEK MAJEMUK . Banyak bukti-bukti mendukung keyakinan bahwa sebuah faktor
dapat memberikan lebih dari sebuah efek. Contoh: merokok menyebabkan Ca paru, tetapi juga Ca buli-buli, Ca esofagus, Ca rongga mulut, penyakit Crohn, penyakit janung koroner, emfisema, bronkitis kronik, kematian perinatal, dan penyakit periodontal.
BEBE BE BERA RAPA PA
MODE MODEL L
meng mengkl klas asif ifiikas kasi
fakt faktor or
KAUS KAUSAS ASII
“pen “penye yeba bab” b”
MAJE MAJEMU MUK K .
peny penyak akit it,,
dan dan
Seju Sejum mlah lah mem membuat buat
epi epidem demiolog olog mode modell
yang yang
menggambarkan relasi faktor-faktor tersebut dengan penyakit. Beberapa model yang terkenal adalah: (1)
Klaster faktor penyebab;
(2)
Segitiga epidemiologi;
(3)
Jala-jala kausasi; dan
(4)
Model roda.
KLASTER FAKTOR PENYEBAB . Rothman (1976) mengemukakan konsep relasi
faktor-faktor penyebab dan penyakit, yang disebut klaster faktor penyebab (cluster (cluster of causal factors factors). ). Dengan Dengan model model ini, ini, penyebab penyebab yang yang mencuku mencukupi pi bukankah bukankah faktor faktor tungga tunggal, l, tetapi tetapi sejuml sejumlah ah faktor faktor yang yang memben membentuk tuk sebuah sebuah kelomp kelompok ok yang disebut disebut klaster. klaster. Tiap klaster klaster faktor faktor penyebab penyebab mengakibatka mengakibatkan n sebuah penyakit. Faktor-fakt Faktor-faktor or dalam satu klaster klaster saling saling berinterak berinteraksi si dan saling saling tergantung, tergantung, untuk menimbulkan menimbulkan
pengaruh klaster itu. Tetapi, antara satu faktor dan faktor lainnya dari klaster yang saling berlainan tidak saling tergantung. Sebuah faktor penyebab bisa hadir pada satu klaster maupun pada sejumlah klaster lainnya. Faktor penyebab yang hadir pada satu atau lebih (tetapi (tetapi tidak semua) klaster, dan memungkinkan memungkinkan terjadinya terjadinya penyakit penyakit pada klaster itu, siebut contributory cause atau penyebab penyumbang (Reigelman, 1979). Sedang faktor yang selalu hadir di klaster manapun, dan memungkinkan terjadinya penyakit pada semua klaster, disebut necessary cause (Rothman, 1976).
SEGITIGA EPIDEMIOLOGI . Model ini menggambarkan relasi tida komponen
penyebab penyakit-yaitu penjamu, agen dan lingkungan-dalam bentuk segitiga. Perhat Perhatika ikan n gambar gambar 6. Untuk Untuk mempre mempredik diksi si pola pola penyaki penyakit, t, model model ini menekan menekankan kan perlunya analisis dan pemahaman masing-masing kompnen. Perubahan pada satu komp kompone onen n akan akan meng mengub ubah ah kesei keseimb mbang angan an keti ketiga ga kompon komponen en,, denga dengan n akib akibat at mena menaik ikkan kan atau atau menu menuru runk nkan an keja kejadi dian an penya penyaki kit. t. Model Model segi segiti tiga ga cocok cocok untu untuk k menerangkan menerangkan penyebab penyakit penyakit infeksi. infeksi. Sebab peran agen (yakni, (yakni, mikroba) mikroba) mudah diisolasikan dengan jelas dari lingkungannya. Tetapi, bagaimana dengan penyakit nonnon-in infe feks ksi, i, sepe sepert rtii skiz skizof ofre reni nia, a, peny penyaki akitt jant jantun ung g koro korone nerr (PJK (PJK)) dan artr artrit itis is reumatoid? Etiologi penyakit non-infeksi pada umumnya tidak duhubungkan dengan peran agen yang spesifik. Kalaupun bisa diidentifikasi, para epidemiolog lebih suka memanda memandang ng agen agen sebaga sebagaii bagian bagian integr integral al dari dari lingkun lingkungan gan secara secara keselu keseluruh ruhan an (biolo (biologik gik,, sosial sosial dan fisik) fisik).. Karena Karena itu, itu, berkem berkembang bang modelmodel-mod model el yang yang lebih lebih memper memperhat hatika ikan n intera interaksi ksi majemu majemuk k antara antara pejamu pejamu dan lingkun lingkungan gan,, ketim ketimbang bang penekanan berlebihan kepada para agen.
Penjamu
Lingkungan
Agen
Gambar 6. Model segitiga epidemiologi
JALA-JALA KAUSASI . Model ini dicetuskan oleh MacMahon dan Pugh (1970).
Prinsipnya adalah, setiap efek (yakni, penyakit) tak pernah tergantung kepada sebuah faktor penyebab, tetapi tergantung kepada sejumlah faktor dalam rangkaian kausalitas sebelumnya. Faktor-faktor penyebab itu disebut promotor dan inhibitor. Gambar 7. menyajikan model jala-jala kausasi
Promotor
Keadaan biologik awal
Inhibitor
Promotor 1 Promotor 2
Inhibitor 1
Promotor 3 Akibat I Promotor 4 Promotor 5
Inhibitor 2
Promotor 6 Akibat II Promotor 7 Promotor 8
Inhibitor 3
Promotor 9 Akibat III (manifestasi klinik)
Gambar 7. Model jala-jala kausasi
MODEL RODA . Model ini menggambarkan hubungan manusia dan lingkungannya
sebagai roda. Terlihat pada gambar 8. roda tersebut terdiri atas manusia dengan substansi genetik pada bagian intinya, dan komponen lingkungan biologi, sosial, fisik mengelilingi penjamu. Ukuran komponen roda bersifat relatif, tergantung problem spesifik penyakit yang bersangkutan. Contoh: pada penyakit herediter, proporsi inti genetik relatif besar; sedang pada penyakit campak, status imunitas penjamu serta lingkungan biologik lebih penting ketimbang faktor genetik.
Lingkungan biologi
Penjamu (Manusia)
Lingkungan sosial Inti genetik
Lingkungan fisik
Gambar 8. Model roda untuk menggambarkan hubungan interaktif manusia-
lingkungan
II.6. II.6.
KESIM KE SIMPU PULA LAN N STATI STATIST STIK IK DAN DAN KESIM KESIMPU PULA LAN N KAUS KAUSAL AL
Kesi Kesimp mpul ulan an stat statis isti tik k tida tidak k sama sama deng dengan an kesim kesimpul pulan an kaus kausal al,, wala walaup upun un memang memang ada parale paralelis lisme me dalam dalam proses proses penyim penyimpul pulan an itu sendir sendiri, i, dan kesimp kesimpula ulan n stat statis isti tik k seca secara ra umum umum mema memakai kai data data yang yang dieva dievalu luas asii untu untuk k digu diguna nakan kan bagi bagi pembentukan kesimpulan kausal. Dalam kesimpulan statistik, data dari sampel yang diobservasi diobservasi dipergunakan dipergunakan untuk menyimpulkan menyimpulkan tentang tentang populasi populasi yang mana telah ditentukan sebelumnya. Model statistik, diekspresikan dengan hipotesis kosong (H0), kemudian “diuji” terhadap data. Berdasarkan data, model statistik dapat diterima atau ditolak sebagai eksplanasi yang memadai dari data. Penolakan merupakan pernyataan yang yang lebi lebih h kuat kuat dan dan bias biasany anyaa didas didasar arii oleh oleh krit kriter eria ia yang yang lebi lebih h kera kerass (tin (tingk gkat at signif signifika ikansi nsi 5% berart berartii hasil hasil yang sama sama kuatnya kuatnya dengan dengan yang yang diobse diobserva rvasi si akan akan muncul dengan kemungkinan hanya 5%dari waktu keseluruan, sementara tingkat 80% 80% dari dari keku kekuat ataa stat statis isti tik k bera berari ri ada ada hubun hubunga gan n nyata nyata yang yang tamp tampak aknya nya tida tidak k “signifikan” 20% pada saat yang sama). Tetapi dengan mengeluarkan eksplanasi yang berbasis pada kesempatan tidak serta merta mendirikan sebuah kausalitas, karean ada beberapa banyak kemungkinan lainnya untuk sebab-sebab non-kausal bagi asosiasi yang ada. Asosiasi tersebut harus cukup meyakinkan dan merefleksikan beberapa keanehan-keanehan dalam kelompok kajian, masalah dengan pengukuran terhadap penyakit atau bukaan terhadap penyakit, atau efek dari beberapa faktor lainnyta dapat berdampak pada penyakit DAN dugaan kausa. Bahkan, dugaan faktor resiko dapat saja muncul SETELAH (bahkan (bahkan sebagai sebagai hasil dari) penyakit. Dalam kesimpulan kesimpulan
kausal, seseorang yang meneliti struktur dan hasil dari banyak investigasi dalam percobaannya untuk melakukan penaksiran, jika mungkin, akan menghilangkan semua sebab-sebab non-kausal yang mungkin ada untuk asosiasi yang telah diamati
II.7. II.7.
PENG PENGAR ARUH UH PENG PENGET ETAH AHUA UAN N DAN DAN PARA PARADI DIGM GMA A
Karena kesimpulan kasual adalah proses dari pencarian sebab yang masuk akal akal,, maka aka diko dikond ndis isiikan kan oleh oleh apa apa yang yang diya diyaki kini ni bena benarr adan adanya ya dan dan bisa bisa mengun mengungkap gkapkan kan konsepkonsep-kon konsep sep penyaki penyakit. t. Konsep Konsep-ko -konse nsep p ini berdas berdasar ar kepada kepada pengetahuan pada saat itu, demikian juga semua ketidakacuhan dan keyakinankeyakinan yang keliru. Anggap saja dalam satu kasus agen-agen mikrobial. mikrobial. Rumus-rumus Rumus-rumus HenleKoch (1884) untuk mengimplikasi bakteria sebagai penyebab dari penyakit adalah: 1.
Parasi Parasitt (bent (bentuk uk asli) asli) yang harus harus dida didapat patii pada pada semua semua yang terken terkenaa penyaki penyakitt
2.
Para Parasi sitt tid tidak ak bol boleh eh mun muncu cull pada pada ora orang ng seh sehat at
3.
Parasi Parasitt dapat dapat diis diisola olasi, si, dibi dibiakk akkan an dan dan dapat dapat menye menyebab babkan kan perpi perpinda ndahan han penya penyakit kit ke orang lain. Telah Telah menjad menjadii model model yang sangat sangat berhas berhasil il bagi penyaki penyakit-p t-peny enyaki akitt sepert sepertii
anthrax, tuberculosis, dan tetanus. Tetapi, dalil-dalil ini belum memadai bagi banyak penyakit lainnya, terutama penyakit-penyakit viral, karena (Rivers, 1937; Evans 1978): 1.
Prod Produk uksi si pen penya yaki kitt mung mungki kin n meme memerl rluka ukan n fakto faktorr pendu pendukun kung g
2.
Virus Virus tida tidak k dapat dapat dibiak dibiakkan kan seper seperti ti bakte bakteri riaa karena karena virus virus membut membutuhka uhkan n sel-se sel-sell hidup untuk bertumbuh
3.
Viru Viruss-vi viru russ pato patoge geni niss dapa dapatt munc muncul ul tanpa tanpa peny penyaki akitt klin klinis is (infe (infeks ksii subsub-kl klin inis is,, keadaan pembawa). Ketika patogen-patogen ini tidak terlalu beracun atau tidak mematikan dimana
keha kehadi dira ran n
pato patoge gen n
ters ersebut ebut
selal elalu u
memb membaw awaa
peny penyak akiit,
maka aka
kit kita
har harus
memperhitungkan faktor-faktor ganda dan “jaringan” kausasi.
II.8. II.8.
KRITER KRITERIA IA KES KESIMPU IMPULAN LAN KAUSAL KAUSAL DALAM DALAM EPIDEMI EPIDEMIOLO OLOGI GI
Baik Baik
pend pendek ekat atan an
dete determ rmin inis isme me
maup maupun un
prob probab abil ilit itas as
memb membut utuh uhka kan n
pertimbangan yang mendalam untuk sampai pada keputusan hubungan kausal. Pertimbangan itu lebih bersifat kualitatif ketimbang kuantitatif. Akhir tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an para epidemiolog telah menyadari pentingnya dirumuskan kriteria umum yang dapat dipakai sebagai pedoman, yang walaupun mungkin belum mencukupi tetapi amat dibutuhkan para peneliti untuk memutuskan adanya hubungan kausal, berdasarkan bukti-bukti dari berbagai riset. Kriteria untuk kesimpulan kausal menjadi isu yang penting dan kontroversial dengan dibentuknya Advisory Comitte pertama untuk Surgeon General on Health Conseq Consequen uences ces of Smokin Smoking. g. Pada Pada lapora laporan n lembag lembagaa ini di tahun tahun 1964, 1964, komite komite ini memperlihatkan daftar “kriteria epidemiologis untuk kausalitas” yang mana oleh Sir Austin Austin Bradfo Bradford rd Hill Hill kemudi kemudian an diurai diurai lagi lagi dalam dalam tulisa tulisan n klasik klasiknya nya tahun tahun 1965 President Address to the newly formed Section of Occupational Medicine dari Royal Soci Societ ety. y. Krit Kriter eria ia yang yang dibu dibuat at Hill Hill seca secara ra luas luas dike diketa tahui hui seba sebagai gai basi basiss untuk untuk
menyimpulka menyimpulkan n kausal-kausa kausal-kausal. l. Kriteria Kriteria kausalitas kausalitas yang terkenal terkenal dirumuskan dirumuskan oleh Bradford Hill (1971), sebagai berikut: (1) Kekuatan asosiasi; (2) Konsistensi; (3) Spesifisitas; (4) Kronologis waktu; (5) Efek dosis respons; (6) Hipotesis yang masuk akal secara biologik; biologik; (7) Koherensi Koherensi bukti-bukti; bukti-bukti; (8) bukti-bukti bukti-bukti eksperimen; eksperimen; dan (9) Analogi.
1. Ke Keku kuat atan an Asos Asosia iasi si. Makin kuat hubungan paparan dan penyakit, makin kuat pula
keyakinan bahwa hubungan tersebut bersifat kausal. Sebab, makin kuat hubungan paparan dan penyakit sebagaimana yang teramati, makin kecil kemungkinan bahwa penaksiran hubungan itu dipengaruhi oleh kesalahan acak maupun kesalahan sistematik yang tidak terduga atau tak terkontrol. Sebaliknya, hubungan yang lemah tidak dengan sendirinya dapat dianggap tidak ada hubungan kausal. Hanya saja, pada hubungan yang lemah kita dapat menduga bahwa peran peluang, bias dan kerancuan cukup besar untuk menghasilkan distorsi hasil. Insi Inside den n penya penyaki kitt sehar seharus usny nyaa lebi lebih h berm bermakn aknaa pada pada yang yang terp terpapa apar r daripada yang tidak terpapar. Jika perbedaan insiden pada dua kelompok tinggi (diukur dengan resiko relatif yang mana lebih tinggi dari satu), kemungkinan faktor faktor sebaga sebagaii penyeba penyebab b penyaki penyakitt dapat dapat ditent ditentukan ukan.. Pada studi studi case case kontrol kontrol,, hipotesis penyebab penyakit seharusnya lebih sering terjadi pada yang terpapar. Kekuatan gabungan saat itu ada pada waktu odds ratio, yang mana odds ratio terpapar pada kelompok kasus dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sebagai contoh, seorang perokok akan lebih tinggi 10 kali terkena resiko penyakit (angka kejadian seorang perokok adalah 10 kali dari angka kejadian
seorang yang bukan perokok), dan faktor lainnya (seperti umur, jenis kelamin, alkohol, dll) yang konstan, merokok lebih mudah menjadi penyebab penyakit, bila dibandingkan dengan faktor lainnya yang menunjukkan peningkatan resiko hanya 1,5-2 kali. Namun, hal ini tidak berarti bahwa faktor gabungan yang tidak terl terlal alu u kuat kuat tida tidak k perna pernah h menj menjad adii penye penyeba bab b penya penyaki kitt hany hanyaa seper seperti ti kasu kasuss tersebut,agak sulit menyangkal efek dari faktor-faktor yang lain atau penjelasan alternatif yang mungkin diduga sebagai penyebab tidak langsung. Makin konsis konsisten ten dengan dengan risetriset-ris riset et lainna lainna yang dilaku dilakukan kan pada 2. Konsis nsiste ten nsi. Makin populasi dan lingkungan yang berbeda, makin kuat pula keyakinan hubungan kausal. Kriteria konsistensi juga sangat penting untuk meyakinkan masyarakat peneliti tentang hubungan kausal. Contoh: merokok baru diyakini sebagai penyebab Ca paru setelah dibuktikan melalui ribuan riset yang dilakukan pada berbagai populasi, negara, dan waktu. Sebaliknya, inkonsistensi temuan tidak dapat dapat dengan dengan sendir sendiriny inyaa sebaga sebagaii non-kau non-kausal sal.. Sebab Sebab dalam dalam banyak banyak hal, hal, agen agen penyebab baru dapat mewujudkan pengaruhnya terhadap penyakit, jika terdapat aksi penyebab komplementer yang menciptakan kondisi yang mencukupi untuk terjadinya penyakit tersebut. Padahal, kondisi yang mencukupi itu tidak selalu dapat dipenuhi pada setiap situasi. Selain itu, inkonsistensi bisa terjadi karena adanya adanya ”artef ”artefak”, ak”, baik baik yang yang berasa berasall dari dari fluktu fluktuasi asi acak maupun maupun bias bias dalam dalam pelaksanaan riset. Gabungan antara hipotesis penyebab dan penyakit dapat ditemukan pada populasi yang bervariasi dengan metode studi yang berbeda. Terdapat suatu tipe konfirmasi dari hasil studi pada populasi yang berbeda pula. Di laboratorium,
konfirmasi mungkin dibuat dengan lebih memakai replikasi dari hewan-hewan dengan tipe yang berbeda, untuk melihat efek yang tampak. Mempelajari data dari populasi yang berbeda penting pada masa dilusi efek bias yang mungkin ada pada suatu studi, meningkatkan jumlah sampel, memperbaiki representatif, dll. Jadi mencari dari studi yang bervariasi dapat digunakan untuk meneliti pentingnya gabungan. Makin spesif spesifik ik efek efek papara paparan, n, makin makin kuat kuat kesimp kesimpula ulan n hubungan hubungan 3. Spesi pesifi fisi sita tass . Makin kaus kausal al.. Begi Begitu tu pula, pula, maki makin n spes spesif ifik ik ”peny ”penyeb ebab” ab”,, maki makin n kuat kuat kesim kesimpul pulan an hubunga hubungan n kausal. kausal. Celaka Celakanya, nya, kriter kriteria ia spesif spesifisi isitas tas acapkal acapkalii dieksp dieksploi loitir tir para para simpatisan perokok (dan pecandu rokok) untuk menyanggah hubungan sebab akibat antara kebiasaan merokok dan Ca paru. Argumentasi mereka, hubungan mero meroko kok k dan dan Ca paru paru tida tidak k spes spesif ifik ik,, seba sebab b mero merokok kok juga juga menga mengaki kiba batk tkan an sejumlah penyakit lain seperti penyakit jantung koroner, Ca mulut, Ca nasofaring, Ca esofagus, emfisema, bronkhitis kronik, kematian perinatal dan sebagainya. Argume Argumenta ntasi si itu sesungg sesungguhny uhnyaa tidak tidak kuat, kuat, sebab sebab asap asap dan partik partikula ulatt rokok rokok tembakau tembakau terdiri terdiri dari puluhan puluhan komponen, komponen, seperti seperti nikotin, nikotin, tar, benzipiren, benzipiren, karbon monoksida, monoksida, dan lain-lain. lain-lain.sehin sehingga gga spesifisi spesifisitas tas hubungan hubungan harus dianalisis dianalisis per komponen tersebut. Di lainipihak, kriteria spesifisitas itu sendiri tampaknya tidak memi memili liki ki
land landas asan an
yang yang
kuat kuat..
Peng Pengal alam aman an
hidu hidup p
kita kita
beru berula lang ng-u -ula lang ng
mengaj mengajark arkan, an, bahwa bahwa satu satu perist peristiwa iwa dapat dapat mengaki mengakibat batkan kan berbag berbagai ai perist peristiwa iwa lainnya. 4. Krono ronolo logi gi wak waktu tu. Hubunga Hubungan n kausal kausal harus harus menunj menunjukka ukkan n sekuen sekuen waktu waktu yang yang
jelas, yaitu paparan faktor penelitian (anteseden) mendahului kejadian penyakit
(konsekuen). Jika suatu faktor adalah penyebab suatu penyakit, maka ia harus ada sebelum sebelum terjadinya terjadinya penyakit. Namun, dalam beberapa studi, rangkaian rangkaian waktu kejadian tidak tampak jelas. Waktu yang berkesinambungan adalah bukti terbaik dalam studi prospektif dimana semua subjek menentukan. Mulai terpapar dicatat dan onset onset penyaki penyakitt diperh diperhati atikan. kan. Hanya Hanya saja, saja, tidak tidak setiap setiap hipote hipotesis sis penyeba penyebab b dapat memberikan bukti pada perjalanan waktu selain besarnya biaya selama follow up dan panjangnya durasi periode induksi. Peruba baha han n inte intens nsit itas as papar paparan an yang yang sela selalu lu diik diikut utii oleh oleh 5. Efek Efek dosi dosiss-re resp spon onss . Peru perubahan frekuensi penyakit menguatkan kesimpulan hubungan hubu ngan kausal. k ausal. Contoh: Apabila risiko terkena ca paru meningkat dengan bertambahnya jumlah batang sigaret yang diisap perhari, maka keyakinan hubungan kausal antara merokok dan Ca paru makin kuat pula. Sebaliknya, tidak terpenuhinya kriteria dosis-respons tidak menyingkirkan menyingkirkan kemungkinan kemungkinan hubungan hubungan kausal (Rothman, (Rothman, 1896). Sebab, dikenal konsep nilai ambang dan tingkat saturasi (Lepowski, 1978). Selama nilai ambang ambang atau atau tingka tingkatt satura saturasi si belum belum dicapai dicapai oleh oleh dosis dosis yang diberi diberikan kan,, maka maka perubahan dosis tidak akan diikuti perubahan kejadian penyakit. Selain itu, teramatinya hubungan dosis-respons tidak selalu dapat diartikan hubungan sebab akibat. Perubahan frekuensi penyakit pada setiap perubahan intensitas paparan dapat juga disebabkan bias yang bersifat gradual (Weiss, 1981). Jika suatu suatu faktor ternyata ternyata merupakan merupakan penyebab penyebab suatu penyakit, penyakit, dosis yang lebih besar atau lamanya paparan, kemungkinan untuk terjadinya penyakit lebih lebih besar besar pula. pula. Sebagai Sebagai contoh contoh,, jika jika terpap terpapar ar debu silika silika adalah adalah penyeba penyebab b penyakit, maka subjek yang terpapar debu silika konsentrasi tinggi akan
meningkatka meningkatkan n perkembangan perkembangan frekwensi frekwensi penyakit penyakit (atau penyakit berkembang berkembang lebih lebih cepat) cepat) diband dibanding ing subjek subjek yang terpapa terpaparr debu silik silikaa dengan dengan konsen konsentra trasi si rendah. Hal ini adalah pola umum kejadian penyakit sejak dari intensitas kecil agen mungkin tidak dapat menimbulkan epidemi pada host yang resisten, tapi seju sejuml mlah ah besa besarr agen agen akan akan meni menimb mbul ulka kann nnya. ya. Jadi Jadi pola pola dosi dosiss-re resp spon on dapat dapat menyokong hipotesis faktor penyebab. 6. Kr Kredi edibil bilita itass biolo biologik gik suatu suatu hipotes hipotesis is . Keyakinan hubungan antara paparan dan
penyakit makin kuat jika ada a da dukungan pengetahuan biologik. Namun N amun demikian, keti ketiad adaa aan n duku dukunga ngan n peng penget etah ahua uan n biol biolog ogik ik tidak tidak dapat dapat denga dengan n send sendir irin inya ya dikatakan bukan hubungan non-kausal. Sebab acapkali pengetahuan biologi yang tersedia/ tersedia/ada”ter ada”tertingga tinggal”, l”, sehingga sehingga tidak dapat menjelaskan menjelaskan hasil pengalaman pengalaman suatu riset. Secara umum dapat dikatakan, makin terbatas pengetahuan biologik tent tentan ang g hubun hubungan gan anta antara ra papar paparan an dan penya penyaki kit, t, maki makin n kuran kurang g aman aman untu untuk k memutuskan bahwa hubungan itu non-kausal. Kepe Keperrcaya cayaan an terha erhada dap p suat suatu u peye peyeba bab b dan dan efek efek bil bila ada ada suat suatu u pengetahuan atau postulat mekanisme biologi yang mana paparan mungkin beralasan dapat mengubah resiko perkembangan penyakit. Perkembangan penyakit setelah adanya paparan diduga sebagai faktor seharusnya mengikuti reaksi fisiologi manusia. Pada beberapa instansi, perjalanan fisiologi beberapa faktor penyebab penyakit, mungkin tidak dapat ditegakkan dengan baik, sejak respon fisiologi tubuh manusia masih terbanyak dikontrol faktor genetik, DNA, yang yang hanya hanya sebagi sebagian an kecil kecil diketa diketahui hui oleh oleh pengeta pengetahuan huan modern modern.. Selanj Selanjutn utnya ya pengulangan gabungan ditemukan dalam studi yang berbeda mungkin dapat
menjadi bukti pembenaran terhadap biologi molekuler. Makin n kohe kohere ren n denga dengan n peng penget etah ahua uan n tent tentan ang g riwa riwaya yatt alam alamia iah h 7. Koherensi. Maki penyakit, makin kuat keyakinan hubungan kausal antara paparan dan penyakit. Kriteria koherensi menegaskan pentingnya kriteria konsistensi dan kredibilitas biologik. 8. Bukti
ekspe sperimen .
Duku Dukung ngan an
temu temuan an
rise risett
eksp eksper erim imen enta tall
memp memper erku kuat at
kesimpulan hubungan kausal. Blalock (1971) dan Susser (1973) mengemukakan, bahwa hubungan hubun gan kausal k ausal dapat diyakinkan melalui bukti-bukti eksperimental, jika perubahan variabel independen (faktor penelitian) selalu diikuti oleh perubahan vari variab abel el depen depende den n (pen (penya yaki kit) t).. Dala Dalam m prak prakte tek, k, pemb pembuk ukti tian an eksp eksper erim iment ental al seri seringk ngkal alii tidak tidak prak prakti tis, s, tida tidak k laya layak, k, atau atau bahka bahkan n tida tidak k etis etis,, teru teruta tama ma jika jika menyangkut faktor-faktor penelitian yang bersifat merugikan manusia (misalnya, merokok, paparan bahan-bahan kimia, obat-obat yang dihipotesiskan teratogenik). 9. Analogi. Kriteria analogi kurang kuat untuk mendukung hubungan kausal. Sebab
imaj imajin inas asii para para ilmu ilmuwa wan n tent tentu u akan akan banya banyak k mence mencetu tusk skan an gagas gagasan an-ga -gaga gasa san n analogik, dengan akibat analogi menajdi tidak spesifik untuk dipakai sebagai dasar dukunganhubungan kausal. Pada beberapa situasi, kriteria analogi memang bisa dipakai, misalnya: jika sebuah obat mengakibatkan cacat lahir, maka bukan tidak tidak mung mungki kin n obat obat lain lain yang yang memp mempuny unyai ai sifa sifatt farm farmak akol ologi ogi seru serupa pa akan akan memberikan akibat yang sama.
Kesembilan kriteria diatas sangat membantu kita dalam menentukan apakah suatu paparan atau karakteristik merupakan penyebab suatu penyakit. Meski demikian,
penerapannya tidak semudah yang diuraikan. Hill sendiri mengingatkan, tidak satupun satupun kriteria kriteria diatas diatas bersifat bersifat necessary (mutlak (mutlak diperlukan) diperlukan) maupun sufficient (mencukupi) (mencukupi).. Terlalu Terlalu mengandalkan mengandalkan salah satu kriteria kriteria tanpa mempertim mempertimbangkan bangkan aspe aspekk-as aspek pek lain lain akan akan mengh menghas asil ilkan kan kesim kesimpul pulan an yang yang keli keliru ru.. Dala Dalam m hal hal ini ini kerendahan hati Hill terlalu berlebihan. Kriteria keempat, yakni kronologi waktu, kiranya tidak bisa dibantah merupakan kriteia yang mutlak diperlukan sine (sine qua non). non). Jika Jika penyeba penyebab b tidak tidak mendahu mendahului lui akibat akibat,, maka maka adakah adakah dianta diantara ra kita kita yang berani berani mengatakan bahwa hubungan tersebut bersifat kausal? Di dalam suatu penelitian epidemiologi terdapat beberapa kriteria penyebab yang dapat dipertimbangkan, antara lain: 1. Hipotesis Hipotesis penyebab penyebab seharusnya seharusnya terdis terdistrib tribusi usi secara secara sama pada suatu suatu populasi jka jka tidak ada intervensi atau pencegahan, 2. Inside Insiden n penyaki penyakitt secara secara signif signifika ikan n harus harus lebih tinggi tinggi pada orang yang terpapa terpapar r dibanding dengan orang yang tidak terpapar, 3. Hipo Hipote tesi siss penye penyeba bab b pada pada yang yang terp terpapa aparr harus harus lebi lebih h muda mudah h terk terken enaa penya penyaki kitt dibanding tidak terkena penyakit, 4. Kasus penyakit penyakit harus mengikuti mengikuti suatu suatu paparan paparan untuk untuk hipotesis hipotesis penyebab penyebab,, 5. Dosi Dosiss yang yang lebi lebih h besa besarr dan/ dan/at atau au papar paparan an yang yang lama lama terh terhad adap ap penye penyebab bab,, lebi lebih h besar kemungkinannya untuk menderita penyakit, 6. Pada Pada beberap beberapaa penyaki penyakitt atau atau kondisi kondisi,, spektr spektrum um dari respon respon host sejalan sejalan dengan dengan paparan untuk hipotesis penyebab penyeb ab selama suatu gradien biologi logik dari ringan ke berat,
7. Gabunga Gabungan n antara antara penyeba penyebab b dan penyaki penyakitt harus ditemu ditemukan kan pada populasi populasi yang sama bila digunakan studi dengan metode yang berbeda atau pada populasi yang bervariasi jika metode pembuktian digunakan secara konsisten, 8. Penjelasan Penjelasan lain untuk gabungan gabungan yang yang diluar diluar ketetapan, ketetapan, 9. Metode Metode kontrol kontrol digunaka digunakan n untuk untuk mengubah mengubah atau memodifi memodifikas kasii penyeba penyebab b atau atau meng mengub ubah ah atau atau kont kontro roll vekt vektor or (ata (atau u vehi vehike kel) l) memb membaw awaa peny penyak akit it dapa dapatt menurunkan insiden penyakit, 10. Pencegahan, Pencegahan, kontrol dan modifikasi modifikasi reaksi reaksi individual terhadap terhadap penyakit dengan mengurangi kemampuan penyebab, penyakit harus menurun atau berubah pada populasi (seperti imunisasi, imunisasi, obat penurun kolesterol), 11. Penyaki Penyakitt harus harus terjad terjadii dengan dengan angka angka lebih lebih tinggi tinggi pada pada percoba percobaan an (perco (percobaa baan n binatang) jika kemungkinan terpapar penyebab sama dengan yang tidak terpapar. Semua Semua hubunga hubungan n efek efek penyeba penyebab b dan penemu penemuan an meliba melibatka tkan n keilm keilmuan, uan, medik, medik, biologi dan epidemiologi.
BAB III KESIMPULAN
Karya ilmiah apapun tidak seharusnya disikapi dengan keangkuhan sebagai memili memiliki ki kebenar kebenaran an paripu paripurna rna dan abadi. abadi. ”Kebena ”Kebenaran ran”” karya karya ilmiah ilmiah dapat dapat saja saja dibuktikan salah, dijatuhkan, atau paling tidak direvisi oleh temuan yanglebih baru. Sebab hanya dengan sikap demikian pengetahuan ilmiah dapat berkembang. Namun, keny kenyat ataa aan n
itu itu buka bukan n meru merupa paka kan n alas alasan an untu untuk k deng dengan an beba bebass meng mengab abai aika kan n
pengetahuan yang telah kita miliki. Di samping itu, skeptisme terhadap validitas suatu pengetahuan yang oleh para induktivis-empirik mungkin dikatakan ”prematur” bukan merupakan alasan (yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan manusiawi untuk menunda melakukan intervensi kesehatan, baik preventif, protektif, maupun kuratif, yang pada kenyataannya sangat dibutuhkan segera oleh masyarakat. Validi Validitas tas suatu suatu penget pengetahua ahuan n dapat dapat diuji diuji dalam dalam suatu suatu riset riset epidem epidemiol iologi ogi dengan rancangan studi yang tepat. Dengan menggunakan hasil riset dan kriteria infe infere rens nsii
kaus kausal al,,
kita kita
memb membua uatt
infe infere rens nsii
kaus kausal al
untu untuk k
meny menyan angg ggah ah
dan dan
menyempurnakan hipotesis dan teori yang berlaku sebelumnya, atau merumuskan hipotesis baru. Riset Riset tentan tentang g hubungan hubungan kausal kausal sangat sangat penting penting peranny perannyaa bagi bagi keseha kesehatan tan masyarakat dan kedokteran. Para dokter memberikan obat berdasarkan hasil uji klinik yang yang mene menemu muka kan n bahw bahwaa obat obat ters terseb ebut ut mema memang ng memp memper erba baik ikii kondi kondisi si pasi pasien. en. Perencana kesehatan merencanakan penempatan fasilitas pelayanan kesehatan pada suat suatu u komu komuni nita tass denga dengan n asum asumsi si,, bahw bahwaa fasi fasili lita tass ters terseb ebut ut akan akan menye menyeba babk bkan an
perbaikan status kesehatan komunitas yang dilayani. Baik Baik
pend pendek ekat atan an
dete determ rmin inis isme me
maup maupun un
prob probab abil ilit itas as
memb membut utuh uhka kan n
pertimbangan yang mendalam untuk sampai pada keputusan hubungan kausal. Pertimbangan itu lebih bersifat kualitatif ketimbang kuantitatif. Akhir tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an para epidemiolog telah menyadari pentingnya dirumuskan kriteria umum yang dapat dipakai sebagai pedoman, yang walaupun mungkin belum mencukupi tetapi amat dibutuhkan para peneliti untuk memutuskan adanya hubungan kausal, berdasarkan bukti-bukti dari berbagai riset. Kriter Kriteria ia kausal kausalita itass yang terkena terkenall dirumu dirumuska skan n oleh oleh Bradfo Bradford rd Hill Hill (1971) (1971),, sebagai berikut: Kekuatan asosiasi, Konsistensi, Spesifisitas, Kronologis waktu, Efek dosis respons, Hipotesis yang masuk akal secara biologik, Koherensi bukti-bukti, Bukti-bukti eksperimen, dan Analogi.
DAFTAR PUSTAKA
Evan AS (1976) Yale J Biol Med 49:175-95.
Hennekens CH,Buring JE. Epidemiology in Medicine.Little,Brown & Co.,1987 .
Lilienfeld DE, stolley PD. Foundations of Epidemiology.3rd ed., Oxford University Press,1994.
Murti, Murti, Bhisma. Bhisma. Prinsip Prinsip dan Metode Metode Riset Epidemiologi. Epidemiologi. Surakarta:. Surakarta:. Gajah Mada University Press: 1995
Rothman KJ. Modern Epidemiology.Little,Brown & Co.,1986.
Rothman, Rothman, Kenneth Kenneth J. Causation and Causal Inference Inference in Epidemiology Epidemiology.. Diperoleh Diperoleh dari
http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/071/inferensi-kausal-epid-
rothman.. diakses pada: 7 September 2007. rothman