Infeksi HIVAIDS Pada Kehamilan

BAB I PENDAHULUAN

Human immunodeficiency virus virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan AIDS atau kumpulan sindrom akibat imunodefisiensi. Penurunan penularan HIV dari ibu-ke-bayi dianggap sebagai salah satu prakarsa kesehatan masyarakat yang paling efektif di Amerika Serikat. Dengan tidak adanya pengobatan, risiko penularan HIV secara vertikal setinggi 25-30%. Dengan penerapan tes HIV, konseling, pengobatan antiretroviral, persalinan melalui operasi caesar sebelum onset persalinan, dan pemberian ASI, transmisi ibu ke bayi telah menurun menjadi kurang dari 2% di Amerika Serikat. 1 Pada akhir tahun 1998, lebih dari tiga puluh tiga juta orang hidup dengan human Immunodeficiency virus (HIV), virus (HIV), hampir setengahnya adalah wanita pada usia reproduktif. Lebih dari 70% semua infeksi HIV HI V adalah hasil dari transmisi heteroseksual dan lebih dari 90% infeksi pada anak-anak akibat penularan dari ibu ke bayi. Di bagian Afrika bagian selatan, prevalensi HIV pada wanita hamil lebih dari 30%, sementara tingkat infeksi baru meningkat di Asia Tenggara dan proporsi infeksi yang terjadi pada wanita meningkat di banyak negara maju. Wanita sangat rentan terhadap infeksi HIV baik alasan biologis maupun sosial budaya. 2 Pada tahun 2001 United Nations General Assembly Special Session (UNGASS) mentargetkan penurunan 50% infeksi HIV pada bayi tahun 2010. Sebagian besar kasus infeksi HIV pada anak didapatkan melalui penularan dari ibu terinfeksi HIV ke anaknya, yang terjadi pada saat kehamilan, melahirkan atau pada saat menyusui.3 Angka penularan vertikal berkisar antara 14-39% dan bahkan risiko penularan pada anak diperkirakan 29-47%. Tanpa intervensi, risiko penularan HIV dari ibu kepada bayinya sejak kehamilan sampai s ampai periode menyusui adalah 2545%, diantaranya risiko selama hamil sebesar 5-10%, selama persalinan sebesar 1020% dan melalui menyusui 10-15% keseluruhan risiko penularan sekitar 20-40%. 4 Distribusi kasus HIV positif di Indonesia mayoritas berusia r eproduktif aktif usia 15-49 tahun dan sebanyak 36,7% adalah perempuan, 63,3% sisanya adalah laki-laki. Sedangkan penderita AIDS pada laki-laki sebesar 67,9% dan pada

1

Trusted by over 1 million members

Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.











perempuan sebesar 31,5%. Semua orang beresiko terkena AIDS namun jumlah kasus AIDS terbanyak menurut pekerjaan di Indonesia tahun 2016 terjadi pada karyawan yaitu sebanyak 1.719, peringkat selanjutnya adalah wiraswasta s ebanyak 1.159 jiwa. 5 Diperkirakan pada waktu mendatang akan terdapat peningkatan jumlah infeksi baru HIV pada perempuan. Selain itu, risiko penularan dari ibu ke bayi berpotensi meningkat karena terdapat 1.112 ibu rumah tangga pengidap HIV di Indonesia yang mana menduduki peringkat ketiga kasus AIDS terbanyak menurut pekerjaan. Ibu rumah tangga tersebut berpeluang hamil dan melahirkan, kemudian ditambah banyak pengidap yang belum ditemukan. Sejalan dengan itu maka diperkirakan jumlah kehamilan dengan HIV akan meningkat. Sehingga, karena lebih banyak perempuan hamil yang terinfeksi, kemungkinan akan menularkan infeksi pada anaknya. 5 Maka dari itu, perlu adanya penanganan yang sesuai pada ibu hamil untuk mencegah transmisi dari ibu ke bayi (PMTCT).











BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi

tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan

tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain. 5

B. Epidemiologi

Program Gabungan Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang HIV/AIDS (UNAIDS) memperkirakan bahwa pada tahun 2017, sekitar 36,7 juta orang di seluruh dunia (1% dari populasi orang dewasa berusia 15-49 tahun) terinfeksi HIV, dimana 1,8 juta orang baru terinfeksi; 64% dari semua orang yang hidup dengan HIV di seluruh dunia tinggal di Afrika sub- Sahara. Tingkat infeksi HIV baru menurun secara global sebagai hasil upaya untuk memperkuat program pencegahan dan pengobatan HIV. Di seluruh dunia, infeksi baru di kalangan anak-anak menurun 47% sejak 2010 karena cakupan ART yang diberikan kepada ibu hamil meningkat 29% pada periode per iode waktu yang sama. Sayangnya, wanita muda di daerah dengan prevalensi tinggi di dunia, seperti Afrika subSahara, tetap berisiko tinggi terhadap HIV dengan 26% infeksi baru yang terjadi pada wanita berusia 15-24 tahun meskipun kelompok usia ini hanya 10% dari populasi. Pada tahun 2016, AIDS mengklaim sekitar 1 juta nyawa; 120.000 diantaranya adalah anak-anak. 6











Gambar 3.0 Jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia sampai tahun 2016

Di Indonesia, jumlah kasus baru HIV positif yang dilaporkan dari tahun

ke

tahun

cenderung meningkat dan pada tahun 2016 dilaporkan

sebanyak 41.250 kasus, dan untuk kasus AIDS

yang dilaporkan

sedikit

meningkat dibandingkan tahun 2015 yaitu sebanyak 7.491. Secara kumulatif, kasus AIDS sampai dengan tahun 2016 sebesar 86.780 86.780 kasus. Menurut Menurut jenis kelamin, persentase kasus baru HIV positif dan AIDS tahun 2016 pada lakilaki lebih besar dibandingkan perempuan. Penderita HIV positif pada lakilaki sebesar 63,3% dan pada perempuan sebesar 36,7%. Sedangkan penderita AIDS pada laki-laki sebesar 67,9% dan pada perempuan sebesar 31,5%. Untuk kasus AIDS pada perinatal sendiri pada tahun 2016 sebesar 3,8%.

5











Gambar 1.0 Jumlah kasus baru HIV positif dan AIDS menurut jenis kelamin tahun 2016.

Gambar 2.0 Jumlah kasus AIDS menurut pekerjaan pekerjaa n tahun 2016











Indonesia tahun 2016 terjadi pada karyawan yaitu sebanyak 1.719, peringkat selanjutnya adalah wiraswasta sebanyak 1.159 jiwa, dan ibu rumah tangga berada di urutan kasus terbanyak peringkat peringkat tiga. 5 Hasil studi memperlihatkan bahwa prevalensi HIV pada ibu hamil di masyarakat yang berasal dari 8 ibu kota provinsi di Indonesia dari tahun 20032010 sebesar 0,41%. Angka ini lebih tinggi dari angka di negara maju seperti Belanda 0,12% dalam periode 1988-1991, tetapi jauh lebih rendah dari beberapa negara di Afrika, yang berkisar antara 10-40%. Angka prevalensi HIV pada ibu hamil di Indonesia hampir sama dengan India yakni 0,6% dalam periode tahun 2003-2008. India melaporkan adanya penurunan prevalensi sebesar 82% selama 5 tahun yakni dari 1,1% tahun 2003 menjadi 0,2% tahun 2008. Angka prevalensi HIV pada ibu hamil di Indonesia juga hampir sama dengan Cina yakni 0,4% tahun 2002. Cina juga melaporkan bahwa dari 8 provinsi ada 2 provinsi yang prevalensi HIV pada ibu hamil telah melebihi 1%.7

C. Etiologi

Acquired Immunodeficiency Syndrome Syndrome (AIDS) disebabkan oleh virus yang disebut HIV ( Human Immunodeficiency Virus). Virus). Virus ini ditemukan oleh Montagnier, seorang ilmuwan Perancis ( Institute Pasteur , Paris 1983), yang mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala limfadenopati, lim fadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan Limphadenopathy Associated Virus (LAV). Gallo ( National National Institute of Health, Health, USA 1984) menemukan virus HTL-III ( Human Human T Lymphotropic Virus) Virus ) yang juga adalah penyebab AIDS. Pada penelitian penelitian lebih lanjut lanjut dibuktikan bahwa kedua kedua virus ini sama, sehingga berdasarkan hasil pertemuan International Committee on Taxonomy of Viruses (1986) Viruses (1986) WHO memberi nama resmi HIV. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula menyebabkan AIDS, disebut HIV-2, dan berbeda dengan HIV-1 secara genetik maupun antigenik. HIV-2 dianggap













itu disebut sebagai HIV saja. Virus ini termasuk

RNA virus,

golongan

Retrovirus, famili Retroviridae, subfamili Lentivirinae, genus Lentivirus. 1,8

(Sumber: aidsinfo.nih.gov)

Gambar 4.0 Struktur virus HIV

Bagian envelop terdiri atas glikoprotein, ternyata mempunyai peran yang penting pada terjadinya infeksi karena mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor spesifik CD4 sel host. CD4 (Cluster ( Cluster of differentiation 4) adalah subpopulasi dari limfosit yang juga dikenal sebagai sel T helper, yang mana sebagai koordinator dari respon imun tubuh seperti membantu sel B dalam memproduksi antibodi, maupun dalam meningkatkan respon imun seluler terhadap antigen.22 Molekul RNA dikelilingi oleh kapsid berlapis dua dan suatu membran selubung yang mengandung protein. Di dalam inti virus terdapat enzim yang digunakan untuk membuat salinan RNA, yang diperlukan











oleh HIV, DNA tersebut bersatu dalam nukleus nukleus sel T4 sebagai pro-virus. pro-virus. DNA pro-virus tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus. HIV menyerang menyerang jenis sel

tertentu,

yaitu

sel-sel

yang mempunyai

antigen permukaan CD4,

terutama limfosit T4 yang memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. 9 Selain limfosit T4, virus juga dapat menginfeksi sel monosit dan makrofag, sel langerhas pada kulit, sel dendrit folikuler pada kelenjar kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia otak. Virus yang masuk ke dalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri kemudian HIV baru dilepaskan ke plasma darah dan menginfeksi CD4 lainnya.9 Sistem kekebalan tubuh menjadi lumpuh akibat hancurnya hancurn ya limfosit T4 secara besar-besaran yang mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi oportunistik dan keganasan yang merupakan gejala-gejala klinis AIDS. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS A IDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi. 9

E. Gambaran Klinis

Masa tunas dari pajanan ke penyakit klinis adalah dalam hitungan hari sampai minggu. Infeksi HIV akut serupa dengan banyak infeksi virus lain dan biasanya berlangsung kurang dari 10 hari. Gejala umum adalah demam dan











paru; lesi herpes simpleks atau zoster yang menetap; kondiloma akuminata; tuberkulosis paru; retinitis; atau penyakit pencernaan akibat sitomegalovirus; dan infeksi lain. Kelainan neurologis sering terjadi dan sekitar separuh pasien memperlihatkan gejala susunan saraf pusat. Hitung CD4+ <200/mm juga dianggap definitif untuk diagnosis AIDS.

10

Terdapat masalah-masalah ginekologik khas pada wanita dengan infeksi HIV misalnya kelainan haid, kebutuhan kontrasepsi, dan neoplasia genital serta IMS lain yang mungkin menetap hingga kehamilan. 11 Kehamilan berulang tidak berdampak signifikan pada perjalanan klinis atau imunologis infeksi virus.12

F. Diagnosis

Tanda dan gejala pada infeksi HIV awal bisa sangat tidak spesifik dan menyerupai infeksi virus lain yaitu: letargi, malaise, sakit te nggorokan, mialgia (nyeri otot), demam demam dan berkeringat. Pasien Pasien mugkin mengalami beberapa gejala, tetapi tidak mengalami mengalami keseluruhan gejala tersebut di atas.

Pada

stadium awal, pemeriksaan laboratorium merupakan cara terbaik untuk mengetahui apakah pasien terinfeksi virus HIV atau tidak. Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan dua metode: 1. Langsung: yaitu isolasi virus dari sampel, umumnya dilakukan dengan menggunakan mikroskop elektron dan deteksi antigen antigen virus. Salah satu cara deteksi antigen virus yang makin popular belakangan ini adalah PCR ( polymerase polymerase chain chain reaction). reaction).9 PCR untuk DNA dan RNA virus HIV sangat











Control and Prevention (CDC), Prevention (CDC), definisi AIDS mencakup semua orang yang terinfeksi HIV dengan jumlah CD4 <200 (atau persentase CD4 <14%) serta mereka yang memiliki kondisi dan gejala terkait HIV.

23

Tabel 1.0 Klasifikasi AIDS menurut CDC

Sumber : Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Prevention (CDC) * Kategori B Kondisi Gejala Kondisi gejala Kategori B didefinisikan sebagai seba gai kondisi simtomatik yang terjadi pada remaja yang terinfeksi HIV atau orang dewasa yang memenuhi setidaknya satu dari kriteria berikut: 1. Mereka yang dikaitkan dengan infeksi HIV atau menunjukkan adanya











6. Leukoplakia hairy, oral 7. Herpes zoster, melibatkan dua atau lebih episode atau setidaknya satu dermatom 8. Purpura thrombocytopenic idiopatik 9. Gejala konstitusional, seperti demam (> 38,5°C) atau diare yang berlangsung> 1 bulan 10. Neuropati 10. Neuropati perifer # Kategori C Kondisi Indikator AIDS 1. Pneumonia bakteri, berulang (dua atau lebih episode dalam 12 bulan) 2. Kandidiasis bronkus, trakea, atau paru-paru 3. Kandidiasis kerongkongan 4. Karsinoma serviks, invasif, dikonfirmasi dengan biopsi 5. Coccidioidomycosis, menyebar luas atau ekstrapulmonal 6. Kriptokokosis, ekstrapulmonal 7. Kriptosporidiosis, usus kronis (> 1 bulan dalam durasi) 8. Penyakit sitomegalovirus (selain hati, limpa, atau nodus) 9. Encephalopathy, terkait HIV 10. Herpes simpleks: ulkus kronis (> 1 bulan dalam durasi), atau bronkitis, pneumonitis, atau esophagitis 11. Histoplasmosis, menyebar luas atau ekstrapulmonal 12. Isosporiasis, usus kronis (> 1 bulan dalam durasi) 13. Sarkoma Kaposi 14. Limfoma, Burkitt, immunoblastic, atau sistem saraf pusat primer













21. Toksoplasmosis otak 22. Sindroma wasting yang disebabkan oleh HIV (penurunan berat badan secara tidak disengaja> 10% dari berat badan awal) yang terkait dengan diare kronis (dua atau lebih BAB cair per hari selama ≥1 bulan) atau kelemahan kronis dan demam terdokumentasi selama ≥ 1 bulan Berbeda dengan sistem CDC, sistem klasifikasi staging dan penyakit klinis WHO dapat digunakan dengan mudah pada rangkaian sumber daya terbatas tanpa akses terhadap te rhadap pengukuran jumlah CD4 atau metode pengujian diagnostik dan laboratorium lainnya. Sistem WHO mengklasifikasikan penyakit HIV berdasarkan manifestasi klinis yang dapat dapat dikenali dan dirawat oleh dokter di berbagai tempat, termasuk keadaan sumber daya terbatas, dan oleh dokter dengan berbagai tingkat keahlian dan pelatihan HIV. 22 Tabel 2.0 klasifikasi staging AIDS menurut WHO





















Kehamilan tidak secara signifikan mempengaruhi resiko kematian, progresivitas menjadi AIDS atau progresivitas penurunan sel CD4 pada wanita yang terinfeksi HIV. 13 Pengaruh kehamilan terhadap sel CD4 pertama kali dilaporkan oleh Burns, dkk. Pada kehamilan normal terjadi penurunan jumlah sel CD4 pada awal kehamilan untuk mempertahankan janin. Pada wanita yang tidak menderita HIV, presentase sel CD4 akan meningkat kembali mulai trimester ketiga hingga 12 bulan setelah melahirkan. Sedangkan pada wanita yang terinfeksi HIV penurunan tetap terjadi pada kehamilan dan setelah melahirkan walaupun tidak bermakna secara statistik. Namun penelitian dari European Collaborative Study Study dan Swiss HIV Pregnancy Cohort dengan jumlah sample yang lebih besar, menunjukkan presentase penurunan sel CD4 selama kehamilan sampai 6 bulan setelah melahirkan tetap stabil.

14

Kehamilan ternyata hanya sedikit meningkatkan kadar virus (viral (viral load ) HIV. Kadar virus HIV meningkat terutama setelah 2 tahun persalinan, walaupun

secara

statistik

tidak

bermakna. 15 Kehamilan

juga

tidak

mempercepat progresivitas penyakit menjadi AIDS. Italian Seroconversion Study Group membandingkan Group membandingkan wanita terinfeksi HIV dan pernah hamil ternyata











timus yang terkena. Tingkat kehamilan ektopik yang lebih tinggi telah dilaporkan pada perempuan HIV positif dibandingkan dengan wanita yang tidak terinfeksi, yang mungkin terkait dengan efek penyakit menular seksual bersamaan lainnya. Persalinan preterm mungkin lebih umum terjadi pada perempuan HIV positif, dengan tingkat kematian dua kali lipat tingkat yang terlihat pada wanita yang tidak terinfeksi dalam dala m beberapa laporan. la poran. Pecah membran preterm mungkin juga meningkat pada perempuan HIV positif dan solusio dan solusio plasenta telah plasenta telah digambarkan sebagai yang lebih umum terjadi pada perempuan HIV positif. Selain itu, wanita HIV positif menunjukkan peningkatan tiga kali lipat dalam risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. 2

H. Konseling Prakonsepsi

Semua wanita yang berusia reproduktif yang terinfeki HIV harus mencari konseling sebelum merencanakan kehamilan, sehingga diskusi mendetail tentang persalinan dapat dilakukan. Fokus kunci diskusi harus mencakup pencegahan transmisi HIV dari ibu ke anak/ Maternal To Child











yang lebih aman dan kepatuhan yang lebih baik terhadap ARV tetapi juga menghasilkan hasil kehamilan yang lebih baik. 16 Wanita yang terinfeksi disarankan untuk melakukan servikal sitologi rutin, menggunakan kondom saat berhubungan seksual, atau menunggu konsepsi

sampai

plasma

viremia

telah

ditekan.

Profilaksis terhadap

Pneumocystis Carinii Pneumonia (PCP) tidak diperlukan, tetapi infeksi oportunistik yang terjadi harus tetap teta p diobati.17

I. Penatalaksanaan Intervensi Intervensi untuk Mencegah Progresifitas Progresifitas Penyakit Pada Ibu Hamil.

Highly active anti-retroviral therapy therapy (HAART) adalah kemoterapi antivirus yang disarankan disar ankan oleh WHO untuk ibu hamil sebagai pengobatan utama HIV selama masa kehamilan dan postpartum. Selain memperbaiki kondisi maternal, HAART terbukti dapat mencegah transmisi perinatal yaitu dengan mengurangi replikasi

virus dan menurunkan jumlah viral load

maternal.18 Obat pilihan pertama pertama yang boleh digunakan digunakan untuk ibu hamil adalah













positif sebelumnya atau dengan hasil rapid test, te st, lebih dari satu pilihan pengobatan tersedia, tetapi semua harus termasuk infus ZDV.1,18,20 Ibu hamil yang terinfeksi HIV dan tidak pernah mendapatkan terapi ARV, HAART harus dimulai secepat mungkin, termasuk selama s elama trimester

pertama.

Pada kasus dimana

ibu hamil yang sebelumnya

mengkonsumsi HAART untuk kesehatannya sendiri, harus melakukan konseling mengenai pemilihan obat yang tepat. Efek samping obat terlihat meningkat pada ibu hamil dengan jumlah sel T CD4+ <250/mL. Misaln ya pada ibu dengan CD4 <200/ml yang sebelumnya mendapat pengobatan single pengobatan single dose NVP, ritonavir-boosted lapinavir ditambah tenofovir-emtricitabine, diganti dengan NVP ditambah tenofovir-emtricitabine sebagai terapi awal. Oleh











dapat meminimalkan terpaparnya janin terhadapa darah maternal, akibat pecahnya selaput plasenta dan sekresi maternal, saat janin melewati jalan lahir. Indikasi persalinan dengan elktif seksio sesaria adalah wanita tanpa pengobatan antiviral, wanita yang mengkonsumsi HAART dengan viral vir al load >1000 kopi/mL, wanita yang hanya mengkonsumsi monoterapi ZDV, wanita dengan HIV positif dan koinfeksi virus hepatitis, termasuk HBV dan HCV.1,19,20 HIV dengan koinfeksi dapat meningkatkan resiko transmisi HBV dan HCV para perinatal. Oleh sebab itu, kombinasi 3 obat antivirus sangat direkomendasikan tanpa memperdulikan level viral load. Misalnya pada wanita dengan koinfeksi HBV/HIV, obat yang digunakan adalah kombinasi











Bayi prematur <32 minggu tidak dapat mentoleransi medikasi oral, sehingga pemberian terapi ARV pada pada ibu sesudah dan dan saat persalinan akan memberikan memberikan profilaksis pada janinnya. ja ninnya. Apabila bayi ba yi lahir prematur dengan PROM terjadi pada umur kehamilan >34 minggu, persalinan harus dipercepat. Augmentation dipercepat. Augmentation dapat dipertimbangkan jika viral load <50

kopi/mL dan tidak ada

kontraindikasi obstetrik. Pertimbangan tersebut termasuk pemberian antibiotik intravena spektrum luas, jika pasien terbukti ada infeksi genital atau korioamnionitis.

Lain

halnya

pada

umur

kehamilan

<34

minggu,

penatalaksanaannya sama tetapi obat antibiotik oral yang diberikan adalah eritromisin.17 Semua ibu hamil, baik yang terinfeksi HIV maupun maupun tidak sangat memungkinkan untuk menderita anemia. Untuk itu pemeriksaan darah











tidak ada. Pada kasus ini, pemilihan jalan lahir harus disesuaikan secara individu. Oleh karena itu, usahakan agar membran tetap intak selama mungkin. 1,17 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh ACOG pada tahun 2000, pasien HAART dengan dengan viral load >1000 kopi/mL, kopi/mL, harus konseling konseling berkenaan dengan keuntungan yang didapat dari persalinan dengan elektif seksio sesaria dalam menurunkan resiko transmisi vertikal pada perinatal.17 Persalinan pervaginam dipertimbangkan dilakukan oleh wanita yang

mengkonsumsi

HAART dengan viral load <1000 kopi/mL. Kemudian tetap melanjutkan regimen ARV antepartum dan tidak perlu ZDV intravenous. 16 Jika pasien ini tidak ingin melakukan persalinan lewat vagina,

seksio

sesaria harus











pemberian ASI pada ibu dengan HIV positif, meskipun mereka mendapatkan terapi ARV.18 Saran suportif mengenai susu formula pada bayi sangat diperlukan untuk mencegah gizi buruk pada bayi. Menurut penelitian yang dilakukan di Eropa, semua wanita dengan HIV positif direkomendasikan direkomendasikan untuk mengkonsumsi mengkonsumsi kabergolin 1 mg oral dalam 24 jam setelah melahirkan, untuk menekan laktasi. 17

Tata Laksana Neonatus

Semua bayi harus diterapi dengan ARV <4jam setelah lahir. Kebanyakan bayi diberikan monoterapi ZDV 2x sehari selama 4 minggu. Jika ibu resisten terhadap ZDV, obat alternatif bisa diberikan pada kasus bayi lahir













BAB III KESIMPULAN

Kehamilan tidak secara signifikan mempengaruhi resiko kematian, progresivitas menjadi AIDS atau progresivitas penurunan sel CD4 pada wanita











DAFTAR PUSTAKA

1. Peterson, A. 2017. HIV in Pregnancy. www.emedicine.medscape.com Pregnancy. www.emedicine.medscape.com 2. WHO. 1998. HIV in Pregnancy : A Review. Geneva : Department of Reproductive Health WHO.











14. McFarland, Elizabeth J. 2003. Human Immunodeficiency Virus (HIV) Infection in : Current Pediatric Diagnosis&Treatment. 16th edition. McGraw&Hill Company. Singapore 1140-50. 15. Yunihastuti E, Wibowo N, Djauzi S, Djoerban Z. 2003. Kelompok Studi Kasus AIDS FKUI/RSUPN dr.Ciptomangunkusumo. Infeksi HIV pada Kehamilan.











adolescents and adults. adults . Dalam HIV Classification: CDC and WHO Staging Systems.

2014.

https://aidsetc.org/guide/hiv-classification-cdc-and-who-

staging-systems (diakses 27 Desember 2017) 24. Kemenkes. 2012. 2012. Pedoman nasional pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA). Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Infeksi HIVAIDS Pada Kehamilan

Recommend Documents