INDIKATOR KEBERHASILAN SUATU PROGRAM A. Definisi Indikator
Indikator adalah ukuran yang bersifat kuantitatif dan umumnya terdiri atas pembilang (numerator) dan penyebut (denominator). Dalam hal ini, pembilang adalah jumlah kejadian yang sedang diukur sedangkan penyebut adalah besarnya populasi yang beresiko menjadi sasaran kejadian tersebut.
indikator yang mencakup
pembilang dan penyebut ini sangat tepat untuk memantau perubahan dari waktu ke waktu serta dalam membandingkan suatu wilayah dengan wilayah lain.
Terdapat banyak literatur yang menyebutkan tentang definisi indikator. Beberapa definisi diantaranya ; 1. World Health Organization (WHO) ,1981 ,1981 Indikator adalah variabel yang membantu kita dalam mengukur perubahan perubahan yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. 2. Green, 1992 Indikator ialah variabel-variabel yang mengindikasikan atau memberi pentunjuk kepada kita tentang suatu keadaan tertentu, sehingga dapat digunakan untuk mengukur perubahan. 3. Wilson & Sapanuchart, 1993 Indikator adalah suatu ukuran tidak langsung dari suatu kejadian atau kondisi. Misalnya berat badan bayi berdasarkan umur adalah indikator bagi status gizi bayi tersebut. 4. Departemen Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan Amerika Serikat, 1969 Indikator ialah statistik dari hal normatif yang menjadi perhatian kita yang dapat membantu kita dalam membuat penilaian ringkas, komprehensif, dan berimbang terhadap kondisi-kondisi atau aspek-aspek penting dari suatu masyarakat.
Dari definifi-definisi di atas jelas bahwa indikator adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau kemungkinan dilakukan pengukuran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Suatu indikator tidak selalu menjelaskan keadaan secara keseluruhan tetapi kerap kali hanya memberi petunjuk atau indikasi tentang keadaan keseluruhan tersebut sebagai suatu pendugaan. Misalnya, Program Keluarga Berencana yang diadakan pemerintah dan bisa saja hanya sebagian saja yang tidak melaksanakan program tersebut.
B. Persyaratan Indikator Untuk
memudahkan
mengingat
persyaratan-persyaratan
yang
harus
dipertimbangkan dalam menetapkan suatu indikator maka syarat tersebut dirumuskan berurutan dalam istilah bahasa Inggris yakni; SMART atau A ttributable, R eliable,
S imple, M easurable,
dan T imely. Jadi, sesuai rumus sederhana di atas maka
persyaratan yang harus dipertimbangkan dalam menyusun indikator adalah sebagai berikut: 1. Simple ( Sederhana ) Indikator yang ditetapkan sedapat mungkin sederhana dalam pengumpulan data maupun dalam rumus penghitungan untuk mendapatkannya. 2. Measurable ( Terukur ) Indikator yang ditetapkan harus mempresentasikan informasinya dan jelas ukurannya sehingga dapat digunakan untuk perbandingan antara satu tempat dengan tempat lain atau antara satu waktu dengan waktu lain agar memudahkan dalam memperoleh data. 3. Attributable ( Bermanfaat ) Indikator yang ditetapkan harus bermanfaat untuk kepentingan pengambilan keputusan.
4. Reliable ( Terpercaya ) Indikator yang ditetapkan harus dapat didukung oleh pengumpulan data yang baik, benar dan teliti. 5. Timely ( Tepat Waktu ) Indikator yang ditetapkan harus dapat didukung oleh pengumpulan dan pengolahan data serta pengemasan informasi yang waktunya sesuai dengan saat pengambilan keputusan dilakukan.
C. Klasifikasi Indikator
Terdapat banyak cara untuk mengklasifikasikan indikator sesuai dengan cara kerja indikator tersebut. Umumnya digunakan klasifikasi dengan berpegang pada pendekatan sistem. Untuk menyederhanakan penetapan indikator menuju Indonesia Sehat, Propinsi Sehat, Kabupaten/Kota Sehat, Kecamatan Sehat dan Perusahaan Sehat maka dibuat tiga kategori indikator yakni: 1. Indikator Derajat Kesehatan sebagai Hasil Akhir Indikator Hasil Akhir yang paling akhir adalah indikator-indikator mortalitas yang dipengarhi oleh indikator-indikator morbiditas atau kesakitan dan indikator status gizi. 2. Indikator Hasil Antara Indikator ini terdiri atas indikator-indikator ketiga pilar yang mempengaruhi hasil akhir yaitu indikator-indikator keadaan lingkungan, indikator-indikator perilaku hidup masyarakat serta indikator-indikator akses dan mutu pelayanan kesehatan. 3. Indikator Proses dan Masukan Indikator ini terdiri atas indikator-indikator pelayanan kesehatan, indikatorindikator sumber daya kesehatan, indikator-indikator manajemen kesehatan dan indikator-indikator kontribusi sektor-sektor terkait.
D. Contoh Indikator Keberhasilan Suatu Program
Program KB di Indonesia dimulai sekitar tahun 1957 dan resmi menjadi program Pemerintah pada tahun 1970. Pada awal mula keberadaan program KB di Indonesia, tentu banyak sekali lapisan masyarakat yang tidak setuju dan masih salah kaprah tentang kegunaan program ini. Ketidak tahuan masyarakat dan para tokohtokohnya membuat program ini ditolak mentah-mentah. Apalagi tokoh-tokoh agama yang kala itu masih menganggap KB adalah upaya pembunuhan calon bayi membuat masyarakat semakin berani menolak program ini. Namun seiring berjalannya waktu dan berkat hasil usaha keras dari para kader KB, akhirnya program KB di Indonesia kini dapat diterima. Bahkan, Indonesia pernah memiliki program keluarga berencana yang terbaik di dunia. Meski kini menghadapi tantangan desentralisasi, Indonesia masih jadi negara yang bisa dipelajari kesuksesannya. Indonesia dianggap berhasil melakukan konsolidasi dan melibatkan tokoh keagamaan, tokoh masyarakat, serta swasta dalam program KB walau struktur sosial ekonomi masyarakat masih beragam dengan kondisi geografis yang terpencar. Namun, kini, keberhasilan Indonesia dalam program KB mendapat tantangan cukup besar. Sejak sistem sentralisasi bergeser menjadi desentralisasi, banyak kepala daerah yang enggan mendukung program KB karena dianggap sebagai kegiatan menghambur-hamburkan uang. Pola pikir seperti itu merupakan cermin kurangnya pemahaman sebagian masyarakat terhadap peran KB. Hasil sensus penduduk 2010 di Indonesia menunjukkan gejala ledakan penduduk. Sepuluh tahun terakhir, penduduk bertambah 32,7 juta jiwa dan rata rata pertumbuhan 1,49 persen. Peningkatan itu setara jumlah penduduk Kanada dan lebih banyak dari penduduk Malaysia. Untuk itu, program KB di setiap daerah harus ditingkatkan dan harus bekerja keras untuk menekan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP). Lebih dari sekadar upaya kuantitatif untuk menurunkan angka kelahiran dan kematian, peran Keluarga Berencana sebenarnya bersifat kualitatif dalam hal perbaikan penanganan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan. Ini yang dicapai lewat pengaturan saat kehamilan, jarak kelahiran, dan jumlah anak.
Keberhasilan program keluarga berencana (KB) di Indonesia sudah banyak diakui baik dalam maupun luar negeri. Namun demikian, dibalik semua keberhasilan tersebut masih dirasakan adanya kekurangan serta kendala dalam pelaksanaan program KB. Banyak kritik bermunculan terhadap cara-cara yang dilakukan untuk mencapai keberhasilan tersebut. Beberapa diantaranya adalah kritik yang menyatakan bahwa pelaksanaan program KB pada dua dekade awal (1970-an dan 1980-an) tidak banyak memperhatikan hak-hak dasar penduduk, bahkan terkesan setengah memaksa. Semangat petugas untuk mencapai jumlah (kuantitas) akseptor sesuai dengan target sering menjadi motif utama, sehingga aspek kualitas pelayanan menjadi terabaikan. Aspek kesehatan ibu dan anak juga sangat sedikit diperhatikan. Selain itu, program KB yang dilakukan dianggap kurang memperhatikan kesetaraan gender. Sasaran program lebih banyak ditujukan kepada penduduk perempuan, sehingga tidak mengherankan jika partisipasi laki-laki dalam program KB masih sangat rendah. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 2011 akan memprioritaskan tiga program peningkatan partisipasi KB, yaitu program KB bagi generasi muda memasuki usia nikah, program KB bagi penduduk miskin, dan program KB bagi penduduk di daerah terpencil dan perbatasan. Penekanan tiga prioritas program tersebut, karena sesuai hasil evaluasi pelayanan Program KB pada 2010, kepesertaan KB bagi kalangan penduduk miskin dinilai masih rendah, termasuk penduduk di daerah terpencil dan perbatasan, serta sosialisasi program bagi generasi muda menjelang usia nikah juga masih kurang. Dengan anggaran Program KB yang cukup, maka BKKBN akan mampu memenuhi target rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) periode 2009-2014 antara lain penurunan pertumbuhan penduduk dari 1,4 persen per tahun saat ini menjadi 1,1 persen pada 2014, serta penurunan angka kesuburan wanita (TFT- total fertility rate) dari 2,4 menjadi 2,1 pada 2014. Keberhasilan program KB di Indonesia dalam menurunkan angka kelahiran dapat dilihat dari jumlah kelahiran yang tercegah sejak awal dilaksanakannya program KB pada tahun 1971. Beberapa pakar demografi memperkirakan, tanpa program KB jumlah penduduk tahun 2000 sekitar 280 juta. Akan tetapi pada kenyataannya berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah penduduk hanya 206
juta. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa ada sekitar 74 juta kelahiran yang dapat dicegah (birth averted ) selama periode tersebut. Namun demikian keberhasilan tersebut di atas mulai mengalami penurunan sejak kewenangan pemerintah bidang Keluarga Berencana diserahkan kepada pemerintah daerah Kabupaten/Kota pada akhir tahun 2003, sebagai konsekuensi dari perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi dimana dilaksanakannya sistem otonomi daerah. Perubahan sistem pemerintahan tersebut sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan program KB. Untuk pencapaian program tahun 2012 yang berkaitan dengan indikator kinerja peserta KB baru (PB), seperti PB Total, PB Mandiri, PB MKJP, PB Pria, dan PB
KPS
&
KS-I,
data
statistik
rutin
BKKBN
menujukkan
hasil
yang
menggembirakan, kecuali untuk PB Mandiri. Untuk PB Total, dari target sebesar 7,38 juta peserta tercapai sebesar 9,39 juta peserta atau 127,1%. PB Mandiri, dari target sebesar 3,4 juta peserta tercapai 3,1 juta peserta atau 91,2%. PB MKJP dengan target sebesar 12,9% dari PB Total tercapai 17,8% atau 138%. PB Pria dengan target sebesar 4,3% dari total PB Total tercapai sebesar 8,5% atau 197,7%. Sementara itu, PB KPS dan KS-I dengan target sebanyak 3,9 juta peserta tercapai sebanyak 4,2 juta peserta atau 107,7%. Untuk pencapaian indikator kinerja peserta KB aktif (PA), seperti PA, PA Mandiri, PA MKJP, dan PA KPS & KS-I, hasilnya bervariasi. Untuk PA Total, dari target sebesar 28,2 juta peserta tercapai sebesar 28 juta peserta atau 99,31%. PA Mandiri, dari target sebesar 49,7% dari PA tercapai 43,8% atau 88,1%. PA MKJP dengan target sebesar 25,9% dari PA tercapai 24,9% atau 96,1%. Sementara itu, PA KPS dan KS-I dengan target sebanyak 12,5 juta peserta tercapai sebanyak 14,6 juta peserta atau 116,8%. Dukungan anggaran untuk pelaksanaan program KKB nasional tahun 2012 yang dituangkan melalui APBN sejumlah Rp.2.272.536.381.000,-. Secara nasional mengalami penurunan sebesar Rp.248.867.745.000 (9,87%) dibanding anggaran tahun
2011
sebesar
Rp.2.521.404.126.000,-.Dukungan
anggaran
tersebut
dialokasikan untuk pelaksanaan satu program teknis, yaitu Program Kependudukan
dan KB, serta tiga program generik, yaitu Program Pelatihan dan Pengembangan BKKBN; Program Dukungan Manajemen dan Tugas Teknis Lainnya; serta Program Pengawasan dan Peningkatan Aparatur BKKBN. Dukungan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Kabupaten-Kota tertentu tahun 2012 adalah sebesar Rp. 392.257.000.000,- Penyerapan anggaran BKKBN pada tahun 2012 sebesar Rp 2.212.791.468.184,- atau 97,37% persen dari total pagu anggaran, namun masih terdapat permasalahan dalam pengelolaan Keuangan dan BMN yang harus disempurnakan pada tahun 2013 antara lain legalitas atau payung hukum dari alokasi anggaran APBN kepada SKPD-KB Kabupaten dan kota. BKKBN pada tahun 2014. Sasaran yang dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun2014, ini antara lain menetapkan angka kelahiran total (TFR) sebesar 2,36 anak per wanita usia subur, angka penggunaan kontrasepsi (CPR) sebesar 60,5 persen, dan angka kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi ( unmet need ) sebesar 6,5 persen. Selain itu, juga ditetapkan target peserta KB baru (PB) sebesar 7,6 juta, dan peserta KB aktif (PA) sebesar 29,8 juta. Rakernas juga menetapkan target persentase peserta KB menggunakan metode kopntrasepsi jangka panjang (MKJP) sebesar 27,5 juta.
Indikator KB yang umum dipakai adalah: 1. Pernah Pakai KB (Ever users) Hasil Susenas 2012 menunjukkan bahwa 88,86 % dari wanita yang berstatus kawin dan berusia 15 – 49 tahun di Indonesia pernah memakai suatu alat/cara KB. Berdasarkan tempat tinggal, persentase perempuan kawin usia 15 – 49 tahun yang pernah memakai suatu alat/cara KB hanya sedikit lebih tinggi di wilayah perkotaan daripada di wilayah perdesaan, walaupun tidak signifikan (73,15% versus 71,11%). Provinsi sumatera selatan cukup tinggi pada tahun 2012 persentasi perempuan kawin usia 15- 49 tahun menunjukkan bahwa 90,52 %. 2. Angka Prevalensi Kontrasepsi (CPR)
Hasil Susenas 2012 menunjukkan bahwa Angka Prevalensi Kontrasepsi Indonesia adalah 56,71%. Artinya satu diantara dua pasangan usia subur di Indonesia pada tahun 2012 sedang memaki sesuatu cara KB. Perbedaan Angka Prevalensi Kontrasepsi di wilayah perkotaan dengan wilayah perdesaan amat kecil, yang menunjukkan bahwa strategi pendekatan program KB di daerah perkotaan dan pedesaaan hampir sama kuatnya. Menurut propinsi, Angka Prevalensi Kontrasepsi sumatera selatan menunjukkan angka 64,4 %. 3. Kontraseptif mix Hasil SDKI 2012 menunjukkan bahwa bahwa sebagian besar Puskemas memakai suntikan (55,9 %) kemudian diikuti dengan pil (23,49%). Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar Puskesmas memakai alat/cara KB modern jangka pendek yang sangat tergantung pada ketersediaan dan juga pada kedisiplinan penggunanya. Sangat disayangkan bahwa pemakai alat kontrasepsi pria (kondom dan sterilisasi pria) amat rendah. Hal ini menunjukkan masih adanya bias gender dalam hal pemakaian KB. Persentase pemakai alat/cara KB menurut alat/cara KB dan latar belakang karakteristik Puskesmas (seperti umur isteri, pendidikan suami dan isteri, tempat tinggal, jumlah anak lahir hidup, dan tingkat kesejahteraan) juga dapat dihitung. Informasi seperti ini sangat bermanfaat dalam penajaman sasaran kebijakan pengendalian kelahiran.
E. Hubungan program KB dengan pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk (terus menerus) meninngkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat “bawah” yang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, memberdayakan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan dan meningkatkan kemampuan dan meningkatkan
kemandirian
masyarakat.
Pengimplementasikan
kebijakan
KB
terhadap pemberdayaan masyarakat belum berperan sebagaimana mestinya sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh Kebijakan Nasional Keluarga Berencana terhadap Pemberdayaan Masyarakat. Penggerakan dan Pemberdayaan masyarakat adalah suatu
strategi yang sampai saat ini diyakini mempunyai daya ungkit yang tinggi dalam pelaksanaan program KB Nasional. Program-program yang ada dalam Program KB nasional merupakan program kemasyarakatan, yang hasilnya akan maksimal jika masyarakat sendiri ikut bergerak di dalamnya. Oleh sebab itu langkah penting dalam upaya untuk mencapai visi ” Seluruh Keluarga Ikut KB ” tentunya dengan melakukan Penggerakan dan pemberdayan masyarakat. Secara umum penggerakan masyarakat itu mempunyai makna sebagai suatu upaya yang dilakukan dalam rangka menumbuhkan motivasi pada masyarakat, untuk ikut terlibat secara aktif dalam melakukan upaya-upaya tertentu ke arah perubahan perubahan yang positif pada diri manusia dan lingkungan sekitarnya. Dalam melakukan penggerakan masyarakat terdapat prinsip – prinsip yang perlu diperhatikan antara lain ; 1.
Program penggerakan bertolak dari kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat;
2.
Diupayakan untuk dapat memperbaiki mutu kehidupan masyarakat tanpa membebani dan meminta pengorbanan masyarakat;
3.
Masyarakat mempunyai hak menentukan atau memilih garis hidupnya sendiri;
4. Harus mempertimbangkan nilai-nilai masyarakat; 5. Menolong dirinya sendiri (self help); 6. Masyarakat adalah sumber daya yang terbesar; 7. Program mencakup perubahan sikap dan kebiasaan. Dalam melalukan penggerakan dan pemberdayaan masyarakat yang perlu dilakukan pertama adalah mengenali kondisi dari masyarakat tersebut yaitu dengan : 1.
Mengenali karakteristik masyarakat yaitu dengan melihat bagaimana kondisi
geografisnya,
kelembagaannya,
kesertaan
kecenderungan
hubungan kondisi
sosialnya,
ekonominya,
sistem tingkatan
pengetahuannya/pendidikannya dan bagaimana bentuk dari ketaatan masyarakatnya.
2.
Menggalang kesepakatan dengan berbagai tokoh masyarakat baik formal maupun non formal yang berhubungan dengan kebutuhan masyarakat, bentuk kerjasamanya; bentuk kesepakatan dan tindakan yang akan dilakukan.
3.
Mengenali prioritas masyarakat Dalam penggerakan dan pemberdayaan masyarakat mengenali prioritas masyarakat itu sangat penting dilakukan. Masyarakat akan lebih termotivasi untuk berpartisipasi aktif dan mengeluarkan daya yang dimilikinya jika kegiatan – kegiatan tersebut merupakan sesuatu yang penting dan dibutuhkan dalam kehidupannya.
4.
Kepemimpinan dalam menggerakan masyarakat Kepemimpinan dalam menggerakkan masyarakat ini perlu dimiliki oleh seorang pemimpin wilayah. Seorang pemimpin yang tidak punya daya kepemimpian yang kuat untuk mempengaruhi masyarakat akat sulit dalam melakukan penggerakan dan pemberdayaan. Oleh sebab itu kepemimpinan ini juga perlu dilihat dalam upaya penggerakan dan pemberdayaan masyarakat.
Setelah mengenali kondisi masyarakat yang ada, maka proses selanjutnya yaitu 1.
Melakukan pendekatan terhadap tokoh masyarakat serta lembagalembaga masyarakat yang ada, dan melibatkan lembaga dan tokohtokoh tersebut dalam kegiatan – kegiatan program.
2.
Menfasilitasi masyarakat dalam kegiatan yang dilakukan dengan harapan agar terjadi proses pembelajaran dan juga proses menolong diri sendiri,
3.
Menyenggarakan forum pertemuan kelompok-kelonmpok sebagai wahana untuk berdiskusi, saling berbagai pengalaman, mengemukakan masalah dan mencari solusi bersama.
4.
Penggalian dan pengembangan potensi masyarakat
5.
Penumbuhan dan pembentukan wadah dari kegiatan yang berasal dari pengembangan potensi masyarakat tersebut.
6.
Jika
kegiatan
pengembangan
dan
pemberdayaan
masyarakat
dilaksanakan di suatu wilayah sebaiknya dilakukan pada cakupan masyarakat terkecil. Penggerakan dan pemberdayaan Masyarakat di lapangan perlu dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan yaitu : a. Tahap Penjajagan Pada awal penggerakan dan pemberdayaan masyarakat tahap penjajagan merupakan tahapan yang penting dilakukan karena dengan melakukan penjajagan maka kita akan tahu apa sebenarnya yang dibutuhkan dan juga potensi apa yang dimiliki oleh masyarakat sehingga dalam melakukan penggerakan dan pemberdayaan masyarakat akan tepat sesuai dengan apa yang di harapkan. Dalam tahap ini yang dilakukan adalah: Pengenalan Masalah dan Penentuan Prioritas Masalah , Identifikasi Potensi Masyarakat dan Sumber lainnya serta Pemecahan Masalah dan Pemikiran Alternatif Pemecahan Masalah b. Tahap Perencanaan Tahap selanjutnya adalah membuat perencanaan kegiatan yaitu dengan membuat rumusan tujuan kegiatan, menyusun rencana kegiatan dan berikutnya melakukan pengorganisasian kegiatan. c. Tahap Persiapan Pelaksanaan Tahap berikut yang dilakukan adalah persiapan untuk pelaksanaan yaitu dengan melakukan penyuluhan tentang kegiatan yang akan dilakukan, selanjutnya dilakukan orientasi dan latihan bagi petugas dan selanjutnya menyiapkan fisik dan non fisik untuk melaksanakan kegiatan. d. Tahap Pelaksanaan Kegiatan di Lapangan Tahap pelaksanaan kegiatan yang pertama adalah melakukan advokasi kepada penentu kebijakan, Toma-Toga dan komponen masyarakat lainnya yang mempunyai pengaruh dalam keberhasilan kegiatan, selanjutnya
dilakukukan
KIE
dan
KIP
Konseling,
melakukan
pemberdayaan institusi masyarakat, dan akhirnya dilakukan pelayanan program. e.
Monitoring dan Evaluasi Setelah tahapan-tahapan tersebut dilakukan yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan monitoring dan evaluasi, ini dibutuhkan dalam upaya agar penggerakan dan pemberdayaan masyarakat ini dapat berhasil daya dan berhasil guna, sehingga dapat mewujudkan tujuan yang telah di rencanakan.
Prinsip dan langkah-langkah penggerakan dan pemberdayaan masyarakat ini penting dilakukan dalam pelaksanaan program KB Nasional. Jika penggerakan dan pemberdayaan masyarakat ini tidak dilakukan dengan tepat sesuai dengan kondisi wilayah yang ada, maka harapan untuk terwujudnya tujuan program KB Nasional kiranya tidak dapat segera tercapai, oleh sebab itu wajib bagi seluruh pengelola program KB Nasional khususnya di lini lapangan untuk mempunyai kompetensi dalam melakukan penggerakan dan pemberdayaan masyarakat pada setiap kegiatan program. Selain itu, pemberdayaan masyarakat tersebut juga mencakup unsur penyediaan informasi, pemberian kesempatan, komunikasi, budaya, kerja sama, keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan kegiatan, memberikan teladan, melatih, memotivasi dan memberikan bantuan.
F. Upaya Pemerintah Mensukseskan Kembali Program KB
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai pengampu program KB di Indonesia terus berusaha melakukan langkah-langkah yang lebih baik demi meraih kesuksesan pelaksanaan program KB sebagaimana pernah dicapai beberapa waktu yang lalu. Langkah tersebut adalah melalui Rebranding program KB yang dimaknai sebagai upaya pencitraan kembali program KB yang diarahkan untuk merevitalisasi program KB melalui pencitraan kelembagaan, pencitraan produk, pengelola program dan kesinambungan serta keberadaan program KB di seluruh
wilayah Indonesia. Rebranding Program KB terdiri dari empat langkah yang akan ditempuh, yaitu 1. Perubahan logo instansi dan perusahaan Sebelumnya logo KB berupa gambar suami istri dengan menggandeng dua orang anak dalam bingkai padi dan kapas serta bertuliskan Keluarga Berencana di atasnya, maka sekarang ini logo KB terbagi atas dua macam, yakni logo institusi dan logo perusahaan. Logo institusi berupa gambar sebuah keluarga yang terdiri dari bapak, ibu dan 2 orang anak menyambut fajar baru yang berarti masa depan yang cerah. Fajar baru disimbolkan berupa garis lengkung yang melingkar di atasnya. Sementara logo perusahaan berupa gambar bapak ibu yang menggambarkan suami isteri yang bergerak dinamis dengan tulisan KB dalam bingkai lingkaran biru. 2. Perubahan kebijakan dan kegiatan program pembangunan kependudukan yang dirahkan untuk mengatur pertumbuhan penduduk dan meningkatkan keluarga kecil berkualitas melalui berbagai tahapan yakni pengaturan kelahiran,
meningkatkan
Kesehatan
Reproduksi
Remaja
(KRR),
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP), meningkatkan daya tahan dan ketahanan keluarga, memperkuat lembaga dan jaringan pelayanan KB. 3. Perubahan visi dan misi BKKBN Bila sebelumnya visi yang dibangun adalah ”Keluarga Berkualitas 2015” dengan misi ” Membangun setiap keluarga Indonesia untuk memiliki anak ideal, sehat, berpendidikan, sejahtera, berketahanan dan terpenuhi hak-hak reproduksiya melalui pengembanga kebijakan, penyediaan layanan promosi, fasilitasi, perlindungan, informasi kependudukan dan keluarga, serta penguatan kelembagaan dan jejaring KB” maka sekarang ini visinya adalah ”Seluruh Keluarga Ikut KB” dengan misi ”Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera”. 4. Perubahan manajemen program yang dititikberatkan pada ukuran kinerja. Seluruh BKKBN akan menggunakan basis Infirmation Technology (IT).
Dengan berbasis IT maka website menjadi salah satu bagian utama dalam program KB. Melalui rebranding program KB, diharapkan akan mampu menumbuhkan budaya kerja pada para pengelola program KB di tingkat pusat hingga daerah termasuk para Penyuluh KB. Dengan adanya budaya kerja baru yang dimulai dari spirit dan gairah baru, dipastikan akan berdampak positif pada program KB, bukan hanya karena pengelolaan menjadi lebih efektif dan efisien, tetapi juga akan meningkatkan outputs program seiring dengan meningkatnya intensitas Advokasi, KIE dan Konseling pada stakeholder maupun keluarga sasaran. Hasil kerja yang kurang optimal harus segera disikapi dengan kemauan kuat untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Program KB harus tetap jalan terus, karena program ini merupakan program yang sangat
urgen
untuk
mengendalikan
laju
pertumbuhan
penduduk
sekaligus
meningkatkan kualitasnya. Dengan demikian, rebranding program KB merupakan strategi jitu untuk menggugah kembali semangat dan gairah kerja baru menuju budaya kerja yang lebih baik dengan achievment motivation yang lebih baik pula.